pecah membran prematur preterm (1)
DESCRIPTION
gggTRANSCRIPT
Pecah membran prematur preterm: diagnosis, evaluasi dan strategi
manajemen.
Hyagriv N. Simhan, Timothy P. Canavan
Pecah membran prematur preterm (PPROM) bertanggungawab untuk sepertiga dari
semua kelahiran preterm dan menjangkiti 120.000 kehamilan di USA setiap tahun.
Pengobatan efektif mengandalkan pada diagnosis akurat dan bergantung pada usia
kehamilan. Diagnosis PPROM dibuat dari kombinasi dugaan klinis, riwayat pasien
dan beberapa uji sederhana. PPROM dikaitkan dengan morbiditas neonatal dan
maternal signifikan dan mortalitas akibat infeksi, kompresi umbilical cord, abrupsi
plasental dan kelahrian preterm. Infeksiintrauterin subklinis etlah diimplikasikan
sebagia faktor etiologis utama adlam patogenesis dan morbiditas maternal dan
neoatal yang dikaitkan dengan PPROM. Frekuensi kultur-kultur positif yang
didapatkan dengan amniosentesis transabdominal pada saat presentasi dengan
PPROM tanpa adanya persalinan adalah 25-40%. Sebagian besar infeksi fluida
ambiotik dalam seting PPROM tiadk menghasilkan tanda-tanda dan gejala-gejala
yang secara tradisioanl dipakai sebagai kriteria diagnostik untuk korioamnionitis
klinis. Setiap bukti infeksi amniosentesis harus dipertimbangkan secara hati-hai
sebagai indikasi untuk persalinan. Dokumentasi infeksi fluida amniotik pada wanita
yang menunjukkan PPROM memungkinkan kita untuk membuat keputusan
terapeutik secara rasioal. Dalam PPROM, interval optimal untuk persalinan terjadi
ketika resiko-resiko imaturitas diungguli oleh resiko-resiko perpanjangan
kehamilan (inefksi, abrupsi dan kecelakaan cord). Pengukuran maturitas paru-paru
bisa menjadi panduan yang berguna untuk merencanakan persalinan dalam interval
32- hingga 34 minggu. Pendekatan umur kehamilan terhadap terapi penting dan
harus disesaikan untuk setiap unit perawatan intensif neonatal rumah sakit.
Antibiotik antenatal dan terapi-terapi kostikorteroid memiliki keuntungan yang jela
dan harus dipantau dengan cermat untuk abrupsi plasental, infeksi, persailnan dan
status fetal non pasti. Wanita dengan PPROM setelah 32 minggu kehamilan harus
dipertimbangkan untuk melahirkan, dan setelah 34 minggu keuntungan persalinan
jelas mengungguli resikonya.
Pendahuluan
Pecah prematur membran fetal (PROM) diartikan sebagai pecah membran amniotik
dengan pelepasan fluida amniotik lebih dari 1 jam sebelum onset persalinan. PROM
bisa disub bagi menjadi PROM (TPROM yaitu PROM setelah 37 minggu
kehamilan) dan PROM preterm (PPROM yaitu PROM sebelum 37 minggu
kehamilan). PPROM terjadi pada sektiar 3% kehamilan dan bertanggungjawab
utnuk sepertiga dari semua kelahiran preterm.
Diagnosis dan Evluasi
Diagnosis PPROm dibuat dengan dugaan klinis, riwayat pasien dan uji sederhana.
Riwayat pasien memiliki akruasi 90 persen untuk diagnosis PPROm dan tidak
boleh diabaikan. Ada banyak uji telah direkomendasikan untuk evaluasi PROM tapi
dua uji telah menunggu uji waktu: nitrazine (Bristol Myers Squibb, Princeton, New
Jerse) uji kertas dan ferning (juga disebut sebagai uji kristalisasi fluida amniotik)
dari kolam vagina. Friedman dan McEllien menemukan bahwa jika kombinasi
riwayat pasien, uji nitrazine dan ferning digunakan untuk mengevaulasi seorang
pasien dari PROM, akurasi setidaknya dua uji positif adalah 93,1%.
Uji ferning harus dilakukn pada fluida midagianl ata fornix posterior. Kontaminasi
dengan mukus serviacl bisa menyebabkan hasil positif salah. Slide harus dibiarkan
kering dalam udara selama minimal 10 menit. Nilai negatif salah bertambah dengan
waktu yang lebih sedikit atau dengan pengeringan api. Ferning tidak dipengaruhi
oleh mekonium pada suatu konsentrasi atau perubahan dalam pH. Sejumlah kecil
darah tidak ditemukan mempengaruhi ferning tapi darah dan fluida amniotik yang
dicampur dalam jumlah yang sama tidak menyebabkanf erning. Spesimen-spesimen
fulida amniotik ditemukan positif nitrazien dan fern, hingga dua minggu setelah
amniosentesis. Uji nitrzien terbukti lebih rentan terhadap perubahan oleh
kontaminasi. Adanya vaginosis bakterial (BV), cervicitis, semen, urin alkalin,
darah, larutan sabun dan antiseptik terbukti mengubah uji nitrazine yang terutama
menyebabkan hasil positif salah.
Selama diagnosis dan evaluasi PPROM, sebuah uji servical digital harus dihindari.
Lewis et al membandingkan uji serviks digital dengan uji spekulum steril dan
menemukan bahwa latensi diperpendek secara signifikan oleh uji serviks pada umur
kehamilan teretntu (2.1 vs 11,3 hari P < 0,001). Alexander et al mengevaluasi data
dari NICHD MFMU yang merandom percobaan terkontrol pada antibiotik setelah
PPROM, dan menemukan bawha satu atau dua uji serviks pada pasien PPROM,
antara 24 dan 32 minggu, dikaitkan dengan latensi yang lebihpendek (3 vs 5 hari P
< 0,009) tapi tidak memperburuk hasil maternal atau neonatal.
INFEKSI DAN PPROM
Ada beberapa faktor resiko berbeda yang bisa dikaitkan dengan PPROM. Ini
meliputi abrupsi plasental, degradasi kolagen berlebih (atau kadar berlebih
membran menurun), cacat membran terlokalisir, regangan membran berlebihan
(distensi berlebih uterin), kematians el amniotik terprogram dan infeksi
choriodecidual. Infeksi intrauterine subklinis telah diimplikasikan sebagai faktor
etiologi utama pada patogenesis dan morbiditas neonatal danmaternal
kosnekuensial dalam PPROM.
Tingkat kultur positif yang didapatkan oleh amniosentesis transabdominal pada
saat presentasi dengan PPROm, tanpa adanya persalinan adalah sekitar 25-40%.
Infeksi fluida amniotik berhubungan erat dengan inflamasi fetal in utero. Bayi baru
lahir serius dan peristiwa buruk bayi berhubungan erat dengan proses inflamatoris
fetal. Pengandalan pada kriteria kilnis saja untuk mendiagnosis infeksi fluida
amnioti, sementara sering dipraktekkan, mungkin tidak berguna. Choriomnionitis
klinis muncul pada saat admisi pada 1-2% waniat yang menunjukkan PPROM dan
selanjutnya berkembang pada 3-8% wanita. Sebagian besar kasus infeksi fluida
amniotik dalam seting PPROM tidak menyebabkan tanda-tanda dan gejala-gejala
yang secara tradisional digunakan sebagai kriteria diagnostik untuk
chorioamnionitis klinis.
Tujuan diagnosis dan terapeotuk manajemem pasein PPROM berfokus pada
pengurangan morbiditas neonatal. Akibatnya, rawat inap/manajemen ekspektan,
sebuah spektrum antibiotik luas, kortikosteroid antenatal dan pengawasan
maternal/fetal serial saat ini digunakan. Trapi-terapi ini dirancang untuk
memperpanjang kehamilan dan mengurangi morbiditas neonatal. Pemahaman
terbaru kotnribusi infeksi dan inflamasi terhadap morbiditas dikaitkand engan
kelahrian preterm memperkuat gagasan bahwa infeksi intrauteirn (klinsi atau
subklinis0 adalah sebuah indiaksi untuk persalinan (dan sebuah kotnraindikasi
terhadap manajemen ekspektan atau perpanjagan kehamilan). Dokumentasi infeksi
fluida amniotik pada pasien yang menunjukkan PPROm akan mempengaruhi
pemilihan manajemen
Penting untuk menentukan infeksi fluida amniotik subklinis sebagai kultur fluida
amniotik positif. Hasil kultur bisa diambil sekitar 48 jam untuk kembali sebagai
positif atau negatif. Untuk memberikan informasi yang lebih cepat berkaitan
dengan status infeksi fluida amniotik, beberapa uji jangka pendek telah dievaluasi.
Uji-uji yang saat ini tersedia untuk penggunaan klinis adalah gram stain, jumlah sel
darah putih, esterase leukosit dan konsentrasi glukosa.
Romero et al pada awlanya mengevaluasi uji leukosit esterase (LEA) dan gram
stain. Untuk prediksi kultur fluida amniotik positif (prevalensi kultur positif
33,9%), LEA memiliki sensitivita 19%, speisfisitas 86,7%, sebuah nilai prediktif
postiif (PPV) 42,3% dan nilai prediktif negatif (PNV) 67,6%. Gram stain memiliki
sensitivitas 36,2%, spesivisitas 94,7%, PPV 77,8%, dan NPV 74,3%. Ketika kedua
uji ini digabungkan, pertambahan sngiifkan dalam sensitivitas hingga 50% diamati.
Pada setudi selanjutnya Romero et al mengevaluasi glukosa fluida amniotik, jumlah
sel darah putih, interleukin-6 dan gram stain. Kombinasi uji-uji yang tersedia secara
klinis (glukosa <10 mg/dL, sel darah putih 40 sel/mm3 dan gram stain) di maan jika
salah astu dari tiag uji tersebtu opsitif maka uji kombiansid iangagp positif,
memberikan sebuah sensitivitas 76,2%, spesifisitas 60,3%, PPV 61.0% dan NPV
80.4%.Selain kultur fluida amniotik, tiga uji cepat dan esterase leukosit bisa juga
didapatkan dengan menggunaakn sampel-sampel fluida amniotik.
PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN MANAJEMEN: TOCOLYSIS,
ANIIBUIOTIK DAN KORTIKOSTEROID
Komplikasi-komplikasip erinatal PPROM berubah seiring usia kehamilan pada saat
pecah yang memerlukan pendekatna umur kehamilan untuk treatment. Ada sedikit
manfaat maternal untuk manajemen konservatif, tapi ada keuntugan neonatal yang
signifikan, khususnya dalam triemster kedua akhir dan trimester ketiga awal.
Keuntungan manajemen konservatif terutama dalam memperlama kehamilan yang
berpotensi mengurangi morbiditas terkait umur kehamilan yang berkaitan dengan
kelahiran preterm. Ini harus diimbangi denganr esiko-resiko manajemen
konservatif, yang meliputi prolapse kord, abrupsi plasetnal, inefksi perinatal,
persalinan emergen untuk status fetal tak pasti dan kematian janin
Tocolytic telah dievaluasi dalam manajemen konservatif PPROM dan terbukti
bernilai sedikit. Dua studi telah mengevaluasi manfaat ritodrien. Christensen et al
melakukan studi double blind random terhadap wanita dengan PPROM, antara 28
dan 36 minggu, membandingkan ritodrine tocolysis dengan placebo dan
meenmukan latensi diperpanjang sleama 24 jam tanpa keuntungan klinis yang jelas.
Levy dan Warso melakukan percobaan terkontrol random prospektif yang
mebandingkan ritrodien dengan tanpa penggunaan tocolytic pada wanita dengan
PPROM, dari 25 hingga 34 mingu, tanpa adanya bukti persalinan dan menemukan
pertambahan latensi (10 vs 3,5 hari P ¼ 0,033), dengan 47,6% wanita yang diobati
versus 14,2% dari mereka yang tidak ditangani yang emmiliki periode laten lebih
dari satu mingu. Mereka tidak menguji hasil neonatal dan tidak menunjukkan bukti
bahwa pertambahan latensi memiliki keuntugan klinis. Weiner et al mengevaluasi
keefektifan biaya tocolysis dengan ritodrine, terbutaline atau magnesium sulfat
pada wanita dengan PPROM pada kurang dari 34 minggu danemenmuakn
perpanjangan kehamilan tanpa adanya penuruan signifikan biaya atau perbaikan
hasil perinatal. Percobaan terkotnrol random prospektif yang membandingkan
magnesium sulphate tocolysis tanpa tocolysis pada wanita dengan PPROM (24-34
minggu) oleh How et al tidak menemukan perbaikan signifikan pada hasil perinatal.
Dalam studi ini kedua grup mendapatkan kortikosteroid dan antibiotik.
Adlam seting PPROM 32 minggu, untuk mencapai 48 jam pemakaian
kortikosteroid, tocolitc bisa digunakan tanpa adanya infeksi fluida amnionik
subklinis atau jelas, abrupsi plaental, status janin tak pasti atau
kontraindikasimaternal/fetal lain terhadpa hamabtan peraslinan.
Liteartur tidak mendukung penggunaan pemeliharaan atau agen penghambatan
persalinan profilaktik melampaui jendela steroid 48 jam awal.l Dalam seting
persalinan kambuhan dalam PPROM dalam kehamilan preterm ekstrim (28
minggu), amniosentesis harus dilakukan untuk deteksi infeksi fluida amniotik.
Hambatan epraslian bsia dipertimbangkan dalam grup ini tanpa adanya fneksi
fluida amniotik subklinis.
Manfaat dari kemoprofilaksis itnarpartum untuk pencegahan onset dini infeksi
sreptococcal grup B dari neonatal ditetpakan dengan baik. Kemoprofilaksis
itnrapartum hrus dimulai pada apsient anpa status streptococcal grup B yang tidak
diketahui atau sebuah riwayat kultur postifi selama kehamilan saat ini (pengobatan
tidak dimulai jika ada kultur anovagianl negatif dalam dua minggu tearkhir). Opsi-
opsi terapeutik meliputi: bolus unit 5 million penisilin intravenous dengan 2,5 juta
unit setiap 5 jam; ampisilin intravenoyus 2 g bolus yang diikuti oleh 1 g setiap 4
jam; eritromycin intravenous 500 mg setiap 6 jam; atau intravenous clidnamycin
900 mg setiap 8 jam (dengan adanya alergi penisilin). CDC di USA
merekomendasikan bahwa cefazolin (Ancef), 2 g itnravenous sebgai dosis muatan
diikuti dengan 1 g setiap 8 jam harus diberikan pada wanita dengan alergi penisilin
tak pasti atau dengan reaksi alergik minor seperti sebuah ruam.
Periode latensi PPROM 9interval waktu dari pecah mebran terhadap persalinan)
berlangsung cukup singkat; Mercer et al menemukan bawha wanita yang ditangani
secara ekspektan memiliki periode latensi median 2,9 hari. Dalam percobaan ini
penambahans atu minggu terapi antibiotik spektrum luas meningkakan latensi
median hingga 6,1 hjari. Akibat dari periode latensi yang umumnya singkat ini,
resiko-resiko utama terhadap fetus setelah PPROm dikaitkan dengan imaturitas.
Tanpa adanya infeksi intra amniotik yang jelas secara klinis, tekanan fetal atau
abrupsi plasental, perpanjagankehamilan untuk mengurangi resiko imaturitas telah
menjadi tujuan utama dari manajemen konservatif PPROM. Keuntungan neoantal
dari perpanjangan kehamilant erletak pada pengurngan resiko sekuelae imaturitas
engan umur kehamilan beertambah. Perpanjangan kehamilan emmbawa resiko
infeksi intra amniotik yang meneybabkan sepsis neonatal, tarnsisi hemodianmik
neonatal yang berubah dan peningkatan resiko hasil neurodevelopmental buruk,
termasuk cerebral palsy. Juga ada resiko tinggi abrupsi plasental dan
prolapse/kompersi dari umbilical cord yang menyebabkan tekanan fetal dan
kelahrian kaku. Antibiotik berharga bukan saja bagi spektrum antimikrobanya tapi
juga untuk memodulasi respon inflamasi maternal dan fetal yang menyebabkan
persailnan dan morbiditas neoantal. Terapi antibiotik adjunctive telah
direkomednasikand alam manajemen konservatif PPROM, dengant ujaun
mencegah atau mengobati infeksi itnrauterine menurun, sehingga memperlama
kehamiland an menurunkan morbiditas menular maternal dan neonatla. Banyak
studi telah dilakukan untuk mengevaluasi keuntungan antibiotik dan bukti
signifikan telah dihasilkan yang menunjukkan bawha antibiotik adjunctive
menguntungkan dalam manajemen konservatif PPROM.
Terapi-terapi berbeda-beda menurut pilihan antibiotik, rute persaliannd an durasi
pengobatan. Banyak mengikuti rekomendasi studi NICHD MFMU, yang
mendukung terapi itnravenous selama 48 jam dengan mengunakan ampicillin dan
erythormycin Ini diikuti oleh proses terapi oral etrbatas dari kedua obat selama satu
minggu. Perobaan ini menunjukkan bahwa antibiotik memperbaiki kesehatan
neonatal degan mengurangi resiko kematian RDS, sepsis dini, IVH dan NEC
(turun dari 53% hingga 44% P <0,05). Ada juga penurunan amnionitis dan
peningkatan kemungkian perpanangan kehamilan selama lebih dari satu minggu.
Penggunaan gulkokortikoid antepartum bagi wanita yang beresiko mengalami
kelahiran preterm terbukti mengurangi morbiditas dan mortalitas perinatal.
Konferensi konsensus NIH 1994 merekomendasikan penggunaan kortikosteroid
pada wanita dengan PPROm sebelum 30-32 minggu, dengan menggunakan proses
tunggal baik betamethasone (dua dosis 12 mg itnramuskular, 24 jam jaraknya) atau
dexamethasone (empat dosus 6 mg intrauksualr 12 jam jaraknya). Konsensusnyaa
dalah kortikosteroid mengurangi insiden RDS, IVH, dan mortalitas neonatal. Abgi
beberapa orang, ada ketidakpastian tentang apakah kortikosteroid
bisameningkatkan resiko inefksi neonatal, tapi dua percobaan terkontrol random
tidak menemukanhubungan tersebut. Lewis et al meneliti wanita dengan PPROM
antara 24 dan 34 minggu kehamian yang meneriam antibiotik dan kortikosteroid
dan menemukan penurunanr esiko RDS tanpa bukti peningkatan inefksi neonatal.
Meta analisis terbaru oleh Harding et al menemukan sebauh penurunanr esiko RDS
(18,4 vs 43,6% P ¼, 0,03) tanpa bukti peningkatan infeksi neonatal (3 vs 5% P1/4
tidak signifikan). Sebuah meta analisis terbaru oleh Harding et al menemukan
bahwa kortikosteroid yang diberikan kepada wanita dengan PPROM mengurangi
resiko NEC (resiko relatif [RR] ¼ 0.21, 95% CI 0.05–0.82), IVH (RR ¼ 0.47, 95%
CI 0.31–0.7), RDS (RR ¼ 0.56, 95% CI 0.46–0.7) tanpa peningkatan resiko
signifikan pada infeksi maternal (RR ¼ 0.86, 95% CI 0.61–1.2) atau infeksi
neonatal (RR ¼ 1.05, 95% CI 0.66–1.68). Ini mengonfirmasi bahwa sebauh proses
antepartum glucocorticoid tunggal angat menguntungkan dalam PPROM sebelum
32 minggu kehamilan. Keuntungan dari proses kortikosteroid berulang belum
ditentukan dan tidak direkoemndasikan.
PENENTUAN WAKTU PERSALINAN
Ada kontroversi tentang umur kehamilan optimum dimana manajemen ekspektan
dihentiakn dan persalinan dilakukan. Interval optimum untuk persailnan terjadi
ketak reisko imaturitas diunggguli oleh resiko-resiko perpanjagan kehamilan dalam
seting PPROM (infeksi, abrupsi dan kecelakaan kord). Pengukuran maturitas paru-
paru bisa berguna untuk merencanakan penetapan waktu persalinan dalam 32-34
minggu rentang kehamilan. Sebuah amniocentesis yang dilakukan pada 32 minggu
membantu berkaitan dengan diagnosis infeksi dan konfirmasi maturitas paru-paru
fetal (FLM). Baik studi kohort retrospektif dan sebuah percobaan terkontrol random
mendukung penggunaan amniosentesis di antara wanita dengan PPROM untuk
merencanakan mode dan penetpaan waktu persalinan. Dalam percobaan terkontrol
random oleh Cotton et al tekanan fetal yang diwujudkan sebagai denyut jantung
janint ak pasti, lebih sering terjadi pada grup tanpa amniocentesis. Jumlah hari bayi
di rumah sakit berkuran secara signifikan apda grup amniocentesis (median ¼ 8,5
hari rentang 2-88 hari) daripada pada grup tanpa amniocentesis (median ¼ 22 hari
rentang 2-110 hari P <0,01). Perbedaan pada lama tinggal di rumah sakit neonatal
ini nampak disebabkan oleh resolusi yang lebih lamban dari beberapa problem
imaturitas.
Tiadk ada data yang menyarankan bawha studi-studi maturitas paru-paru dengan
adanya PPROM berbeda dari yang digunakan dalam kehamilan-kehamilan dengan
membran-membran utuh. Pemilihan uji klinis yang dipakai bergantung pada pilihan
preferensi. Para wanita dengan status janin pasti (yang tidak dalam persalinan
lanjtuan dan tanpa gejala dan tanda abrupsi plasental, amnionitis klinis atau infeksi
fluida amniotik subklinis) bisa ditawarkan manajemen konservatif. Kortikosteroid
dan antibiotik antenatal harus digunakan adn wanita harus ditaruh pada tirah baring
yang dimodifikasi.
Wanita dengan PPROm antara 32 dan 33 minggu kehamuilan harus memiliki fluida
amniotik yang diambil via amniocentesis transabdominal untuk studi-studi
matoritas paru-paru dan studi-studi terkait infeksi, jika mungkin. Amniostat-FLM
(Irvine Scientific, Santa Ana, California), adalah uji aglutinasi slide sederhana yang
mengvaluasi adanya phosphatidyglycerol (PG). Ini bisa dilakukan pada fluida
vaginal pool dan tidak dipengaruhi oleh adanya darah atau meconium. Uji memiliki
PPV 95-100% (uji mengidnikasikan janin memilikimaturitas paru-paru) danNPV
35-51%.
Uji TDX–FLM (Abbott Laboratories, Abbott Park, Illinois) merupakan uji yang
sangat reliabeld an bisa direproduksi untuk uji FLM fulida amniotik. Ini merupakan
uji polarisasi fluorescent yang mengukur segregasi dye fluorescent di antara
surfaktan dan albuind alam fluiad amniotik dengan menggunakan teknik otomatis.
Pemanufaktur merekomendasikan dengan menggunakan level 70 yang konsisten
dengan FLM dan uji dilaporkan memiliki PPV 96–100% (uji positif jika FLM ada)
dan NPV 47-61%.
Jika uji mengindikasikan maturitas paru-paru, persalinan harus dipertimbangkan.
Jika tidak ada fluida untuk uji atau uji maturitas paru-paru negatif, wanita bsia
diatwari manajemen ekspektan dengan kortikosteroid antenatal dan antibotik.
Persalinan harus dipertimabngkan setelah keuntungan kortikosteroidtelah
didapatkan. Jika uji mengidnikasikan infeksi fluida amniotik, persalinan harus
dipertimbangkan.
Nampak tidak ada peran manajemen ekspektan pada wanita dengan PPROm di di
luar 34 minggu kehamilan. Beberap astudi telah mengevaulasi manajemen
ekspektan dengan induksi persailnan dan menemukan peningkatan resiko
chorioamnionitis, infksi neonatal dan peningkatan perpanjagan masa tinggal di
rumah sakit pada wanita yang ditangani secara ekspektan. Induksi langsung dan
persalinan harus didorong pada populasi pasien ini.
AMNIOCENTESIS: KEMUNGKINAN SUKSES DAN RESIKO KOMPLIKASI
Ada sembilan percobaan ebrbahasa inggris dalam ltieratur yang melaoprkan
kemungkian sukses untuk amniosentesis transabdomial dengan adanya PPROM.
Tingkat sukses berkisar ari 49% hingga 87% dengan rata-rata 72%. Studi-studi
tersebut diterbitkan antara 1979 dan 1996. Ada trend yang ejals ke arah
peningkatan sukses amniocentesis dengan tanggal penerbitan studi yang
mengonfirmasikan bahwa ketika teknologi ultrasound telah berkembang dan
training dalam prosedur invasif telah diperbaiki, kemungkinan suskes akan
meningkat. Tujuh dari sembilan studi diterbitkan sebelum 1990 sehingga
kemungkinan sukses saat ini bsia lebih besar dari 72%.
Hanya ada satu percobaan berbahasa Inggris dalam literatur yang secara khusus
membahas frekuens komplikasi amniocentesis yang dilakukan dengan adanya
PPROM. Yeast et al menemukan nol kasus cidera fetal setelah amniocentesis pada
91 wanita dan apra wania etrsebut tidak mmiliki interval latensi yang lebih pendek
daripada grup wanita yang seimbang yang tidak memiliki amniosentesis.
Pengawasan fetal antenatal dalam PPROM
Pengawasan fetal antenatal direkomendasikan selama manajemen konservatif
PPROM. Resimen-resimen berbeda danbaisanya didasarkan pada opini ahli. Dua
modalitas uji yang paling umum digunakan adalah uji non stres dan profil biofisik.
Tujuan dari uji adalah memprediksikan hasil eftal buruk darid ua sumber utama
bahasa fetal: kompresi umbilical cord (sekunder terhadap oligohydramnios atau
anhydramnios) dan chorioamnionitis.
KESIMPULAN
PPROM menimpa lebih dari 120.000 kehamilan di USA setiap tahunnya dan
dikaitkan dengan morbiditas maternal signifikan dan morbiditas dan mortalitas
neonatal. Biaya perawatan kesehatan dipengaruhi secara signifikan oleh masa
tinggal rumah sakit maternal lebih lama, perlunya uji secara sering dan biaya
neoantal yang timbul akibat perawatan neonatal lebih lama bagi bayi. Manajemen
memerlukan sebuah sebuah diagnosis dan penentuan akurat umur kehamilan.
Pendekatan umur kehamilan terhadap terapi pnting dan harus disesuaikan untuk
setiap hasil ICU neonatal rumah sakit. Antibiotik antenatal dan terapi kortikosteroid
memiliki keuntungan yang jelas dan harus ditawarkan kepada semua wanita tanpa
kontraindikasi. Para wanita tersebut beresiko tinggi mengalami infeksi dan
amniocentesis bsia digunakan untuk mengevaluasi dini marker infeksi dan memberi
sampel fluida amniotik untuk kultur. Setiap bukti infeksi setelah amniocentesis
harus dipertimbangkans ecara hati-hai sebagai sebuah indikasi bagi persalinan.
Selama manajemen konservatif, wanita harus dipantau secara cermat untuk abrupsi
plasental, infeksi, persalinan dan status janin tak pasti. Wanita dengan PPROm
setelah 32 minggu harus dipertimbangkan untuk persalinan dan setelah 34 minggu
kehamilan keuntungan dari persalinan efektif nampak mengungguli resiko-
resikonya.