pcr

16
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA DASAR KI-3261 METABOLISME DAN INFORMASI GENETIK Percobaan 9 ISOLASI GEN 16S rDNA DENGAN TEKNIK PCR (POLYMERASE CHAIN REACTION) Nama : Nisrina Rizkia NIM : 10510002 Kelompok : 6 Tanggal Percobaan : 11 April 2013 Tanggal Laporan : 15 April 2013 Asisten Praktikum : Ka Fean LABORATORIUM BIOKIMIA PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Upload: nisrina-rizkia

Post on 07-Dec-2014

357 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pcr

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA DASAR

KI-3261 METABOLISME DAN INFORMASI GENETIK

Percobaan 9

ISOLASI GEN 16S rDNA

DENGAN TEKNIK PCR (POLYMERASE CHAIN REACTION)

Nama : Nisrina Rizkia

NIM : 10510002

Kelompok : 6

Tanggal Percobaan : 11 April 2013

Tanggal Laporan : 15 April 2013

Asisten Praktikum : Ka Fean

LABORATORIUM BIOKIMIAPROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMINSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2013

Page 2: Pcr

ISOLASI GEN 16S rDNA

DENGAN TEKNIK PCR (POLYMERASE CHAIN REACTION)

I. Tujuan

a. Mengisolasi dan memperbanyak fragmen gen 16S rDNA dari koloni tunggal

dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR).

b. Menentukan massa molekul fragmen gen 16S rDNA dengan metode

elektroforesis gel agarosa.

II. Dasar Teori

Gen 16S rDNA adalah suatu gen yang mengkode 16 rRNA yaitu suatu komponen

30S dari ribosom. Isolasi gen 16S rDNA dilakukan dengan mengamplifikasi urutan

nukleotida gen dengan teknik PCR. Polymerase Chain Reaction

(PCR) adalah suatu teknik in vitro yang dapat mengamplifikasi bagian DNA tertentu

yang berada di anatra dua bagian urutan DNA. Amplifikasi DNA dengan PCR dapat

dilakukan menggunakan primer oligonukleotida atau disebut juga amplimer. Primer

ini adalah suatu molekul DNA untai tunggal pendek yang berkomplemen dengan

ujung urutan DNA templat. Primer akan diperpanjang pada DNA templat oleh DNA

polymerase dengan keberadaan deoksinukleosida trifosfat (dNTPs). Proses ini akan

menghasilkan rantai DNA baru yang berkomplemen dengan rantai templat sehingga

menghasilkan rantai DNA untai ganda baru. Sintesis rantai DNA dapat diulang

melalui proses denaturasi termal molekul NA untai ganda, penempelan primer pada

DNA dan perpanjangan primer oleh DNA polimerase pada temperatur yang sesuai

dengan kerja enzim.

III. Data Pengamatan

Page 3: Pcr

Gambar 1. Hasil elektroforesis menggunakan gel agarosa

IV. Perhitungan dan Pengolahan Data

Gambar 2. Marker DNA Gambar 3. Pita yang dihasilkan dari marker

V. Pembahasan

Page 4: Pcr

Pada percobaan dilakukan isolasi dan memperbanyak fragmen gen 16S rDNA dari

koloni tunggal dengan menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR). 16S rDNA

adalah subunit ribosom yang dapat digunakan sebagai pembeda, penanda dan sebagai tanda

evolusi pada bakteri. Molekul ini dapat berubah sesuai dengan waktu evolusinya sehingga

dapat digunakan sebagai krnometer evolusi yang baik. Molekul 16S rDNA memiliki susunan

basa yang relatif konservatif dan juga variatif. Urutan basa yang variatif ini dapat digunakan

untuk mengetahui keragaman galur-galur dalam satu spesies (UPI). Gen 16s rDNA yang

diisolasi berasal dari E. coli yang memiliki jumlah pasang basa sekitar 1500. E. coli

merupakan salah satu bakteri yang termasuk bakteri gram negatif. Gram negatif adalah bakteri

yang akan berwarna merah atau merah muda ketika proses pewarnaan gram, sedangkan gram

positif adalah bakteri yang mempertahankan zat warna violet ketika proses pewarnaan gram

(Madigan, 2006). Bakteri gram positif mempunyai membran plasma tunggal yang dikelilingi

dinding sel tebal yaitu peptidoglikan dan sisanya adalah asam teikhoat. Sedangkan gram

negatif memiliki system membran ganda yang mana membrane plasma diselimuti oleh

membrane luar permeable. Dinding yang tebal merupakan akibat adanya peptidoglikan yang

terletak di antara membrane dalam dan membrane luar.

PCR adalah teknik amplifikasi DNA secara in vitro yang dikembangkan oleh Karry

Mullis. Dengan menggunakan teknik ini dapat pula dilakukan amplifikasi segmen DNA

dalam julah jutaan kali hanya dalam beberapa jam (Handoyo, 2000). Daerah yang

diperbanyak dibatasi oleh dua buah primer oligonukleotida. Pada teknik ini dibutuhkan DNA

untai ganda yang berfungsi sebagai cetakan yang mengandung DNA target untuk

pembentukan molekul DNA baru, enzim DNA polierase, deoksinukleosida trifosfat (dNTPs)

dan sepasang primer oligonukleotida. Pada kondisi tertentu, primer akan mengenali dan

berikatan dengan untaian DNA komplemennya yang terletak pada awal dan akhir fragmen

DNA target. Setelah kedua primer menempel pada DNA templat, DNA polimerase akan

mengkatalisis pemanjangan kedua primer dengan menambahkan nukleotida yang komplemen

dengan urutan DNA templat. DNA polimerase mengkatalisis pembentukan ikatan fosfodiester

antara OH pada karbon 3’ dengan fosfat pada 5’ DNTP yang ditambahkan. Oleh karena itu,

proses penambahan DNTP berlangsung dengan arah 5’ ke 3’.

Dalam prosesnya PCR melibatkan beberapa teknik yaitu yaitu pre-denaturasi DNA

templat, denaturasi DNA templat, penempelan primer, pemanjangan primer, pemantapan

Page 5: Pcr

(postextension). Tahap kedua hingga keempat merupakan tahapan berulang (siklus).

Denaturasi atau pemisahan ikatan untai ganda DNA dilakukan dengan menaikkan suhu pada

95-98oC sehingga dihasilkan dua untai tunggal DNA. Apabila dalam DNA target mengandung

banyak nukleotida G atau C, suhu denaturasi dapat ditingkatkan. Dua untai DNA yang

dihasilkan ini akan digunakan sebagai templat. Penempelan primer terjadi pada kondisi suhu

yang diturunkan menjadi 37-50oC tergantung dari DNA yang digunakan. Penurunan suhu ini

berfungsi untuk mengikatkan primer dengan untai tunggal DNA templat yang berkomplemen

dengan primer tersebut. Perpanjangan primer dengan memanfaatkan DNA polimerase, enzim

ini dapat mensintesis komplemen dari untai tunggal DNA dari ujung 3’ yang didahului

dengan proses penempelan primer. Pada tahap ini suhu dinaikkan hingga 72oC. Akhir dari

siklus pertama ini adalah dihasilkan dua untai ganda DNA (Giasuddin, 1995). Proses dalm

teknik PCR tersebut dapat dilihat pada gambar 4 dan 5.

Pada percobaan ini tahapan reaksi PCR digunakan suhu 95 oC sebagai suhu pre

denaturasi untuk menyakinkan bahwa molekul DNA target yang ingin dilipatgandakan

jumlahnya benar-benar terdenaturasi. Kemudian 48 oC untuk anneling dan 72 oC untuk

pemanjangan rantai primer. Sedangkan suhu 95 oC yang kedua adalah suhu untuk memisahkan

untai ganda DNA pada siklus-siklus selanjutnya dan 72 oC yang kedua adalah untuk

mengecek kembali urutan basa DNA ketika polimerisasi berjalan.

Jumlah kopi fragmen DNA (amplikon) yang dihasilkan dengan menggunakan teknik

PCR ini dapat ditentukan dengan perumusan:

Y = ( 2n – 2n)X

X = jumlah molekul DNA templat awal

n = jumlah siklus

Y = jumlah amplikon

Page 6: Pcr

Gambar 4. Tahapan pada PCR Gambar 5. Tahapan PCR beberapa siklus

Dalam melakukan percobaan dengan teknik PCR ini digunakan beberapa reagen yaitu

DNA templat,primer maju (BactF1), primer mundur (UniB1), ddH2O, dream Taq polymerase,

dNTP dan Buffer dream Taq polymerase. DNA templat sebagai cetakan dalam pembentukan

molekul DNA baru, DNA templat ini dapat diperoleh dengan menggunakan metode lisis sel

adalah perusakan dinding sel namun tanpa merusak DNA yang menjadi target. Dalam

percobaan yang dilakukan lisis sel dilakukan dengan penambahan air, pemanasan dan

pengadukan secara makanik. Namun tidak hanya itu, metode lisis juga dapat dilakukan

dengan menggunakan buffer lisis, komposisi yang digunakan tergantung pada jenis sampel.

Contoh buffer lisis adalah buffer K yang memiliki komposisi buffer PCR (50mM KCl, 10-

20mM Tris-Cl dan 2,5mM MgCl2); 0,5 % Tween-20 dan 100 ug/mL Proteinase-K. Cara lain

adalah isolasi DNA kromosom atau plasmid adalah dengan memecah dinding sel kemudian

DNA kromosom atau plasmid dipisahkan dari komponen lain sehingga memiliki kemurnian

yang tinggi (Handoyo, 2000).

Page 7: Pcr

Primer yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah primer maju (BactF1) dan

primer mundur (UniB1). Primer mundur (Uni B1) memiliki urutan

5'-GGTTAC(G/C)TTGTTACGACTT-3' dan primer maju (BactF1) memiliki urutan 5'-

AGAGTTTGATC(A/C) TGGCTCAG-3' (Nurachman, 2010). Primer ini akan menempel pada

ujung untai tunggal DNA templat. Setelah itu primer akan mengalami polimerisasi dari

tempat penempelannya pada 3’ ke 5’ DNA templat. Sehingga pada akhirnya akan diperoleh

dua pasang untai ganda DNA apabila DNA templat sebelumnya berupa sepasang untai DNA.

Untuk proses penempelan primer perlu ada perancangan terlebih dahulu, apabil urutan

DNA yang dituju belum diketahui maka dapat dilakukan analisis homologi dari urutan DNA

yang memiliki kekerabatan terdekat. Perancangan primer harus memenuhi beberapa kriteria

yaitu panjang primer, komposisi primer, titik leleh (Tm). Primer yang digunakan biasanya

berkisar 18-30 basa. Apabila digunakan primer yang pendek maka kemungkinan terjadinya

mispriming (penempelan primer pada tempat yang salah) akan tinggi yang akan

mempengaruhi efisiensi proses PCR, sedangkan bila digunakan primer panjang (lebih dari 30

basa) tidak akan meningkatkan spesifisitas primer. Dalam perancangan primer hindari untuk

urutan nukleotida yang sama secara terus menerus karena dapat menurunkan spesifisitas

primer selain itu sebaiknya kandungan (G+C)) (% jumlah G dan C) sama atau lebih besar dari

kandungan (G+C) DNA target. Tm adalah temeperatur ketika 50 % untai ganda DNA

terpisah. Tm akan berpengaruh dalam proses anneling sehingga sangatlah penting pemilihan

Tm suatu primer. Secara teoritis Tm dapat ditentukan dengan menggunakan rumus [2(A+T)

+ 4(C+G)], suhu anneling berada pada rentang (Tm-5)oC sampai dengan (Tm+5)oC

(Handoyo, 2000).

Dalam percobaan ini digunakan ddH2O (aqua bidestilasi atau ultrapure water) namun

sebenarnya juga dapat menggunakan buffer TE yang merupakan campuran antara larutan

Tris-HCl dengan EDTA pada konsentrasi tertentu. Keduanya dapat dilakukan untuk

melarutkan DNA atau RNA. DNA akan lebih stabil apabila dilarutkan dalam TE buffer

karena dijaga pada pH 8. Jika menggunakan ddH2O akan menimbulkan perubahan PH karena

DNA memiliki sifat asam lemah dan dapat menyebbakan degradasi DNA. Namun, dalam

kasus penggunaan PCR ddH2O lebih unggul karena tidak mengandung chelating agent,

Page 8: Pcr

sedangkan TE buffer mengandung EDTA yang dapat berkompleks dengan ion Mg2+ sehingga

mengganggu kerja enzim Taq polymerase (Sciencebiotech, 2010).

Enzim polimerase DNA yang digunakan dalam percobaan ini adalah dream Taq

polymerase yang diisolasi dari bekteri Thermus aquaticus. Enzim ini berfungsi sebagai katalis

untuk reaksi polimerisasi DNA. Enzim yang digunakan untuk PCR berasal dari bakteri

termofilik dan hipertermofilik sehingga bersifat termostabil sampai temperature 95oC.

Aktivitas polimerase bergantung dari jenisnya, contohnya saja Pfu polymerase yang

mempunyai aktivitas 10 kali lebih besar dibandingkan dengan aktivitas spesifik enzim Taq

polymerase. Panjang fragmen DNA yang dapat diamplifikasi dapat mencapai 35 kilo basa.

Untuk mengamplifikasi fragmen DNA yang panjang diperlukan enzim polimerase yang

memiliki aktivitas besar (Handoyo, 2000). Enzim ini memiliki massa molekul 63-68 kDa

yang memiliki 832 asam amino, N terminal adalah metionin dan C terminal adalah glutamin.

Enzim ini memiliki 3 domain domain nuclease 5’ ke 3’ , domain tidak aktif eksonuklease dari

3’ ke 5’ dan domain polimerase dari 5’ ke 3’. Domain polimerase dan domain eksonuklease

disebut Klentaq fragment. Enzi mini terlihat seperti tangan kanan dengan palm, fingers, dan

thumb bagian palm mengkatalis transfer gugus fosforil, bagian fingers berinteraksi dengan

nukleosida trifosfat dan templat. Dan bagian thumb membantu memposisikan DNA dan

enzim sepanjang untai DNA templat. Struktur Taq polymerase terlihat pada gambar 6.

Gambar 6. Taq Polymerase

Deoxynucleotide triphosphates (dNTPs) terdiri dari dATP, dTTP, dCTP dan dGTP

yang bertindak sebagai building block DNA dan diperlukan dalam proses perpanjangan.

dNTP akan menempel pada gugus –OH pada ujung 3’ dari primer dan memebentuk untai baru

yang berkomplemen dengan untai DNA templat (Handoyo, 2000).

Page 9: Pcr

Buffer dream Taq polymerase berfungsi untuk menjaga pH medium karena reaksi

dalam PCR hanya akan berlangsung pada kondisi pH tertentu. Pada percobaan ini juga

ditambahkan MgCl2 karena untuk menstimulasi aktivitas DNA polimerase membutuhkan

Mg2+ sebagai kofaktor yang berikatan dengan sisi aktif dari enzim yaitu gugus karboksilat

pada residu aspartat. Interaksi primer dengan templat akan meningkat dan membentuk

kompleks yang larut dengan dNTP (Handoyo, 2000).

Setelah proses PCR maka selanjutnya adalah elektroforesis agarosa untuk memastikan

isolasi DNA yang dilakukan berhasil dan harapannya akan dihasilkan satu spot saja dan

tentunya massa molekulnya dapat ditentukan melalui perbandingan dengan marker DNA.

Untuk memisahkan DNA digunakan gel agarosa karena memiliki ukuran pori yang besar

sehingga dapat dilewati oleh DNA. Molekul DNA akan bergerak menuju arah elektroda

positif karena molekul DNA bermuatan negatif dari gugus fosfat yang dimilikinya. EtBr yang

ditambahkan saat pembuatan gel agarosa berfungsi untuk memvisualisasikan pita DNA

karena akan terlihat pendarannya di bawah sinar UV hal itu disebabkan EtBr berada di antara

basa nukleotida. Buffer TAE elektroforesis berfungsi untuk penghantar listrik karena

memiliki daya ion dalam larutan. Sedangkan buffer TAE pada pembuatan gen agarosa adalah

untuk menjaga pH, elektrolit gram (asam asetat) dan untuk menonaktifkan DNA (EDTA).

Larutan pemberat (bromfenol biru 0,1% (b/v) dan sukrosa 40% (b/v)) digunakan untuk

menjaga agar sampel tidak turun dari sumur. Terdapat kontrol negatif dengan menmbahkan

ddH2O dan kontrol positif dengan menambahkan DNA kromosom. Kontrol negatif berfungsi

untuk mengetahui kondisi reagen sehingga pada hasil elektrolisis seharusnya kita tidak

mendapatkan pita DNA. Kontrol positif berfungsi untuk mengetahui pita yang merupakan pita

DNA sampel karena DNA kromosom yang digunakan sudah diisolasi sebelumnya sehingga

seharusnya pada hasil elektroforesis kita akan mendapatkan pita. Pada control negatif

memang tidak dihasilkan pita namun pada kontrol positif pun tidak dihasilkan pita DNA.

Dari hasil elektroforesis agarosa tidak didapatkan pita DNA sampel (lihat gambar 1),

namun untuk marker muncul 14 pita sesuai dengan apa yang terdapat pada referensi. Hal

tersebut dapat dikarenakan lisis sel yang dilakukan memberikan hasil yang tidak maksimal,

mungkin saja suhu yang digunakan dan pengadukan secara mekanik yang dilakukan kurang

optimum sehingga sel tidak terlisis dengan baik dan DNA tidak dihasilkan. Selain itu,

Page 10: Pcr

kemungkinan lain adalah denaturasi untai ganda DNA yang tidak lengkap sehingga

menyebabkan renaturasi secara cepat.

Kegunaan PCR dalam kehidupan di antaranya yaitu dapat digunakan untuk

mengidentifikasi padi bermutu rasa tinggi, beras Rojolele dan Koshihikari dapat dibedakan

dengan teknik PCR. Pengulangan dan validasi penanda molekular diperlukan untuk mendapat

profil sidik jadi dari setiap varietas. Penanda molekula ini dilakukan untuk kemurnian beras

Rojolele (Lestari, 2011). Manfaat lain dari PCR adalah pertama dalam hal evolusi suatu

makhluk hidup misalnya saja untuk melihat genetika hewan masa lalu yang sekarang telah

punah maupun mengetahui hewan-hewan yang terancam punah. Populasi yang terancam

punah dapat dicegah dengan melakukan identifikasi menggunakan teknik PCR.. Kedua, PCR

dapat digunakan untuk mendeteksi mutasi gen contohnya saja mengetahui penyakit β-

talasemia, fenilketonuria, anemia. Ketiga, mendeteksi mikroorganisme patogen, PCR dapat

mendeteksi virus yang menyebabkan kanker misalnya saja Limfoma Burkitt. Bakteri patogen

yang terdeteksi oleh PCR adalah Mycobacterium, Vibrio, Treponema dan Chlamydia.

Keempat, manfaat untuk lingkungan, PCR dapat mendeteksi keberadaan bakteri yang

dilepaskan ke lingkungan, hal ini dapat menjadi digunakan untuk mengidentifikasi kualitas air

(Giasuddin, 1995).

VI. Kesimpulan

Isolasi dan perbanyakan fragmen gen 16S rDNA dari koloni tunggal dengan metode

Polymerase Chain Reaction (PCR) tidak berhasil dilakukan karena tidak dihasilkan

pita DNA, sehingga massa molekul dari DNA tersebut tidak dapat ditentukan.

VII. Daftar Pustaka

A. S. M. Giasuddin. 1995. Polymerase Chain Reaction Technique: Fundamental

Aspect and Applications in Clinical Diagnostics. Journal of ISLAMIC Academy of

Sciences 8:1, 29-32.

Handoyo, Darmo. 2000. Prinsip Umum dan Pelaksanaan Polymerase Chain Reaction

(PCR). Pusat Studi Bioteknologi Universitas Surabaya. Unitas, Vol.9 halaman 17-

29.

Page 11: Pcr

http://sciencebiotech.net/te-buffer-vs-ddh2o/ (diakses tanggal 14 April 2013)

http://repository.upi.edu/operator/upload/s_bio_0708783_chapter1.pdf (diakses

tanggal 14 April 2013)

Lestari, Puji. 2011. Metode PCR (Polymerase Chain Reaction) Cara Mengidentifikasi

Padi Bermutu Rasa Tinggi. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Bioteknologi dan Sumber daya Genetik Pertanian. Edisi 16-22 Maret 2011

No.3397 Tahun XLI, hal. 13-16.

Madigan MT, Martinko JM, Brock TD. 2006. Brock Biology of Microorgnisms. New

Jersey: Pearson Prentice Hall.

Zeily Nurachman, Alfredo Kono, Ocky Karna Radjasa, Dessy Natalia. 2010.

Identification a Novel Raw-Starch-Degrading-α-Amylase from a Tropical Marine

Bacterium. American Journal of Biochemistry and Biotechnology 6 (4): 300-306