paradigm in philosophy of science - · pdf file15.teori progresivisme 16.teori kritis 17.teori...
TRANSCRIPT
Paradigm in Philosophy of
Science#6th Session
Pertanyaan berikut membuka wawasan kita...
filsafat, agama, ilmu pengetahuan dan seni?
• Apakah kebenaran itu?
• Apakah kebenaran ada ataukah tidak?
• Dimanakah terdapat kebenaran itu?
• Bagaimana perbedaan kebenaran dalam
Teori-teori kebenaran yang
telah dikemukakan para
filosuf:
1. Teori idealisme
2. Teori rasionalisme
3. Teori rasio murni (reinen vernunft)
4. Teori revalasi
5. Teori koherensi
6. Teori korespondensi
7. Teori pragmatisme/ utilitiarisme
8. Teori esensialisme
9. Teori metafisisontologi
10.Teori ilmiah
11.Teori perenial
12.Teori fenomenologi
13.Teori kontruktivisme
14.Teori post-modernisme
15.Teori progresivisme
16.Teori kritis
17.Teori nihilism
“There is no truth but power, who holds the
power he is able to create the truth and
justice.”
Kriteria atau teori kebenaran: paradigma
besar dalam epistemolgi ‘kebenaran’
Koherensi
Korespondensi
Positivistik
Pragmatik
Esensialisme
Konstruktivisme
Religiusisme
KOHERENSI
Proposisi akan dianggap benar apabila
memiliki hubungan dengan gagasan-
gagasan dari proposisi sebelumnya yang
juga benar dan dapat dibuktikan secara
logis sesuai dengan kebutuhan logika
manusia
KORESPONDENSI
Pengetahuan itu benar manakala
proposisinya bersesuaian dengan realitas
menjadi obyek pengetahuan itu. Sesuatu
dianggap benar manakala apa yang
diungkapkan sesuai dengan fakta di
lapangan.
POSITIVISME
Kebenaran adalah sesuatu yang dapat
dipelajari atau diselidiki melalui data-
data yang nyata dan empiris (positif).
PRAGMATISME
Kebenaran dilihat dari fungsi atau
tidaknya dalam ruang lingkup dan waktu
tertentu. Kebenaran ide-ide diuji melalui
konsekuensi-konsekuensinya. Artinya,
ide itu belum dikatakan benar sebelum
diuji.
ESENSIALISME
Kebenaran senantiasa terbuka untuk
perubahan, fleksibel, toleran dan tidak
ada keterikatan dengan doktrin tertentu.
KONSTRUKTIVISME
Kebenaran bersifat generatif, yaitu
berasal dari interaksi tindakan-tindakan
untuk menciptakan suatu makna akan
kebenaran itu.
RELIGIUSISME
Manusia bukan semata-mata makhluk
jasmani namun juga rohani, oleh
karenanya kebenaran secara ontologis
dan aksiologis dapat bersumber dari
sabda Tuhan yang disampaikan melalui
wahyu – kepada para utusann Tuhan
melalui dimensi rohaninya-.