pbl endokrin 1 diabetik a3

63
1. Memahami dan Menjelaskan anatomi makroskopik mikroskopik pankreas. 1.1 Menjelaskan anatomi makroskopik pankreas. Lokasi dan Deskripsi Pankreas merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin. Bagian eksokrin kelenjar menghasilkan sekret yang mengandung enzime- enzime yang dapat menghidrolisis lemak dan karbohidrat. Bagian endokrine kelenjar yaitu pulau-pulau langerhans menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang mempunyai peranan penting pada metabolisme karbohidrat. Pankreas merupakan organ yang memanjang dan terletak pada epigastrium dan kuadran kiri atas. Strukturnya lunak, berlobus,

Upload: rahmadhini-elkri

Post on 27-Oct-2015

74 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

1. Memahami dan Menjelaskan anatomi makroskopik mikroskopik pankreas.

1.1 Menjelaskan anatomi makroskopik pankreas.

Lokasi dan Deskripsi

Pankreas merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin. Bagian eksokrin kelenjar menghasilkan sekret yang mengandung enzime-enzime yang dapat menghidrolisis lemak dan karbohidrat. Bagian endokrine kelenjar yaitu pulau-pulau langerhans menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang mempunyai peranan penting pada metabolisme karbohidrat.

Pankreas merupakan organ yang memanjang dan terletak pada epigastrium dan kuadran kiri atas. Strukturnya lunak, berlobus, dan terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum. Pankreas menyilang planum transpyloricum. Pancreas dapat dibagi dalam caput, collum, corpus, cauda.

Caput pancreatis berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagian cekung duodenum. Sebagian caput meluas ke kiri di belakang arteria dan venae mesenterica superior serta dinamakan processus uncinatus.

Collum pancreatis merupakan bagian pancreas yang mengecil dan menghubungkan caput dan corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak di pangkal venae portae hepatis tempat diparcabangkannya arteri mesenterica superior dari aorta.

Page 2: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

Corpus pancreatis berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah, pada potongan melintang sedikit berbentuk segitiga.

Cauda pancreatis berjalan ke depan menuju ligamentum linorenale dan mengadakan hubungan dengan hillum lienale.

Hubungan

Ke anterior : dari kanan ke kiri : colon transversum dan perlrkatanmesocolon transversum, bursa omentalis, dan gaster.

Ke posterior : dari kanan ke kiri: ductus choleducus, vena portae hepatis, dan vena lienalis, vena cavae inferior, aorta, pangkal arteriae mesenterica superior, musculus psoas major sinistra, glandula suprarenalis sinistra, ren sinistra, dan hillum lienale.

Ductus pancreaticus

Ductus pancreaticus mulai dari cauda pancrealis dan berjalan di sepanjang kelenjar, menerima banyak cabang pada perjalanannya. Ductus ini bermuara ke pars decenden duodenum di sekitar pertengahannya bersama dengan ductus choleducus pada papilla duodeni major. Kadang-kadang muara ductus pancreaticus di duodenum terpisah dari ductus choleducus.

Ductus pancreaticus accesorius mengalirkan getah pankreas dari bagian atas caput dan kemudian bermuara ke duodenum sedikit di atas muara ductus pancreaticus pada papilla duodeni minor. Ductus pancreaticus accesorius sering berhubungan dengan ductus pancreaticus.

Perdarahan

ArteriArteri lienalis serta arteri pancreticoduodenalis superior dan inferior.

VenaVena yang sesuai dengan arteri mengalirkan darah ke sistem porta.

Aliran lymfe

Kelenjar ini terletak di sepanjang arteri yang mendarahi kelenjar. Pembuluh eferen akhirnya mengalirkan cairan limfe ke nodi limf coeliaci dan mesenterici superiores.

PersarafanBerasal dari serabut-serabut saraf simpatis dan parasimpatis.

Memahami dan Menjejelaskan Fisiologi dan Biokimia Insulin.

1

Page 3: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

1.2 Menjelaskan anatomi mikroskopik pankreas.

Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.

Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :

(1). Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum. (2). Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.

Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 , sedangkan yang terbesar 300 , terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225 . Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.

Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :

(1). Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.

(2). Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.

(3). Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.

Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beha sering ada tetapi berbeda

2

Page 4: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.

2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi dan Biokimia Insulin.

2.1 Menjelaskan Sintesa Insulin

Insulin adalah hormone yang disekresi oleh sel-sel beta pancreas dan merupakan polipeptida yang terdiri atas dua rantai, yaitu rantai A dan B., yang saling dihubungkan oleh dua jembatan disulfide antar-rantai yang menghubungkan A7 ke B7 dan A20 ke B19. Jembatan disulfide intra-rantai yang ketiga menghubungkan residu 6 dan 11 pada rantai A. Lokasi ketiga jembatan disulfide ini selalu tetap dan rantai A serta B masinbg-masing mempunyai 21 dan 30 asam amino pada sebagian besar spesies.

Insulin disintesis sebagai preprohormon (berat molekul sekitar 11.500) dan merupakan prototype untuk peptide yang diproses dari molekul precursor yang lebih besar. Rangkaian pre- yang bersifat hidrofobik dengan 23 asam amino mengarahkan molekul tersebut ke dalam sisterna reticulum endoplasma dan kemudian dikeluarkan. Proses ini menghasilkan molekul proinsulin dengan berat molekul 9000 yang menyediakan bentuk yang diperlukan bagi pembentukan jembatan disulfide yang sempurna. Molekul proinsulin menjalani serangkaian pemecahan peptide yang tapak-spesifik sehingga terbentuk insulin yang matur dan peptide C dengan jumlah ekuimolar.

3

Page 5: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

2.2 Menjelaskan Peranan Insulin

A. Efek Insulin pada metabolisme Karbohidrat

Insulin Meningkatkan Metabolisme dan Ambilan Glukosa Otot

Selama hampir sepanjang hari, jaringan otot tak tergantung atas glukosa untuk energinya tetapi pada asam-asam lemak. Alasan utama hal ini adalah bahwa membrane otot normal yang dalam keadaan istirahat hampir tak permeable terhadap glukosa kecuali bila serat otot dirangsang oleh insulin. Dan diantara waktu makan, jumlah insulin yang disekresikan terlalu kecil untuk meningkatkan masuknya insulin dalam jumlah bermakna kedalam sel-sel otot. Tetapi, pada dua keadaan (selama kerja fisik sedang dan berat, dan selama beberapa jam setelah makan), otot menggunakan sejumlah besar glukosa untuk energinya.

4

Page 6: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

Penyimpanan Glikogen di dalam Otot

Bila setelah makan otot tidak bekerja, dan walaupun glukosa yang ditranspor ke dalam otot jumlahnya banyak, sebagian besar glukosa sampai batas 2 hingga 3 persen kemudian akan disimpan dalam bentuk glikogen otot daripada digunakan untuk energi. Kemudian glikogen dapat digunakan untuk energi oleh otot. Glikogen otot berbeda dari glikogen hati karena ia tidak dapat dikonversi kembali menjadi glukosa dan dilepaskan ke dalam cairan tubuh. Alasan untuk ini adalah bahwa tidak terdapat glukosa fosfatase di dalam sel-sel otot.

Mekanisme insulin meningkatkan transport glukosa melalui membrane sel otot

Insulin meningkatkan transport glukosa ke dalam sel-sel otot dalam cara yang sungguh berbeda dari cara meningkatkan transport ke dalam sel-sel hati. Transpor ke dalam hati terutama akibat mekanisme penangkapan yang disebabkan oleh fosforilasi glukosa atas pengaruh glukokinase. Tetapi ini hanya merupakan factor kecil dalam efek insulin untuk memindahkan glukosa ke dalam sel-sel otot. Yang lebih penting, insulin langsung mempengaruhi membrane sel otot untuk mempermudah transport glukosa. Transpor glukosa melalui membrane sel tidak terjadi melawan perbedaan konsentrasi. Yaitu sekali konsentrasi glukosa di dalam sel meningkat setinggi konsentrasi glukosa di luar, tak ada glukosa tambahan yang akan ditranspor ke dalam sel. Sehingga, proses transpor bukan salah satu difusi yang dipermudah, yang secara sederhana berarti bahwa pengangkut mempermudah difusi glukosa melalui membrane tetapi tidak dapat memberikan energi bagi proses transport untuk menyebabkan pemindahan glukosa melawan perbedaan energi.

Kurangnya Efek insulin atas ambilan dan penggunaan glukosa oleh otak

Otak memang berbeda dari kebanyakan jaringan tubuh lainnya, pada mana insulin mempunyai sedikit atau tak berefek atas ambilan atau penggunaan glukosa. Namun, sel-sel otak permeable bagi glukosa tanpa diintermediasi oleh insulin.

Efek insulin dalam meningkatkan ambilan, penyimpanan, dan penggunaan glukosa oleh hati

Salah satu efek insulin yang terpenting adalah menyimpan sebagian besar glukosa yang telah diabsorpsi sesudah makan di dalam hati dalam bentuk glikogen. Kemudian diantara waktu makan, bila insulin tak tersedia dan konsentrasi glukosa darah mulai turun, maka glikogen hati dipecah kembali menjadi glukosa, yang dilepaskan kembali ke darah untuk menjaga konsentrasi glukosa darah agar tidak turun terlalu rendah.

Mekanisme insulin menyebabkan ambilan dan penyimpanan glukosa di dalam hati meliputi beberapa langkah yang hampir serentak:

1. Insulin menghambat fosforilase, enzim yang menyebabkan glikogen hati dipecah menjadi glukosa

2. insulin meningkatkan ambilan glukosa dari darah oleh sel-sel hati. Ini terjadi dengan meningkatkan aktivitas enzim glukokinase, yaitu enzim yang menyebabkan fosforilasi awal glukosa setelah glukosa berdifusi ke dalam sel-sel hati. Sekali terfosforilasi, glukosa tertangkap di dalam sel-sel hati karena glukosa yang telah terfosforilasi tidak dapat berdifusi kembali melalui membrane sel.

5

Page 7: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

3. Insulin juga meningkatkan aktivitas enzim yang meningkatkan sintesis glikogenEfek dari kerja diatas adalah meningkatkan jumlah glikogen di dalam hati. Glikogen

dapat meningkat sekitar 5-6% dari massa hati, yang hampir sama dengan penyimpanan 100g glikogen.

Pelepasan glikogen dari hati diantara waktu makan

Setelah makan berlalu dan kadar glukosa mulai turun sampai kadar rendah, sekarang terjadi beberapa kejadian yang menyebabkan hati melepaskan glukosa kembali ke dalam darah yang bersirkulasi.

1. Penurunan glukosa darah menyebabkan pancreas menurun sekresi insulinnya2. kemudian kurangnya insulin membalikan semua efek yang telah dijelaskan sebelumnnya

untuk penyimpanan glikogen3. kurangnya insulin juga mengaktivasi enzim fosforilase, yang menyebabkan pemecahan

glikogen menjadi glukosa fosfat4. Enzim glukosa fosfatase menyebabkan gugusan fosfat pecah dari glukosa dan ini

memungkinkan glukosa bebas berdifusi kembali ke darah.Hati mengambil glukosa dari darah bila glukosa berlebihan setelah makan dan

mengembalikannya ke dalam darah bila glukosa diperlukan diantara waktu makan.

Efek insulin lainnya atas metabolisme karbohidrat di dalam hati

Insulin juga meningkatkan konversi glukosa hati menjadi asam lemak dan asam lemak ini diangkut lagi ke dalam jaringan adipose serta disimpan sebagai lemak. Insulin juga menghambat glukoneogenesis. Ini terutama terjadi dengan menurunkan jumlah dan aktivitas enzim hati yang diperlukan untuk glukoneogenesis.

B. Efek Insulin pada Metabolisme Lemak

Efek Insulin dalam sintesis dan penyimpanan lemak

Beberapa factor yang menyebabkan peningkatan sintesis asam lemak di dalam hati meliputi:

1. Insulin meningkatkan transport glukosa ke dalam sel-sel hati. Kemudian glukosa dipecah menjadi piruvat di dalam jalur glikolisis dan kemudian piruvat dikonversi menjadi Asetil CoA (substrat untuk sintesis asam lemak)

2. Kelebihan ion sitrat dan isositrat terbentuk oleh siklus asam sitrat bila glukosa dalam jumlah berlebihan digunakan untuk energi. Kemudian ion ini mempunyai efek langsung dalam mengaktivasi asetil CoA karboksilase, enzim yang diperlukan untuk memulai stadium pertama sintesis asam lemak.

3. Kemudian asam lemak ditransport dari hepar ke sel-sel adipose, untuk disimpan.

6

Page 8: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

Efek insulin atas penyimpanan lemak di dalam sel-sel adipose

1. Insulin menghambat kerja lipase yang sensitive hormone. Karena lipase merupakan enzim yang menyebabkan hidrolisis trigliserida di dalam sel-sel lemak, sehingga pelepasan asam lemak ke dalam darah yang bersirkulasi dihambat.

2. Insulin meningkatkan transport ke dalam sel-sel lemak dalam jalan yang sama seperti meningkatkan transpor glukosa ke dalam sel-sel otot. Glukosa juga membentuk zat lain yang penting untuk penyimpanan lemak. Selama proses glikosis glukosa, sejumlah besar zat α-gliserofosfat terbentuk. Zat ini memberikan gliserol yang terikat dengan asam lemak untuk membentuk trigliserida, bentuk lemak yang disimpan di dalam sel-sel adipose.

Peningkatan katabolisme lemak karena defisiensi insulin

1. Lipolisis lemak yang disimpan dan pelepasan asam lemak bebas selama defisiensi insulinEfek yang terpenting adalah bahwa enzim lipase yang sensitive hormone di dalam

sel-sel lemakmenjadi sangat teraktivasi. Ini menyebabkan hidrolisis trigliserida yang disimpan, melepaskan sejumlah besar asam lemak dan gliserol ke dalam darah. Akibatnya, konsentrasi asam lemak bebas plasma meningkat dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Kemudian asam lemak bebas ini menjadi substrat energi utama yang digunakan oleh semua jaringan tubuh di samping otak.

2. Defisiensi insulin meningkatkan konsentrasi fosfolipid dan kolesterol plasmaKelebihan asam lemak di plasma akibat defisiensi insulin juga memacu

pengubahan sejumlah asam lemak menjadi fosfolipid dan kolesterol di hati, yang merupakan dua zat utama yang dihasilkan dari metabolisme lemak. Kedua zat ini bersama dengan beberapa trigliserida yang terbentuk di dalam hati, kemudian dikeluarkan ke dalam darah di dalam lipoprotein. Konsentrasi lipid yang tinggi, terutama konsentrasi kolesterol yang tinggi, menyebabkan cepatnya timbul aterosklerosis pada pasien dengan diabetes yang serius.

3. Pemakaian lemak yang berlebihan selama tidak ada insulin menyebabkan ketosis dan asidosis

Defisiensi insulin juga menyebabkan kelebihan pembentukan asam asetoasetat di dalam sel hati. Ini akibat cepatnya pemecahan asam lemak di dalam hati untuk membentuk asetil CoA dalam jumlah yang sangat banyak. Sebagian asetil CoA ini dapat digunakan untuk energi tetapi kelebihannya dikondensasi menjadi asam asetoasetat, yang sebaliknya akan dilepaskan ke dalam darah. Sejumlah asam asetoasetat juga dikonversi menjadi asam β-hidroksibutirat dan aseton. Kedua zat ini bersama dengan asma asetoasetat dinamai badan keton dan adanya dalam jumlah besar pada cairan tubuh dinamai ketosis.

C. Efek Insulin pada Metabolisme Protein dan Pertumbuhan

Insulin meningkatkan sintesis dan penyimpanan protein

1. Insulin merangsang pengangkutan sejumlah besar asam amino ke dalam sel

7

Page 9: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

Diantara asam amino yang banyak diangkut adalah valin, leusin, isoleusin, tirosin, dan fenilalanin. Insulin bersama-sama dengan hormone pertumbuhan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan ambilan asam amino ke dalam sel.

2. Insulin meningkatkan translasi RNA messengerDengan cara yang belum dpat dijelaskan, insulin dapat menyalakan mesin ribosom.

Tanpa insulin, ribosom benar-benar berhenti bekerja.

3. Insulin meningkatkan kecepatan transkripsi rangkaian genetic DNA yang terpilihHal ini menyebabkan peningkatan jumlah RNA dan beberapa sintesis protein,

terutama mengaktifkan sejumlah besar enzim untuk penyimpanan karbohidrat, lemak, dan protein.

4. Insulin menghambat proses katabolisme proteinHal ini akan mengurangi kecepatan pelepasan asam amino dari sel, khususnya dari

sel-sel otot

5. Di dalam hati, insulin menekan kecepatan glukoneogenesisHal ini dilakukan dengan cara mengurangi aktivitas enzim yang memacu

glukoneogenesis. Karena zat terbanyak yang digunakan untuk sintesis glukosa dengan proses glukoneogenesis adalah asam amino plasma, maka supresi glukoneogenesis ini menghemat asam amino dari cadangan protein tubuh.

Tidak adanya insulin menyebabkan berkurangnya protein dan peningkatan asam amino plasmaBila tidak ada insulin, hampir seluruh proses penyimpanan protein menjadi terhenti sama

sekali. Proses katabolisme protein akan meningkat, sintesis protein berhenti, dan sejumlah besar asam amino dibuang ke dalam plasma. Konsentrasi asam amino dalam plasma sangat meningkat, dan sebagian besar kelebihan asam amino akan langsung dipergunakan sebagai sumber enrgi atau menjadi substrat dalam proses glukoneogenesis. Pemecahan asam amino ini juga meningkatkan ekskresi ureum dalam urin.

Insulin dan hormone pertumbuhan berinteraksi secara sinergis untuk memacu pertumbuhan

2.3 Mekanisme Sekresi Insulin

8

Page 10: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

Sel-sel beta pancreas mempunyai sejumlah besar pengangkut glukosa (GLUT-2) yang memungkinkan terjadinya ambilan glukosa dengan kecepatan yang sebanding dengan nilai kisaran fisiologis konsentrasi glukosa dalam darah. Begitu berada di dalam sel, glukosa akan terfosforilasi menjadi glukosa-6-fosfat oleh glukokinase. Langkah ini menjadi penentu kecepatan metabolisme glukosa di sel beta dan dianggap sebagai mekanisme utama untuk mendeteksi glukosa dna menyesuaikan jumlah insulin yang disekresikan dengan kadar glukosa darah. Glukosa-6fosfatase selanjutnya dioksidasi untuk membentuk adenosine trifosfat (ATP) yang menghambat kanal kalium yang peka-ATP di sel. Penutupan kanal kalium akan mendepolarisasikan membrane sel sehingga akan membuka kanal natrium bergerbang voltase, yang sensitive terhadap perubahan voltase membrane. Keadaan ini akan menimbulkan aliran masuk kalsium yang merangsang penggabungan vesikel yang berisi insulin dengan membrane sel dan sekresi insulin ke dalam cairan ekstrasel melalui eksositosis. 3. Memahami dan menjelaskan Diabetes melitus

3.1 Menjelaskan definisi diabetes melitus.

Diabetes mellitus : Syndrome kronik gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak yang disebabkan resistensi insulin.Dimana kadar glukosa dlm darah tinggi (Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) ≥ 200 mg/dl, Kadar glukosa darah puasa plasma vena ≥126 mg/dl, Kadar glukosa plasma ≥200 mg/dl pada 2 jam sesudah diberi beban glukosa 75 gram pada TTGO

3.2 Menjelaskan etiologi diabetes mellitus II

Karena penyakit sekunder lainnya, cacat, gen, trauma atau pembedahan dan efek obat, kortikosteroid meningkat, dan efek insulin.

3.3 Menjelaskan patofisiologi diabetes melitus II

Diabetes Melitus

Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:

1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.

2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.

3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.

9

Page 11: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.

3.4Menjelaskan epidemiologi diabetes mellitus

Penyakit DM merupakan penyakit menahun yang disebabkan oleh penyakit degeratif (menurunnya kemampuan sel—DM, stroke)

Sudah lama diketahui bahwa diabetes merupakan penyakit keturunan.Artinya bila orang tuanya menderita diabetes, anak-anaknya akan menderita diabetes juga. Hal itu memang benar . Tetapi faktor keturunan saja tidak cukup. Diperlukan faktor lain yang disebut faktor resiko atau faktor pencetus misalnya :

a. Adanya infeksi virus (pada DM tipe 1)b. Obesitas c. Pola makan yg salah komposisi makanan terlalu byk mengandung protein,

lemak,gula, garam dan sedikit seratd. Dyslipidemia HDL kolesterol < 40 mg/dL atau TG > 150 mg/dLe. Stressf. Kurang olahraga malas, atau aktifitas/pekerjaan yg menguruas waktu

10

Page 12: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

DM tipe 2 banyak terjadi diperkotaan dan kulit putih besar seiring banyakan restaurant makanan cepat saji sehingga penduduk dewasa ini jarang memakan makanan sehat, di Indonesia thn 2005 tercatat, prevalensi DM 2 terbesar ada pada Jakarta 8,3%- 14, 7%.

Utk DM tipe lain. Banyak menyerang iklim tropis, karena malnutrisi, infeksi virus. Sementara utk DM gestasional tercatat prevalensinya sevesar 2%-2,6%

3.5Menjelaskan Klasifikasi Diabetes Melitus

1. Diabetes Melitus Tipe 1a)Melalui proses imunologik  b) Idiopatik 

2.Diabetes Melitus Tipe 2 (bervariasi mulai yang predominan resistensi insulindisertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresiinsulin bersama resistensi insulin). 3 Diabetes Melitus Tipe Lain

a)Defek genetik funsi sel betaKromosom 12, HNF-1 alfa (dahulu MODY 3)Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)Kromosom 20, HNF-4 alfa (dahulu MODY 1)DNA mitokondriaInsulin promoter factor-1 (IPF-1; MODY 4)HNF-1 (MODY 5)NeuroD1 (MODY 6)subunits of ATP-sensitive potassium channelProinsulin atau insulin conversion 

b)Defek genetik kerja insulin:Type A insulin resistanceSindrom Rabson-Mendenhall (kelainan genetik langka resistensi insulin)Sindrom Lipodystrophy (gangguan metab lipid)

c) Penyakit eksokrin pankreas:PankreatitisTrauma/pankreatektomi NeoplasmaKista fibrosisHemokromatosisPankreatopati fibro kalkulus d) Endokrinopati:AkromegaliSindrom cushingFeokromositomaHipertiroidisme

11

Page 13: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

e)Karena obat/zat kimia:Vancor, interferonPentamidin, tiazin, dilatinAsam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid

f)Infeksi : rubella kongenital danCMV

g)Imunologi (jarang) : antibodi anti reseptor insulin

h)Sindroma genetik lain :Sindrom Down, Kliniferter, Turner, Huntington Chorea,Sindrom Prader Willi (sindrome genetik kelemahan otot, hormon skes menurun dan terus menerus merasa lapar) 4 Diabetes Melitus Gestasional (Kehamilan)

a) Karena sebelum hamil ibu sudah menderita DMb) Karena ditemukan saat hamil karena intolereansi glikosa yg terjadi saat hamil akibat

fisiologis resistensi insulin akibat peningkatan hormon-hormon kehamilan (Human Placental Lactogen/HPL—karena HPL berfungsi utk lipolisis pada ibu hamil, dimana seorang bumil memerlukan energi tambahan, Progesteron, kortisol, prolaktin) dan beberapa litetur sedikit menyinggung juga akibat kegagalan sel beta akibat autoimun, kelainan genetik dan resistensi insulin kronik—pada ibu obes. Kondisi ini merupakan kondisi adaptif terhadap janin, karena utk menjaga asupan nutrisi ke janin

3.6 Menjelaskan manifestasi Klinis diabetes Melitus

Gejala khas dari diabetes melitus berupa hiperglikemia, polifagia, polidipsia, poliuria, dan penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas.

Hiperglikemia, tanda utama dari diabetes melitus terjadi akibat penurunan penyerapan glukosa ke sel, disertai oleh peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati. Hal ini terjadi karena glikogenolisis dan glukoneogenesis dapat terjadi tanpa ada hambatan dari insulin. Ketika kapasistas glukosa meningkat sampai ke ambang batas tubulus, maka glukosa akan keluar di urin menyebabkan glukosuria. Glukosa dapat meningkatkan efek osmotik, yaitu menarik H2O untuk ikut keluar, menyebabkan poliuria. Cairan yang keluar berlebihan juga dapat menyebabkan dehidrasi, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer karna volume darah menurun mencolok. Kegagalan sirkulasi apabila tidak diperbaiki akan menyebabkan kematian karna gagalnya sirkulasi ke otak, atau menimbulkan gagal ginjal sekunder karena aliran yang tidak adekuat. Selain itu, sel - sel kehilangan air karena tubuh mengalami kehilangan air dan perpindahan cairan dari intrasel ke ekstrasel. Sel – sel otak rentan mengalami penciutan sehingga timbul gangguan fungsi saraf. Gejala lain dari diabetes melitus adalah polidipsia, yaitu rasa haus yang berlebihan yang merupakan mekanisme untuk menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh.

12

Page 14: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

Selain itu, karena terjadi defisiensi glukosa intrasel, menyebabkan nafsu makan meningkat dan menimbulkan polifagia. Walaupun nafsu makan meningkat, penurunan berat badan terus menerus terjadi, disebabkan kareana glukosa tdk dapat masuk ke dalam sel untuk menyimpan atau menggunakan karbohidrat, lemak, dan protein. Selain itu, juga terjadi peningkatan glukoneogenesis dan glikogenolisis yang menghasilkan benda keton. Karena aktivitas ini meningkat, akan terjadi peningkatan keton di dalam darah yang menyebabkan ketosis berupa nafas dan aroma tubuh yang wangi. Ketosis ini akan menyebabkan asidosis metabolik yang apabila cukup parah dapat menyebabkan koma diabetes dan kematian. Tindakan kompensasi dari asidosis metabolik ini adalah terjadi peningkatan ventilasi untuk ekshalasi CO2 dari dalam tubuh.

3.7 Menjelaskan pemeriksaan dan diagnosis diabetes melitus

Diagnosis DM didasarkan atas pemeriksaan kadar glikosa darah dan tidak dapat ditegakkan hanya atas glukosura saja. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa dilakukan di laboratorium klinik terpecaya. Walaupun demikian sesuai kondisi stempat dapat juga dipakai bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler.

Tahap pertama dalam menegakkan diagnosis diabetes mellitus

o ANAMNESIS

Identitas penderitaMeliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masukrumah sakit dan diagnosa medis. Keluhan UtamaAdanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yangmenurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka. Riwayat kesehatan sekarangBerisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya. Riwayat kesehatan dahuluAdanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita. Riwayat kesehatan keluargaDari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapatmenyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.

13

Page 15: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

Riwayat psikososialMeliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluargaterhadap penyakit penderita.

o PEMERIKSAAN FISIK

Status kesehatan umumMeliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda vital. Kepala dan leherKaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh. Sistem integumenTurgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku. Sistem pernafasanAdakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi. Sistem kardiovaskulerPerfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis. Sistem gastrointestinalTerdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas. Sistem urinaryPoliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih. Sistem muskuloskeletalPenyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas. Sistem neurologisTerjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.

Pemeriksaan Penunjang

Bukan DM Belum pasti DM DMKadar glukosa darah sewaktu

Plasma vena <110 110-199 ≥200Darah kapiler <90 90-199 ≥200

Kadar glukosa darah puasa

Plasma vena <110 110-125 ≥126Darah kapiler <90 90-109 ≥110

14

Page 16: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

3.. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

TTGO

Tes toleransi glukosa oral/TTGO (oral glucose tolerance test, OGTT) dilakukan pada kasus hiperglikemia yang tidak jelas; glukosa sewaktu 140-200 mg/dl, atau glukosa puasa antara 110-126 mg/dl, atau bila ada glukosuria yang tidak jelas sebabnya. Uji ini dapat diindikasikan pada penderita yang gemuk dengan riwayat keluarga diabetes mellitus; pada penderita penyakit vaskular, atau neurologik, atau infeksi yang tidak jelas sebabnya.

TTGO juga dapat diindikasikan untuk diabetes pada kehamilan (diabetes gestasional). Banyak di antara ibu-ibu yang sebelum hamil tidak menunjukkan gejala, tetapi menderita gangguan metabolisme glukosa pada waktu hamil. Penting untuk menyelidiki dengan teliti metabolisme glukosa pada waktu hamil yang menunjukkan glukosuria berulangkali, dan juga pada wanita hamil dengan riwayat keluarga diabetes, riwayat meninggalnya janin pada kehamilan, atau riwayat melahirkan bayi dengan berat lahir > 4 kg. Skrining diabetes hamil sebaiknya dilakukan pada umur kehamilan antara 26-32 minggu. Pada mereka dengan risiko tinggi dianjurkan untuk dilakukan skrining lebih awal.

Prosedur

Selama 3 hari sebelum tes dilakukan penderita harus mengkonsumsi sekitar 150 gram karbohidrat setiap hari. Terapi obat yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium harus dihentikan hingga tes dilaksanakan. Beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium adalah insulin, kortikosteroid (kortison), kontrasepsi oral, estrogen, anticonvulsant, diuretik, tiazid, salisilat, asam askorbat. Selain itu penderita juga tidak boleh minum alkohol.

Kekurangan karbohidrat, tidak ada aktifitas atau tirah baring dapat mengganggu toleransi glukosa. Karena itu TTGO tidak boleh dilakukan pada penderita yang sedang sakit, sedang dirawat baring atau yang tidak boleh turun dari tempat tidur, atau orang yang dengan diit yang tidak mencukupi.

Protokol urutan pengambilan darah berbeda-beda; kebanyakan pengambilan darah setelah puasa, dan setelah 1 dan 2 jam. Ada beberapa yang mengambil darah jam ke-3, sedangkan yang lainnya lagi mengambil darah pada ½ jam dan 1½ jam setelah pemberian glukosa. Yang akan diuraikan di sini adalah pengambilan darah pada waktu ½ jam, 1 jam, 1½ jam, dan 2 jam.

Sebelum dilakukan tes, penderita harus berpuasa selama 12 jam. Pengambilan sampel darah dilakukan sebagai berikut :

15

Page 17: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

a. Pagi hari setelah puasa, penderita diambil darah vena 3-5 ml untuk uji glukosa darah puasa. Penderita mengosongkan kandung kemihnya dan mengumpulkan sampel urinenya.

b.Penderita diberikan minum glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam segelas air (250ml). Lebih baik jika dibumbui dengan perasa, misalnya dengan limun.

c.Pada waktu ½ jam, 1 jam, 1½ jam, dan 2 jam, penderita diambil darah untuk pemeriksaan glukosa. Pada waktu 1 jam dan 2 jam penderita mengosongkan kandung kemihnya dan mengumpulkan sampel urinenya secara terpisah.

Selama TTGO dilakukan, penderita tidak boleh minum kopi, teh, makan permen, merokok, berjalan-jalan, atau melakukan aktifitas fisik yang berat. Minum air putih yang tidak mengandung gula masih diperkenankan.

Nilai Rujukan

Puasa : 70 – 110 mg/dl (3.9 – 6.1 mmol/L)½ jam : 110 – 170 mg/dl (6.1 – 9.4 mmol/L)1 jam : 120 – 170 mg/dl (6.7 – 9.4 mmol/L)1½ jam : 100 – 140 mg/dl (5.6 – 7.8 mmol/L)2 jam : 70 – 120 mg/dl (3.9 – 6.7 mmol/L)

Interpretasi

o Toleransi glukosa normal

Setelah pemberian glukosa, kadar glukosa darah meningkat dan mencapai puncaknya pada waktu 1 jam, kemudian turun ke kadar 2 jam yang besarnya di bawah 126 mg/dl (7.0 mmol/L). Tidak ada glukosuria.

Gambaran yang diberikan di sini adalah untuk darah vena. Jika digunakan darah kapiler, kadar puasa lebih tinggi 5.4 mg/dl (0.3 mmol/L), kadar puncak lebih tinggi 19.8 – 30.6 mg/dl (1.1 – 1.7 mmol/L), dan kadar 2 jam lebih tinggi 10.8 – 19.8 mg/dl (0.6 – 1.1 mmol/L). Untuk plasma vena kadar ini lebih tinggi sekitar 18 mg/dl (1 mmol/L).

o Toleransi glukosa melemah

Pada toleransi glukosa yang melemah, kurva glukosa darah terlihat meningkat dan memanjang. Pada diabetes mellitus, kadar glukosa darah di atas 126 mg/dl (7.0 mmol/L); jika tak begitu meningkat, diabetes bisa didiagnosis bila kadar antara dan kadar 2 jam di atas 180 mg/dl (10 mmol/L). Toleransi glukosa melemah ringan (tak sebanyak diabetes) jika kadar glukosa puasa dibawah 126 mg/dl (7.0 mmol/L), kadar antara di bawah 180 mg/dl (10 mmol/L), dan kadar 2 jam antara 126-180 mg/dl (7.0-10.0 mmol/L). Terdapat glukosuria, walaupun tak selalu ada dalam sampel puasa.

16

Page 18: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

Pada diabetes gestasional, glukosa puasa normal, glukosa 1 jam 165 mg/dl (9.2 mmol/L), dan glukosa 2 jam 145 mg/dl (8.0 mmol/L).

Pada banyak kasus diabetes, tidak ada puncak 1 jam karena kadar glukosa darah meningkat pada keseluruhan waktu tes. Kurva diabetik dari jenis yang sama dijumpai pada penyakit Cushing yang berat.

Toleransi glukosa yang lemah didapatkan pada obesitas (kegemukan), kehamilan lanjut (atau karena kontrasepsi hormonal), infeksi yang berat (terutama staphylococci, sindrom Cushing, sindrom Conn, akromegali, tirotoksikosis, kerusakan hepar yang luas, keracunan menahun, penyakit ginjal kronik, pada usia lanjut, dan pada diabetes mellitus yang ringan atau baru mulai.

Tes toleransi glukosa yang ditambah dengan steroid dapat membantu mendeteksi diabetes yang baru mulai. Pada pagi dini sebelum TTGO dilaksanakan, penderita diberikan 100 mg kortison, maka glukosa darah pada 2 jam bisa meningkat di atas 138.8 mg/dl (7.7 mmol/L) pada orang-orang yang memiliki potensi menderita diabetes.

o Penyimpanan glukosa yang lambat

Kadar glukosa darah puasa normal. Terdapat peningkatan glukosa darah yang curam. Kadar puncak dijumpai pada waktu ½ jam di atas 180 mg/dl (10 mmol/L). Kemudian kadar menurun tajam dan tingkatan hipoglikemia dicapai sebelum waktu 2 jam. Terdapat kelambatan dalam memulai homeostasis normal, terutama penyimpanan glukosa sebagai glikogen. Biasanya ditemukan glukosuria transien.

Kurva seperti ini dijumpai pada penyakit hepar tertentu yang berat dan kadang-kadang para tirotoksikosis, tetapi lebih lazim terlihat karena absorbsi yang cepat setelah gastrektomi, gastroenterostomi, atau vagotomi. Kadang-kadang dapat dijumpai pada orang yang normal.

o Toleransi glukosa meningkat

Kadar glukosa puasa normal atau rendah, dan pada keseluruhan waktu tes kadarnya tidak bervariasi lebih dari ± 180 mg/dl (1.0 mmol/L). Kurva ini bisa terlihat pada penderita miksedema (yang mengurangi absorbsi karbohidrat) atau yang menderita antagonis insulin seperti pada penyakit Addison dan hipopituarisme. Tidak ada glukosuria. Kurva yang rata juga sering dijumpai pada penyakit seliak. Pada glukosuria renal, kurva toleransi glukosa bisa rata atau ormal tergantung pada kecepatan hilangnya glukosa melalui urine.

Faktor yang Dapat Mempengaruhi Hasil laboratorium

a. Penggunaan obat-obatan tertentub. Stress (fisik, emosional), demam, infeksi, trauma, tirah baring, obesitas dapat

meningkatkan kadar glukosa darah.c. Aktifitas berlebihan dan muntah dapat menurunkan kadar glukosa darah. Obat

hipoglikemik dapat menurunkan kadar glukosa darah.

17

Page 19: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

d. Usia. Orang lansia memiliki kadar glukosa darah yang lebih tinggi. Sekresi insulin menurun karena proses penuaan.

Glukosa tes toleransi dapat menyebabkan salah diagnosis sebagai berikut:

a. Respon normal: Seseorang dikatakan memiliki respon normal ketika tingkat glukosa 2 jam kurang dari 140 mg / dl, dan semua nilai antara 0 dan 2 jam kurang dari 200 mg / dl. 

b. Gangguan toleransi glukosa: Seseorang dikatakan memiliki toleransi glukosa terganggu ketika glukosa plasma puasa kurang dari 126 mg / dl dan kadar glukosa 2 jam adalah antara 140 dan 199 mg / dl. 

c. Diabetes: Seseorang memiliki diabetes ketika dua tes diagnostik dilakukan pada hari yang berbeda menunjukkan bahwa tingkat glukosa darah tinggi. 

d. Gestational diabetes: Seorang wanita memiliki gestational diabetes ketika dia mempunyai dua dari berikut: a OGTT 100g, glukosa plasma puasa lebih dari 95 mg / dl, 1 jam glukosa tingkat lebih dari 180 mg / dl, 2 - jam glukosa tingkat lebih dari 155 mg / dl, atau 3-jam kadar glukosa lebih dari 140 mg / dl.

Untuk Dx DM: pemeriksaan glukosa darah/hiperglikemia (puasa, 2 jam setelah makan/post prandial/PP) dan setelah pemberian glukosa per-oral (TTGO).

Antibodi untuk petanda (marker) adanya proses autoimun pada sel beta adalah islet cell cytoplasmic antibodies (ICA), insulin autoantibodies (IAA), dan antibodi terhadap glutamic acid decarboxylase (anti-GAD). ICA bereaksi dengan antigen yang ada di sitoplasma sel-sel endokrin pada pulau-pulau pankreas. ICA ini menunjukkan adanya kerusakan sel. Adanya ICA dan IAA menunjukkan risiko tinggi berkembangnya penyakit ke arah diabetes tipe 1. GAD adalah enzim yang dibutuhkan untuk memproduksi neurotransmiter g-aminobutyric acid (GABA). Anti GAD ini bisa teridentifikasi 10 tahun sebelum onset klinis terjadi. Jadi, 3 petanda ini bisa digunakan sebagai uji saring sebelum gejala DM muncul.

Untuk membedakan tipe 1 dengan tipe 2 digunakan pemeriksaan C-peptide. Konsentrasi C-peptide merupakan indikator yang baik untuk fungsi sel beta, juga bisa digunakan untuk memonitor respons individual setelah operasi pankreas. Konsentrasi C-peptida akan meningkat pada transplantasi pankreas atau transplantasi sel-sel pulau pankreas.

Sampling untuk Pemeriksaan Kadar Gula Darah

Untuk glukosa darah puasa, pasien harus berpuasa 6--12 jam sebelum diambil darahnya. Setelah diambil darahnya, penderita diminta makan makanan seperti yang biasa dia makan/minum glukosa per oral (75 gr ) untuk TTGO, dan harus dihabiskan dalam waktu 15--20 menit. Dua jam kemudian diambil darahnya untuk pemeriksaan glukosa 2 jam PP.

Darah disentrifugasi untuk mendapatkan serumnya, kemudian diperiksa kadar glukosanya. Bila pemeriksaan tidak langsung dilakukan (ada penundaan waktu), darah dari penderita bisa ditambah dengan antiglikolitik (gliseraldehida, fluoride, dan iodoasetat) untuk menghindari terjadinya glukosa darah yang rendah palsu.2,8,9 Ini sangat penting untuk diketahui karena

18

Page 20: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

kesalahan pada fase ini dapat menyebabkan hasil pemeriksaan gula darah tidak sesuai dengan sebenarnya, dan akan menyebabkan kesalahan dalam penatalaksanaan penderita DM.

Metode Pemeriksaan Kadar Glukosa

Metode pemeriksaan gula darah meliputi metode reduksi, enzimatik, dan lainnya. Yang paling sering dilakukan adalah metode enzimatik, yaitu metode glukosa oksidase (GOD) dan metode heksokinase.

Metode GOD banyak digunakan saat ini. Akurasi dan presisi yang baik (karena enzim GOD spesifik untuk reaksi pertama), tapi reaksi kedua rawan interferen (tak spesifik). Interferen yang bisa mengganggu antara lain bilirubin, asam urat, dan asam askorbat.

Metode heksokinase juga banyak digunakan. Metode ini memiliki akurasi dan presisi yang sangat baik dan merupakan metode referens, karena enzim yang digunakan spesifik untuk glukosa.8 Untuk mendiagosa DM, digunakan kriteria dari konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia tahun 1998 (PERKENI 1998)

Pemeriksaan untuk Pemantauan Pengelolaan DM

Yang digunakan adalah kadar glukosa darah puasa, 2 jam PP, dan pemeriksaan glycated hemoglobin, khususnya HbA1C, serta pemeriksaan fruktosamin.2,3,4,7,10 Pemeriksaan fruktosamin saat ini jarang dilakukan karena pemeriksaan ini memerlukan prosedur yang memakan waktu lama.7 Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan ialah urinalisa rutin. Pemeriksaan ini bisa dilakukan sebagai self-assessment untuk memantau terkontrolnya glukosa melalui reduksi urin.

Pemeriksaan HbA1C

HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang dihasilkan ini diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan ireversibel.7,10,11 Metode pemeriksaan HbA1C: ion-exchange chromatography, HPLC (high performance liquid chromatography), Electroforesis, Immunoassay, Affinity chromatography, dan analisis kimiawi dengan kolorimetri.

Metode Ion Exchange Chromatography: harus dikontrol perubahan suhu reagen dan kolom, kekuatan ion, dan pH dari bufer. Interferens yang mengganggu adalah adanya HbS dan HbC yang bisa memberikan hasil negatif palsu.

Metode HPLC: prinsip sama dengan ion exchange chromatography, bisa diotomatisasi, serta memiliki akurasi dan presisi yang baik sekali. Metode ini juga direkomendasikan menjadi metode referensi.

Metode agar gel elektroforesis: hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC, tetapi presisinya kurang dibanding HPLC. Hb F memberikan hasil positif palsu, tetapi kekuatan ion, pH, suhu, HbS, dan HbC tidak banyak berpengaruh pada metode ini.

19

Page 21: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

Metode Immunoassay (EIA): hanya mengukur HbA1C, tidak mengukur HbA1C yang labil maupun HbA1A dan HbA1B, mempunyai presisi yang baik.

Metode Affinity Chromatography: non-glycated hemoglobin serta bentuk labil dari HbA1C tidak mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak dipengaruhi suhu. Presisi baik. HbF, HbS, ataupun HbC hanya sedikit mempengaruhi metode ini, tetapi metode ini mengukur keseluruhan glycated hemoglobin, sehingga hasil pengukuran dengan metode ini lebih tinggi dari metode HPLC.

Metode Kolorimetri: waktu inkubasi lama (2 jam), lebih spesifik karena tidak dipengaruhi non-glycosylated ataupun glycosylated labil. Kerugiannya waktu lama, sampel besar, dan satuan pengukuran yang kurang dikenal oleh klinisi, yaitu m mol/L.

Interpertasi Hasil Pemeriksaan HbA1C

HbA1C akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat. Karena itu, HbA1C bisa digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada penderita DM (glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan HbA1C-nya ) sejak 3 bulan lalu (umur eritrosit). HbA1C meningkat: pemberian Tx lebih intensif untuk menghindari komplikasi.

Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk HbA1C (terkontrol): 4%-5,9%.4 Jadi, HbA1C penting untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau belum.1,18 Sebaiknya, penentuan HbA1C ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali.

Pemeriksaan untuk Memantau Komplikasi DM

Komplikasi spesifik DM: aterosklerosis, nefropati, neuropati, dan retinopati. Pemeriksaan laboratorium bisa dilakukan untuk memprediksi beberapa dari komplikasi spesifik tersebut, misalnya untuk memprediksi nefropati dan gangguan aterosklerosis.

a. Pemeriksaan Mikroalbuminuria

Pemeriksaan untuk memantau komplikasi nefropati: mikroalbuminuria serta heparan sulfat urine (pemeriksaan ini jarang dilakukan). Pemeriksaan lainnya yang rutin adalah pemeriksaan serum ureum dan kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.

Mikroalbuminuria: ekskresi albumin di urin sebesar 30-300 mg/24 jam atau sebesar 20-200 mg/menit.2,3,6,14 Mikroalbuminuria ini dapat berkembang menjadi makroalbuminuria. Sekali makroalbuminuria terjadi maka akan terjadi penurunan yang menetap dari fungsi ginjal. Kontrol DM yang ketat dapat memperbaiki mikroalbuminuria pada beberapa pasien, sehingga perjalanan menuju ke nefropati bisa diperlambat.3,4,6 Pengukuran mikroalbuminuria secara semikuantitatif dengan menggunakan strip atau tes latex agglutination inhibition, tetapi untuk memonitor pasien tes-tes ini kurang akurat sehingga jarang digunakan. Yang sering adalah cara kuantitatif: metode Radial Immunodiffusion (RID), Radio Immunoassay (RIA), Enzym-linked Immunosorbent assay (ELISA), dan Immunoturbidimetry. Metode kuantitatif memiliki presisi, sensitivitas, dan range

20

Page 22: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

yang mirip, serta semuanya menggunakan antibodi terhadap human albumin.2,6,12,14 Sampel yang digunakan untuk pengukuran ini adalah sampel urine 24 jam.

Interpretasi Hasil Pemeriksaan Mikroalbuminuria

Menurut Schrier et al (1996), ada 3 kategori albuminuria, yaitu albuminuria normal (<20 mg/menit), mikroalbuminuria (20--200 mg/menit), Overt Albuminuria (>200 mg/menit).2,17 Pemeriksaan albuminuria sebaiknya dilakukan minimal 1 X per tahun pada semua penderita DM usia > 12 tahun.

b. Pemeriksaan untuk Komplikasi Aterosklerosis

Pemeriksaan untuk memantau komplikasi aterosklerosis ini ialah profil lipid, yaitu kolesterol total, low density lipoprotein cholesterol (LDL-C), high density lipoprotein cholesterol (HDL-C), dan trigliserida serum, serta mikroalbuminuria. Pada pemeriksaan profil lipid ini, penderita diminta berpuasa sedikitnya 12 jam (karena jika tidak puasa, trigliserida > 2 jam dan mencapai puncaknya 6 jam setelah makan).21

c. Pemeriksaan untuk Komplikasi Lainnya

Pemeriksaan lainnya untuk melihat komplikasi darah dan analisa rutin. Pemeriksaan ini bisa untuk melihat adanya infeksi yang mungkin timbul pada penderita DM.

Untuk pemeriksaan laboratorium infeksi, sering dibutuhkan kultur (pembiakan), misalnya kultur darah, kultur urine, atau lainnya. Pemeriksaan lain yang juga seringkali dibutuhkan adalah pemeriksaan kadar insulin puasa dan 2 jam PP untuk melihat apakah ada kelainan insulin darah atau tidak. Kadang-kadang juga dibutuhkan pemeriksaan lain untuk melihat gejala komplikasi dari DM, misalnya adanya gangguan keseimbangan elektrolit dan asidosis/alkalosis metabolik maka perlu dilakukan pemeriksaan elektrolit dan analisa gas darah. Pada keadaan ketoasidosis juga dibutuhkan adanya pemeriksaan keton bodies, misalnya aceton/keton di urine, kadar asam laktat darah, kadar beta hidroksi butarat dalam darah, dan lain-lainnya. Selain itu, mungkin untuk penelitian masih dilakukan pemeriksaan biomolekuler, misalnya HLA (Human Lymphocyte Antigen) serta pemeriksaan genetik lain.

Reduksi Urine

Pemeriksaan reduksi urine merupakan bagian daripemeriksaan urine rutin yang selalu dilakukan diklinik. Hasil yang (+) menunjukkan adanyaglukosuria. Beberapa hal yang perlu diingat darihasil pemeriksaan reduksi urine adalah 5 Digunakan pada pemeriksaan pertama sekali untuk tes skrining, bukan untuk menegakkan diagnosis

Nilai (+) sampai (++++) Jika reduksi (+): masih mungkin oleh sebab lain, seperti: renal glukosuria, obat-obatan, dan

lainny Reduksi (++) kemungkinan KGD: 200 – 300 mg% Reduksi (+++) kemungkinan KGD: 300 – 400 mg%

21

Page 23: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

Reduksi (++++) kemungkinan KGD: 400 mg% Dapat digunakan untuk kontrol hasil pengobatan Bila ada gangguan fungsi ginjal, tidak bisa dijadikan pedoman

3.8 Menjelaskan faktor penyulit diabetes melitus

Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun.

Penyulit akut o Ketoasidosis diabetiko Hiperosmolar non ketotiko Hipoglikemia

Hipoglikemia terjadi terutama pada usia lanjut yang harus dihindari, karena mengingat konsekuensinya yang harus dihindari, yang dapat fatal atau menyebabkan kemunduran mental bermakna pada pasien. Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar.)dan gejala neuroglikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma).

Penyulit Menahun

1. Makroangiopatio Pembuluh darah jantungo Pembuluh darah tepio Pembuluh darah otak

2. Mikroangiopatio Pembuluh darah kapiler retina matao Pembuluh darah kapiler ginjal.

3. Neuropati

3.9 Menjelaskan Kompilikasi Diabetes Melitus

Komplikasi DM:o Gangguan Integritas Kulito Retinopatio Gagal ginjalo Aterosklerosiso Infark miokardo Strokeo Komao Kematian

22

Page 24: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

3.10 Prognosis

Prognosis Diabetes Melitus usia lanjut tergantung pada beberapa hal dan tidak selamanya buruk, pasien usia lanjut dengan Diabetes Melitus tri II (Diabetes Melitus III) yang terawat baik prognosisnya baik pada pasien Diabetes Melitus usia lanjut yang jatuh dalam keadaan koma hipoklikemik atau hiperosmolas, prognosisnya kurang baik. Hipoklikemik pada pasien usia lanjut biasanya berlangsung lama dan serius dengan akibat kerusakan otak yang permanen. Karena hiporesmolas adalah komplikasi yang sering ditemukan pada usia lanjut dan angka kematiannya tinggi.

3.11 Pencegahan

a. Pencegahan Primer

Cara ini adalah cara yang paling sulit karena sasarannya orang sehat. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mencegah agar DM tidak terjadi pada orang atau populasi yang rentan (risiko tinggi), yang dilakukan sebelum timbul tanda-tanda klinis dengan cara :

• Makan seimbang artinya yang dimakan dan yang dikeluarkan seimbang disesuiakan dengan aktifitas fisik dan kondisi tubuh, dengan menghindari makanan yang mengandung tinggi lemak karena bisa menyebabkan penyusutan konsumsi energi. Mengkonsusmsi makanan dengan kandungan karbohidrat yang berserat tinggi dan bukan olahan.

• Meningkatkan kegiatan olah raga yang berpengaruh pada sensitifitas insulin dan menjaga berat

23

Page 25: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

badan agar tetap ideal.• Kerjasama dan tanggung jawab antara instansi kesehatan, masyarakat, swasta dan pemerintah,

untuk melakukan penyuluhan kepada masyarakat

b. Pencegahan Sekunder

• Ditujukan pada pendeteksian dini DM serta penanganan segera dan efektif, sehingga komplikasi dapat dicegah.

• Hal ini dapat dilakukan dengan skrining, untuk menemukan penderita sedini mungkin terutama individu/populasi.

• Kalaupun ada komplikasi masih reversible / kembali seperti semula.• Penyuluhan kesehatan secara profesional dengan memberikan materi penyuluhan seperti :

apakah itu DM, bagaimana penatalaksanaan DM, obat-obatan untuk mengontrol glukosa darah, perencanaan makan, dan olah raga.

c. Pencegahan Tersier• Upaya dilakukan untuk semua penderita DM untuk mencegah komplikasi.• Mencegah progresi dari komplikasi supaya tidak terjadi kegagalan organ.• Mencegah kecacatan akibat komplikasi yang ditimbulkan.Strategi yang bisa dilakukan untuk pencegahan DM adalah :

a. Population/Community Approach (Pendekatan Komunitas) :

Mendidik masyarakat menjalankan gaya hidup sehat dengan cara:• Mengendalikan berat badan, glukosa darah, lipid, tekanan darah, asam urat.• Menghindari gaya hidup berisiko.• Kerjasama dengan semua lapisan masyarakat.

b. Individual High Risk Approach (Pendekatan Individu) :

• Umur > 40th• Obesitas• Hipertensi• Riwayat keluarga / keturunan• Dislipidemia / timbunan lemak dalam darah yang berlebihan• Riwayat melahirkan > 4 kg• Riwayat DM pada saat kehamilan

4.Memahami dan menjelaskan penatalaksanaan Diabetes melitus

4.1 Menjelaskan asupan gizi pada pasien dibetes melitus

24

Page 26: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologis yang sangat direkomendasikan bagi pasien ddiabetes, Terapi gizi medis ini pada pronsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada stasus gizi medis diabetesi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.

Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain: Menurunkan berat badan, Menurunkan tekanan sistolik dan diastolik, Menurunkan kadar glukosa darah, Memperbaiki profil lipid, Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, Memperbaiki sistem koagulsi darah.

Tujuan Terapi Gizi Medis

Tujuan terapi gizi medis ini adlah untuk mencapai dan mempertahankan:o Kadar glukosa darah mendekati normalo Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl.o Glukosa darah 2 jam setelah makan <180 mg/dl.o Kadar A1c <7%.o Tekanan darah <130/80 mmHg.o Profil Lipido Kolesterol LDL<100 mg/dlo Kolesterol HDL >40 mg/dl.o Trigliserida < 150 mg/dl.o Beran badan senormal mungkin.

Jenis Bahan Makanan

KARBOHIDRAT

Sebagai sumber energi, KH yang diberikan diabetisi tidak boleh lebih dar 55-65% dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasikan dengan

25

Page 27: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA: monounsaturated fatty acids). Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4kilokalori.

Rekomendasi karbohidrat :o Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung KH, lebih ditentukan oleh

jumlahnya dibandungkan dengan jenis KH itu sendiri.o Dari total kebutuhan kalori perhari, 60-70% diantaranya berasal dari sumber KH.o Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah KH maksimal 70% dari total

kebutuhan kalori perhari.o Julah serat 25-50 gram per hari.o Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai lebih dari

total kebutuhan kalori perhari.o Sebagai pemanis dapat digunakan pmanis non kalori seperti sakarin, aspartame, acesulfame,

dan sukralosa.o Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dar10 gram/hari.o Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari.o Makanan yang mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.

PROTEIN

Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori perhari. Pada penderita kelainan ginjal dimana diperlukan pembatasan asupan protein sampai 40 gram perhari, maka perlu ditambahkan suplementasi asam amino esensial. Protein mengandung energi sebesar 2 kilokalori/gram.

Rekomendasi pemberian protein:o Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.o Pada keadaan kadar glukosa yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi

konsentrasi glukosa darah.o Pada keadaan glukosa tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg BB/hari.o Pada gangguan fungsi ginjal, asupan protein diturunkan sampai 0,85 gram/KgBB/hari dan

tidak kurang dari 40gram.o Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih dianjurkan

dibanding protein hewani.

LEMAK

Lemak memiliki kandungan energi sebesar 9 kilokalori/gram. Bahan makanan ini sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitami A, D, E, K. Berdasarkan rantai karbonnya , lemak dibedakan menjadi lemak jenuh dan tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolestrol sangat disarankan pada diabetisi karena terbukti dapat memperbaiki profil lipid tidak normal bagi pasien diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty acid : MUFA), merupakan salah satu asam lemak yang dapat memperbaiki glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi, dapat menurunkan kadar trigliserida, kolestrol total, kolestrol VLDL, dan meningkatkan kadar kolestrol HDL. Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid=

26

Page 28: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

PUFA) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang dapat menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan eningkatkan aktivitas enzyme lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jarngan perifer. Sehingga dapat menurunkan kadar kolestrol LDL.

Rekomendasi Pemberian Lemak:o Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total

kebutuhan kalori per hari.o Jika kadar kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai

maksimal 7% dari total kalori perhari.o Konsumsi kolestrol maksimal 300mg/hari, jika ada kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, maka

maksimal kolestrol yang dapat dikonsumsi 200 mg per hari.o Batasi asam lemak bentuk trans.o Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh rantai

panjang.o Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori perhari.

Penghitungan Jumlah Kalori

Perhitungan julah kalori ditentukan oleh stasus gizi, umur, ada tidaknya stress akut, dan kegiatan jasmani. Penetuan stasu s gizi dapat dipakai indeks massa tubuh (IMT) atau rumus Brocca.

Penentuan stasus gizi berdasarkan IMT

IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi dengat tinggi badan (dalam meter) kuadrat.o Berat badan kurang <18,5 o Berat badan normal 18,5-22,9o Berat badan lebih ≥ 23,0o Dengan resiko 23-24.9o Obes I 25-29,9o Obes II ≥ 30

Penentuan stasus gizi berdasarkan rumus Brocca

Pertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus: berat badan idaman (BBI kg) = (TB cm - 100) -10%.

Penetuan stasus gizi dihitung dari : (BB aktual : BB idaman) x 100%o Berat badan kurang BB <90% BBIo Berat badan normal BB 90-110% BBIo Berat badan lebih BB 110-120% BBIo Gemuk BB>120% BBI

Untuk kepentingan praktis dalam praktek digunakan rumus Brocca.

27

Page 29: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

Penentuan kebutuhan kalori perhari:

1. Kebutuhan basal:o Laki-laki : BB idaman (Kg) x 30 kaloro Wanita : BB idaman (Kg) x 25 kalori

2. Koreksi atau penyesuaian:o Umur diatas 40 tahun : -5%o Aktivitas ringan : +10%o Aktifitas sedang : +20%o Aktifitas berat : +30%o Berat badan gemuk : -20%o Berat badan lebih : -10%o Berat badan kurus : +10%

3. Stress metabolik : +10-30%

4. Kehamilan trimester I dan II : +300 kalori

5. Kehamilan trimester II dan menyusui : +500 kalori

Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang (25%), serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar. Pengaturan makan ini tidak berbeda dengan orang normal, kecuali dengan pengaturan jadwal makan dan jumlah kalori. Usahakan untuk merubah pola makan ini secara bertahap sesuai kondisi dan kebiasaan penderita.4.2 Menjelaskan farmakoterapi diabetes melitus

1. GOLONGAN SULFONILUREA MEKANISME KERJA.

Golongan obat ini sering disebut sebagai insulin secretstogues, kerjanya merangsang sekresi insulin dari granul sel-sel β Langerhans pancreas. Rangsangannya melalui interaksinya dengan ATP-sensitive K channel pada membrane sel-sel β yang menimbulkan depolarisasi membrane dan keadaan ini akan membuka kanal Ca. dengan terbukanya kanal Ca maka ion Ca++

akan masuk sel-sel β, merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptida C. kecuali itu sulfonylurea dapat mengurangi klirens insulin di hepar.

Pada penggunaan jangka panjang atau dosis yang besar dapat menyebabkan hipoglikemia.

FARMAKOKINETIK. Berbagai sulfonylurea mempunyai sifat kinetic berbeda, tetapi absorpsi melalui saluran

cerna cukup efektif. Makanan dan keadaan hiperglikemia dapat mengurangi absorpsi. Untuk mencapai kadar optimal di plasma, sulfonylurea dengan masa paruh pendek akan lebih efektif bila diminum 30 menit sebelum makan. Dalam plasma sekitar 90%-99% terikat protein plasma terutama albumin; ikatan ini paling kecil untuk klorpropamid dan paling besar untuk gliburid.

28

Page 30: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

Masa paruh dan metabolisme sulfonylurea generasi I sangat bervariasi. Masa paruh asetoheksamin pendek tetapi metabolit aktifnya, 1-hidroksiheksamid masa paruhnya lebih panjang, sekitar 4-5 jam, sama dengan tolbutamid dan tolazamid. Sebaiknya sediaaan ini diberikan dengan dosis terbagi. Sekitar 10% dari metabolitnya diekskresi melalui empedu dan keluar bersama tinja.

Klorpropamid dalam darah terikat albumin, masa paruhnya panjang, 24-48 jam, efeknya masih terlihat beberapa hari setelah obet dihentikan. Metabolismenya di hepar tidak lengkap, 20% diekskresi utuh di urin.

Mula kerja tolbutamid cepat, masa paruhnya sekitar 4-7 jam. Dalam darah sekitar 91-96% tolbutamid terikat protein plasma, dan di hepar di ubah menjadi karboksitolbutamid. Ekskresinya melalui ginjal.

Tolazamid, absorpsinya lebih lambat dari yang lain; efeknya pada glukosa darah belum nyata untuk beberapa jam setelah obat diberikan. Masa paruh sekitar 7 jam, di hepar di ubah menjadi p-karboksitolazamid, 4-hidroksimetitolazamid dan senyawa lain, yang diantaranya memiliki sifat hipoglikemik cukup kuat.

Sulfonilurea generasi II, umumnya potensi hipoglikemiknya hampir 100 kali lebih besar dari generasi I. Meski masa paruhnya pendek, hanya sekitar 3-5 jam, efek hipoglikemiknya berlangsung 12-24 jam, sering cukup diberikan 1 kali sehari. Alasan mengapa masa paruh yang pendek ini, memberikan efek hipoglikemik panjang, belum diketahui.

Glibizid, absorpsinya lengkap, masa paruhnya 3-4 jam. Dalam darah 98% terikat protein plasma, potensinya 100 kali lebih kuat dari tolbutamid, tetapi efek hipoglikemik maksimalnya mirip dengan sulfonilurea lain, metabolismenya di hepar, menjadi metabolit yang tidak aktif, sekitar 10% diekskresi melalui ginjal dalam keadaan utuh.

Gliburid (glibenklamid) potensinya 200 x lebih kuat dari tolbutamid, masa paruhnya sekitar 4 jam. Metabolismrnya di ahepar, pada pemberian dosis tunggal hanya 25% metabolitnya diekskresi melalui urun, sisanya melalui empedu. Pada penggunaan dapat terjadi kegagalan primer dan sekunder, dengan seluruh kegagalan kira-kira 21% selama 1,5 tahun.

Karena semua sulfonilurea di metabolisme di hepar dan diekskresi melalui ginjal, sediaan ini tidak boleh diberikan pada pasien gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat.

EFEK SAMPING. Insidens efek samping generasi I sekitar 4%, insidensnya lebih rendah lagi untuk generasi

II. Hipoglikemia, bahkan sampai koma tentu dapat timbul.reaksi ini lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut dengan gangguan fungsi hepar atau ginjal, terutama yang menggunakan sediaan dengan masa kerja panjang.

Efek samping lain,, reaksi alergi jarang sekali terjadi, mual, muntah, diare, gejala hematologi, susunan saraf pusat, mata dan sebagainya.

Gangguan saluran cerna ini dapat berkurang dengan mengurangi dosis, menelan obat bersama makanan atau membagi obat dalam beberapa dosis. Gejala sususnan saraf pusat berupa vertigo, bingung, atraksia dan sebagainya. Gejala hematologik al. Leukopenia dan agranulositosis. Efek samping lain gejala hipotiroidisme, ikterus obstruktuf, yang bersifat sementara dan lebih sering timbul akibat klorpropamid (0,4%). Berkuarngnya toleransi terhadap alkohol juga telah dilaporkan pada pemakaian tolbutamid dan klorpropamid.

Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien yang tidak mendapat dosis tepat, tidak makan cukup atau dengan gangguan fungsi hepar dan/atau ginjal. Kecenderungan hipoglikemia pada orang tua disebabkan oleh mekanisme kompensasi berkurang dan asupan makanan yang

29

Page 31: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

cenderung kurang. Selain itu, hipoglikemia tidak mudah dikenali pada orang tua karena timbul perlahan tanpa tanda akut (akibat tidak ada refleks simpatis) dan dapat menimbulkan disfungsi otak sampai koma. Penurunan kecepatan ekskresi klo, propamid dapat meningkatkan hipoglikemia.

INDIKASI. Memilih sulfonilurea yang tepat untuk pasien tertentu sangat penting untuk suksesnya

terapi. Yang menentukan bukanlah umur pasien waktu terapi dimulai, tetapi usia pasien waktu penyakit DM mulai timbul. Pada umumnya hasil yang baik diperoleh pada pasien yang diabetesnya mulai timbul pada usia diatas 40 tahun. Sebelum menentukan keharusan penggunaan sulfonilurea, selalu harus dipertimbangkan kemungkinan mengatasi hiperglikemia dengan hanya mengatur diet serta mengurangi berat badan pasien.

Kegagalan pasien dengan salah satu derivat sulfonilurea, mungkin juga disebabkan oleh perubahan farmakokinetik obat, misal penghancuran yang terlalu cepat. Obat hasil terapi yang baik tidak dapat dipertahankan dengan dosis 0.5 g klorpropamid, 0.75 g tolazamid, sebaiknya dosis jangan ditambah lagi.

Selama terapi, pemeriksaan fisik dan laboratorium harus tetap dilakukan secara teratur. Pada keadaan yang gawat seperti stres, komplikasi, infeksi dan pembedahan, insulin tetap merupakan terapi standar.

1.1. MEGLITINIDRepaglinid dan nateglinid Merupakan golongan meglitinid, mekanisme kerjanya sama dengan sulfonilurea tetapi struktur kimianya sangat berbeda. Golongan ADO ini merangsang insulin dengan menutup kanal K yang ATP-independent di sel β pankreas.

Pada pemberian oral absorpsinya cepat dan kadar puncaknya dicapai dalam waktu 1 jam. Masa paruhnya 1 jam, karena harus diberikan beberapa kali sehari, sebelum makan. Metabolisme utamanya di hepar dan metabolitnya tidak aktif. Sekitar 10% dimetabolisme di ginjal. Pada pasien dengan gangguan fungsi hepar atau ginjal harus diberikan secara berhati-hati. Efek samping utamanya hipoglikemia dan gangguan saluran cerna. Reaksi alergi juga pernah dilaporkan.

1.2. BIGUANIDSebenarnya dikenal 3 golongan ADO dari golongan biguanid : fenformin, buformin, dan

metformin, tetapi yang pertama telah ditarik dari peredaran karena sering menyebabkan asidosis laktat. Sekarang yang banyak digunakan adalah metformin.

MEKANISME KERJA. Biguanid tidak menyebabkan rangsangan sekresi insulin dan umumnya tidak

menyebabkan hipoglikemia. Metformin menurunkan produksi glukosa dihepar dan menungkatkan sensitivitas jaringan otot dan adiposa terhadap insulin. Efek ini terjadi karena adanya aktivasi kinase di sel (AMP-activated protein kinase). Meski masih kontroversial, adanya penurunan produksi glukosa hepar, banyak data yang menunjukkan bahwa efeknya terjadi akibat penurunan glukoneogenesis. Preparat ini tidak mempunyai efek yang berarti pada sekresi glukagon, kortisol, hormon pertumbuhan, dan somatostatin.

30

Page 32: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

Biguanid tidak merangsang ataupun menghambat perubahan glukosa menjadi lemak. Pada pasien diabetes yang gemuk, biguanid dapat menurunkan berat badan dengan mekanisme yang belum jelas pula; pada orang nondiabetik yang gemuk tidak timbul penurunan berat badan dan kadar glukosa darah.

Metformin oral akan mengalami absorpsi di intestin, dalam darah tidak terikat protein plasma, ekskresinya melalui urin dalam keadaan utuh. Masa paruhnya sekitar 2 jam.

Dosis awal 2 x 500 mg, umumnya dosis pemeliharaan (maintenance dose) 3 x 500 mg, dosis maksimal 2,5 g. Obat diminum pada waktu makan. Pasien DM yang tidak memberikan respon dengan sulfonilurea dapat diatasi dengan metformin, atau dapat pula diberikan sebagai terapi kombinasi dengan insulin atau sulfonylurea.

EFEK SAMPING. Hampir 20% pasien dengan metformin mengalami : mual; muntah, diare serta kecap

logam (metalic taste); tetapi dengan menurunkan dosis keluhan-keluhan tersebut segera hilang. Pada beberapa pasien yang mutlak bergantung insulin eksogen, kadang-kadang biguanid menimbulkan ketosis yang tidak disertai dengan hiperglikemia (starvation ketosis). Hal ini harus dibedakan dengan ketosis karena defisiensi insulin.

Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau sistem kardiovaskular, pemberian biguanid dapat menimbulkan peningkatan kadar asam laktat dalam darah, sehingga hal ini dapat mengganggu keseimbangan elektrolit dalam cairan tubuh.

INDIKASI. Sediaan biguanid tidak dapat menggantikan fungsi insulin endogen, dan digunakan pada

terapi diabetes dewasa.Dari berbagai derivat biguanid, data fenformin yang paling banyak terkumpul tetapi

sediaan ini kini dilarang dipasarkan di Indonesia karena bahaya asidosis laktat yang mungkin ditimbulkannya. Di Eropa fenformin digantikan dengan metformin yang kerjanya serupa fenformin tetapi diduga lebih sedikit menyebabkan asidosis laktat. Dosis metformin ialah 1-3 gram sehari dibagi dalam 2 atau 3 kali pemberian.

KONTRA INDIKASI. Biguanid tidak boleh diberikan pada kehamilan, pasien penyakit hepar berat, penyakit

ginjal dengan uremia dan penyakit jantung kongestif dan penyakit paru dengan hipoksia kronik. Pada pasien yang akan diberi zat kontras intravena atau yang akan di operasi, pemberian obat ini sebaiknya dihentikan dahulu. Setelah lebih dari 48 jam, biguanid baru boleh diberikan dengan catatan fungsi ginjal harus tetap normal. Hal ini untuk mencegah terbentuknya laktat yang berlebihan dan dapat berakhir fatal akibat asidosis laktat. Insidens asidosis akibat metformin kurang dari 0.1 kasus per 1000 patient-years, dan mortalitasnyalebih rendah lagi.

2. GOLONGAN TIAZOLIDINEDION

MEKANISME KERJA. Tiazolidinedion merupakan agonist potent dan selektif PPARγ, mengaktifkan PPARγ

membentuk kompleks PPARγ-RXR dan terbentuklah GLUT baru. Di jaringan adiposa PPARγ mengurangi keluarnya asam lemak menuju ke otot, dan karenanya dapat mengurangi resistensi insulin. Pendapat lain, aktivasi hormon adiposit dan adipokin, yang nampaknya adalah

31

Page 33: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

adiponektin. Senyawa ini dapat meningkatkan sensitivitas insulin melalui peningkatan AMP kinase yang merangsang transport glukosa ke sel dan meningkatkan oksidasi asam lemak. Jadi agar obat dapat bekerja harus tersedia insulin.

Selain itu glitazon juga menurunkan produksi glukosa hepar, menurunkan asam lemak bebas di plasma dan remodeling jaringan adipose.

Pioglitazon dan rosiglitazon dapat menurunkan HBA1c (1,0-1,5%) dan berkecenderungan meningkatkan HDL, sedang efeknya pada trigliserid dan LDL bervariasi.

Pada pemberian oral absorpsi tidak dipengaruhi makanan, berlangsung ± 2 jam.metabolismenya di hepar, oleh sitokrom P-450 rosiglitazon dimetabolisme oleh isozim 2C8, sedangkan pioglitazon oleh 2C8 & 3A4. meski demikian, penggunaan rosiglitazon 4 mg 2 x sehari bersama nifedipin atau kontrasepsi oral (etinil estradiol + noretindron) yang juga dimetabolisme isozim 3A4 tidak menujukkan efek klinik negatif yang berarti.

Ekskresinya melalui ginjal, keduanyadapat diberikan pada insufisiensi renal, tetapi dikontraindikasikan pada gangguan fungsi hepar (ALT>2,5 x nilai normal). Meski laporan hepatotoksik baru ada pada troglitazon, FDA menganjurkan agar pada awal dan setiap 2 bulan sekali selama 12 bulan pertama penggunaan kedua preparat diatas dianjurkan pemeriksaan tes fungsi hepar. Penelitian population pharmacokinetic, menunjukkan bahwa usia tidak mempengaruhi kinetiknya.

Glitazon digunakan untuk DM tipe 2 yang tidak memberi respons dengan diet & latihan fisik, sebagai monoterapi atau ditambahkan pada mereka yang tidak memberi respons pada obat hipoglikemik lain (sulfonilurea, metformin) atau insulin.

Dosis awal rosiglitazon 4 mg, bila dalam 3-4 minggu kontrol glisemia belum adekuat, dosis ditingkatkan 8mg/hari, sedangkan pioglitazon dosis awal 15-30mg bila kontrol glisemia belum adekuat, dosis dapat ditingkatkan sampai 45 mg. Efek klinis maksimalnya tercapai setelah penggunaan 6-12 minggu.

EFEK SAMPING. Efek samping antara lain, peningkatan berat badan, edema, menambah volume plasma

dan memperburuk gagal jantung kongestif. Edema sering terjadi pada penggunaannya bersama insulin. Kecuali penyakit hepar, tidak dianjurkan pada gagal jantung kelas 3 dan 4 menurut klasifikasi New York Heart Association. Hipoglikemia pada penggunaan monoterapi jarang terjadi.

3. PENGHAMBAT ENZIM α-GLIKOSIDASEMEKANISME KERJA.

Obat golongan ini dapat memperlambat absorpsi polisakarida (starch), dekstrin, dan disakarida di intestin. Dengan menghambat kerja enzim α-glikosidase di brush border intestin, dapat mencegah peningkatan glukosa plasma pada orang normal dan pasien DM.

Karena kerjanya tidak mempengaruhi sekresi insulin, maka tidak akan menyebabkan efek samping hipoglikemia. Akarbose dapat digunakan sebagai monoterapi pada DM usia lanjut atau DM yang glukosa postprandialnya sangat tinggi. Di klinik sering digunakan bersama antidiabetik oral lain dan/atau insulin.

Obat ini diberikan pada waktu mulai makan; dan absorpsi buruk.Akarbose merupakan oligosakarida yang berasal dari mikroba, dan miglitol suatu derivat deseksi nojirimisin, secara kompetitif juga menghambat glukoamilase dan sukrase, tetapi efeknya pada α-amilase pankreas lemah. Kedua preparat dapat menurunkan glukosa plasma postprandial pada

32

Page 34: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

DM tipe 1 & 2, dan pada DM tipe 2 dengan hiperglisemia yang hebat dapat menurunkan HbA1c secara bermakna. Pada pasien DM dengan hiperglisemia ringan sampai sedang, hanya dapat mengatasi hiperglisemia sekitar 30%-50% dibandingkan antidiabetik oral lainnya (dinilai dengan pemeriksaan HbA1c).

EFEK SAMPING. Efek samping yang bersifat dose-dependent antara lain: malabsorpsi, flatulen, diare, dan

abdominal bloating. Untuk mengurangi efek samping ini sebaiknya dosis dititrasi, mulai dosis awal 25 mg pada saat mulai makan untuk selama 4-8 minggu sampai dosis maksimal 75mg setiap tepat sebelum makan. Dosis yang lebih kecil dapat diberikan dengan makanan kecil (snack).

Akarbose paling efektif bila diberikan bersama makanan yang berserat, mengandung polisakarida, dengan sedikit kandungan glukosa dan sukrosa. Bila akarbose diberikan bersama insulin, atau dengan golongan sulfonilurea, dan menimbulkan hipoglikemia, pemberian glukosa akan lebih baik daripada pemberian sukrose, polisakarida atau maltosa.

OBAT HIPERGLIKEMIK

1.GLUKAGON

MEKANISME KERJA. Glukagon menyebabkan glikogenolisis di hepar dengan jalan merangsang enzim

adenilsiklase dalam pembentukan siklik AMP, kemudian siklik AMP ini mengaktifkan fosforilase, suatu enzim penting untuk glikogenolisis. Efek glukagon ini hanya terbatas pada hepar saja dan tidak dapat dihambat dengan pemberian adrenoreseptor β.

Glukagon juga meningkatkan glukoneogenesis. Efek ini mungkin sekali disebabkan oleh menyusutnya simpanan glikogen dalam hepar, karena dengan berkurangnya glikogen dalam hepar proses deaminasi dan transaminasi menjadi lebih aktif. Dengan meningkatnya proses tersebut maka pembentukan kalori juga makin besar. Ternyata efek kalorigenik glukagon hanya dapat timbul bila ada tiroksin dan adrenokortikosteroid.

Sekresi glukagon pankreas meninggi dalam keadaan hipoglikemia dan menurun dalam keadaan hiperglikemia. Sebagian besar glukagon endigen mengalami metabolisme di hati.

INDIKASI. Glukagon terutama digunakan pada pengobatan hipoglikemia yang ditimbulkan oleh

insulin. Hormon tersebut dapat diberikan secara IV, IM atau SK dengan dosis 1 mg. Bila dalam 20 menit setelah pemberian glukagon SK pasien koma hipoglikemik tetapi tidak sadar, maka glukosa IV harus segera diberikan karena mungkin sekali glikogen dalam hepar telah habis atau telah terjadi kerusakan otak yang menetap.

Glukagon HCl tersedia dalam ampul berisi bubuk 1 dan 10mg.

2.DIAZOKSIDObat ini memperlihatkan efek hiperglikemia bila diberikan oral dan efek antihipertensi

bila diberikan IV. Sediaan ini meningkatkan kadar glukosa sesuai besarnya dosis dengan menghambat langsung sekresi insulin; mungkin juga dengan menghambat penggunaan glukosa dan perifer dan merangsang langsung sekresi insulin; mungkin juga dengan menghambat

33

Page 35: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

penggunaan glukosa di perifer dan merangsang pembentukan glukosa dalam hepar. Diazoksid digunakan pada hiperinsulinisme misalnya pada insulinoma atau hipoglikemia yang sensitif terhadap leusin. Diazoksid 90% terikat plasma protein dalam darah. Masa paruh bentuk oral 24-36 jam, tetapi mungkin memanjang pada takar lajak atau pada apsien dengan kerusakan dengan kerusakan fungsi ginjal. Karena masa paruh yang panjang, diperlukan pengamatan jangka panjang. Takar lajak dapat menyebabkan hiperglikemia berat, kadang-kadang disertai ketoasidosis atau koma hiperosmolar tanpa ketosis.

Meskipun diazoksid termasuk golongan tiazid, obat ini meretensi air dan natrium. Diuretik tiazid meninggikan efek hiperglikemi dan hiperurisemi obat ini. Diazoksid oral menimbulkan potensiasi efek obat antihipertensi lain, meskipun bila obat ini digunakan sendiri efeknya tidak kuat. Efek hiperglikemi diazoksid dilawan oleh obat penghambat adrenoreseptor β. Diazoksid dapat menimbulkan iritasi saluran cerna, trombositopeni dan netropeni. Diazoksid bersifat teratogenik pada hewan (kelainan kardiovaskular dan tulang), juga menyebabkan degenerasi sel β pankreas fetus sehingga obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil.

Dosis pada orang dewasa adalah 3-8 mg/kgBB/hari, sedangkan pada anak kecil 8-15 mg/kgBB/hari. Obat ini diberikan dalam dosis terbagi 2-3 x sehari.

TERAPI INSULINKLASIFIKASI INSULINJenis sediaan Bufer Mula kerja Puncak

(jam)Masa kerja (jam)

Kombinasi dengan (jam)

Kerja cepat Regular solube (kristal) Lispro

-Fosfat

0,1-0,70,25

1,5-40,5-1,5

5-82-5

Semua jenis

lenteKerja sedang NPH (isophan) Lente

FosfatAsetat

1-21-2

6-126-12

18-2418-24

RegularSenilente

Kerja panjang Protamin zinc Ultralente Glargin

Fosfat asetat-

4-64-62-5

14-2016-185-24

24-3620-3618-24

Regular

INDIKASI dan TUJUAN. Insulin subkutan terutama diberikan pada DM tipe 1, DM tipe 2 yang tidak dapat diatasi

hanya dengan diet dan atau antidiabetik oral, pasien DM pascapankreaktomi atau DM dengan kehamilan, DM dengan ketoasidosis, koma nonketosis, atau komplikasi lain, sebelum tindakan operasi (DM tipe 1 dan 2). Tujuan pemberian insulin pada semua keadaan tersebut bukan saja untuk menormalkan glukosa darah tetapi juga memperbaiki semua aspek metabolisme, dan yang terakhir inilah umumnya yang suka dicapai.

Keadaan mendekati normoglisemia dicapai pada DM dengan multipel dosis harian insulin atau dengan infusion pump therapy, yang tujuannya mencapai glukosa darah puasa antara 90-120 mg/dL (5-6,7 mM), glukosa 2 jam postprandial kurang dari 150 mg/dL (8,3 mM). Pada pasien yang kurang disiplin atau kurang patuh terhadap terapi, mungkin perlu dicapai nilai glukosa darah puasa yang lebih tinggi (140 mg/dL atau 7,8 mM) dan postprandial 200 sampai 250 mg/dL atau11,1-13,9 mM.

34

Page 36: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

EFEK SAMPING. Hipoglikemia, merupakan efek samping paling sering terjadi dan trjadi akibat dosis

insulin yang terlalu besar, tidak tepatnya waktu makan dengan waktu tercapainya kadar puncak insulin, atau karena adanya faktor yang dapat meningkatkan sensitivitas terhadap insulin, misal insufisiensi adrenal atau pituitary, ataupun akibat kerja fisik yang berlebihan.

Reaksi alergi dan resistensi, kadang-kadang reaksi ini terjadi akibat adanya bekuan atau terjadinya denaturasi preparat insulin, atau kontaminan, atau akibat pasien sensitif terhadap senyawa yang ditambahkan pada proses formulasi preparat insulin (misal: Zn2+, protamin, fenol,dll). Reaksi alergi lokal sering terjadi akibat IgE atau resistensi akibat timbulnya antibodi IgG.

Lipoartrofi dan lipohipertrofi. Lipoartrofi jaringan lemak subkutan ditempat suntikan dapat timbul akibat variant respon imun terhadap insulin; sedangkan lipohipertrofi dimana terjadi penumpukan lemak subkutan terjadi akibat efek lipogenik insulin yang kadarnya tinggi pada daerah tempat suntikan. Hal ini diduga akibat adanya kontaminan dalam preparat insulin, dan reaksi lebih jarang terjadi pada penggunaan insulin, dan reaksi lebih jarang terjadi pada penggunaan insulin yang lebih murni. Pada kenyataannya lipohipertrofi lebih sering terjadi dengan human insulin apabila pasien yang menyuntikan sendiri pada tempat yang sama. Hal ini dapat disebabkan karena terjadinya absorpsi insulin yang kurang baik atau tidak teratur.

5. Memahami dan menjelaskan pola makan dan olahraga yang baik dalam Islam

A. Prinsip1. Diniatkan bahwa tujuan makan dan minum adalah untuk menambah ketaqwaan

kepada Allah SWT.2. Makanan dan minuman yang dikonsumsi adalah yang halal dan baik (halalan

thoyyiban) serta bersih.B. Larangan.

1. Apabila makanan dan minuman dalam keadaan panas, tunggulah sampai dingin dan jangan ditiup

2. Tidak menggunakan peralatan makanan/ minuman berupa bejana dari emas atau perak.

3. Jangan makan sambil berdiri. 

C. Tata cara makan Rasulullah SAW .1. Cara/ adab makan:

a. Mencuci (wudhu) tangan terlebih dahulu.b. Duduk, tidak bersandar pada punggung atau bersila. Cara duduk nabi saw adalah

duduk berlutut, duduk diatas kaki yang kiri dan menegakkan kaki kanannya.c. Meletakkan makanan di sebelah kanan.d. Makan bersama keluarga dan mengajak orang banyak, dengan duduk mengitari

makanan.e. Mengambil makanan yang terdekat.f. Tidak mencela makanan.g. Menggunakan tangan kanan.h. Hanya menggunakan 3 jari: ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah.

35

Page 37: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

i. Membaca bismillah ( الله setiap kali memasukkan makanan atau minuman ( بسمke dalam mulut, ; apabila lupa sewaktu teringat bacalah “bismillahi awwallohu wa aakhirohu”.

j. Menjilati jari-jari tangan atas makanan yang menempel dijari tersebut.k. Makan ketika terasa lapar dan berhenti sebelum kenyang, prinsipnya ruang

lambung dibagi 3 bagian: yaitu 1/3 air, 1/3 makanan, dan 1/3 udara.l. Bersyukur dan berdo’a sesudah makan, mengucapkan:“alhamdulillahi ladzii

ath’amana wa saqoona wa ja’alana muslimin”.m. Mencuci tangan sesudah makan.n. Berkumur-kumur dan bersiwak (menyikat gigi) sesudah makan.o. Mencuci bejana bekas makanan dan minuman.p. Menutup kembali wadah tempat makanan dan minuman.

 2. Sifat makanan.

a. Berimbang, maksudnya: setiap jenis makanan yang dimakan disesuaikan dengan kebutuhan porsi/ gizinya masing-masing, dan tidak berlebihan.

b. Makanan dapat berupa apa saja, asalkan terhindar dari hal yang diharamkan,3. Jenis makanan yang pernah dimakan Rasulullah SAW:

a.       Roti dan kue (makanan yang terbuat dari tepung dan rempah-rempah)b.      Buburc.       Mentimund.      Semangkae.      Kurma, ruthab, tamar (kurma kering)f.        Labu (dicampur roti atau tidak)g.       Kejuh.      Gula-gula dan madui.         Mentegaj.        Daging kelincik.       Daging kambing (bagian lengan atau punggung)l.         Daging burung hubara (burung yang panjang lehernya)m.    Dendengn.      Belalango.      Ikan laut

 Olahraga yang baik menurut Islam"Sesungguhnya pada tubuhmu ada hak yang harus engkau penuhi."(HR Bukhari, Ahmad, Nasai) "Dan perhatikanlah hal-hal yang bermanfaat bagimu."(HR Muslim, Ibnu Majah, dan Ahmad) "Mukmin yang kuat lebih baik dari mukmin yang lemah."(HR Muslim, Ibnu Majah, dan Ahmad) "Dan pergunakanlah masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu."

36

Page 38: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

(HR Bukhari) Berolahraga teratur dibarengi dengan gizi yang seimbang dapat membantu menjaga kebugaran, kesehatan biologis, dan aktivitas tubuh. aktivitas tubuh yang teratur memiliki beberapa manfaat, antara lain :• menormalkan fungsi hati• sirkulasi darah dan pernafasan• menambah daya pompa otot-otot hati• membantu menjaga kekuatan otot tubuh• mencegah kerapuhan tulang (terutama karena bertambahnya usia)• membakar kalori• menjaga berat badan ideal• membantu individu melaksanakan tugasnya dengan kemampuan yang lebih besarPenyakit pencernaan disebabkan oleh bertambahnya berat badan atau kegemukan antara lain :• sulitnya pencernaan• radang (infeksi) kantung empedu dan ginjal• penyakit sistem pernafasan, jika badan bertambah berat, ketika mengeluarkan nafas gerakan

selaput dinding pemisah dan gerakan rongga dada makin lambat mengakibatkan oksigen makin berkurang.

• penyakit sistem sirkulasi adalah darah tinggi dan gejala penebalan pada pembuluh nadi hati yang dapat menyebabkan serangan jantung dan pembekuan darah.

• penyakit kelenjar buntu adalah kencing manis serta penebalan pada pembuluh otak yang dapat mengakibatkan stroke dan lumpuh setengah badan (hemiplegia)

orang kegemukan terancam penyakit radang persendian, reumatik, dll.

6. Memahami dan menjelaskan retinopati diabetik

6.1 DefinisiRetinopati adalah salah satu komplikasi mikrovaskular DM yang

merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa.

6.2 Etiologi- Pandangan kabur - Floaters (benda yang melayang-layang pada penglihatan)

37

Page 39: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

Tanda Retinopati Diabetik  dengan pemeriksaan funduskopi didapatkan- Mikroaneurisma- Edema macula- Perdarahan retina- Neovaskularisasi- Proliferasi jaringan fibrosis retina

6.3 PatofisiologiHiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati DM

dan terjadi melalui beberapa jalur. Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya reactive oxy- gen intermediates (ROIs) dan advanced glycation endproducts (AGEs). ROIs dan AGEs merusak perisit dan endotel pembuluh darah serta merangsang pelepasan faktor vasoaktif seperti nitric oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1 (IGF-1), dan endotelin yang akan mem- perparah kerusakan.

Kedua, hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi dan ekspresi aldose reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan akumulasi sorbitol kemudian mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah dan disfungsi enzim endotel.

Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein kinase C (PKC). Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan lain diaktivasi oleh PKC. VEGF menstimulasi ekspresi intracellular adhe- sion molecule-1 (ICAM-1) yang memicu terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel pembuluh darah. Ikatan tersebut menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta trombosis dan oklusi kapiler retina. Keseluruhan jalur tersebut me- nimbulkan gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada retina. Hipoksia menyebabkan ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga merangsang pembentukan pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada membran basalisnya, defisiensi taut kedap antarsel endo- telnya, dan kekurangan jumlah perisit. Akibatnya, terjadi kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous.

6.4 EpidemiologiPenelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia

melaporkan bahwa jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun 2010 menjadi 154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30% di antaranya terancam mengalami kebutaan.4 The DiabCare Asia 2008 Study melibatkan 1 785 penderita DM pada 18 pusat kesehatan primer dan sekunder di Indonesia dan melaporkan bahwa 42% penderita DM mengalami komplikasi retinopati, dan 6,4% di antaranya merupakan retinopati DM proliferatif.

38

Page 40: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

6.5 Klasifikasi

Sistem Klasifikasi Retinopati DM Berdasarkan ETDRS13

Derajat 1, Tidak terdapat retinopati DM

Derajat 2, Hanya terdapat mikroaneurisma

Derajat 3,

Retinopati DM non-proliferatif derajat ringan - sedang yang ditandai oleh mikroaneurisma dan satu atau lebih tanda:

• Venous loops

• Perdarahan

• Hard exudates

• Soft exudates

• Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA)

Venous beading

Derajat 4,

• Retinopati DM non-proliferatif derajat sedang-berat yang ditandai oleh:

• Perdarahan derajat sedang-berat

• Mikroaneurisma

• IRMA

Derajat 5,

Retinopati DM proliferatif yang ditandai oleh neovaskularisasi dan perdarahan viterous

Gambar 1. Retinopati DM Nonproliferatif Derajat sedang dengan Edema Makula (A) dan Retinopati DM Proliferatif dengan Edema Makula dan Perdarahan Pre-retina (B)

39

Page 41: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

6.6 Manifestasi Klinis

Sebagian besar penderita retinopati DM, pada tahap awal tidak mengalami gejala penurunan tajam penglihatan. Apabila telah terjadi kerusakan sawar darah retina, dapat ditemukan mikroaneurisma, eksudat lipid dan protein, edema, serta perdarahan intraretina. Selanjutnya, terjadi oklusi kapiler retina yang mengakibatkan kegagalan perfusi di lapisan serabut saraf retina sehingga terjadi hambatan transportasi aksonal. Hambatan transportasi tersebut menimbulkan akumulasi debris akson yang tampak sebagai gambaran soft exudates pada pemeriksaan oftalmoskopi. Kelainan tersebut merupakan tanda retinopati DM non- proliferatif.

Hipoksia akibat oklusi akan merangsang pembentukan pembuluh darah baru dan ini merupakan tanda patognomonik retinopati DM proliferatif. Kebutaan pada DM dapat terjadi akibat edema hebat pada makula, perdarahan masif intravitreous, atau ablasio retina traksional.

6.7 Pemeriksaan dan DiagnosisDeteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui

pemeriksaan funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography dapat dilakukan dokumentasi kelainan retina. Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh American Academy of Ophthalmology (AAO) adalah fundus photography. Keunggulan pemeriksaan tersebut adalah mudah dilaksanakan, interpretasi dapat di- lakukan oleh dokter umum terlatih sehingga mampu laksana di pelayanan kesehatan primer. Di pelayanan primer pemeriksaan fundus photography berperanan sebagai pemeriksaan penapis. Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula, retinopati DM non- proliferatif derajat berat dan retinopati DM proliferatif maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata.

Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan visus, tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan stereoscopic fundus photography dengan pemberian midriatikum sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan opti- cal coherence tomography (OCT) dan ocular ultrasonography bila perlu.

OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang sulit terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya terhadap terapi. Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila visualisasinya terhalang oleh perdarahan vitre- ous atau kekeruhan media refraksi.

Pemeriksaan Funduskopi Direk pada Retinopati DM

Pemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik, retina, makula dan pembuluh darah di kutub pos- terior mata. Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diminta untuk melepaskan kaca mata atau lensa kontak, kemudian mata yang akan diperiksa ditetesi midriatikum. Pemeriksa harus menyampaikan

40

Page 42: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan kurang nyaman setelah ditetesi obat tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan kontra- indikasi pemberian midriatikum.

Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan di ruangan yang cukup gelap. Pasien duduk berhadapan sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta untuk memakukan (fiksasi) pandangannya pada satu titik jauh. Pemeriksa kemudian mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri dan ukuran apertur yang sesuai. Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa dan oftalmoskop dipegang di tangan kanan.

Mula-mula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk menilai refleks retina yang berwarna merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan pada jarak 2-3 cm dengan mengikuti pembuluh darah ke arah medial untuk menilai tampilan tepi dan warna diskus optik, dan melihat cup-disc ratio. Diskus optik yang normal berbatas tegas, disc berwarna merah muda dengan cup berwarna kuning, sedangkan cup-disc ratio <0,3. Pasien lalu diminta melihat ke delapan arah mata angin untuk menilai retina. Mikro- aneurisma, eksudat, perdarahan, dan neovaskularisasi merupakan tanda utama retinopati DM.

Terakhir, pasien diminta melihat langsung ke cahaya oftalmoskop agar pemeriksa dapat menilai makula. Edema makula dan eksudat adalah tanda khas makulopati dia- betikum.

6.8 TatalaksanaTata laksana retinopati DM dilakukan berdasarkan tingkat keparahan

penyakit. Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan hanya perlu dievaluasi setahun sekali. Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa edema makula yang nyata harus menjalani pemeriksaan rutin setiap 6-12 bulan. Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang dengan edema makula signifikan merupakan indikasi laser photocoagulation untuk mencegah per- burukan. Setelah dilakukan laser photocoagulation, penderita perlu dievaluasi setiap 2-4 bulan. Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat berat dianjurkan untuk menjalani panretinal laser photocoagulation, terutama apabila kelainan berisiko tinggi untuk berkembang menjadi retinopati DM proliferatif. Penderita harus dievaluasi setiap 3-4 bulan pascatindakan. Panretinal laser photocoagula- tion harus segera dilakukan pada penderita retinopati DM proliferatif. Apabila terjadi retinopati DM proliferatif disertai edema makula signifikan, maka kombinasi focal dan panretinal laser photocoagulation menjadi terapi pilihan.

6.9 Pencegahan, dan Prognosis

Deteksi Dini Retinopati DM

Pada tahun 2010, The American Diabetes Association7 menetapkan

41

Page 43: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

beberapa rekomendasi pemeriksaan untuk deteksi dini retinopati DM. Pertama, orang dewasa dan anak berusia lebih dari 10 tahun yang menderita DM tipe I harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata dalam waktu lima tahun setelah diagnosis DM di- tegakkan. Kedua, penderita DM tipe II harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata segera setelah didiagnosis DM. Ketiga, pemeriksaan mata penderita DM tipe I dan II harus dilakukan secara rutin setiap tahun oleh dokter spesialis mata. Keempat, frekuensi pemeriksaan mata dapat dikurangi apabila satu atau lebih hasil pemeriksaan menunjukkan hasil normal dan dapat ditingkatkan apabila ditemukan tanda retinopati progresif. Kelima, perempuan hamil dengan DM harus menjalani pemeriksaan mata rutin sejak trimester pertama sampai dengan satu tahun setelah persalinan karena risiko terjadinya dan/atau perburukan retinopati DM meningkat, dan ia harus menerima penjelasan menyeluruh tentang risiko tersebut.

Daftar Pustaka :

o Snell, RS, 1997, Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran,EGC, Jakarta.

o Luis, Juncqueira, Jose Carneiro, 1991. Histologi Dasar, ed.3. EGC, Jakarta.

o Guyton dan Hall.2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.Jakarta: EGC.

o Sherwood. L.2004. Fisiologi Manusia: Dari sel ke Sistem

42

Page 44: Pbl Endokrin 1 Diabetik a3

o Murray, Robert K.,dkk. 2003. Biokimia Harper. Jakarta: EGC.

o Amin Z, bahar A, 2006, Buku Ajar ilmu Penyakit dalam, Jilid III, edisi IV, Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

o Cotran RS, Kumar V, Robbin SL (2004) Dasar Patologi, ed.7.

o PERKENI.2002. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Type 2 Di Indonesia.

o Jawetz, Melnick, Adelberg’s. Mirobiologi Kedokteran. mcGraw-Hill.

o Gan S, Setiabudi R, Suyatna FD, dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi, ed 4, Jakarta. Bagian farmakologi FK UI.

43