paper seminar antikorupsi - kel iii
DESCRIPTION
Pemeberantasan KorupsiTRANSCRIPT
1
TUGAS POKOK DAN FUNGSI
KEMENTERIAN KEUANGAN (SETJEN, DJA, DJP, ITJEN, BPPK)
Andry Kurniawan Mulyono
1), Fahmy Krisnamurti Krida Laksana
2),
Jatmiko Edhi Suminar3)
, Prisma Ari Ambara4)
, Puput Waryanto5)
1) Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Tangerang Selatan
Email: [email protected]
2) Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Tangerang Selatan
Email: [email protected]
3) Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Tangerang Selatan
Email: [email protected]
4) Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Tangerang Selatan
Email: [email protected]
5) Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Tangerang Selatan
Email: [email protected]
Abstrak – Kementerian Keuangan merupakan salah satu kementerian yang berada di pemerintahan dan
memiliki posisi strategis. Kementerian Keuangan memiliki tugas menyelenggarakan urusan di bidang keuangan
dan kekayaan negara dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan
negara. Kementerian Keuangan memiliki struktur organisasi yang paling besar jika dibandingkan dengan
kementerian lain. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya Kementerian Keuangan dibagi menjadi 11 eselon 1
yaitu Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB), Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara (DJKN), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
(DJPU), Inspektorat Jenderal (Itjen), Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan Badan Pendidikan dan Pelatihan
Keuangan (BPPK). Namun dalam tulisan ini penulis hanya menguraikan tugas, fungsi, risiko dan hambatan dari
5 eselon 1 saja yaitu Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), Direktorat Jenderal Pajak (DJP),
Inspektorat Jenderal (Itjen) dan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK).
Kata Kunci: Tugas dan Fungsi, Risiko, Hambatan
1. PENDAHULUAN
Tulisan ini akan memaparkan tentang tugas dan
fungsi (tusi) dari setiap unit eselon I di Kementerian
Keuangan setelah reformasi organisasi. Akan dibahas
juga mengenai hambatan dan risiko dalam
pelaksanaan tugas dan fungsi, serta langkah-langkah
yang diambil untuk mengatasi hambatan dan risiko
tersebut.
Kementerian Keuangan menempati posisi
strategis dan sangat penting karena sebagian besar
aspek perekonomian negara berhubungan langsung
dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian
Keuangan. Kebijakan tersebut meliputi perencanaan,
penyusunan, dan pengelolaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN), perpajakan, kepabeanan
dan cukai, pengelolaan kekayaan negara, perimbangan
keuangan pusat dan daerah, serta pengelolaan utang.
Kementerian.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
memberikan informasi mengenai tugas dan fungsi
(tusi) PNS di Kementerian Keuangan berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK-
184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Keuangan. Makalah juga akan
membahas mengenai hambatan dan risiko yang
dihadapi dalam melaksanakan tugas dan fungsi PNS di
Kementerian Keuangan. Pemahaman yang lebih detail
mengenai tugas dan fungsi dari unit eselon I yang ada
di Kementerian Keuangan diharapkan dapat diperoleh
setelah membaca makalah ini.
Beberapa hambatan yang ditemui antara lain
masalah geografis dimana Kementerian Keuangan
memiliki kantor vertikal di seluruh Indonesia, sistem
informasi, dan kesejahteraan dimana hal tersebut dapat
mempengaruhi integritas dan kinerja seorang pegawai.
Risiko yang dihadapi juga sangat beragam, mulai dari
benturan kepentingan stakeholders, hingga yang
masalah korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tulisan ini
akan mencoba menguraikan hambatan dan risiko
tersebut di atas, serta memaparkan langkah-langkah
yang diambil oleh Kementerian Keuangan.
2. LANDASAN TEORI
Dalam sebuah organisasi salah satu modal yang
paling penting adalah sumber daya manusia (SDM),
termasuk juga Kementerian Keuangan sebagai
organisasi yang sangat besar sangat tergantung pada
kualitas individu pegawainya yaitu Pegawai Negeri
Sipil Kementerian Keuangan. Sedangkan pengertian
Pegawai Negeri sendiri menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 tentang
perubahan atas Undang-Undang nomor 8 Tahun 1974
2
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai Negeri
adalah setiap warga Negara Republik Indonesia yang
telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh
pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam
suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara
lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Dalam Pasal 3 disebutkan
juga bahwa Pegawai Negeri berkedudukan sebagai
unsur aparatur negara yang bertugas untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara
profesional, jujur, adil, dan merata dalam
penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan
pembangunan. Adapun Pegawai Negeri itu sendiri
terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS); Anggota
Tentara Nasional Indonesia; dan Anggota Kepolisian
Republik Indonesia. Selanjutnya PNS dibagi menjadi
PNS Pusat dan PNS Daerah.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan
nomor PMK-184/PMK.01/2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, tugas
Kementerian Keuangan adalah menyelenggarakan
urusan di bidang keuangan dan kekayaan negara
dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam
menyelenggarakan pemerintahan Negara. Dalam
melaksanakan tugas tersebut, Kementerian Keuangan
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan
kebijakan di bidang keuangan dan kekayaan
negara;
b. pengelolaan Barang Milik/Kekayaan Negara
yang menjadi tanggung jawab Kementerian
Keuangan;
c. pengawasan atas pelaksanaan tugas di
lingkungan Kementerian Keuangan;
d. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi
atas pelaksanaan urusan Kementerian
Keuangan di daerah;
e. pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala
nasional; dan
f. pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai
ke daerah.
Untuk melaksanakan fungsi tersebut
Kementerian Keuangan dibagi menjadi 11 eselon 1
dan tiap-tiap eselon 1 mempunyai fungsinya sendiri-
sendiri. Berikut disampaikan fungsi dari 5 eselon 1
Kementerian Keuangan yaitu Sekretariat Jenderal,
Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), Direktorat
Jenderal Pajak (DJP), Inspektorat Jenderal (Itjen) dan
Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK).
2.1 Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan
Sebagai penggerak utama penyempurnaan
berkelanjutan menuju terwujudnya visi Kementerian
Keuangan, Sekretariat Jenderal Kementerian
Keuangan menyediakan sasaran-sasaran strategis yang
berwawasan ke depan, menjadi penggerak
kesempurnaan dalam budaya kerja, menyediakan
sumber daya manusia yang terbaik di kelasnya,
membangun sistem informasi manajemen yang
terintegrasi sempurna, dan menyediakan layanan serta
koorporat yang efisien. Sesuai dengan PMK-
184/PMK.01/2010, Sekretariat Jenderal mempunyai
tugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas,
pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi
kepada seluruh unit organisasi di lingkungan
Kementerian Keuangan.
Dalam melaksanakan tugas tersebut Sekretariat
Jenderal menyelenggarakan fungsi:
a. koordinasi kegiatan Kementerian Keuangan;
b. koordinasi dan penyusunan rencana dan
program Kementerian Keuangan;
c. pembinaan dan pemberian dukungan
administrasi yang meliputi ketatausahaan,
kepegawaian, keuangan, kerumahtanggaan,
arsip, dan dokumentasi Kementerian
Keuangan;
d. pembinaan dan penyelenggaraan organisasi
dan tata laksana, kerja sama, dan hubungan
masyarakat;
e. koordinasi dan penyusunan peraturan
perundang-undangan dan bantuan hukum;
f. penyelenggaraan pengelolaan barang
milik/kekayaan negara; dan
g. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh
Menteri Keuangan.
2.2 Direktorat Jenderal Anggaran
Direktorat Jenderal Anggaran berperan utama
dalam merencanakan kebijakan APBN yang sehat,
kredibel, dan berkelanjutan, mewujudkan pengeluaran
negara dan pengamanan keuangan negara yang efektif
dan efisien, mewujudkan penerimaan negara bukan
pajak yang optimal dengan tetap menjaga pelayanan
kepada masyarakat, serta mewujudkan norma dan
sistem penganggaran yang kredibel, transparan, dan
akuntabel. Oleh karena itu dalam PMK-
184/PMK.01/2010 Direktorat Jenderal Anggaran
mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan
kebijakan dan standardisasi teknis di bidang
penganggaran. Dalam melaksanakan tugas dimaksud,
Direktorat Jenderal Anggaran menyelenggarakan
fungsi:
a. perumusan kebijakan di bidang penganggaran;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang
penganggaran;
c. penyusunan norma, standar, prosedur dan
kriteria di bidang penganggaran;
d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang penganggaran; dan
e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal
Anggaran.
2.3 Direktorat Jenderal Pajak
Mengingat fungsinya yang sangat penting dan
merupakan penyumbang 80% penerimaan APBN,
Direktorat Jenderal Pajak memiliki kantor operasional
lebih dari 500 unit dan jumlah pegawai lebih dari
32.000 orang yang tersebar di seluruh penjuru
nusantara, dan merupakan salah satu organisasi besar
3
yang ada dalam lingkungan Kementerian Keuangan.
Direktorat Jenderal Pajak mempunyai tugas
merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan
standardisasi teknis di bidang perpajakan. Dalam
melaksanakan tugas Direktorat Jenderal Pajak
menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan di bidang perpajakan;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang perpajakan;
c. penyusunan norma, standar, prosedur dan
kriteria di bidang perpajakan;
d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang perpajakan; dan
e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal
Pajak.
2.4 Inspektorat Jenderal
Secara garis besar tugas utama Inspektorat
Jenderal adalah melaksanakan pengawasan intern dan
mendorong terwujudnya kepercayaan publik terhadap
Kementerian Keuangan. Inspektorat Jenderal
berfungsi menjadi unit audit internal terbaik yang
profesional dan berintegritas untuk meningkatkan
kepercayaan publik terhadap Kementerian Keuangan.
Berdasarkan PMK-184/PMK.01/2010 Inspektorat
Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan
intern di lingkungan Kementerian Keuangan. Dalam
melaksanakan tugas dimaksud, Inspektorat Jenderal
menyelenggarakan fungsi:
a. penyiapan perumusan kebijakan pengawasan
intern di lingkungan Kementerian Keuangan;
b. pelaksanaan pengawasan intern di lingkungan
Kementerian Keuangan terhadap kinerja dan
keuangan melalui audit, reviu, evaluasi,
pemantauan, dan kegiatan pengawasan
lainnya;
c. pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu
atas penugasan Menteri Keuangan;
d. penyusunan laporan hasil pengawasan di
lingkungan Kementerian Keuangan; dan
e. pelaksanaan administrasi Inspektorat Jenderal.
2.5 Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan
Pada dasarnya yang menjadi inti rencana dan
aktivitas BPPK adalah tentang pelayanan prima di
bidang pendidikan dan pelatihan. Badan Pendidikan
dan Pelatihan Keuangan (BPPK) bertugas
memberikan layanan sebaik-baiknya di bidang
pendidikan, pelatihan dan pengembangan seluruh
pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan untuk
memperlancar pencapaian visi dan misi Kementerian
Keuangan. Berdasarkan PMK-184/PMK.01/2010
tentang Organsisasi dan Tata Kerja di Kementerian
Keuangan, BPPK mempunyai tugas melaksanakan
pendidikan dan pelatihan di bidang keuangan negara.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud,
BPPK menyelenggarakan fungsi:
a. penyusunan kebijakan teknis, rencana dan
program pendidikan dan pelatihan di bidang
keuangan negara;
b. pelaksanaan pendidikan dan pelatihan di
bidang keuangan negara;
c. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan
pelaksanaan pendidikan dan pelatihan di
bidang keuangan negara; dan
d. pelaksanaan administrasi Badan Pendidikan
dan Pelatihan Keuangan.
3. RISIKO
Menurut Peraturan Menteri Keuangan nomor
PMK-191/PMK.09/2008 tentang Manajemen Risiko,
yang dimaksud dengan risiko adalah segala sesuatu
yang berdampak negatif terhadap pencapaian tujuan
yang diukur berdasarkan kemungkinan dan
dampaknya. Jenis risiko dibagi menjadi 2 (dua) yaitu
risiko bahaya fisik dan risiko bahaya mental. Risiko
bahaya fisik dapat berupa kecelakaan yang
menimbulkan cacat terhadap anggota tubuh atau
meninggal dunia. Sementara risiko bahaya mental
dapat berupa terganggunya mental atau kejiwaan
seorang pegawai. Selain risiko bahaya fisik dan
mental, risiko dapat pula diuraikan menjadi risiko
operasional dan risiko fiskal. Risiko operasional
adalah risiko suatu jabatan yang mengakibatkan tidak
dapat beroperasinya jabatan lain. Risiko fiskal adalah
risiko suatu jabatan yang secara tidak langsung
mengakibatan kerugian negara. Selain pembagian
jenis-jenis risiko yang disebutkan di atas, Berdasarkan
PMK-191/PMK.09/2008 tentang manajemen risiko,
risiko juga diklasifikasikan menjadi 5 (lima), yaitu:
1. Risiko strategik dan kebijakan, adalah segala
risiko yang disebabkan atau yang timbul
karena perubahan kebijakan lingkungan kerja
pengawasan, seperti perubahan kebijakan
yang diambil unit Eselon I sebagai respon
terhadap perubahan kebijakan lingkungan
pengawasan tersebut.
2. Risiko finansial, merupakan segaa risiko yang
disebabkan oleh kegagalan pihak ketiga dalam
memenuhi kewajiban terhadap unit Eselon I.
3. Risiko operasional, merupakan risiko yang
disebabkan oleh kegagalan pada orang, proses,
dan sistem di unit Eselon I, faktor eksternal,
dan risiko yang ditimbulkan oleh aspek-aspek
legal.
4. Risiko kepatuhan, merupakan risiko yang
disebabkan oleh tidak dipatuhi atau tidak
dilaksanakannya peraturan perundang-
undangan dan ketentuan lain yang berlaku.
5. Risiko fraud, merupakan risiko yang
disebabkan oleh adanya kecurangan.
Berikut dijelaskan mengenai risiko-risiko
yang kemungkinan bisa terjadi di masing-masing
eselon 1 Kementerian Keuangan sesuai dengan yang
tertuang pada Laporan Penerapan Manajemen Risiko.
3.1 Sekretariat Jenderal
Sekretariat Jenderal sebagai unit pendukung
dalam melaksanakan tugas dan fungsi Kementerian
Keuangan, selain itu juga sebagai penggerak utama
dalam pelaksanaan reformasi birokrasi di Kementerian
4
Keuangan. Risiko yang muncul dalam pelaksanaan
tugas dan fungsi, antara lain:
a) Pemberian hadiah barang/jasa kepada PNS
baik pejabat/pegawai terkait tugas dan fungsi
Sekretariat Jenderal dalam melaksanakan
pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil
(CPNS) di lingkungan Kementerian
Keuangan.
b) Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi
pengelolaan barang milik/kekayaan negara
dimungkinkan terjadinya penyelewengan
penggunaan/pemanfaatan barang milik/
kekayaan negara untuk kepentingan pribadi
maupun golongan tertentu.
c) Berkenaan dengan tugas dan fungsi
koordinasi dan penyusunan rencana dan
program Kementerian Keuangan,
dimungkinkan adanya penyalahgunaan
wewenang dalam penyusunan rencana dan
program Kementerian Keuangan untuk
kepentingan pribadi atau golongan tertentu.
d) Dalam tugas dan fungsi koordinasi dan
penyusunan peraturan perundang-undangan
dan bantuan hukum, Sekretariat Jenderal
sebagai koordinator merupakan pintu masuk
dan pintu keluar terkait informasi peraturan
perundang-undangan di bidang keuangan
negara yang akan ditetapkan oleh pejabat
berwenang. Risiko yang dimungkinkan
muncul terkait dengan bocornya informasi
rancangan peraturan terkait sebelum
ditetapkan, padahal rancangan peraturan yang
sifatnya rahasia malah menjadi rahasia
umum.
e) Dalam rangka tugas dan fungsi terkait
pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh
Menteri Keuangan, dimungkinkan ada
beberapa tugas yang diberikan tidak sesuai
dengan tugas dan fungsi Sekretariat Jenderal,
misalnya saja acara-acara pribadi dari
Menteri maupun keluarga yang
penyelenggaraannya dibebankan kepada
anggaran kementerian.
3.2 Direktorat Jenderal Anggaran
Risiko yang dapat timbul dalam pelaksanaan
tugas dan fungsi ASN di lingkungan Direktorat
Jenderal Anggaran yaitu:
a) Kurang optimalnya pelaksanaan pelayanan
publik baik kepada masyarakat, kementerian
negara/ lembaga lain, maupun pihak-pihak
terkait.
b) Apabila semua kepentingan pihak-pihak terkait
yang dianggap tidak sesuai dengan tata kelola
pemerintahan yang baik diakomodasi, maka
potensi kerugian negara akan sangat
dimungkinkan terjadi.
c) Munculnya tuntutan dari masyarakat ataupun
pihak-pihak terkait yang dirugikan, baik tuntutan
secara pidana maupun perdata yang dapat diikuti
dengan tuntutan ganti rugi.
d) Adanya potensi kerugian negara dikarenakan
salahnya penerapan peraturan.
e) Adanya kesalahan yang akan dilakukan oleh
pelaksana kebijakan karena sering adanya
pergantian peraturan.
f) Kegiatan penyerapan anggaran yang terhambat.
3.3 Direktorat Jenderal Pajak
Di dalam Laporan Penerapan Manajemen
Risiko yang diterapkan di DJP dijelaskan bahwa ada
36 risiko utama yang bisa terjadi di Kantor Pelayanan
Pajak, risiko tersebut adalah :
1. Kolusi antara pemeriksa pajak dan Wajib Pajak
2. Kolusi antara pegawai dan Wajib Pajak
3. Pemeriksaan tidak efektif
4. Profil Wajib Pajak tidak dapat dimanfaatkan
5. Tingkat kepatuhan Wajib Pajak rendah
6. Pemeriksaan tidak sesuai standar
7. Tindakan penagihan aktif tidak maksimal
8. Kurangnya kualitas SDM di bidang pelayanan
9. Manajemen risiko tidak berjalan optimal
10. Perencanaan anggaran tidak selaras dengan
perencanaan kegiatan
11. Penggalian potensi berbasis mapping dan
profiling tidak optimal
12. Kolusi antara petugas Pelayanan dan Wajib
Pajak
13. Kolusi antara petugas penagihan pajak dan Wajib
Pajak
14. Kolusi dalam penggunaan anggaran
15. Penolakan dari Wajib Pajak
16. Pelaksanaan anggaran tidak efektif
17. Sasaran ekstensifikasi masih terbatas pada Wajib
Pajak Orang Pribadi
18. Strategi kehumasan tidak efektif
19. Belum optimalnya program peningkatan
kapasitas pegawai
20. Pelaksanaan ekstensifikasi tidak optimal
21. Pelaksanaan penagihan tidak optimal
22. Mapping tidak dapat dimanfaatkan
23. Tindak lanjut Wajib Pajak hasil ekstensifikasi
tidak optimal
24. Pelaksanaan pendataan dan penilaian Objek
Pajak tidak optimal
25. Penatausahaan piutang pajak tidak optimal
26. Kualitas pelayanan rendah
27. Sosialisasi dan kehumasan tidak efektif
28. Pelayanan yang diberikan ke Wajib Pajak tidak
sama
29. Kurang optimalnya dukungan teknologi
informasi untuk pelayanan
30. Kurang optimalnya dukungan teknologi
informasi untuk pelaksanaan mapping dan
profiling
31. Terdapat Wajib Pajak hasil ekstensifikasi yang
tidak potensial
5
32. Rendahnya kemauan pegawai untuk
meningkatkan kompetensi dan kapasitasnya
33. Tingkat kepuasaan Wajib Pajak atas pelayanan
perpajakan rendah
34. Perencanaan dan pelaksanaan sosialisasi tidak
tepat
35. Kurang efektifnya penanganan pengaduan
36. Pelaporan anggaran tidak efektif
3.4 Inspektorat Jenderal
Sebagaimana kita ketahui bahwa posisi
jabatan Inspektor Jenderal Kementerian Keuangan
adalah dibawah Menteri Keuangan. Sehingga ada
kemungkinan risiko hasil pengawasan Inpektorat
Jenderal tidak sesuai dengan keinginan Menteri atau
tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku. Jadi ada konflik kepentingan antara
mengikuti atasan atau mengikuti ketentuan perundang-
undangan.
3.5 Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan
Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan di
dalam Piagam Kebijakan Komite Manajemen Risiko
BPPK, telah menetapkan Kebijakan Komite
Manajemen Risiko BPPK seagai berikut:
1. Bahwa 5 risiko kunci BPPK untuk Semester
I/2014 adalah:
a. Usulan legalitas kelembagaan STAN belum
sesuai dengan peraturan perundangan terkait.
b. PMK Nomor 37/PMK.012/2014 tentang IKD
belum tersosialisasi kepada users.
c. BPPK tidak berhasil mempertahankan
sertifikasi ISO 9001:2008.
d. Penerapan kebijakan IT kediklatan tidak
sesuai rencana.
e. BMN tidak aman secara administratif, legal,
atau fisik (Sengketa Hukum di Lokasi
Pusdiklat Keuangan Umum)
2. Bahwa dalam rangka penetapan selera risiko
BPPK, mitigasi risiko dilakukan terhadap risiko
dengan level ‘Tinggi’ dan ‘Sedang’.
4. HAMBATAN
Hambatan memiliki pengertian suatu hal
yang bersifat melemahkan atau menghalangi secara
tidak konsepsional yang berasal dari dalam. Dalam
menjalankan tugas dan fungsinya pasti akan terjadi
hambatan yang bisa mencegah tercapainya tujuan
suatu organisasi termasuk di Kementerian Keuangan.
Pada masing-masing eselon 1 tentu memiliki
hambatan yang berbeda-beda karena masing-masing
mempunyai tugas dan fungsi yang berbeda. Hambatan
di Kementerian Keuangan bisa dijelaskan sebagai
berikut :
4.1 Sekretariat Jenderal
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi PNS di
Sekretariat Jenderal, ada beberapa hambatan yang
muncul yang bisa menghambat pencapaian tujuan dari
organisasi.
a) Pandangan dari unit eselon I di Kementerian
Keuangan yang masih menilai Sekretariat Jenderal
sebagai unit pendukung untuk memberikan pelayanan
bagi unit Eselon I Sekretariat Jenderal, hal ini
menyebabkan kurang berkembangnya Sekretariat
Jenderal yang diharapkan menjadi penggerak utama
dalam pencapaian visi dan misi Kementerian
Keuangan, namun tidak melupakan tugas dan fungsi
dalam memberikan pelayanan kepada unit Eselon I di
Sekretariat Jenderal.
b) Sistem penerapan reward dan punishment di
lingkungan Sekretariat Jenderal yang belum optimal.
Sistem punishment yang lebih diterapkan
dibandingkan dengan sistem reward, hal ini
mengakibatkan para PNS cenderung lebih
menghindari pelanggaran agar tidak terkena hukuman
daripada memberikan kinerja lebih, karena sistem
reward belum diterapkan. Para PNS berpikiran bahwa
kerja dengan hasil kinerja yang biasa maupun yang
melebihi target akan mendapatkan pendapatan/gaji
yang sama.
c) Pembinaan terkait dengan urusan
kepegawaian di lingkungan Sekretariat Jenderal yang
dilimpahkan kepada masing-masing unit Eselon II,
menyebabkan timbulnya berbagai pemahaman yang
berbeda-beda di kalangan pegawai Sekretariat
Jenderal.
4.2 Direktorat Jenderal Anggaran
Adapun hambatan yang melekat pada ASN
ketika menjalankan tugas dan fungsi organisasi di
lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran sebagai
berikut:
a) Seringkali rumusan kebijakan yang telah
ditetapkan tumpang tindih dengan kebijakan
yang telah ditetapkan kementerian negara
lainnya atau bahkan antar eselon I di lingkungan
kementerian keuangan.
b) Mulai dilaksanakannya pelaporan keuangan
berprinsip akrual mulai 2015 yang belum diikuti
kesiapan satker-satker di bawah.
c) Apabila ASN Inspektorat Jenderal lalai dalam
menjalankan pengawasan intern atas tugas yang
telah dilaksanakan, dimungkinkan adanya
kesalahan yang berulang dari pelaksana
kebijakan pada satu kegiatan yang serupa.
d) Apabila ASN DJA tidak melakukan bimbingan
teknis, pemantauan, dan evaluasi, maka
penyelewengan atas anggaran sangat terbuka
lebar.
4.3 Direktorat Jenderal Pajak
Dalam hal pencapaian target penerimaan pajak,
Direktorat Jenderal Pajak menghadapi beberapa
hambatan sebagai berikut :
6
1. Berbagai peraturan pelaksanaan undang-undang
yang sering kali tidak konsisten dengan undang-
undangnya.
2. Database yang masih jauh dari standar
Internasional.
3. Lemahnya penegakan hukum (law enforcement)
terhadap kepatuhan membayar pajak bagi
penyelenggara negara.
4. Kurangnya atau tidak adanya kesadaran
masyarakat.
5. Direktorat Jendral Pajak (DJP) mengaku
kesulitan mendapatkan data keuangan pada
obyek pajak orang pribadi (OP).
4.4 Inspektorat Jenderal
Sebagaimana kita ketahui, Inspektorat
Jenderal kurang independen dalam fungsinya sebagai
pengawas internal suatu kementerian termasuk hal-
hal yang bisa berkaitan dengan korupsi terlebih jika
ada kemungkinan melibatkan sang menteri atau
merusak citra kementerian. Padahal independensi
merupakan hal yang penting dalam pengawasan.
Akan berbeda hasil pengawasan antara yang
dihasilkan oleh pengawas yang independen dengan
pengawas yang kurang atau tidak independen.
Mungkin inilah alasan-alasan mengapa hingga
Oktober 2013 Direktorat Pengaduan masyarakat KPK
hanya menerima 12 (dua belas) informasi dari
Inspektorat Jenderal Kementerian/Lembaga berupa
laporan hasil audit kinerja dan audit investigasi.
4.5 Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Badan
Pendidikan dan Pelatihan Keuangan mengalami
beberapa hambatan, antara lain:
a. Masih terbatasnya jumlah dan kompetensi
widyaiswara (pengajar), terutama yang bertugas
di daerah.
b. Masih adanya kekosongan jabatan Kepala BPPK
dalam 2 tahun ini, sehingga akan berpengaruh
terhadap tingkat relevansi kebijakan dan
pengambilan keputusan.
c. Satuan kerja Balai Diklat di daerah belum
terstandarisasi ISO.
d. Mutasi pegawai yang bertugas di bidang tertentu.
e. Penghematan anggaran yang ada, telah
menghapuskan program diklat yang telah
direncanakan di dokumen anggaran.
f. Rentang kendali yang masih rendah atas tindak
lanjut hasil diklat.
g. Peserta yang ditugaskan untuk mengikuti diklat,
kurang memahami substansi penugasan diklat itu
sendiri.
h. Unit eselon I lainnya masih menyelenggaran
pengembangan SDM berupa diklat dan
pendidikan formal.
5. LANGKAH-LANGKAH YANG DIAMBIL
KEMENTERIAN KEUANGAN DALAM
MENGATASI HAMBATAN DAN RISIKO
Dalam rangka mengatasi hambatan-hambatan
yang ada, Kementerian Keuangan membuat
berbagai kebijakan, antara lain:
1. Sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 53
Tahun 2010 tentang Disiplin PNS
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010
merupakan akar dari segala peraturan
mengenai disiplin PNS, dan berlaku untuk
semua PNS, baik PNS Pusat maupun PNS
Daerah. Peraturan tersebut memuat 17
kewajiban PNS dan 15 larangan PNS.
Dijelaskan pula mengenai hukuman disiplin
yang dapat dijatuhkan pada PNS, meliputi
hukuman disiplin ringan, hukuman disiplin
sedang, dan hukuman disiplin berat.
2. Penguatan Kode Etik PNS Kementerian
Keuangan
Kode Etik PNS adalah pedoman sikap,
tingkah laku, dan perbuatan PNS dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsi serta
pergaulan hidup sehari-hari pada tiap unit
Eselon I. Pedoman Penyusunan dan Penetapan
Kode Etik PNS Kementerian Keuangan
tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 29/PMK.01/2007 tentang Pedoman
Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil Di
Lingkungan Departemen Keuangan
sebagaimana telah diubah dan ditambah
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
71/PMK. 01/2007, dalam peraturan tersebut
disebutkan bahwa tiap unit Eselon I di
lingkungan Kementerian Keuangan wajib
menyusun kode etik. Tujuan dari penyusunan
kode etik tersebut adalah untuk meningkatkan
disiplin PNS, menjamin terpeliharanya tata
tertib, menjamin kelancaran pelaksanaan tugas
kondusif, menciptakan dan memelihara
kondisi kerja profesional, dan meningkatkan
citra dan kinerja PNS.
3. Pembentukan dan Sosialisasi Nilai-Nilai
Kementerian Keuangan
Nilai-nilai Kementerian Keuangan merupakan
hasil peleburan dan kesepakatan dari seluruh
nilai-nilai yang diterapkan masing-masing unit
Eselon I Kementerian Keuangan, dimana
sebelumnya tiap unit memiliki nilai-nilai
sendiri. Nilai-nilai Kementerian Keuangan
sudah dicetuskan oleh Menteri Keuangan
beserta jajaran eselon I dan II pada akhir bulan
Juli 2011, yang kemudian disosialisasikan
kepada seluruh unit kerja di lingkungan
kementerian keuangan. Nilai-nilai
Kementerian Keuangan tediri atas:
a) Integritas: Berpikir, berkata, berperilaku
dan bertindak dengan baik dan benar serta
memegang teguh kode etik dan prinsip-
prinsip moral;
b) Profesionalsime: Bekerja tuntas dan
akurat atas dasar kompetensi terbaik
7
dengan penuh tanggung jawab dan
komitmen yang tinggi;
c) Sinergi: Membangun dan memastikan
hubungan kerjasama internal yang
produktif serta kemitraan yang harmonis
dengan para pemangku kepentingan,
untuk menghasilkan karya yang
bermanfaat dan berkualitas;
d) Pelayanan: Memberikan layanan yang
memenuhi kepuasan pemangku
kepentingan yang dilakukan dengan
sepenuh hati, transparan, cepat, akurat dan
aman;
e) Kesempurnaan: Senantiasa melakukan
upaya perbaikan di segala bidang untuk
menjadi dan memberikan yang terbaik.
Nilai-nilai Kementerian Keuangan menjadi
dasar dan pondasi bagi institusi Kementerian
Keuangan, Pimpinan, dan seluruh pegawainya
dalam mengabdi, bekerja, dan bersikap.
4. Budaya Kerja Kementerian Keuangan
Dalam rangka internalisasi dan implementasi
Nilai-Nilai Kementerian Keuangan maka
disusunlah budaya kerja Kementerian
Keuangan yang meliputi:
a) Satu Informasi Setiap Hari dimaksudkan
untuk mendorong seluruh Pegawai di
Kementerian Keuangan mmencari
informasi yang positif dan membaginya
(sharing) dengan Pegawai Kementerian
Keuangan lainnya untuk pengetahuan
bersama;
b) Dua Menit Sebelum Jadual dimaksudkan
untuk melatih, membiasakan dan
menumbuhkan kedisiplinan seluruh
Pegawai Kementerian Keuangan dengan
hadir di ruang/tempat rapat 2 (dua) menit
sebelum rapat di mulai sesuai jadual, guna
meningkatkan efektifitas dan efisiensi
rapat;
c) Tiga Salam Setiap Hari dimaksudkan
untuk mendorong seluruh Pegawai
Kementerian Keuangan terbiasa
memberikan pelayanan terbaik dan
bersikap sopan serta santun, dengan
memberikan salam sesuai dengan
waktunya, yaitu selamat pagi, selamat
siang dan selamat sore;
d) Rencanakan, Kerjakan, Monitor dan
Tindaklanjuti dimaksudkan agar seluruh
Pegawai Kementerian Keuangan dalam
melaksanakan tugas sehari-hari
menerapkan etos kerja dan prinsip
manajemen/organisasi yang baik, dengan
senantiasa membuat perencanaan terlebih
dahulu, mengerjakan hingga tuntas,
memantau dan mengevaluasi proses dan
hasil terhadap sasaran dan spesifikasi dan
melaporkan hasilnya, dan menindaklanjuti
hasil untuk membuat perbaikan;
e) Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin
dimaksudkan untuk mendorong
tumbuhnya kesadaran, keyakinan, dan
kepedulian Pegawai Kementerian
Keuangan akan pentingnya penataan
ruang kantor dan dokumen kerja yang
ringkas, rapi, resik/bersih melalui
perawatan yang dilakukan secara rutin,
agar tercipta lingkungan kerja yang
nyaman guna meningkatkan etos kerja
dan semangat berkarya.
5. Manajemen Risiko di Kementerian Keuangan
Risiko yang timbul dari tugas dan fungsi
Kementerian Keuangan dapat dikendalikan
dengan penanganan yang tepat. Proses
tersebut dapat dilakukan dengan melakukan
manajemen risiko. Pelaksanaan manajemen
risiko harus dilakukan oleh setiap unit eselon I
di lingkungan kementerian keuangan, dimana
prosesnya terdiri dari :
a. Penetapan konteks yang dilakukan dengan
cara menjabarkan latar belakang, ruang
lingkup, tujuan, dan kondisi lingkungan
pengendalian dimana manajemen risiko
akan
b. Identifikasi risiko dilakukan dengan cara
mengidentifikasi lokasi, waktu, sebab dan
proses terjadinya peristiwa risiko yang
dapat menghalangi, menurunkan,
ataumenunda tercapainya sasaran unit
Eselon I.
c. Analisis risiko yang dilakukan dengan
cara mencermati sumber risiko dan
tingkat pengendalian yang ada serta
dilanjutkan dengan menilai risiko dari sisi
konsekuensi dan kemungkinan terjadinya.
d. Evaluasi risiko yang dilakukan untuk
pengambilan keputusan mengenai perlu
tidaknya dilakukan penanganan risiko
lebih lanjut serta prioritas penanganannya.
e. Penanganan risiko yaitu dilakukan dengan
mengidentifikasi berbagai opsi
penanganan risiko yang tersedia dan
memutuskan opsi penanganan risiko yang
terbaik yang dilanjutkan dengan
pengembangan rencana mitigasi risiko.
f. Monitoring dan reviu dilakukan dengan
cara memantau efektivitas rencana
penanganan risiko, strategi, dan sistem
manajemen risiko.
g. Komunikasi dan konsultasi dengan cara
mengembangkan komunikasi kepada
stakeholder internal maupun eksternal.
6. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kementerian Keuangan menempati poosisi
strategis karena sebagian besar aspek
perekonomian negara berhubungan langsung
dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh
Kementerian Keuangan.
8
2. Tugas dan fungsi Kementerian Keuangan beserta
unit eselon I terdapat di Peraturan Menteri
Keuangan nomor 184/PMK.01/2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Keuangan.
3. Risiko adalah segala sesuatu yang berdampak
negatif terhadap pencapaian tujuan yang diukur
berdasarkan kemungkinan dan dampaknya.
Risiko ini berbeda-beda untuk setiap eselon I
karena perbedaan tugas dan fungsi.
4. Hambatan memiliki pengertian suatu hal yang
bersifat melemahkan atau menghalangi secara
tidak konsepsional yang berasal dari dalam.
5. Langkah-langkah untuk mengatasi risiko dan
hambatan yang dilakukan oleh Kementerian
Keuangan adalah sosialisasi Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang
Disiplin PNS, penguatan Kode Etik PNS
Kementerian Keuangan, pembentukan dan
Sosialisasi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan,
Budaya Kerja Kementerian Keuangan, dan
Manajemen Risiko di Kementerian Keuangan.
DAFTAR REFERENSI:
[1] http://www.reform.kemenkeu.go.id/mainmenu.
php?module=profil (diakses tanggal 20
Oktober 2014)
[2] Peraturan Menteri Keuangan nomor
184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Keuangan
[3] Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK-
191/PMK.09/2008 tentang Manajemen Risiko
[4] Sarimah, Ucok. (2008). Etika Profesi Pegawai
Negeri Sipil Departemen Keuangan R.I. Jakarta
: Departemen Keuangan Republik Indonesia,
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
[5] _____,_____. (2008). Etika Profesi Pegawai
Negeri Sipil Departemen Keuangan R.I. Jakarta
: Departemen Keuangan Republik Indonesia,
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara