pedoman imunisasi indonesia 2008

193
Edisi Ketiga Tahun 2008 Pedoman Imunisasi Di Indone sia Penyunting I.G.N. Ranuh Hariyono Suyitno Sri Rezeki S Hadinegoro Cissy B K artasasmita Ismoedijanto Soedjatmi ko Disclaimer Isi di dalam buku Pedoman Imunisasi di Indonesia ada lah hasil kesepakatan para penulis dan editor Satgas Imunisasi IDAI yang berasal dari berbagai sumber. Buku ini merupakan pedoman umum dalam melakukan imunisasi di Indonesia dan dapat disesuaikan dengan kondisi setempat. Kemungkinan dapat terjadi perbedaan dengan sumber-sumber lain karena perkembangan ilmu dan kebij akan setempat. Hak Cipta Dilindungi Undang- undang Dil arang memperbanyak, mencetak dan menerbitkan sebagian atau seluruh isi buku i ni dengan cara dan bentuk apapun juga tanpa seizin penulis dan penerbit Diterbitkan pertama kali tahun 2001 Diterbitkan kedua kali tahun 2005 Diterbitkan ketiga kali tahun 2008 Koordinator Penerbitan Prof. DR. Dr. Sri Rezeki S. Hadinegoro, Sp.A(K)  Art direct or: J.A. Wempi Type setting: Diyan Dwinandio, Unggul Sodjo Edisi 3, cetakan pertama 2008 Penerbit bu ku ini dikelola oleh: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia Kata Sambutan Menteri Kesehatan Program imunisasi di Indonesia semakin penting kedudukannya dalam upaya mencapai Indonesia Sehat tahun 2010. Pencegahan terhadap penyakit infeksi yang dapat diceg ah dengan imunisasi telah menampakkan hasilnya. Kejadian penyakit poliomielitis, difteria, tetanus neonatorum, pert usis, campak, dan hepatitis B, berangsur-angsur berkurang. Dalam waktu dekat diharapkan penyakit poliomielitis dapat dieradikasi dari seluruh dunia melalui program imunisasi yang berkesinambungan. Untuk melengkapi panduan imunisasi yang senantiasa up-to date, kami merasa bangga kepada upaya anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia khususnya anggota Satgas Imunisasi IDAI yang telah merevisi buku imunisasi ini untuk ketiga kalinya. Buku Pedoman Imunisasi ini akan menunjang perubahan pandangan dan strategi dalam bidang vaksinologi yang senantiasa berubah sejalan dengan situasi epidemiologi global dan kemajuan teknologi dalam bidang kesehatan. Sebagaimana Buku Imunisasi di Indonesia edisi pertama dan edisi kedua yang telah tersebar luas di tanah air ini, kami harapkan edisi ketiga tetap menjadi acuan dalam meningkatkan program imunisasi dan sebagai acuan untuk vaksin-vaksin baru. Buku ini dapat dipergunakan bersama-sama dengan buku Pedoman Imunisasi Dep artemen Kesehatan yang telah ada (Kepmenkes No. 1611/MENKES/SK/XI/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi).  Akhirul kata, kami ucapkan selamat dan t erima kasih kepada para penulis yang dikoordinasi oleh Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia yang telah menyusun buku imunisasi ini. Karya dan jerih payahnya akan membantu m eningkatkan kesejahteraan anak Indonesia.

Upload: rinoldyputramangiri

Post on 10-Oct-2015

357 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

kurang tahu ini yang terbaru atau bukan, sepertinya sih ada yang tahun 2011

TRANSCRIPT

  • Edisi Ketiga Tahun 2008Pedoman Imunisasi

    Di IndonesiaPenyunting

    I.G.N. RanuhHariyono Suyitno

    Sri Rezeki S HadinegoroCissy B Kartasasmita

    IsmoedijantoSoedjatmi ko

    DisclaimerIsi di dalam buku Pedoman Imunisasi

    di Indonesia ada lah hasil kesepakatan para penulis dan editor Satgas Imunisasi IDAI yangberasal dari berbagai sumber. Buku ini merupakan pedoman umum dalam melakukanimunisasi di Indonesia dan dapat disesuaikan dengan kondisi setempat. Kemungkinan dapatterjadi perbedaan dengan sumber-sumber lain karena perkembangan ilmu dan kebijakansetempat.

    Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang memperbanyak, mencetak dan menerbitkan sebagian atau seluruh isi buku ini dengancara dan bentuk apapun juga tanpa seizin penulis dan penerbitDiterbitkan pertama kali tahun 2001 Diterbitkan kedua kali tahun 2005 Diterbitkan ketiga kalitahun 2008Koordinator PenerbitanProf. DR. Dr. Sri Rezeki S. Hadinegoro, Sp.A(K)Art director: J.A. WempiType setting: Diyan Dwinandio, Unggul SodjoEdisi 3, cetakan pertama 2008Penerbit buku ini dikelola oleh:Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia

    Kata Sambutan Menteri KesehatanProgram imunisasi di Indonesia semakin penting kedudukannya dalam upaya mencapaiIndonesia Sehat tahun 2010. Pencegahan terhadap penyakit infeksi yang dapat dicegah denganimunisasi telah menampakkan hasilnya. Kejadian penyakit poliomielitis, difteria, tetanusneonatorum, pertusis, campak, dan hepatitis B, berangsur-angsur berkurang. Dalam waktu dekatdiharapkan penyakit poliomielitis dapat dieradikasi dari seluruh dunia melalui program imunisasiyang berkesinambungan.Untuk melengkapi panduan imunisasi yang senantiasa up-to date, kami merasa bangga kepadaupaya anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia khususnya anggota Satgas Imunisasi IDAI yangtelah merevisi buku imunisasi ini untuk ketiga kalinya. Buku Pedoman Imunisasi ini akanmenunjang perubahan pandangan dan strategi dalam bidang vaksinologi yang senantiasaberubah sejalan dengan situasi epidemiologi global dan kemajuan teknologi dalam bidangkesehatan.Sebagaimana Buku Imunisasi di Indonesia edisi pertama dan edisi kedua yang telah tersebarluas di tanah air ini, kami harapkan edisi ketiga tetap menjadi acuan dalam meningkatkanprogram imunisasi dan sebagai acuan untuk vaksin-vaksin baru. Buku ini dapat dipergunakanbersama-sama dengan buku Pedoman Imunisasi Departemen Kesehatan yang telah ada(Kepmenkes No. 1611/MENKES/SK/XI/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi).Akhirul kata, kami ucapkan selamat dan terima kasih kepada para penulis yang dikoordinasioleh Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia yang telah menyusun buku imunisasi ini.Karya dan jerih payahnya akan membantu meningkatkan kesejahteraan anak Indonesia.

  • Karya dan jerih payahnya akan membantu meningkatkan kesejahteraan anak Indonesia.Jakarta, April 2008

    DR. Siti Fadilah Supari, Dr., Sp.JP Menteri Kesehatan RepublikIndonesia

    Prakata Ketua Umum Pengurus Pusat IDAIM erupakan kebanggaan dari Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia dapat menyajikanBuku Imunisasi di Indonesia Edisi ketiga ini. Mengingat banyak hal-hal yang perlu disesuaikandengan kemajuan bidang imunisasi maka edisi ketiga ini merupakan kebutuhan, bukan sajauntuk dokter spesialis anak namun untuk semua penyedia layanan jasa kesehatan yangberkecimpung dengan program imunisasi.Program imunisasi yang telah lebih dari tiga abad lalu diakui sebagai upaya pencegahan yangpenting, pada sepuluh tahun terakhir ini telah mengalami kemajuan yang signifikan. Edisi ketigadiharapkan dapat menjadi acuan dalam mengatasi kemajuan tersebut. Misalnya perubahanepidemiologi beberapa penyakit dan adanya kemajuan teknik pembuatan vaksin, upayapemerintah dalam melaksanakan eradikasi polio, eliminasi tetanus neonatorum, reduksicampak, dan memutuskan rantai penularan hepatitis B sedini mungkin, akan mengubah jadwalimunisasi.Tambahan topik dan revisi terutama diperlukan untuk menjawab beberapa masalah, antara lain,(1) bertambahnya jenis vaksin di luar program PPI (vaksin non-PPI), baik sebagai vaksin barumaupun vaksin yang telah lama beredar kini muncul dalam kemasan baru, (2) keamananpemberian suntikan vaksin (safety injection) perlu mendapat perhatian, dan (3) sesuai denganmaturasi perjalanan imunisasi, program imunisasi akan mengalami hambatan akibat kejadianikutan yang diduga menjadi penyebab imunisasi; dalam hal ini PP IDAI telah menunjukkansikapnya menghadapi hal ini.Sebagaimana pembuatan buku imunisasi yang diharapkan senantiasa menjadi acuan, tentunyabuku ini tetap memerlukan revisi-revisi di kemudian hari. Akhirnya saya selaku Ketua UmumIkatan Dokter Anak Indonesia mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya atas kerjakeras seluruh kontributor anggota Satgas Imunisasi dan semua pihak yang membantupenerbitan buku imunisasi ini.

    Jakarta, Mei 2008Sukman Tulus. Putra, Dr., Sp.A(K), FACC, FESC

    Kata Pengantar Tim Satgas Imunisasi IDAIK ami mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah Subhanawataala, bahwa Buku PedomanImunisasi edisi 1 (tahun 2002) dan edisi 2 (tahun 2005) tampaknya sangat dibutuhkan olehdokter dan petugas kesehatan yang terkait dengan vaksin dan imunisasi, sehingga dalam waktusingkat habis dari peredaran. Mengingat banyaknya permintaan untuk mencetak ulang buku ini,maka kami menerbitkan Buku Imunisasi edisi ke-3 dengan revisi beberapa topik dan adanyatambahan informasi vaksin-vaksin baru.

    Perubahan dalam buku edisi ke-3 tahun 2008 adalah,Penyimpanan dan transportasi vaksin dari Bab XII menjadi Bab II, isi ditambah dan dibagimenjadi 2 topik yaitu rantai vaksin dan kualitas vaksin,Prosedur imunisasi dari Bab II menjadi Bab III, dengan tambahan topik safety injection,Influenza, pneumokokus dan rotavirus direvisi dengan tambah an informasi terbaru,Tambahan topik yaitu vaksin human papilloma virus,Jadwal imunisasi ditambah dengan vaksin human papilloma virus (HPV), untuk anakremaja,Vaksin untuk tujuan khusus dan vaksin untuk turis digabung menjadi satu dalam Bab VImengenai vaksin yang dianjurkan (non PPI), sehingga jumlah bab berkurang satu menjadi12,Kontroversi dalam imunisasi ditambah dengan miskonsepsiImunisasi kelompok berisiko dari Bab III dipindahkan ke Bab IX

    Kami mengucapkan terima kasih kepada para kontributor, terutama yang telah melakukan revisi,

  • perbaikan dan penambahan topik-topik baru untuk edisi ke 3 ini. Mengingat pekerjaan untukmembuat revisi buku edisi ke-3 ini cukup melelahkan,

    kami telah dibantu oleh dua orang editor baru yaitu Prof. Dr. Ismoedijanto dr.,Sp.A(K) danSoedjatmiko dr., Sp.A(K)., Msi. Untuk itu kami ucapkan terima kasih.Selanjutnya kami mengharapkan masukan dan saran dari para pengguna buku ini, untukpenyempurnaan pada edisi mendatang. Semoga buku ini bermanfaat bagi semua pihak yangterkait dengan vaksin dan imunisasi, sehingga derajat kesehatan anak Indonesia semakinmeningkat.Tim PenyuntingProf. I.G.N. Ranuh dr., Sp.A(K)Prof. Dr. Hariyono Suyitno dr., SpA(K)Prof. Dr. Sri Rezeki S. Hadinegoro dr., Sp.A(K) Prof. Cissy B. Kartasasmita dr., MSc., Ph.D.,SpA(K) Prof. Dr. Ismoedijanto, dr., SpA(K)Soedjatmiko, dr., SpA(K), MSi.

    Daftar IsiHalaman

    Disclaimer............................................................................................................ iiKata sambutan Menteri Kesehatan .................................... iiiPrakata ketua Pengurus Pusat IDAI .................................. ivKata pengantar tim Satgas Imunisasi IDAI........................ v Daftar.................................................................................... isi vii Daftar.................................................................... kontributor ix Daftar............................................................................. istilah xiiBab I. Dasar-dasar Imunisasi........................................ 1

    1. Imunisasi upaya pencegahan primer 22. Aspek imunologi imunisasi 10

    ...... 3...... Jenis vaksin 23Bab II. Penyimpanan dan Transportasi Vaksin.......... 29

    1. Rantai vaksin 302. Kualitas vaksin 40

    Bab III. Prosedur Imunisasi............................................ 451. Tatacara pemberian imunisasi 462. Penjelasan kepada orang tua mengenai imunisasi 623. Catatan imunisasi 724. Safety injection............................................................................. 76

    Bab IV. Jadwal Imunisasi............................................... 891. Program pengembangan imunisasi 902. Jadwal imunisasi rekomendasi IDAI 973. Jadwal imunisasi tidak teratur 1174. Imunisasi anak sekolah, remaja, dan dewasa 122

    Bab V. Vaksin pada Program ImunisasiNasional (PPI) ... ...130

    1. Tuberkulosis .................................................... 1312. Hepatitis B .......................................................

  • 2. Hepatitis B ....................................................... 1353. DTP (difteria, tetanus, pertusis)

    .......................... 1434. Poliomielitis ...................................................... 157

    5. Campak.......................................................... 171Bab VI. Vaksin yang Dianjurkan (non

    PPI)....................... 1781. MMR (campak, gondong, rubella)...................... 1792. Haemophilus in uenzae tipe B (Hib)............ 188

    3. Demam tifoid .................................................. 1924. Varisela ........................................................... 1975. Hepatitis A ...................................................... 2036. Rabies.............................................................. 2107. In uenza ........................................................ 2218. Pneumokokus.................................................. 2329. Rotavirus ........................................................ 241

    10. Kolera + ETEC.................................................. 24411. Yellow fever ................................................... 24812. Japanese encephalitis

    ...................................... 25413. Meningokokus.................................................. 26214. Human Papilloma Virus (HPV)..................... 267

    Bab VII. Imunisasi Pasif.................................................. 271Bab VIII. Vaksin Kombinasi

    ........................................... 292Bab IX. Imunisasi Kelompok

    Berisiko.......................... 3041. Imunisasi bayiberisiko....................................... 3052. Imunisasi bayi pada ibuberisiko.......................... 315

    Bab X. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi(KIPI) ........... 318

    1. Klasi kasi kejadian ikutan pascaimunisasi.......... 3192. Pelaporan kejadian ikutan pascaimunisasi .......... 341

    Bab XI. Miskonsepsi dan Kontroversi dalam Imunisasi 3481. Miskonsepsi imunisasi....................................... 3492. Kontroversi dalam imunisasi ........................... 360

    Bab XII. Tanya Jawab Orang Tua Mengenai Imunisasi ......... 371Daftar vaksin yang beredar di Indonesia........................ 385

    Daftar KontributorAchmad Suryono UKK Perinatologi IDAI, Bagian IKA, FK

    (alm) Universitas Gajah Mada/RSUP Dr. Sardjito,JogyakartaAgus Firmansyah UKK Gastrohepatologi IDAI, Departemen IKA FK UniversitasIndonesia/RSUP Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta

  • Indonesia/RSUP Dr.Cipto Mangunkusumo, JakartaAlan R UKK Infeksi & Pediatri Tropis IDAI, Departemen

    Tumbelaka IKA FK Universitas Indonesia/RSUP Dr.CiptoMangunkusumo, Jakarta

    Arwin A P Akib UKK Alergi Imunologi IDAI, Departemen IKA FK UniversitasIndonesia/RSUP Dr.Cipto Mangunkusumo, JakartaBoerhan Hidayat UKK Gizi IDAI, Bagian IKA FK UniversitasAirlangga/ RSUP Dr. Soetomo, Surabaya

    Cissy BKartasasmitaCorryS.Matondang(alm)

    UKK Pulmonologi IDAI, Bagian IKA,FK Universitas Padjadjaran/ RSUP Dr.Hasan Sadikin, BandungUKK Alergi Imunologi IDAI, BagianIKA FK Universitas Indonesia/ RSUPDr.Cipto Mangunkusumo, JakartaDahlan Ali Musa UKK Tumbuh Kembang- Pediatri SosialIDAIFatimah Indarso UKK Perinatologi IDAI, Bagian IKA, FKAirlangga/RSUP Dr. Soetomo, SurabayaHanifah Oswari UKK Gastrohepatologi IDAI, Departemen IKA, FK UniversitasIndonesia/RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

    Hardiono D UKK Neurologi IDAI, Departemen IKAPoesponegoro FK Universitas Indonesia/ RSUP Dr.Cipto

    Mangunkusumo, Jakarta

    Hariyono UKK Tumbuh Kembang Pediatri SosialSoeyitno IDAI , Bagian IKA, FK Diponegoro/ RSUP

    Dr. Kariadi, SemarangHartono Gunardi UKK Tumbuh Kembang Pediatri Sosial IDAI, DepartemenIKA FK Universitas Indonesia/ RSUP Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta

    Hindra Irawan UKK Infeksi dan Pediatri Tropis IDAI,Satari Departemen IKA FK Universitas Indonesia/RSUP Dr.Cipto Mangunkusumo, JakartaIskandar Syarif UKK Neurologi IDAI, Bagian IKA FK UniversitasAndalas/RSUP Dr. M. Djamil, PadangIsmoedijanto UKK Infeksi dan Pediatri Tropis IDAI, Bagian IKA, FKAirlangga/RSUP Dr. Soetomo, SurabayaIGN Gde Ranuh UKK Tumbuh Kembang Pediatri Sosial IDAI, Bagian IKA, FKAirlangga/ RSUP Dr. Soetomo, SurabayaJose R L Batubara UKK Endokrin IDAI, Departemen IKA FK UniversitasIndonesia/RSUP Dr.Cipto Mangunkusumo, JakartaKusnandi Rusmil UKK Tumbuh Kembang Pediatri Sosial IDAI, Bagian IKA, FKUniversitas Padjadjaran/ RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung

    Nastiti N.Rahajoe UKK Pulmonologi IDAINoenoeng UKK Pulmonologi IDAIRahajoePurnamawati S. UKK Gastrohepatologi IDAIPujiarto

    Soedjatmiko UKK Tumbuh Kembang Pediatri Sosial IDAI, Departemen IKA FKUniversitas Indonesia/ RSUP Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta

  • Soegeng UKK Infeksi dan Pediatri Tropis IDAI,Soegijanto Bagian IKA, FK Airlangga/RSUP Dr.Soetomo, SurabayaSofyan Ismael UKK Neurologi IDAI, Departemen IKA FK UniversitasIndonesia/RSUP Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta

    Sri Rezeki UKK Infeksi dan Pediatri Tropis IDAI,S.Hadinegoro Departemen IKA FK Universitas Indonesia/RSUP Dr.Cipto Mangunkusumo, JakartaSyahril Pasaribu UKK Infeksi & Pediatri Tropis IDAI, Bagian IKA, FK SumateraUtara/ RSUP Dr. H Adam Malik, MedanSyawitri P Siregar UKK Alergi Imunologi IDAI, Bagian IKA FK UniversitasIndonesia/RSUP Dr.Cipto Mangunkusumo, JakartaTH Rampengan UKK Infeksi & Pediatri Tropis IDAI, Bagian IKA, FK SamRatulangi/ RSUP Dr. Malalayang, Manado

    TitutS.Poesponegoro(alm)Toto WisnuHendarto

    UKK Perinatologi IDAI, Bagian IKA RSIbu & Anak Harapan Kita, JakartaUKK Perinatologi IDAI, Bagian IKA RSIbu & Anak Harapan Kita, Jakarta

    UKK = Unit Kerja Koordinasi, merupakan badan khusus PP IDAI

    Daftar IstilahAAP American Academy of PediatricsACIP Advisory Committee on ImmunizationAEFI Adverse Events Following ImmunizationAFP Acute Flaccid Paralysis, lumpuh layuhAKABA Angka Kematian BalitaAKB Angka Kematian BayiAPC Antigen Presenting CellASI Air Susu IbuBCG Bacille Cal mette GuerinBIAS Bulan Imunisasi Anak SekolahBTA Bakteri Tahan AsamCDC Center of Disease ControlDALY Disability Adjusted Life YearDT Difteria, TetanusDTwP Difteria, Tetanus, Pertusis (whole cell)DTaP Difteria, Tetanus, Pertusis (acellular)ERAPO Eradikasi PolioETN Eliminasi Tetanus NeonatorumFDA Food Drug AdministrationFKUI Fakultas Kedokteran Universitas IndonesiaGVHD Graft Versus Host Disease

  • HBIg Hepatitis B ImmunoglobulinHbsAg Hepatitis B surface antigenHep-B Hepatitis BHib Haemophyllus influenza type bHIV Human Immunodeficiency Virus

    HLA Human Leucocyte AntigenHPV Human Papilloma VirusIDAI Ikatan Dokter Anak IndonesiaIgA Imunoglobulin AIgG Imunoglobulin GIgM Imunoglobulin MIPV Inactivated Polio VaccineISPA Infeksi Saluran Pernapasan AkutIU International UnitKIPI Kejadian Ikutan Pasca ImunisasiKLB Kejadian Luar BiasaMHC Major Histocompatibility ComplexMMR Measles, Mumps, RubellaNHMRC National Health and Medical Research CouncilNIGH Normal Immunoglobulin HumanOPV Oral Polio VaccinePIN Pekan Imunisasi NasionalPPI Program Pengembangan ImunisasiPRP Polyribosyribitol PhosphatePRP-OMP Polyribosyribitol Phosphate-Outer Membrane ProteinPRP-T Polyribosyribitol Phosphate-TetanusPuskesmas Pusat Kesehatan MasyarakatRSCM Rumah Sakit Cipto MangunkusumoUKK Unit Kerja Koordinasi

    Bab IDasar-Dasar ImunisasiBab 1 - 1 Imunisasi Upaya Pencegahan Primer 1 - 2 Aspek Imunologi Imunisasi1 - 3 Jenis VaksinPengantarSistem kesehatan nasional imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatanyang sangat efektif dalam upaya menurun kan angka kematian bayi dan balita. Dasar

    utama pelayanan kesehatan, bidang preventif merupakan prioritas. Penurunan insidens penyakitmenular telah terjadi berpuluh-puluh tahun yang lampau di negara-negara maju yang telah

  • melakukan imunisasi dengan teratur dengan cakupan luas. Demikian juga di Indonesia;dinyatakan bebas penyakit cacar tahun 1972 dan penurunan insidens beberapa penyakitmenular secara mencolok terjadi sejak tahun 1985, terutama untuk penyakit difteria, tetanus,pertusis, campak, dan polio. Bahkan kini penyakit polio secara virologis tidak ditemukan lagisejak tahun 1995, dan diharapkan beberapa tahun yang akan datang Indonesia akan dinyatakanbebas polio. Sejarah imunisasi telah dimulai lebih dari 200 tahun yang lalu, sejak EdwardYenner tahun 1798 pertama kali menunjukkan bahwa dengan cara vaksinasi dapat mencegahpenyakit cacar. Untuk dapat melakukan pelayanan imunisasi yang baik dan benar diperlukanpengetahuan dan ketrampilan tentang vaksin (vaksinologi), ilmu kekebalan (imunologi) dan caraatau prosedur pemberian vaksin. Dengan melakukan imunisasi terhadap seorang anak, tidakhanya memberikan perlindungan pada anak tersebut tetapi juga berdampak kepada anaklainnya karena terjadi tingkat imunitas umum yang meningkat dan mengurangi penyebaraninfeksi. Sangat penting bagi para profesional untuk melakukan imunisasi terhadap anak maupunorang dewasa. Dengan demikian akan memberikan kesadaran pada masyarakat terhadap nilaiimunisasi dalam menyelamatkan jiwa dan mencegah penyakit yang berat.

    Bab 1-1Imunisasi Upaya Pencegahan PrimerI.G.N. RanuhPenduduk Indonesia pada tahun 2007 telah melampaui 220 juta dan ditengarai pulabahwa pertumbuhan penduduk bergerak lebih cepat, tidak sesuai dengan perhitungansemula. Menurut Haryono Suyono pengendalian pertumbuhan penduduk hanyadifokuskan pada pasangan usia subur yang sangat miskin yang notabene jumlahnyakecil sekali, yaitu 19% dari total jumlah pasangan usia subur di Indonesia

    Perhitungan tahun 2006 mengatakan bahwa laju pertumbuhan penduduk akan terus turunbahkan pada tahun 2020 2025 dimungkinkan mencapai 0,92 %. Namun kenyataan dewasa inilaju pertumbuhan penduduk Indonesia telah mencapai angka yang cukup tinggi 1,3%. Jumlahanak di bawah 15 tahun masih merupakan golongan penduduk yang sangat besar, yaitu kuranglebih 70 juta (30,26%) dan usia balita 23,7 juta (10,4%).Masalah lain yang penting dan memprihatinkan adalah meningkatnya kurang gizi di berbagaipelosok Indonesia. Apabila gizi kurang 37,5% pada tahun 1998 berhasil ditekan mencapai19,3% pada tahun 2002, gizi buruk 6,3% pada tahun 1989 tidak berhasil ditekan bahkan setelahtahun 2002 berprevalensi untuk menjadi lebih dari 10% yang dapat kita saksikan akhir-akhir ini.Penyebabnya adalah kurang berfungsinya Posyandu di masyarakat pada masa lalu, yaitu sejakkrisis moneter 1997, bencana alam yang datang bertubi-tubi di tanah air kita ini dan situasi politikdan keamanan yang tidak kondusif.Dengan revitalisasi posyandu dan program KB diharapkan situasi kesehatan masyarakat danpertumbuhan penduduk dapat dikendalikan kembali. Berkurangnya fungsi Posyandu,pemantauan

    anak kurang mendapatkan perhatian yang tercermin dengan menurunnya kesehatananak pada umumnya, khususnya adanya gizi kurang dan infeksi yang beberapa tahunyang lalu sudah reda menyerang anak-anak kembali seperti poliomielitis, demam tifoid,difteri, campak, demam dengue, dan lainnya.Pembangunan nasional jangka panjang menititkberatkan pada kualitas hidup sumberdaya manusia yang prima. Untuk itu kita bertumpu pada generasi muda yangmemerlukan asuhan dan perlindungan terhadap penyakit yang mungkin dapatmenghambat tumbuh kembangnya menuju dewasa yang berkualitas tinggi gunameneruskan pembangunan nasional jangka panjang tersebut.Profil epidemiologis di Indonesia sebagai gambaran tingkat kesehatan di masyarakat

    masih memerlukan perhatian khusus yaitu,Angka kematian kasar (CMR): 7,51 per 1000/tahunAngka kematian bayi (IMR): 48 per 1000 lahir hidup/tahunAngka kematian balita (U5MR) : 56 per 1000 lahir hidup/ tahunAngka kematian ibu hamil (MMR): 470 per 100.000 lahir hidup/tahunCakupan imunisasi: BCG 85%, DTP 64%, Polio 74%, HB1 91%, HB2 84,4%, HB3 83,0%,TT ibu hamil: TT1 84% dan TT2 77% (WHO)

    Angka kematian bayi (AKB atau IMR) dalam dua dasawarsa terakhir ini menunjukkan penurunanyang bermakna. Apabila pada tahun 1971 sampai 1980 memerlukan sepuluh tahun untukmenurunkan AKB dari 142 menjadi 112 per 1000 kelahiran hidup; maka hanya dalam kurunwaktu lima tahun, yaitu tahun 1985 sampai 1990 Indonesia berhasil menurunkan AKB dari 71

  • menjadi 54 dan bahkan dari data 2001 telah menunjukkan angka 48 per 1000 kelahiran hidup(Profil Kesehatan Indonesia 2001). Penurunan tersebut diikuti dengan menurunnya angkakematian balita atau AKABA yang telah mencapai 56 per 1000 kelahiran hidup.

    Prestasi yang gemilang tersebut tidak lain disebabkan karena penggunaan teknologitepat guna selama itu, yaitu memanfaatkan dengan baik Kartu Menuju Sehat dalammemantau secara akurat tumbuh kembang anak, peningkatan penggunaan ASI,pemberian segera cairan oralit pada setiap kasus diare pada anak dan pemberianimunisasi pada anak balita sesuai Program Pengembangan Imunisasi (PPI) yaitu BCG,Polio, Hepatitis B, DTP dan campak, bahkan pada tahun 1990 Indonesia telahmencapai Universal Child Imunization (UCI) dengan cakupan imunisasi sebesar 90%pada anak balita. Program ini diperkuat dengan gerakan PIN (Pekan ImunisasiNasional) terhadap penyakit polio pada tahun 1985 1996 1997 secara berturut-turutdan serentak di seluruh tanah air menghilangkan kasus polio selama 10 tahun (1997-2005).

    Namun kemudian karena adanya outbreak polio yang dimulai di Jawa Barat dilakukan tindakan-tindakan khusus untuk mencegah menjalarnya lagi polio liar di Indonesia secara intensif denganpengulangan PIN pada tahun 2005 dan 2006 diharapkan kita berhasil mengendalikan. Padakesempatan tersebut dan melalui crash program campak vaksinasi terhadap tetanus dancampak diberikan dengan harapan dapat mengurangi kesakitan dan kematian karena keduapenyakit tersebut.Vaksinasi, sebagai upaya pencegahan primerSeiring dengan menurunnya angka kesakitan dan kematian anak pada umumnya maka kualitashidup bangsa akan meningkat pula. Di samping itu, dengan terjadinya transisi demografik yangmengakibatkan berkurangnya jumlah anak dalam satu keluarga (satu keluarga memiliki 3 oranganak) maka kelompok usia produktif akan meningkat. Meskipun demikian usia anak di bawah 15tahun masih merupakan kelompok penduduk yang sangat besar dan memerlukan perhatianyang lebih besar lagi.Hasil penelitian di dunia mengatakan bahwa angka kelahiran dan usia harapan hidup di suatunegara berkaitan, yaitu makin

    rendah angka kelahiran makin tinggi usia harapan hidup. Untuk itu pencegahanterhadap infeksi maupun upaya yang menentukan situasi yang kondusif untuk itu mutlakharus dilakukan pada anak dalam tumbuh kembangnya sedini mungkin guna dapatmempertahankan kualitas hidup yang prima menuju dewasa.Demikian pula perhitungan ekonomi memperlihatkan bahwa pencegahan adalah suatucara perlindungan terhadap infeksi yang paling efektif dan jauh lebih murah dari padamengobati apabila sudah terserang penyakit dan memerlukan perawatan rumah sakit.Secara konvensional, upaya pencegahan penyakit dan keadaan apa saja yang akanmenghambat tumbuh kembang anak, seperti cedera dan keracunan karena kecelakaan,kekerasan pada anak, fisik, mental maupun seksual, konsumsi alkohol dan obat-obatan

    terlarang, dapat terlaksana dalam tiga kategori, yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersieryang dapat dilaksanakan selama masa tumbuh kembang sejak pra-konsepsi, prenatal, masaneonatal, bayi, masa sekolah dan remaja menuju dewasa.Pencegahan primer adalah semua upaya untuk menghindari terjadinya sakit atau kejadian yangmengakibatkan seseorang sakit atau menderita cedera dan cacat. Memperhatikan gizi dengansanitasi lingkungan yang baik, pengamanan terhadap segala macam cedera dan keracunanserta vaksinasi atau imunisasi terhadap penyakit adalah rangkaian upaya pencegahan primer.Pencegahan sekunder apabila dengan deteksi dini, diketahui adanya penyimpangankesehatan seorang bayi atau anak sehingga intervensi atau pengobatan perlu segera diberikanuntuk koreksi secepatnya. Memberi pengobatan sesuai diagnosis yang tepat adalah suatuupaya pencegahan sekunder agar tidak terjadi komplikasi yang tidak diinginkan, yaitu sampaimeninggal maupun meninggalkan gejala sisa, cacat fisik maupun mental. Sedangkanpencegahan tersier adalah membatasi berlanjutnya gejala sisa tersebut dengan upayapemulihan seorang pasien agar dapat hidup mandiri tanpa bantuan orang lain, seperti contohpada terapi rehabilitasi medik

    pada penyakit polio maupun cacat lainnya karena cedera kecelakaan dan lain-lainsebab.Vaksinasi atau lazim disebut dengan imunisasi merupakan suatu teknologi yang sangat

  • berhasil di dunia kedokteran yang oleh Katz (1999) dikatakan sebagai sumbangan ilmupengetahuan yang terbaik yang pernah diberikan para ilmuwan di dunia ini. Satu upayakesehatan yang paling efektif dan efisien dibandingkan dengan upaya kesehatanlainnya.Pada tahun 1974 cakupan imunisasi baru mencapai 5% dan setelah dilaksanakannyaimunisasi global yang disebut dengan extended program on immunization (EPI)cakupan terus meningkat dan hampir setiap tahun minimal sekitar 3 juta anak dapat

    terhindar dari kematian dan sekitar 750.000 anak terhindar dari kecacatan. Namun demikian,masih ada satu dari empat orang anak yang belum mendapatkan vaksinasi dan dua juta anakmeninggal setiap tahunnya karena penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi.Di masa depan harapan akan hilangnya penyakit polio, campak dan lain-lainnya di dunia adalahsesuatu yang tidak mustahil sehingga setiap anak dapat tumbuh kembang secara optimal.Perbaikan gizi anak disertai penyehatan lingkungan tidak cukup untuk mencegah tertularnyaanak oleh kuman, virus maupun parasit. Vaksinasi dapat menekan penyakit yang endemik danerat hubungannya dengan lingkungan hidup.WHO telah mencanangkan program imunisasi tersebut sejak 1994 dengan EPI dan kemudianlebih luas lagi dengan GPV (global programme for vaccines and immunization), organisasipemerintah dari seluruh dunia bersama UNICEF, WHO dan World Bank. Ditambah lagiorganisasi perorangan Bill and Melinda Gates childrens vaccine programme dan RockefellerFoundation.Kekebalan atau imunitas tubuh terhadap ancaman penyakit adalah tujuan utama dari pemberianvaksinasi. Pada hakekatnya kekebalan tubuh dapat dimiliki secara pasif maupun aktif.Keduanya dapat diperoleh secara alami maupun buatan. Imun pasif

    yang didapatkan secara alami adalah kekebalan yang didapatkan transplasental, yaituantibodi diberikan ibu kandungnya secara pasif melalui plasenta kepada janin yangdikandungnya. Semua bayi yang dilahirkan telah memiliki sedikit atau banyak antibodidari ibu kandungnya. Sedangkan imun pasif buatan adalah pemberian antibodi yangsudah disiapkan dan dimasukkan ke dalam tubuh anak. Seperti halnya pada bayi barulahir dari ibu yang mempunyai HbSAg positif memerlukan imunoglobulin yang spesifikhepatitis B yang harus diberikan setelah lahir dengan segera.Pada seorang yang sedang sakit dapat pula diberikan antibodi spesifik secara pasifsesuai antigen yang menyebabkan sakitnya. Imun aktif dapat diperoleh pula secaraalami maupun buatan. Secara alami imun aktif didapatkan apabila anak terjangkit suatupenyakit, yang berarti masuknya sebuah antigen yang akan merangsang tubuh anak

    membentuk antibodinya sendiri secara aktif dan menjadi imun karenanya. Mekanisme yangsama adalah pemberian vaksin yang merangsang tubuh manusia secara aktif membentukantibodi dan kebal secara spesifik terhadap antigen yang diberikan.Imunisasi dan VaksinasiPerlu diketahui bahwa istilah imunisasi dan vaksinasi seringkali diartikan sama. Imunisasiadalah suatu pemindahan atau transfer antibodi secara pasif, sedangkan istilah vaksinasidimaksudkan sebagai pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang pembentukanimunitas (antibodi) dari sistem imun di dalam tubuh.Imunitas secara pasif dapat diperoleh dari pemberian dua macam bentuk, yaitu imunoglobulinyang non-spesifik atau gamaglobulin dan imunoglobulin yang spesifik yang berasal dari plasmadonor yang sudah sembuh dari penyakit tertentu atau baru saja mendapatkan vaksinasi penyakittertentu. Imunoglobulin yang non-spesifik digunakan pada anak dengan defisiensi imunoglobulinsehingga memberikan perlindungan dengan segera dan cepat yang seringkali

    dapat terhindar dari kematian. Hanya saja perlindungan tersebut tidaklah berlangsungpermanen melainkan hanya untuk beberapa minggu saja. Demikian pula imunoglobulinyang non-spesifik selain mahal, memungkinkan anak menjadi sakit karena secarakebetulan atau karena suatu kecelakaan serum yang diberikan tidak bersih dan masihmengandung kuman yang aktif. Sedangkan imunoglobulin yang spesifik diberikankepada anak yang belum terlindung karena belum pernah mendapatkan vaksinasi dankemudian terserang misalnya penyakit difteria, tetanus, hepatitis B.Vaksinasi, merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan paparandengan antigen yang berasal dari mikroorganisme patogen. Antigen yang diberikantelah dibuat demikian rupa sehingga tidak menimbulkan sakit namun mampumengaktivasi limfosit menghasilkan antibodi dan sel memori. Cara ini menirukan infeksi

    alamiah yang tidak menimbulkan sakit namun cukup memberikan kekebalan. Tujuannya adalahmemberikan infeksi ringan yang tidak berbahaya namun cukup untuk menyiapkan respon imun

  • sehingga apabila terjangkit penyakit yang sesungguhnya di kemudian hari anak tidak menjadisakit karena tubuh dengan cepat membentuk antibodi dan mematikan antigen/penyakit yangmasuk tersebut. Demikian pula vaksinasi mempunyai berbagai keuntungan, yaitu

    Pertahanan tubuh yang terbentuk akan dibawa seumur hidupnyaVaksinasi adalah cost-effective karena murah dan efektifVaksinasi tidak berbahaya. Reaksi yang serius sangat jarang terjadi, jauh lebih jarang daripada komplikasi yang timbul apabila terserang penyakit tersebut secara alami.

    Daftar Pustaka1. World Health Organization, The World Health Report 2007. Asaferfuture: global publichealth security in the 21st century. Diunduh dari: http://www.who.int/whr/2007/en/index. html.

    2. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, editors. Nelson Textbook ofPediatrics. Edisi18. Philadelphia:Saunders Elsevier. 2007.

    3. WHO, Unicef, The World Bank. State of the Worlds Vaccines and Immunization.Geneva: WHO. 2002.

    4. Departemen Kesehatan & Kesejahteraan Sosial RI. Sensus Kesehatan RumahTangga (SKRT) 2004.

    5. KSK _Satgas Imunisasi IDAI, Learning about Vaccination, 2004.6. SUSENAS 1989 2002, Direktorat Gizi Msyarakat, DepKes RI.7. DepKes: Profil Kesehatan Indonesia, 2004.

    Bab 1-2Aspek Imunologi ImunisasiCorry S Matondang, Sjawitri P SiregarImunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktifterhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa, tidakterjadi penyakit. Dilihat dari cara timbulnya maka terdapat dua jenis kekebalan, yaitukekebalan pasif dan kekebalan aktif. Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperolehdari luar tubuh, bukan dibuat oleh individu itu sendiri. Contohnya adalah kekebalanpada janin yang diperoleh dari ibu atau kekebalan yang diperoleh setelah pemberian

    suntikan imunoglobulin. Kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena akan dimetabolismeoleh tubuh. Waktu paruh IgG 28 hari, sedangkan waktu paruh imunoglobulin lainnya lebihpendek. Kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan padaantigen seperti pada imunisasi, atau terpajan secara alamiah. Kekebalan aktif berlangsung lebihlama daripada kekebalan pasif karena adanya memori imunologik.Tujuan ImunisasiTujuan imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, danmenghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkanmenghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar variola. Keadaan yangterakhir ini lebih mungkin terjadi pada jenis penyakit yang hanya dapat ditularkan melaluimanusia, seperti misalnya penyakit difteria.

    Respons imunRespons imun adalah respons tubuh berupa urutan kejadian yang kompleks terhadapantigen (Ag), untuk mengeliminasi antigen tersebut. Dikenal dua macam pertahanantubuh yaitu 1) mekanisme pertahanan nonspesifik disebut juga komponen nonadaptifatau innate artinya tidak ditujukan hanya untuk satu macam antigen, tetapi untukberbagai macam antigen, 2) mekanisme pertahanan tubuh spesifik atau komponenadaptif ditujukan khusus terhadap satu jenis antigen, terbentuknya antibodi lebih cepatdan lebih banyak pada pemberian antigen berikutnya; hal ini disebabkan telahterbentuknya sel memori pada pengenalan antigen pertama kali.Bila pertahanan nonspesifik belum dapat mengatasi invasi mikroorganisme maka

    imunitas spesifik akan terangsang. Mikroorganisme yang pertama kali dikenal oleh sistem imunakan dipresentasikan oleh sel makrofag (APC= antigen presenting cell) pada sel T untuk antigenTD (T dependent) sedangkan antigen TI (T independent) akan langsung diproses oleh sel BMekanisme pertahanan spesifik terdiri atas imunitas selular dan imunitas humoral. Imunitashumoral akan menghasilkan antibodi bila dirangsang oleh antigen. Semua antibodi adalahprotein dengan struktur yang sama yang disebut imunoglobulin (Ig) yang dapat dipindahkan

  • secara pasif kepada individu yang lain dengan cara penyuntikan serum. Berbeda denganimunitas selular hanya dapat dipindahkan melalui sel; contohnya pada reaksi penolakan organtransplantasi oleh sel limfosit dan pada graft versus-host-disease.Respons imun terdiri dari dua fase,

    fase pengenalan, diperankan oleh sel yang mempresentasikan antigen (APC), sel limfositB, limfosit Tfase efektor, diperankan oleh antibodi, dan limfosit T efektor (Gambar 1)

    Pajanan Antigen pada Sel TUmumnya antigen bersifat tergantung pada sel T (TD=T dependent antigen), artinyaantigen akan mengaktifkan sel imunokompoten bila sel ini mendapat bantuan sel Th (Thelper) melalui zat yang dilepaskan sel Th aktif. Antigen TD adalah antigen yangkompleks seperti bakteri, virus dan antigen yang bersifat hapten. Sedangkan antigenyang tidak memerlukan sel T (TI=T independent antigen) untuk menghasilkan antibodidengan cara langsung merangsang sel limfosit B misalnya antigen yang strukturnyasederhana dan berulang-ulang, biasanya merupakan molekul besar dan menghasilkanIgM, IgG2 dan sel memori yang lemah. Contohnya polisakarida komponen endotoksinyang terdapat pada dinding sel bakteri. Endotoksin adalah TI antigen yang dapatmerangsang aktivasi sel B dan memproduksi antibodi dan berperan juga sebagai

    stimulan sel B poliklonal.Kualitas respons imun yang timbul tergantung pada faktor intrinsik Ag dan faktor-faktor lainseperti,

    Jumlah dosis antigenCara pemberian antigen. Pada pemberian secara intradermal (id), intramuskular (im),subkutan (sc), organ sasaran adalah kelenjar limfoid regional. Secara intravenus (iv)berada di limpa, sedangkan pemberian secara oral akan ke plaquePeyers, dan melaluiinhalasi berada di jaringan limfoid bronkhial.Penambahan zat yang bekerja sinergis dengan antigen, misalnya ajuvan atau antigen lainSifat molekul antigen, jumlah protein, ukuran dan daya larutnyaFaktor genetik pejamu

    Limfosit Th umumnya mengenal antigen bila dipresentasikan bersama molekul produk MHC(mayor histocompatibility complex) kelas I & II yaitu molekul yang antara lain terdapat padamembran sel makrofag. Setelah antigen diproses oleh sel makrofag akan

    dipresentasikan bersama MHC kelas I atau kelas II kepada sel Th sehingga terjadiikatan antara TCR (T cell receptor) dengan antigen. Kemudian akan terjadi diferensiasimenjadi sel Th efektor, sel Tc efektor serta sel Th memori dan sel Tc memori ataspengaruh sitokin berada di jaringan perifer. Sel Th efektor mengaktivasi makrofag(Gambar 1.1). Peran utama dari sel Th ialah membantu sel limfosit B menghasilkanantibodi.Pada manusia terdapat dua jenis sel Th yaitu sel Th1 dan sel Th2 yang dapatdibedakan dengan sitokin yang dihasilkannya dan fungsi efektornya. Misalnya Th1mensekresi sitokin IL-2, IL-3, TNF-a, TNF-a, TNF-a dan TH2 mensekresi IL-4, IL-5, IL-6,IL-10, dan IL-13. Sedangkan peran utama sel Tc atau sel CD8 ialah untuk mengenaldan kemudian melisis sel target yang terinfeksi sehingga disebut juga sel cytotoxic T

    lymphocyte (CTLs) yang berperan pada infeksi virus, bakteri dan parasit.

    Gambar 1.1. Aktivasi sel limfosit T pada Respon Imun Selular Dikutip dan dimodifikasi dariAbdul K Abbas, 2001

  • Respon Imun SelularRespons imun selular diperankan oleh sel limfosit T yang dapat langsung melisis selyang mengekspresikan Ag spesifik (sel Tc=sel T sitotoksik) atau mensekresi sitokinyang akan merangsang terjadi proses inflamasi (Th=sel T helper) hipersensitivitas tipelambat. Sel Tc dan sel Th berperan pada mikroorganisme intraselular seperti infeksivirus, parasit dan beberapa bakteri. Sel T sitotoksik akan melisis sel yang mengandungvirus. Sel Th aktif juga merangsang sel Tc (sel T cytotoxic) untuk mengenal antigenpada sel target bila berasosiasi dengan molekul MHC kelas I.Reaksi hipersensitivitas tipe lambat diperankan oleh sel Th1 yang mensekresi sitokinbila dirangsang oleh Ag.

    Respons Imun HumoralReseptor imunoglobulin (Ig) pada sel limfosit B mengenal dan berinteraksi dengan epitopantigen. Mulanya imunoglobulin permukaan ini adalah kelas IgM dan pada perkembanganselanjutnya sel B juga memperlihatkan IgG, IgA dan IgD pada membrannya dengan bagianF(ab) yang serupa. Perkembangan ini tidak perlu rangsangan antigen tertentu.Pajanan Antigen pada Sel BAntigen akan berikatan dengan imunoglobulin permukaan sel B dan dengan bantuan sel Th(bagi antigen TD) akan terjadi aktivasi enzim dalam sel B, sedemikian rupa hingga terjadilahtransformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel plasma yang mensekresi antibodi danmembentuk sel B memori. Sedangkan antigen TI dapat secara langsung mengaktivasi sel Btanpa bantuan sel Th. Antibodi yang disekresi dapat menetralkan Ag sehingga virulensinyahilang, atau berikatan dengan Ag sehingga lebih mudah difagositosis oleh makrofag dalamproses opsonisasi. Kadang fagositosis

    dapat dibantu dengan melibatkan komplemen sehingga terjadi penghancuran Ag.Selain itu ikatan antibodi dengan Ag juga mempermudah lisis oleh sel Tc. Peristiwa inidisebut antibody dependent cellular mediated cytotoxi city (ADCC). Hasil akhir aktivasisel B adalah eliminasi Ag dan pembentukan sel memori yang kelak bila terpapar lagidengan Ag serupa akan cepat berproliferasi dan berdeferensiasi. Hal inilah yangdiharapkan pada imunisasi. Walaupun sel plasma yang terbentuk tidak berumurpanjang, kadar antibodi spesifik yang cukup tinggi mencapai kadar protektif danberlangsung dalam waktu cukup lama dapat diperoleh dengan vaksinasi tertentu atauinfeksi alamiah. Hal ini disebabkan karena adanya antigen yang tersimpan dalam seldendrit dalam kelenjar limfe yang dipresentasikan pada sel memori sewaktu-waktu dikemudian hari (Gambar 1.2)

    Gambar 1.2. Mekanisme imunitas humoralDikutip dan dimodifikasi dari Abul K.Abbas, 2001

    Respons antibodi terhadap antigenRespons imun primer adalah respons imun yang terjadi pada pajanan pertama kalinyadengan antigen. Antibodi yang terbentuk pada respons imun primer kebanyakan adalah

  • IgM dan IgG dengan titer yang lebih rendah dibandingkan dengan respons imunsekunder, demikian pula dengan afinitas serta lag phase lebih lama. Respons imunsekunder antibodi yang dibentuk terutama adalah IgG, dengan titer dan afinitasnya lebihtinggi serta phase lag lebih pendek (Gambar 1.3). Pada imunisasi, respons imunsekunder inilah yang kelak diharapkan akan memberi respons adekuat bila terpajanpada antigen yang serupa.Memori Imunologik

    Peran utama vaksinasi ialah menimbulkan memori imunologik yang banyak. Sel B memoriterbentuk di jaringan limfoid di bagian sentral germinal. Antigen asing yang sudah terikat denganantibodi akan membentuk komplek Ag-antibodi dan akan terikat dengan komplemen (C).Komplek Ag-Ab-C akan menempel pada sel dendrit

    Gambar 1.3. Respons imun primer dan sekunder Dikutip dan dimodifikasi dari Abul K. Abbas2001

    folikel (FDC=follicular dendritic cells) karena terdapat reseptor C di permukaan seldendrit. Terjadi proliferasi dan diferensiasi sel limfosit B dan akan terbentuk sel plasmayang menghasilkan antibodi dan sel B memori yang mempunyai afinitis antigen yangtinggi. Sel B memori akan berada di sirkulasi sedangkan sel plasma akan migrasi kesumsum tulang. Bila sel B memori kembali ke jaringan limfoid yang mempunyai antigenyang serupa maka akan terjadi proses proliferasi dan diferensiasi seperti semuladengan menghasilkan antibodi yang lebih banyak dan dengan afinitas yang lebih tinggi.Terbentuknya antibodi sebagai akibat ulangan vaksinasi (boosting effect) tergantungdari dosis antigen yang diberikan.Sel T memori dibentuk dengan melalui beberapa tahapan. Sel APC akanmempresentasikan antigen yang sudah diprosesnya bersamasama molekul MHC di

    jaringan limfoid perifer pada sel limfosit T; bersamaan dengan ini akan disekresi sitokin. Salahsatu fungsi dari sitokin adalah proliferasi sel T dengan Ag spesifik (clonal expansion) dandiferen-siasi yang menghasilkan sel efektor dan sel T memori. Sel efektor akan meninggalkanjaringan limfoid dan berada di sirkulasi dan bermigrasi ketempat terjadi infeksi untukmengeliminasi infeksi sedangkan sel T memori yang tidak aktif dan berada di sirkulasi untukjangka waktu yang lama. Antigen ekstraselular akan diproses di APC menjadi peptida yangakan dikenal oleh molekul MHC kelas II. Sedangkan Ag intraselular diproses di sitoplasma APCakan dikenal oleh molekul MHC kelas I. Sel limfosit T CD4+ mempunyai fungsi memproduksisitokin sel helper untuk mengelimasi mikroba ekstraselular. Sedangkan molekul CD8+ yangmempunyai fungsi sitolitik (CTL=cytolytic T lymphgocytes) akan memusnahkan mikobakteriumintrasel (Gambar 1).Keberhasilan ImunisasiKeberhasilan imunisasi tergantung pada beberapa faktor, yaitu status imun pejamu, faktorgenetik pejamu, serta kualitas dan kuantitas vaksin.

    Status Imun PejamuTerjadinya antibodi spesifik pada pejamu terhadap vaksin yang diberikan akanmempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Misalnya pada bayi yang semasa janinmendapat antibodi maternal spesifik terhadap virus campak, bila vaksinasi campakdiberikan pada saat kadar antibodi spesifik campak masih tinggi akan memberikan hasilyang kurang memuaskan. Demikian pula air susu ibu (ASI) yang mengandung IgAsekretori (sIgA) terhadap virus polio tidak mempengaruhi keberhasilan vaksinasi polioyang diberikan secara oral, karena pada umumnya kadar sIgA terhadap virus polio padaASI sudah rendah pada waktu bayi berumur beberapa bulan. Pada penelitian di SubBagian Alergi-Imunologi, Bagian IKA FKUI/ RSCM, Jakarta ternyata sIgA polio sudah

  • tidak ditemukan lagi pada ASI setelah bayi berumur 5 bulan. Kadar sIgA tinggi terdapatpada kolostrum. Karena itu bila vaksinasi polio oral diberikan pada masa pemberian kolostrum(kurang atau sama dengan 3 hari setelah lahir), hendaknya ASI (kolostrum) jangan diberikandahulu 2 jam sebelum dan sesudah vaksinasi.Keberhasilan vaksinasi memerlukan maturitas imunologik. Pada bayi neonatus fungsi makrofagmasih kurang, terutama fungsi mempresentasikan antigen karena ekspresi HLA (humanleucocyte antigen) masih kurang pada permukaannya, selain deformabilitas membran sertarespons kemotaktik yang masih kurang. Kadar komplemen dan aktivitas opsonin komplemenmasih rendah, demikian pula aktivitas kemotaktik serta daya lisisnya. Fungsi sel Ts (T supresor)relatif lebih menonjol dibandingkan pada bayi atau anak karena memang fungsi imun padamasa intra uterin lebih ditekankan pada toleransi, dan hal ini masih terlihat pada bayi baru lahir.Pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen tertentu masih kurang. Jadi dengan sendirinya,vaksinasi pada neonatus akan memberikan hasil yang kurang dibandingkan pada anak. Maka,apabila imunisasi diberikan sebelum bayi berumur 2 bulan, jangan lupa memberikan imunisasiulangan.

    Status imun mempengaruhi pula hasil imunisasi. Individu yang mendapat obatimunosupresan, menderita defisiensi imun kongenital, atau menderita penyakit yangmenimbulkan defisiensi imun sekunder seperti pada penyakit keganasan juga akanmempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Bahkan adanya defisiensi imun merupakanindikasi kontra pemberian vaksin hidup karena dapat menimbulkan penyakit padaindividu tersebut. Demikian pula vaksinasi pada individu yang menderita penyakitinfeksi sistemik seperti campak, tuberkulosis milier akan mempengaruhi pulakeberhasilan vaksinasi.Keadaan gizi yang buruk akan menurunkan fungsi sel sistem imun seperti makrofag danlimfosit. Imunitas selular menurun dan imunitas humoral spesifisitasnya rendah.Meskipun kadar globulin-g normal atau bahkan meninggi, imunoglobulin yang terbentuk

    tidak dapat mengikat antigen dengan baik karena terdapat kekurangan asam amino yangdibutuhkan untuk sintesis antibodi. Kadar komplemen juga berkurang dan mobilisasi makrofagberkurang, akibatnya respons terhadap vaksin atau toksoid berkurang.Faktor Genetik PejamuInteraksi antara sel-sel sistem imun dipengaruhi oleh variabilitas genetik. Secara genetikrespons imun manusia dapat dibagi atas responder baik, cukup, dan rendah terhadap antigentertentu. Ia dapat memberikan respons rendah terhadap antigen tertentu, tetapi terhadap antigenlain dapat lebih tinggi. Karena itu tidak heran bila kita menemukan keberhasilan vaksinasi yangtidak 100%.Faktor genetik dalam respons imun dapat berperan melalui gen yang berada pada kompleksMHC (major histocompatibility complex) dan gen non MHC. Gen kompleks MHC berperan dalampresentasi antigen. Sel Tc akan mengenal antigen yang berasosiasi dengan molekul MHC kelasI, dan sel Td serta sel Th akan mengenal

    antigen yang berasosiasi dengan molekul MHC kelas II. Jadi respons sel T diawasisecara genetik sehingga dapat dimengerti bahwa akan terdapat potensi variasi responsimun. Pada gen non MHC, secara klinis kita melihat adanya defisiensi imun yangberkaitan dengan gen tertentu, misalnya agamaglobulinemia yang terangkai dengankromosom X yang hanya terdapat pada anak laki laki atau penyakit alergi yaitu penyakityang menunjukkan perbedaan responsi imun terhadap antigen tertentu merupakanpenyakit yang diturunkan. Faktor faktor ini menyokong adanya peran genetik dalamrespons imun, hanya saja mekanisme yang sebenarnya belum diketahui.Kualitas dan Kuantitas VaksinVaksin adalah mikroorganisme atau toksoid yang diubah sedemikian rupa sehingga

    patogenisitas atau toksisitasnya hilang tetapi masih tetap mengandung sifat antigenisitas.Beberapa faktor kualitas dan kuantitas vaksin dapat menentukan keberhasilan vaksinasi, seperticara pemberian, dosis, frekuensi pemberian ajuvan yang dipergunakan, dan jenis vaksin.

    Cara pemberian vaksin akan mempengaruhi respons imun yang timbul. Misalnya vaksinpolio oral akan menimbulkan imunitas lokal di samping sistemik, sedangkan vaksin polioparenteral akan memberikan imunitas sistemik saja.Dosis vaksin terlalu tinggi atau terlalu rendah mempengaruhi respons imun yang terjadi.Dosis terlalu tinggi akan menghambat respons imun yang diharapkan, sedang dosis terlalurendah tidak merangsang sel imunokompeten. Dosis yang tepat dapat diketahui dari hasiluji klinis, karena itu dosis vaksin harus sesuai dengan dosis yang direkomendasikan.Frekuensi pemberian mempengaruhi respons imun yang terjadi. Sebagaimana telah kitaketahui, respons imun sekunder menimbulkan sel efektor aktif lebih cepat, lebih tinggi

  • produksinya, dan afinitasnya lebih tinggi. Di samping

    frekuensi, jarak pemberianpun akan mempengaruhi respons imun yang terjadi. Bilapemberian vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar antibodi spesifik masih tinggi,maka antigen yang masuk segera dinetralkan oleh antibodi spesifik yang masih tinggitersebut sehingga tidak sempat merangsang sel imunokompeten. Bahkan dapat terjadiapa yang dinamakan reaksi Arthus, yaitu bengkak kemerahan di daerah suntikanantigen akibat pembentukan kompleks antigen antibodi lokal sehingga terjadiperadangan lokal. Karena itu pemberian ulang (booster) sebaiknya mengikuti apayang dianjurkan sesuai dengan hasil uji klinis.Ajuvan adalah zat yang secara nonspesifik dapat meningkatkan respons imunterhadap antigen. Ajuvan akan meningkatkan respons imun dengan mempertahankanantigen pada atau dekat dengan tempat suntikan, dan mengaktivasi sel APC (antigen

    presenting cells) untuk memproses antigen secara efektif dan memproduksi interleukinyang akan mengaktifkan sel imunokompeten lainnya.Jenis vaksin, vaksin hidup akan menimbulkan respons imun lebih baik dibanding vaksinmati atau yang diinaktivasi (killed atau inactivated) atau bagian (komponen) darimikroorganisme. Rangsangan sel Tc memori membutuhkan suatu sel yang terinfeksi,karena itu dibutuhkan vaksin hidup. Sel Tc dibutuhkan pada infeksi virus yangmengeluarkan melalui budding. Vaksin hidup diperoleh dengan cara atenuasi. Tujuanatenuasi adalah untuk menghasilkan organisme yang hanya dapat menimbulkan penyakityang sangat ringan. Atenuasi diperoleh dengan memodifikasi kondisi tempat tumbuhmikroorganisme, misalnya suhu yang tinggi atau rendah, kondisi anerob, atau menambahempedu pada media kultur seperti pada pembuatan vaksin BCG yang sudah ditanamselama 13 tahun. Dapat pula dipakai mikroorganisme yang virulen untuk spesies lain tetapiuntuk manusia avirulen, misalnya virus cacar sapi.

    Persyaratan VaksinDengan mempelajari respons imun yang terjadi pada pajanan antigen, maka terdapatempat faktor sebagai persyaratan vaksin, yaitu 1)mengaktivasiAPCuntukmempresentasikanantigendanmemproduksi interleukin, 2)mengaktivasi sel T dan sel B untuk membentuk banyak sel memori, 3) mengaktivasi selT dan sel Tc terhadap beberapa epitop, untuk mengatasi variasi respons imun yang adadalam populasi karena adanya polimorfisme MHC, dan 4) memberi antigen yangpersisten, mungkin dalam sel folikular dendrit jaringan limfoid tempat sel B memoridirekrut sehingga dapat merangsang sel B sewaktu-waktu menjadi sel plasma yangmembentuk antibodi terus menerus sehingga kadarnya tetap tinggi.

    Apakah persyaratan ini seluruhnya atau sebagian saja, tergantung dari ada atau tidaknya variasirespons genetik yang nyata dan respons imun yang dibutuhkan. Vaksin yang dapat memenuhikeempat persyaratan tersebut adalah vaksin virus hidup. Pada umumnya antibodi yangterbentuk akibat vaksinasi sudah cukup untuk mencegah terjadinya infeksi, sehinggapembentukan sel Tc terhadap berbagai epitop antigen tidak merupakan keharusan. Padapenyakit difteria dan tetanus misalnya yang dibutuhkan adalah antibodi untuk netralisasi toksin.Daftar Pustaka

    1. Roitt I. Essential Immunology. Edisi ke-11. Blackwell Publishing, 2006.2. Plotkin SA, Mortimer EA. Vaccines. Philadelphia: WB Saunders, 2004.3. Grabenstein JD. ImmunoFacts: Vaccines and Immunologic Drugs. St. Louis, MO: Wolters

    Kluwer Health, Inc., 2006.4. Cell MediatedImmuneResponses: Activation of TLymphocytes by Cell Associated

    Microbes. Dalam: Abul K.Abbas, Andrew H.Lichtman, penyunting. BasicImmunology,functions and disorders of the immune system. Edisi pertama. W.B.Saunders,2001.h.87-108.

    5. Humoral Immune Responses: Activation of B lymphocytes and Production of Antibodies.Dalam: Abul K.Abbas, Andrew H.Lichtman, penyunting. Basic immunology, functions anddisorders of immune system. Edisi pertama W.B.Saunders, 2001.h.125-45.

    Bab 1-3Jenis VaksinHariyono SuyitnoPada dasarnya, vaksin dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu

  • Live attenuated (kuman atau virus hidup yang dilemahkan)Inactivated (kuman, virus atau komponennya yang dibuat tidak aktif)Sifat vaksin attenuated dan inactivated berbeda sehingga hal ini menentukan

    bagaimana vaksin ini digunakan.Vaksin hidup attenuated diproduksi di laboratorium dengan cara melakukan modifikasi virus ataubakteri penyebab penyakit. Vaksin mikroorganisme yang dihasilkan masih memiliki kemampuanuntuk tumbuh menjadi banyak (replikasi) dan menimbulkan kekebalan tetapi tidak menyebabkanpenyakit.Vaksin inactivated dapat terdiri atas seluruh tubuh virus atau bakteri, atau komponen (fraksi) darikedua organisme tersebut. Vaksin komponen dapat berbasis protein atau berbasis polisakarida.Vaksin yang berbasis protein termasuk toksoid (toksin bakteri yang inactivated) dan produk sub-unit atau sub-vision. Sebagian besar vaksin berbasis polisakarida terdiri atas dinding selpolisakarida asli bakteri. Vaksin penggabungan (conjugate vaccine) polisakarida adalah vaksinpolisakarida yang secara kimiawi dihubungkan dengan protein; karena hubungan ini membuatpolisakarida tersebut menjadi lebih poten.Vaksin Hidup AttenuatedVaksin hidup dibuat dari virus atau bakteri liar (wild) penyebab penyakit. Virus atau bakteri liar inidilemahkan (attenuated) di laboratorium, biasanya dengan cara pembiakan berulang-ulang.Misalnya vaksin campak yang dipakai sampai sekarang, diisolasi

    untuk mengubah virus campak liar menjadi virus vaksin dibutuhkan 10 tahun dengancara melakukan penanaman pada jaringan media pembiakan secara serial dari seoranganak yang menderita penyakit campak pada tahun 1954.Supaya dapat menimbulkan respons imun, vaksin hidup attenuated harus berkembangbiak (mengadakan replikasi) di dalam tubuh resipien. Suatu dosis kecil virus atau bakteriyang diberikan, yang kemudian mengadakan replikasi di dalam tubuh dan meningkatjumlahnya sampai cukup besar untuk memberi rangsangan suatu respons imun.Apapun yang merusak organisme hidup dalam botol (misalnya panas atau cahaya) ataupengaruh luar terhadap replikasi organisme dalam tubuh (antibodi yang beredar) dapatmenyebabkan vaksin tersebut tidak efektif.Walaupun vaksin hidup attenuated dapat menyebabkan penyakit, umumnya bersifat

    ringan dibanding dengan penyakit alamiah dan itu dianggap sebagai kejadian ikutan(adverse event). Respons imun terhadap vaksin hidup attenuated pada umumnya samadengan yang diakibatkan oleh infeksi alamiah. Respons imun tidak membedakan antarasuatu infeksi dengan virus vaksin yang dilemahkan dan infeksi dengan virus liar.Vaksin virus hidup attenuated secara teoritis dapat berubah menjadi bentuk patogenikseperti semula. Hal ini hanya terjadi pada vaksin polio hidup.Imunitas aktif dari vaksin hidup attenuated tidak dapat berkembang karena pengaruh dariantibodi yang beredar. Antibodi yang masuk melalui plasenta atau transfusi dapatmempengaruhi perkembangan vaksin mikroorganisme dan menyebabkan tidak adanyarespons. Vaksin campak merupakan mikroorganisme yang paling sensitif terhadapantibodi yang beredar dalam tubuh. Virus vaksin polio dan rotavirus paling sedikit terkenapengaruh.Vaksin hidup attenuated bersifat labil dan dapat mengalami kerusakan bila kena panasatau sinar, maka harus dilakukan pengelolaan dan penyimpanan dengan baik dan hati-hati.

    Vaksin hidup attenuated yang tersediaBerasal dari virus hidup: vaksin campak, gondongan (parotitis), rubela, polio, rotavirus,demam kuning (yellow fever).Berasal dari bakteri: vaksin BCG dan demam tifoid oral.Vaksi n InactivatedVaksin inactivated dihasilkan dengan cara membiakkan bakteri atau virus dalam mediapembiakan (persemaian), kemudian dibuat tidak aktif (inactivated) dengan penanamanbahan kimia (biasanya formalin). Untuk vaksin komponen, organisme tersebut dibuatmurni dan hanya komponen-komponennya yang dimasukkan dalam vaksin (misalnya

    kapsul polisakarida dari kuman pneumokokus).Vaksin inactivated tidak hidup dan tidak dapat tumbuh, maka seluruh dosis antigendimasukkan dalam suntikan. Vaksin ini tidak menyebabkan penyakit (walaupun padaorang dengan defisiensi imun) dan tidak dapat mengalami mutasi menjadi bentukpatogenik. Tidak seperti antigen hidup, antigen inactivated umumnya tidak dipengaruhi

  • oleh antibodi yang beredar. Vaksin inactivated dapat diberikan saat antibodi berada didalam sirkulasi darah (misalnya pada bayi, menyusul penerimaan antibodi yang dihasilkandarah).Vaksin inactivated selalu membutuhkan dosis multipel. Pada umumnya, pada dosispertama tidak menghasilkan imunitas protektif, tetapi hanya memacu atau menyiapkansistem imun. Respons imun protektif baru timbul setelah dosis kedua atau ketiga. Hal iniberbeda dengan vaksin hidup, yang mempunyai respons imun mirip atau sama denganinfeksi alami, respons imun terhadap vaksin inantivated sebagian besar humoral, hanyasedikit atau tak menimbulkan imunitas selular. Titer antibodi terhadap antigen inactivatedmenurun setelah beberapa waktu. Sebagai hasilnya maka vaksin inactivatedmembutuhkan dosis suplemen (tambahan) secara periodik.

    Pada beberapa keadaan suatu antigen untuk melindungi terhadap penyakit masihmemerlukan vaksin seluruh sel (whole cell), namun vaksin bakterial seluruh selbersifat paling reaktogenik dan menyebabkan paling banyak reaksi ikutan atauefek samping. Ini disebabkan respons terhadap komponen-komponen sel yangsebenarnya tidak diperlukan untuk perlindungan (contoh antigen pertusis dalamvaksin DPT).Vaksin inactivated yang tersedia saat ini berasal dari,Seluruh sel virus yang inactivated, contoh influenza, polio (injeksi disuntikkan),rabies, hepatitis ASeluruh bakteri yang inactivated, contoh pertusis, tifoid, kolera, lepra.

    Vaksin fraksional yang masuk sub-unit, contoh hepatitis B, influenza, pertusis a-seluler,tifoid Vi, lyme disease.Toksoid, contoh difteria, tetanus, botulinumPolisakarida murni, contoh pneumokokus, meningokokus, dan Haemophillus influenzaetipe bGabungan polisakarida (Haemophillus influenzae tipe b dan pneumokokus)

    Vaksin PolisakaridaVaksin polisakarida adalah vaksin sub-unit yang inactivated dengan bentuknya yang unikterdiri atas rantai panjang molekulmolekul gula yang membentuk permukaan kapsul bakteritertentu. Vaksin polisakarida murni tersedia untuk 3 macam penyakit yaitu pneumokokus,meningokokus dan Haemophillus influenzae type b.Respons imun terhadap vaksin polisakarida murni adalah sel T independen khusus yangberarti bahwa vaksin ini mampu memberi stimulasi sel B tanpa bantuan sel T helper.Antigen sel T independen termasuk vaksin polisakarida, tidak selalu imunogenik padaanak umur kurang dari 2 tahun. Anak kecil tidak memberi respons terhadap antigenpolisakarida; mungkin

    ada hubungannya dengan keadaan yang masih imatur dari sistem imunnya, terutamafungsi sel T.Dosis vaksin polisakarida yang diulang tidak menyebabkan respons peningkatan(booster response). Dosis ulangan vaksin protein inactivated menyebabkan titerantibodi menjadi lebih tinggi secara progresif atau meningkat. Hal ini tidak dijumpaipada antigen polisakarida. Antibodi yang dibangkitkan oleh vaksin polisakaridamempunyai aktifitas fungsional kurang dibandingkan dengan apabila dibangkitkanoleh antigen protein. Hal ini karena antibodi yang dihasilkan dalam respons terhadapvaksin polisakarida hanya didominasi IgM dan hanya sedikit IgG yang diproduksi.Pada akhir tahun 1980-an telah ditemukan bahwa masalah seperti di atas dapatdiatasi melalui proses yang disebut penggabungan atau konjugasi (conjugation).

    Konjugasi mengubah respons imun dari sel T independen menjadi sel T dependen yangmenyebabkan peningkatan sifat imunitas (immunogenicity) pada bayi dan responspeningkatan antibodi terhadap dosis vaksin ganda vaksin polisakarida. Conjugasi yangpertama adalah Haemophillus influenzae type b. Suatu vaksin konjugasi lainnya ialahvaksin pneumokok.

    Vaksin RekombinanAntigen vaksin dapat pula dihasilkan dengan cara teknik rekayasa genetik. Produk ini seringdisebut sebagai vaksin rekombinan. Terdapat 3 jenis vaksin yang dihasilkan dengan rekayasagenetik yang saat ini telah tersedia.

    Vaksin hepatitis B dihasilkan dengan cara memasukkan suatu segmen gen virus hepatitisB ke dalam gen sel ragi. Sel ragi yang telah berubah (modified) ini menghasilkan antigenpermukaan hepatitis B murni.Vaksin tifoid (Ty 21a) adalah bakteria Salmonella typhi yang secara

  • genetik diubah (modified) sehingga tidak menyebabkan sakit.

    Tiga dari 4 virus yang berada di dalam vaksin rotavirus hidup adalah rotavirus kerarhesus yang diubah (modified) secara genetik menghasilkan antigen rotavirusmanusia apabila mereka mengalami replikasi.Daftar Pustaka

    1. American Academy of Pediatrics. Active Immunization. Dalam Pickering LK.,Penyunting. Red Book 2000, Report of the Committee on Infectious Diseases. Edisike 25. Elk Grove Village:American of Pediarics, 2000. h.6-26.

    2. National Health and Medical Research Council. The Australian ImmunisationHandbook. 9th ed. Australian Government Department of Health and Ageing. 2008.

    3. WHO, Unicef, The World Bank. State of the Worlds Vaccines and Immunization.Geneva: WHO. 2002.

    4. Centers for Disease Control and Prevention. Classification of vaccine. Dalam Atkinson W,Humiston S, Wolfe, R., penyunting. Epidemiology and Prevention of vaccine PreventableDiseases. Edisi ke 5. Atlanta:Department of Health & Human Services, CDC, 1999.h.4-8

    5. Plotkin SA, Mortimer EA. Vaccines. Philadelphia: WB Saunders, 2004.

    Bab IIPenyimpanan dan

    Transportasi VaksinBab II-1. Rantai vaksin Bab II 2. Kualitas vaksinPen gantarSecara umum vaksin terdiri dari vaksin hidup dan vaksin mati (inaktif) yang mempunyaiketahanan dan stabilitas yang berbeda terhadap perbedaan suhu. Oleh karena itu harusdiperhatikan syarat-syarat penyimpanan dan transportasi vaksin untuk menjaminpotensinya ketika diberikan kepada seorang anak. Bila syarat-syarat tersebut tidakdiperhatikan maka vaksin sebagai material biologis mudah rusak atau kehilanganpotensinya untuk merangsang kekebalan tubuh, bahkan bisa menimbulkan kejadian

    ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang tidak diharapkan. Untuk menghindari halhal yang tidakdiinginkan dibutuhkan pemahaman mengenai ketahanan vaksin terhadap perbedaan suhu danpemahaman rantai vaksin (cold chain). Diperlukan syarat-syarat tertentu, sehingga sejak daripabrik sampai saat diberikan kepada pasien vaksin tetap terjamin kualitasnya. Selain itu perlupula mengenali kondisi vaksin yang sudah tidak dapat dipergunakan lagi, antara lain daritanggal kadaluwarsa, warna cairan, kejernihan, endapan, warna vaccine vial monitor (VVM),kerusakan label, dan sisa vaksin yang sudah dilarutkan.

    Bab II-1Rantai VaksinSoedjatmiko, Dahlan Ali Musa

    Rantai vaksin adalah rangkaian proses penyimpanan dan transportasi vaksin denganmenggunakan berbagai peralatan sesuai prosedur untuk menjamin kualitas vaksinsejak dari pabrik sampai diberikan kepada pasien. Rantai vaksin terdiri dari prosespenyimpanan vaksin di kamar dingin atau kamar beku, di lemari pendingin, di dalam alatpembawa vaksin, pentingnya alat-alat untuk mengukur dan mempertahankan suhu.Secara umum ada 2 jenis vaksin yaitu vaksin hidup (polio oral, BCG, campak, MMR,varicella dan demam kuning) dan vaksin mati atau inaktif (DPT, Hib, pneumokokus,typhoid, influenza, polio inaktif, meningokokus). Dampak perubahan suhu pada vaksinhidup dan mati berbeda. Untuk itu harus di ketahui suhu optimum untuk setiap vaksinsesuai petunjuk pernyimpanan dari pabrik masing-masing.

    Suhu optimum untuk vaksin hidup

    Secara umum semua vaksin sebaiknya disimpan pada suhu +2 s/d +80 C, di atas suhu +80 Cvaksin hidup akan cepat mati, vaksin polio hanya bertahan 2 hari, vaksin BCG dan campak yangbelum dilarutkan mati dalam 7 hari. aksin hidup potensinya masih tetap baik pada suhu kurangdari 2oC s/d beku. Vaksin polio oral yang belum dibuka lebih bertahan lama (2 tahun) bila

  • disimpan pada suhu -25oC s/d -15oC, namun hanya bertahan 6 bulan pada suhu +2oC s/d +80 C.

    Vaksin BCG dan campak berbeda, walaupun disimpan pada suhu -25oC s/d -15oC, umur vaksintidak lebih lama dari suhu +2oC s/d +8o C, yaitu BCG tetap 1 tahun dan campak tetap 2 tahun.Oleh

    karena itu vaksin BCG dan campak yang belum dilarutkan tidak perlu disimpan di -25 s/d -15 o Catau di dalamfreezer.Suhu optimum untuk vaksin mati

    Vaksin mati (inaktif) sebaiknya disimpan dalam suhu +2oC s/d +8oC juga, pada suhudibawah +2oC (beku) vaksin mati (inaktif) akan cepat rusak. Bila beku dalam suhu -0.5oC vaksin hepatitis B dan DPT-Hepatitis B (kombo) akan rusak dalam 1/2 jam, tetapidalam suhu di atas 8o C vaksin hepatitis B bisa bertahan sampai 30 hari, DPT-hepatitisB kombinasi sampai 14 hari. Dibekukan dalam suhu -5oC s/d 10oC vaksin DPT, DTdan TT akan rusak dalam 1,5 sd 2 jam, tetapi bisa bertahan sampai 14 hari dalam suhudi atas 8oC.Kamar Dingin dan Kamar BekuKamar dingin (cold room) dan kamar beku (freeze room) umumnya berada di pabrik,

    distributor pusat, Departemen Kesehatan atau Dinas Kesehatan Propinsi, berupa ruang yangbesar dengan kapasitas 5 100 m3, untuk menyimpan vaksin dalam jumlah yang besar. Suhukamar dingin berkisar +2oC s/d +8oC, terutama untuk menyimpan vaksin-vaksin yang tidak bolehbeku. Suhu kamar beku berkisar antara -25oC s/d -15oC, untuk menyimpan vaksin yang bolehbeku, terutama vaksin polio. Kamar dingin dan kamar beku harus beroperasi terus menerus,menggunakan 2 alat pendingin yang bekerja bergantian. Aliran listerik tidak boleh terputussehingga harus dihubungkan dengan pembangkit listerik yang secara otomatis akan berfungsibila listerik mati. Suhu ruangan harus dikontrol setiap hari dari data suhu yang tercatat secaraotomatis. Alarm akan berbunyi bila suhu kurang dari 2oC, atau diatas 8oC, atau listrik padam.Pintu tidak boleh sering dibuka tutup. Kamar dingin dan kamar beku tidak boleh digunakan untukmembuat cool pack atau cold pack, atau meletakkan benda-benda

    lain. Pembuatan cold pack dan cold pack menggunakan lemari pendingin tersendiriLemari es dan freezer

    Setiap lemari es sebaiknya mempunyai 1 stop kontak tersendiri. Jarak lemari es dengandinding belakang 1015 cm, kanan kiri 15 cm, sirkulasi udara disekitarnya harus baik.Lemari es tidak boleh terkena panas matahari langsung.

    Suhu di dalam lemari es harus berkisar +2oC s/d +8oC, digunakan untuk menyimpanvaksin-vaksin hidup maupun mati, dan untuk membuat cool pack (kotak dingin cair).Sedangkan suhu di dalam freezer berkisar antara -25oC s/d -15oC, khusus untukmenyimpan vaksin Polio dan pembuatan cold pack (kotak es beku).Termostat di dalam lemari es harus diatur sedemikian rupa sehingga suhunya berkisarantara +2oC s/d +8oC dan suhufreezer berkisar -15oC s/d -25oC. Perubahan suhu dapatdiketahui setelah 24 jam pengaturan termostat, dengan melihat termometer Dial atau

    Muller yang diletakkan pada rak ke 2. Di dalam lemari es lebih baik bila dilengkapi freeze watchatau freeze tag pada rak ke 3, untuk memantau apakah suhunya pernah mencapai dibawah 0derajat.Setelah suhu stabil, posisi termostat jangan diubah, sebaiknya termostat difiksasi dengan pitaperekat (selotape) agar tidak tergeser ketika mengambil atau meletakkan vaksin. Sebaiknyapintu lemari es hanya dibuka dua kali sehari, yaitu ketika mengambil vaksin dan mengembalikansisa vaksin, sambil mencatat suhu lemari es.Pintu lemari es ada dua jenis : membuka ke depan dan membuka ke atas, masing-masingmempunyai keuntungan dan kerugian. Lemari es dengan pintu membuka ke atas lebihdianjurkan untuk penyimpanan vaksin.

    Tabel 2.1. Perbedaan lemari es dengan pintu membuka ke depan dan ke atasPintu membuka ke depan

    Pintu membuka ke atas

  • 1. Suhu tidak stabil. 1. Suhu lebih stabil.

    Pada saat pintu dibuka Pada saat pintu dibuka ke atas,kedepan, suhu dingin turun suhu dingin turun dari atasdari atas kebawah dan keluar kebawah, tidak keluar2. Bila listerik padam relatif 2. Bila listerik padam relatif bisa

    tidak bertahan lama bertahan lebih lama3. Jumlah vaksin yang bisa 3. Jumlah vaksin yang bisa

    disimpan lebih sedikit disimpan lebih banyak4. Susunan vaksin lebih mudah 4. Susunan vaksin lebih sulit

    dilihat dari depan dikontrol karena bertumpuk sulitdilihat dari atas

    Karet-karet pintu harus diperiksakerapatannya, untuk menghindari keluarnya udara dingin. Bila pada dinding lemari es telahterdapat bunga es, atau di freezer telah mencapai tebal 2-3 cm harus segera dilakukanpencairan (defrost). Sebelum melakukan pencairan, pindahkan semua vaksin ke cool box ataulemari es yang lain. Cabut kontak listerik lemari es, biarkan pintu lemari es danfreezer terbukaselama 24 jam, kemudian dibersihkan. Setelah bersih, pasang kembali kontak listerik, tunggusampai suhu stabil. Setelah suhu lemari sedikitnya mencapai + 80 C dan suhufreezer 15 0 C,masukkan vaksin sesuai tempatnya.Susunan vaksin di dalam lemari esKarena vaksin hidup dan vaksin inaktif mempunyai daya tahan berbeda terhadap suhu dingin,maka kita harus mengenali bagian yang paling dingin dari lemari es. Kemudian kita meletakkanvaksin hidup dekat dengan bagian yang paling dingin, sedangkan vaksin mati jauh dari bagianyang paling dingin. Di antara kotak-kotak vaksin beri jarak selebar jari tangan (sekitar 2 cm) agarudara dingin bisa menyebar merata ke semua kotak vaksin.

  • Text Box:

    Text Box:

  • Text Box:

    Bagian paling bawah tidak untuk menyimpan vaksin tetapi khusus untuk meletakkan cool pack,untuk mempertahankan suhu bila listerik mati. Pelarut vaksin jangan disimpan di dalam lemaries atau freezer, karena akan mengurangi ruang untuk vaksin, dan akan pecah bila beku.Penetes (dropper) vaksin polio juga tidak boleh diletakkan di lemari es atau freezer karena akanmenjadi rapuh, mudah pecah.

    Tidak boleh menyimpan makanan, minuman, obat-obatan atau benda-benda lain didalam lemari es vaksin, karena akan mengganggu stabilitas suhu karena sering dibuka.Lemari es dengan pintu membuka kedepanBagian yang paling dingin lemari es ini adalah di bagian paling atas (freezer). Di dalamfreezer di simpan cold pack, sedangkan rak tepat dibawah freezer untuk meletakkanvaksinvaksin hidup, karena tidak mati pada suhu rendah. Rak yang lebih jauhdarifreezer (rak ke 2 dan 3) untuk meletakkan vaksin-vaksin mati (inaktif), agar tidakterlalu dekat freezer, untuk menghindari rusak karena beku. Termometer Dial atau Mullerdiletakkan pada rak ke 2, freeze watch atau freeze tag pada rak ke 3

    Gambar 2.1 . Tata letak vaksin dalam lemari es yang membuka ke depan, perhatikan bahwavaksin hidup (BCG, campak, polio) boleh dekat pendingin (freezer), vaksin mati harus jauh daripendingin (freezer)

    Lemari es dengan pintu membuka ke atasBagian yang paling dingin dalam lemari es ini adalah bagian tengah (evaporator) yangmembujur dari depan ke belakang. Oleh karena itu vaksin hidup diletakkan di kanan-kiribagian yang paling dingin (evaporator). Vaksin mati diletakkan dipinggir, jauh darievaporator. Beri jarak antara kotak-kotak vaksin selebar jari tangan (sekitar 2 cm).Letakkan termometer Dial atau Muller atau freeze watch/freeze tag dekat vaksin mati.

  • Text Box:

    Gambar 2.2. Lemari es dengan pintu membuka keatasKeterangan gambar: Kotak vaksin hidup boleh dekat pendingin, vaksin mati (inaktif) jauh daripendingin

    Wadah pembawa vaksinUntuk membawa vaksin dalam jumlah sedikit dan jarak tidak terlalu jauh dapatmenggunakan cold box (kotak dingin) atau vaccine carrier (termos). Cold box berukuranlebih besar, dengan ukuran 40 70 liter, dengan penyekat suhu dari poliuretan, selainuntuk transportasi dapat pula untuk menyimpan vaksin sementara. Untukmepertahankan suhu vaksin di dalam kotak dingin atau termos dimasukkan cold packatau cool pack.

    Gambar 2.3. KotakDingin, b) Vaksin Carrier,

    c) cool packCold Pack dan Cool PackCold pack berisi air yang

    dibekukan dalam suhu -15 s/d 25 0 C selama 24 jam, biasanya di dalam wadahplastik berwarna putih. Cool pack berisi airdingin (tidak beku) yang didinginkan dalam suhu+2 s/d +80 C selama 24 jam, biasanya di dalamwadah plastik berwarna merah atau biru. Cold

    pack (beku) dimasukkan ke dalam termos untuk mepertahankan suhu vaksin ketika membawavaksin hidup sedangkan cool pack (cair) untuk membawa vakdin hidup dan vaksin mati (inaktif).

    Gambar 2.4. Cara membawa vaksin dalam vaccine carrier

    Daftar Pustaka

  • 1. DirektoratJenderal PPM & PL. Pedoman Teknis Pengelolaan Vaksin danRantaiVaksin.Jakarta : Departemen Kesehatan RI; 2005

    2. Direktorat Jenderal PPM & PL. Modul Pelatihan Pengelolaan Rantai Vaksin ProgramImunisasi. Jakarta : Departemen Kesehatan RI; 2004.

    3. Keputusan Menteri Kesehatan R I. Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta:Departemen Kesehatan RI; 2005.

    4. National Health and Medical Research Council. National Immunization Program.The Australian Immunization Handbook. Edisi ke-9. Commonwealth of Australia;2008.

    5. Committee on Infectious Diseases American Academy of Pediatrics. PickeringLK,Baker CL, Overturf GD, Prober CG, penyunting. Red Book: 2003 Report of theCommittee on Infectious Diseases. Edisike-26. Elk Grove Village, IL: AmericanAcademy of Pediatrics; 2003.

    6. Plotkins S, Orenstein WA, penyunting. Vaccines, edisi keempat. Philadelphia,Tokyo, WB Saunders, 2004.7. WHO, Unicef, The World Bank. State of the Worlds Vaccines and Immunization.Geneva: WHO. 2002.

    Bab II-2Menilai Kualitas Vaksin

    Soedjatmiko, Dahlan Ali MusaSeperti telah diuraikan dalam Bab II-1, vaksin hidup akan mati pada suhu di atas batastertentu, dan vaksin mati (inaktif) akan rusak di bawah suhu tertentu. Bila pengelolaanvaksin dan rantai vaksin tidak baik, maka vaksin tidak mampu merangsang kekebalantubuh secara optimal bahkan dapat menimbulkan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI)yang tidak diharapkan. Oleh karena itu dalam pelayanan sehari-hari kita kita perlumemahami beberapa hal praktis untuk menilai apakah vaksin masih layak diberikankepada pasien atau tidak. Namun untuk mengetahui potensi vaksin yang sesungguhnyaharus dilakukan pemeriksaan laboratorium yang rumit.Kualitas rantai vaksin dan tanggal kadaluwarsa

    Untuk mempertahankan kualitas vaksin maka penyimpanan dan transportasi vaksin harusmemenuhi syarat rantai vaksin yang baik, antara lain: disimpan di dalam lemari es atau freezerdalam suhu tertentu, transportasi vaksin di dalam kotak dingin atau twermos yang tertutup rapat,tidak terendam air, terlindung dari sinar matahari langsung, belum melewati tanggal kadaluarsa,indikator suhu berupa VVM (vaccine vial monitor) atau freeze watch / tag belum melampauibatas suhu tertentu.VVM (vaccine vial monitor)Vaccine vial monitor untuk menilai apakah vaksin sudah pernah terpapar suhu diatas batas yangdibolehkan, dengan membandingkan

    warna kotak segi empat dengan warna lingkaran di sekitarnya. Bila warna kotak segi empatlebih muda daripada lingkaran dan sekitarnya (disebut kondisi VVM A atau B) maka vaksinbelum terpapar suhu di atas batas yang diperkenankan. Vaksin dengan kondisi VVM B harussegera dipergunakan.

    A. Segi empat lebih terang dari lingkaran sekitarBila belum kadaluwarsa: GUNAKAN vaksin.B. Segi empat berubah gelap tapi lebih terang dari lingkaran sekitarBila belum kadaluwarsa: SEGERA GUNAKAN vaksin.C. Segi empat sama warna dengan lingkaran sekitarJANGAN GUNAKAN vaksin: Lapor kepada pimpinan.D. Segi empat lebih gelap dari lingkaran sekitar

    JANGAN GUNAKAN vaksin: Lapor kepada pimpinan.Gambar 2.5. Perubahan warna Vaccine Vial MonitorBila warna kotak segi empat sama atau lebih gelap daripada lingkaran dan sekitarnya (disebut

  • Text Box:

    kondisi VVM C atau D) maka vaksin sudah terpapar suhu di atas batas yang diperkenankan,tidak boleh diberikan pada pasien.Freeze watch dan freeze tag

    Alat ini untuk mengetahui apakah vaksin pernah terpapar suhu dibawah 00 C. Bila dalam freezewatch terdapat warna biru yang melebar ke sekitarnya atau dalam freeze tag ada tanda silang(X), berarti vaksin pernah terpapar suhu di bawah 0oC yang dapat merusak vaksin mati (inaktif).Vaksin-vaksin tersebut tidak boleh diberikan kepada pasien.

    Warna dan kejernihanvaksinWarna dan kejernihanbeberapa vaksin dapatmenjadi indikator praktisuntuk menilai stabilitasvaksin. Vaksin polio harusberwarna kuning oranye. Bilawarnanya berubah menjadipucat atau kemerahan berartipHnya telah berubah,

    sehingga tidak stabil dan tidak bolehdiberikan kepada pasien.Vaksin toksoid, rekombinan danpolisakarida umumnya berwarnaputih jernih sedikit berkabut. Bilamenggumpal atau banyak endapan

    berarti sudah pernah beku, tidak bolehdigunakan karena sudah rusak. Untuk meyakinkan dapat dilakukan uji kocok seperti dibawahini.Bila vaksin setelah dikocok tetap menggumpal atau mengendap, maka vaksin tidak bolehdigunakan karena sudah rusak.

    Gambar 2.7. Uji kocok (Shake test)

    Pemilihan vaksinVaksin yang harus segera dipergunakan adalah : vaksin yang belum dibuka tetapi telah dibawake lapangan, sisa vaksin telah dibuka (dipergunakan), vaksin dengan VVM B, vaksin dengantanggal kadaluarsa sudah dekat (EEFO = early expire first out), vaksin yang sudah lamatersimpan dikeluarkan segera (FIFO = first in first out).

    Sisa vaksin di sarana pelayanan statis (Puskesmas, Klinik, Rumah Sakit, praktekswasta)Sisa vaksin yang telah dibuka di sarana pelayanan statis masih bisa diberikan padapelayanan berikutnya bila masih memenuhi syarat-syarat, tidak melewati tanggalkadaluwarsa, disimpan dalam suhu +2 s/d +80 C, tidak pernah terendam air, VVM A atauB, tidak lebih dari 3 - 4 minggu setelah dibuka. Oleh karena itu sebaiknya selalu ditulistanggal mulainya penggunaan vaksin terebut. Vaksin yang sudah terbuka atau sedangdipakai diletakkan dalam satu wadah/tempat khusus (tray), sehingga segera dapatdikenali.Khusus untuk vaksin yang telah dilarutkan, stabilitas vaksin lebih singkat. Vaksin BCG

    yang telah dilarutkan walaupun disimpan di dalam suhu +2 s/d +80 C hanya stabil selama 3jam(WHO 6 jam). Vaksin campak yang telah dilarutkan walaupun disimpan di dalam suhu +2 s/d +8

  • 0 C hanya stabil selama 6 - 8 jam. Vaksin Hib yang sudah dilarutkan harus dibuang setelah 24jam. Vaksin varisela yang sudah dilarutkan harus dibuang setelah 30 menit.

    Tabel 2.3. Masa pemakaian vaksin dari vial yang sudah dibuka di sarana pelayanan statisVaksin Masa

    PemakaianPOLIO 2 minggu

    DPT 4 mingguDT 4 mingguTT 4 minggu

    Hepatitis B 4 mingguSisa vaksin di sarana

    pelayanan luar gedungVaksin yang belum dibuka tetapi sudah dibawa ke lapangan harus diberi tanda khususuntuk segera dipergunakan pada pelayanan berikutnya, selama semua syarat-syaratmasih terpenuhi. Sisa vaksin yang telah dibuka di lapangan sebaiknya dimusnahkandengan membakar di dalam insinerator bersama alat suntik bekas, atau dikubursedalam 2-3 meter.Daftar Pustaka

    1. DirektoratJenderal PPM & PL. Pedoman Teknis Pengelolaan Vaksin danRantaiVaksin.Jakarta : Departemen Kesehatan RI; 2005

    2. Direktorat Jenderal PPM & PL. Modul Pelatihan Pengelolaan Rantai Vaksin ProgramImunisasi. Jakarta : Departemen Kesehatan RI; 2004.

    3. Keputusan Menteri Kesehatan R I. Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta:Departemen Kesehatan RI; 2005.

    4. National Health and Medical Research Council. National Immunization Program. TheAustralian Immunization Handbook. Edisi ke-9. Commonwealth of Australia; 2008. 5. Committeeon Infectious Diseases American Academy of Pediatrics. PickeringLK, Baker

    CL, Overturf GD, Prober CG, penyunting. Red Book: 2003 Report of the Committee onInfectious Diseases. Edisike-26. Elk Grove Village, IL: American Academy of Pediatrics;

    2003.

    Bab IIIProsedur Imunisasi

    1. Tatacara pemberian imunisasi2. Penjelasan kepada orang tua mengenai imunisasi3. Catatan imunisasi4. Safety injection

    PengantarImunisasi sebagai upaya pencegahan primer yang sangat handal, memerlukan pemahaman danketrampilan dari para pelakunya mengenai prosedur-prosedur yang harus dilakukan sebelum,selama dan sesudah melakukan imunisasi.

    Prosedur imunisasi dimulai dari menyiapkan dan membawa vaksin, mempersiapkananak dan orangtua, tehnik penyuntikan yang aman, pencatatan, pembuangan limbah,sampai pada teknik penyimpanan dan penggunaan sisa vaksin dengan benar.Penjelasan kepada orang tua serta pengasuhnya sebelum dan setelah imunisasi perludipelajari pula. Pengetahuan tentang kualitas vaksin yang masih boleh diberikan padabayi/anak perlu mendapat perhatian. Ukuran jarum, lokasi suntikan, cara mengurangiketakutan dan rasa nyeri pada anak juga perlu diketahui. Imunisasi perlu dicatat denganlengkap, termasuk keluhan kejadian ikutan pasca imunisasi.Dengan prosedur imunisasi yang benar diharapkan akan diperoleh kekebalan yangoptimal, penyuntikan yang aman, kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang minimal,

  • serta pengetahuan dan kepatuhan orangtua pada jadwal imunisasi.

    Bab III-1Tata-Cara Pemberian ImunisasiQariyono Q7uyitnoSebelum melakukan vaksinasi, dianjurkan mengikuti tata cara seperti berikut

    Memberitahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan risiko apabila tidak divaksinasi.Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanansecepatnya bila terjadi reaksi ikutan yang tidak diharapkan.Baca dengan teliti informasi tentang yang akan diberikan dan jangan lupa mendapatpersetujuan orang tua. Melakukan tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnyasebelum melakukan imunisasi.

    Tinjau kembali apakah ada indikasi kontra terhadap vaksin yang akan diberikan.Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan.Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan dengan baik.Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan.Periksa tanggal kadaluwarsa dan catat hal-hal istimewa, misalnya adanyaperubahan warna yang menunjukkan adanya kerusakan.Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan pulavaksin lain untuk mengejar imunisasi yang tertinggal (catch up vaccination) biladiperlukan.Berikan vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian mengenai pemilihan jarumsuntik, sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan, dan posisi penerima vaksin.Setelah pemberian vaksin, kerjakan hal-hal seperti berikut. o Berilah petunjuk

    (sebaiknya tertulis) kepada orang tua atau

    pengasuh apa yang harus dikerjakan dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi ikutanyang lebih berat.Catat imunisasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis.Catatan imunisasi secara rinci harus disampaikan kepada Dinas Kesehatan bidangPemberantasan Penyakit Menular ( P2M ).Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan vaksinasi untuk mengejarketinggalan, bila diperlukan.

    Dalam situasi vaksinasi yang dilaksanakan untuk kelompok besar, pelaksanaannya dapatbervariasi, namun rekomendasi tetap seperti di atas yang berpegang pada prinsip-prinsiphigienis, surat persetujuan yang valid, dan pemeriksaan/penilaian sebelum imunisasi harusdikerjakan.Penyimpanan

    Vaksin yang disimpan dan diangkut secara tidak benar akan kehilangan potensinya.Instruksi pada lembar penyuluhan (brosur) informasi produk harus disertakan. Aturanumum untuk sebagian besar vaksin, bahwa vaksin harus didinginkan pada temperatur 2-8o C dan tidak membeku. Sejumlah vaksin (DPT, Hib, hepatitis B, dan hepatitis A)menjadi tidak aktif bila beku. Pengguna dinasehatkan untuk melakukan konsultasi gunamendapatkan informasi khusus vaksin-vaksin individual, karena beberapa vaksin (OPVdan Yellow fever) dapat disimpan dalam keadaan beku. Pedoman secara rincibagaimana menyimpan secara benar dan pengangkutannya diuraikan pada Bab IIPenyimpanan dan Transportasi Vaksin.Pengenceran

    Vaksin kering yang beku harus diencerkan dengan cairan pelarut khusus dan digunakan dalamperiode waktu tertentu. Apabila

    vaksin telah diencerkan, harus diperiksa terhadap tanda-tanda kerusakan (warna dankejernihan). Perlu diperhatikan bahwa vaksin campak yang telah diencerkan cepat mengalamiperubahan pada suhu kamar. Jarum ukuran 21 yang steril dianjurkan untuk mengencerkan danjarum ukuran 23 dengan panjang 25 mm digunakan untuk menyuntikkan vaksin.Pembersihan kulitTempat suntkan harus dibersihkan sebelum imunisasi dilakukan, namun apabila kulit telah

  • bersih, antiseptik kulit tidak diperlukan.Pemberian suntikan

    Sebagian besar vaksin diberikan melalui suntikan intramuskular atau subkutan dalam.Terdapat perkecualian pada dua jenis vaksin yaitu OPV diberikan per-oral dan BCGdiberikan dengan suntikan intradermal (dalam kulit). Walaupun vaksin sebagian besardiberikan secara suntikan intramuskular atau subkutan dalam, namun bagi petugaskesehatan yang kurang berpengalaman memberikan suntikan subkutan dalam,dianjurkan memberikan dengan cara intra muskular.Teknik dan ukuran jarumPara petugas yang melaksanaan vaksinasi harus memahami teknik dasar dan petunjukkeamanan pemberian vaksin, untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi dan traumaakibat suntukan yang salah. Pada tiap suntikan harus digunakan tabung suntikan dan

    jarum baru, sekali pakai dan steril. Sebaiknya tidak digunakan botol vaksin yang multidosis,karena risiko infeksi. Apabila memakai botol multidosis (karena tidak ada alternatif vaksin dalamsediaan lain) maka jarum suntik yang telah digunakan menyuntik tidak

    boleh dipakai lagi mengambil vaksin. Tabung suntik dan jarum harus dibuang dalam tempattertutup yang diberi tanda (label) tidak mudah robek dan bocor, untuk menghindari luka tusukanatau pemakaian ulang. Tempat pembuangan jarum suntik bekas harus dijauhkan dari jangkauananak-anak. Diharapkan semua petugas kesehatan memahami benar buku petunjuk ini.Sebagian besar vaksin harus disuntikkan ke dalam otot. Penggunaan jarum yang pendekmeningkatkan risiko terjadi suntikan subkutan yang kurang dalam. Hal ini menjadi masalahuntuk vaksin-vaksin yang inaktif (inactivated).Standar jarum suntik ialah ukuran 23 dengan panjang 25 mm, tetapi ada perkecualian lain dalambeberapa hal seperti berikut:

    v. pada bayi-bayi kurang bulan, umur dua bulan atau yang lebih muda dan bayi-bayi kecillainnya, dapat pula dipakai jarum ukuran 26 dengan panjang 16 mm,

    v. untuk suntikan subkutan pada lengan atas, dipakai jarum ukuran 25 dengan panjang 16mm, untuk bayi-bayi kecil dipakai jarum ukuran 27 dengan panjang 12 mm,

    v. untuk suntikan intramuskular pada orang dewasa yang sangat gemuk (obese)dipakai jarum ukuran 23 dengan panjang 38 mm,

    v. untuk suntikan intradermal pada vaksinasi BCG dipakai jarum ukuran 25-27dengan panjang 10 mm.Arah sudut jarum pada suntikan intramuskular

    Jarum suntik harus disuntikkan dengan sudut 450 sampai 600 ke dalam otot vastuslateralis atau otot deltoid. Untuk otot vastus lateralis, jarum harus diarahkan kearah lutut dan untuk deltoid jarum harus diarahkan ke pundak. Kerusakan sarafdan pembuluh vaskular dapat terjadi apabila suntikan diarahkan pada sudut 900.Pada suntikan dengan sudut jarum 450 sampai 600 akan mengalami hambatan

    ringan pada waktu jarum masuk ke dalam otot.

    Tempat suntikan yang dianjurkanPaha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk vaksinasi pada bayi-bayi dananak-anak umur di bawah 12 bulan. Regio deltoid adalah alternatif untuk vaksinasi pada anak-anak yang lebih besar (mereka yang telah dapat berjalan) dan orang dewasa.Sejak akhir tahun 1980, WHO telah memberi rekomendasi bahwa daerah anterolateral pahaadalah bagian yang dianjurkan untuk vaksinasi bayi-bayi dan tidak pada pantat (daerah gluteus)untuk menghidari risiko kerusakan saraf iskhiadika (nervus ischiadicus). Buku pedoman ACIPdan AAP dan buku pedoman Selandia Baru juga menganjurkan paha anterolateral sebagaitempat suntikan vaksin. Buku pedoman Inggris mengajurkan paha anterolateral atau lengan ataspada bayi sebagai tempat suntikan.

    Risiko kerusakan saraf ischiadika akibat suntikan di daerah gluteus lebih banyakdijumpai pada bayi karena variasi posisi saraf tersebut, masa otot lebih tebal, sehinggapada vaksinasi dengan suntikan intramuskular di daerah gluteal dengan tidak disengajamenghasilkan suntikan subkutan dengan reaksi lokal yang lebi