pbl 20 - sindrom nefrotik-harry

34
Sindrom Nefrotik Heryawan Chandra 102011128 Blok 20 Sistem Urogenital 2

Upload: angelicaveronika

Post on 09-Jul-2016

248 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: PBL 20 - Sindrom Nefrotik-harry

Sindrom Nefrotik

Heryawan Chandra

102011128

Blok 20

Sistem Urogenital 2

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 2: PBL 20 - Sindrom Nefrotik-harry

DAFTAR ISI

Anamnesis 3

Pemeriksaan 4

Diagnosis banding 9

Diagnosis kerja 11

Etiologi 13

Epidemiologi dan faktor resiko 13

Patofisiologi 14

Penatalaksanaan 17

Preventif 18

Komplikasi 18

Prognosis 20

2

Page 3: PBL 20 - Sindrom Nefrotik-harry

Sindrom nefrotik merupakan kelainan ginjal yang menyebabkan tubuh

mengeluarkan begitu banyak protein di urine. Kelainan ini biasanya disebabkan oleh

kerusakan kompleks pembuluh-pembuluh darah kecil di ginjal yang menyaring sisa

metabolisme dan kelebihan air dari darah. Pada waktu sehat, pembuluh-pembuluh ini

menjaga protein darah merembes ke urine dan keluar dari tubuh. Ketika rusak, mereka

tidak dapat berfungsi dengan efektif, dan protein dapat bocor keluar dari darah dan hal ini

menyebabkan terjadinya pembengakakan di seluruh tubuh (edema).1 Makalah ini akan

mengulas sekilas mengenai sindrom nefrotik terutama yang idiopatik, mulai dari hal-hal

yang ditemukan pada pemeriksaan hingga bagaimana penanganan sindrom nefrotik yang

digunakan saat ini.

Anamnesis

Edema merupakan gejala yang muncul pada 95% anak dengan sindrom nefrotik.

Edema pada fase awal dapat hilang timbul dan tersembunyi, dan kemunculannya bisa jadi

tidak diperhatikan. Kejadian yang umum terjadi ialah anak datang berulang kali kepada

dokter karena periorbital edema yang dianggap berasal dari reaksi alergi sampai akhirnya

edema berlanjut. Edema biasanya muncul pertama kali pada daerah yang tahanan

jaringannya rendah seperti periorbital, scrotum, dan labial, dan dapat berkembang dengan

cepat atau lambat. Pada akhirnya, edema menjadi merata dan massif (anasarka). Edemanya

bersifat pitting dan biasanya bergantung pada alam, lebih terlihat di wajah pada pagi hari

dan kemudian di ekstremitas bawah pada sisa hari tersebut.

Riwayat infeksi saluran napas atas yang segera mendahului onset sindrom nefrotik

sering ditemukan, tetapi kaitan sebab-akibatnya belum diketahui. Infeksi saluran napas

atas, otitis media, dan infeksi lainnya juga sering berhubungan dengan kambuhnya sindrom

nefrotik idiopatik. Riwayat alergi muncul pada sekitar 30% penderita. Kejadian

hipersensitivitas, seperti reaksi terhadap sengatan lebah atau racun tumbuhan menjalar,

telah dilaporkan mendahului onset INS.

Anak dengan sindrom nefrotik kadang-kadang juga mengalami gross hematuria.

Frekuensi makrohematuri bergantung pada subtype histologis dari sindrom nefrotik. Hal

ini lebih umum terjadi pada pasien dengan kelainan membranoproliferative

glomerulonephritis (MPGN) dibandingkan dengan penyebab lainnya, namun frekuensi

3

Page 4: PBL 20 - Sindrom Nefrotik-harry

hematuri pada minimal change nephrotic syndrome (MCNS) juga dilaporkan sebanyak 3-

4% per kasus. Secara statistik, mikrohematuri terjadi lebih banyak pada pasien dengan

focal segmental glomerulosclerosis (FSGS) daripada pasien dengan MCNS, tapi hal ini

tidak membantu dalam membedakan jenis –jenis sindrom nefrotik pada setiap pasien.

Mengingat resiko thrombosis pada sindrom nefrotik, thrombosis vena renalis perlu

diwaspadai pada pasien dengan hematuri yang signifikan.

Anoreksia, irritabilitas, fatigue, rasa tidak nyaman pada abdomen, dan diare umum

ditemukan. Gangguan pencernaan bisa muncul akibat asites, edema pada dinding usus,

atau keduanya. Gangguan pernapasan dapat terjadi, baik karena asites massif yang

menekan rongga dada atau edema pulmoner, efusi, atau keduanya.

Selain pada kasus sindrom nefrotik familial yang jarang terjadi, tidak ada riwayat

keluarga sehubungan dengan penyakit ginjal yang signifikan yang bisa dipertimbangkan.

Sebelum onset, anak biasanya dalam keadaan sehat dan, selain riwayat alergi atau atopy

seperti yang dikemukakan di atas, biasanya tidak ada riwayat kesehatan sebelumnya yang

signifikan berhubungan dengan nefrotik sindrom.2

Pemeriksaan

Pemeriksaan Fisik

Paling umum ditemukan pada pemeriksaan fisik ialah edema, bersifat

pitting dan sering ditemukan pada ekstremitas bawah, wajah dan periorbita,

scrotum dan labia, serta abdomen (asites). Pada anak dengan asites bermakna,

tahanan mekanis terhadap pernapasan bisa jadi timbul, dan si anak dapat

menunjukkan takipnea kompensasi. Edema pulmoner dan efusi juga dapat

menyebabkan gangguan pernapasan.

Hipertensi lebih umum ditemukan pada anak dengan FSGS dan MPGN

daripada MCNS. Dapat juga ditemukan tanda-tanda komplikasi sindrom nefrotik.

Nyeri abdomen bisa jadi menandakan terjadinya peritonitis. Hipotensi dan tanda-

randa shock dapat muncul pada anak dengan sepsis. Thrombosis bisa menimbulkan

berbagai gejala seperti takipnea dan distress napas (emboli/thrombosis paru),

hematuria (thrombosis vena renalis), dan kejang (thrombosis serebral).

4

Page 5: PBL 20 - Sindrom Nefrotik-harry

Pemeriksaan Penunjang

o Pemeriksaan laboratorium

Untuk meyakinkan diagnosa sindrom nefrotik, uji laboratorium perlu

memperlihatkan adanya proteinuria nefrotik, hipoalbuminemia, dan

hiperlipidemia. Untuk itu, uji laboratorium perlu mencakup pemeriksaan

seperti:

Urinalisis

Hematuri mikroskopik muncul pada 20% kasus dan tidak

dapat digunakan untuk membedakan MCNS dan bentuk lain dari

penyakit glomerular. Jika terdapat silinder eritrosit bisa jadi

menunjukkan tanda glomerulonefritis akut, seperti nefritis post-

infeksi, atau tanda nefritik dari glomerulonefritis kronik, seperti

membranoproliferatif glomerulonefritis (MPGN). Gross hematuri

tidak lazim pada MCNS dan menandakan penyebab lain, seperti

MPGN, atau komplikasi dari INS, seperti thrombosis vena renalis.

Rasio protein/creatinin atau jumlah protein pada urin 24 jam

Proteinuria nefrotik pada dewasa dicirikan oleh eksresi

protein sebanyak 3,5 g/hari. Proteinuria nefrotik pada anak-anak

ialah ekskresi protein lebih dari 40 mg/m2/jam. Namun, karena

besarnya jangkauan ukuran tubuh pada anak-anak, definisi pediatrik

dari proteinuria nefrotik tidak praktis dipakai. Karena pengumpulan

urine 24 jam bisa jadi tidak akurat dan menyulitkan, terutama pada

anak kecil, banyak nefrolog pediatrik mengandalkan pada sampel

tunggal urine pagi yang pertama untuk menghitung jumlah eksresi

protein dengan menggunakan rasio protein terhadap kreatinin.

Pengukuran cara ini disebut rasio albumin terhadap kreatinin urine

(urine albumin-to-creatinin ratio – UACR). Jumlah albumin di urine

dibandingkan dengan jumlah kreatinin, yang merupakan hasil sisa

dari metabolisme normal otot. Sampel urine yang mengandung lebih

dari 3 g albumin untuk 1 g kreatinin merupakan suatu peringatan

akan adanya masalah. Jika uji laboratorium melebihi 30 mg/g, uji 5

Page 6: PBL 20 - Sindrom Nefrotik-harry

UACR harus dilakukan kembali 1-2 minggu kemudian. Jika hasil uji

yang kedua juga menunjukkan kadar protein yang tinggi, pasien

tersebut mengalami proteinuria menetap, suatu tanda penurunan

fungsi ginjal, dan sebaiknya menjalani pemeriksaan tambahan untuk

mengevaluasi fungsi ginjal.

Penggunaan urine pagi yang pertama menyingkirkan

kemungkinan proteinuria ortostatik yang non-patologik, yang

mungkin meningkat pada sampel urine yang dikumpulkan ketika

pasien sedang aktif sepanjang hari. Rasio protein terhadap kreatinin

di urin yang lebih dari 2-3 mg albumin/mg kreatinin

mengindikasikan proteinuria nefrotik dan sesuai dengan hasil dari

pengumpulan urine 24 jam. Kadar protein urine 40 mg/m2/jam pada

urine 24 jam juga menandakan proteinuria nefrotik.

Albumin serum

Kadar albumin serum pada sindrom nefrotik umumnya

kurang dari 2,5 g/dL.

Panel lipid

Terjadi peningkatan kolesterol total, kolesterol LDL,

peningkatan trigliserid dengan hipoalbuminemia berat, dan

kolesterol HDL yang normal atau rendah.

Setelah adanya sindrom nefrotik telah dipastikan, tugas berikutnya ialah

untuk menentukan apakah sindrom nefrotik yang timbul adalah sindrom

nefrotik primer (idiopatik) atau sindrom nefrotik sekunder karena adanya

kelainan sistemik dan, jika telah ditentukan bahwa jenisnya ialah sindrom

nefrotik idiopatik (INS), apakah tanda-tanda penyakit ginjal kronik,

insuffisiensi ginjal, atau tanda-tanda lainnya menyingkirkan kemungkinan

sindrom nefrotik kelainan minimal (MCNS). Untuk itu, sebagai tambahan

pemeriksaan di atas, hal-hal lain berikut ini bisa disertakan dalam

pemeriksaan lab:

Kadar elektrolit, BUN, kreatinin, kalsium, fosfor, dan calcium

terionisasi dalam serum.6

Page 7: PBL 20 - Sindrom Nefrotik-harry

Fungsi ginjal mungkin normal atau menurun. Klirens

kreatinin rendah karena terjadi penurunan perfusi ginjal

akibat penyusutan volume intravaskuler dan akan kembali

normal bila volume intravaskuler membaik.

Pasien dengan INS, bahkan MCNS, dapat muncul bersama

gagal ginjal akut akibat deplesi cairan intravascular dan/atau

thrombosis vena renalis.

Dengan tidak adanya hal-hal di atas, BUN dan kadar

kreatinin yang meningkat dan tanda-tanda gagal ginjal

kronik (seperti pertumbuhan yang buruk, anemia, asidosis,

hiperkalemia, hipofosfatemia, peningkatan hormon

paratiroid) menunjukkan penyakit glomerular kronik lainnya

selain MCNS, seperti focal segmental glomerulosclerosis

(FSGS), membranous nephropathy (MN), MPGN, atau Ig-A

nephropathy.

Kadar Na serum rendah akibat hiperlipidemia

(pseudohiponatremia), serta dilusi karena retensi air.

Kadar kalsium total rendah karena hipoalbuminemia (terjadi

penurunan fraksi terikat-albumin), tetapi kadar kalsium

terionisasi normal.

Darah lengkap

Hemoglobin dan hematokrit yang meningkat

mengindikasikan hemokonsentrasi dan deplesi volume

intravascular.

Hitung trombosit sering kali meningkat.

Uji HIV, hepatitis B dan C

7

Page 8: PBL 20 - Sindrom Nefrotik-harry

Untuk menyingkirkan penyebab nefrotik sindrom sekunder

yang penting ini, uji screening untuk virus-virus tersebut

sebaiknya dilakukan pada semua pasien sindrom nefrotik.

Pertimbangkan pemeriksaan enzim hati seperti alanin

aminotransferase (ALT) dan aspartat aminotransferase

(AST).

C3, C4: kadar komplemen rendah ditemukan pada nefritis post-

infeksi, MPGN, dan nefritis karena SLE.

Pasien dengan INS kehilangan protein pengikat vitamin D, yang dapat

berakibat pada kadar vitamin D yang rendah, dan thyroid binding globulin,

yang berakibat kadar hormon tiroid yang rendah. Hal ini perlu

dipertimbangkan, terutama pada anak yang sering kambuh atau yang

resisten steroid, diperiksakan kadar 25-OH-vit D; 1,25-di(OH)-vit D; T4

bebas; dan thyroid stimulating hormone (TSH).2,3,4

o Pemeriksaan radiologis

USG ginjal mungkin membantu membedakan MCNS dan penyakit

ginjal kronik lainnya, tetapi hasilnya sering kali tidak spesifik. Pada setiap

kasus sindrom nefrotik, ginjal biasanya membesar karena edema jaringan.

Peningkatan echogenisitas biasanya mengindikasikan penyakit ginjal kronik

selain MCNS, di mana echogenisitasnya biasanya normal. Ditemukannya

ginjal yang kecil mengindikasikan penyakit ginjal kronik selain MCNS dan

biasanya disertai dengan peningkatan kadar kreatinin serum.

Foto thorax diindikasikan pada anak dengan gejala gangguan

pernapasan. Efusi pleura umum ditemukan, meskipun edema pulmonal

jarang. Foto thorax juga perlu dipertimbangkan sebelum terapi steroid untuk

menyingkirkan infeksi TB, khususnya pada anak dengan hasil mantoux

positif atau pernah positif atau sebelumnya pernah diobati TB.

o Biopsi

8

Page 9: PBL 20 - Sindrom Nefrotik-harry

Biopsy ginjal tidak diindikasikan pada tanda-tanda awal dari

sindrom nefrotik primer pada anak berusia antara 1-8 tahun, kecuali

riwayat, hasil pemeriksaan fisik, atau hasil lab yang mengindikasikan

kemungkinan sindrom nefrotik sekunder atau sindrome nefrotik primer

selain MCNS. Biopsy ginjal diindikasikan pada pasien yang lebih muda dari

usia 1 tahun, ketika bentuk genetis dari sindrom nefrotik kongenital lebih

umum, dan pasien yang lebih dari usia 8 tahun, di mana penyakit

glomerular kronik seperti FSGS memiliki angka insidens yang lebih tinggi.

Biopsy ginjal diindikasikan jika pasien menunjukkan gejala penyakit

sistemik (demam, rash, nyeri sendi) dan hasil pemeriksaan lab

menunjukkan kemungkinan nefrotik sindrom sekunder (seperti

ditemukannya ANA (+), anti-double-stranded DNA antibody (+), jumlah

komplemen rendah), meningkatnya kadar kreatinin serum yang tidak

berespons terhadap perbaikan deplesi cairan intravaskular, dan/atau

memiliki riwayat penyakit keluarga yang relevan dengan penyakit ginjal.

Akhirnya, pasien yang awalnya atau setelahnya menjadi tidak responsif

terhadap pengobatan steroid, perlu dilakukan biopsy ginjal karena tidak

adanya respons terhadap steroid memiliki kaitan kuat dengan temuan

histologis yang secara prognostic tidak menguntungkan seperti FSGS atau

MGN.2

Diagnosis

Diagnosis Banding

o Glomerular disease

Acute nephritic syndrome

Dicirikan oleh onset tiba-tiba hematuria, adanya silinder

eritrosit, proteinuria berbagai derajat, laju filtrasi glomerulus yang

menghilang, oliguria, dan tanda-tanda melemahnya fungsi ginjal

(bisa terjadi azotemia). Kelainan ini disebabkan oleh proses

inflamasi yang menyumbat lumen kapiler glomerulus dan merusak

dinding kapiler, sehingga bisa dilewati sel darah merah keluar ke

9

Page 10: PBL 20 - Sindrom Nefrotik-harry

urine dan menyebabkan perubahan hemodinamik yang menurunkan

laju fitrasi glomerulus (GFR). Akumulasi cairan ekstrasel,

hipertensi, dan edema dapat terjadi karena berkurangnya GFR dan

meningkatnya reabsorpsi garam dan air.

Rapid progressive glomerulonephritis

Kelainan ini dicirikan dengan adanya tanda-tanda kerusakan

berat dari glomerulus yang tidak ada penyebab yang khusus. Seperti

namanya, perjalanan penyakit ini berlangsung cepat, sering kali

hanya dalam beberapa bulan. Kelainannya mencakup proliferasi sel-

sel glomerular fokal dan segmental dan penarikan monosit dan

makrofag dengan formasi berbentuk sabit (crescent) yang menutupi

ruang Bowman. Kelainan ini dapat disebabkan sejumlah kelainan

imunologis, beberapa kelainan sistemik, dan hambatan lain pada

ginjal.

Chronic glomerulonephritis

Kelainan ini mewakili fase kronik dari sejumlah tipe spesifik

glomerulonefritis. Gejalanya bisa berupa proteinuria persisten

dengan atau tanpa hematuria dan kerusakan progresif perlahan dari

fungsi ginjal. Beberapa bentuk glomerulonefritis akut mengalami

resolusi lengkap, sementara yang lain berjalan pada berbagai tingkat

menjadi glomerulonefritis kronik. Beberapa orang yang mengalami

glomerulonefritis kronik tidak memiliki riwayat penyakit

glomerular. Kasus-kasus ini dapat menggambarkan hasil akhir dari

bentuk yang relatif asimptomatik dari glomerulonefritis. Secara

histologis, keadaan ini dicirikan oleh ginjal kecil dengan glomerulus

yang mengalami sklerosis. Pada kebanyakan kasus glomerulonefritis

kronik berkembang secara perlahan dan tersembunyi menjadi

penyakit ginjal kronis bertahun-tahun kemudian.5

o Edema

10

Page 11: PBL 20 - Sindrom Nefrotik-harry

Pada awal perjalanan sindrom nefrotik, pada saat anak terutama

mengalami edema periorbital, tanda dan gejala mungkin mengarah pada alergi.

Kadang-kadang reaksi alergi yang berat dapat berkaitan dengan hipoalbuminemia

sebagaimana juga dengan edema. Seraya penyakit berlanjut dan edema menjadi

lebih merata, keadaan lain dari kehilangan protein seperti hilangnya protein akibat

gastroenteropati, dapat juga membingungkan bersama sindrom nefrotik sebelum

hasil urinalisis diperoleh. Gagal jantung kongesti juga bisa jadi memunculkan

edema anasarka, namun hal ini dapa dengan mudah dibedakan dengan gejala-

gejala yang berkaitan. Sindrom nefrotik sekunder dapat disebabkan oleh berbagai

penyakit sistemik namun jarang didapatkan pada anak. Bentuk lain dari penyakit

ginjal juga dapat menunjukkan proteinuria nefrotik dan perlu dipertimbangkan

juga.6

Diagnosis Kerja

Sindrom Nefrotik

Sindrom nefrotik, juga dikenal sebagai nefrosis, ditandai dengan adanya

proteinuria nefrotik, edema, hiperlipidemi, dan hipoalbuminemia. Proteinuria

nefrotik pada dewasa dicirikan oleh eksresi protein sebanyak 3,5 g/hari. Proteinuria

nefrotik pada anak-anak ialah ekskresi protein lebih dari 40 mg/m2/jam. Namun,

karena besarnya jangkauan ukuran tubuh pada anak-anak, definisi pediatrik dari

proteinuria nefrotik tidak praktis dipakai. Karena pengumpulan urine 24 jam bisa

jadi tidak akurat dan menyulitkan, terutama pada anak kecil, banyak nefrolog

pediatrik mengandalkan pada sampel tunggal urine pagi yang pertama untuk

menghitung jumlah eksresi protein dengan menggunakan rasio protein terhadap

kreatinin.

Penggunaan urine pagi yang pertama menyingkirkan kemungkinan

proteinuria ortostatik yang non-patologik, yang mungkin meningkat pada sampel

urine yang dikumpulkan ketika pasien sedang aktif sepanjang hari. Rasio protein

terhadap kreatinin di urin yang lebih dari 2-3 mg albumin/mg kreatinin

mengindikasikan proteinuria nefrotik dan sesuai dengan hasil dari pengumpulan

urine 24 jam.

Sindrom nefrotik adalah kumpulan gejala yang merupakan hasil dari

hilangnya protein dalam jumlah besar. Oleh karena itu, sindrom nefrotik bukanlah

11

Page 12: PBL 20 - Sindrom Nefrotik-harry

suatu penyakit, melainkan menifestasi dari banyak penyakit glomerular yang

berbeda. Penyakit-penyakit tersebut bisa jadi akut dan transien, seperti

glomerulonefritis pascainfeksi, atau kronik dan progresif, seperti focal segmental

glomerulosclerosis (FSGS). Masih mungkin penyakit lain kambuh dan timbul,

seperti sindrom nefrotik perubahan minimal (minimal change nephrotic syndrome

– MCNS).

Penyakit glomerular yang dapat menyebabkan sindrom nefrotik secara

umum dapat dibagi menjadi penyebab primer dan sekunder. Sindrom nefrotik

primer (PNS), juga dikenal sebagai sindrom nefrotik idiopatik (INS),

dihubungkan dengan penyakit glomerular intrinsik ginjal dan tidak berhubungan

dengan penyebab sistemik. Pembagian dari INS didasarkan pada gambaran

histologis, tetapi telah dibuat korelasi klinis-patologisnya. Variasi yang luas dari

lesi glomerular dapat dilihat pada INS yang mencakup MCNS, FSGS,

membranous nephropathy (MN), membranoproliverative glomeruponephritis

(MPGN), diffuse mesangial proliferation, dan lainnya.Secara definisi, sindrom

nefrotik sekunder merujuk pada penyebab ekstrinsik terhadap ginjal seperti SLE,

Henoch-Schönlein purpura (HSP), diabetes mellitus, sifilis, HIV, hepatitis B dan C,

keganasan, vaskulitis, dan efek obat seperti heroin, merkuri, dan lain-lain.

Sindrom nefrotik (SN) bisa juga disebabkan oleh kelainan genetik. Infantile

SN (muncul sebelum usia 3 tahun) dan SN kongenital (muncul pada usia 4-12

tahun) dihubungkan denngan defek pada gen nephrin (NPHS1), phospholipase C

epsilon 1 gene (PLCE1), dan gen supresor tumor Wilms (WT1). Mutasi pada gen

podocin (NPHS2) dihubungkan dengan bentuk yang diturunkan, autosomal resesif

dari FSGS. Mutasi pada gen α-actinin-4 (ACTN4) dan gen TRPC6 dihubungkan

dengan familial FSGS jenis autosomal resesif.

INS dibedakan menjadi steroid-sensitive nephritic syndrome (SSNS) dan

steroid-resistant nephritic syndrome (SRNS) karena respons terhadap steroid

memiliki kaitan yang kuat dengan pembagian histologis dan prognosis. Sebuah

pengajian menonjol sehubungan dengan sindrom nefrotik pada anak, International

Study of Kidney Disease (ISKDC), menemukan bahwa sebagian besar anak-anak

remaja yang menderita INS mengalami MCNS dari hasil biopsy ginjal. 90% anak

dengan MCNS berespon terhadap pengobatan menggunakan kortikosteroid dengan

12

Page 13: PBL 20 - Sindrom Nefrotik-harry

perbaikan sindrom nefrotik yang mereka alami, sebaliknya, hanya 20% anak

dengan FSGS yang berespon terhadap kortikosteroid.2

Etiologi

Penyebab sindrom ini tetap belum diketahui. Keberhasilan awal dalam

mengendalikan nefrosis dengan obat-obat “imunosupresif” memberi kesan bahwa

penyakitnya diperantarai oleh mekanisme imunologis, tetapi bukti adanya mekanisme jejas

imunologis yang klasik belum ada, dan sekarang agaknya jelas bahwa obat-obat

“imunosupresif” mempunyai banyak pengaruh selain dari penekanan pembentukan

antibodi. Sebagian kecil penderita mempunyai bukti bahwa penyakit ini diperantarai Ig-E,

tetapi bukti semakin banyak mengesankan bahwa sindrom ini mungkin diakibatkan dari

kelainan fungsi limfosit yang berasal dari timus (sel-T), mungkin melalui produksi faktor

yang meningkatkan permeabilitas vaskuler.4

Epidemiologi

Angka kejadian sindrom nefrotik di Amerika dan Inggris berkisar antara 2-7 per

100.000 anak berusia di bawah 18 tahun per tahun, sedangkan di Indonesia dilaporkan 6

per 100.000 anak per tahun, dengan perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1. Di

Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM Jakarta, sindrom nefrotik merupakan

penyebab kunjungan sebagian besar pasien di Poliklinik Khusus Nefrologi, dan merupakan

penyebab tersering gagal ginjal anak yang dirawat antara tahun 1995-2000.7

Pada anak-anak (< 16 tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi minimal (75%-

85%) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6 tahun saat diagnosis dibuat dan laki-laki

dua kali lebih banyak daripada wanita. Pada orang dewasa paling banyak nefropati

membranosa (30%-50%), umur rata-rata 30-50 tahun. Kejadian SN idiopatik 2-3

kasus/100.000 anak/tahun sedangkan pada dewasa 3/1000.000/tahun.

Patofisiologi

13

Page 14: PBL 20 - Sindrom Nefrotik-harry

Mekanisme pembentukan edema pada nefrosis tidak dimengerti sepenuhnya.

Kemungkinannya adalah bahwa edema didahului oleh timbulnya hipoalbuminemia, akibat

kehilangan protein urin. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik

plasma, yang memungkinkan transudasi cairan dari ruang intravaskuler ke ruang

interstisial. Penurunan volume intravaskuler menurunkan tekanan perfusi ginjal,

mengaktifkan sistem renin-angiotensin-aldosteron, yang merangsang reabsorbsi natrium di

tubulus distal. Penurunan volume intravaskuler juga merangsang pelepasan hormon

antidiuretik yang mempertinggi reabsorbsi air dalam duktus kolektivus. Karena tekanan

onkotik plasma berkurang, natrium dan air yang telah direabsorbsi juga masuk ke ruang

interstisial sehingga memperberat edema. Adanya faktor-faktor lain yang juga memainkan

peran pada pembentukan edema ditunjukkan melalui observasi bahwa beberapa penderita

sindrom nefrotik mempunyai volume intravaskuler yang normal atau meningkat, dan kadar

renin serta aldosteron yang normal atau menurun. Penjelasan secara hipotesis meliputi

defek intrarenal dalam ekskresi natrium dan air atau adanya agen dalam sirkulasi yang

menaikkan permeabilitas dinding kapiler di seluruh tubuh serta di dalam ginjal.

Pada status nefrosis, hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan

lipoprotein serum meningkat. Sekurang-kurangnya ada dua faktor yang memberikan

sebagian penjelasan:

Hipoproteinemia merangasang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk

lipoprotein.

Katabolisme lemak menurun karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma,

sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma.

Patologi INS

Sindrom nefrotik idiopatik terjadi pada 3 pola morfologi. Pada lesi minimal (85%),

glomerulus tampak normal atau menunjukkan penambahan minimal pada sel mesangium

dan matriks. Temuan-temuan mikroskopik imunofluorenses khas negatif. Mikroskopi

elektron menampakkan retraksi tonjolan kaki sel epitel. Lebih dari 90% anak dengan

penyakit lesi minimal berespons terhadap terapi kortikosteroid.

Kelompok proliferative mesangium (5%) ditandai dengan peningkatan difus sel

mesangium dan matriks. Dengan imunofluoresensi, frekuensi endapan mesangium yang

mengandung Ig-M dan C3 tidak berbeda dengan frekuensi yang diamati pada penyakit lesi 14

Page 15: PBL 20 - Sindrom Nefrotik-harry

minimal. Sekitar 50-60% penderita lesi histologis ini akan berespons terhadap terapi

kortikosteroid.

Pada biopsy penderita yang menderita lesi sklerosis setempat (10%), sebagian besar

glomerulus tampak normal atau menunjukkan proliferasi mesangium. Yang lain terutama

glomerulus yang dekat dengan medulla (jukstamedulare), menunjukkan jaringan parut

segmental pada satu atau lebih lobulus. Penyakitnya sering kali progresif, akhirnya

melibatkan semua glomerulus, dan menyebabkan gagal ginjal stadium akhir pada

kebanyakan penderita. Sekitar 20% penderita demikian berespons terhadap prednisone atau

terapi sitotoksik ataupun keduanya. Penyakit ini dapat berulang pada ginjal yang

ditransplantasikan.4

Histopatologi sindrom nefrotik

Sindrom nefrotik perubahan-minimal (MCNS – minimal change nephrotic

syndrome) memperlihatkan morfologi glomerulus yang pada pemeriksaan mikroskop

cahaya tampak sedikit berbeda dari normal. Mungkin terdapat sedikit perubahan pada

mesangium, tetapi imunoglobulin biasanya tidak ada, dan pada mikroskop elektron tidak

didapati adanya endapan. Satu-satunya perubahan signifikan yang ditemukan pada

pemeriksaan mikroskop elektron adalah fusi podosit sel epitel. Beberapa studi khusus telah

menetapkan bahwa ketika MCNS aktif, terjadi kehilangan tapak anionik glomerular,

dengan pengembalian ke konsentrasi normal pada saat penyembuhan. Meskipun MCNS

tidak mengarah kepada gagal ginjal, ini dapat menyebabkan komplikasi yang signifikan,

termasuk predisposisi infeksi bakteri gram positif, kecenderungan terjadi tromboemboli,

hiperlipidermia, dan malnutrisi protein. Biasanya akan berespon dramatis terhadap terapi

kortikosteroid.

Glomerulosklerosis global fokal (FGGS – focal global glomerulosclerosis) adalah

glomerulus yang mengalami sklerosis global di beberapa fokus daerah, dengan glomerulus

sisa yang normal. Arti persis dari lesi sedemikian belum diketahui karena menghilangnya

glomerulus normal terjadi melalui sklerosis global. Jika terjadi pada <5% glomerulus,

kondisi tersebut mungkin normal.

Glomerulosklerosis segmental fokal (FSGS – focal segmental glomerulosclerosis)

ditandai dengan sklerosis (penumpukkan kolagen) sebagian glomerulus dan pada

glomerulus yang terkena, hanya sebagian lempeng glomerulus yang terkena, sering kali

15

Page 16: PBL 20 - Sindrom Nefrotik-harry

hanya terbatas pada nefron jukstaglomedular. Karena itu, lesi ini dapat luput pada

pemeriksaan biopsy ginjal. Kelainan ini lebih sering terkena pada orang Afrika-Amerika

dan Hispanik. Adanya hipertensi dan penurunan fungsi renal membedakan FSGS dari

MCNS. Kelainan ini biasanya ditangani dengan kortikosteroid. Sebagian besar orang

dengan kelainan ini berlanjut menjadi gagal ginjal dalam 5-10 tahun.

Glomerulonefritis proliferative mesangium (MPN) baru belakangan ini dibedakan

dari MCNS. Dari mikroskop cahaya terlihat proliferasi sel mesangium minimal sampai

sedang, disertai ekspansi mesangium, tetapi perubahan paling mencolok terlihat

menggunakan mikroskop imunofloresens ketika Ig-M, Ig-G, dan C3 sering ditemukan.

Lesi ini hanya ditemukan hanya pada 2,5% penderita sindrom nefrotik. Sebagian besar

anak berespons terhadap steroid, tetapi banyak dari mereka sering mengalami eksaserbasi,

dan dapat menjadi ‘bergantung steroid’.

Glomerulonefritis membranoproliferatif (MPGN) atau glomerulonefritis

mesangiokapiler terjadi pada 8% anak baru dengan sindrom nefrotik yang tidak diseleksi,

dan >95% pasien tersebut tidak berespons terhadap regimen steroid standar.

Glomerulonefritis membranosa (MGN) bertanggung jawab atas hanya 1-2%

sindrom nefrotik anak. Pada sebagian besar pasien itu, onset klinis yang terjadi dapat

menyerupai onset MCNS, tetapi respons yang buruk terhadap terapi steroid merupakan ciri

yang jelas. Kelainan ini biasanya diawali dengan onset sindrom nefrotik yang tersembunyi

atau, pada sebagian kecil pasien, dengan proteinuria non-nefrotik. Hematuria dan

hipertensi ringan mungkin timbul. Perjalanan penyakitnya bisa bervariasi. 40% pasien

hilang secara spontan, 30-40% lainnya mengalami relaps berulang, dan 10-20% sisanya

menderita penurunan laju filtrasi glomerulus yang perlahan dan progresif yang berakhir

pada gagal ginjal.5,8

Tata laksana

Medika Mentosa

16

Page 17: PBL 20 - Sindrom Nefrotik-harry

Pada anak dengan kecurigaan MCNS, pengobatan pertama ialah dengan

prednisone 60 mg/m2 per hari (dosis maksimal 80 mg/hari). Dosis yang dibagi

diperkirakan lebih efektif mengurangi remisi, sekalipun hal ini belum didapat

melalui uji klinik. Meskipun kebanyakan pasien dengan MCNS berespons baik

terhadap steroid pada 1-2 minggu pertama, berbagai uji klinik jelas memperlihatkan

bahwa penggunaan awal prednisone harian yang diperpanjang (6-8 minggu), diikuti

dengan terapi alternate-day prednisone selama 4-6 minggu, lebih unggul daripada

regimen jangka pendek dalam menurunkan remisi jangka panjang. Oleh karena itu,

pengobatan awal yang diperpanjang sebaiknya diberikan tanpa memperhatikan

kecepatan remisi penyakit. Setelah pengobatan awal, dosis prednisone diturunkan

perlahan, biasanya dalam 4-6 minggu. Kambuh berikutnya, yang terjadi pada pada

hampir ⅔ anak dengan sindrom nefrotik, dapat diobati dengan menggunakan

pengobatan prednisone jangka pendek yang berlangsung hanya beberapa hari

setelah permulaan remisi. Anak yang gagal merespons terhadap pengobatan 8

minggu pertama prednisone, kambuh selama dosis prednisone diturunkan, kambuh

pada beberapa minggu setelah prednisone dihentikan, atau kambuh sebanyak 4 kali

atau lebih selama periode 12 bulan sebaiknya dirujuk kepada nefrologist.

Tidak semua edema memerlukan perawatan di rumah sakit. Edema ringan

dan sedang dapat ditangani di rumah dengan diet rendah garam untuk mencegah

edema lebih lanjut, dengan atau tanpa diuretik tiazid dosis rendah.6

Non-Medika Mentosa

o Diet rendah sodium sebaiknya dipertahankan selama pasien masih

mengalami edema dan sampai proteinuria hilang. Setelah itu, diet normal

boleh diberikan. Selama edema berat, restriksi cairan yang hati-hati dan

secukupnya mungkin cocok tetapi pasien harus dimonitor ketat sehubungan

deplesi volume intravascular yang berlebihan. Restriksi protein tidak

diindikasikan, kecuali pada gagal ginjal akut atau kronik dengan azotemia

berat. Perencanaan aktivitas normal direkomendasikan. Karena relaps

sindrom nefrotik sering dihubungkan dengan penyakit viral saluran napas,

menjauhkan anak dengan sindrom nefrotik dari orang-orang yang jelas

sedang infeksi saluran napas dapat bermanfaat. Namun, bagaimanapun anak

17

Page 18: PBL 20 - Sindrom Nefrotik-harry

sebaiknya tidak dijauhkan dari sekolah dan memiliki rutinitas senormal

mungkin.2

Pencegahan

Saat ini, tidak ada strategi pencegahan yang bisa dilakukan untuk mencegah

sindrom nefrotik, tetapi bagaimanapun, kecurigaan awal dan diagnosis cepat merupakan

landasan management yang sesuai dan dapat mempengaruhi hasil kerja ginjal jangka

panjang. Vaksin pneumococcal dapat diberikan pada semua pasien INS untuk mengurangi

resiko penyakit komplikasi akibat pneumokokus.2,6

Komplikasi

Komplikasi dapat mencakup hal-hal berikut:

Infeksi

Peritonitis dan sepsis adalah infeksi yang paling sering dan paling serius.

Angka kejadian peritonitis kira-kira 2-6% dan bisa disertai sepsis atau bakteriemia.

Bakteri penyebab yang paling utama adalah Streptococcus pneumonia dan bakteri

gram negatif dari saluran cerna seperti Escherichia coli. Infeksi lain juga dapa

terjadi seperti meningitis, selulitis, infeksi virus, dan lain-lain. Varicella perlu

diwaspadai terutama pada pasien yang dalam keadaan imunosupresi dan dapat

mematikan. Imunisasi varicella rutin pada anak dapat meringankan kemungkinan

komplikasi ini. Infeksi, virus maupun bakteri, dapat memicu kambuhnya sindrom

nefrotik idiopatik dan lebih mempersulit keadaan.

Thrombosis (thromboembolic complication – TEC)

Kejadian thrombosis lebih tinggi pada sindrom nefrotik sekunder baik pada

anak maupun dewasa. thrombosis terjadi terutama pada nefrotik sindrom

membranosa. Pada anak, bentuk thrombosis yang paling sering terjadi antara lain

thrombosis vena renalis, deep vein thrombosis, dan emboli paru. Thrombosis dapat

terjadi akibat hilangnya protein-protein dari darah yang berperan dalam mencegah

penyumbatan seperti plasminogen, antitrombin, dll. Penanganan thrombosis

18

Page 19: PBL 20 - Sindrom Nefrotik-harry

mencakup trombolisis dengan antikoagulan (seperti heparin) dan/atau fibrinolitik.

Setelahnya, warfarin sering diberikan untuk jangka waktu 6 bulan.

Hiperlipidemia

Ketidaknormalan lipid akan menghilang seraya sindrom nefrotik membaik.

Hiperlipidemia kronik dihubungkan dengan peningkatan resiko aterosklerosis dan

penyakit koroner.

Gagal ginjal akut

Gagal ginjal akut termasuk komplikasi yang jarang terjadi pada INS, sekitar

0,8% per kasus. Penyebabnya mencakup perkembangan cepat dari penyakit yang

mendasari (pada sindrom nefrotik selain MCNS dan pada sindrom nefrotik

sekunder), thrombosis vena renalis bilateral, nefritis interstisial akut (acute

interstisial nephritis – AIN) karena terapi obat, dan acute tubular necrosis (ATN)

karena hipovolemia atau sepsis. Penggunaan ACE-inhibitor atau ARB dalam

kaitannya dengan deplesi volume dapat ikut menyebabkan gagal ginjal akut. Pada

kebanyakan kasus, gagal ginjal akut dapat membaik seraya sindrom nefrotik juga

membaik, perbaikan volume darah yang berkurang, dan/atau menghilangnya agen

penyebab pada AIN.

Komplikasi akibat terapi obat

o Kortikosteroid

Perubahan tingkah laku, peningkatan nafsu makan, dan tanda-tanda

Cushingoid umum ditemukan selama 6 minggu pertama terapi harian tetapi

mulai menghilang selama periode terapi maintenance (alternate-day) dan

biasanya menghilang dalam 3-6 bulan setelah steroid telah berhasil

dihentikan. Jika waktu terapi perlu diperpanjang, resiko komplikasi juga

meningkat, seperti mudah infeksi, obesitas, hambatan pertumbuhan,

osteopenia, katarak, hipertensi, hiperglikemi, nefrolitiasis, dan

hiperlipidemia. Pengaturan nutrisi dan olahraga dapat membantu membatasi

peningkatan berat badan selama terapi steroid. Pada pasien yang mendapat

terapi steroid jangka panjang, perlu dipertimbangkan juga pemantauan

densitas tulang.

19

Page 20: PBL 20 - Sindrom Nefrotik-harry

o Diuretik

Loop diuretik (furosemid, bumetanid) umumnya menyebabkan

hipokalemia. Elektrolit serum perlu dimonitor dan ketidaknormalan

elektrolit perlu ditangani sesuai indikasi. Penggunaan diuretik hemat kalium

(spironolakton, amiloride) dapat membantu membatasi hipokalemia.

o Albumin

Infus 25% albumin dapat berakibat edema pulmonal dan gagal

jantung kongestif. Ini harus digunakan dengan hati-hati dan hemat hanya

pada pasien dengan hemokonsentrasi dan/atau edema yang resisten terhadap

diuretik. Berdasarkan pengalaman, infus lambat sebanyak 1 g/kg selama 24

jam terus-menerus dapat membantu membatasi komplikasi.2,6

Prognosis

Sebagian besar anak-anak dengan nefrosis yang berepons terhadap steroid akan

mengalami kekambuhan berkali-kali sampai penyakitnya menyembuh sendiri secara

spontan menjelang usia akhir dekade kedua. Yang penting adalah, menunjukkan pada

keluarganya bahwa anak tersebut tidak akan menderita sisa disfungsi ginjal, bahwa

penyakitnya biasanya tidak herediter, dan bahwa anak akan tetapi fertil (bila tidak ada

terapi siklofosfamid atau klorambusil). Untuk memperkecil efek psikologis nefrosis, dapat

diingat bahwa selama masa remisi anak tersebut normal serta tidak perlu pembatasan diet

dan aktivitas. Pada anak yang sedang berada dalam masa remisi, pemeriksaan protein urin

biasanya tidak diperlukan.4

20

Page 21: PBL 20 - Sindrom Nefrotik-harry

DAFTAR PUSTAKA

1. Mayo Clinic. Nephrotic syndrome. Diunduh dari URL:

http://www.mayoclinic.com/health/nephrotic-syndrome/DS01047. 31 Oktober 2010.

2. Lane J C. Nephrotic syndrome. Diunduh dari: eMedicine,

http://emedicine.medscape.com/article/982920-overview#ClinicalCauses, 30

Oktober 2010.

3. Hebert L A, Charleston J, Miller E. Proteinuria. Diunduh dari:

http://kidney.niddk.nih.gov/kudiseases/pubs/proteinuria/index.htm, 29 Oktober 2010.

4. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak – Nelson; editor edisi

Bahasa Indonesia: Wahab AS. Vol 2. Ed 15. Jakarta: EGC; 2006.

5. Port C M, Matfin G. Pathophysiology – concepts of altered health states. China:

Lippincott William’s & Wilkins; 2009.

6. Gregory M J. Nephrotic syndrome. Dalam: Zaoutis L B, Chiang V W, editor.

Comprehensive pediatric hospital medicine. China: Elsevier Inc; 2007.

7. Trihono P P, Alatas H. Tata laksana sindrom nefrotik idiopatik pada anak. Dalam:

Trihono P P, Syarif D R, Amir I, Kurniati N. Current management of pediatrics

problems. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM; 2004.

8. Abraham MR, Haffman JIG, Rudolph CD. Buku ajar pediatri Rudolph; alih bahasa,

Wahab AS; editor edisi Bahasa Indonesia: Hartanto H. Ed 20. Vol 3. Jakarta: EGC;

2006.

21