pbl bbl.edit
DESCRIPTION
aTRANSCRIPT
LAPORAN PBL
BAYI BARU LAHIR
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Problem Based Learning
Disusun oleh:
Kelompok C
Nilna Asyrofatul Ulumiyah 105070601111014
Made Wiwin Indriani 105070601111015
Izza Luaily Ramdha 105070601111016
Riyanfita Lestari 105070607111004
Dewi Larasati 105070607111005
Iris Berlian Rahmatin Santoso 105070607111006
Shelvi Novianita 105070607111021
Yuli Istinawati 105070607111022
Imami Nurmayani 0910763033
Elmi Mahlida 105070601111013
Monica Dara Delia 105070607111003
Youke Marsella 105070607111020
PROGRAM STUDI KEBIDANANFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
Kasus
Seorang wanita berusia 36 tahun melahirkan bayi perempuan lahir spontan di Bidan Praktik Mandiri (BPM) Ny. Murni. Berat lahir 2650 gram, umur kehamilan 34 minggu. Saat lahir bayi tidak segera menangis, ketuban pecah saat lahir, keruh bercampur mekonial. Bayi tampak lemah, pucat, kulit sianosis tonus otot menurun, denyut jantung bayi 90x/menit.
a. Tentukan terlebih dahulu clarifying concept (key words) dalam kasus di atas
b. Data yang perlu dikaji untuk menegakkan diagnosis
c. Brain Storming (pemeriksaan utama melihat kasus di atas)
d. tentukan diagnosis pada kasus tersebut
e. asuhan yang diberikan bidan untuk bayi tersebut
f. intervensi / tindakan yang dapat dilakukan bidan untuk mencegah terjadinya kasus di atas
g. tentukan Learning ObjectiveJawab
A. Clarifying concept
Usia 36 tahun
Bayi lahir spontan
UK 34 minggu
BB lahir 2650 gram
Bayi lahir tidak segera menangis
Bayi tampak lemah, pucat, kulit sianosis, tonus otot menurun
Ketuban pecah saat lahir, keruh bercampur mekonial
Denyut jantung bayi 90x/menit
B. Identifikasi Masalah
1. Apakah gangguan pada BBL dengan tanda tanda masalah di atas?
2. Apakah definisi dari gangguan tersebut?
3. Apakah penyebab dan factor predisposisi dari gangguan tersebut?
4. Bagaimana patofisiologi terjadinya gangguan tersebut?
5. Apa saja tanda dan gejala dari gangguan tersebut?
6. Apakah ada pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis gangguan tersebut?
7. Komplikasi apa saja yang dapat timbul dari gangguan tersebut?
8. Bagaimana penatalaksanaan gangguan tersebut?
9. Apa batasan kewenangan bidan dalam menangani gangguan tersebut?
10. Bagaimana deteksi dini dan pencegahan dari gangguan tersebut?
C. Brain storming
1. Asfiksia BBL
2. Keadaan bayi gagal bernafas secara sopntan segera setelah lahir
3. Penyebab dan predisposisi
Prematuritas
Lilitan tali pusat
Usia ibu 36 tahun
Ketuban keruh dan bercampur mekonial
4. a. prematuritas menyebabkan fungsi paru belum siap sehingga tidak dapat mengalirkan O2 keseluruh tubuh dengan baik
b. Pengaruh surfaktan paru belum terbentuk sempurna
5. Tanda dan gejala
Pucat, kulit sianosis, tonus otot menurun
Ketuban bercampur mekonial, bayi tidak menangis spontan
DJ bayi < normal
Hipotermi
6. Asidosis diukur dengan PaCO2, PaO2 dan pH
7. Komplikasi
Hipotermia
Henti nafas
Hipoksia
Kematian
Kerusakan organ/jaringan
8. penatalaksanaan
Resusitasi BBL
Rujuk untuk perawatan intensif
Menjaga suhu tubuh bayi agar tetap hangat
9. Resusitasi awal selama 10 menit
10. Deteksi dini dan pencegahan
Riwayat persalinan yang lalu
Hasil pemeriksaan DJJ
Dari hasil ANC yang berkualitas
KIE yang baik dan benar
D. System klasifikasi
E. Learning objective
1. Memahami definisi asfiksia
2. Memahami factor penyebab dan factor predisposisi asfiksia
3. Memahami bagaimana patofisiologi asfiksia
4. Memahami tanda dan gejala asfiksia
5. Memahami bagaimana pemeriksaan penunjang untuk asfiksia
6. Memahami komplikasi asfiksia
7. Memahami bagaimana penatalaksanaan asfiksia
8. Memahami seberapa jauh batasan wewenang bidan dalam mengatsi asfiksia
9. Memahami bagaimana cara mendeteksi dini dan pencegahan asfiksia
F. Self studi2. Definisi
Asfiksi neonatorum adalah keadaan bayi dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia, dan berakhir dengan asidosis.Beberapa sumber mendefinisikan asfiksia neonatorum dengan berbeda :
1) Ikatan Dokter Anak Indonesia
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis.
2) WHO
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.
3) ACOG dan AAP
Seorang neonatus disebut mengalami asfiksia bila memenuhi kondisi sebagai berikut: Nilai Apgar menit kelima 0-3
Adanya asidosis pada pemeriksaan darah tali pusat (pH 55 mmH2O
pH < 7,3
Jika bayi sudah tidak membutuhkan bantuan resusitasi aktif, pemeriksaan penunjang diarahkan pada kecurigaan komplikasi, berupa :
Darah lengkap
Ureum kreatinin
Laktat
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan USG Kepala
EEG
Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen drai ibu ke janin, maka akan terjadi asfiksisa janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan, atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir ini merupakan kelanjutan asfiksia janin. Karena itu, penilaian janin selama masa kehamilan, persalinan, memegang peranan yang sangat penting untuk keselamatan bayi.
Faktor predisposisi
a. Faktor ibu
Hipoksia
Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anestesia dalam.
Gangguan aliran darah uterusl
Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan demikian pula ke janin. Hal ini karena: 1. gangguan kontraksi uterus ( hipertoni, hipotoni, atau tetani uterus akibat penyakit atau obat) 2. Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan 3. Hipertensi pada penyakit eklampsia dll.b. Faktor plasenta
Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dll.
c. Faktor fetus
Tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir dll
d. Faktor neonatus
Pemkaian obat anestesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin
Trauma yang terjadi pada persalinan seperti perdarahan intrakranial
Kelainan kongenital pada bayi seperti hernia diafragmatika, atresia/stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dll.e. Faktor persalinan
Meliputi partus lama, partus dengan tindakan dll.
Menilai faktor risiko bayi sangatlah penting, karena asfiksi dapat terjadi antepartum dan intrapartum
Faktor risiko antepartum
Diabetes pada ibu
Anemia janin atau isoimunisasi
Riwayat kematian janin dan neonatus
Perdarahan pada TM 2 dan TM 3
Polihdramnion dan oligohidramnion
Ketuban pecah dini
Berat janin tidak sesuai masa kehamilan
Berkurangnya gerakan janin
Tanpa pemeriksaan antenatal
Usia < 16 tahun atau > 35 tahun
Faktor risiko intrapartum
Kelahiran kurang bulan
Partus presipitatus
Korioamnionitis
Makrosomia
Air ketuban bercampur mekonium
Hiperstimulus uterus
Solusio plasenta dan plasenta previa
Prolapsus tali pusat
4. Patofisiologi terjadinya asfiksia neonatorum dapat dijelaskan sebagai berikut,
Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada beberapa menit pertama kelahiran dan selanjutnya disusul pernapasan teratur. Pernapasan spontan bayi baru lahir tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien). Proses ini merupakan reaksi adaptasi bayi akibat transisi dari kondisi dalam uterus ke lingkungan luar. Proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernapasan agar terjadi primary gasping yang kemudian akan berlanjut dengan pernapasan teratur (James, 1958). Jika terjadi gangguan pertukaran gas atau pengankutan oksigen selama kehamilan / persalinan berdasarkan etiologi masing-masing faktor penyebab, maka akan memicu timbulnya asfiksia yang lebih berat yang dapat menyebabkan kerusakan dan gangguan fungsi sel tubuh yang bersifat reversible (Caldyero-Barcia, 1968).
Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnu (primary apnoea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung, selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernapas (gasping) diikuti pernapasan teratur. Pada asfiksia berat, usaha bernapas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada pada periode apnu kedua (secondary apnoea). Pada tingkat ini, disamping bradikardi ditemukan juga penurunan tekanan darah.
Apabila paru tidak dapat mengembang dengan sempurna pada beberapa tarikan nafas yang pertama, maka akan terjadi gangguan pernafasan. Apnea saat lahirpada keadaan ini bayi tidak mampu menarik nafas yang pertama setelah lahir oleh karena alveoli tidak mampu mengembang atau alveoli masih berisi cairan dan gerakan pernafasan yang lemah, pada keadaan ini juga janin mampu menarik nafas yang pertama, tapi sangat dangkal dan tidak efekstif untuk memenuhi kebutuhan O2 tubuh.
Sementara patofisiologi lainnya adalah gangguan dalam sirkulasi/pertukaran gas vasokontriksi pembuluh darah dapat menurunkan perfusi paru. Dengan demikian, O2 akan menurun dan terjadi asidosis. Pada keadaan ini, arteriol akan tetap tertutup dan duktus arteriosus akan tetap terbuka dan pertukaran gas dalam paru tidak terjadi
Selama penurunan perfusi paru masih ada, oksigenasi ke jaringan tubuh tidak mungkin terjadi. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tergantung dari berat dan lamanya asfiksia. Fungsi tadi dapat reversible atau menetap. Apabila keadaan tersebut berlangsung terus, maka akan terjadi metabolik anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam organik yang terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan asam-basa berupa asidosis metabolik. Keadaan ini akan mengganggu fungsi organ tubuh. Akan terlihat tahapan proses menurunnya kadar PO tubuh, meningkatnya PCO2, dan menurunnya PH darah.BBL mempunyai karakteristik yang unik. Transisi dari kehidupan janin intrauerin ke kehidupan bayi ekstrauterin, menunjukkan perubahan sebagai berikt. Alveoli paru janin dalam uterus berisi cariran paru. Pada saat lahir dan bayi mengambil nafas pertama, udara memasuki alveoli paru dan cairan paru diabsorbsi oleh jaringan paru. Pada nafas kedua dan berikutnya, udara yang masuk alveoli bertambah banyak dan cairan paru diabsorpsi sehingga kemudian seluruh alveoli paru berisi udara yang mengandung oksigen. Aliran darah peu meningkat secara dramatis. Hal ini disebabkan ekspansi paru yang membutuhkan tekanan pncak inspirasi dan tekan akhir ekspirasi yang lebih tinggi. Ekspansi paru dan tekanan oksigen alveoli, keduanya, menyebabkan penuruna resistensi vaskuler paru dan peningkatan aliran darah paru setelah lahir. Aliran intrakardial dan ekstrakardial mulai beralih arah yang kemudian diikuti penutupan duktus arteriosus. Kegagalan penurunan resistensi vaskuler paru menyebabkan hipertensi pulmonal persisten pada BBL, dengan aliran darah paru yang inadekuat dan hipoksemia relatif. Ekspansi paru yang inadekuat menyebabkan gagal napas.
Neonatology hal 104
5. Tanda dan Gejala
Gejala Klinik
Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun,tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.
Manifestasi Klinis :1. Serangan jantung2. Ptekie hemorragi3. Sianosis dan kongestif
4. Penemuan jalan napas5. Pernapasan cuping hidung
6. Nadi cepat, pernapasan cepat7. Bayi tidak bernafas atau menangis8. Denyut jantung kurang dari 100x/menit 9. Tonus otot menurun 10. Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium, atau sisa mekonium pada tubuh bayi BBLRPencegahan dan Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum Depkes RI hal 161. Pernafasan terganggu
2. Detak jantung berkurang
3. Reflek/respon bayi melemah
4. Tonus otot menurun
5. Warna kulit biru atau pucat
a. Asfiksia ringan :
Nilai Apgar 7-10, vigorous baby atau asfiksia ringan.
Bayi dalam keadaan baik sekali. Tonus otot baik, seluruh tubuh kemerah-merahan. Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
b. Asfiksia sedang :
skor apgar 4-6
frekuensi jantung >100 x/menit, tonus otot kurang baik, sianosis, reflek iritabilitas (-)
c. Asfiksia berat :
skor apgar 0-3
frekuensi jantung 55 mm H2
pH < 7,30
Bila bayi sudah tidak membutuhkan bantuan resusitasi aktif, pemeriksaan penunjang diarahkan pada kecurigaan komplikasi:
Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan EEG
USG kepala
CT scan kepala
Darah lengkap
Gula darah
Elektrolit darah
Ureum kreatinin
Laktat
Pencegahan dan Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum Depkes RI hal 167. Komplikasi
Kelainan syaraf permanen, misalnya : cerebral palsy , mental retardation
Kegagalan multi organ
HIE ( Hipoxic Iskemik Encephalopaty)
Abnormalitas cairan elektrolit & metabolisme perdarahan otak
anuria atau oliguria
hyperbilirubinemia
obstruksi usus yang fungsional
kejang sampai koma
komplikasi akibat resusitasinya sendiri (pnemonthorax)
kerusakan sel sementara/menetap
a. Otak:hipoksia iskemik enselopati, edema serebri, palsi celebralis, apnu kejang
b. Paru paru: hipertensi pulmoner, pneumonia, pneumotoraks, takipnu transien, sindrom aspirasi, mekonium, defisiensi surfaktan, perdarahan paru, edema paru
c. Kardiovaskular:hipotensi
d. Ginjal:nekrosis tubuler akut
e. Gastrointestinal:ileus, enterokolitis, nekrotikans
f. Metabolic/hematologic : hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia, anemia, trombositopenia
g. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
h. Kegagalan fungsi hati
i. Necrotizing enterocolitis
j. Abnormalitas cairan, elektrolit, dan metabolisme
8. Penatalaksanaan Asfiksia NeonatorumTerdapat perbedaan antara penanganan resusitasi BBL jika ada ketuban bercampur mekonium, yaitu :
Bila bayi menangis/bernafas normal, potong tali pusat dengan cepat, tidak diikat dan tidak dibubuhi apapun, dilanjutkan dengan langkah awal
Jika megap-megap atau tidak bernafas, buka mulut lebar, usap mulut dan isap lendir, potong tali pusat dengan cepat, tidak diikat, tidak dibubuhi apapun dilanjutkan dengan langkah awal.
Pemotongan tali pusat dapat merangsang pernapasan bayi, apabila masih ada air ketuban dan mekonium dijalan napas, bayi bisa tersedak (aspirasi).
Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan dengan menjawab 4 pertanyaan:
apakah bayi cukup bulan?
apakah air ketuban jernih?
apakah bayi bernapas atau menangis?
apakah tonus otot bayi baik atau kuat?
Bila semua jawaban ya maka bayi dapat langsung dimasukkan dalam prosedur perawatan rutin dan tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi dikeringkan, diletakkan di dada ibunya dan diselimuti dengan kain linen kering untuk menjaga suhu. Bila terdapat jawaban tidak dari salah satu pertanyaan di atas maka bayi memerlukan satu atau beberapa tindakan resusitasi berikut ini secara berurutan:
1. Langkah awal resusitasi
(a) memberikan kehangatan
(b) memposisikan bayi dan membuka/ membersihkan jalan nafas
(c) mengeringkan sambil merangsang
(d) memposisikan kembali
(e) menilain bayi
2. Ventilasi tekanan positif
3. Kompresi dada
4. Pemberian epinefrin dan atau pengembang volume (volume expander)
Keputusan untuk melanjutkan dari satu kategori ke kategori berikutnya ditentukan dengan penilaian 3 tanda vital secara simultan (pernapasan, frekuensi jantung dan warna kulit). Waktu untuk setiap langkah adalah sekitar 30 detik, lalu nilai kembali, dan putuskan untuk melanjutkan ke langkah berikutnyaPemberian oksigen Bila bayi masih terlihat sianosis sentral, maka diberikan tambahan oksigen. Pemberian oksigen aliran bebas dapat dilakukan dengan menggunakan sungkup oksigen, sungkup dengan balon tidak mengembang sendiri, T-piece resuscitator dan selang/pipa oksigen. Pada bayi cukup bulan dianjurkan untuk menggunakan oksigen 100%. Namun beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa penggunaan oksigen ruangan dengan konsentrasi 21% menurunkan risiko mortalitas dan kejadian ensefalopati hipoksik iskemik (EHI) dibanding dengan oksigen 100%.18-22 Pemberian oksigen 100% tidak dianjurkan pada bayi kurang bulan karena dapat merusak jaringan.
Penghentian pemberian oksigen dilakukan secara bertahap bila tidak terdapat sianosis sentral lagi yaitu bayi tetap merah atau saturasi oksigen tetap baik walaupun konsentrasi oksigen sama dengan konsentrasi oksigen ruangan. Bila bayi kembali sianosis, maka pemberian oksigen perlu dilanjutkan sampai sianosis sentral hilang. Kemudian secepatnya dilakukan pemeriksaan gas darah arteri dan oksimetri untuk menyesuaikan kadar oksigen mencapai normal.
Ventilasi Tekanan Positif
Ventilasi tekanan positif (VTP) dilakukan sebagai langkah resusitasi lanjutan bila semua tindakan diatas tidak menyebabkan bayi bernapas atau frekuensi jantungnya tetap kurang dari 100x/menit. Sebelum melakukan VTP harus dipastikan tidak ada kelainan congenital seperti hernia diafragmatika, karena bayi dengan hernia diafragmatika harus diintubasi terlebih dahulu sebelum mendapat VTP. Bila bayi diperkirakan akan mendapat VTP dalam waktu yang cukup lama, intubasi endotrakeal perlu dilakukan atau pemasangan selang orogastrik untuk menghindari distensi abdomen. Kontra indikasi penggunaan ventilasi tekanan positif adalah hernia diafragma.
Kompresi dada
Kompresi dada dimulai jika frekuensi jantung kurang dari 60x/menit setelah dilakukan ventilasi tekanan positif selama 30 detik. Tindakan kompresi dada (cardiac massage) terdiri dari kompresi yang teratur pada tulang dada, yaitu menekan jantung ke arah tulang belakang, meningkatkan tekanan intratorakal, dan memperbaiki sirkulasi darah ke seluruh organ vital tubuh. Kompresi dada hanya bermakna jika paru-paru diberi oksigen, sehingga diperlukan 2 orang untuk melakukan kompresi dada yang efektifsatu orang menekan dada dan yang lainnya melanjutkan ventilasi.Orang kedua juga bisa melakukan pemantauan frekuensi jantung, dan suara napas selama ventilasi tekanan positif. Ventilasi dan kompresi harus dilakukan secara bergantian.
Pemberian obat-obatan
Obat-obatan jarang diberikan pada resusitasi bayi baru lahir.40 Bradikardi pada bayi baru lahir biasanya disebabkan oleh ketidaksempurnaan pengembangan dada atau hipoksemia, dimana kedua hal tersebut harus dikoreksi dengan pemberian ventilasi yang adekuat. Namun bila bradikardi tetap terjadi setelah VTP dan kompresi dada yang adekuat, obat-obatan seperti epinefrin, atau volume ekspander dapat diberikan.16 Obat yang diberikan pada fase akut resusitasi adalah epinefrin. Obat-obat lain digunakan pada pasca resusitasi atau pada keadaan khusus lainnya.
(1) Epinefrin
Indikasi pemakaian epinefrin adalah frekuensi jantung kurang dari 60x/menit setelah dilakukan VTP dan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik. Epinefrin tidak boleh diberikan sebelum melakukan ventilasi adekuat karena epinefrin akan meningkatkan beban dan konsumsi oksigen otot jantung. Dosis yang diberikan 0,1-0,3 ml/kgBB larutan1:10.000 (setara dengan 0,01-0,03 mg/kgBB) intravena atau melalui selang endotrakeal. Dosis dapat diulang 3-5 menit secara intravena bila frekuensi jantung tidak meningkat. Dosis maksimal diberikan jika pemberian dilakukan melalui selang endotrakeal.
(2) Volume Ekspander
Volume ekspander diberikan dengan indikasi sebagai berikut: bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi, hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil atau lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat. Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis. Jenis cairan yang diberikan dapat berupa larutan kristaloid isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat) atau tranfusi golongan darah O negatif jika diduga kehilangan darah banyak.
(3) Bikarbonat
Indikasi penggunaan bikarbonat adalah asidosis metabolik pada bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi. Dosis yang digunakan adalah 2 mEq/kg BB atau 4 ml/kg BB BicNat yang konsentrasinya 4,2 %. Bila hanya terdapat BicNat dengan konsetrasi 7,4 % maka diencerkan dengan aquabides atau dekstrosa 5% sama banyak. Pemberian secara intra vena dengan kecepatan tidak melebihi dari 1 mEq/kgBB/menit.
(4) Nalokson
Nalokson hidroklorida adalah antagonis narkotik diberikan dengan indikasi depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik dalam waktu 4 jam sebelum melahirkan. Sebelum diberikan nalokson ventilasi harus adekuat dan stabil. Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya dicurigai sebagai pecandu obat narkotika, sebab akan menyebabkan gejala putus obat pada sebagian bayi. Cara pemberian intravena atau melalui selang endotrakeal. Bila perfusi baik dapat diberikan melalui intramuskuler atau subkutan. Dosis yang diberikan 0,1 mg/kg BB, perlu diperhatikan bahwa obat ini tersedia dalam 2 konsentrasi yaitu 0,4 mg/ml dan 1 mg/ml.
Intubasi endotrakeal
Intubasi endotrakeal dapat dilakukan pada setiap tahapan resusitasi sesuatu dengan keadaan, antara lain beberapa keadaan berikut saat resusitasi:
(1) Jika terdapat mekoneum dan bayi mengalami depresi pernapasan, maka intubasi dilakukan sebagai langkah pertama sebelum melakukan tindakan resusitasi yang lain, untuk membersihkan mekoneum dari jalan napas.
(2) Jika ventilasi tekanan positif tidak cukup menghasilkan perbaikan kondisi, pengembangan dada, atau jika ventilasi tekanan positif berlangsung lebih dari beberapa menit, dapat dilakukan intubasi untuk membantu memudahkan ventilasi.
(3) Jika diperlukan kompresi dada, intubasi dapat membantu koordinasi antara kompresi dada dan ventilasi, serta memaksimalkan efisiensi ventilasi tekanan positif.
(4) Jika epinefrin diperlukan untuk menstimulasi frekuensi jantung maka cara yang umum adalah memberikan epinefrin langsung ke trakea melalui pipa endotrakeal sambil menunggu akses intravena.
(5) Jika dicurigai ada hernia diafragmatika, mutlak dilakukan pemasangan selang endotrakeal. Cara pemasangan selang endotrakeal perlu dikuasai diantaranya melalui pelatihan khusus.
Resusitasi pada bayi kurang bulan Bayi kurang bulan mempunyai risiko terkena berbagai komplikasi setelah lahir. Secara anatomi dan fisiologi bayi kurang bulan adalah imatur, sehingga mereka memiliki berbagai risiko sebagai berikut:
Kulit yang tipis dengan permukaan tubuh yang relatif luas serta kurangnya lemak tubuh memudahkan bayi kehilangan panas
Jaringan yang imatur memungkinkan lebih mudah rusak oleh oksigen yang berlebihan
Otot yang lemah dapat menyebabkan bayi kesulitan bernapas
Usaha bernapas dapat berkurang karena imaturitas sistem saraf
Paru-paru mungkin imatur dan kekurangan surfaktan sehingga kesulitan ventilasi, selain itu paru paru bayi lebih mudah cedera setelah tindakan VTP
Sistem imunitas yang imatur rentan terhadap infeksi
Kapiler yang rapuh dalam otak yang sedang berkembang dapat pecah
Pengambilan darah berulang untuk pemeriksaan pada bayi prematur lebih mudah menyebabkan hipovolemi karena volume darah yang sedikit.
Kondisi diatas menjadikan resusitasi pada bayi kurang bulan memerlukan beberapa tambahan seperti :
(1) Tambahan tenaga terampil
Kemungkinan bayi kurang bulan akan memerlukan resusitasi yang secara signifikan lebih tinggi dibanding bayi cukup bulan. Diperlukan tambahan pemantauan dan mungkin tambahan alat bantu pernapasan. Selain itu mungkin bayi-bayi ini memerlukan intubasi endotrakeal lebih sering. Karena itu, dibutuhkan petugas tambahan yang hadir saat kelahiran, termasuk petugas yang terlatih dalam melakukan intubasi endotrakeal.
(2) Tambahan sarana untuk menjaga suhu tubuh Jika bayi diantisipasi kurang bulan secara signifikan (misalnya