pedoman kesehatan ternak bibit1

26
KATA PENGANTAR Prinsip pengendalian dan pencegahan penyakit hewan yang menjadi tugas pemerintah dibidang kesehatan hewan terutama diarahkan pada penyakit yang berdampak kerugian ekonomi luas karena bersifat menular, menyebar cepat, berakibat angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi, berdampak pada faktor reproduksi dan bersifat zoonosis. Untuk mengendalikan penyebaran berbagai jenis penyakit yang ada pada ternak bibit agar tidak menularkan ke daerah yang lebih luas di Indonesia seiring dengan penyebaran ternak bibit dan semen dipandang perlu diterbitkan Petunjuk Pelaksanaan Kesehatan Ternak Bibit. Diharapkan dengan diterbitkannya Petunjuk Pelaksanaan Kesehatan Ternak Bibit ini, diharapkan dapat menjadi pegangan dan membantu para petugas untuk melakukan tindakan pengendalian dan pencegahan penyakit hewan di lingkungan Unit Pelaksana Teknis Perbibitan yang ada di Indonesia serta dapat menjalankan system kesehatan hewan dengan lebih baik, seragam dan standar. Buku pedoman ini disusun sebagai pegangan bagi aparat UPT Pusat dan Daerah dalam menangani Kesehatan Hewan, meliputi : UPT Pusat ;Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah, Balai Besar Inseminasi Buatan, Balai Inseminasi Buatan, Balai Pembibitan Ternak unggul, Balai Embrio Ternak dan UPT Daerah ; Balai Pembibitan Ternak Daerah, Balai Inseminasi Buatan daerah. Jakarta Oktober 2006

Upload: wandi-nobunaga-oda

Post on 19-Jan-2016

45 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Menjelaskan Bagaimana menangani dan mencegah penyakit pada ternak

TRANSCRIPT

Page 1: Pedoman Kesehatan Ternak Bibit1

KATA PENGANTAR

Prinsip pengendalian dan pencegahan penyakit hewan yang menjadi tugas pemerintah dibidang kesehatan hewan terutama diarahkan pada penyakit yang berdampak kerugian ekonomi luas karena bersifat menular, menyebar cepat, berakibat angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi, berdampak pada faktor reproduksi dan bersifat zoonosis.

Untuk mengendalikan penyebaran berbagai jenis penyakit yang ada pada ternak bibit agar tidak menularkan ke daerah yang lebih luas di Indonesia seiring dengan penyebaran ternak bibit dan semen dipandang perlu diterbitkan Petunjuk Pelaksanaan Kesehatan Ternak Bibit.

Diharapkan dengan diterbitkannya Petunjuk Pelaksanaan Kesehatan Ternak Bibit ini, diharapkan dapat menjadi pegangan dan membantu para petugas untuk melakukan tindakan pengendalian dan pencegahan penyakit hewan di lingkungan Unit Pelaksana Teknis Perbibitan yang ada di Indonesia serta dapat menjalankan system kesehatan hewan dengan lebih baik, seragam dan standar.

Buku pedoman ini disusun sebagai pegangan bagi aparat UPT Pusat dan Daerah dalam menangani Kesehatan Hewan, meliputi :

UPT Pusat ;Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah, Balai Besar Inseminasi Buatan, Balai Inseminasi Buatan, Balai Pembibitan Ternak unggul, Balai Embrio Ternak dan UPT Daerah ; Balai Pembibitan Ternak Daerah, Balai Inseminasi Buatan daerah.

Jakarta Oktober 2006

Page 2: Pedoman Kesehatan Ternak Bibit1

2

DAFTAR ISI Halaman I. Pendahuluan ……………………………………………….. II. Ruang lingkup………………………………………………. III. Pengertian…………………………………………………… IV. Manajemen Kesehatan Ternak Bibit................................ 4.1. Sapi Potong 4.1.1. Penyakit hewan yang harus bebas…...….. 4.1.2. Persyaratan Pemasukan Hewan...............

4.1.3. Pengenalan penyakit , Pengambilan dan Pemeriksaan Sampel , Tindak Pencegahan

4.1.4. Pelaksanaan surveilans 4.2. Kambing/Domba.................................................... 4.2.1. Penyakit hewan yang harus bebas…...…... 4.2.2. Persyaratan Pemasukan Hewan................

4.2.3. Pengenalan penyakit, Pengambilan dan Pemeriksaan Sampel , Tindak Pencegahan

4.2.4. Pelaksanaan Surveilans 4.3. Unggas.................................................................. 4.3.1. Penyakit hewan yang harus bebas…...….. 4.3.2. Persyaratan Pemasukan Hewan...............

4.3.3. Pengenalan penyakit, Pengambilan dan Pemeriksaan Sampel , Tindak Pencegahan

4.3.4. Pelaksanaan Surveilans 4.4. Babi....................................................................... 4.4.1. Penyakit hewan yang harus bebas…...….. 4.4.2. Persyaratan Pemasukan Hewan...............

4.4.3. Pengenalan penyakit, Pengambilan dan Pemeriksaan Sampel , Tindak Pencegahan

4.4.3. Pelaksanaan Surveilans........................... 4.5. Program kesehatan hewan di Balai Inseminasi Buatan

Page 3: Pedoman Kesehatan Ternak Bibit1

3

VI. Tindakan Biocecurity............................................................... VII. Sistem Pelaporan Penyakit....................................................... VIII. Penutup................................................................................... IX. Lampiran..................................................................................

Page 4: Pedoman Kesehatan Ternak Bibit1

4

PETUNJUK PELAKSANAAN

KESEHATAN HEWAN PADA TERNAK BIBIT DI UNIT PELAKSANA TEKNIS PERBIBITAN

I. Pendahuluan

II. RUANG LINGKUP

III. PENGERTIAN

1. Penyakit Suatu kejadian yang bersifat negatif sebagai akibat yang ditimbulkan oleh suatu bibit penyakit dan menyebabkan gangguan fisiologis pada tubuh induk semang

2. Infeksi Masuknya bibit penyakit berupa mikroorganisme atau organisme lainnya ke dalam tubuh hewan

3. Penyakit Menular (Infeksious) Penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme (virus, bakteri, parasit dan jamur) yang bersifat dapat berpindah dari satu hewan ke hewan lainnya

4. Gejala Klinis Setiap perubahan dari tubuh dan prilaku yang diakibatkan oleh suatu penyakit.

5. Vaksinasi Upaya untuk menimbulkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan memasukkan bibit penyakit tertentu yang telah dilemahkan ke dalam tubuh ternak/manusia

6. Biosekuriti Suatu tindakan dan upaya untuk mencegah masuk dan menyebarnya bibit penyakit ke dalam suatu peternakan.

7. Hewan Carrier Hewan pembawa bibit penyakit tertentu tetapi hewan itu sendiri tidak menunjukan gejala sakit.

8. Dokter Hewan berwenang Pejabat atau tenaga dokter hewan yang diberikan kewenangan sesuai dengan Perundangan dan peraturan yang berlaku.

Page 5: Pedoman Kesehatan Ternak Bibit1

5

9. Kandang Isolasi

Kandang yang terpisah tempat untuk melakukan pengamatan dan perawatan ternak yang sakit.

Page 6: Pedoman Kesehatan Ternak Bibit1

6

II.. PPEENNDDAAHHUULLUUAANN

1. Latar Belakang Arah kebijakan pembangunan subsektor Peternakan adalah

menjamin tersedianya pangan asal ternak dalam jumlah dan

mutu yang dibutuhkan pada tingkat harga yang terjangkau.

Berkaitan dengan hal tersebut maka fokus kesisteman

pembangunan peternakan diarahkan terhadap ketahanan

pangan; pemberdayaan ekonomi rakyat dan peningkatan

peluang ekspor. Untuk mendorong dan mencapai hal tersebut

diperlukan ketajaman pembangunan peternakan dengan

menerapkan misi sebagai berikut :

1). Penyediaan pangan asal ternak yang cukup baik kuantitas

maupun kualitasnya;

2). Memberdayakan sumberdaya manusia peternakan agar

dapat menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi di

dalam maupun luar negeri;

3). Menciptakan peluang ekonomi untuk meningkatkan

pendapatan peternak;

4). Menciptakan lapangan kerja di bidang agribisnis

Peternakan

5). Melestarikan dan memanfaatkan sumberdaya alam

pendukung Peternakan;

6). Mengembangkan teknologi tepat guna yang ramah

lingkungan.

Berkaitan dengan hal tersebut maka peran kebijakan perbibitan

harus disesuaikan dengan kondisi yang hidup dimasyarakat

serta mampu menjawab setiap tuntutan yang berkembang

dimasyarakat. Pada era global dewasa ini perbibitan merupakan

salah satu elemen penting dalam manajemen peternakan

Page 7: Pedoman Kesehatan Ternak Bibit1

7

disamping 2 (dua) elemen penting lainnya yaitu pakan dan

kesehatan hewan.

Salah satu isu penting yang berkembang didunia dewasa ini

adalah adanya penyakit hewan (ruminansia non ruminansia dan

unggas) yang bersifat pandemi (mendunia) dan lintas batas

(transboundary disease). Penyakit bergerak melintas dari suatu

negara ke negara lain tanpa batas, dari satu wilayah ke wilayah

lainya dan berpotensi menggagalkan usaha peternakan, sejalan

dengan berkembangnya perdagangan ternak dan produk ternak.

Untuk mengantisipasi hal tersebut diperlukan suatu pedoman

tentang tata cara mengelola ternak bibit milik pemerintah agar

dapat terhindar dari penyakit hewan , yang dikenal dengan

biosekuriti ternak bibit. Pada usaha peternakan penerapan

biosekuriti mutlak dilakukan, terutama terhadap penyakit

menular yang bersifat zoonosa dan dampaknya terhadap kinerja

perusahaan secara menyeluruh. Dengan demikian pedoman

biosekuriti ternak bibit diharapkan dapat menjadi dasar dalam

pelaksanaan kebijakan perbibitan di lapangan, terutama langkah

pengamanan ternak pada Unit Pembibitan Ternak (UPT) dan

Unit Pembibitan Ternak Daerah (UPTD).

2. Tujuan

Tujuan penyusunan pedoman kesehatan hewan ternak bibit

adalah upaya untuk mencegah masuknya penyakit hewan yang

dapat menyerang ternak bibit dan penatalaksanaan ternak bibit

jika timbul penyakit hewan di lingkungan UPT/UPTD.

Page 8: Pedoman Kesehatan Ternak Bibit1

8

3. Pendekatan

Untuk pelaksanaan pengamanan ternak bibit perlu dilakukan

pendekatan sebagai berikut :

1). Pengendalian/penanganan penyakit terhadap ternak bibit yang berperan dalam memperkecil resiko yang ditimbulkan dari kelompok hewan yang baru masuk ke dalam kelompok hewan yang lama.

2). Pengendalian/penanganan penyakit terhadap ternak bibit

kelompok hewan yang lama melalui program surveilans. 3). Biosekuriti merupakan program yang berjalan (on going

process) 4). P eralatan dan SDM 5). Program Vaksinasi

II. RUANG LINGKUP Ruang lingkup pedoman ini meliputi :

1. Perlakuan terhadap ternak yang baru masuk;

2. Program pengendalian penyakit hewan terhadap ternak bibit

secara rutin

3. Biosecurity

3.1. Perlakuan terhadap manusia yang keluar masuk

lingkungan peternakan;

3.2. Perlakuan terhadap peralatan dan kendaraan;

3.3. Perlakuan terhadap peralatan dan kendaraan;

3.4. Prosedur biosekuriti telur tetas;

3.5. Prosedur biosekuriti ayam bibit;

4. Deteksi hewan carrier;

5. Peralatan dan SDM;

6. Program vaksinasi.

Page 9: Pedoman Kesehatan Ternak Bibit1

9

III. PENGERTIAN

1. Penyakit.

Suatu kejadian yang bersifat negatif sebagai akibat yang

ditimbulkan oleh suatu bibit penyakit dan menyebabkan

gangguan fisiologis pada tubuh induk semang.

2. Infeksi.

Masuknya bibit penyakit berupa mikroorganisme atau organisme

lainnya kedalam tubuh hewan

3. Penyakit Menular (infeksious)

Sifat atau kemampuan suatu bibit penyakit untuk berpindah dari

satu hewan ke hewan yang lainnya.

4. Gejala Klinis. Setiap perubahan dari tubuh yang diakibatkan oleh suatu pnyakit

dan terlihat oleh mata.

5. Vaksinasi. Upaya untuk menimbulkan kekebalan terhadap suatu penyakit

dengan memasukan bibit penyakit tertentu yang telah

dilemahkan kedalam tubuh.

Page 10: Pedoman Kesehatan Ternak Bibit1

10

6. Biosekuriti. Biosekuriti adalah suatu tindakan untuk mendapatkan keadaan

Keamanan biologis yang memiliki dampak positif untuk

kehidupan hewan dan manusia.

7. Hewan Carrier Hewan carrier adalah hewan pembawa bibit penyakit tertentu

tetapi hewan itu sendiri tidak tertular.

Page 11: Pedoman Kesehatan Ternak Bibit1

11

IV. MANEJEMEN KESEHATAN TERNAK BIBIT Secara garis besar pelaksanaan pengendalian penyakit pada ternak bibit

diterapkan dengan maksud untuk mencegah masuknya penyakit hewan

menular kedalam lingkungan sumber bibit (UPT/UPTD) melalui ternak,

manusia dan peralatan yang tercemar bibit penyakit. Oleh karena itu,

yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pengendalian/penanganan

ternak bibit adalah penyakit hewan yang harus bebas, persyaratan

pemasukan hewan agar hewan yang baru datang tidak membawa

penyakit dan sistem pemeriksaan kesehatan hewan yang secara rutin

harus dilakukan.

4.1. Persyaratan terhadap ternak yang baru masuk Setiap ternak bibit yang masuk dari luar wilayah (dalam

negeri/luar negeri) kedalam suatu pembibitan harus bebas dari

penyakit menular sesuai ketentuan yang berlaku di Indonesia

yang dibuktikan dengan dokumen lengkap kesehatan dari

tempat asal.

4.1.1. Persyaratan terhadap ternak bibit yang baru masuk;

4.1.1.1. Setiap ternak bibit yang baru masuk kedalam

lingkungan UPT/UPTD harus dilakukan isolasi di

kandang isolasi sekurang-kurangnya selama 14

hari sampai dengan 90 hari untuk tindakan

pengamatan dan pemeriksaan penyakit.

4.1.1.2. Pengamatan dan pemeriksaan ternak di kandang

isolasi harus dilakukan dibawah pengawasan

dokter hewan yang berwenang.

4.1.1.3 Segera setelah dinyatakan tidak ada (bebas) dari

carrier penyakit, maka ternak bibit yang baru tadi

dapat bergabung dengan ternak yang lainnya.

Page 12: Pedoman Kesehatan Ternak Bibit1

12

4.1.1.7. Setiap ternak yang sakit harus dipisahkan dari

kelompok ternak yang sehat ke kandang

khusus untuk dilakukan pengobatan atau afkir

bagi penyakit-penyakit tertentu.

4.1.1.8. Setiap ternak yang mati harus segera

dimusnahkan dibawah pengawasan Dokter

hewan yang berwenang serta dicatat penyebab

kematiannya.

4.1.1.9. Dilarang memasukkan dan memelihara ternak

bukan bibit di areal farm.

4.1.1.10. Mempunyai sistem pencatatan untuk setiap ekor

ternak yang menggambarkan waktu datang

dan pergi; kinerja produksi; obat dan vaksin

yang digunakan; uji laboratorium yang

dilakukan dan hasilnya; asal ternak (negara,

daerah, alamat suplayer); dan daerah tujuan

penyebaran ternak/produksinya. Catatan ini

harus tetap disimpan sampai sedikitnya 1 (satu)

tahun setelah ternak tersebut sudah tidak ada

di farm.

4.1. SAPI DAN KERBAU Untuk melakukan deteksi dini terhadap penyakit sebagai

tindakan preventif perlu dilakukan adalah melalui Sistem

pemeriksaan yang reguler dan terdokumentasi untuk

memonitor situasi penyakit hewan, Pelaksanaan pengujian

terhadap penyakit secara teratur dibawah pengawasan dokter

Page 13: Pedoman Kesehatan Ternak Bibit1

13

hewan, Pencatatan yang teratur terhadap hasil pemeriksaan

atau uji terhadap penyakit tersebut.

4.1.1. Ternak Bibit harus bebas dari penyakit berikut: a. Anthrax

b. Brucellosis c. Bovine Genital Campylobacteriosis (BGC)

d. Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) e. Enzootic Bovine Leucosis ( EBL) f. Trichomonosis

g. Bovine Viral Diarrhea (BVD) h. Leptospirosis i. Anaplasmosis j. Babesiosis k. Theilleriosis l. Septichaemia Epizotica (SE)

m. Tuberculosis (TBC) n. Surra o. Johne’s disease (Para Tuberculosis) p. Parasit cacing q. Parasit darah

4.1.2. Perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan hewan secara reguler dan terdokumentasi untuk memonitor situasi penyakit hewan di UPT perbibitan. Dokumentasi dilaksanakan dibawah pengawasan Dokter Hewan dan harus tetap disimpan minimal 1 (satu) tahun setelah ternak keluar dari farm. Semua ternak bibit harus dilakukan pemeriksaan penyakit seperti tersebut di atas secara reguler. Tata cara pemeriksaan kesehatan hewan mengacu pada Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan Menular yang diterbitkan oleh Direktorat Kesehatan Hewan Ditjen Peternakan. Jika terjadi kasus penyakit hewan menular pada UPT Perbibitan, maka prosedur pengendalian dan

Page 14: Pedoman Kesehatan Ternak Bibit1

14

pemberantasan mengacu pada Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan Menular yang diterbitkan oleh Direktorat Kesehatan Hewan Ditjen Peternakan

4.2. Kambing/Domba

4.2.1. Penyakit hewan yang harus bebas Penyakit hewan yang harus bebas untuk Ternak Bibit

Kambing/Domba adalah : a. Anthrax b. Brucellosis (B.militensis dan B.ovis) c. Bluetongue

d. Scabies e. Orf

4.3. Unggas 4.3.1. Penyakit hewan yang harus bebas.

Penyakit hewan yang harus bebas untuk Ternak Bibit Unggas adalah : a. Infectious bursal disease b. Mare’ks diseas c. Salmonellosis d. Infectious bronchitis e. Infectious laryngotracheitis f. Avian influenza

g. Newcastle disease h. Fowl cholera i. Lymphoid leucosis j. Myeloid leucosis (ALV-J)

4.4. Babi 4.4.1. Penyakit hewan yang harus bebas

Penyakit hewan yang harus bebas untuk Ternak Bibit Babi adalah : a. Anthrax b. Brucellosis (B.suis)

Page 15: Pedoman Kesehatan Ternak Bibit1

15

c. Hog Cholera (Classical swine fever) d. Coli bacillosis e. Erysipelas f. Cisticercosis

IV. MANEJEMEN KESEHATAN TERNAK BIBIT DI BBIB, BIB DAN BET

Semen dan embrio yang diproduksi harus berasal dari bull dan donor yang bebas dari penyakit hewan menular seperti :

a. Anthrax b. Brucellosis c. Bovine Genital Campylobacteriosis (BGC)

d. Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) e. Enzootic Bovine Leucosis ( EBL) f. Trichomonosis

m. Bovine Viral Diarrhea (BVD) n. Leptospirosis o. Anaplasmosis p. Babesiosis q. Theilleriosis r. Septichaemia Epizotica (SE)

m. Tuberculosis (TBC) n. Surra o. Johne’s disease (Para Tuberculosis) p. Parasit cacing q. Orf

Semen dan embrio yang diproduksi harus bebas dari penyakit IBR dan EBL, untuk pemeriksaan semen harus dilakukan setiap batch produksi. Pemeriksaan donor dan bull secara reguler harus dilakukan 2 (dua) kali setahun dan dinyatakan negatif terhadap penyakit di atas.

VI. Tindakan Biocecurity

Page 16: Pedoman Kesehatan Ternak Bibit1

16

Secara garis besar pelaksanaan prosedur biosekuriti diterapkan

dengan maksud untuk mencegah masuknya penyakit hewan menular

kedalam lingkungan sumber bibit (UPT/UPTD) melalui ternak,

manusia dan peralatan yang tercemar bibit penyakit. Oleh karena itu,

pelaksanaan tata cara pemeliharaan ternak yang sudah ada di

lingkungan breeding farm harus mengikuti tata cara sebagai berikut :

Lokasi UPT Perbibitan

1. Lokasi Lokasi perbibitan ternak secara umum harus berjarak minimal 1 Km

dari jalan raya, pemukiman , sungai/danau (khusus unggas), pasar

hewan dan tempat pemotongan ternak. Untuk ternak bibit antar

spesies lokasi kandang harus terpisah berjarak minimal 1 Km.

2. Ternak Bibit 1). Bahwa ternak yang ada dan akan masuk lingkungan

peternakan harus sehat dan bebas dari penyakit hewan

menular.

2). Ternak harus bebas dari kelainan alat reproduksi.

3). Mempunyai sistem pencatatan untuk setiap ekor ternak

yang menggambarkan waktu datang dan pergi; kinerja

produksi; obat dan vaksin yang digunakan; uji laboratorium

yang dilakukan dan hasilnya; asal ternak (negara, daerah,

alamat suplayer); dan daerah tujuan penyebaran

ternak/produksinya. Catatan ini harus tetap disimpan

sampai sedikitnya 1 (satu) tahun setelah ternak tersebut

sudah tidak ada di farm.

4). Setiap ternak yang sakit harus dipisahkan dari kelompok ke

kandang isolasi untuk dilakukan pengobatan atau afkir bagi

penyakit-penyakit tertentu.

5). Setiap ternak yang mati harus segera dimusnahkan

dibawah pengawasan Dokter Hewan yang berwenang serta

Page 17: Pedoman Kesehatan Ternak Bibit1

17

dicatat penyebab kematiannya berdasarkan pemeriksaan

standar oleh Dokter Hewan.

6). Dilarang memasukkan dan memelihara ternak bukan bibit

di areal pembibitan

3. Lalu lintas Lalu lintas ternak, manusia dan peralatan dilingkungan sumber

bibit harus diatur dan diawasi dengan ketat sesuai prosedur

dibawah ini.

1). Perlakuan terhadap Ternak yang baru masuk b. Setiap ternak bibit yang masuk dari luar wilayah

(dalam negeri/luar negeri) kedalam suatu pembibitan

harus bebas dari penyakit menular sesuai ketentuan

yang berlaku di Indonesia.

b. Setiap ternak bibit yang baru masuk kedalam

lingkungan UPT/UPTD harus dilakukan isolasi di

kandang karantina selama 3 (tiga) minggu sampai

dengan 1 (satu) bulan.

c. Pengamatan ternak di kandang karantina harus

dilakukan dibawah pengawasan dokter hewan serta

petugas yang memahami menejemen ternak dan

perbibitan.

d. Selama ternak di kandang karantina harus dilakukan

pengamatan terhadap kemungkinan adanya penyakit .

e. Ternak di kandang karantina harus dilakukan

pengujian untuk deteksi penyakit.

Page 18: Pedoman Kesehatan Ternak Bibit1

18

f. Semua sample harus diuji di laboratorium kesehatan

hewan yang terakreditasi.

g. Segera setelah dinyatakan tidak ada (bebas) dari

carrier penyakit, maka ternak bibit yang baru tadi

dapat bergabung dengan ternak yang lainnya.

2). Perlakuan terhadap ternak yang sudah ada lingkungan peternakan

a. Ternak yang ada didalam lingkungan peternakan

harus secara rutin dilakukan pengamatan terhadap

status kesehatannya.

b. Secara berkala harus dilakukan uji/pemeriksaan

laboratorium, terhadap penyakit hewan menular

oratoris dinyatakan sakit harus dilakukan tindakan

sesuai dengan pedoman Kesehatan Hewan Ternak

Sapi Bibit.

d. Ternak yang sudah keluar dari area peternakan tidak

diperkenankan masuk lagi, sebelum dilakukan tindak

karantina.

3). Perlakuan terhadap manusia yang keluar masuk lingkungan UPT Perbibitan Peternakan

a. Setiap orang yang akan masuk ke dalam areal

Perbibitan UPT peternakan harus dilakukan

desinfeksi.

b. Setiap orang yang akan memasuki areal produksi

harus memakai pakaian dan sepatu khusus serta

mencelupkan sepatunya (dipping) di bak desinfektan.

Page 19: Pedoman Kesehatan Ternak Bibit1

19

c. Setiap petugas dilarang mempunyai tugas rangkap

d. Setiap orang yang akan memasuki areal UPT

Perbibitan tidak diperbolehkan membawa barang atau

peralatan dari luar areal produksi, sebelum dilakukan

tindak desinfeksi.

4). Perlakuan terhadap peralatan dan kendaraan

a. Setiap kendaraan yang akan masuk ke area UPT

Perbibitan harus di desinfeksi terlebih dahulu. Khusus

Kendaraan tamu harus diparkir diluar areal produksi

peternakan (disediakan tempat parkir diluar area

produksi).

b. Kendaraan yang dipergunakan untuk pengangkutan

pakan atau pemindahan ternak didalam areal produksi

setelah keluar area peternakan dilarang masuk

kembali ke area produksi sebelum dilakukan

desinfeksi ulang.

d. Semua peralatan yang akan masuk areal produksi

harus di desinfeksi terlebih dahulu.

e. Tidak diperbolehkan membawa peralatan di areal

produksi keluar dari areal tersebut .

f. Setiap peralatan harus didesinfeksi terlebih dahulu

sebelum dipergunakan.

3. BIOSEKURITI UNGGAS

I). Hatchery

Page 20: Pedoman Kesehatan Ternak Bibit1

20

a. Sediakan fasilitas sanitasi dan

desinfeksi (spray dan pencelupan)

petugas/tamu di depan pintu masuk

ruang penetasan.

b. Setiap orang sebelum masuk ke ruang penetasan harus

mengunakan masker, sarung tangan dan pakaian khusus yang

didesinfeksi terlebih dahulu.

c. Desinfeksi kendaran pengangkut telur dan egg tray sebelum

dan sesudah digunakan.

d. Segera bersihkan telur tetas yang

berasal dari kandang dengan

menggunakan amplas halus dan air

hangat, pisahkan telur tetas yang

tidak normal.

Page 21: Pedoman Kesehatan Ternak Bibit1

21

e. Bersihkan dan fumigasi ruang penyimpanan telur, untuk

telur tetas yang sudah diseleksi.

f. Mesin tetas dan peralatannya harus dibersihkan dan

didesinfeksi terlebih dahulu sebelum dan sesudah telur

tetas dimasukkan.

g. Lakukan fumigasi pada mesin

tetas sebelum telur tetas dimasukkan

dan setelah telur tetas dipindahkan

ke dalam hatcher atau 2-3 hari

sebelum telur menetas.

h. Box DOC harus dalam keadaan bersih dan didesinfeksi terlebih

dahulu saat dikembalikan ke ruang penetasan.

i. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan telur tetas.

2). Unggas bibit

Page 22: Pedoman Kesehatan Ternak Bibit1

22

e. Sediakan fasilitas sanitasi dan desinfeksi (spray dan

pencelupan) untuk kendaraan dan setiap orang di depan

pintu gerbang dan pintu kandang.

f. Setiap orang sebelum masuk ke lokasi harus

menggunakan pakaian, masker dan sepatu khusus yang

didesinfeksi terlebih dahulu.

C

c. Alat transportasi unggas, pakan

dan telur atau kendaraan lain beserta pengemudi dan

penumpangnya sebelum masuk ke lokasi kandang harus

didesinfeksi terlebih dahulu.

Page 23: Pedoman Kesehatan Ternak Bibit1

23

d. Kandang, peralatan pakan/minum, litter dan sarana lain

harus didesinfeksi dan difumigasi terlebih dahulu

sebelum ayam masuk.

e. Dalam satu kandang, sedapat mungkin batasi seumur

unggas. Gunakan sistem all in all out

f. Kandang ayam harus didesinfeksi

2x seminggu

g. Setiap Petugas, peralatan dan

sarana kandang tidak diperbolehkan

pindah dari satu kandang ke kandang

lain

h. Pelaksanaan Program kesehatan

a). Vaksinasi : ND, IB, IBD, Mareks

dan AI

b).Pengobatan : Cacing, Koksidiosis dan Snot

i. Perlu diadakan pemantauan

penyakit secara rutin termasuk

pemeriksaan pasca mati terhadap

bangkai ayam apabila angka

kematian melebihi normal.

j. Pemeriksaan laboratorium

dilakukan tiap 6 bulan sekali

terhadap penyakit: ND, Pullorum,

CRD, Snot, IBD, Mareks, IB dan

AI.

Page 24: Pedoman Kesehatan Ternak Bibit1

24

k. Dalam lokasi hanya memelihara satu jenis unggas

l. Menjaga sanitasi kandang dan lingkungan sekitar

kandang agar tetap bersih.

m. Lakukan pengawasan terhadap burung liar, hewan

pengerat dan hewan pengganggu lainnya agar tidak

masuk kedalam lokasi kandang.

o. Lakukan pergantian litter 3 bulan sekali.

p. Lakukan pengambilan ayam mati, setidaknya 2x sehari.

Lakukan lebih sering jika terjadi wabah penyakit.

q. Tempat untuk membakar atau mengubur ayam harus

diluar kandang produksi. Bangkai ayam dikubur dengan

ketebalan timbunan tanah minimal 0,5 meter.

r. Pembersihan kandang dan peralatan kandang harus

segera dilakukan setelah ayam dipanen/afkir.

s. Setelah menyelesaikan pekerjaan, baik badan

(tangan/kaki) petugas maupun peralatan yang digunakan

harus didesinfeksi sebelum meninggalkan lokasi

kandang.

V. KEGIATAN PENDUKUNG BIOSEKURITI

1. SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)

1). Para petugas pemelihara ternak bibit perlu memiliki

pengetahuan dan keterampilan dalam kesejahteraan hewan

(animal welfare).

2). Peningkatan SDM melalui penyuluhan, pelatihan kepada

setiap karyawan/petugas yang ada di peternakan terutama

dalam mengelola limbah, penggunaan alat-alat, pemberian

pakan, cara pencegahan dan penanggulangan penyakit.

Page 25: Pedoman Kesehatan Ternak Bibit1

25

2. PROGRAM VAKSINASI Pelaksanaan program vaksinasi di UPT Perbibitan, perusahaan

maupun di Balai Pembibitan milik pemerintah, memerlukan

pengkajian lebih lanjut karena berhubungan dengan regulasi

pemerintah terhadap penyakit menular pada ternak dan diperlukan

adanya keikutsertaan masyarakat (peternak, perusahaan

peternakan) terhadap pelaksanaan vaksinasi tersebut.

VI. PELAPORAN

Laporan kesehatan ternak bibit dilaksanakan secara reguler ditujukan

kepada Direktur Kesehatan Hewan dan Direktur Perbibitan Ditjen

Peternakan.

VII. PENUTUP

Demikian Petunjuk Pelaksanaan Kesehatan Ternak bibit ini disusun

untuk dapat digunakan sebagai pedoman pelaksanaan di UPT

Perbibitan.

Dalam perkembangannya akan dilakukan penyempurnaan sesuai

kebutuhan.

Jakarta, Oktober 2006 -biosekuriti.2-bogor 10 okt 2006

Page 26: Pedoman Kesehatan Ternak Bibit1

26