paradigma sehat

12
Belajar Mandiri Terarah (Problem Based Learning) Blok I Modul II - Paradigma Sehat Faktor Penyebab Peningkatan Maternal Mortality Rate (MMR) serta Penanggulangannya Nama : Claudia Kristina NIM : 10 2011 003 Kelompok : C-1 Tutor : dr. Y. Inggriani Kasim Email : [email protected] PENDAHULUAN Di Indonesia dan beberapa negara berkembang lainnya angka kelahiran bayi sangat tinggi. Di Indonesia sendiri berkembang sebuah mitos yang menyatakan bahwa bila mempunyai banyak anak juga akan berlimpah rezeki. Seiring dengan terjadinya peningkatan pada prevalensi kelahiran bayi, disatu sisi juga terselip masalah sosial yang mulai menjadi perhatian masyarakat yaitu meningkatnya angka kematian ibu (maternal mortality rate). Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan pada kasus kematian ibu (hamil, melahirkan, dan nifas) diantaranya adalah faktor agent (bibit penyakit) seperti anemia, host (pejamu) yang memiliki status gizi yang kurang, environment (lingkungan), dan minimnya pelayanan kesehatan.

Upload: envad

Post on 15-Jan-2016

20 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

dokter

TRANSCRIPT

Page 1: paradigma sehat

Belajar Mandiri Terarah

(Problem Based Learning)

Blok I Modul II - Paradigma Sehat

Faktor Penyebab Peningkatan Maternal Mortality Rate (MMR) serta Penanggulangannya

Nama : Claudia Kristina

NIM : 10 2011 003

Kelompok : C-1

Tutor : dr. Y. Inggriani Kasim

Email : [email protected]

PENDAHULUAN

Di Indonesia dan beberapa negara berkembang lainnya angka kelahiran bayi sangat tinggi. Di

Indonesia sendiri berkembang sebuah mitos yang menyatakan bahwa bila mempunyai banyak anak

juga akan berlimpah rezeki. Seiring dengan terjadinya peningkatan pada prevalensi kelahiran bayi,

disatu sisi juga terselip masalah sosial yang mulai menjadi perhatian masyarakat yaitu meningkatnya

angka kematian ibu (maternal mortality rate). Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya

peningkatan pada kasus kematian ibu (hamil, melahirkan, dan nifas) diantaranya adalah faktor agent

(bibit penyakit) seperti anemia, host (pejamu) yang memiliki status gizi yang kurang, environment

(lingkungan), dan minimnya pelayanan kesehatan.

PEMBAHASAN

Maternal Mortality Rate (MMR)

Reproduksi dan persalinan merupakan aktivitas naluriah manusia yang paling primitif.

Seorang wanita yang akan melahirkan ditinggal sendirian didalam hutan pun 90% mampu

melakukan persalinan spontan. Sayangnya, sisa 10% persalinan tidak normal ini sangat mengancam

jiwa ibu dan bayi. Sampai peradaban modern pun, World Health Organization (WHO) memasukkan

komponen persalinan berupa Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) sebagai

Page 2: paradigma sehat

indikator kualitas kesehatan manusia secara umum.1 Angka kematian ibu ialah jumlah kematian ibu

sebagai akibat komplikasi kehamilan, persalinan, dan masa nifas yang dicatat selama satu tahun per

1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Tetapi tidak termasuk kematian ibu karena kecelakaan

dan sebab lainnya yang tidak berkaitan dengan kehamilan atau persalinan. Tinggi rendahnya MMR

berkaitan dengan :2

1. Sosial ekonomi

2. Kesehatan ibu sebelum hamil, bersalin, dan nifas

3. Pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil

4. Pertolongan persalinan dan perawatan masa nifas

Sebanyak 978 wanita (10%) didiagnosis mengalami pendarahan pasca persalinan. Hal yang

disayangkan adalah baik tenaga kesehatan maupun pasien tidak mengetahui jenis pengobatan yang

diberikan. Pendarahan aktif selama 20 menit yang dialami pasca persalinan dapat menyebabkan

kehilangan darah tambahan sekitar 300 mL.3 Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita

usia subur disebabkan oleh hal yang berkaitan dengan kehamilan. Tahun 1996, WHO

memperkirakan lebih dari 585.000 ibu per tahunnya meninggal saat hamil atau bersalin. Pada 1999

WHO meluncurkan strategi MPS (Making Pregnancy Safer) yang didukung oleh badan-badan

internasional seperti UNFPA, UNICEF, dan World Bank. MPS meminta perhatian pemerintah dan

masyarakat di setiap negara untuk :4

1. Menempatkan Safe Motherhood sebagai prioritas utama dalam rencana pembangunan

nasional dan internasional.

2. Menyusun acuan nasional dan standar pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.

3. Mengembangkan sistem yang menjamin pelaksanaan standar yang telah disusun.

4. Memperbaiki akses pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, keluarga berencana, aborsi

legal, baik publik maupun swasta.

5. Meningkatkan upaya kesehatan promotif dalam kesehatan maternal dan neonatal serta

pengendalian fertilitas pada tingkat keluarga dan lingkungannya.

6. Memperbaiki sistem monitoring pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.

Page 3: paradigma sehat

1. Faktor Agent (Bibit Penyakit)

Anemia

Seseorang dapat dikatakan menderita anemia apabila secara kuantitas maupun kualitas dari

eritrosit dalam sirkulasi dibawah normal. Nilai normal hemoglobin bergantung pada usia, ras,

ketinggian, jenis kelamin, merokok atau tidak, kelas sosial-ekonomi, volume plasma, dan ada atau

tidaknya penyakit penyerta. Pada skenario kasus C, kematian seorang ibu (hamil, melahirkan, dan

nifas) disebabkan oleh pendarahan sehingga menyebabkan defisiensi besi. Survei Pemeriksaan

Kesehatan dan Gizi Nasional (NHANES II) memperkirakan anemia paling tinggi prevalensinya pada

bayi (5,7%), remaja putri (5,9%), wanita tua (5,8%), dan pria tua (4,4%).5

Anemia dapat berpengaruh pada hantaran oksigen ke otak. Akibatnya terjadi gangguan

metabolisme sel-sel otak. Anemia mengganggu metabolisme lemak myelin, sehingga menurunkan

kecepatan hantar impuls saraf dan mengganggu reseptor dopamine yang berperan pada konsentrasi

anak. Anemia banyak dialami oleh wanita, terutama saat kehamilan. Wanita hamil yang menderita

anemia memberikan risiko kepada anak mengalami kekurangan zat besi. Menurut Prof. Dr. Dr.

Djajadiman Gatot, Sp.A, pada wanita ada suatu proses alamiah yang disebut menstruasi. Setiap kali

wanita menstruasi, mereka mengeluarkan darah paling sedikit 50-60 cc, meski ada juga yang sampai

100cc. Hal ini dianggap biasa oleh sebagian wanita dan mereka tidak melakukan apa-apa sampai

datang periode berikutnya. Tetapi draah yang keluar belum tergantikan sedangkan periode

menstruasi terus berjalan, hal inilah yang bisa menyebabkan anemia. Berdasarkan Survey Kesehatan

Rumah Tangga tahun 2001, pada wanita berusia 15-19 tahun prevalensi kekurangan zat besi adalah

26,5% usia 20-29 tahun 25,3%, usia 30-39 tahun 25,9%, 40-49 tahun 28,7%. Sementara anemia pada

ibu hamil sebesar 40,1%. Kebutuhan akan zat besi akan menjadi lebih banyak pada wanita yang

sedang hamil. Kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah

merah untuk membentuk janin dan plasenta, terutama pada wanita hamil trimester kedua dan ketiga.

Sehingga wanita hamil disarankan untuk mengkonsumsi lebih banyak protein dan sayur-sayuran,

yang banyak mengandung mineral serta vitamin.6

2. Faktor Host

2.1. Status Gizi

Masih banyak penduduk Indonesia yang berada dibawah garis kemiskinan, membuat gizi

menjadi masalah utama di Indonesia. Seperti yang dikatakan oleh dr. Ivonne Kusumaningtyas dari

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, masalah utama di Indonesia adalah kurangnya gizi

Page 4: paradigma sehat

mikro, seperti kekurangan vitamin A, anemia kurang zat besi, dan gangguan akibat kurang yodium.

Data dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 menunjukkan ada 4,9% anak yang mengalami gizi

buruk dan 13% mengalami gizi kurang. Jika ditotal semuanya ada 17,9% anak yang mengalami

masalah gizi. Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995 pada anak usia 12-23

bulan, jumlah penderita anemia defisiensi zat besi adalah 56%, tahun 2001 sebesar 58%, dan tahun

2004 sebesar 40,2%. Sementara data Puslitbangkes tahun 2006 di 10 provinsi adalah 26,3%. dr.

Ivonne mengatakan, ada beberapa masalah yang membuat tingginya angka kejadian anemia di

Indonesia. Pertama adalah rendahnya konsumsi makanan sehari-hari yang mengandung zat besi. Dari

Survey kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 diketahui bahwa asupan zat besi sehari-hari dari

makanan hanya 40% dari Angka Kecukupan Gizi (AKG). Yang kedua, kurangnya pengetahuan

masyarakat tentang anemia dan dampaknya. Yang ketiga adalah kemiskinan, sehingga asupan zat

besi yang dikonsumsi tidak dapat terpenuhi. Akibatnya, penyakit infeksi yang terkait dengan gizi

kurang juga masih tinggi.6

Gizi sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan. Prevalensi gizi kurang pada

balita mengalami penurunan dari 37,5% (1989) menjadi 24,6% (2000), dan meningkat kembali

menjadi 31% pada tahun 2001. Saat ini kasus gizi buruk (busung lapar) sedang merebak. Hal ini

disebabkan karena melemahnya sistem kewaspadaan pangan dan gizi, serta menurunnya perhatian

pemerintah terhadap kesehatan masyarakat. Gizi buruk identik dengan busung lapar. Busung lapar

diartikan sebagai penyakit busung yang disebabkan kekurangan gizi (biasanya disetai bengkak-

bengkak). Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1992 tentang klasifikasi

internasional terhadap istilah masalah gizi atau ‘salah gizi’ (malnutrition), khususnya yang berkaitan

dengan kekurangan gizi (undernutrition), ada tiga tingkatan yang dipakai yaitu severe (berat/buruk),

moderate (sedang), dan mild (ringan). Tingkat kekurangan energi protein ini didasarkan pada

penurunan berat badan yang berakibat pada terhambatnya pertumbuhan anak. Penentuan tingkat

berat/buruk, sedang, dan ringan diperoleh dari selisih berat badan anak balita dengan nilai rata-rata

berat badan pada populasi yang dijadikan acuan (reference population). Pelacakan mengenai

pencatatan-pelaporan di Posyandu mengenai kasus gizi buruk bisa dipastikan/dibuktikan pada

sebagian besar anak disaat usia balita (terhitung sejak lahir sampai berusia 60 bulan) yang memiliki

Kartu Menuju Sehat (KMS). Pada KMS dikenal istilah BGT (bawah garis titik-titik) yang berarti

anak berstatus gizi kurang. Sedang BGM (bawah garis merah) yang berarti bahwa anak berstatus gizi

buruk. 7

Page 5: paradigma sehat

Komitmen pemerintah untuk mensejahterakan rakyat nyata dalam peningkatan kesehatan

termasuk gizinya. Hal ini terbukti dari penetapan perbaikan status gizi yang merupakan salah satu

prioritas Pembangunan Kesehatan 2010-2014. Tujuannya adalah untuk menurunkan prevalensi

kurang gizi sesuai dengan Deklarasi World Food Summit 1996 yang dituangkan dalam Milenium

Development Goals (MDGs) pada tahun 2015, yang menyatakan setiap negara menurunkan

kemiskinan dan kelaparan separuh dari kondisi 1990. Undang-undang nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan, khususnya pada Bab VIII tentang Gizi, pasal 141 ayat 1 menyatakan bahwa upaya

perbaikan gizi masyarakat ditujukan untuk peningkatan mutu gizi perseorangan dan masyarakat.8

2.2. Jumlah Anak

Bagi sebagian orang dalam kelompok masyarakat memiliki banyak anak berarti berkesempatan

memiliki banyak rezeki. Mungkin hal ini disalah artikan oleh sebagian orang. Bagi keluarga yang

memiliki penghasilan ekonomi rendah memiliki banyak anak bisa saja menjadi beban kehidupan.

Selain itu, jika memiliki banyak anak maka kemungkinan besar yang terjadi adalah kurangnya

perhatian orang tua terhadap pemerataan pembagian gizi bagi anak-anak mereka.

3. Faktor Environment

3.1. Lingkungan

Masalah Kesehatan Lingkungan untuk mendefinisikan kesehatan masyarakat, lebih dulu

perlu mengetahui tentang definisi dari kesehatan. Konstitusi WHO mendefinisikan kesehatan sebagai

keadaan sejahtera sempurna secara fisik, mental, dan sosial, dan tidak hanya bebas dari penyakit atau

ketidakmampuan. Ancaman kesehatan lingkungan baik oleh alam maupun manusia muncul dalam

banyak bentuk dan menimbulkan banyak masalah kesehatan yang potensial. Ancaman yang paling

menonjol pada sekade belakangan ini adalah kanker. Selain itu kerusakan lingkungan juga dapat

menyebabkan kerusakan genetik, cacat lahir, efek neurologis, kerusakan hati, bahkan infeksi.

Ancaman yang semakin besar terhadap lingkungan dan kesehatan lingkungan ditimbulkan oleh

besarnya konsumsi sumber daya alam dan limbah.

Pada akhir tahun 1970an dan selama tahun 1980an keprihatinan atas degradasi lingkungan yang

tampak pada penurunan mutu air dan udara menyebabkan terbentuknya sebuah lembaga lingkungan

nasional dan diberlakukannya undang-undang pokok yang baru berkaitan dengan mutu udara dan air.

Pada akhir tahun 1970an dan selama tahun 1980an keprihatinan semakin meningkat terhadap limbah

berbahaya, zat toksik, termasuk penipisan lapisan ozon dan efek rumah kaca. Secara umum,

kesehatan masyarakat memperhatikan empat bidang yang luas, yaitu9

Page 6: paradigma sehat

1. Gaya hidup dan perilaku

2. Lingkungan

3. Biologi manusia

4. Organisasi pada program dan sistem kesehatan

3.2. Persentase Persalinan yang ditolong oleh Dukun dan dilakukan dirumah

Banyak risiko yang dihadapi apabila persalinan ditolong bukan oleh tenaga medis yang ahli dan

profesional. Tidak adanya jaminan sterilitas dari alat-alat yang digunakan oleh dukun atau paraji bisa

saja membuat bayi yang terlahir terkena tetanus. Selain itu, yang lebih dikhawatirkan apabila sang

ibu mengalami pendarahan yang sangat parah dan memerlukan tindakan medis secepatnya.

4. Faktor Pelayanan Kesehatan

4.1. Mutu Kesehatan

Penelitian Kesehatan merupakan salah satu subsistem dalam sistem kesehatan nasional.

Penelitian Kesehatan dapat menjamin akurasi, validitas, kelayakan, dan keberlanjutan sistem

kesehatan nasional untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Demikian disampaikan Menteri

Kesehatan RI, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH pada acara the 1st International

Symposium on Health Research and Development and the 3rd Western Pacific Regional Conference

on Public Health, di Bali (17/11/11). Menkes mengakui, disparitas kesehatan masih ditemukan di

Indonesia dan di sebagian besar negara di dunia. Untuk mengatasi ketidaksetaraan kesehatan,

reformasi sistem kesehatan sangat diperlukan. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2007)

menunjukkan disparitas kesehatan terdeteksi antar wilayah geografis, kelompok masyarakat, dan

tingkat sosial-ekonomi di negara ini. Oleh karena itu, selama periode 2010-2014, fokus dari

pembangunan kesehatan nasional Indonesia adalah untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap

perawatan kesehatan yang berkualitas. Riskesdas pertama kali dilakukan tahun 2007-2008. Riskesdas

kedua dilakukan pada tahun 2010, untuk mengevaluasi kemajuan pencapaian Millenium

Development Goals (MDGs) di Indonesia. Menkes menambahkan, pada 2011, telah dilakukan Riset

Fasilitas Kesehatan (Rifaskes). Survei yang melibatkan Puskesmas, Rumah Sakit Umum Pemerintah,

dan laboratorium ini. Rifakses bertujuan untuk memetakan ketersediaan dan kecukupan fasilitas

pelayanan kesehatan, distribusi sumber daya tenaga kesehatan serta indeks kinerja rumah sakit dan

Puskesmas.5

Syarat pelayanan kesehatan yang baik dapat dibedakan menjadi 13 macam, yaitu : tersedia

(available), menyeluruh (comprehensive), terpadu (integrated), berkesinambungan (continue),

Page 7: paradigma sehat

adil/merata (equity), mandiri (sustainable), wajar (appropriate), dapat diterima (acceptable), dapat

dicapai (accesible), dapat dijangkau (affordable), efektif (effective), efisien (efficient), dan bermutu

(quality). Program Menjaga Mutu (Quality Assurance Program) menunjuk pada tingkat

kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang disatu pihak bisa menimbulkan kepuasan pada setiap

pasien sesuai dengan kepuasan rata-rata penduduk, serta di pihak lain tata cara penyelenggaraannya

sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.4

Konferensi Perempuan Sedunia ke IV di Beijing pada tahun 1995 menyebutkan “Perempuan dan

Kesehatan” sebagai suatu aspek penting dalam Rencana Aksi. Ada lima tujuan strategis yang perlu

dicapai, yaitu10

1. Meningkatkan akses perempuan sepanjang siklus hidupnya terhadap pelayanan kesehatan

yang sesuai, terjangkau, berkualitas, serta terhadap informasi dan pelayanan terkait.

2. Memantapkan upaya preventif yang mempromosikan kesehatan perempuan.

3. Menerapkan upaya sensitif gender dalam mengatasi masalah infeksi menular seksual (IMS),

HIV/AIDS, serta masalah kesehatan reproduksi lainnya.

4. Mempromosikan penelitian dan diseminasi informasi kesehatan perempuan.

5. Meningkatkan sumber-sumber dan memantau upaya kesehatan perempuan.

4.2. Kunjungan Perawatan Kehamilan yang Tidak Mencapai Target

Kunjungan perwatan kehamilan yang diharapkan adalah minimal empat kali selama masa

kehamilan. Misalkan kunjungan perawatan yang pertama dapat dilakukan diantara bulan ketujuh atau

kedelapan. Kemudian tiga kali kunjungan perawatan kehamilannya berikutnya dapat dilakukan

dibulan ke sembilan secara bertahap.

KESIMPULAN

Hipotesis : Tingginya angka kematian Ibu (hamil, melahirkan, dan nifas) disebabkan oleh

faktor agent, host, environment, dan pelayanan kesehatan yang kurang.

Hipotesis : diterima.

Beberapa faktor yang bisa menyebabkan kematian pada ibu (hamil, melahirkan, dan nifas)

diantaranya adalah karena agent (bibit penyakit) berupa anemia yang ditandai dengan

defisiensi besi, host (pejamu) berupa status gizi yang kurang dan memiliki anak yang banyak,

enivironment (lingkungan), dan rendahnya pelayanan kesehatan yang tersedia.

Page 8: paradigma sehat

DAFTAR PUSTAKA

1. Farmacia. Jakarta: PT Otsuka Indonesia, 2008; 8(1)

2. Dudiarto E, Anggraeni D. Pengantar epidemiologi. Edisi pertama. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC, 2003

3. Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta: Penerbit Kalbe Farma, 2010; 37(8)

4. Saifudin AB, Adriaansz G, Wiknjosastro GH, Waspodo D. Pelayanan kesehatan maternal

dan neonatal. Edisi pertama. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,

2001

5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil kesehatan reproduksi: pengarus-

utamaan gender dalam bidang kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 2007

6. Ethical Digest. Semijurnal farmasi dan kedokteran. Jakarta: PT Etika Media Utama, 2011;

88(9)

7. Aritonang I, Priharsiwi E. Busung lapar: potret buram anak Indonesia di era otonomi

daerah. Edisi pertama. Yogyakarta: Media Pressindo, 2006

8. Status gizi. http://www.gizikia.depkes.go.id/archives/658. Diunduh pada 27 November 2011.

9. Pickett G, Hanlon JJ. Kesehatan masyarakat administrasi dan praktik. Edisi pertama.

Jakarta : Buku Kedokteran EGC, 2009

10. Penelitian kesehatan penting untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat.

http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1724-penelitian-kesehatan-

penting-untuk-meningkatkan-status-kesehatan-masyarakat.html. Diunduh pada 27

November 2011.