pbl 24 talasemia
DESCRIPTION
pbl thalasemiaTRANSCRIPT
Talasemia pada AnakMichaela Vania Tanujaya *
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Pendahuluan
Talasemia merupakan suatu kelainan herediter autosomal resesif yang mengakibatkan
perubahan struktur & usia sel darah merah (SDM). Kelainan ini berkaitan dengan adanya lesi
pada kromosom yang berfungsi untuk memproduksi protein globin. Seperti yang kita ketahui,
SDM mengandung hemoglobin yang berfungsi dalam pengikatan oksigen, dimana protein globin
adalah protein utama dalam sintesis hemoglobin, sehingga jelas akan terjadi gangguan sintesis
hemoglobin. Hemoglobin (Hb) orang dewasa terdiri dari beberapa penyusun yaitu heme, alfa
globin, dan beta globin. Dari komposisi inilah muncul klasifikasi atau pembagian talasemia,
dimana dibagi menjadi talasemia alfa dan talasemia beta. Gejala klinis yang muncul bergantung
pada jenis dan jumlah globin yang hilang, bila lesi tersebut mengenai kromosom yang
memproduksi beta globin maka disebut dengan talasemia beta/talasemia mayor. 1-5
Epidemiologi Talasemia
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa talasemia merupakan kelainan darah
yang bersifat herediter. Menurut Valentina L. Brashers, ada sekitar 3-10% orang yang menderita
talasemia di Asia, Afrika, dan Mediterania. Menurut Atul Mehta dan Victor Hoffbrand dalam
bukunya menyatakan bahwa orang-orang yang tinggal di daerah endemic malaria falciparum
memiliki prevalensi lebih tinggi menderita talasemia. Hal ini diduga karena karier talasemia
memiliki sedikit proteksi kekebalan terhadap penyakit malaria. Risiko terkena talasemia sama
bagi pria maupun wanita sebab kelainan ini terdapat di kromosom autosom. Karena angka
insidens yang cukup besar, maka bila seseorang memiliki riwayat keluarga yang talasemia
disarankan untuk melakukan pemeriksaan skrining terutama saat akan menikah dan diusahakan
menikah dengan orang yang tidak memiliki riwayat talasemia dalam keluarganya.2
Michaela Vania Tanujaya / 10.2010.175 / E5Fakultas Kedokteran UKRIDAJalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta [email protected]
1
Klasifikasi Talasemia
Talasemia dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan etiologi penyebabnya, yaitu:
Talasemia mayor,
Jika penyebab Talasemia berasal dari kelainan bawaan, yaitu defek gen pada kromosom 11
pembentuk beta globin. Terjadi anemia berat bahkan tidak jarang memerlukan transfusi.
Talasemia intermedia,
Jika Talasemia terjadi, kelainan beta globin yang lebih ringan dan terkadang tidak
membutuhkan transfusi.
Talasemia alfa,
Jika Talasemia terjadi oleh karena defek pada gen alfa globin yang terdapat pada
kromosom 16.
Hidrops Fetalis.
Merupakan keadaan dimana janin tidak dapat membuat Hb dikarenakan keseluruhan gen
alfa globin tidak aktif. Biasanya janin akan meninggal in utero.
Hal ini dilakukan karena kedua jenis talasemia ini walaupun memiliki gejala klinis yang mirip
namun memiliki penyebab dan cara penanganan masing-masing. Misalnya, pada talasemia beta
atau mayor, tidak jarang pasien harus menerima transfuse darah, tidak seperti pasien talasemia
lainnya. 3
Anamnesis
Diagnosa Talasemia bergantung pada anamnesis & pemeriksaan. Hal yang perlu ditanyakan:
1) apa anak pucat, lemah, lesu, dan tidak bersemangat,
2) ada/tidak demam (untuk menandakan infeksi),
3) ada/tidak perut yang semakin membuncit,
4) onset dan lama terjadinya keluhan,
5) riwayat kelainan darah/talasemia pada anggota keluarga, (ras Asia, Afrika, Mediterania)
6) riwayat kesehatan pasien terdahulu (lihat apakah ada penyakit sistemik),
7) ada/tidaknya konsumsi obat-obatan sebelum terjadi keluhan, (anemia hemolitik, ikterus)
8) ada/tidak pengobatan yang telah dijalani,
9) perhatikan faktor2 risiko yang ada, (malnutrisi, kondisi ekonomi)
10) ada/tidak pemeriksaan kesehatan sebelumnya.1
2
Gambar 1.1. Pemeriksaan Fisik Mata
Pertanyaan diatas harus diajukan guna membedakan keluhan penyakit kelainan darah yang
terjadi serta tindakan-tindakan selanjutnya yang akan atau harus dilakukan.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada kasus kelainan darah tidaklah banyak, karena untuk mendiagnosa
suatu kelainan darah dibutuhkan kelengkapan dan kecocokan antara gejala klinis yang muncul
dengan hasil temuan pemeriksaaan laboratorium penunjang. Namun jika pemeriksaan dan
anamnesis dilakukan dengan baik maka hanya dibutuhkan beberapa pemeriksaan untuk
menegakan diagnosis. Berikut beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan:
Pemeriksaan keadaan umum (KU) & TTV
Pemeriksaan KU pasien ialah melihat kondisi pasien langsung ketika datang ke
klinik atau rumah sakit. Hal-hal yang perlu diperhatikan ialah kesadaran dan keaktifan
pasien. Kemudian pada pemeriksaan TTV (tanda-tanda vital), yang perlu diperiksa ialah
tensi, laju nafas, frekuensi nadi, dan suhu tubuh. Kedua pemeriksaan ini merupakan
pemeriksaan yang wajib dilakukan bagi seluruh pasien.
Inspeksi terhadap warna kulit wajah dan sklera
Inspeksi dilakukan dengan memperhatikan wajah &
sclera, karena pada pasien yang memiliki kelainan darah
biasanya akan tampak anemis atau ikterik. Bila pasien
dalam keadaan anemia maka akan muncul gambaran wajah
pucat dengan sclera anemis. Namun bila pasien tersebut
mengalami gangguan metabolic misalnya hepatitis maka
sclera & kulit akan tampak ikterik.
Palpasi region abdomen
Palpasi pada region abdomen bertujuan untuk memeriksa ada atau tidaknya
hepatomegali, splenomegali, dan cirrochis karena yang biasanya muncul dalam kasus
pasien kelainan darah ialah munculnya anomaly pada kedua organ ini. Hal ini
dikarenakan kedua organ ini masing-masing memegang peran dalam proses pembentukan
serta perombakan SDM. Pemeriksaan hepar dilakukan pada garis axilla anterior kanan
dan midclavicula kanan dimulai dari daerah SIAS, yang dinilai ialah ukuran teraba/tidak,
konsistensi lunak/keras, permukaan rata/berbenjol, dan ada/tidaknya nyeri saat palpasi.
3
Gambar 1.2. Pemeriksaan SHDT di mikroskop
Sedangkan pemeriksaan limpa dilakukan menurut pembagian garis Schuffner yang
dimulai dari arcus costae kiri melewati umbilicus hingga ke SIAS kanan. Hal yang
diperhatikan sama dengan pemeriksaan hepar.
Memang pada kasus-kasus kelainan darah, pemeriksaan fisik kurang bermakna, karena itu
dibutuhkan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin lengkap
Untuk melihat keadaan darah secara umum, yaitu pemeriksaan Hb, Hematokrit (Ht),
jumlah SDM, leukosit, dan trombosit. Nilai normal Hb (laki-laki >13 g/dL wanita
>12g/dL), Ht (37-42%), SDM (4-6 juta sel/uL), leukosit (4.500-11.000 sel/uL), dan
trombosit (150.000-350.000 sel/uL). Dari pemeriksaan keadaan umum darah terkadang
sudah dapat menjawab apakah seseorang menderita kelainan darah ataupun tidak.
Sediaan Hapus Darah Tepi (SHDT)
Membuat sediaan hapus yang berfungsi untuk melihat
morfologi bentuk SDM, leukosit, dan trombosit. Dari
pemeriksaan ini biasanya akan semakin terlihat
penyebab keluhan pasien dengan kelainan darah,
misalnya ditemukannya eritrosit mikrositik hipokrom,
eritrosit polikrom/retikulosit, sel target, sel pensil, sel
sabit, dll.
Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular
Hemoglobin (MCH), Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC)
Pemeriksaan nilai-nilai ini berfungsi untuk menetukan morfologi SDM secara lebih baik
dan lebih tepat. Nilai normalnya ialah MCV (82-92 fL), MCH (27-31 pg), dan MCHC
(32-37%). MCV menunjukan ukuran besar SDM, jadi jika dibawah nilai normal maka
SDM disebut mikrositik. MCH & MCHC untuk menunjukan kromasi dari SDM oleh
karena Hb, jadi bila ditemukan dibawah normal maka disebut hipokrom.
4
Pemeriksaan LED
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat konsentrasi protein plasma yaitu fibrinogen dan
globin. Nilai normal untuk laki-laki 0-10 mm/jam dan wanita 0-15 mm/jam. Nilai ini
dapat meningkat pada kondisi anemia, infeksi, peradangan, keganasan, dan myeloma.
Elektroforesis
Pemeriksaan ini digunakan hanya untuk kasus-kasus hemoglobinopati seperti talasemia.
Pemeriksaan ini menggunakan agar elekroforesis dan darah, dengan bahan yang ada akan
dibentuk suatu gambaran kurva yang menunjukan kadar masing-masing globin dalam
suatu SDM. Sehingga hanya lewat uji inilah suatu talasemia dapat dibedakan dengan
jenis-jenis lainnya. Nilai normal HbA 96-97%, HbA2 1.5-3.5%, dan HbF 0.5-0.8%.
Pemeriksaan hitung besi serum/ferritin dan transferrin.
Pemeriksaan yang menghitung jumlah besi dalam serum dan protein aktif pengangkut zat
besi dalam darah. Pada beberapa kasus anemia, bisa disebabkan oleh karena kekurangan
asupan zat besi yang sangat lama. Sehingga hal ini membuat kadar ferritin dalam plasma
darah akan menurun sedangkan transferrin akan meningkat.
Aspirasi sumsum tulang
Pemeriksaan ini jarang digunakan bila tidak ada indikasi khusus karena pemeriksaan ini
bersifat invasive dan berisiko tinggi serta membuat pasien merasa tidak nyaman.
Pemeriksaan ini digunakan hanya pada pasien yang kooperatif dan memiliki indikasi
anemia defisiensi besi berat, anemia sideroblastik, anemia aplastik, keganasan, limfoma,
monitor pasca kemoterapi, dan untuk melihat keadaan hematopoesis sumsum tulang.
Diagnosis & Gejala Klinis
Seperti telah dijelaskan sebelumnya untuk mendiagnosa seseorang menderita talasemia
cukup sulit, karena membutuhkan pemeriksaan penunjang laboratorium dikarenakan talasemia
merupakan penyakit keturunan/herediter yang terdapat pada autosomal dan bersifat resesif.
Gejala klinis talasemia biasanya muncul pada saat bayi berusia 3-6 bulan, hal ini dikarenakan
pada usia tersebut bayi berusaha meningkatkan jumlah Hb dewasa lewat proses eritropoesis di
sumsum tulang. Pada fase inilah HbF mulai berkurang jumlahnya diiringi kenaikan HbA.
Namun pada keadaan talasemia, bergantung pada kromosom yang mengalami defek. Bila
terdapat defek pada gen pembentuk alfa globin maka akan terjadi talasemia alfa dan demikian
5
seterusnya. Berat ringannya gejala bergantung seberapa besar wilayah lesi/defek pada komosom
tersebut, semakin luas wilayahnya akan semakin fatal akibatnya, seperti kasus hidrops fetalis
dimana keseluruhan alfa globin tidak dapat terbentuk sehingga janin akan mati in utero. Tidak
hanya itu bila defek terjadi pada kromosom 11 maka akan menyebabkan kelainan talasemia beta
atau lebih sering disebut talasemia mayor dimana pasien akan sering menerima transfuse darah
karena usia SDM yang juga memendek sehingga terjadi eritropoesis yang inefektif.
Gejala klinis yang umum muncul pada penderita talasemia ialah pucat, terkadang lesu,
mudah lelah, Hb dan Ht menurun, tidak membaik dengan pemberian zat besi, jumlah besi ferritin
dalam batas normal, ditemukannya jumlah SDM yang meningkat namun mikrositik hipokrom,
pditemukannya sel target, ada kasus tertentu ditemukan trombositosis ringan, sering disertai
dengan hepatosplenomegali.1-5
Diagnosis Banding
Perbandingan Talasemia Anemia Defisiensi Besi Anemia ec. Penyakit Kronis
Mikrositik + + NHipokrom + + +
Besi Serum N turun/- N/turunTransferrin N turun/- N
Hemosiderin N turun/- NDaya Ikat Besi N + turun
Terapi Besi - + -Elektroforesis Abnormal N N
Hepatosplenomegali + - +/-
Tanda-tanda lain SHDT sel target, terdapat HbF
Glositis, koilonikia, stomatitis, & pica
Keganasan, inflamasi kronis
Etiologi & Faktor Risiko
Talasemia merupakan kelainan hemoglobinopati herediter autosomal resesif yang
mengganggu pembentukan struktur globin. Keadaan ini dipengaruhi oleh letak dan luasnya
defek/lesi yang terjadi pada kromosom 11 dan 16. Sebelumnya telah dijelaskan beberapa
klasifikasi talasemia dan penyebabnya. Risiko terkena talasemia akan meningkat bila orang
tersebut:
1) memiliki riwayat keluarga keturunan talasemia,
2) keturunan ras Asia, Afrika, dan Mediterania,
6
3) tinggal di daerah endemic malaria falciparum,
4) jenis kelamin tidak mempengaruhi karena merupakan autosomal-linked,
5) usia tidak mempengaruhi prevalensi hanya mempengaruhi prognosis,
6) mengkonsumsi obat-obatan, diduga berkaitan dengan mutasi gen.
Jika seseorang memiliki faktor-faktor risiko diatas, disarankan untuk menjalani skrining
talasemia dini, sebab talasemia minor ataupun carrier talasemia bersifat asimtomatis. Sehingga
ada baiknya bila dilakukan skrining agar dapat mengurangi kemungkinan keturunan yang
memiliki kelainan talasemia. 3
Patofisiologi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, talasemia merupakan suatu penyakit kelainan
hemoglobinopati yang bersifat herediter dan terkait autosomal kromosom. Jika seseorang
menerima gen dari orang tua yang sama-sama carrier atau bahkan salah satu adalah penderita
maka akan ada kemungkinan menjadi anak dengan kromosom autosom yang homozigot &
mengandung gen talasemia akan terjadi keadaan yang disebut talasemia mayor. Kelainan ini
disebabkan adanya lesi/defek pada kromosom 11 atau 16, jika defek terdapat pada 1 dari 200
titik gen pada kromosom 11 maka akan menghasilkan orang dengan talasemia beta. Bila lesi
tersebut terdapat pada kromosom 16 maka akan menghasilkan orang dengan talasemia alfa. Pada
talasemia alfa, prognosis ditentukan dari seberapa banyak protein globin yang terekspresi dari
gen tersebut, bila ternyata tidak ada protein globin alfa yang diproduksi maka kondisi ini disebut
hidrops fetalis dimana janin tersebut akan mati in vitro karena ketidakmampuannya
menghasilkan Hb.
Gejala klinis talasemia pada anak-anak biasanya menimbulkan anemia berat, ikterus
karena peningkatan destruksi SDM oleh limpa, hepatosplenomegali, pertumbuhan yang
terlambat, dan terkadang ada gambaran overload besi. 4
Komplikasi
Komplikasi dari penyakit talasemia ialah lebih mengarah kepada kerusakan multi organ
sistemik seperti hepar dan limpa, anemia berat kronis, mudahnya terjadi infeksi, ekspansi
sumsum tulang yang berlebihan sehingga terjadi osteoporosis, dan mengalami overload zat besi
7
karena destruksi SDM yang lebih cepat dari seharusnya dikarenakan tubuh tidak memiliki sistem
pembuangan zat besi yang berlebihan. 5
Penatalaksanaan
Penanganan kasus Talasemia bergantung dengan jenis talasemia yang diderita. Jika
pasien tersebut menderita talasemia mayor, maka pasien tersebut harus menerima transfuse darah
ynag cukup sering sekitar 6 bulan sekali atau bahkan lebih bila mengalami anemia yang berat.
Ada pula dengan teknologi saat ini dengan pemberian packed red cell secara teratur hanya untuk
menjaga Hb agar tetap berada diatas 9 g/dL.
Ada pula terapi pembuangan besi / kelasi besi dengan pemberian desferioksamin
subkutan ditambah dengan vitamin C, pemberian obat ini biasanya untuk pasien dengan
penumpukan besi di jantung. Terkadang, dalam beberapa kasus seperti talasemia mayor, dapat
pula dilakukan splenektomi agar dapat menurunkan kebutuhan akan transfuse darah, karena
seperti kita tahu fungsi limpa ialah mendestruksi SDM. Pemberian aspirin dosis rendah pun
kadang diberikan untukmengontrol kadar trombosit yang cukup tinggi, untuk menghindari resiko
tromboemboli. Teknologi yang paling terbaru ialah dengan transplantasi sumsum tulang dari
saudara kandung dengan HLA yang cocok, karena setelah diuji coba ternyata dapat membuat
pasien tersebut bebas dari talasemia sama sekali.1-5
Tindakan Preventif
Ada beberapa cara untuk menghindari Talasemia:
Hindari menikah dengan orang yang memiliki riwayat talasemia
Skrining sebelum menikah & ketika memiliki anak
Menghindari tinggal di daerah-daerah endemic malaria.
Prognosis
Dubia at bonam. Tergantung jenis talasemia yang diderita & penanganannya.1-5
Daftar Pustaka
8
1. Brashers VL. Anemia. In: Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan & Manajemen. Trans
Kuncara HY, Yulianti D. 2nd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007. 171-82.
2. Doherty GM, Fraker DL, Hohn DC. Spleen. In: Way LW, Doherty GM. Current Surgical
Diagnosis & Treatment. 11th ed. United States of America: McGrawHill Companies. 2003. 657
3. Mehta A, Hoffbrand V. At a Glance Hematologi. 2nd ed. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2008.
4. Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim SL, Santoso R. Hematologi. 3rd Ed. Jakarta: Biro
Publikasi Fakultas Kedokteran UKRIDA. 2009.
5. Anonymous. Thalassemia. 2009. Diunduh dari
http://www.webmd.com/a-to-z-guides/thalassemia-topic-overview. Diunduh tanggal 23
April 2011.
9