patologi birokrasi dalam pelaksanaan pemerintahan okjen

29
PATOLOGI BIROKRASI DALAM PELAKSANAAN PEMERINTAHAN [email protected] BIROKRASI JUDUL PATOLOGI BIROKRASI DALAM PELAKSANAAN PEMERINTAHAN http://ojen.webs.com/ PAPER

Upload: rahayu-yuri

Post on 17-Nov-2014

2.633 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Patologi birokrasi dalam pelaksanaan pemerintahan okjen

PATOLOGI BIROKRASI DALAM PELAKSANAAN PEMERINTAHAN [email protected]

 

BIROKRASIJUDUL

PATOLOGI BIROKRASI DALAM PELAKSANAAN PEMERINTAHAN

http://ojen.webs.com/ 

                                                         

                                                          DI SUSUN OLEH:

                                                NAMA : OKJEN M. KANSIL                                                NIM          : 100811149

               PAPER 

Page 2: Patologi birokrasi dalam pelaksanaan pemerintahan okjen

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO

2013

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan

rakmatnya kepada saya, sehingga saya dapat menyeslesaikan tugas Paper Birokrasi dengan

judul “Patologi Birokrasi Dalam Pelaksanaan Pemerintahan “.Penulisan ini dimaksudkan

untuk melengkapi tugas – tugas yang sudah di berikan kepada saya .

Tugas ini banyak kendala yang dihadapi terutama terbatasnya literatur dan sumber –

sumber penunjang lainnya.Namun dengan tekat yang kuat serta dorongan yang berasar dari

berbagai pihak, maka penulisan tugas ini dapat diselesaikan. Sebagai manusia biasa yang

tidak luput dari pada kekhilafan dan kesalahan, saya mengharapakan keritik dan saran dari

semua pembaca yang sifatnya membangun demi untuk melengkapi dan menyempurnakan

karya tulis ini

Penulis

OkjenM. Kansil100811149

 

Page 3: Patologi birokrasi dalam pelaksanaan pemerintahan okjen

iDAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………………………………………    iDaftar Isi……………………………………………………………………………       iiBAB I PENDAHULUAN

A.       LatarBelakang…………………………………………………………………….. 1 - 2

B.        RumusanMasalah…………………………………………………………………  3

C.        TujuanPenulisan………………………………………………………………..…  3

D.       ManfaatPenulisan………………………………………………………………      3

BAB III PEMBAHASAN

A.       Konsep Birokrasi….……………………………………………………………      4-6

B.        Ciri-Ciri Birokrasi Menurut Max Weber ………………………………………      7

C.        Pengertian Birokrasi……………………………………………………………      6 -

10

D.       Pengertian Patologi Birokrasi …………………………………………………       10

E.        Jenis Patologi Birokrasi Pada Aparatur Birokrasi …………………………….       11

F.         Data Kasus …………………………………………………………………….      11

G.       Akibat Patologi Birokrasi …………………………………………………..           12

H.       Cara Mengatasi Patologi Birokrasi …………………………………………           12

I.          Solusi Yang Ditawarkan Untuk Mengatasi Patologi Birokrasi ……………..          13 –

BAB IV PENUTUP

A.       Kesimpulan……………………………………………………………………        15

B.        Saran …………………………………………………………………………         16

DAFTAR PUSTAKALampiran

Page 4: Patologi birokrasi dalam pelaksanaan pemerintahan okjen

ii

BAB I PENDAHULUAN

A.          Latar BelakangBirokrasi di Indonesia tidak pernah lepas dari permasalahan, permasalahan yang ada

pun masih sama dari zaman dahulu. Saat ini pemerintah baik pusat maupun daerah

menghabiskan lebih dari setengah anggarannya untuk birokrasi.Pengeluaran ini tidak diikuti

dengan kinerja birorasi yang optimal. Di Negara dan pemerintahan manapun, para anggota

birokrasi disebut sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat. Dengan predikat demikian,

mereka diharapkan dan dituntut menampilkan perilaku yang sesuai dengan peranannya selaku

abdi tersebut. Keseluruhan perilaku para anggota birokrasi tercermin pada pelayanan kepada

seluruh masyarakat. Karena penerapan prinsip fungsionalisasi, spesialisasi dan pembagian

tugas, sudah barang tentu terdapat bagian masyarakat yang menjadi “clientele” suatu instansi

tertentu. Sebagai prinsip dapat dikatakan bahwa pelayanan yang diberikan oleh birokrasi

kepada para masyarakat harus bersifat adil, cepat, ramah dan tanpa diskriminasi. Karena itu,

ungkapan yang mengatakan bahwa para pegawai negeri adalah untuk melayani dan bukan

untuk dilayani, hendaknya terwujud dalam praktik administrasi pemerintahan sehari-hari,

sebab apabila tidak ada, ungkapan tersebut hanya akan menjadi slogan

tanpa makna.

Dengan kata lain, teramat penting untuk mengupayakan agar para anggota birokrasi

menghindari  perilaku yang tidak sesuai dengan peranannya selaku abdi negara dan abdi

masyarakat.

Dari segi inilah, penting dipahami patologi birokrasi yang ber-sumber dari keperilakuan.   

Pemahaman perilaku dalam kaitannya dengan patologi birokrasi, mutlak perlu disoroti dari

sudut pandang etos kerja dan kultur organisasi yang berlaku dalam suatu birokrasi tertentu.

Dewasa ini, Berbagai keluhan dan kritikan mengenai kinerja birokrasi memang bukan hal

baru lagi, karena sudah ada sejak zaman dulu. Birokrasi lebih menunjukkan kondisi empirik

yang sangat buruk, negatif atau sebagai suatu penyakit (bureau patology), seperti

Parkinsonian (big bureaucracy), Orwellian (peraturan yang menggurita sebagai perpanjangan

tangan negara untuk mengontrol masyarakat) atau Jacksonian (bureaucratic polity),

Page 5: Patologi birokrasi dalam pelaksanaan pemerintahan okjen

ketimbang citra yang baik atau rasional (bureau rationality), seperti yang dikandung

misalnya, dalam birokrasi Hegelian dan Weberian. 

Persoalan patologi atau penyakit birokrasi bersumber dari rekruitmen dan penempatan

birokrat yang tidak berdasarkan merit system (berdasarkan jenjang karir). Selain itu

keterlibatan birokrasi dalam politik dianggap sebagai hal yang harus diwaspadai karena

birokrasi bukanlah institusi atau lembaga yang bisa mewakilkan kepentingan kelompok atau

golongan tertentu. Secara makro atau nasional persoalan birokrasi di Indonesia lebih di

dominasi karena kurangnya pemisahan atau segresi yang jelas antara kepentingan politik dan

administrasi.

Citra buruk tersebut semakin diperparah dengan isu yang sering muncul ke permukaan, yang

berhubungan dengan kedudukan dan kewenangan pejabat publik, yakni korupsi dengan

beranekaragam bentuknya, serta lambatnya pelayanan, dan diikuti dengan prosedur yang

berbelit-belit.

Keseluruhan kondisi empirik yang terjadi secara akumulatif telah meruntuhkan konsep

birokrasi Hegelian dan Weberian yang menfungsikan birokasi untuk mengkoordinasikan

unsure – unsure  dalam proses pemerintahan. Birokrasi, dalam keadaan demikian, hanya

berfungsi sebagai pengendali, penegak disiplin, dan penyelenggara pemerintahan dengan

kekuasaan yang sangat

 besar, tetapi sangat mengabaikan fungsi pelayanan masyarakat. 

Buruk serta tidak transparannya kinerja birokrasi bisa mendorong masyarakat untuk mencari

''jalan pintas'' dengan suap atau berkolusi dengan para pejabat dalam rekrutmen pegawai atau

untuk memperoleh pelayanan yang cepat. Situasi seperti ini pada gilirannya seringkali

mendorong para pejabat untuk mencari ''kesempatan'' dalam ''kesempitan'' agar mereka dapat

menciptakan rente dari pelayanan berikutnya. 

Atas dasar tersebut diatas maka Penulis membuat makalah yang berjudul Patologi Birokrasi

Dalam Pelaksanaan Pemerintahan karena perilaku aparatur ini. [email protected]

B.           Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1.    Apa definisi dari patologi birokrasi ?

2.    Apa saja jenis patologi birokrasi yang ditimbulkan oleh prilaku aparat pemerintah

3.    Apa saja akibat yang di timbulkan dari Patologi yang terjadi?

4.    Apa solusi yang konkrit dalam menangani Patologi Birokrasi yang dilakukan

aparat

Page 6: Patologi birokrasi dalam pelaksanaan pemerintahan okjen

       pemerintah?

C.          TujuanPenulisan

Sesuai dengan rumusan masalah penulisan, maka tujuan penulisan ini adalah :

a.       Untuk mengetahui atau membuktikakan apakah kinerja birokrat sesuai dengan apa

yang dinginkan oleh masyarakat.

b.      Untuk mengetahui hubungan dan besar pengaruh dari birokrat pemerintah terhadap

pelayanan publik

D.          Manfaat Penulisan

Secara teoritis kiranya hasil penulisan ini dapat menjadi input atau sebagai bahan

masukan bagi ilmu pengetahuan khususnya ilmu – ilmu sosial dalam memperkaya konsep –

konsep atau teori – teori yang berhubungan dengan patologi birokrasi

Page 7: Patologi birokrasi dalam pelaksanaan pemerintahan okjen

BAB IIPEMBAHASAN

A.                Konsep Birokrasi

De Gournay dalam Albrow ( 1989 : 2), salah seorang perintis studi birokrasi pada

tahun 1764 di Perancis menemukan sebuah penyakit pemerintahan yang disebut”

Buruemania” , untuk menyebutkan bentuk pemerintahan yang banyak di keluhkan dimana

para pejabat juru tulis, sekertaris, para inspektur dan manajer diangkat bukan menguntukan

kepentingan umum. Akan tetapi lebih mengutamakan kepentingan pribadi, dan atau golongan

Sejak itu istilah birokrasi mulai diperkenakan, dalam perbendaharaan bahasa pada

abad ke 18 sudah mulai istilah” bureau” yang diserap dari konsep Yunani tentang

pemerintahan yang diartikaan : meja tulis, tempat para pekerja bekerja, dan ditambahkan arti

aturan. Albrow ( 1989 : 3), menjelaskan istilah ini kemudian mengalami transliterasi sebagai

mana istilah democracy, sehingga menjadi” bureaucracy” . kata ini dengan cepat di teria

dalam pembendaharaan politi internasional, dan menjadi Bureucratie ( Prancis) Bureukratie

( Jerman), Burocrazia(Italia), dan Bureucracy (Inggris). Kata ini dalam kamus mengartikan

sebagai kekuasaan pejabat dalam pemerintahan.

-                      Definisi Birokrasi

Weber  dalam   H. G. Surie (1987 : 99 ), menyebutkan definisi birokrasi adalah sebagai

suatu daftar atau sejumlah daftar ciri – ciri yang sifat peentingnya yang relatif secara

hubungan satu sama yang lain telah banyak menimbulkan perdebatan. Paling

mencolokdiantara ciri – ciri ini ialah bidang – bidang kompetensi yang jelas batasannya,

pelaksanaan tugas – tugas resmi secara terus menerus. Suatu hilarki pengendalian yang

teratur dimana kemungkinan untuk naik pangkat memungkinkan dibuatnya suatu karier;

pengangkatan dan kenaikan pangkat berdasarkan criteria kemampuan ( termasuk ijazah –

ijazah pendidikan, ujian khusus dan prestasi dalam pekerjaan ), pembuatan keputusan yang

didasarkan atas catatan – catatan tertulis , gaji tetap, pemisahan jabatan dari hak milik pribadi

jabatan, dan suatu gaya pengembalian keputusan yang terdiri atas , penerapan atauran  -

aturan umum pada kasus – kasus individual.

B.                 Ciri-Ciri Birokrasi Menurut Max Weber

Page 8: Patologi birokrasi dalam pelaksanaan pemerintahan okjen

Birokrasi berasal dari kata bureaucracy (bureau + cracy), diartikan sebagai sesuatu

organisasi yang memiliki rantai komandogn bentuk piramida, dimana lebih bayak orang

berada ditingkat bawah dari pada tingkat atas, biasanya ditemui pada instansi yang sifatnya

administratif maupun militer.

pada rantai komando ini setiap posisi serta tanggung jawab kerjanya dideskripsikan degan

jelas dalam organigram. organisasi ini pun memiliki aturan & prosedur ketat sehingga

cenderung kurang fleksibel. ciri lainnya adalah biasanya terdapat bayak formulir yang harus

dilengkapi dan pendelegasian wewenang harus dilakukan sesuai dgn hirarki kekuasaan.

Ciri-ciri birokrasi menurut Max Weber

1. Pegawai negeri menerima gaji tetap sesuai degan pangkat atau kedudukannya.

2. Pekerjaan merupakan karir yang terbatas, atau pada pokoknya, pekerjaannya sebagai

pegawai negeri.

3. Para pejabat tidak memiliki kantor sendiri.

4. Para pejabat sebagai subjek ukt mengontrol dan mendisiplinkan.

5. Promosi didasarkan pada pertimbangan kemampuan yang melebihi rata-rata.

6. Jabatan administratif yang terorganisasi/tersusun secara hirarkis.

7. Setiap jabatan mempunyai wilayah kompetensinya sendiri

8. Pegawai negeri ditentukan, tidak dipilih, berdasarkan pada kualifikasi teknik yang

ditunjukan dengan ijazah atau ujian. [email protected]

C.                Pengertian Birokrasi

Konsep-konsep birokrasi secara awal lekat dengan stempel “tak efektif”, “lambat”,

“kaku”, bahkan “menyebalkan.” Stempel-stempel seperti ini pada satu sisi menemui sejumlah

kebenarannya pada fakta lapangan. Namun, sebagian lain merupakan stereotipe yang

sesungguhnya masih dapat diperdebatkan keabsahannya.

Pada materi ini, kita akan kembali kepada tema awal maksud dari gagasan birokrasi. Konsep

birokrasi yang dikaji pada materi ini mengikut pada dua teoretisi yang cukup berpengaruh di

bidang ini.Pertama adalah konsep birokrasi yang disodorkan Max Weber.Kedua adalah

konsep birokrasi yang disodorkan oleh Martin Albrow. Potret Indonesia

Birokrasi ialah alat kekuasaan bagi yang menguasainya, dimana para pejabatnya

secara bersama-sama berkepentingan dalam kontinuitasnya Weber memandang birokrasi

sebagai arti umum, luas, serta merupakan tipe birokrasi yang rasional. Weber berpendapat

Page 9: Patologi birokrasi dalam pelaksanaan pemerintahan okjen

bahwa tidak mungkin kita memahami setiap gejala kehidupan yang ada secara keseluruhan,

sebab yang mampu kita lakukan hanyalah memahami sebagian dari gejala tersebut. Satu hal

yang penting ialah memahami mengapa birokrasi itu bisa diterapkan dalam kondisi organisasi

negara tertentu.

Dengan demikian tipe ideal memberikan penjelasan kepada kita bahwa kita

mengabstraksikan aspek-aspek yang amat penting yang membedakan antara kondisi

organisasi tertentu dengan lainnya

Menurut weber, proses semacam ini bukan menunjukkan objektivitas dari esensi

birokrasi, dan bukan pula mampu menghasilkan suatu deskripsi yang benar dari konsep

birokrasi secara keseluruhan, tetapi hanya sebagai suatu konstruksi yang bisa menjawab suatu

masalah tertentu pada kondisi waktu dan tempat tertentu. Menurut weber tpe ideal birokrasi

yang rasional itu dilakukan dalam cara-cara sebagai berikut :

1. Pejabat secara rasional bebas, tetapi dibatasi oleh jabatannya

2. Jabatan disusun oleh tingkat hierarki dari atas ke bawah dan kesamping dengan

konsekuensinya berupa perbedaan kekuasaan.

3. Tugas dan fungsi masing-masing jabatan dalam hierarki itu secara spesifik berbeda

satu sama lain

4. Setiap pejabat mempunyai kontrak jabatan yang harus dijalankan.

5. Setiap pejabat diseleksi atas dasar kualifikasi profesionalitasnya

6. Setiap pejabat mempunyai gaji termasuk hak untuk menerima pensiun.

7. Terdapat struktur pengembangan karieryang jelas

8. Setiap pejabat sama sekali tidak dibenarkan menjalankan jabatannya untuk

kepentingan pribadi

9. Setiap pejabat berada di bawah pengendalian dan pengawasan suatu sistem yang

dijalankan secara disiplin. (Weber, 1978 dan Albrow, 1970)

Dalam pemerintahan, kekuasaan publik dijalankan oleh pejabat pemerintah/para birokrat

yang melaksanakan tugasnya sesuai dengan peranan dan fungsinya dalam sistem birokrasi

negara dan harus mampu mengendalika

Max Weber on Bureaucracy

Sebelum masuk pada pandangan Weber soal Birokrasi ada baiknya ditinjau etimologi

(asal-usul) konsep ini yang berasal dari kata “bureau”.Kata “bureau” berasal dari Perancis

Page 10: Patologi birokrasi dalam pelaksanaan pemerintahan okjen

yang kemudian diasimilasi oleh Jerman. Artinya adalah meja atau kadang diperluas jadi

kantor. Sebab itu, terminologi birokrasi adalah aturan yang dikendalikan lewat meja atau

kantor. Di masa kontemporer, birokrasi adalah "mesin" yang mengerjakan pekerjaan-

pekerjaan yang ada di organisasi baik pemerintah maupun swasta.Pada pucuk kekuasaan

organisasi terdapat sekumpulan orang yang menjalankan kekuasaan secara kurang birokratis,

dan dalam konteks negara, mereka misalnya parlemen atau lembaga kepresidenan.

Hal yang perlu disampaikan, Max Weber sendiri tidak pernah secara definitif menyebutkan

makna Birokrasi. Weber menyebut begitu saja konsep ini lalu menganalisis ciri-ciri apa yang

seharusnya melekat pada birokrasi. Gejala birokrasi yang dikaji Weber sesungguhnya

birokrasi-patrimonial.Birokrasi-Patrimonial ini berlangsung di waktu hidup Weber, yaitu

birokrasi yang dikembangkan pada Dinasti Hohenzollern di Prussia.

Birokrasi tersebut dianggap oleh Weber sebagai tidak rasional.Banyak pengangkatan pejabat

yang mengacu pada political-will pimpinan Dinasti.Akibatnya banyak pekerjaan negara yang

“salah-urus” atau tidak mencapai hasil secara maksimal. Atas dasar “ketidakrasional” itu,

Weber kemudian mengembangkan apa yang seharusnya (ideal typhus) melekat di sebuah

birokrasi.

Weber terkenal dengan konsepsinya mengenai tipe ideal (ideal typhus) bagi sebuah otoritas

legal dapat diselenggarakan, yaitu:

tugas-tugas pejabat diorganisir atas dasar aturan yang berkesinambungan; 

tugas-tugas tersebut dibagi atas bidang-bidang yang berbeda sesuai dengan fungsi-fungsinya,

yang masing-masing dilengkapi dengan syarat otoritas dan sanksi-sanksi; 

jabatan-jabatan tersusun secara hirarkis, yang disertai dengan rincian hak-hak kontrol dan

pengaduan (complaint); 

aturan-aturan yang sesuai dengan pekerjaan diarahkan baik secara teknis maupun secara

legal. Dalam kedua kasus tersebut, manusia yang terlatih menjadi diperlukan; 

anggota sebagai sumber daya organisasi berbeda dengan anggota sebagai individu pribadi; 

pemegang jabatan tidaklah sama dengan jabatannya; 

administrasi didasarkan pada dokumen-dokumen tertulis dan hal ini cenderung menjadikan

kantor (biro) sebagai pusat organisasi modern; dan 

sistem-sistem otoritas legal dapat mengambil banyak bentuk, tetapi dilihat pada bentuk

aslinya, sistem tersebut tetap berada dalam suatu staf administrasi birokratik. 

Page 11: Patologi birokrasi dalam pelaksanaan pemerintahan okjen

Bagi Weber, jika ke-8 sifat di atas dilekatkan ke sebuah birokrasi, maka birokrasi tersebut

dapat dikatakan bercorak legal-rasional.Selanjutnya, Weber melanjutkan ke sisi pekerja (staf)

di organisasi yang legal-rasional. Bagi Weber, kedudukan staf di sebuah organisasi legal-

rasional adalah sebagai berikut:

para anggota staf bersifat bebas secara pribadi, dalam arti hanya menjalankan tugas-tugas

impersonal sesuai dengan jabatan mereka; terdapat hirarki jabatan yang jelas; 

fungsi-fungsi jabatan ditentukan secara tegas; para pejabat diangkat berdasarkan suatu

kontrak; 

para pejabat dipilih berdasarkan kualifikasi profesional, idealnya didasarkan pada suatu

diploma (ijazah) yang diperoleh melalui ujian; para pejabat memiliki gaji dan biasanya juga

dilengkapi hak-hak pensiun.

Gaji bersifat berjenjang menurut kedudukan dalam hirarki. Pejabat dapat selalu menempati

posnya, dan dalam keadaan-keadaan tertentu, pejabat juga dapat diberhentikan; 

pos jabatan adalah lapangan kerja yang pokok bagi para pejabat; 

suatu struktur karir dn promosi dimungkinkan atas dasar senioritas dan keahlian (merit) serta

menurut pertimbangan keunggulan (superior); 

pejabat sangat mungkin tidak sesuai dengan pos jabatannya maupun dengan sumber-sumber

yang tersedia di pos terbut, dan; pejabat tunduk pada sisstem disiplin dan kontrol yang

seragam. 

Weber juga menyatakan, birokrasi itu sistem kekuasaan, di mana pemimpin (superordinat)

mempraktekkan kontrol atas bawahan (subordinat).Sistem birokrasi menekankan pada aspek

“disiplin.”Sebab itu, Weber juga memasukkan birokrasi sebagai sistem legal-rasional.Legal

oleh sebab tunduk pada aturan-aturan tertulis dan dapat disimak oleh siapa pun juga.Rasional

artinya dapat dipahami, dipelajari, dan jelas penjelasan sebab-akibatnya.

Khususnya, Weber memperhatikan fenomena kontrol superordinat atas subordinat.Kontrol

ini, jika tidak dilakukan pembatasan, berakibat pada akumulasi kekuatan absolut di tangan

superordinat.Akibatnya, organisasi tidak lagi berjalan secara rasional melainkan sesuai

keinginan pemimpin belaka. Bagi Weber, perlu dilakukan pembatasan atas setiap kekuasaan

yang ada di dalam birokrasi, yang meliputi point-point berikut:

Kolegialitas. Kolegialitas adalah suatu prinsip pelibatan orang lain dalam pengambilan suatu

keputusan. Weber mengakui bahwa dalam birokrasi, satu atasan mengambil satu keputusan

sendiri.Namun, prinsip kolegialitas dapat saja diterapkan guna mencegah korupsi kekuasaan. 

Page 12: Patologi birokrasi dalam pelaksanaan pemerintahan okjen

Pemisahan Kekuasaan. Pemisahan kekuasaan berarti pembagian tanggung jawab terhadap

fungsi yang sama antara dua badan atau lebih. Misalnya, untuk menyepakati anggaran

negara, perlu keputusan bersama antara badan DPR dan Presiden.Pemisahan kekuasaan,

menurut Weber, tidaklah stabil tetapi dapat membatasi akumulasi kekuasaan. 

Administrasi Amatir. Administrasi amatir dibutuhkan tatkala pemerintah tidak mampu

membayar orang-orang untuk mengerjakan tugas birokrasi, dapat saja direkrut warganegara

yang dapat melaksanakan tugas tersebut. Misalnya, tatkala KPU (birokrasi negara Indonesia)

“kerepotan” menghitung surat suara bagi tiap TPS, ibu-ibu rumah tangga diberi kesempatan

menghitung dan diberi honor. Tentu saja, pejabat KPU ada yang mendampingi selama

pelaksanaan tugas tersebut. 

Demokrasi Langsung. Demokrasi langsung berguna dalam membuat orang bertanggung

jawab kepada suatu majelis.Misalnya, Gubernur Bank Indonesia, meski merupakan prerogatif

Presiden guna mengangkatnya, terlebih dahulu harus di-fit and proper-test oleh DPR.Ini

berguna agar Gubernur BI yang diangkat merasa bertanggung jawab kepada rakyat secara

keseluruhan. 

Representasi.Representasi didasarkan pengertian seorang pejabat yang diangkat mewakili

para pemilihnya.Dalam kinerja birokrasi, partai-partai politik dapat diandalkan dalam

mengawasi kinerja pejabat dan staf birokrasi.Ini akibat pengertian tak langsung bahwa

anggota DPR dari partai politik mewakili rakyat pemilih mereka. 

Hingga kini, pengertian orang mengenai birokrasi sangat dipengaruhi oleh pandangan-

pandangan Max Weber di atas.Dengan modifikasi dan penolakan di sana-sini atas pandangan

Weber, analisis birokrasi mereka lakukan.

D.                Pengertian Patologi Birokrasi.

Menurut Taliziduhu Ndraha, Miftah Thoha, Peter M. Blau, David Osborne, JW Schoorl)

Patologi birokrasi adalah penyakit, perilaku negatif, atau penyimpangan yang dilakukan

pejabat atau lembaga birokrasi dalam rangka melayani publik, melaksanakan tugas, dan

menjalankan program pembangunan.

Patologi Birokrasi (Bureaupathology) adalah himpunan dari perilaku-perilaku yang kadang-

kadang disibukkan oleh para birokrat. Fitur dari patologi birokrasi digambarkan oleh Victor

A Thompson seperti “sikap menyisih berlebihan, pemasangan taat pada aturan atau rutinitas-

Page 13: Patologi birokrasi dalam pelaksanaan pemerintahan okjen

rutinitas dan prosedur-prosedur, perlawanan terhadap perubahan, dan desakan picik atas hak-

hak dari otoritas dan status.

Secara umum, Patologi birokrasi adalah penyakit dalam birokrasi Negara yang muncul akibat

perilaku para birokrat dan kondisi yang membuka kesempatan untuk itu, baik yang

menyangkut politis, ekonomis, social cultural dan teknologikal

 [email protected]

E.                 Jenis Patologi Birokrasi Pada Aparatur Birokrasi

Terdapat lima jenis patologi birokarasi yang dikenal, yaitu:

1.      Patologi yang timbul karena persepsi dan gaya manajerial para birokrat. Diantara

patologi jenis ini antara lain, penyalahgunaan wewenag dan jabatan, menerima

suap,arogansi dan intimidasi, kredibilitas rendah, dan nepotisme.

2.      Patologi yang disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan para

petugas

pelaksana birokrasi. Diantara patologi jenis ini antara lain, ketidaktelitian dan

ketidakcekatan, ketidakmampuan menjabarkan kebijakan pimpinan, rasa puas

diri,bertindak tanpa pikir, kemampuan rendah, tidak produktif, dan kebingungan.

3.      Patologi yang timbul karena tindakan para birokrat yang melanggar norma hokum dan

peraturan perundang-undangan. Diantara patologi jenis ini antara lain, menerima suap,

korupsi, ketidakjujuran, kleptokrasi, dan mark up anggaran.

4.      Patologi yang dimanifestasikan dalam perilaku para birokrat yang bersifat

disfungsional. Diantara patologi jenis ini antara lain, bertindak sewenang-wenang,

konspirasi, diskriminatif, dan tidak disiplin.

5.      Patologi yang merupakan akibat situasi dalam berbagai analisis dalam lingkungan

pemerintahan. Diantara patologi jenis ini antara lain, eksploitasi bawahan, motivasi

tidak tepat, beban kerja berlebihan, dan kondisi kerja kurang kondusif.

F.                 Data Kasus

Dari kasus di lapangan yang ada, dapat dilihat bahwa hal tersebut juga menunjukkan

adanya patologi dalam birokrasi khususnya di daerah Kabupaten Bengkalis. Yaitu:

Terkait beberapa isu penyakit di kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Bengkalis dapat

dilihat beberapa diantaranya masuk dalam kategori patologi birokrasi Patologi yang timbul

karena persepsi dan gaya manajerial para birokrat. Misalnya dalam hal kurang disiplin, ini

terbukti dengan adanya para PNS yang tertangkap sedang berada di warung kopi pada saat

Page 14: Patologi birokrasi dalam pelaksanaan pemerintahan okjen

jam kerja. tentunya kejadian ini bisa di temui pada saat terjadi Razia. Seperti yang di lihat

dari “TribunPekanbaru.com” terbukti bahwa Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)

Riau, Nizhamul, Kamis (22/03/2012)pagi, mengungkapkan bahwa pihaknya sudah

melakukan Razia Terhadap PNS, dan  mereka menemukan atau sudah mendata ada 49 PNS

yang tertangkap tangan sedang nongkrong di Kedai kopi pada saat jam kerja. 

Melihat situasi yang ada, penyakit tersebut terlihat bahwa masalahnya adalah pada

kredibilitas terhadap kinerja yang rendah. 

G.                Akibat Patologi Birokrasi.    

Ironis memang jika ternyata masih banyak anggota PNS yang tidak taat pada disiplin,

padahal. Tentunya mereka tahu akan Peraturan dan Undang-Undang yang berlaku. Dan dari

beberapa patologi yang terjadi pada PNS yang ada di Kabupaten Bengkalis, maka hal itu

memiliki dampak, yaitu antara lain:

•    Merugikan birokrasi sendiri (krisis kepercayaan, delegitimasi sosial, dll), masyarakat,

      stakeholder, bangsa dan negara.

•    Menghambat tercapainya kemajuan, modernisasi, dan kesejahteraan.

•    Memicu kerawanan sosial dan perubahan sistem secara evolusi dan revolusi.

Ketidakefektifan satu saja dari asas-asas umum penyelenggaraan negara akan memeberikan

dampak yang signifikan dalam hal penjabaran fungsi pelayanan masyarakat. Selain itu sangat

mungkin hal ini akan menjangkiti efektifitas asas-asas lainnya.

Dalam upaya penanggulangan masalah-masalah tersebut langkah-langkah prefentif yang

dapat dilakukan antara lain:

1.                  Pemantapan paradigma secara menyeluruh bahwa fungsi utama birokrat adalah

            pelayanan masyarakat.

2.                  Diketatkannya standar untuk menjadi seorang birokrat, terutama dalam penguasaan

keterampilan teknologi seperti komputer.

3.                  Pengenalan sanksi tegas bagi setiap pelanggaran ketika masa rekruitmen baru, bila

perlu

diberikan contoh nyata

H.                Cara Mengatasi Patologi Birokrasi

Ada penyakit ada pula obatnya. Untuk mengatasi Patologi Birokrasi, seyogyanya seluruh

lapisan masyarakat saling bahu-membahu bekerjasama untuk melaksanakan proses

Page 15: Patologi birokrasi dalam pelaksanaan pemerintahan okjen

pemerintahan bersama dengan sebaik-baiknya. Solusi dari Patologi Birokrasi tidak akan

menjadi obat yang mujarab jika seluruh lapisan masyarakat tidak saling mendukung.

Hal ini dikarenakan setiap elemen baik dari pemerintah, dunia bisnis, masyarakat kecil, dan

pihak swasta memiliki keterkaitan yang sangat erat dalam berjalannya pemerintahan yang

baik.

I.                   Solusi Yang Ditawarkan Untuk Mengatasi Patologi Birokrasi Yaitu : 

Pertama, perlu adanya reformasi administrasi yang global. Artinya reformasi administrasi

bukan hanya sekedar mengganti personil saja, bukan hanya merubah nama intansi tertentu

saja, bukan hanya mengganti papan nama di depan kantor saja, atau bukan hanya mengurangi

atau merampingkan birokrasi saja, tetapi juga melakukan reformasi pada hal yang tidak kasat

mata seperti upgrading kualitas birokrat, sekolah moral, dan merubah cara pandang birokrat

terhadap dirinya dan institusi bahwa birokrasi merupakan suatu alat pelayanan publik dan

bukan untuk mencari keuntungan.

Kedua, pembentukan kekuatan hukum dan per-Undang-Undangan yang jelas. Kekuatan

hukum sangat berpengaruh pada kejahatan-kejahatan, termasuk kejahatan dan penyakait-

penyakit yang ada di dalam birokrasi. Kita sering melihat bahwa para koruptor tidak pernah

jera walaupun sering keluar masuk buih. Ini dikarenakan hukuman yang diterima tidak

sebanding dengan apa yang telah diperbuat.

Pembentukan supremasi hukum dapat dilakukan dengan cara

1.   Kepemimpinan yang adil dan kuat

2.   Alat penegak hukum yang yang kuat dan bersih dari kepentingan politik

3.   Adanya pengawasan tidak berpihak dalam pelaksanaan kegiatan pemerintahan

dalam birokrasi.

Ketiga, ialah dengan cara menciptakan sistem akuntabilitas dan transparansi. Kurangnya rasa

bertanggung jawab yang ada dalam birokrasi membuat para birokrat semakin berani untuk

menyeleweng dari hal yang semestinya dilakukan. Pengawasan dari bawah dan dari atas

merupakan alat dari penciptaan akuntabilitas dan transparansi ini. Pembentukan E-

Governmentdiharapkan mampu menambah transparansi sehingga mampu memperkuat

akuntabilitas para birokrat

Keempat, hal yang masih ada hubungannya denga ketiga faktor di atas, yakni dengan

menegakkan Good Governance. Meskipun konsep governance masih belum jelas dan masih

Page 16: Patologi birokrasi dalam pelaksanaan pemerintahan okjen

menjadi perdebatan, namun akumulasi ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah

membuat beberapa kalangan menekan untuk segera diterapkannya good governance concep

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

1.      Secara umum, Patologi birokrasi adalah penyakit dalam birokrasi Negara yang muncul akibat

perilaku para birokrat dan kondisi yang membuka kesempatan untuk itu, baik yang

menyangkut politis, ekonomis, social cultural dan teknologikal.

2.      Terdapat lima jenis patologi birokarasi yang dikenal, yaitu:

•    Patologi yang timbul karena persepsi dan gaya manajerial para birokrat. 

•    Patologi yang disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan para

      Petugas pelaksana birokrasi. 

•    Patologi yang timbul karena tindakan para birokrat yang melanggar norma hukum dan

      peraturan perundang-undangan. 

•    Patologi yang dimanifestasikan dalam perilaku para birokrat yang bersifat

      disfungsional. 

•    Patologi yang merupakan akibat situasi dalam berbagai analisis dalam lingkungan

      pemerintahan.

3.      Dari beberapa patologi yang terjadi pada PNS yang ada di Kabupaten Bengkalis, maka

      hal itu berdampak pada:

•    Merugikan birokrasi sendiri (krisis kepercayaan, delegitimasi sosial, dll), masyarakat,

      stakeholder, bangsa dan negara.

•    Menghambat tercapainya kemajuan, modernisasi, dan kesejahteraan.

•    Memicu kerawanan sosial dan perubahan sistem secara evolusi dan revolusi.

4.      Dalam upaya penanggulangan masalah-masalah tersebut langkah-langkah prefentif yang

dapat dilakukan antara lain:

•    Pemantapan paradigma secara menyeluruh bahwa fungsi utama birokrat adalah

      pelayanan masyarakat.

•    Diketatkannya standar untuk menjadi seorang birokrat, terutama dalam penguasaan

      keterampilan teknologi seperti komputer.

•    Pengenalan sanksi tegas bagi setiap pelanggaran ketika masa rekruitmen baru, bila

      perlu diberikan contoh nyata.

Page 17: Patologi birokrasi dalam pelaksanaan pemerintahan okjen

B.     Saran

1.      Patologi Birokrasi harus diobati dengan Aturan, System dan Komitmen pengelolaan yang

berorientasi "melayani, bukan dilayani", "mendorong, bukan menghambat", "mempermudah,

bukan mempersulit", "sederhana, bukan berbelit-belit", "terbuka untuk setiap orang, bukan

hanya untuk segelintir orang". Pemerintah harus merubah paradigma lamanya dari yang

dilayani menjadi pelayanan dan pengabdi masyarakat.

2.      Penguatan kelembagaan untuk meningkatkan pengelolaan kualitas pelayanan pubik ini

ditujukan pada pelayanan publik dengan model satu pintu dan pelayanan yang berbasis pada

pelayanan administrasi dokumen.

3.      Peningkatan kualitas pelayanan publik diwujudkan melalui terbentuknya komitmen moral

yang tinggi dari seluruh aparatur daerah dan dukungan stakeholders lainnya.

4.       Selain kepemimpinan dan tim yang tangguh, peningkatan pelayanan publik juga dipengaruhi

oleh aspek kejelasan dan kepastian proses pelayanan seperti prosedur (mekanisme), biaya,

hasil yang diperoleh dan waktu.

5.      Sumber daya yang ada merupakan daya dukung yang signifikan demi lancarnya pelayanan

yang berkualitas. SDM atau karyawan yang terampil, memiliki wawasan serta sisi

kemanusiaan yang kuat misalnya emphaty adalah faktor utama dari sumber daya yang harus

dimiliki terlebih dahulu

Penulis menyadari bahwa materi yang penulis jelaskan masih terdapat banyak kekurangan.

Sehingga untuk mengetahui lebih luas tentang kasus Patologi Birokrasi, pembaca dapat

memperoleh dari berbagai sumber lainnya, seperti buku, referensi, ataupun internet.

Page 18: Patologi birokrasi dalam pelaksanaan pemerintahan okjen

DAFTAR PUSTAKA

Pandji Santosa, Administrasi Publik: Teori dan Aplikasi Good Governance, Bandung: PT.

Reflika Aditama, 2008

Harbani Pasolong. 2007. Teori Administrasi Publik. Bandung: Penerbit Alfabeta

Keban, Yeremias T Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik Konsep, Teori dan Isu

edisi

kedua Gava Media Yogyakarta 2008

Miftah Thoha.2003. Birokrasi dan Politik di Indonesia. Penerbit Raja Grafindo. Jakarta.

      Sondang P. Siagian, Patologi Birokrasi Analisis Identifikasi dan terapinya, (Jakarta;Ghalia

Indonesia, 1994), hal.35-81, dikutip oleh Safri Nugraha, dkk.

Lampiran :

      http://makalahme02.blogspot.com/2013/03/patologi-birokrasi-di-kabupaten.html#_

      http://takedaoz.blogspot.com/2011/10/konsep-birokrasi-menurut-max-weber.html

      http://itjen-depdagri.go.id/article-24-birokrasi.html Diunduh pada 04 Juni 2013 Pukul 16 : 06

      http://bkd.purworejokab.go.id/index.php?

option=com_content&view=article&id=2&Itemi

      =3 Diunduh pada 04 Juni 2013 Pukul 16 : 06                 

http://pipingnoviati.wordpress.com/2011/12/22/patologi-birokrasi-di-indonesia-2/

      http://www.adipanca.net/2012/06/mengatasi-patologi-

birokrasi.html [email protected]