pbl 24 (2) makalahh
DESCRIPTION
..TRANSCRIPT
Anemia post trauma et causa OAINS Michael10.2010.280Kelompok B - 4Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510Email: [email protected]
I. Pendahuluan
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di
bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat. Anemia dapat diklasifikasikan menurut
morfologi sel darah merah dan berdasarkan etiologinya. Pada klasifikasi anemia menurut
morfologi, mikro dan makro menunjukan ukuran eritrosit sedangkan kronik menunjukan
warnanya (kandungan Hb). 2
Gastritis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sekelompok kondisi
dengan satu hal yaitu radang selaput perut . Gastritis sering kali hasil dari infeksi bakteri
Helicobacter Pylori yang menyebabkan radang perut yang paling sering ditemukan. Namun,
banyak faktor lain seperti cedera traumatis, penggunaan obat penghilang rasa sakit tertentu
atau minum alkohol terlalu banyak juga dapat berkontribusi untuk terjadinya gastritis. 3
II. Isi
a. Skenario
Seorang lalaki berumur 46 tahun, datang dengan keluhan lemas sejak 1 minggu lalu.
Sebelumnya pasien muntah hitam dan BAB hitam 3x. Pasien juga mengeluhkan nyeri
uluh hatinya dan mual. Pasien pernah BAB hitam 3 bulan yang lalu, ada penyakit maag
sejak 7 tahun yang lalu dan sering minum obat penghilang nyaeri dalam 2 tahun terakhir.
Pembahasan
1. Anamnesis
Secara umum, anamnesis dan pemeriksaan fisik. Hal penting yang pelu ditanyakan dalam
anamnesis meliputi kualitas, awitan, durasi, frekuensi, factor yang memperberat atau
meringankan, dan penyebaran nyeri.
Berhubungan dengan kasus ini yang dapat kita ambil dari anamnesis adalah :
a. Laki – laki berumur 46 thn, lemas sejak 1 minggu.
b. Riwayat : BAB hitam 3x, 3 bulan lau juga BAB hitam. Muntah hitam, nyeri ulu hati
dan mual. Penyakit maag sejak 7bulan yg lalu.
c. Obat : penghilang nyeri selam 2 tahun terkahir.
2. Pemeriksaan Fisik
Adapun hal-hal yang perlu diperiksa adalah :
1. PEMERIKSAAN FISIK
Secara garis besar pemeriksaan fisik dasar adalah :
a. Inspeksi Tingkat kesadaran, TTV, konjungtiva
b. Palpasi Daerah abdomen yang terasa nyeri ulu hati
c. Perkusi daerah abdomen cek ada peritonitis
d. Auskultasi Bising usus
2. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan darah 2
Tes ini digunakan untuk memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam darah. Tes darah
dapat juga dilakukan untuk memeriksa anemia yang terjadi akibat perdarahan lambung
karena gastritis.
B. Pemeriksaan feces
Tes ini memeriksa apakah terdapat bakteri H. Pylori dalam feses atau tidak. Hasil yang
positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan dilakukan terhadap adanya
darah dalam feses. Hal ini menunjukkan adanya pendarahan dalam lambung. 2
C. Endoskopi saluran cerna bagian atas
Dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna bagian atas yang
mungkin tidak terlihat dari rontgen. Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan
endoskop melalui mulut dan masuk ke dalam esofagus, lambung dan bagian atas usus
kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu di anestesi sebelum endoskop dimasukkan untuk
memastikan pasien merasa nyaman menjalani tes ini. Jika ada jaringan dalam saluran
cerna yang terlihat mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit biopsy dari jaringan
tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk cek. Hampir tidak ada
resiko akibat tes ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa tidak nyaman pada
tenggorokan akibat menelan endoskop. 3
Gambaran endoskopi suatu tukak gaster dapat berupa luka terbuka dengan pinggiran
teratur, mukosa licin dan normal disertai lipatan yang teratur keluar dari pinggiran tukak.
Gambar 1. Gambaran endoskopi tukak gaster (Shah et al,2010)3
D. Rontgen saluran cerna bagian atas.
Tes ini akan melihat adanya tanda-tanda gastritis atau penyakit pencernaan
lainnya. Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum
dirontgen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika di
rontgen. 4
3. Manifestasi Klinik
- Gejala bergantung pada lokasi tukak dan usia penderita, khususnya penderita usia lanjut
sering mempunyai sedikit atau bahkan tanpa gejala. Nyeri paling umum sering berupa
nyeri epigastrium dan berkurang dengan adanya makanan atau pemberian antasida. Rasa
sakit dapat berupa rasa terbakar, atau kadang-kadang sebagai sensasi rasa lapar. Rasa
sakit ini biasanya kronik dan berulang. Hanya sekitar setengah dari penderita datang
dengan gejala khas. 5
- Gejala tukak lambung sering tidak mengikuti pola yang konsisten. Hal ini terutama
berlaku untuk ulkus di saluran pilorus, yang sering dikaitkan dengan gejala obstruksi
misalnya, kembung, mual, muntah-muntah yang disebabkan oleh edema dan parut.
- Anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga dan gejala
lainnya. 1
4. Working diagnosa
A. Gastritis
Disebabkan oleh pencernaan asam atau alkali kuat yang dapat menyebabkan
mukosa menjadi gangren atau perforasi. Gastritis dibagi menjadi dua garis besar yaitu :
1. Gastritis Eksogen biasanya disebabkan oleh faktor-faktor dari luar, seperti bahan
imiamisal : lisol, alkohol, merokok, kafein lada, steroid , mekanis iritasi bakterial,
obat analgetik, anti inflamasi terutama golongan AINS.
Pemakaian obat penghilang nyeri secara terus menerus. Obat analgesik anti
inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuprofen dan naproxen dapat
menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara mengurangi prostaglandin yang
bertugas melindungi dinding lambung. Pemakaian obat AINS jangka panjang dapat
menyebabkan gastritis dan peptic ulcer.
2. Gastritis Endogen gastritis yang disebabkan oleh kelainan fisiologis tubuh. 2,4
Manifestasi Klinis
Gastritis sangat bervariasi , mulai dari yang sangat ringan asimtomatik sampai
sangat berat yang dapat membawa kematian. Pada kasus yang sangat berat, gejala yang
sangat mencolok adalah :
1. Hematemetis dan melena yang dapat berlangsung sangat hebat sampai terjadi renjatan
karena kehilangan darah.
2. Pada sebagian besar kasus, gejalanya amat ringan bahkan asimtomatis. Keluhan –
keluhan itu misalnya nyeri timbul pada uluhati, biasanya ringan dan tidak dapat
ditunjuk dengan tepat lokasinya.
3. Kadang – kadang disertai dengan mual- mual dan muntah.
4. Perdarahan saluran cerna sering merupakan satu- satunya gejala.
5. Pada kasus yang amat ringan perdarahan bermanifestasi sebagai darah samar pada
tinja dan secara fisis akan dijumpai tanda – tanda anemia defisiensi dengan etiologi
yang tidak jelas.
6. Pada pemeriksaan fisis biasanya tidak ditemukan kelainan kecuali mereka yang
mengalami perdarahan yang hebat sehingga menimbulkan tanda dan gejala gangguan
hemodinamik yang nyata seperti hipotensi, pucat, keringat dingin, takikardia sampai
gangguan kesadaran. 5
Komplikasi pada Gastritis
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh gastritis adalah perdarahan saluran cerna
bagian atas (SCBA) berupa hematemesis dan melena, dapat berakhir sebagai syock
hemoragik. Khusus untuk perdarahan SCBA, perlu dibedakan dengan tukak peptik. Perlu
dilakukan endoskopi untuk diagnosa langsung. 5
B. Ulkus Gaster
Etiologi
Penggunaan NSAID merupakan penyebab umum terjadi tukak gaster.
Penggunaan obat ini mengganggu peresapan mukosa, menghancurkan mukosa dan
menyebabkan kerusakan mukosa Sebanyak 30% orang dewasa yang menggunakan
NSAID mempunyai GI yang kurang baik. Selain itu adalah faktor usia, jenis kelamin,
pengambilan dosis yang tinggi atau kombinasi dari NSAID, penggunaan NSAID dalam
jangka waktu yang lama, penggunaan disertai antikoagulan dan severe comorbid illness.
Sebuah kajian prospektif jangka panjang mendapati pasien dengan arthritis yang
usia diatas 65 tahun yang secara teratur menggunakan aspirin pada dosis rendah berisiko
terjadi dispepsia apabila berhenti menggunakan NSAID. Hal ini menunjukkan bahwa
penggunaan NSAID harus dikurangkan.Walaupun prevalensi penggunaan NSAID pada
anak tidak diketahui, tetapi sudah menampakkan peningkatan, terutama pada anak
dengan arthritis kronik yang dirawat dengan NSAID. Laporan menunjukkan terjadi
ulserasi pada penggunaan ibuprofen dosis rendah, walau hanya 1 atau 2 dosis. 5,6
Manefestasi klinik
Gejala bergantung pada lokasi tukak dan usia penderita, khususnya penderita usia
lanjut sering mempunyai sedikit atau bahkan tanpa gejala. Nyeri paling umum sering
berupa nyeri epigastrium dan berkurang dengan adanya makanan atau pemberian
antasida. Rasa sakit dapat berupa rasa terbakar, atau kadang-kadang sebagai sensasi rasa
lapar. Rasa sakit ini biasanya kronik dan berulang. Hanya sekitar setengah dari penderita
datang dengan gejala khas.
Gejala tukak lambung sering tidak mengikuti pola yang konsisten. Hal ini berlaku
untuk ulkus di saluran pilorus, yang sering dikaitkan dengan gejala obstruksi misalnya,
kembung, mual, muntah-muntah yang disebabkan oleh edema dan parut.
C. Anemia pendarahan
Anemia bentuk ini presentasi klinisnya sangat beraneka ragam, bergantung pada
tempat, berat dan cepatnya perdarahan. Berlawanan dari yang ekstrim, perdarahan
fulminan yang akut menimbulkan syok hipovolemik dan kehilangan darad secara
tersembunyi yang bersifat kronik mengakibatkan anemia defisiensi besi.
Para pasien yang telah menderita perdarahan akut biasanya memperlihatkan tanda
dan gejala akibat hipoksia dan hipovolemia. Bergantung pada keparahan prosesnya,
pasien akan merasa lemah, lelah, kepala pusing, stupor, atau koma dan sering kali akan
tampak pucat, diaforetik dan lekas marah. Tanda-tanda vitalnya merupakan refleksi dari
kompensasi kardiovaskuler terhadap kehilangan darah yang akut. Pasien akan mengalami
hipotensi dan takikardia.
Jika kehilangan darah terjadi akut dan baru-baru saja, darah perifer tidak
memperlihatkan penurunan nyata volume sel darah merah atau hemoglobin, karena
massa sel darah merah dan volume plasma sama-sama mengecil.
Trombositosis dapat ditemukan pada kehilangan darah yang akut dan menahun,
terutama jika pasien kekurangan zat besi.
Perdarahan internal dapat disertai oleh peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi.
Kelainan ini merupakan refleksi dari peningkatan katabolisme heme dari sel darah merah
diluar pembuluh. Para pasien kehilangan darah akut melalui saluran makanan akan sering
mengalami peningkatan urea nitrogen darah akibat terganggunya aliran darah renal, dan
kemungkinan akibat absorpsi protein darah yang dicerna.1,4
5. Etiologi anemia pendarahan
Pasien memakai obat penghilang nyeri selama 2 tahun terakhir NSAID (non
steroid anti inflamation drugs)/ OAINS (obat anti inflamasi non steroid)
Obat analgesik antipiretik serta obat anti- inflamasi nonsteroid (AINS)
merupakan salah satu kelompok obat yang banyak digunakan dengan atau tanpa resep
dokter. Klasifikasi kimiawi AINS. Tidak banyak manfaat kliniknya, karena ada AINS
dari subgolongan yang sama memiliki sifat yang berbeda, sebaliknya ada obat AINS
yang berbeda subgolongan tetapi memiliki sifat yang serupa. Klasifikasi yang lebih
bermanfaat untuk diterapkan di klinik ialah berdasarkan selektivitasnya terhadap
siklooksigenase (COX).
Kemajuan penelitian daiam dasawarsa terakhir ini memberi penjelasan mengapa
kelompok heterogen tersebut memiliki kesamaan efek terapi dan efek samping. Temyata
sebagian besar efek terapi dan efek sampingnya berdasarkan atas penghambatan
biosintesis prostaglandin (PG). 1,5
mekanisme kerja
Mekanisme kerja berhubungan dengan sistem biosintesis PG mulai dilaporkan
pada tahun 1971 oleh Vane dkk yang memperlihatkan secara in vitro bahwa dosis rendah
aspirin dan indometasin menghambat produksi enzimatik PG. Penelitian lanjutan telah
membuktikan bahwa produksi PG akan meningkat bilamana sel mengalami kerusakan.
Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam
arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan
kekuatan dan sefektivitas yang berbeda.
Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform disebut COX-1 dan COX-2.
Kedua isoform tersebut dikode oleh gen yang berbeda dan ekspresinya bersifat unik.
Secara garis besar COX-1 esensial daiam pemeliharaan berbagai fungsi dalam kondisi
normal di berbagai jaringan khususnya ginjal, saluran cerna dan trombosit. Di mukosa
lambung, aktivasi COX-1 menghasilkan prostasiklin yang bersifat sitoprotektif.
Sedangkan COX-2 juga mempunyai fungsi fisiologis yaitu di ginjal, jaringan vaskular
dan pada proses perbaikan jaringan.
Tromboksan A2, yang disintesis trombosit oleh COX-1, menyebabkan agregasi
trombosit, vasokonstriksi dan proliferasi otot polos. Sebaliknya prostasiklin (PGb) yang
disintesis oleh COX-2 di endotel makrovaskular melawan efek tersebut dan
menyebabkan penghambatan agregasi trombosit, vasodilatasi dan efek anti-proliferatif.
efek samping
Selain menimbulkan efek terapi yang sama AINS juga memiliki efek samping
serupa, karena didasari oleh hambatan pada slstem biosintesis PG. Selain itu kebanyakan
obat bersifat asam sehingga lebih banyak terkumpul dalam sel yang bersifat asam
misalnya di lambung, ginjai dan jaringan inflamasi. Jelas bahwa efek obat maupun efek
sampingnya akan lebih nyata di tempat dengan kadar yang lebih tinggi.
Secara umum AINS berpotensi menyebabkan efek samping pada 3 sistem organ
yaitu safuran cerna, ginjai dan hati. Klinisi sering lupa bahwa AINS dapat menyebabkan
kerusakan hati. Efek samping terutama meningkat pada pasien usia lanjut. Kelompok ini
paling sering membutuhkan AINS dan umumnya membutuhkan banyak obat- obatan
karena menderita berbagai penyakit.
Efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak peptik (tukak
duodenum dan tukak lambung) yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat
pendarahan saluran cema. Beratnya efek samping ini berbeda antar obat. Dua mekanisme
terjadinya iritasi lambung ialah:
1. iritasi yang bersifat lokal yang menimbulkan difusi kembali asam lambung ke
mukosa dan menyebabkan kerusakan jaringan
2. iritasi atau perdarahan lambung yang bersifat sistemik melalui hambatan
biosintesis PGE2 dan PGI2.
Kedua PG ini banyak ditemukan di mukosa lambung dengan fungsi menghambat
sekresi asam lambung dan merangsang sekresi mukus usus halus yang bersifat
sitoprotektif. Mekanisme kedua ini terjadi pada pemberian parenteral. Uji Klinik
menyimpulkan bahwa gangguan saluran cema penghambat selektif COX - 2 lebih ringan
daripada COX-1. Diantara penghambat COX yang selektif pun insidens gangguan cerna
berbeda. Pada dosis terapi naproksen, ibuprofen dan diklofenak termasuk AINS yang
kurang menimbulkan gangguan iambung daripada piroksikam dan indometasin.
Contoh obat yg memungkinkan terjadi pendarahan di saluran cerna bagian atas
(GIT ATAS) dilihat dari anamnesa ada MELENA DAN HEMATEMESIS
CONTOH OBAT NSAID 5,6
4 derivat dasar :
1. Salisilat, salisilamid, diflusinal dengan asetosal atau aspirin sebagai analgesik
antipiretik dan anti inflamsi luas dan digunakan sebagai obat bebas.
Efek samping pada saluran cerna, terjadi efek iritasi saluran cerna. Pendarahan
lambung yang berat dapat terjadi pada dosis besar dan pemberian kronik.
2. Para amino fenol
3. Pirazolon dan derivat
4. lainnya
1. Asam mefenamat
Asam mefenamat digunakan sebagai analgetika dan anti-inflamasi, asam mefenamat
kurang efektif dibandingkan dengan aspirin. Asam mefenamat merupakan golongan
antranilat. Asam mefenamat terikat kuat pada pada protein plasma. Dengan demikian
interaksi dengan obat antikoagulan harus diperhatikan.
Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya dispepsia, diare sampai
diare berdarah dan gejala iritasi terhadap mukosa lambung. Dosis asam mefenamat adalah 2-
3 kali 250-500 mg sehari
2. Diklofenak
Diklofenak merupakan derivat asam fenilasetat. Absorpsi obat ini melalui saluran
cerna berlangsung lengkap dan cepat.
Efek samping yang lazim ialah mual, gastritis, eritema kulit dan sakit kepala sama
seperti semua AINS, pemakaian obat ini harus berhati-hati pada pasien tukak lambung. Dosis
orang dewasa 100-150 mg sehari terbagi dua atau tiga dosis.
3. Piroksikam dan Meloksikam
Piroksikam merupakan salah satu AINS dengan struktur baru yaitu oksikam, derivat
asam enolat. Waktu paruh dalam plasma 45 jam sehingga diberikan sekali sehari.
Efek samping adalah gangguan saluran cerna, dan efek lainnya adalah pusing, tinitus,
nyeri kepala dan eritema kulit. Piroksikam tidak dianjurkan pada wanita hamil, pasien tukak
lambung dan yang sedang minum antikoagulan.
6. Patofisiologi
- Tukak terbentuk bila terjadi kerusakan dalam pertahanan mukosa dan mekanisme
perbaikan yang normalnya melindungi lambung dan duodenum dari lingkungan asam dan
peptic pada saluran GI atas.
- Mekanisme pertahanan :
lapisan mucus dan bikarbonat pada permukaan mukosa merupakan sebuah buffer
dan mencegah difusi pepsin ke lapisan mukosa,
Barier mukosa pada tight cellular junction, faktor pertumbuhan, dan system
transport membrane menghilangkan kelebihan ion, mencegah difusi balik ion
hydrogen ke dalam mukosa,
Pasokan darah yang sangat banyak ke mukosa menghilangkan kelebihan ion
hydrogen dan mempertahankan aliran nutrisi untuk fungsi dan perbaikan sel
secara normal.
- H.pylori dan NSAID menyebabkan cedera jaringan sehingga mengakibatkan defek pada
satu atau lebih mekanisme pertahanan ini sehingga pada akhirnya memajankan mukosa
pada asam dan pepsin.
- H.pylori menyebabkan cedera jaringan melalui :
Produksi lipopolisakarida (LPS,endotoksin), protein toksik lainnya.
Stimulasi pelepasan mediator inflamasi (IL-1, IL-8, TNF).
Induksi gastritis aktif kronis dan gastritis atropikans.
Meningkatkan sekresi gastrin, pepsin, dan asam.
- NSAID menyebabkan penghambatan cyclooxygenase-1 (COX-1) yang mengakibatkan
penurunan sintesis prostaglandin yang bertanggung jawab terhadap perlindungan mukosa
(inhibitor cyclooxygenase-2 (COX-2) selektif menyebabkan toksisitas GI lebih rendah).
Risiko meningkat karena NSAID :
Menghambat sekresi bikarbonat dari mukosa lambung dan duodenum.
Menurunkan sekresi sel mucus.
Menghambat proliferasi dan penyembuhan mukosa.
Menyebabkan iskemia mikrovaskuler.
Menghambat regulasi fisiologis sekresi asam.
Merangsang adhesi neutrofil ke endotel splanknik.
- NSAID dan metabolitnya juga menyebabkan cedera mukosa local dengan memerangkap
ion hydrogen di dalam sel dan dengan mendorong penetrasi gastrin dan pepsin sampai ke
lapisan mucus lambung.
- Tukak lambung dapat terjadi walaupun tidak ada hiperasiditas, sementara tukak
duodenum hanya terjadi bila ada hiperasiditas dan berhubungan dengan peningkatan
sekresi asam basan dan setelah makan.
- Hipermotilitas lambung dan hipomotilitas duodenum berimplikasi pada duodenal ulcer,
sementara hipomotilitas lambung dan refluks pylorus berhubungan dengan gastric ulcer.
- Penyerapan besi oleh tubuh berlangsung melalui mukosa usus halus, terutama di
duodenum sampai pertengahan jejunum, makin ke distal penyerapan akan semakin
berkurang.
7. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, peptic ulcer disease (PUD) mempengaruhi sekitar 4,5 juta
orang setiap tahun dengan 20% disebabkan H. Pylori. Prevalensi tukak gaster pada laki-
laki adalah 11-14% dan prevalensi pada wanita adalah 8-11%.
Di Indonesia, ditemukan antara 6-15% pada usia 20-50 tahun. terutama pada lesi
yang hilang timbul dan paling sering didiagnosis pada orang dewasa usia pertengahan
sampai usia lanjut, tetapi lesi ini mungkin sudah muncul sejak usia muda.
Sekitar 3000 kematian setiap tahun di Amerika Serikat disebabkan oleh tukak
gaster. Ada bukti bahwa merokok, penggunaan rutin aspirin, dan penggunaan steroid
yang lama menyebabkan tukak gaster. Faktor genetik memainkan peranan penyebab
tukak gaster. 1,2,4
8. Penatalaksanaan 5,6
Tujuan terapi adalah untuk menghilangkan keluhan atau simptom,dan
menyembuhkan tukak serta mencegah kekambuhan dan komplikasi tukak. Terapi terdiri
dari terapi non medikamentosa, medikamentosa.
Non Medikamentosa
Istirahat yang cukup dapat mengurangkan refluks empedu dan stress. Stress dan
kecemasan memegang peran dalam peningkatan asam lambung dan penyakit tukak.
Selain itu, diet juga dapat membantu menghilangkan dan mencegah kekambuhan tukak
gaster. Makanan lunak apalagi bubur saring, makanan yang mengandung susu adalah
makanan yang baik karena makanan halus dapat merangsang pengeluaran asam
lambung. Cabai dan makanan yang mengandung asam dapat menimbulkan rasa sakit
pada beberapa pasien tukak. Dalam hal ini, dianjurkan pemberian makanan dalam jumlah
yang moderat atau menghindari makanan tersebut. Merokok menghalangi penyembuhan
tukak gaster. Selain itu, penggunaan obat-obatan NSAID juga sebaiknya dihindari.
Medikamentosa
- Pada anemia :
- Terapi besi oral . Lebih mudah diabsorpsi dan morbiditas rendah. Tidak sesuai untuk
pasien akibat perdarahan usus kerana mampu memperparah penyakit. Ferrous sulfate:
50-100 mg PO TID – 60 mg PO qd.
- Terapi besi parenteral. Untuk pasien yang tidak dapat menerima preparat besi oral.
Terutama pada pasien akibat inflamasi/perdarahan usus. Ferrous sorbitol: 1.5 mg /per
kg bb IM qd
- Antasida sering digunakan untuk menghilangkan keluhan rasa sakit. Antasida tidak
dianjurkan pada pasien gagal ginjal karena menimbulkan hipermagnesemia dan
kehilangan fosfat sedangkan aluminium menyebabkan konstipasi dan neurotoksik
tapi bila kombinasi kedua komponen saling menghilangkan efek samping sehingga
tidak terjadi diare ataupun konstipasi.
- Prostaglandin mengurangi sekresi asam lambung, menambah sekresi mukus,
bikarbonat dan meningkatkan aliran darah mukosa serta pertahanan dan perbaikan
mukosa.
- Antagonis Reseptor H2 (ARH2) yaitu simetidine, ranitidine, famotidine dan
nizatidine memblokir efek histamine pada sel parietal sehingga sel parietal tidak
dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung.
- Proton pump inhibitor (PPI) yaitu Omeprazol, Lansoprazol, Pantoprazol, Rabeprazol
dan Esomesoprazol. Mekanisme kerja PPI adalah memblokir kerja enzim
K+H+ATPase yang akan memecah K+H+ATP menghasilkan energy yang digunakan
untuk mengeluarkan asam HCl dari kanalikuli sel parietal kedalam lumen lambung.
Kesimpulan
Pasien memakai obat penghilang nyeri selama 2 tahun terakhir (NSAID) (non steroid anti inflamation drugs)/ OAINS (obat anti inflamasi non steroid), dikarenakan pemakaian obat NSAID jangka panjang (selama 2 tahun terakhir) maka dapat terjadi kerusakan terutama pada daerah gastrointestinal dari pasien, mulai dari ulkus gaster, dll.
Akibat dari pendarahan gaster / ulkus gaster/ maka ada pendarahan post trauma yang menjadi kan anemia post pendarahan pada pasien. Dengan symptom seperti melena dan hematemesis, disertai rasa lemah.
Jadi bapak 65 thun ini menderita anemia post pendarahan gaster etc pemakaian OAINS jangka panjang
Daftar Pustaka
1. Doengoes, et al, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2, Ed .5. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009. h. 1109 – 15
2. Suryono Slamet, et al, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 3, Edisi 3. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009. H. 2843
3. Piyanto A, Lestari S, Endoskopi Gastrointestinal. Jakarta : Salemba Medika; 2007. H. 15
- 17
4. Manjoer, A, et al, Kapita selekta kedokteran, ed 3. Jakarta: Medika aeusculapeus; 2001.
5. G. Sulistia, Farmakologi dan terapi. Ed 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Farmakologi dan Teraupetik FKUI; 2009. h. 230 - 42
6. Olson J, Buku Mudah Farmakologi. Jakarta : EGC; 2005. h.168 - 70