patofisiologi sindrom koroner akut

4
261 CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012 TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Sindrom koroner akut (SKA) masih tetap merupakan masalah kesehatan publik yang bermakna di negara industri, dan mulai menjadi bermakna di negara-negara sedang berkembang. 1 Di Amerika Serikat, 1,36 juta pe- nyebab rawat inap adalah kasus SKA, 0,81 juta di antaranya adalah kasus infark miokardium, sisanya angina tidak stabil. 2,3 Sebelum era fibrinolitik, infark miokardium dibagi menjadi Q-wave dan non Q-wave. Pembagian ini berdasarkan evolusi gambaran elektrokardiogram (EKG) yang terjadi pada beberapa hari setelah serangan. Infark miokar- dium tipe Q-wave menggambarkan adanya in- fark transmural. Sedangkan infark non Q-wave menggambarkan infark yang terjadi hanya pada lapisan subendokardium. 7 Pada saat ini, istilah yang dipakai adalah STEMI (ST elevation myocardial infarction), NSTEMI (non ST elevation myocardial infarction), dan angina pektoris tidak stabil; ketiganya merupakan suatu spektrum klinis yang disebut sindrom koroner akut. 4,5 Ke- tiganya mempunyai dasar patofisiologi yang sama, hanya berbeda derajat keparahannya. Adanya elevasi segmen ST pada EKG meng- gambarkan adanya oklusi total arteri koroner yang menyebabkan nekrosis pada seluruh atau hampir seluruh lapisan dinding jantung. Pada NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil terjadi oklusi parsial arteri koroner. Keduanya mempunyai gejala klinis dan patofisiologi se- rupa, tetapi berbeda derajat keparahannya. Di- agnosis NSTEMI ditegakkan jika iskemi cukup parah sehingga menyebabkan nekrosis sel-sel miokardium; hal ini menyebabkan pelepasan biomarker dari sel-sel miokardium (Troponin T atau I, atau CKMB) menuju ke sirkulasi. Se- baliknya, pada pasien dengan angina pektoris tidak stabil tidak didapatkan peningkatan bio- marker tersebut di sirkulasi. 2,4,6 PATOFISIOLOGI SINDROM KORONER AKUT (SKA) Hampir semua kasus infark miokardium dise- babkan oleh aterosklerosis arteri koroner. 4 Untuk memahaminya secara komprehensif diperlukan pengetahuan tentang patofisiolo- gi iskemia miokardium. Iskemia miokardium terjadi bila kebutuhan oksigen lebih besar daripada suplai oksigen ke miokardium. Ok- lusi akut karena adanya trombus pada arteri koroner menyebabkan berkurangnya suplai oksigen ke miokardium (Gambar 1). Contoh lain, pada pasien dengan plak intrakoroner yang bersifat stabil, peningkatan frekuensi de- nyut jantung dapat menyebabkan terjadinya iskemi karena meningkatkan kebutuhan ok- sigen miokardium, tanpa diimbangi kemam- puan untuk meningkatkan suplai oksigen ke miokardium. 6 Jika terjadi penyempitan arteri koroner, iskemia miokardium merupakan peristiwa yang awal terjadi. Daerah subendokardial merupakan daerah pertama yang terkena, karena berada paling jauh dari aliran darah. Jika iskemia makin parah, akan terjadi kerusak- an sel miokardium. Infark miokardium adalah nekrosis atau kematian sel miokardium. Infark miokardium dapat terjadi nontransmural (ter- jadi pada sebagian lapisan) atau transmural (terjadi pada semua lapisan). 7 Faktor-faktor yang berperan dalam progresi SKA dapat di- lihat pada gambar 2. Patofisiologi Sindrom Koroner Akut Risalina Myrtha RS Anak Astrini, Wonogiri, Jawa Tengah, Indonesia Gambar 1 Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan oksigen miokardium 6 Gambar 2 Faktor-faktor yang berperan untuk terjadinya SKA 6 Penurunan suplai oksigen Peningkatan kebutuhan oksigen Berkurangnya aliran darah koroner stenosis vasospasme hipotensi takikardi bradikardi hipovolemia trombosis koroner Berkurangnya kandungan oksigen dalam darah anemia hipoksia Peningkatan kecepatan metabolisme jaringan demam hipertiroid Peningkatan denyut jantung takiaritmia atrium takiaritmia ventrikel Peningkatan wall stress hipertensi LVH stenosis aorta SKA Aktivasi, agresi, adhesi trombosit Aktivasi sekunder sistem koagulasi palsma Vasokonstriksi koroner Ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen miokardium Ruptur plak atherosklerotik CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 261 CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 261 4/10/2012 2:56:05 PM 4/10/2012 2:56:05 PM

Upload: zidni-arifa-luthfi

Post on 08-Aug-2015

260 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

Patofisiologi Sindrom Koroner Akut.

TRANSCRIPT

Page 1: Patofisiologi Sindrom Koroner Akut

261CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012

TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUANSindrom koroner akut (SKA) masih tetap merupakan masalah kesehatan publik yang bermakna di negara industri, dan mulai menjadi bermakna di negara-negara sedang berkembang.1 Di Amerika Serikat, 1,36 juta pe-nyebab rawat inap adalah kasus SKA, 0,81 juta di antaranya adalah kasus infark miokardium, sisanya angina tidak stabil.2,3

Sebelum era fi brinolitik, infark miokardium dibagi menjadi Q-wave dan non Q-wave. Pembagian ini berdasarkan evolusi gambaran elektrokardiogram (EKG) yang terjadi pada beberapa hari setelah serangan. Infark miokar-dium tipe Q-wave menggambarkan adanya in-fark transmural. Sedangkan infark non Q-wave menggambarkan infark yang terjadi hanya pada lapisan subendokardium.7 Pada saat ini, istilah yang dipakai adalah STEMI (ST elevation myocardial infarction), NSTEMI (non ST elevation myocardial infarction), dan angina pektoris tidak stabil; ketiganya merupakan suatu spektrum klinis yang disebut sindrom koroner akut.4,5 Ke-tiganya mempunyai dasar patofi siologi yang sama, hanya berbeda derajat keparahannya.

Adanya elevasi segmen ST pada EKG meng-gambarkan adanya oklusi total arteri koroner yang menyebabkan nekrosis pada seluruh atau hampir seluruh lapisan dinding jantung. Pada NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil terjadi oklusi parsial arteri koroner. Keduanya mempunyai gejala klinis dan patofi siologi se-rupa, tetapi berbeda derajat keparahannya. Di-agnosis NSTEMI ditegakkan jika iskemi cukup parah sehingga menyebabkan nekrosis sel-sel miokardium; hal ini menyebabkan pelepasan biomarker dari sel-sel miokardium (Troponin T atau I, atau CKMB) menuju ke sirkulasi. Se-baliknya, pada pasien dengan angina pektoris tidak stabil tidak didapatkan peningkatan bio-marker tersebut di sirkulasi.2,4,6

PATOFISIOLOGI SINDROM KORONER AKUT (SKA)Hampir semua kasus infark miokardium dise-babkan oleh aterosklerosis arteri koroner.4

Untuk memahaminya secara komprehensif diperlukan pengetahuan tentang patofi siolo-gi iskemia miokardium. Iskemia miokardium terjadi bila kebutuhan oksigen lebih besar daripada suplai oksigen ke miokardium. Ok-lusi akut karena adanya trombus pada arteri koroner menyebabkan berkurangnya suplai oksigen ke miokardium (Gambar 1). Contoh lain, pada pasien dengan plak intrakoroner yang bersifat stabil, peningkatan frekuensi de-nyut jantung dapat menyebabkan terjadinya iskemi karena meningkatkan kebutuhan ok-sigen miokardium, tanpa diimbangi kemam-puan untuk meningkatkan suplai oksigen ke miokardium.6

Jika terjadi penyempitan arteri koroner, iskemia miokardium merupakan peristiwa yang awal terjadi. Daerah subendokardial merupakan daerah pertama yang terkena, karena berada paling jauh dari aliran darah. Jika iskemia makin parah, akan terjadi kerusak-an sel miokardium. Infark miokardium adalah nekrosis atau kematian sel miokardium. Infark miokardium dapat terjadi nontransmural (ter-jadi pada sebagian lapisan) atau transmural (terjadi pada semua lapisan).7 Faktor-faktor yang berperan dalam progresi SKA dapat di-lihat pada gambar 2.

Patofi siologi Sindrom Koroner AkutRisalina Myrtha

RS Anak Astrini, Wonogiri, Jawa Tengah, Indonesia

Gambar 1 Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan oksigen miokardium6

Gambar 2 Faktor-faktor yang berperan untuk terjadinya SKA6

Penurunansuplai oksigen

Peningkatankebutuhan

oksigen

Berkurangnya aliran darah koroner• stenosis• vasospasme• hipotensi• takikardi• bradikardi• hipovolemia• trombosis koroner

Berkurangnya kandungan oksigen dalam darah• anemia• hipoksia

Peningkatan kecepatan metabolisme jaringan• demam• hipertiroid

Peningkatan denyut jantung• takiaritmia atrium• takiaritmia ventrikel

Peningkatan wall stress• hipertensi• LVH• stenosis aorta

SKA

Aktivasi, agresi, adhesi trombosit

Aktivasi sekunder sistem koagulasi

palsma

Vasokonstriksi koroner

Ketidakseimbangan suplai dan

kebutuhan oksigen miokardium

Ruptur plak atherosklerotik

CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 261CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 261 4/10/2012 2:56:05 PM4/10/2012 2:56:05 PM

Page 2: Patofisiologi Sindrom Koroner Akut

CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012262

TINJAUAN PUSTAKA

PEMBENTUKAN PLAK ATEROSKLEROTIKPada saat ini, proses terjadinya plak ateroskle-rotik dipahami bukan proses sederhana ka-rena penumpukan kolesterol, tetapi telah diketahui bahwa disfungsi endotel dan proses infl amasi juga berperan penting. Proses pem-bentukan plak dimulai dengan adanya dis-fungsi endotel karena faktor-faktor tertentu. Pada tingkat seluler, plak terbentuk karena adanya sinyal-sinyal yang menyebabkan sel darah, seperti monosit, melekat ke lumen pembuluh darah.3

1. Inisiasi proses aterosklerosis: peran endotelAterosklerosis merupakan proses pemben-tukan plak di tunika intima arteri besar dan arteri sedang. Proses ini berlangsung terus selama hidup sampai akhirnya bermanifestasi sebagai SKA. Proses aterosklerosis ini terjadi melalui 4 tahap, yaitu kerusakan endotel, mi-grasi kolesterol LDL (low-density lipoprotein) ke dalam tunika intima, respons infl amatorik, dan pembentukan kapsul fi brosis.2,6,8

Beberapa faktor risiko koroner turut berperan dalam proses aterosklerosis, antara lain hiper-tensi, hiperkolesterolemia, diabetes, dan me-rokok. Adanya infeksi dan stres oksidatif juga menyebabkan kerusakan endotel.6,8 Faktor-faktor risiko ini dapat menyebabkan kerusak-an endotel dan selanjutnya menyebabkan disfungsi endotel. Disfungsi endotel meme-gang peranan penting dalam terjadinya pro-ses aterosklerosis. Jejas endotel mengaktifkan proses infl amasi, migrasi dan proliferasi sel, kerusakan jaringan lalu terjadi perbaikan, dan akhirnya menyebabkan pertumbuhan plak.2,6 Endotel yang mengalami disfungsi ditandai hal-hal sebagai berikut2:

a. Berkurangnya bioavailabilitas nitrit ok-sida dan produksi endothelin-1 yang berlebihan, yang mengganggu fungsi hemostasis vaskuler

b. Peningkatan ekspresi molekul adhesif (misalnya P-selektin, molekul adhesif antarsel, dan molekul adhesif sel pembu-luh darah, seperti Vascular Cell Adhesion Molecules-1 [VCAM-1])2,8

c. Peningkatan trombogenisitas darah melalui sekresi beberapa substansi aktif lokal.

2. Perkembangan proses aterosklerosis: peran proses infl amasiJika endotel rusak, sel-sel infl amatorik, teru-tama monosit, bermigrasi menuju ke lapisan subendotel dengan cara berikatan dengan molekul adhesif endotel. Jika sudah berada pada lapisan subendotel, sel-sel ini mengala-mi diff erensiasi menjadi makrofag.2 Makrofag akan mencerna LDL teroksidasi yang juga ber-

penetrasi ke dinding arteri, berubah menjadi sel foam dan selanjutnya membentuk fatty streaks. Makrofag yang teraktivasi ini melepas-kan zat-zat kemoatraktan dan sitokin (misalnya monocyte chemoattractant protein-1, tumor necrosis factor α, IL-1, IL-6, CD40, dan c-reactive protein) yang makin mengaktifkan proses ini dengan merekrut lebih banyak makrofag, sel T, dan sel otot polos pembuluh darah (yang mensintesis komponen matriks ekstraseluler) pada tempat terjadinya plak. Sel otot polos pembuluh darah bermigrasi dari tunika me-dia menuju tunika intima, lalu mensintesis ko-lagen, membentuk kapsul fi brosis yang men-stabilisasi plak dengan cara membungkus inti lipid dari aliran pembuluh darah.8 Makrofag juga menghasilkan matriks metaloproteinase (MMPs), enzim yang mencerna matriks ek-straseluler dan menyebabkan terjadinya dis-rupsi plak (Gambar 4).2,8

Tabel 1 Komponen primer pembentukan plak aterosklero-

sis karena disfungsi endotel6,8

Peningkatan adhesivitas endotel• Peningkatan permeabilitas endotel • (memudahkan migrasi LDL dan monosit ke tunika intima pembuluh darah)Migrasi dan proliferasi sel otot polos dan • makrofagPelepasan enzim hidrolitik, sitokin, dan faktor • pertumbuhanNekrosis fokal dinding pembuluh darah• Perbaikan jaringan dengan fi brosis•

Gambar 3 Fase awal disfungsi endotel2

Gambar 4 Pembentukan fatty streaks6

CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 262CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 262 4/10/2012 2:56:06 PM4/10/2012 2:56:06 PM

Page 3: Patofisiologi Sindrom Koroner Akut

263CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012

TINJAUAN PUSTAKA

3. Stabilitas plak dan kecenderungan mengalami rupturStabilitas plak aterosklerosis bervariasi. Per-bandingan antara sel otot polos dan makrofag memegang peranan penting dalam stabilitas plak dan kecenderungan untuk mengalami ruptur.2

LDL yang termodifi kasi meningkatkan respons infl amasi oleh makrofag. Respons infl amasi ini memberikan umpan balik, menyebabkan lebih banyak migrasi LDL menuju tunika in-tima, yang selanjutnya mengalami modifi kasi lagi, dan seterusnya. Makrofag yang terstimu-lasi akan memproduksi matriks metaloprotei-nase yang mendegradasi kolagen. Di sisi lain, sel otot pembuluh darah pada tunika intima, yang membentuk kapsul fi brosis, merupakan

subjek apoptosis. Jika kapsul fi brosis meni-pis, ruptur plak mudah terjadi, menyebabkan paparan aliran darah terhadap zat-zat trom-bogenik pada plak. Hal ini menyebabkan ter-bentuknya bekuan. Proses proinfl amatorik ini menyebabkan pembentukan plak dan insta-bilitas. Sebaliknya ada proses antiinfl amatorik yang membatasi pertumbuhan plak dan men-dukung stabilitas plak. Sitokin seperti IL-4 dan TGF-β bekerja mengurangi proses infl amasi yang terjadi pada plak. Hal ini terjadi secara seimbang seperti pada proses penyembuhan luka. Keseimbangan ini bisa bergeser ke salah satu arah. Jika bergeser ke arah pertumbuhan plak, maka plak semakin besar menutupi lu-men pembuluh darah dan menjadi rentan mengalami ruptur8 (Gambar 5).

4. Disrupsi plak, trombosis, dan SKAKebanyakan plak aterosklerotik akan berkem-bang perlahan-lahan seiring berjalannya wak-tu. Kebanyakan akan tetap stabil. Gejala mun-cul bila stenosis lumen mencapai 70-80%. Mayoritas kasus SKA terjadi karena ruptur plak aterosklerotik. Plak yang ruptur ini kebanyakan hanya menyumbat kurang dari 50% diameter lumen. Mengapa ada plak yang ruptur dan ada plak yang tetap stabil belum diketahui secara pasti. Beberapa penelitian menunjuk-kan bahwa inti lipid yang besar, kapsul fi brosa yang tipis, dan infl amasi dalam plak merupa-kan predisposisi untuk terjadinya ruptur.2,6

Setelah terjadi ruptur plak maupun erosi en-dotel, matriks subendotelial akan terpapar darah yang ada di sirkulasi. Hal ini menyebab-kan adhesi trombosit yang diikuti aktivasi dan agregasi trombosit, selanjutnya terben-tuk trombus.2,3,6,8 Trombosit berperan dalam proses hemostasis primer. Selain trombosit, pembentukan trombus juga melibatkan sistem koagulasi plasma. Sistem koagulasi plasma merupakan jalur hemostasis sekunder. Kaskade koagulasi ini diaktifkan bersamaan dengan sistem hemostasis primer yang di-mediasi trombosit.6 Proses hemostasis primer maupun sekunder bisa dilihat pada gambar 6.

Ada 2 macam trombus yang dapat terben-tuk2:a. Trombus putih: merupakan bekuan yang

kaya trombosit. Hanya menyebabkan oklusi sebagian.

b. Trombus merah: merupakan bekuan yang kaya fi brin. Terbentuk karena akti-vasi kaskade koagulasi dan penurunan perfusi pada arteri. Bekuan ini bersuper-imposisi dengan trombus putih, me-nyebabkan terjadinya oklusi total.

GAMBARAN KLINIS ISKEMIASKA merupakan suatu kontinuum. Gejala muncul apabila terjadi ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen jantung. Angina stabil ditandai dengan adanya plak ateroskerosis dengan stenosis permanen. Gejala klinis muncul apabila kebutuhan oksi-gen melebihi suplai oksigen ke jantung (lati-han, stres). Jika terjadi dalam jangka waktu lama, biasanya didapatkan aliran darah kola-teral yang signifi kan. Angina tak-stabil terjadi karena menurunnya perfusi ke jantung (dis-rupsi plak menyebabkan terbentuknya trom-

Gambar 5 Pembentukan lesi aterosklerotik yang semakin kompleks6

Gambar 6 Skema pembentukan trombus dan target farmakologis obat-obat penghambat pembentukan trombus6

Coagulation cascade Platelets

Collagen

Tissue factorTFPI

Antithrombin

Antithrombin

Factor XaThromboxane ADPvWFA2

Prothrombin

Thrombin

Platelets

Activated platelets

Fibrinogen crosslinking

Platelet aggregation

ThrombusPlasmin

Thrombolytics

Directthrombininhibitors

LMWHUFH

Fondaparinux

LMWHUFH

Asprin

Fibrin FibrindegradationFibrinogen

Leukocytes

Clopidogrel

LMWH

GP IIb/IIainhibitors

CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 263CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 263 4/10/2012 2:56:07 PM4/10/2012 2:56:07 PM

Page 4: Patofisiologi Sindrom Koroner Akut

CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012264

TINJAUAN PUSTAKA

bus dan penurunan perfusi) atau peningkatan kebutuhan oksigen (oxygen mismatch). Trom-bus biasanya bersifat labil dengan oklusi tidak menetap. Pada angina tak stabil, miokardium mengalami stres tetapi bisa membaik kem-bali. NSTEMI terjadi bila perfusi miokardium mengalami disrupsi karena oklusi trombus persisten atau vasospasme. Adanya tromboli-sis spontan, berhentinya vasokonstriksi, atau adanya sirkulasi kolateral membatasi keru-sakan miokardium yang terjadi. Sedangkan STEMI terjadi bila disrupsi plak dan trombosis menyebabkan oklusi total sehingga terjadi iskemia transmural dan nekrosis.8

IMPLIKASI PADA TERAPI SKAPatogenesis SKA melibatkan peranan endotel, sel infl amatorik, dan trombogenisitas darah.2 Dengan memahami patofi siologinya, terapi SKA mudah dipahami. Pada angina tidak stabil dan NSTEMI, hanya didapatkan trombus putih. Sedangkan pada STEMI, selain trombus putih,

juga didapatkan trombus merah. Pada angina tak-stabil maupun NSTEMI, tujuan terapi anti-trombotik adalah untuk mencegah terjadinya trombosis lebih lanjut. Revaskularisasi sering digunakan untuk meningkatkan perfusi dan mencegah reoklusi atau iskemia rekuren. Pada STEMI diperlukan reperfusi farmakologi atau dengan kateter secepatnya, supaya da-pat mempertahankan perfusi koroner.2 Terapi fi brinolisis hanya dilakukan pada STEMI dan merupakan kontraindikasi pada angina tidak stabil maupun NSTEMI.6

Terapi aterosklerosis juga berkembang ber-dasarkan korelasi epidemiologi, meliputi statin untuk hiperlipidemia, kontrol gula darah pada pasien diabetes melitus, kontrol berat badan, diet, dan olahraga. Penelitian membuktikan bahwa terapi tersebut dapat memodifi kasi proses aterotrombotik dengan mengurangi proses infl amasi. Pada subjek sehat yang menjalani progam latihan se-

DAFTAR PUSTAKA

1. ACC/AHA. 2004. ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients With ST-Elevation Myocardial Infarction. http://circ.ahajournals.org/cgi/reprint/110/9/e82.pdf

2. Kumar A, Cannon CP. Acute Coronary Syndromes: Diagnosis and Management Part I. Mayo Clin Proc. 2009;84(10):917-938. http://www.mayoclinicproceedings.com/content/84/10/917.

full.pdf

3. Kleinschmidt KC. Epidemiology and Patophysiology of Acute Coronary Syndrome. Adv Stud Med. 2006;6(6B):S477-S482. http://www.jhasim.com/fi les/articlefi les/pdf/ASIM_6_6Bp477_482_

R1.pdf

4. Antman EM, Braunwald E. ST-Elevation Myocardial Infarction: Pathology, Pathophysiology, and Clinical Features. Dalam: Braunwald E. ed. Braunwald’s Heart Disease. 8th ed. Philadelphia:

Saunders Elsevier. 2008. Pp: 1207-31.

5. Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI. Pedoman Praktis Tatalaksana Sindroma Koroner Akut. 2008. Jakarta: FKUI.

6. Rosen AB., Gelfand EV. Patophysiology of Acute Coronary Syndromes. Dalam: Gelfand Eli V., Cannon Cristopher P. Management of Acute Coronary Syndromes. West Sussex: Wiley Blackwell.

2009. Pp: 1-11; http://media.wiley.com/product_data/excerpt/75/04707255/0470725575-1.pdf

7. Canadian Institute For Health Information. 2007. Acute Coronary Syndromes: Understanding the Spectrum. http://www.smgh.ca/_uploads/PageContent/documents/ACS-spectrum.

pdf

8. Char DM. The Patophysiology of Acute Coronary Syndromes. http://www.emcreg.org/publications/monographs/acep/2004/char.pdf

lama 6 bulan, didapatkan penurunan sitokin aterogenik (IL-1, TNF) sebanyak 58% dan kenaikan sitokin ateroprotektif (IL-4, TGF-β) sebanyak 35%. Obesitas juga dianggap ber-sifat proinfl amatorik. Penurunan berat badan rata-rata 14 kg dalam 14 bulan menurunkan kadar CRP sebanyak 32%. Diet rendah lemak nampaknya meningkatkan fungsi endotel dan mengurangi molekul adhesif, seperti P-selektin.8

Infl amasi memegang peranan sentral dalam patofi siologi SKA. Setelah mengetahui pe-ranan proses infl amasi dalam patofi siologi SKA, terbuka peluang strategi diagnostik maupun terapi baru. Dengan begitu, semakin terbuka peluang untuk menjadikan penanda infl amasi dalam praktik diagnostik SKA. Pasien dengan kadar CRP tinggi mempunyai risiko tinggi mengalami SKA dan memerlukan terapi an-tiinfl amasi. Makin terbuka peluang pendeka-tan diagnostik infl amasi dan iskemia seluler, bukan hanya nekrosis seperti sekarang, makin dini intervensi dapat diberikan. Suatu saat, modalitas terapi mungkin akan ditargetkan pada proses infl amasi yang terjadi, dengan mengintervensi molekul adhesif, sitokin, sel T, makrofag, dan mediator infl amasi lain yang turut berperan.8

Selain itu, dengan memahami peran proses hemostasis dalam patofi siologi SKA, kita bisa memahami dengan baik pula obat-obatan yang dapat menghambat proses tersebut pada tingkat yang berbeda. Aspirin masih merupakan terapi paling efektif sebagai upa-ya pencegahan primer maupun sekunder penyakit jantung koroner. Aspirin mempunyai daya antiplatelet sedang, dan yang juga pen-ting, mempunyai efek antiinfl amasi.8

Gambar 7 Ruptur plak6

CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 264CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 264 4/10/2012 2:56:08 PM4/10/2012 2:56:08 PM