parasit

41
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah-Nyalah kami dapat melakukan diskusi tutorial dengan lancar dan menyusun laporan hasil diskusi tutorial ini dengan tepat waktunya. Kami mengucapkan terima kasih secara khusus kepada dr. E. Hagni Wardoyo Sp.MK sebagai tutor atas bimbingan beliau pada kami dalam melaksanakan diskusi ini. Kami juga mengucapkan terima kasih pada teman-teman yang ikut berpartisipasi dan membantu kami dalam proses tutorial ini. Kami juga ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan-kekurangan yang ada dalam laporan ini. Hal ini adalah semata-mata karena kurangnya pengetahuan kami. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun yang harus kami lakukan untuk dapat menyusun laporan yang lebih baik lagi di kemudian hari. 1

Upload: edo

Post on 28-Jan-2016

13 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

parasit

TRANSCRIPT

Page 1: parasit

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas berkah-Nyalah kami dapat melakukan diskusi tutorial dengan lancar dan

menyusun laporan hasil diskusi tutorial ini dengan tepat waktunya.

Kami mengucapkan terima kasih secara khusus kepada dr. E. Hagni

Wardoyo Sp.MK sebagai tutor atas bimbingan beliau pada kami dalam

melaksanakan diskusi ini. Kami juga mengucapkan terima kasih pada teman-

teman yang ikut berpartisipasi dan membantu kami dalam proses tutorial ini.

Kami juga ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan-

kekurangan yang ada dalam laporan ini. Hal ini adalah semata-mata karena

kurangnya pengetahuan kami. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik

dan saran yang bersifat membangun yang harus kami lakukan untuk dapat

menyusun laporan yang lebih baik lagi di kemudian hari.

Mataram, 23 Oktober 2013

Penyusun

1

Page 2: parasit

DAFTAR ISI

Kata Pengantar …………………………………………………………………. 1

Daftar Isi ……………………………………………………………………….. 2

BAB I : PENDAHULUAN………………………………………………….... 3

1.1. Skenario………………………………………………………………... 3

1.2. Learning Objective (LO)……………..…………………………. ……. 3

1.3. Mind Map……………………………………………………………… 4

BAB II : PEMBAHASAN ………….………………………………………….. 5

BAB III : PENUTUP…………………………………………………………… 26

Daftar Pustaka…………………………………………………………………... 27

2

Page 3: parasit

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. SKENARIO 2

Seorang ibu membawa anak laki-lakinya yang berusia 5 tahun ke Puskesmas. Ibu

menceritakan anaknya terlihat semakin pucat, lemes dan kurus dalam sebulan

terakhir, padahal makan biasa-biasa saja, seperti sebelum kelihatan sakit. Si Ibu

juga melihat perut anaknya semakin buncit. Si anak juga beberapa hari terakhir

mengeluh perutnya tidak enak. Memang sejak 3 bulan terakhir, anaknya ikut

memulung, bersama ayah dan ibunya. Hasil anamnesis tentang riwayat penyakit,

riwayat perdarahan (-), diare (+) sebulan yang lalu berobat ke Pustu dan diberikan

oralit dan tablet yang katanya mengurangi mules dan satu tablet yang dilarutkan di

air sebelum diminum, menderita penyakit berat lain (-), waktu berumur sekitar 4

tahun anaknya 2 kali mengeluh gatal, seperti ada yang bergerak-gerak di dalam

anusnya, tapi setelah minum dari puskesmas, keluhannya hilang. Ditanyakan

tentang kebiasaan BAB dan BAK, ibunya tidak pernah memperhatikan, karena

anaknya sudah bisa cebok sendiri, selain itu, mereka juga melakukannya di

pinggir sungai. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan : Tanda Vital masih dalam

batas normal, konjungiva tampak pucat, BB 17 kg, TB 100 cm. Dokter kemudian

melakukan pemeriksaan penunjang, untuk memastikan penyebabnya dan

menentukan penatalaksanaan.

1.2. LEARNING OBJECTIVES

1. Analisis skenario dan penatalaksanaan awal

2. Diagnosis banding (askariasis, trikuriasis, enterobiasis, ancilostomiasis)

3

Page 4: parasit

1.3. MIND MAP

4

Page 5: parasit

BAB II

PEMBAHASAN

1.1. ANALISIS SKENARIO

Pasien merupakan seorang anak laki-laki yang berusia 5 tahun, ikut

memulung 3 bulan terakhir bersama orang tuanya, pasien bisa cebok sendiri akan

tetapi tidak diketahui kebersihannya dan hal tersebut dilakukan di pinggir sungai.

Hal-hal tersebut merupakan suatu faktor resiko dari penyakit infeksi cacing seperti

askariasis, ankilostomiasis, enterobiasis, dan trikuriasis.

Keluhan utama pasien yaitu pucat, lemes, dan kurus dalam sebulan terakhir,

padahal makannya biasa saja. Hal ini diakibatkan oleh parasit cacing yang

menyerap darah dan nutrisi pasien sehingga pasien mengalami anemia. Infeksi

parasit seperti ankilostoma duodenale dan trichuris trichura dapat mengakibatkan

anemia akibat perdarahan mukosa usus. Anemia juga diperkuat dengan adanya

konjungtiva yang tampak pucat.

Riwayat diare sebulan lalu mengindikasikan perjalanan infeksi dari cacing

parasit dalam tubuh pasien. Infeksi cacing dapat menyebabkan terjadinya diare

akibat obstruksi usus atau kelainan absorpsi pada usus sehingga terjadi diare pada

pasien.

Ketika pasien berumur 4 tahun, pasien mengalami gatal-gatal pada anusnya

dan merasakan ada yang bergerak-gerak di anusnya. Hal ini kemungkinan

disebabkan oleh infeksi cacing enterobius vermicularis akibat sanitasi dan

kebersihan lingkungan di sekitar tempat tinggal pasien yang kurang baik.

Dengan demikian untuk menegakkan diagnosis penyakit pasien dibutuhkan

pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan mikroskopis feses untuk melihat

jenis cacing parasit mana yang menginfeksi pasien

1.2. ASKARIASIS5

Page 6: parasit

Askariasis merupakan infeksi cacing yang paling sering ditemui.

Diperkirakan prevalensinya di dunia sekitar 25 % atau 1,25 miliar penduduk di

dunia. Biasanya bersifat asimtomatis. Prevalensi paling besar pada daerah tropis

dan di negara berkembang di mana sering terjadi kontaminasi tanah oleh tinja

sebagai pupuk. Gejala penyakitnya sering berupa pertumbuhan yang terhanbat,

pneumonitis, obstruksi intestinal atau hepatobiliar dan pancreatic

injury.Epidemologi Askariasis merupakan infeksi cacing pada manusia yang

angka kejadian sakitnya tinggi terutama di daerah tropis dimana tanahnya

memiliki kondisi yang sesuai untuk kematangan telur di dalam tanah.

Diperkirakan hampir 1 miliar penduduk yang terinfeksi dengan 4 juta kasus di

Amerika Serikat. Prevalensi pada komunitas-komunitas tertentu lebih besar dari

80%. Prevalensi dilapokan terjadi di lembah sungai Yangtze di Cina. Masyarakat

dengan kondisi sosial ekonomi yang rendah memiliki prevalensi infeksi yang

tinggi, demikian juga pada masyarakat yang menggunakan tinja sebagai pupuk

dan dengan kondisi geografis yang mendukung. Walaupun infeksi dapat

menyerang semua usia, infeksi tertinggi terjadi pada anak-anak pada usia sebelum

sekolah dan usia sekolah. Penyebarannya terutama melalui tangan ke mulut (hand

to mouth) dapat juga melalui sayuran atau buah yang terkontaminasi. Telur

askaris dapat bertahan selama 2 tahun pada suhu 5-10 ºC. Empat dari 10 orang di

Afrika, Asia, dan Amerika Serikat terinfeksi oleh cacing ini.Menurut World

Health Organization (WHO), intestinal obstruction pada anak-anak menyebabkan

komplikasi fatal, menyebabkan 8000 sampai 100,000 kematian per

tahun.EtiologiAskariasis disebabkan oleh Ascariasis lumbricoides. Cacing

Ascariasis lumbricoides dewasa tinggal di dalam lumen usus kecil dan memiliki

umur 1-2 bulan. Cacing betina dapat menghasilkan 200.000 telur setiap hari. Telur

fertil berbentuk oval dengan panjang 45-70 µm. Setelah keluar bersama tinja,

embrio dalam telur akan berkembang menjadi infektif dalam 5-10 hari pada

6

Page 7: parasit

kondisi lingkungan yang mendukung.   

Gambar 1. Cacing Askariasis lumbricides PatofisiologiAscariasis lumbricoides

adalah nematoda terbesar yang umumnya menginfeksi manusia. Cacing dewasa

berwarna putih atau kuning sepanjang 15-35 cm dan hidup selama 10-24 bulan di

jejunum dan bagian tengah ileum.

Gambar 2. Daur kehidupan Cacing Ascaris lumbricoidesCacing betina

menghasilkan 240.000 telur setiap hari yang akan terbawa bersama tinja.

1. Telur fertil jika jatuh pada kondisi tanah yang sesuai, dalam waktu 5-10

hari telur tersebut dapat menginfeksi manusia.

2. Telur dapat bertahan hidup di dalam tanah selama 17 bulan. Infeksi

umumnya terjadi melalui kontaminasi tanah pada tangan atau makanan.

7

Page 8: parasit

3. Kemudian masuk pada usus dan akan menetas pada usus kecil

(deudenum).

4. Pada tahap kedua larva akan melewati dinding usus dan akan berpindah

melalui sistem portal menuju hepar dan kemudian paru.

5. Infeksi yang berat dapat di ikuti pneumonia dan eosinifilia. Larva

kemudian dibatukkan dan tertelan kembali menuju jejunum.

6. Diperlukan waktu 65 hari untuk menjadi cacing dewasa.

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis tergantung pada intensitas infeksi dan organ yang terlibat.

Pada sebagian besar penderita dengan infeksi rendah sampai sedang gejalanya

asimtomatis atau simtomatis. Gejala klinis paling sering ditemui berkaitan dengan

penyakit paru atau sumbatan pada usus atau saluran empedu. Gejala klinis yang

nyata biasanya berupa nyeri perut, berupa kolik di daerah pusat atau epigastrum,

perut buncit (pot belly), rasa mual dan kadang-kadang muntah, cengeng,

anoreksia, susah tidur dan diare.

Telur cacing askariasis akan menetas didalam usus. Larva kemudian

menembus dinding usus dan bermigrasi ke paru melalui sirkulasi dalam vena.

Parasit dapat menyebabkan Pulmonari ascariasis ketika memasuki alveoli dan

bermigrasi melalui bronki dan trakea. Manifestasi infeksi pada paru mirip dengan

sindrom Loffler dengan gejala seperti batuk, sesak, adanya infiltrat pada paru dan

eosinofilia. Cacing dewasa akan memakan sari makanan hasil pencernaan host.

Anak-anak yang terinfeksi dan memiliki pola makanan yang tidak baik dapat

mengalami kekurangan protein, kalori, atau vitamin A, yang akhirnya dapat

mengalami pertumbuhan terlambat. Obstruksi usus, saluran empedu dan pankreas

dapat terjadi akibat sumbatan oleh cacing yang besar. Cacing ini tidak

berkembang biak pada host. Infeksi dapat bertahan selama umur cacing maksimal

(2 tahun), serta mudah terjadi infeksi berulang.

Penegakan Diagnosis

a. Anamnesis

8

Page 9: parasit

Pada anamnesis, ditanyakan keluhan utama yang menyebabkan pasien

berobat ke dokter serta beberapa informasi berkaitan yang dapat menjurus kepada

diagnosis. Berdasarkan kasus, allo-anamnesis perlu dilakukan karena pasien

merupakan anak berumur 5 tahun. Hal yang harus ditanyakan adalah:

Riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat penyakit

keluarga.

Sejak kapan gejala mula timbul.

Ada atau tidak keluhan penyerta lain seperti muntah, demam, rasa tidak enak

di perut, nyeri pada daerah epigastrium, gangguan selera makan, diare,

konstipasi, urtikaria, asma, konjungtivitis akut, fotofobia dan hematuria.

Riwayat pengobatan.

b. Pemeriksaan Fisik

Pada anak yang diduga menderita askariasis, dilakukan pemeriksaan fisik

umum. Pemeriksaan tanda-tanda vital seperti denyut nadi, frekuensi napas,

tekanan darah dan suhu tubuh merupakan pemeriksaan umum yang biasanya

dilakukan. Selain itu, bisa juga dilakukan pemeriksaan antropometri. Yang

diperiksa adalah berat badan apakah ada penurunan setelah timbulnya gejala klinis

askariasis.

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan sediaan

feses dan muntahan anak yang terinfeksi. Pada pemeriksaan kemungkinan

ditemukan cacing yang menginfeksi. Pada pemeriksaan mikroskopik feses, bisa

ditemukan telur dari cacing yang menginfeksi. Pemeriksaan kadar eosinofil darah

juga bisa dilakukan bagi mengenal pasti adanya proses sensitisasi atau tidak,

selain amat bermakna selama fase pulmonal.

9

Page 10: parasit

Gambar Telur Ascaris lumbricoides yang telah dibuahi. Diunduh dari

Gambar Asacris lumbricoides dewasa.

Diagnosis

10

Page 11: parasit

Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan tinja secara langsung. Bila

dijumpai telur atau cacing dewasa Ascaris lumbricoides di dalam tinja, diagnosis

pasti Askariasis telah dapat ditegakkan. Selain itu, diagnosis dapat dibuat bila

cacing dewasa keluar sendiri baik melalui mulut atau hidung kerana muntah

maupun melalui tinja.

Penatalaksanaan

Pengobatan dapat dilakukan secara perorangan atau secara masal. Untuk

perorangan dapat digunakan bermacam-macam obat misalnya piperasin, pirantel

pamoat, mebendazol, atau albendazol. Oksantel-pirantel pamoat adalah obat yang

dapat digunakan untuk infeksi campuran Ascaris lumbricoides dan Trichuris

trichiura. Untuk pengobatan masal perlu beberapa syarat, yaitu:

Obat mudah diterima masyarakat.

Aturan pemakaian sederhana.

Mempunyai efek samping yang minimum.

Bersifat polivalen, sehingga manjur untuk beberapa jenis cacing.

Harganya murah

Pengobatan masal dilakukan oleh pemerintah pada anak sekolah dasar

dengan pemberian albendazol 400 mg 2 kali setahun. Antara obat mengatasi

askariasi yang dapat digunakan adalah:

Pirantel pamoat, 10 mg/kgBB/hari.

Mebendazol, 100 mg 2 kali sehari. Berefek cacing dapat bermigrasi ke

tempat lain.

Oksantel-pirantel pamoat, 10 mg/kgBB/hari.

Albendazol 400 mg tablet atau 20 ml suspensi. Buat anak di atas 2 tahun.

Tidak bisa diberikan kepada ibu hamil.

Pada kasus askariasi dengan obstruksi usus yang berat, harus dilakukan

operasi untuk mengeluarkan cacing yang memenuhi lumen usus. Kasus askariasis

saat kehamilan harus ditatalaksana seteleh trimester pertama.

Prognosis

11

Page 12: parasit

Pada umumnya askariasis mempunyai prognosis yang baik selama tidak

terjadi obstruksi oleh cacing dewasa yang bermigrasi. Tanpa pengobatan, penyakit

dapat sembuh sendiri dalam waktu 1,5 tahun. Dengan pengobatan, angka

kesembuhan 70-99%.

 

 Gambar 3. Cacing Ascariasis dewasa pada usus 

Komplikasi

1. Spoilative action. Anak yang menderita askariasis umumnya dalam keadaan

distrofi. Pada penyelidikan ternyata askariasis hanya mengambil sedikit

karbohidrat ”hospes”, sedangkan protein dan lemak tidak diambilnya. Juga

askariasis tidak mengambil darah hospes. Dapat ditarik kesimpulan bahwa

distrofi pada penderita askariasis disebabkan oleh diare dan anoreksia.

2. Toksin. Chimura dan Fuji berhasil membuat ekstrak askaris yang disebut

askaron yang kemudian ketika disuntikkan pada binatang percobaan (kuda)

menyebabkan renjatan dan kematian, tetapi kemudian pada penyelidikan

berikutnya tidak ditemukan toksin yang spesifik dari askaris. Mungkin

renjatan yang terjadi tersebut disebabkan oleh protein asing.

3. Alergi. Terutama disebabkan larva yang dalam siklusnya masuk kedalam

darah, sehingga sesudah siklus pertama timbul alergi terhadap protein askaris.

Karenanya pada siklus berikut dapat timbul manifestasi alergi berupa asma

bronkiale, ultikaria, hipereosinofilia, dan sindrom Loffler. Simdrom Loffler

merupakan kelainan dimana terdapat infiltrat (eosinofil) dalam paru yang

menyerupai bronkopneumonia atipik. Infiltrat cepat menghilang sendiri dan 12

Page 13: parasit

cepat timbul lagi dibagian paru lain. Gambaran radiologisnya menyerupai

tuberkulosis miliaris. Disamping itu terdapat hiperesinofilia (40-70%).

Sindrom ini diduga disebabkan oleh larva yang masuk ke dalam lumen

alveolus, diikuti oleh sel eosinofil. Tetapi masih diragukan, karena misalnya di

Indonesia dengan infeksi askaris yang sangat banyak, sindrom ini sangat

jarang terdapat, sedangkan di daerah dengan jumlah penderita askariasis yang

rendah, kadang-kadang juga ditemukan sindrom ini.

4. Traumatik action. Askaris dapat menyebabkan abses di dinding usus, perforasi

dan kemudian peritonitis. Yang lebih sering terjadi cacing-cacing askaris ini

berkumpul dalam usus, menyebabkan obstuksi usus dengan segala akibatnya.

Anak dengan gejala demikian segera dikirim ke bagian radiologi untuk

dilakukan pemeriksaan dengan barium enema guna mengetahui letak

obstruksi. Biasanya dengan tindakan ini cacing-cacing juga dapat terlepas dari

gumpalannya sehingga obstruksi dapat dihilangkan. Jika cara ini tidak

menolong, maka dilakukan tindakan operatif. Pada foto rontgen akan tampak

gambaran garis-garis panjang dan gelap (filling defect).

5. Errantic action. Askaris dapat berada dalam lambung sehingga menimbulkan

gejala mual, muntah, nyeri perut terutama di daerah epigastrium, kolik. Gejala

hilang bila cacing dapat keluar bersama muntah. Dari nasofaring cacing dapat

ke tuba Eustachii sehingga dapat timbul otitis media akut (OMA) kemudian

bila terjadi perforasi, cacing akan keluar. Selain melalui jalan tersebut cacing

dari nasofaring dapat menuju laring, kemudian trakea dan bronkus sehingga

terjadi afiksia. Askaris dapat menetap di dalam duktus koledopus dan bila

menyumbat saluran tersebut, dapat terjadi ikterus obstruktif. Cacing dapat

juga menyebabkan iritasi dan infeksi sekunder hati jika terdapat dalam jumlah

banyak dalam kolon maka dapat merangsang dan menyebabkan diare yang

berat sehingga dapat timbul apendisitis akut.

6. Irritative Action. Terutama terjadi jika terdapat banyak cacing dalam usus

halus maupun kolon. Akibat hal ini dapat terjadi diare dan muntah sehingga

13

Page 14: parasit

dapat terjadi dehidrasi dan asidosis dan bila berlangsung menahun dapat

terjadi malnutrisi.

Komplikasi lain. Dalam siklusnya larva dapat masuk ke otak sehingga timbul

abses-abses kecil; ke ginjal menyebabkan nefritis; ke hati menyebabkan abses-

abses kecil dan hepatitis. Di indonesia komplikasi ini jarang terjadi tetapi di

Srilangka dan Filipina banyak menyebabkan kematian.

Pencegahan

1. Memberikan pengobatan masal 6 bulan sekali pada semua individu pada

daerah endemis atau di daerah yang rawan askariasis

2. Memberikan pengobatan pada kelompok tertentu dengan frekuensi infeksi

tinggi seperti anak-anak sekolah dasar.

3. Memberikan pengobatan pada individu berdasarkan intensitas penyakit atau

infeksi yang telah lalu.

4. Penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik, hygiene keluarga dan

hygiene pribadi seperti :

Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.

Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan dicuci

terlebih dahulu dengan menggunakan sabun.

Sayuran segar (mentah) yang akan dimakan sebagai lalapan, harus dicuci

bersih dan disiram lagi dengan air hangat karena telur cacing Ascaris dapat

hidup dalam tanah selama bertahun-tahun.

Buang air besar di jamban, tidak di kali atau di kebun.

Bila pasien menderita beberapa spesies cacing, askariasis harus diterapi lebih

dahulu dengan pirantel pamoat.

1.1. TRICURIASIS

14

Page 15: parasit

Infeks Trichuris trichuria pada manusia dikenal sebagai Trichuriasis. Dalam

bahasa Indonesia cacing ini bernama Cacing Cambuk karena secara menyeluruh

cacing ini bentuknya seperti cambuk.

Distribusi Geografis

Trichuris trichuria tersebar luas di seluruh dunia, tetapi daerah yang

prevalensi tinggi adalah daerah tropis dan subtropis. Di daerah yang beriklim

sedang mereka yang paling sering terserang adalah yang tinggal di lembaga-

lembaga seperti, panti asuhan, lembaga permasyarakatan dan rumah sakit jiwa.

Siklus Hidup

Manusia terinfeksi cacing ini melalui makanan yang terkontaminasi telur

cacing yang telah berembrio. Telur yang tertelan akan menetas di duodenum dan

larva yang keluar akan melekat di vili usus. Larva ini akan tetap tinggal selama

20-30 hari untuk kemudian bergerak ke sekum dan kolon bagian proksimal. Pada

infeksi yang berat, cacing juga dapat pula ditemukan di ileum, appendiks, bahkan

15

Page 16: parasit

seluruh usus besar. Cacing dewasa membenamkan bagian anteriornya di mukosa

usus dan mulai memproduksi telur sebanyak 2000-7000 butir per hari.

Telur yang dihasilkan cacing ini akan keluar dari tubuh bersama tinja. Di luar

tubuh, di tempat yang lembab dan hangat, telur ini akan mengalami pematangan

dalam waktu 2-4 minggu dan siap menginfeksi host lain. Demikianlah siklus

hidup ini berulang kembali. Diperkirakan siklus dari telur sampai cacing dewasa

yang siap menghasilkan telur berlangsung dalam waktu 3 bulan.

Morfologi

Telur Trichuris trichuria berbentuk buulat panjang dan memiliki sumbatan

yang menonjol di kedua ujungnya. Telur ini berukuran 44-50 x 22 µ dan berwarna

kuning kecoklatan. Telur yang belum matang dikeluarkan dari tubuh bersama

tinja dan merupakan pertanda diagnostik untuk trichuriasis. Di luar tubuh

manusia, telur ini akan berkembang lebih lanjut sampai akhirnya mengandung

embrio. Pada saat itulah telur tersebut menjadi infeksius.

Cacing dewasa bentuk seperti rambut di 2/3 bagian anteriornya dan

membesar serta nampak berotot di bagian posteriornya sehingga secara

keseluruhan cacaing ini menyerupai cambuk. Cacing jantan berukuran 30-45 mm

sedangakan cacing betina berukuran 35-50 mm. bagian posterior cacing jantan

melingkar ke dalam dan mengandung sebuah spicule. Pada cacing betina vulva

terdapat di bagian tubuh yang mulai membesar, sedangkan anusnya terletak di

bagian posterior tubuhnya.

Epidemiologi

Faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang penting dalam proses

transmisi, iklim tropis Indonesia sangat menguntungkan terhadap perkembangan

T. trichiura. Indonesia mempunyai empat area ekologi utama terhadap transmisi

T. trichiura yaitu dataran tinggi, dataran rendah, kering, dan hujan. Data dari

berbagai survei di berbagai tempat di Indonesia menunjukkan bahwa infeksi T.

trichiura merupakan masalah di semua daerah di Indonesia dengan prevalensi

35% sampai 75%. Infeksi T. trichiura didasari dengan sanitasi yang inadekuat dan

16

Page 17: parasit

populasi yang padat, umumnya ini dijumpai di daerah kumuh dengan tingkat

sosioekonomi yang rendah.Perbedaan prevalensi T. trichiura di daerah perkotaan

dan pedesaan menggambarkan perbedaan sanitasi atau densitas populasi, tingkat

pendidikan, serta perbedaan sosioekonomi yang juga berperan penting.

Anak usia sekolah mempunyai prevalensi yang tinggi terhadap infeksi T.

trichiura. Berdasarkan data epidemiologi, anak dengan tempat tinggal dan sanitasi

yang buruk dan higienitas yang rendah mempunyai risiko terinfeksi yang lebih

tinggi. Pendidikan higienitas yang rendah juga mendukung tingginya infeksi

tersebut. Tumpukan sampah dan penyediaan makanan jajanan di lingkungan

sekolah juga menjelaskan tingginya prevalensi.

Patologi dan Klinik

Infeksi oleh cacing ini disebut trikuriasis, trichocephaliasis atau infeksi

cacing cambuk. Cacing ini paling sering menyerang anak usia 1-5 tahun, infeksi

ringan biasanya tanpa gejala, ditemukan secara kebetulan pada waktu

pemeriksaan tinja rutin.

Pada infeksi berat, cacing tersebar keseluruh kolon dan rektum, kadang-

kadang terlihat pada mukosa rektum yang prolaps akibat sering mengedan pada

waktu defekasi.

Infeksi kronis dan sangat berat menunjukkan gejala-gejala anemi berat, Hb

rendah sekali dapat mencapai 3 gr%, karena seekor cacing tiap hari menghisap

darah kurang lebih 0,005 cc. Diare dengan tinja sedikit dan mengandung sedikit

darah. Sakit perut, mual, muntah, serta berat badan menurun, kadang-kadang

disertai prolapsus recti. Mungkin disertai sakit kepala dan demam.

Infeksi Trichuris trichiura kadang-kadang terjadi bersama infeksi parasit

usus lain. Parasit lain yang menyertainya adalah Ascaris lumbricoides, cacing

tambang, dan Entamoeba histolytica.

17

Page 18: parasit

Diagnosis

Trikuriasis dapat ditegakkan diagnosisnya berdasarkan ditemukannya telur

cacing Trichuris trichiura dalam tinja atau menemukan cacing dewasa pada anus

atau prolaps rekti.

Tingkat infeksi seperti juga pada Ascaris lumbricoides, ditentukan dengan

memeriksa jumlah telur pada setiap gram tinja atau menentukan jumlah cacing

betina yang ada dalam tubuh hospes.

Pengobatan

Mebendazole merupakan obat pilihan untuk trikuriasis dengan dosis 100 mg

2 kali per hari selama 3 hari bertururt-turut, tidak tergantung berat badan atau usia

penderita.

Untuk pengobatan masal dianjurkan dosis tunggal 600 mg. Thiabendazole

tidak efektif.

Pencegahan

Pencegahan trikuriasis sama dengan askariasis yaitu buang air besar di

jamban, mencuci dengan baik sayuran yang dimakan mentah (lalapan),

pendidikan tentang sanitasi dan kebersihan perorangan seperti mencuci tangan

sebelum makan.

Komplikasi : Prolapsus rekti & perforasi usus

Prognosis : Sebagian besar baik jika tanpa komplikasi berat

1.2. ENTEROBIASIS

Enterobiasis merupakan infeksi yang disebabkan oleh cacing Enterobius

vermicularis (cacing kremi) pada saluran cerna.

Epidemiologi

Penyebaran cacing kremi lebih luas daripada cacing lain. Penularan dapat

terjadi pada suatu keluarga atau kelompok-kelompok yang hidup dalam satu

lingkungan yang sama (asrama). Telur cacing dapat diisolasi dari debu diruangan

18

Page 19: parasit

sekolah atau kafetaria sekolah dan mungkin ini menjadi sumber infeksi bagi anak-

anak sekolah. Di berbagai rumah tangga dengan beberapa anggota keluarga yang

mengandung cacing kremi, telur cacing dapat ditemukan (92%) di lantai, meja,

kursi, bufet, tempat duduk kakus (toilet seats), bak mandi, alas kasur, dan pakaian.

Penularan dapat dipengaruhi oleh :

1. Penularan dari tangan ke mulut sesudah menggaruk daerah perinanal

(auto-infeksi) atau tangan dapat menyebarkan telur kepada orang lain

maupun kepada diri sendiri karena memegang benda-benda maupun

pakaian yang terkontaminasi.

2. Debu merupakan sumber infeksi oleh karena mudah diterbangkan oleh

angin sehingga telur melalui debu dapat tertelan.

3. Retroinfeksi melalui anus: larva dari telur yang menetas di sekitar anus

kembali masuk ke usus.

Morfologi dan Daur Hidup

Cacing Enterobius vermicularis betina berukuran 8-13 mm x 0,4 mm. Pada

ujung anterior ada pelebaran kutikulum seperti sayap yang disebut alae. Bulubus

esofagus jelas sekali, ekornya panjang dan runcing. Uterus cacing yang gravid

melebar dan penuh dengan telur. Cacing jantan berukuran 2-5 mm, jugam

mempunyai sayap dan ekornya melingkar sehingga bentuknya seperti tanda tanya;

spikulum pada ekor jarang ditemukan. Habitat cacing dewasa biasanya di rongga

sekum, usus besar dan di usus halus yang berdekatan dengan rongga sekum.

Makanannya adalah isi dari usus.

Cacing betina yang gravid mengandung 11.000-15.000 butir telur, bermigrasi

ke daerah perianal untuk bertelur dengan cara kontraksi uterus dan vaginanya.

Telur-telur jarang dikeluarkan di usus, sehingga jarang ditemukan di dalam tinja.

Telur berbentuk lonjong dan lebih datar pada satu sisi (asimetrik) dalam tinja.

Dinding telur bening dan agak lebih tebal dari dinding telur cacing tambang. Telur

menjadi matang dalam waktu kira-kira 6 jam setelah dikeluarkan, pada suhu

badan. Telur resisten terhadap disinfektan dan udara dingin. Dalam keadaan

lembab telur dapat hidup sampai 13 hari. Kopulasi cacing jantan dan betina

19

Page 20: parasit

mungkin terjadi di sekum. Cacing jantan mati setelah kopulasi dan cacing betina

mati setelah bertelur.

Infeksi cacing kremi terjadi bila menelan telur matang, atau bila larva dari

telur yang menetas di daerah perianal bermigrasi kembali ke usus besar. Bila telur

matang yang tertelan, telur menetas di duodenum dan larva rabfitiform berubah

dua kali sebelum menjadi dewasa di jejujum dan bagian atas ileum.

Waktu yang diperlukan untuk daur hidupnya, mulai dari tertelannya telur

matang sampai menjadi cacaing dewasa gravid yang bermigrasi ke daerah

perianal, berlangsung kira-kira 2 minggu sampai 2 bulan. Mungkin daurnya hanya

berlangsung kira-kira 1 bulan karena telur-telur cacaing dapat ditemukan kembali

pada anus paling cepat 5 minggu sesudah pengobatan.

Infeksi cacing kremi dapat sembuh sendiri (self limited). Bila tidak ada

reinfeksi, tanpa pengobatan pun infeksi dapat berakhir.

Gejala Klinis

Enterobiasis relatif tidak berbahaya, jarang menimbulkan lesi yang berarti.

Gejala klinis yang menonjol disebabkan iritasi disekitar anus, perineum dan

vagina oleh cacing betina gravid yang bermigrasi ke daerah anus dan vagina

20

Page 21: parasit

sehingga menimbulkan pruritus lokal. Oleh karena cacing bermigrasi ke daerah

anus dan menyebabkan pruritus ani, maka penderita menggaruk daerah sekitar

anus sehingga timbul luka garuk di sekitar anus.

Keadaan ini sering terjadi pada waktu malam hari hingga penderita terganggu

tidurnya dan menjadi lemah. Kadang-kadang cacing dewasa muda dapat bergerak

ke usus halus bagian proksimal sampai ke lambung, esofagus dan hidung sehingga

menyebabkan gangguan di daerah tersebut. Cacing betina gravid mengembara dan

dapat bersarang di vagina dan di tuba Fallopii sehingga menyebabkan radang di

saluran telur. Cacing sering ditemukan di apendiks tetapi jarang menyebabkan

apendisitis.

Beberapa gejala karena infeksi cacing Enterobius vermicularis dikemukakan

oleh beberapa penyelidik yaitu kurang nafsu makan, berat badan turun, aktivitas

meninggi, enuresis, cepat marah, gigi menggeretak, insomnia.

Diagnosis

Pemeriksaan darah tepi umumnya normal, hanya ditemukan sedikit

eosinofilia. Diagnosis ditegakkan dengan cara menemukan telur atau cacing dewasa di

daerah perianal dengan swab atau di dalam tinja. Anal swab ditempelkan di sekitar

anus pada waktu pagi hari sebelum anak buang air besar dan mencuci pantat

(cebok).

Pengobatan

Perawatan umum :

1. Pengobatan sebaiknya dilakukan juga terhadap keluarga serumah atau yang

sering berhubungan dengan pasien;

2. Kesehatan pribadi perlu diperhatikan terutama kuku jari-jari dan pakaian

tidur;

3. Toilet sebaiknya dibersihkan dan disiram dengan desinfektan, bila mungkin

setiap hari.

Pengobatan Spesifik

Mebendazol diberikan dosis tunggal 500 mg, diulang setelah 2 minggu.

21

Page 22: parasit

Albendazol diberikan dosis tunggal 400 mg, diulang setelah 2 minggu.

Piperazin sitrat diberikan dengan dosis 2 x 1 g/ hari selama 7 hari berturut-turut,

dapat diulang dengan interval 7 hari.

Pirvium pamoat diberikan dengan dosis 5 mg/kg berat badan (maksimum 0,25

g) dan diulangi 2 minggu kemudian. Obat ini dapat menyebabkan rasa mual,

muntah dan wama tinja menjadi merah. Bersama mebendazol efektif terhadap

semua stadium perkembangan cacing kremi.

Pirantel pamoat diberikan dengan dosis 10 mg/kg berat badan sebagai dosis

tunggal dan maksimum 1 gram.

Komplikasi

Bila jumlah cacing dewasa cukup banyak akan dapat menyebabkan

apendisitis. Cacing dewasa pada wanita dapat bermigrasi ke dalam vagina, uterus

dan tuba falopii, dan dapat menyebabkan peradangan di daerah tersebut.

Prognosis

Infeksi cacing ini biasanya tidak begitu berat, dan dengan pemberian obat-

obat yang efektif maka komplikasi dapat dihindari. Yang sering menjadi masalah

adalah infeksi intra familiar, apalagi dengan keadaan higienik yang buruk.

Pencegahan

Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain menjaga kebersihan diri,

memperbaiki kondisi lingkungan menjadi bersih, dan pengolahan feses manusia

yang higienis.

1.3. ANCILOSTOMIASIS

Hospes parasit ini adalah manusia. Cacing ini menyebabkan ankilostomiasis.

Penyebaran cacing ini diseluruh daerah khatulistiwa dan di tempat lain dengan

keadaan yang sesuai, misalnya di daerah pertambangan dan perkebunan.

Prevalensi di Indonesia tinggi, terutama di daerah pedesaan sekitar 40%.

22

Page 23: parasit

Epidemiologi

Insidensi tinggi ditemukan pada penduduk di Indonesia, terutama di daerah

pedesaan khususnya perkebunan. Seringkali pekerja perkebunan yang langsung

berhubungan dengan tanah mendapat infeksi lebih dari 70%.

Kebiasaan defekasi di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun (di

berbagai daerah tertentu) berperan penting dalama penyebaran infeksi. Tanah

yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah gembur (pasir, humus) dengan

suhu optimum 23-250C.

Morfologi dan daur hidup

Cacing dewasa hidup di rongga usus halus, dengan mulut yang besar melekat

pada mukosa dinding usus. Cacing betina mengeluarkan telur 5.000-10.000 butir

tiap hari. Cacing betina berukuran panjang ± 1 cm dan cacing jantan ± 0,8 cm.

Bentuk badan A.duodenale menyerupai huruf ‘C’. Rongga mulut besar dan

memiliki 2 pasang gigi. Cacing jantan memiliki bursa kopulatriks.

Telur dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dalam waktu 1-1,5 hari,

keluarlah larva labditiform. Dalam waktu ± 3 hari, larva labditiform tumbuh

menjadi larva filariform yang dapat menembus kulit dan dapat hidup selama 7-8

minggu di tanah. Telur cacing cacing tambang yang besarnya ± 60x40 mikron

berbentuk bujur dan memppunyai dinding tipis. Didalamnya terdapat beberapa

sel. Larva rabditiform panjangnya ± 250 mikron, sedangkan larva filariform

panjangnya ± 600 mikron.

Siklus hidup pada manusia

Telur cacing ditemukan pada feses orang yang terinfeksi parasit ini. Didalam

tanah yang lembab dan teduh, telur menetas dalam 1-2 hari, tetapi pada tanah

yang kurang baik baru menetas setelah 3 minggu. Larva tersebut memasuki tubuh

manusia dengan menembus kulit dan masuk ke jaringan dibawah kulit.

Selanjutnya, larva memasuki saluran getah bening dan pembuluh darah. Setelah

hari ketiga sejak menembus kulit, larva biasanya telah mencapai paru. Dalam

23

Page 24: parasit

paru, larva keluar dari pembuluh darah dan masuk kedalam alveolus, bronkus atau

trakea dan bersama air ludah tertelan kembali ke usus

Gejala klinis

Tergantung pada banyaknya cacing yang terdapat dalam rongga usus. Seekor

cacing dewasa diperkirakan akan menyebabkan kehilangan darah 0,03 ml per hari,

sehingga gejala utamanya adalah anemia, umumnya berupa anemia defisiensi besi

tapi kadang-kadang juga memperlihatkan tanda anemia mengaloblastik. Anemia

akan makin jelas/berat pada orang diet kurang protein. Faktor makanan, terutama

protein juga berperan penting dalam menentukan berat-ringannya anemia tersebut.

Protein diperlukan untuk membuat globin (fraksi hemoglobin).

Gejala lain yang bisa ditemukan adalah gejala umum seperti lemah/lesu,

pusing, nafsu makan menurun dan dapat timbul gejala polineuritis. Pada keadaan

yang berat dan lama dapat terjadi retardasi fisis/mental.

Diagnosis

Gejala klinis biasanya tidak spesifik sehingga untuk menegakkan diagnosis

infeksi cacing tambang perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk dapat

menemukan telur cacing tambang di dalam tinja ataupun menemukan larva cacing

tambang di dalam biakan atau pada tinja yang sudah agak lama.

Sebagai patokan beratnya infeksi cacing tambang berdasarkan jumlah telur dalam

tinja atau jumlah cacing betina dapat dipakai patokan dari “Parasitic Diseases

Programme, WHO, Geneva, 1981” dalam “The Tenth Regional Training Course on Soil-

Transmitted Helminthiasis and Integrated Program on Family Planning Nutrition and

Parasite Control, Thailand, 1986” pada tabael di bawah ini:

No. Beratnya Infeksi Jumlah telur per gram tinja Jumlah cacing betina

Infeksi oleh N. Americanus

1. Ringan < 2.000 50 atau kurang

2. Sedang 2.000 – 7.000 51 – 200

3. Berat > 7.000 > 200

24

Page 25: parasit

Infeksi oleh A. duodenale

1. Ringan < 3.000 20 atau kurang

2. Sedang 3.000 – 10.000 21 – 100

3. Berat > 10.000 > 100

Pengobatan

Tetrachlorethylen merupakan obat pilihan untuk Necator americanus dan

cukup efektif untuk Ancylostoma duodenale. Diberikan dalam dosis tunggal 0,10-

0,12 mg/kgBB, dengan dosis maksimal 4 mg. Mebendazole, dosis dan cara

pengobatan sama dengan pengobatan pada trichuriasis. Albendazole dan pyrantel

pamoate, dosis dan cara pengobatannya sama dengan penderita ascariasis.

Bitoskanat dengan dosis tunggal pada orang dewasa 150 mg. Befenium

hidroksinaftoat, efektif bagi kedua spesies terutama untuk Ancylostoma

duodenale. Diberikan dengan dosis 5 gr/hari selama 3 hari berturut-turut.

Pencegahan

Sama dengan pencegahan pada penderita ascariasis dengan tambahan

membiasakan diri memakai sepatu terutama sekali waktu bekerja di kebun atau di

pertambangan.

25

Page 26: parasit

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Berdasarkan skenario diatas, kelompok kami mendapatkan hasil diagnosis

banding infeksi cacing. Dengan diagnosis kerja trikuriasis. Hal tersebut dilihat

dari gejala klinis dan riwayat faktor resiko yang dialami pasien. Namun untuk

menegakkan diagnosis yang lebih pasti masih dibutuhkan pemeriksaan yang lebih

rinci seperti anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang

belum didapatkan informasinya. Dan dapat langsung diterapi sesuai dengan

derajat dehidrasinya.

26

Page 27: parasit

DAFTAR PUSTAKA

Dipiro JT.et al. 2008. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. Ed 7.

McGraw-Hill

Nelson. 1995. Ilmu Kesehatan Anak. Penerbit EGC. Jakarta

Staf Pengajar IKA FKUI. 2002. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2.

Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. 2008. Buku Ajar Parasitologi

Kedokteran. Ed 4. Jakarta: FKUI

27