parotitis
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Parotitis merupakan penyakit infeksi yang pada 30-40 % kasusnya merupakan
infeksi asimptomatik. Infeksi ini disebabkan oleh virus RNA untai tunggal negative
sense berukuran 100-600 nm, dengan panjang 15000 nukleotida termasuk dalam
genus Rubulavirus subfamily Paramyxsovirinae dan family Paramyxoviridae
(Sumarmo,2008).
Penyebaran virus terjadi dengan kontak langsung, percikan ludah, bahan
mentah mungkin dengan urin. Sekarang penyakit ini sering terjadi pada orang dewasa
muda sehingga menimbulkan epidemi secara umum. Pada umumnya parotitis
epidemika dianggap kurang menular jika dibanding dengan morbili atau varicela,
karena banyak infeksi parotitis epidemika cenderung tidak jelas secara klinis (Warta
medika,2009).
Dalam perjalanannya parotitis epidemika dapat menimbulkan komplikasi
walaupun jarang terjadi. Komplikasi yang terjadi dapat berupa: Meningoencepalitis,
artritis, pancreatitis, miokarditis, ooporitis, orchitis, mastitis, dan ketulian.
Insidensi parototis epidemika dengan ketulian adalah 1 : 15.000. Meningitis
yang terjadi berupa Meningitis aseptik. Insidensi atau komplikasi dari parotitis
Meningoencephalitis sekitar 250/100.000 kasus. Sekitar 10% dari kasus ini
penderitanya berumur kurang dari 20 tahun. Angka rata-tata kematian akibat parotitis
Meningoencephalitis adalah 2%. Kelainan pada mata akibat komplikasi parotitis
dapat berupa neutitis opticus, dacryoadenitis, uveokeratitis, scleritis dan trombosis
vena central retina. Gangguan pendengaran akibat parotitis epidemika biasanya
unilateral, namun dapat pula bilateral. Gangguan ini seringkali bersifat permanen.
1
Parotitis yang tidak ditangani dengan tepat dan segera dapat menimbulkan
berbagai komplikasi serius yang akan menambah resiko terjadinya kematian. Maka
disebabkan hal tersebut, melalui makalah ini kami memberikan solusi dapat
memberikan pengetahuan dan tata cara pencegahan dari penyakit parotitis sehingga
skala kejadian penyakit tersebut dapat menurun dan bermanfaat pula bagi perawat
yakni mampu melaksanakan asuhan keperawatan atas pasien dengan Parotitis dengan
tepat dan benar.
I.2 Rumusan Masalah
I.2.1 Bagaimanakah konsep dari gangguan saliva parotitis
I.2.2 Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan saliva
parotitis
I.3 Tujuan
I.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui Konsep dan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan
saliva parotitis
I.3.2 Tujuan Khusus
1. Dapat mengetahui definisi dari Parotitis
2. Dapat mengetahui etiologi dari parotitis
3. Dapat mengetahui Manifestasi klinis dari Parotitis
4. Dapat mengetahui penatalaksanaan dari parotitis
2
I.4 Manfaat
I.4.1 Untuk Teoritis:
Memberikan informasi ilmu pengetahuan tentang perjalanan penyakit infeksi parotitis
I.4.2 Untuk Praktis:
Memberikan informasi tentang parotitis agar perawat dapat memberikan asuhan
keperawatan kepada klien secara tepat dan optimal.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Anatomi Kelenjar Saliva
Berdasarkan ukurannya kelenjar saliva terdiri dari 2 jenis, yaitu kelenjar saliva
mayor dan kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar parotis,
kelenjar submandibularis, dan kelenjar sublingualis (Dawes, 2008; Roth and Calmes,
1981)
Kelenjar parotis yang merupakan kelenjar saliva terbesar, terletak secara
bilateral di depan telinga, antara ramus mandibularis dan prosesus mastoideus dengan
bagian yang meluas ke muka di bawah lengkung zigomatik. Kelenjar parotis
terbungkus dalam selubung parotis (parotis shealth). Saluran parotis melintas
horizontal dari tepi kelenjar. Pada tepi anterior otot masseter, saluran parotis berbelok
ke arah medial, menembus otot buccinator, dan memasuki rongga mulut di seberang
gigi molar ke-2 permanen rahang atas (Leeson dkk., 1990; Moore dan Agur, 1995).
Kelenjar submandibularis yang merupakan kelenjar saliva terbesar kedua
setelah parotis, terletak pada dasar mulut di bawah korpus mandibula. Saluran
submandibularis bermuara melalui satu sampai tiga lubang yang terdapat pada satu
4
papil kecil di samping frenulum lingualis. Muara ini dapat dengan mudah terlihat,
bahkan seringkali dapat terlihat saliva yang keluar (Rensburg, Moore dan Agur,
1995).
Kelenjar sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak paling
dalam. Masing-masing kelenjar berbentuk badam (almond shape), terletak pada dasar
mulut antara mandibula dan otot genioglossus. Masing-masing kelenjar sublingualis
sebelah kiri dan kanan bersatu untuk membentuk massa kelenjar yang berbentuk
ladam kuda di sekitar frenulum lingualis (Moore dan Agur, 1995).
Kelenjar saliva minor terdiri dari kelenjar lingualis, kelenjar bukalis, kelenjar
labialis, kelenjar palatinal, dan kelenjar glossopalatinal. Kelenjar lingualis terdapat
bilateral dan terbagi menjadi beberapa kelompok. Kelenjar lingualis anterior berada
di permukaan inferior dari lidah, dekat dengan ujungnya, dan terbagi menjadi kelenjar
mukus anterior dan kelenjar campuran posterior. Kelenjar lingualis posterior
berhubungan dengan tonsil lidah dan margin lateral dari lidah. Kelenjar ini bersifat
murni mukus (Rensburg, 1995).
Kelenjar bukalis dan kelenjar labialis terletak pada pipi dan bibir. Kelenjar ini
bersifat mukus dan serus. Kelenjar palatinal bersifat murni mukus, terletak pada
palatum lunak dan uvula serta regio posterolateral dari palatum keras. Kelenjar
glossopalatinal memiliki sifat sekresi yang sama dengan kelenjar palatinal, yaitu
murni mukus dan terletak di lipatan glossopalatinal (Rensburg, 1995)
II.2 Definisi Parotitis
Penyakit Gondongan (Mumps atau Parotitis) adalah suatu penyakit menular
dimana sesorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar
ludah (kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang sehingga menyebabkan
pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian bawah. Penyakit gondongan
5
tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara endemik atau epidemik, Gangguan
ini cenderung menyerang anak-anak dibawah usia 15 tahun (sekitar 85% kasus).
(Warta Medika,2009)
Parotitis ialah penyakit virus akut yang biasanya menyerang kelenjar ludah
terutama kelenjar parotis (sekitar 60% kasus). Gejala khas yaitu pembesaran kelenjar
ludah terutama kelenjar parotis. Pada saluran kelenjar ludah terjadi kelainan berupa
pembengkakan sel epitel, pelebaran dan penyumbatan saluran. Pada orang dewasa,
infeksi ini bisa menyerang testis (buah zakar), sistem saraf pusat, pankreas, prostat,
payudara dan organ lainnya. Adapun mereka yang beresiko besar untuk menderita
atau tertular penyakit ini adalah mereka yang menggunakan atau mengkonsumsi obat-
obatan tertentu untuk menekan hormon kelenjar tiroid dan mereka yang kekurangan
zat Iodium dalam tubuh (Sumarmo,2008)
Menurut Sumarmo (2008) penyakit gondong (mumps, parotitis) dapat ditularkan
melalui:
1. Kontak langsung
2. Percikan ludah (droplet)
3. Muntahan
4. Bisa pula melalui air kencing
Tidak semua orang yang terinfeksi mengalami keluhan, bahkan sekitar 30-
40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Mereka dapat
menjadi sumber penularan seperti halnya penderita parotitis yang nampak sakit. Masa
tunas (masa inkubasi) parotitis sekitar 14-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari.
6
II.3 Etiologi Parotitis
Agen penyebab parotitis epidemika adalah anggota dari kelompok paramyxovirus,
yang juga termasuk didalamnya virus parainfluenza, measles, dan virus newcastle
disease. Ukuran dari partikel paramyxovirus sebesar 90 – 300 mµ. Virus telah
diisolasi dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain.
Mumps merupakan virus RNA rantai tunggal genus Rubulavirus subfamily
Paramyxovirinae dan family Paramyxoviridae. Virus mumps mempunyai 2
glikoprotein yaitu hamaglutinin-neuramidase dan perpaduan protein. Virus ini juga
memiliki dua komponen yang sanggup memfiksasi, yaitu : antigen S atau yang dapat
larut (soluble) yang berasal dari nukleokapsid dan antigen V yang berasal dari
hemaglutinin permukaan.
7
Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapat bertahan
selama 4 hari pada suhu ruangan. Paramyxovirus dapat hancur pada suhu <4 ºC, oleh
formalin, eter, serta pemaparan cahaya ultraviolet selama 30 detik. Virus masuk
dalam tubuh melalui hidung atau mulut.Virus bereplikasi pada mukosa saluran napas
atas kemudian menyebar ke kalenjar limfa local dan diikuti viremia umum setelah 12-
25 hari (masa inkubasi) yang berlangsung selama 3-5 hari. Selanjutnya lokasi yang
dituju virus adalah kalenjar parotis, ovarium, pancreas, tiroid, ginjal, jantung atau
otak. Virus masuk ke system saraf pusat melalui plexus choroideus lewat infeksi pada
sel mononuclear. Masa penyebaran virus ini adalah 2-3 minggu melalui dari ludah,
cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Virus dapat
diisolasi dari saliva 6-7 hari sebelum onset penyakit dan 9 hari sesudah munculnya
pembengkakan pada kalenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum pembengkakan
kalenjar ludah dan 3 hari setelah pembengkakan menghilang (Sumarmo,2008)
II.4 Klasifikasi Parotitis
1. Parotitis Kambuhan
Anak-anak mudah terkena parotitis kambuhan yang timbul pada usia antara 1
bulan hingga akhir masa kanak-kanak.Kambuhan berarti sebelumnya anak
telah terinfeksi virus kemudian kambuh lagi.
2. Parotitis Akut
Parotitis akut ditandai dengan rasa sakit yang mendadak, kemerahan dan
pembengkakan pada daerah parotis. Dapat timbul sebagai akibat pasca-bedah
yang dilakukan pada penderita terbelakang mental dan penderita usia lanjut,
khususnya apabila penggunaan anestesi umum lama dan adanya gangguan
dehidrasi.
8
II.5 Manifestasi Klinis Parotitis
Tidak semua orang yang terinfeksi oleh virus Paramyxovirus mengalami
keluhan, bahkan sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit
(subclinical). Namun demikian mereka sama dengan penderita lainnya yang
mengalami keluhan, yaitu dapat menjadi sumber penularan penyakit tersebut. Masa
tunas (masa inkubasi) penyakit Gondong sekitar 12-24 hari dengan rata-rata 17-18
hari. Adapun tanda dan gejala yang timbul setelah terinfeksi dan berkembangnya
masa tunas dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Pada tahap awal (1-2 hari) penderita Gondong mengalami gejala: demam
(suhu badan 38,5 – 40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan
nafsu makan, nyeri rahang bagian belakang saat mengunyah dan adakalanya
disertai kaku rahang (sulit membuka mulut).
2. Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis) yang
diawali dengan pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian kedua
kelenjar mengalami pembengkakan.
3. Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3 hari kemudian berangsur
mengempis.
4. Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar di bawah rahang (submandibula)
dan kelenjar di bawah lidah (sublingual). Pada pria dewasa adalanya terjadi
pembengkakan buah zakar (testis) karena penyebaran melalui aliran darah.
II.6 Patofisiologi Parotitis
Pada umumnya penyebaran paramyxovirus sebagai agent penyebab parotitis
(terinfeksinya kelenjar parotis) antara lain akibat:
1. Percikan ludah
2. Kontak langsung dengan penderita parotitis lain
9
3. Muntahan
4. Urine
Virus tersebut masuk tubuh bisa melalui hidung atau mulut. Biasanya kelenjar
yang terkena adalah kelenjar parotis. Infeksi akut oleh virus mumps pada kelenjar
parotis dibuktikan dengan adanya kenaikan titer IgM dan IgG secara bermakna dari
serum akut dan serum konvalesens. Semakin banyak penumpukan virus di dalam
tubuh sehingga terjadi proliferasi di parotis/epitel traktus respiratorius kemudian
terjadi viremia (ikurnya virus ke dalam aliran darah) dan selanjutnya virus berdiam di
jaringan kelenjar/saraf yang kemudian akan menginfeksi glandula parotid. Keadaan
ini disebut parotitis.
Akibat terinfeksinya kelenjar parotis maka dalam 1-2 hari akan terjadi
demam, anoreksia, sakit kepala dan nyeri otot (Mansjoer, 2000). Kemudian dalam 3
hari terjadilah pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula unilateral kemudian
bilateral, disertai nyeri rahang spontan dan sulit menelan. Pada manusia selama fase
akut, virus mumps dapat diisoler dari saliva, darah, air seni dan liquor. Pada pankreas
kadang-kadang terdapat degenerasi dan nekrosis jaringan.
II.7. Komplikasi klinis
Komplikasinya meliputi septicemia, osteomielitis mandibular, ekstensi fasial,
obstruksi jalan napas, mediastinitis, thrombosis vena jugulris interna, dan disfungsi
nervus fasialis. Gondongan telah dilaporkan menyebabkan meningoensefalitis,
pankretitis, orkitis, miokarditis, perikarditis, arthritis, dan nefritis.
Hampir semua anak yang menderita gondongan akan pulih total tanpa
penyulit, tetapi kadang gejalanya kembali memburuk setelah sekitar 2 minggu.
Keadaan seperti ini dapat menimbulkan komplikasi, dimana virus dapat menyerang
10
organ selain kelenjar liur. Hal tersebut mungkin terjadi terutama jika infeksi terjadi
setelah masa pubertas.
Dibawah ini komplikasi yang dapat terjadi akibat penanganan atau pengobatan yang
kurang dini menurut Nelson (2000):
1. Meningoensepalitis: Penderita mula-mula menunjukan gejala nyeri kepala
ringan, yang kemudian disusul oleh muntah-muntah, gelisah dan suhu tubuh
yang tinggi (hiperpireksia). Komplikasi ini merupakan komplikasi yang sering
pada anak-anak
2. Ketulian: Tuli saraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral walaupun
insidensinya rendah (1:15.000), parotitis adalah penyebab utama tuli saraf
unilateral, kehilangan pendengaran mungkin sementara atau permanen.
3. Orkitis: Peradangan pada salah satu atau kedua testis. Setelah sembuh, testis
yang terkena mungkin akan menciut. Jarang terjadi kerusakan testis yang
permanen Sehingga kemandulan dapat terjadi pada masa setelah puber dengan
gejala demam tinggi mendadak, menggigil mual, nyeri perut bagian bawah,
gejala sistemik, dan sakit pada testis. Testis paling sering terinfeksi dengan
atau tanpa epidedimitis. Bila testis terkena infeksi maka terdapat perdarahan
kecil. Orkitis biasanya menyertai parotitis dalam 8 hari setelah parotitis.
Keadaan ini dapat berlangsung dalam 3 – 14 hari. Testis yang terkena menjadi
nyeri dan bengkak dan kulit sekitarnya bengkak dan merah. Rata-rata
lamanya 4 hari. Sekitar 30-40% testis yang terkena menjadi atrofi. Gangguan
fertilitas diperkirakan sekitar 13%. Tetapi infertilitas absolut jarang terjadi.
4. Ensefalitis atau Meningitis: Peradangan otak atau selaput otak. Gejalanya
berupa sakit kepala, kaku kuduk, mengantuk, koma atau kejang. 5-10%
penderita mengalami meningitis dan kebanyakan akan sembuh total. 1
diantara 400-6.000 penderita yang mengalami ensefalitis cenderung
11
mengalami kerusakan otak atau saraf yang permanen, seperti ketulian atau
kelumpuhan otot wajah.
5. Ooforitis: Timbulnya nyeri dibagian pelvis ditemukan pada sekitar 7% pada
penderita wanita pasca pubertas
6. Pankreatitis: Peradangan pankreas, bisa terjadi pada akhir minggu pertama.
Penderita merasakan mual dan muntah disertai nyeri perut. Gejala ini akan
menghilang dalam waktu 1 minggu dan penderita akan sembuh total. Nyeri
perut sering ringan sampai sedang muncul tiba-tiba pada parotitis. Biasanya
gejala nyeri epigastrik disertai dengan pusing, mual, muntah, demam tinggi,
menggigil, lesu, merupakan tanda adanya pankreatitis akibat mumps.
7. Nefritis: Kadang-kadang kelainan fungsi ginjal terjadi pada setiap penderita
dan viruria terdeteksi pada 75%. Frekuensi keterlibatan ginjal pada anak-anak
belum diketahui. Nefritis yang mematikan, terjadi 10-14 hari sesudah
parotitis. Nefritis ringan dapat terjadi namun jarang. Dapat sembuh sempurna
tanpa meninggalkan kelainan pada ginjal.
8. Tiroiditis: Walaupun tidak biasa, pembengkakan tiroid yang nyeri dan difus
dapat terjadi pada umur sekitar 1 minggu sesudah mulai parotitis dengan
perkembangan selanjutnya antibodi antitiroid pada penderita.
9. Miokarditis: Manifestasi jantung yang serius sangat jarang terjadi, tetapi
infeksi ringan miokardium mungkin lebih sering daripada yang diketahui.
Miokarditis ringan dapat terjadi dan muncul 5–10hari pada parotitis.
Gambaran elektrokardiografi dari miokarditis seperti depresi segmen S-T,
flattening atau inversi gelombang T. Dapat disetai dengan takikardi,
pembesaran jantung dan bising sistolik.
10. Artritis: Jarang ditemukan pada anak-anak. Atralgia yang disertai dengan
pembengkakan dan kemerahan sendi biasanya penyembuhannya sempurna.
Manifestasi lain yang jarang tapi menarik pada parotitis adalah poliarteritis
yang sering kali berpindah-pindah. Gejala sendi mulai 1-2minggu setelah
12
berkurangnya parotitis. Biasanya yang terkena adalah sendi besar khususnya
paha atau lutut. Penyakit ini berakhir 1-12 minggu dan sembuh sempurna.
11. Kelainan pada mata: Komplikasi ini meliputi dakrioadenitis, pembengkakan
yang nyeri, biasanya bilateral, dari kelenjar lakrimalis; neuritis optik
(papillitis) dengan gejala-gejala bervariasi dari kehilangan penglihatan sampai
kekaburan ringan dengan penyembuhan dalam 10–20 hari; uveokeratitis,
biasanya unilateral dengan fotofobia, keluar air mata, kehilangan penglihatan
cepat dan penyembuhan dalam 20 hari; skleritis, tenonitis, dengan akibat
eksoftalmus; trombosis vena sentral.
II.8. Penatalaksanaan Parotitis
Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limited (sembuh/hilang
sendiri) yang berlangsung kurang lebih dalam satu minggu. Tidak ada terapi spesifik
bagi infeksi virus “Mumps” oleh karena itu pengobatan parotitis seluruhnya
simptomatis dan suportif.
Pasien dengan parotitis harus ditangani dengan kompres hangat, sialagog
seperti tetesan lemon, dan pijatan parotis eksterna. Cairan intravena mungkin
diperlukan untuk mencegah dehidrasi karena terbatasnya asupan oral. Jika respons
suboptimal atau pasien sakit dan mengalami dehidrasi, maka antibiotik intravena
mungkin lebih sesuai.
Berikut tata laksana yang sesuai dengan kasus yang diderita:
1. Penderita rawat jalan: Penderita baru dapat dirawat jalan bila tidak ada
komplikasi (keadaan umum cukup baik).
a. Istirahat yang cukup, di berikan kompres.
b. Pemberian diet lunak dan cairan yang cukup
c. Kompres panas dingin bergantian
13
d. Medikamentosa: Analgetik-antipiretik bila perlu
- metampiron : anak > 6 bulan 250 – 500 mg/hari maksimum 2 g/hari
- parasetamol : 7,5 – 10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
- hindari pemberian aspirin pada anak karena pemberian aspirin
berisiko menimbulkan Sindrom Reye yaitu sebuah penyakit langka
namun mematikan. Obat-obatan anak yang terdapat di apotik belum
tentu bebas dari aspirin. Aspirin seringkali disebut juga sebagai
“salicylate“ atau “acetylsalicylic acid“.
2. Penderita rawat inap: Penderita dengan demam tinggi, keadaan umum lemah,
nyeri kepala hebat, gejala saraf perlu rawat inap diruang isolasi
a. Diet lunak, cair dan TKTP
b. Analgetik-antipiretik
c. Berikan kortikosteroid untuk mencegah komplikasi
3. Tatalaksana untuk komplikasi yang terjadi
a. Encephalitis: simptomatik untuk encephalitisnya. Lumbal pungsi
berguna untuk mengurangi sakit kepala.
b. Orkhitis
- istrahat yang cukup
- pemberian analgeti
- sistemik kortikosteroid (hidrokortison, 10mg /kg/24 jam, peroral,
selama 2-4 hari
c. Pankreatitis dan ooporitis: Simptomatik saja
II.9 Pencegahan
Pencegahan terhadap parotitis epidemika dapat dilakukan secara imunisasi
pasif dan imunisasi aktif,
14
1. Pasif: Gamma globulin parotitis tidak efektif dalam mencegah parotitis atau
mengurangi komplikasi.
2. Aktif: Dilakukan dengan memberikan vaksinasi dengan virus parotitis epidemika
yang hidup tapi telah dirubah sifatnya (Mumpsvax-merck, sharp and dohme) atau
diberikan subkutan pada anak berumur 15 bulan (Ngastiyah, 2007). Vaksin ini
tidak menyebabkan panas atau reaksi lain dan tidak menyebabkan ekskresi virus
dan tidak menular. Menyebabkan imunitas yang lama dan dapat diberikan
bersama vaksin campak dan rubella (MMR yakni vaksin Mumps, Morbili,
Rubella). Pemberian vaksinasi dengan virus “mumps”, sangat efektif dalam
menimbulkan peningkatan bermakna dalam antibodi “mumps” pada individu
yang seronegatif sebelum vaksinasi dan telah memberikan proteksi 15 sampai 95
%. Proteksi yang baik sekurang-kurangnya selama 12 tahun dan tidak
mengganggu vaksin terhadap morbili, rubella, dan poliomielitis atau vaksinasi
variola yang diberikan serentak.
Kontraindikasi: Bayi dibawah usia 1 tahun karena efek antibodi maternal;
Individu dengan riwayat hipersensitivitas terhadap komponen vaksin; demam
akut; selama kehamilan; leukimia dan keganasan; limfoma; sedang diberi obat-
obat imunosupresif, alkilasi dan anti metabolit; sedang mendapat radiasi.
Belum diketahui apakah vaksin akan mencegah infeksi bila diberikan setelah
pemaparan, tetapi tidak ada kontraindikasi bagi penggunaan vaksin “Mumps”
dalam situasi ini
II.10 Pemeriksaan Diagnostik
1. Darah rutin: Tidak spesifik, gambarannya seperti infeksi virus lain, biasanya
leukopenia ringan yakni kadar leukosit dalam satu liter darah menurun.
Normalnya leukosit dalam darah adalah 4 x 109 /L darah .dengan limfositosis
relatif, namun komplikasi sering menimbulkan leukositosis polimorfonuklear
tingkat sedang.
15
2. Amilase serum: Biasanya ada kenaikan amilase serum, kenaikan cenderung
dengan pembengkakan parotis dan kemudian kembali normal dalam kurang lebih
2 minggu. Kadar amylase normal dalam darah adalah 0-137 U/L darah.
3. Pemeriksaan serologis
Ada tiga pemeriksaan serologis yang dapat dilakukan untuk menunjukan adanya
infeksi virus (Nelson, 2000), yaitu:
1. Hemaglutination inhibition (HI) test: Uji ini menerlukan dua spesimen serum,
satu serum dengan onset cepat dan serum yang satunya di ambil pada hari ketiga.
Jika perbedaan titer spesimen 4 kali selama infeksi akut, maka kemungkinannya
parotitis.
2. Neutralization (NT) test: Dengan cara mencampur serum penderita dengan
medium untuk biakan fibroblas embrio anak ayam dan kemudian diuji apakah
terjadi hemadsorpsi. Pengenceran serum yang mencegah terjadinya hemadsorpsi
dinyatakan oleh titer antibodi parotitis epidemika. Uji netralisasi asam serum
adalah metode yang paling dapat dipercaya untuk menemukan imunitas tetapi
tidak praktis dan tidak mahal.
3. Complement – Fixation (CF) test: Tes fiksasi komplement dapat digunakan untuk
menentukan jumlah respon antibodi terhadap komponen antigen S dan V bagi
diagnosa infeksi parotitis epidemika akut. Antibodi terhadap antigen V mencapai
titer puncak dalam 1 bulan dan menetap selama 6 bulan berikutnya dan kemudian
menurun secara lambat 2 tahun sampai suatu jumlah yang rendah dan tetap ada.
Peningkatan 4 kali lipat dalam titer dengan analisis standar apapun menunjukan
infeksi yang baru terjadi. Antibodi terhadap antigen S timbul cepat, sering
mencapai maksimum dalam satu minggu setelah timbul gejala, hilang dalam 6
sampai 12 minggu.
4. Pemeriksaan Virologi: Isolasi virus jarang sekali digunakan untuk diagnosis.
Isolasi virus dilakukan dengan biakan virus yang terdapat dalam saliva, urin,
16
likuor serebrospinal atau darah. Biakan dinyatakan positif jika terdapat
hemardsorpsi dalam biakan yang diberi cairan fosfat-NaCl dan tidak ada pada
biakan yang diberi serum hiperimun.
17
BAB III
KESIMPULAN
Parotitis merupakan jenis penyakit pembengkakan kelenjar parotis dengan dominasi
gejala gatal dan inflamasi, disebabkan oleh bakteri Paramyxovirus yang menginfeksi
jaringan tubuh melalui percikan air liur, dapat dicegah dengan menerapkan pola
hidup bersih dan higienis.
18
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Mumps. http://en.wikipedia.org. Diakses pada tanggal 6 Maret 2010.
Carmody, Kristin A. 2009. Mumps. http://www.medscape.com. Diakses pada tanggal
17 Maret 2010.
Pillinger, John. 2008. Mumps. http://www.netdoctor.co.uk. Diakses pada tanggal 18
Maret 2010.
Wilson, Walter R and Merle A Sande. 2001. Current Diagnosis and Treatment in
Infectious Disease. USA : the McGraw-Hill Companies, Inc.
19