pecah membran prematur preterm (1)

18
Pecah membran prematur preterm: diagnosis, evaluasi dan strategi manajemen. Hyagriv N. Simhan, Timothy P. Canavan Pecah membran prematur preterm (PPROM) bertanggungawab untuk sepertiga dari semua kelahiran preterm dan menjangkiti 120.000 kehamilan di USA setiap tahun. Pengobatan efektif mengandalkan pada diagnosis akurat dan bergantung pada usia kehamilan. Diagnosis PPROM dibuat dari kombinasi dugaan klinis, riwayat pasien dan beberapa uji sederhana. PPROM dikaitkan dengan morbiditas neonatal dan maternal signifikan dan mortalitas akibat infeksi, kompresi umbilical cord, abrupsi plasental dan kelahrian preterm. Infeksiintrauterin subklinis etlah diimplikasikan sebagia faktor etiologis utama adlam patogenesis dan morbiditas maternal dan neoatal yang dikaitkan dengan PPROM. Frekuensi kultur-kultur positif yang didapatkan dengan amniosentesis transabdominal pada saat presentasi dengan PPROM tanpa adanya persalinan adalah 25-40%. Sebagian besar infeksi fluida ambiotik dalam seting PPROM tiadk menghasilkan tanda-tanda dan gejala-gejala yang secara tradisioanl dipakai sebagai kriteria diagnostik untuk korioamnionitis klinis. Setiap bukti infeksi amniosentesis harus dipertimbangkan secara hati- hai sebagai indikasi untuk persalinan. Dokumentasi

Upload: nurrahma-putrie-hapsari

Post on 14-Apr-2016

216 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

ggg

TRANSCRIPT

Page 1: Pecah Membran Prematur Preterm (1)

Pecah membran prematur preterm: diagnosis, evaluasi dan strategi

manajemen.

Hyagriv N. Simhan, Timothy P. Canavan

Pecah membran prematur preterm (PPROM) bertanggungawab untuk sepertiga dari

semua kelahiran preterm dan menjangkiti 120.000 kehamilan di USA setiap tahun.

Pengobatan efektif mengandalkan pada diagnosis akurat dan bergantung pada usia

kehamilan. Diagnosis PPROM dibuat dari kombinasi dugaan klinis, riwayat pasien

dan beberapa uji sederhana. PPROM dikaitkan dengan morbiditas neonatal dan

maternal signifikan dan mortalitas akibat infeksi, kompresi umbilical cord, abrupsi

plasental dan kelahrian preterm. Infeksiintrauterin subklinis etlah diimplikasikan

sebagia faktor etiologis utama adlam patogenesis dan morbiditas maternal dan

neoatal yang dikaitkan dengan PPROM. Frekuensi kultur-kultur positif yang

didapatkan dengan amniosentesis transabdominal pada saat presentasi dengan

PPROM tanpa adanya persalinan adalah 25-40%. Sebagian besar infeksi fluida

ambiotik dalam seting PPROM tiadk menghasilkan tanda-tanda dan gejala-gejala

yang secara tradisioanl dipakai sebagai kriteria diagnostik untuk korioamnionitis

klinis. Setiap bukti infeksi amniosentesis harus dipertimbangkan secara hati-hai

sebagai indikasi untuk persalinan. Dokumentasi infeksi fluida amniotik pada wanita

yang menunjukkan PPROM memungkinkan kita untuk membuat keputusan

terapeutik secara rasioal. Dalam PPROM, interval optimal untuk persalinan terjadi

ketika resiko-resiko imaturitas diungguli oleh resiko-resiko perpanjangan

kehamilan (inefksi, abrupsi dan kecelakaan cord). Pengukuran maturitas paru-paru

bisa menjadi panduan yang berguna untuk merencanakan persalinan dalam interval

32- hingga 34 minggu. Pendekatan umur kehamilan terhadap terapi penting dan

harus disesaikan untuk setiap unit perawatan intensif neonatal rumah sakit.

Antibiotik antenatal dan terapi-terapi kostikorteroid memiliki keuntungan yang jela

dan harus dipantau dengan cermat untuk abrupsi plasental, infeksi, persailnan dan

status fetal non pasti. Wanita dengan PPROM setelah 32 minggu kehamilan harus

dipertimbangkan untuk melahirkan, dan setelah 34 minggu keuntungan persalinan

jelas mengungguli resikonya.

Page 2: Pecah Membran Prematur Preterm (1)

Pendahuluan

Pecah prematur membran fetal (PROM) diartikan sebagai pecah membran amniotik

dengan pelepasan fluida amniotik lebih dari 1 jam sebelum onset persalinan. PROM

bisa disub bagi menjadi PROM (TPROM yaitu PROM setelah 37 minggu

kehamilan) dan PROM preterm (PPROM yaitu PROM sebelum 37 minggu

kehamilan). PPROM terjadi pada sektiar 3% kehamilan dan bertanggungjawab

utnuk sepertiga dari semua kelahiran preterm.

Diagnosis dan Evluasi

Diagnosis PPROm dibuat dengan dugaan klinis, riwayat pasien dan uji sederhana.

Riwayat pasien memiliki akruasi 90 persen untuk diagnosis PPROm dan tidak

boleh diabaikan. Ada banyak uji telah direkomendasikan untuk evaluasi PROM tapi

dua uji telah menunggu uji waktu: nitrazine (Bristol Myers Squibb, Princeton, New

Jerse) uji kertas dan ferning (juga disebut sebagai uji kristalisasi fluida amniotik)

dari kolam vagina. Friedman dan McEllien menemukan bahwa jika kombinasi

riwayat pasien, uji nitrazine dan ferning digunakan untuk mengevaulasi seorang

pasien dari PROM, akurasi setidaknya dua uji positif adalah 93,1%.

Uji ferning harus dilakukn pada fluida midagianl ata fornix posterior. Kontaminasi

dengan mukus serviacl bisa menyebabkan hasil positif salah. Slide harus dibiarkan

kering dalam udara selama minimal 10 menit. Nilai negatif salah bertambah dengan

waktu yang lebih sedikit atau dengan pengeringan api. Ferning tidak dipengaruhi

oleh mekonium pada suatu konsentrasi atau perubahan dalam pH. Sejumlah kecil

darah tidak ditemukan mempengaruhi ferning tapi darah dan fluida amniotik yang

dicampur dalam jumlah yang sama tidak menyebabkanf erning. Spesimen-spesimen

fulida amniotik ditemukan positif nitrazien dan fern, hingga dua minggu setelah

amniosentesis. Uji nitrzien terbukti lebih rentan terhadap perubahan oleh

kontaminasi. Adanya vaginosis bakterial (BV), cervicitis, semen, urin alkalin,

darah, larutan sabun dan antiseptik terbukti mengubah uji nitrazine yang terutama

menyebabkan hasil positif salah.

Page 3: Pecah Membran Prematur Preterm (1)

Selama diagnosis dan evaluasi PPROM, sebuah uji servical digital harus dihindari.

Lewis et al membandingkan uji serviks digital dengan uji spekulum steril dan

menemukan bahwa latensi diperpendek secara signifikan oleh uji serviks pada umur

kehamilan teretntu (2.1 vs 11,3 hari P < 0,001). Alexander et al mengevaluasi data

dari NICHD MFMU yang merandom percobaan terkontrol pada antibiotik setelah

PPROM, dan menemukan bawha satu atau dua uji serviks pada pasien PPROM,

antara 24 dan 32 minggu, dikaitkan dengan latensi yang lebihpendek (3 vs 5 hari P

< 0,009) tapi tidak memperburuk hasil maternal atau neonatal.

INFEKSI DAN PPROM

Ada beberapa faktor resiko berbeda yang bisa dikaitkan dengan PPROM. Ini

meliputi abrupsi plasental, degradasi kolagen berlebih (atau kadar berlebih

membran menurun), cacat membran terlokalisir, regangan membran berlebihan

(distensi berlebih uterin), kematians el amniotik terprogram dan infeksi

choriodecidual. Infeksi intrauterine subklinis telah diimplikasikan sebagai faktor

etiologi utama pada patogenesis dan morbiditas neonatal danmaternal

kosnekuensial dalam PPROM.

Tingkat kultur positif yang didapatkan oleh amniosentesis transabdominal pada

saat presentasi dengan PPROm, tanpa adanya persalinan adalah sekitar 25-40%.

Infeksi fluida amniotik berhubungan erat dengan inflamasi fetal in utero. Bayi baru

lahir serius dan peristiwa buruk bayi berhubungan erat dengan proses inflamatoris

fetal. Pengandalan pada kriteria kilnis saja untuk mendiagnosis infeksi fluida

amnioti, sementara sering dipraktekkan, mungkin tidak berguna. Choriomnionitis

klinis muncul pada saat admisi pada 1-2% waniat yang menunjukkan PPROM dan

selanjutnya berkembang pada 3-8% wanita. Sebagian besar kasus infeksi fluida

amniotik dalam seting PPROM tidak menyebabkan tanda-tanda dan gejala-gejala

yang secara tradisional digunakan sebagai kriteria diagnostik untuk

chorioamnionitis klinis.

Tujuan diagnosis dan terapeotuk manajemem pasein PPROM berfokus pada

pengurangan morbiditas neonatal. Akibatnya, rawat inap/manajemen ekspektan,

sebuah spektrum antibiotik luas, kortikosteroid antenatal dan pengawasan

Page 4: Pecah Membran Prematur Preterm (1)

maternal/fetal serial saat ini digunakan. Trapi-terapi ini dirancang untuk

memperpanjang kehamilan dan mengurangi morbiditas neonatal. Pemahaman

terbaru kotnribusi infeksi dan inflamasi terhadap morbiditas dikaitkand engan

kelahrian preterm memperkuat gagasan bahwa infeksi intrauteirn (klinsi atau

subklinis0 adalah sebuah indiaksi untuk persalinan (dan sebuah kotnraindikasi

terhadap manajemen ekspektan atau perpanjagan kehamilan). Dokumentasi infeksi

fluida amniotik pada pasien yang menunjukkan PPROm akan mempengaruhi

pemilihan manajemen

Penting untuk menentukan infeksi fluida amniotik subklinis sebagai kultur fluida

amniotik positif. Hasil kultur bisa diambil sekitar 48 jam untuk kembali sebagai

positif atau negatif. Untuk memberikan informasi yang lebih cepat berkaitan

dengan status infeksi fluida amniotik, beberapa uji jangka pendek telah dievaluasi.

Uji-uji yang saat ini tersedia untuk penggunaan klinis adalah gram stain, jumlah sel

darah putih, esterase leukosit dan konsentrasi glukosa.

Romero et al pada awlanya mengevaluasi uji leukosit esterase (LEA) dan gram

stain. Untuk prediksi kultur fluida amniotik positif (prevalensi kultur positif

33,9%), LEA memiliki sensitivita 19%, speisfisitas 86,7%, sebuah nilai prediktif

postiif (PPV) 42,3% dan nilai prediktif negatif (PNV) 67,6%. Gram stain memiliki

sensitivitas 36,2%, spesivisitas 94,7%, PPV 77,8%, dan NPV 74,3%. Ketika kedua

uji ini digabungkan, pertambahan sngiifkan dalam sensitivitas hingga 50% diamati.

Pada setudi selanjutnya Romero et al mengevaluasi glukosa fluida amniotik, jumlah

sel darah putih, interleukin-6 dan gram stain. Kombinasi uji-uji yang tersedia secara

klinis (glukosa <10 mg/dL, sel darah putih 40 sel/mm3 dan gram stain) di maan jika

salah astu dari tiag uji tersebtu opsitif maka uji kombiansid iangagp positif,

memberikan sebuah sensitivitas 76,2%, spesifisitas 60,3%, PPV 61.0% dan NPV

80.4%.Selain kultur fluida amniotik, tiga uji cepat dan esterase leukosit bisa juga

didapatkan dengan menggunaakn sampel-sampel fluida amniotik.

PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN MANAJEMEN: TOCOLYSIS,

ANIIBUIOTIK DAN KORTIKOSTEROID

Page 5: Pecah Membran Prematur Preterm (1)

Komplikasi-komplikasip erinatal PPROM berubah seiring usia kehamilan pada saat

pecah yang memerlukan pendekatna umur kehamilan untuk treatment. Ada sedikit

manfaat maternal untuk manajemen konservatif, tapi ada keuntugan neonatal yang

signifikan, khususnya dalam triemster kedua akhir dan trimester ketiga awal.

Keuntungan manajemen konservatif terutama dalam memperlama kehamilan yang

berpotensi mengurangi morbiditas terkait umur kehamilan yang berkaitan dengan

kelahiran preterm. Ini harus diimbangi denganr esiko-resiko manajemen

konservatif, yang meliputi prolapse kord, abrupsi plasetnal, inefksi perinatal,

persalinan emergen untuk status fetal tak pasti dan kematian janin

Tocolytic telah dievaluasi dalam manajemen konservatif PPROM dan terbukti

bernilai sedikit. Dua studi telah mengevaluasi manfaat ritodrien. Christensen et al

melakukan studi double blind random terhadap wanita dengan PPROM, antara 28

dan 36 minggu, membandingkan ritodrine tocolysis dengan placebo dan

meenmukan latensi diperpanjang sleama 24 jam tanpa keuntungan klinis yang jelas.

Levy dan Warso melakukan percobaan terkontrol random prospektif yang

mebandingkan ritrodien dengan tanpa penggunaan tocolytic pada wanita dengan

PPROM, dari 25 hingga 34 mingu, tanpa adanya bukti persalinan dan menemukan

pertambahan latensi (10 vs 3,5 hari P ¼ 0,033), dengan 47,6% wanita yang diobati

versus 14,2% dari mereka yang tidak ditangani yang emmiliki periode laten lebih

dari satu mingu. Mereka tidak menguji hasil neonatal dan tidak menunjukkan bukti

bahwa pertambahan latensi memiliki keuntugan klinis. Weiner et al mengevaluasi

keefektifan biaya tocolysis dengan ritodrine, terbutaline atau magnesium sulfat

pada wanita dengan PPROM pada kurang dari 34 minggu danemenmuakn

perpanjangan kehamilan tanpa adanya penuruan signifikan biaya atau perbaikan

hasil perinatal. Percobaan terkotnrol random prospektif yang membandingkan

magnesium sulphate tocolysis tanpa tocolysis pada wanita dengan PPROM (24-34

minggu) oleh How et al tidak menemukan perbaikan signifikan pada hasil perinatal.

Dalam studi ini kedua grup mendapatkan kortikosteroid dan antibiotik.

Adlam seting PPROM 32 minggu, untuk mencapai 48 jam pemakaian

kortikosteroid, tocolitc bisa digunakan tanpa adanya infeksi fluida amnionik

Page 6: Pecah Membran Prematur Preterm (1)

subklinis atau jelas, abrupsi plaental, status janin tak pasti atau

kontraindikasimaternal/fetal lain terhadpa hamabtan peraslinan.

Liteartur tidak mendukung penggunaan pemeliharaan atau agen penghambatan

persalinan profilaktik melampaui jendela steroid 48 jam awal.l Dalam seting

persalinan kambuhan dalam PPROM dalam kehamilan preterm ekstrim (28

minggu), amniosentesis harus dilakukan untuk deteksi infeksi fluida amniotik.

Hambatan epraslian bsia dipertimbangkan dalam grup ini tanpa adanya fneksi

fluida amniotik subklinis.

Manfaat dari kemoprofilaksis itnarpartum untuk pencegahan onset dini infeksi

sreptococcal grup B dari neonatal ditetpakan dengan baik. Kemoprofilaksis

itnrapartum hrus dimulai pada apsient anpa status streptococcal grup B yang tidak

diketahui atau sebuah riwayat kultur postifi selama kehamilan saat ini (pengobatan

tidak dimulai jika ada kultur anovagianl negatif dalam dua minggu tearkhir). Opsi-

opsi terapeutik meliputi: bolus unit 5 million penisilin intravenous dengan 2,5 juta

unit setiap 5 jam; ampisilin intravenoyus 2 g bolus yang diikuti oleh 1 g setiap 4

jam; eritromycin intravenous 500 mg setiap 6 jam; atau intravenous clidnamycin

900 mg setiap 8 jam (dengan adanya alergi penisilin). CDC di USA

merekomendasikan bahwa cefazolin (Ancef), 2 g itnravenous sebgai dosis muatan

diikuti dengan 1 g setiap 8 jam harus diberikan pada wanita dengan alergi penisilin

tak pasti atau dengan reaksi alergik minor seperti sebuah ruam.

Periode latensi PPROM 9interval waktu dari pecah mebran terhadap persalinan)

berlangsung cukup singkat; Mercer et al menemukan bawha wanita yang ditangani

secara ekspektan memiliki periode latensi median 2,9 hari. Dalam percobaan ini

penambahans atu minggu terapi antibiotik spektrum luas meningkakan latensi

median hingga 6,1 hjari. Akibat dari periode latensi yang umumnya singkat ini,

resiko-resiko utama terhadap fetus setelah PPROm dikaitkan dengan imaturitas.

Tanpa adanya infeksi intra amniotik yang jelas secara klinis, tekanan fetal atau

abrupsi plasental, perpanjagankehamilan untuk mengurangi resiko imaturitas telah

menjadi tujuan utama dari manajemen konservatif PPROM. Keuntungan neoantal

dari perpanjangan kehamilant erletak pada pengurngan resiko sekuelae imaturitas

engan umur kehamilan beertambah. Perpanjangan kehamilan emmbawa resiko

Page 7: Pecah Membran Prematur Preterm (1)

infeksi intra amniotik yang meneybabkan sepsis neonatal, tarnsisi hemodianmik

neonatal yang berubah dan peningkatan resiko hasil neurodevelopmental buruk,

termasuk cerebral palsy. Juga ada resiko tinggi abrupsi plasental dan

prolapse/kompersi dari umbilical cord yang menyebabkan tekanan fetal dan

kelahrian kaku. Antibiotik berharga bukan saja bagi spektrum antimikrobanya tapi

juga untuk memodulasi respon inflamasi maternal dan fetal yang menyebabkan

persailnan dan morbiditas neoantal. Terapi antibiotik adjunctive telah

direkomednasikand alam manajemen konservatif PPROM, dengant ujaun

mencegah atau mengobati infeksi itnrauterine menurun, sehingga memperlama

kehamiland an menurunkan morbiditas menular maternal dan neonatla. Banyak

studi telah dilakukan untuk mengevaluasi keuntungan antibiotik dan bukti

signifikan telah dihasilkan yang menunjukkan bawha antibiotik adjunctive

menguntungkan dalam manajemen konservatif PPROM.

Terapi-terapi berbeda-beda menurut pilihan antibiotik, rute persaliannd an durasi

pengobatan. Banyak mengikuti rekomendasi studi NICHD MFMU, yang

mendukung terapi itnravenous selama 48 jam dengan mengunakan ampicillin dan

erythormycin Ini diikuti oleh proses terapi oral etrbatas dari kedua obat selama satu

minggu. Perobaan ini menunjukkan bahwa antibiotik memperbaiki kesehatan

neonatal degan mengurangi resiko kematian RDS, sepsis dini, IVH dan NEC

(turun dari 53% hingga 44% P <0,05). Ada juga penurunan amnionitis dan

peningkatan kemungkian perpanangan kehamilan selama lebih dari satu minggu.

Penggunaan gulkokortikoid antepartum bagi wanita yang beresiko mengalami

kelahiran preterm terbukti mengurangi morbiditas dan mortalitas perinatal.

Konferensi konsensus NIH 1994 merekomendasikan penggunaan kortikosteroid

pada wanita dengan PPROm sebelum 30-32 minggu, dengan menggunakan proses

tunggal baik betamethasone (dua dosis 12 mg itnramuskular, 24 jam jaraknya) atau

dexamethasone (empat dosus 6 mg intrauksualr 12 jam jaraknya). Konsensusnyaa

dalah kortikosteroid mengurangi insiden RDS, IVH, dan mortalitas neonatal. Abgi

beberapa orang, ada ketidakpastian tentang apakah kortikosteroid

bisameningkatkan resiko inefksi neonatal, tapi dua percobaan terkontrol random

tidak menemukanhubungan tersebut. Lewis et al meneliti wanita dengan PPROM

Page 8: Pecah Membran Prematur Preterm (1)

antara 24 dan 34 minggu kehamian yang meneriam antibiotik dan kortikosteroid

dan menemukan penurunanr esiko RDS tanpa bukti peningkatan inefksi neonatal.

Meta analisis terbaru oleh Harding et al menemukan sebauh penurunanr esiko RDS

(18,4 vs 43,6% P ¼, 0,03) tanpa bukti peningkatan infeksi neonatal (3 vs 5% P1/4

tidak signifikan). Sebuah meta analisis terbaru oleh Harding et al menemukan

bahwa kortikosteroid yang diberikan kepada wanita dengan PPROM mengurangi

resiko NEC (resiko relatif [RR] ¼ 0.21, 95% CI 0.05–0.82), IVH (RR ¼ 0.47, 95%

CI 0.31–0.7), RDS (RR ¼ 0.56, 95% CI 0.46–0.7) tanpa peningkatan resiko

signifikan pada infeksi maternal (RR ¼ 0.86, 95% CI 0.61–1.2) atau infeksi

neonatal (RR ¼ 1.05, 95% CI 0.66–1.68). Ini mengonfirmasi bahwa sebauh proses

antepartum glucocorticoid tunggal angat menguntungkan dalam PPROM sebelum

32 minggu kehamilan. Keuntungan dari proses kortikosteroid berulang belum

ditentukan dan tidak direkoemndasikan.

PENENTUAN WAKTU PERSALINAN

Ada kontroversi tentang umur kehamilan optimum dimana manajemen ekspektan

dihentiakn dan persalinan dilakukan. Interval optimum untuk persailnan terjadi

ketak reisko imaturitas diunggguli oleh resiko-resiko perpanjagan kehamilan dalam

seting PPROM (infeksi, abrupsi dan kecelakaan kord). Pengukuran maturitas paru-

paru bisa berguna untuk merencanakan penetapan waktu persalinan dalam 32-34

minggu rentang kehamilan. Sebuah amniocentesis yang dilakukan pada 32 minggu

membantu berkaitan dengan diagnosis infeksi dan konfirmasi maturitas paru-paru

fetal (FLM). Baik studi kohort retrospektif dan sebuah percobaan terkontrol random

mendukung penggunaan amniosentesis di antara wanita dengan PPROM untuk

merencanakan mode dan penetpaan waktu persalinan. Dalam percobaan terkontrol

random oleh Cotton et al tekanan fetal yang diwujudkan sebagai denyut jantung

janint ak pasti, lebih sering terjadi pada grup tanpa amniocentesis. Jumlah hari bayi

di rumah sakit berkuran secara signifikan apda grup amniocentesis (median ¼ 8,5

hari rentang 2-88 hari) daripada pada grup tanpa amniocentesis (median ¼ 22 hari

rentang 2-110 hari P <0,01). Perbedaan pada lama tinggal di rumah sakit neonatal

Page 9: Pecah Membran Prematur Preterm (1)

ini nampak disebabkan oleh resolusi yang lebih lamban dari beberapa problem

imaturitas.

Tiadk ada data yang menyarankan bawha studi-studi maturitas paru-paru dengan

adanya PPROM berbeda dari yang digunakan dalam kehamilan-kehamilan dengan

membran-membran utuh. Pemilihan uji klinis yang dipakai bergantung pada pilihan

preferensi. Para wanita dengan status janin pasti (yang tidak dalam persalinan

lanjtuan dan tanpa gejala dan tanda abrupsi plasental, amnionitis klinis atau infeksi

fluida amniotik subklinis) bisa ditawarkan manajemen konservatif. Kortikosteroid

dan antibiotik antenatal harus digunakan adn wanita harus ditaruh pada tirah baring

yang dimodifikasi.

Wanita dengan PPROm antara 32 dan 33 minggu kehamuilan harus memiliki fluida

amniotik yang diambil via amniocentesis transabdominal untuk studi-studi

matoritas paru-paru dan studi-studi terkait infeksi, jika mungkin. Amniostat-FLM

(Irvine Scientific, Santa Ana, California), adalah uji aglutinasi slide sederhana yang

mengvaluasi adanya phosphatidyglycerol (PG). Ini bisa dilakukan pada fluida

vaginal pool dan tidak dipengaruhi oleh adanya darah atau meconium. Uji memiliki

PPV 95-100% (uji mengidnikasikan janin memilikimaturitas paru-paru) danNPV

35-51%.

Uji TDX–FLM (Abbott Laboratories, Abbott Park, Illinois) merupakan uji yang

sangat reliabeld an bisa direproduksi untuk uji FLM fulida amniotik. Ini merupakan

uji polarisasi fluorescent yang mengukur segregasi dye fluorescent di antara

surfaktan dan albuind alam fluiad amniotik dengan menggunakan teknik otomatis.

Pemanufaktur merekomendasikan dengan menggunakan level 70 yang konsisten

dengan FLM dan uji dilaporkan memiliki PPV 96–100% (uji positif jika FLM ada)

dan NPV 47-61%.

Jika uji mengindikasikan maturitas paru-paru, persalinan harus dipertimbangkan.

Jika tidak ada fluida untuk uji atau uji maturitas paru-paru negatif, wanita bsia

diatwari manajemen ekspektan dengan kortikosteroid antenatal dan antibotik.

Persalinan harus dipertimabngkan setelah keuntungan kortikosteroidtelah

didapatkan. Jika uji mengidnikasikan infeksi fluida amniotik, persalinan harus

dipertimbangkan.

Page 10: Pecah Membran Prematur Preterm (1)

Nampak tidak ada peran manajemen ekspektan pada wanita dengan PPROm di di

luar 34 minggu kehamilan. Beberap astudi telah mengevaulasi manajemen

ekspektan dengan induksi persailnan dan menemukan peningkatan resiko

chorioamnionitis, infksi neonatal dan peningkatan perpanjagan masa tinggal di

rumah sakit pada wanita yang ditangani secara ekspektan. Induksi langsung dan

persalinan harus didorong pada populasi pasien ini.

AMNIOCENTESIS: KEMUNGKINAN SUKSES DAN RESIKO KOMPLIKASI

Ada sembilan percobaan ebrbahasa inggris dalam ltieratur yang melaoprkan

kemungkian sukses untuk amniosentesis transabdomial dengan adanya PPROM.

Tingkat sukses berkisar ari 49% hingga 87% dengan rata-rata 72%. Studi-studi

tersebut diterbitkan antara 1979 dan 1996. Ada trend yang ejals ke arah

peningkatan sukses amniocentesis dengan tanggal penerbitan studi yang

mengonfirmasikan bahwa ketika teknologi ultrasound telah berkembang dan

training dalam prosedur invasif telah diperbaiki, kemungkinan suskes akan

meningkat. Tujuh dari sembilan studi diterbitkan sebelum 1990 sehingga

kemungkinan sukses saat ini bsia lebih besar dari 72%.

Hanya ada satu percobaan berbahasa Inggris dalam literatur yang secara khusus

membahas frekuens komplikasi amniocentesis yang dilakukan dengan adanya

PPROM. Yeast et al menemukan nol kasus cidera fetal setelah amniocentesis pada

91 wanita dan apra wania etrsebut tidak mmiliki interval latensi yang lebih pendek

daripada grup wanita yang seimbang yang tidak memiliki amniosentesis.

Pengawasan fetal antenatal dalam PPROM

Pengawasan fetal antenatal direkomendasikan selama manajemen konservatif

PPROM. Resimen-resimen berbeda danbaisanya didasarkan pada opini ahli. Dua

modalitas uji yang paling umum digunakan adalah uji non stres dan profil biofisik.

Tujuan dari uji adalah memprediksikan hasil eftal buruk darid ua sumber utama

bahasa fetal: kompresi umbilical cord (sekunder terhadap oligohydramnios atau

anhydramnios) dan chorioamnionitis.

Page 11: Pecah Membran Prematur Preterm (1)

KESIMPULAN

PPROM menimpa lebih dari 120.000 kehamilan di USA setiap tahunnya dan

dikaitkan dengan morbiditas maternal signifikan dan morbiditas dan mortalitas

neonatal. Biaya perawatan kesehatan dipengaruhi secara signifikan oleh masa

tinggal rumah sakit maternal lebih lama, perlunya uji secara sering dan biaya

neoantal yang timbul akibat perawatan neonatal lebih lama bagi bayi. Manajemen

memerlukan sebuah sebuah diagnosis dan penentuan akurat umur kehamilan.

Pendekatan umur kehamilan terhadap terapi pnting dan harus disesuaikan untuk

setiap hasil ICU neonatal rumah sakit. Antibiotik antenatal dan terapi kortikosteroid

memiliki keuntungan yang jelas dan harus ditawarkan kepada semua wanita tanpa

kontraindikasi. Para wanita tersebut beresiko tinggi mengalami infeksi dan

amniocentesis bsia digunakan untuk mengevaluasi dini marker infeksi dan memberi

sampel fluida amniotik untuk kultur. Setiap bukti infeksi setelah amniocentesis

harus dipertimbangkans ecara hati-hai sebagai sebuah indikasi bagi persalinan.

Selama manajemen konservatif, wanita harus dipantau secara cermat untuk abrupsi

plasental, infeksi, persalinan dan status janin tak pasti. Wanita dengan PPROm

setelah 32 minggu harus dipertimbangkan untuk persalinan dan setelah 34 minggu

kehamilan keuntungan dari persalinan efektif nampak mengungguli resiko-

resikonya.