paper seminar antikorupsi - kel iii

8
1 TUGAS POKOK DAN FUNGSI KEMENTERIAN KEUANGAN (SETJEN, DJA, DJP, ITJEN, BPPK) Andry Kurniawan Mulyono 1) , Fahmy Krisnamurti Krida Laksana 2) , Jatmiko Edhi Suminar 3) , Prisma Ari Ambara 4) , Puput Waryanto 5) 1) Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Tangerang Selatan Email: [email protected] 2) Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Tangerang Selatan Email: [email protected] 3) Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Tangerang Selatan Email: [email protected] 4) Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Tangerang Selatan Email: [email protected] 5) Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Tangerang Selatan Email: [email protected] Abstrak Kementerian Keuangan merupakan salah satu kementerian yang berada di pemerintahan dan memiliki posisi strategis. Kementerian Keuangan memiliki tugas menyelenggarakan urusan di bidang keuangan dan kekayaan negara dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Kementerian Keuangan memiliki struktur organisasi yang paling besar jika dibandingkan dengan kementerian lain. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya Kementerian Keuangan dibagi menjadi 11 eselon 1 yaitu Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB), Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU), Inspektorat Jenderal (Itjen), Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK). Namun dalam tulisan ini penulis hanya menguraikan tugas, fungsi, risiko dan hambatan dari 5 eselon 1 saja yaitu Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Inspektorat Jenderal (Itjen) dan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK). Kata Kunci: Tugas dan Fungsi, Risiko, Hambatan 1. PENDAHULUAN Tulisan ini akan memaparkan tentang tugas dan fungsi (tusi) dari setiap unit eselon I di Kementerian Keuangan setelah reformasi organisasi. Akan dibahas juga mengenai hambatan dan risiko dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, serta langkah-langkah yang diambil untuk mengatasi hambatan dan risiko tersebut. Kementerian Keuangan menempati posisi strategis dan sangat penting karena sebagian besar aspek perekonomian negara berhubungan langsung dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan. Kebijakan tersebut meliputi perencanaan, penyusunan, dan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), perpajakan, kepabeanan dan cukai, pengelolaan kekayaan negara, perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta pengelolaan utang. Kementerian. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi mengenai tugas dan fungsi (tusi) PNS di Kementerian Keuangan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK- 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan. Makalah juga akan membahas mengenai hambatan dan risiko yang dihadapi dalam melaksanakan tugas dan fungsi PNS di Kementerian Keuangan. Pemahaman yang lebih detail mengenai tugas dan fungsi dari unit eselon I yang ada di Kementerian Keuangan diharapkan dapat diperoleh setelah membaca makalah ini. Beberapa hambatan yang ditemui antara lain masalah geografis dimana Kementerian Keuangan memiliki kantor vertikal di seluruh Indonesia, sistem informasi, dan kesejahteraan dimana hal tersebut dapat mempengaruhi integritas dan kinerja seorang pegawai. Risiko yang dihadapi juga sangat beragam, mulai dari benturan kepentingan stakeholders, hingga yang masalah korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tulisan ini akan mencoba menguraikan hambatan dan risiko tersebut di atas, serta memaparkan langkah-langkah yang diambil oleh Kementerian Keuangan. 2. LANDASAN TEORI Dalam sebuah organisasi salah satu modal yang paling penting adalah sumber daya manusia (SDM), termasuk juga Kementerian Keuangan sebagai organisasi yang sangat besar sangat tergantung pada kualitas individu pegawainya yaitu Pegawai Negeri Sipil Kementerian Keuangan. Sedangkan pengertian Pegawai Negeri sendiri menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 8 Tahun 1974

Upload: puput-waryanto

Post on 23-Dec-2015

50 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Pemeberantasan Korupsi

TRANSCRIPT

Page 1: Paper Seminar Antikorupsi - Kel III

1

TUGAS POKOK DAN FUNGSI

KEMENTERIAN KEUANGAN (SETJEN, DJA, DJP, ITJEN, BPPK)

Andry Kurniawan Mulyono

1), Fahmy Krisnamurti Krida Laksana

2),

Jatmiko Edhi Suminar3)

, Prisma Ari Ambara4)

, Puput Waryanto5)

1) Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Tangerang Selatan

Email: [email protected]

2) Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Tangerang Selatan

Email: [email protected]

3) Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Tangerang Selatan

Email: [email protected]

4) Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Tangerang Selatan

Email: [email protected]

5) Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Tangerang Selatan

Email: [email protected]

Abstrak – Kementerian Keuangan merupakan salah satu kementerian yang berada di pemerintahan dan

memiliki posisi strategis. Kementerian Keuangan memiliki tugas menyelenggarakan urusan di bidang keuangan

dan kekayaan negara dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan

negara. Kementerian Keuangan memiliki struktur organisasi yang paling besar jika dibandingkan dengan

kementerian lain. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya Kementerian Keuangan dibagi menjadi 11 eselon 1

yaitu Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat

Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB), Direktorat Jenderal Kekayaan

Negara (DJKN), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang

(DJPU), Inspektorat Jenderal (Itjen), Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan Badan Pendidikan dan Pelatihan

Keuangan (BPPK). Namun dalam tulisan ini penulis hanya menguraikan tugas, fungsi, risiko dan hambatan dari

5 eselon 1 saja yaitu Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), Direktorat Jenderal Pajak (DJP),

Inspektorat Jenderal (Itjen) dan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK).

Kata Kunci: Tugas dan Fungsi, Risiko, Hambatan

1. PENDAHULUAN

Tulisan ini akan memaparkan tentang tugas dan

fungsi (tusi) dari setiap unit eselon I di Kementerian

Keuangan setelah reformasi organisasi. Akan dibahas

juga mengenai hambatan dan risiko dalam

pelaksanaan tugas dan fungsi, serta langkah-langkah

yang diambil untuk mengatasi hambatan dan risiko

tersebut.

Kementerian Keuangan menempati posisi

strategis dan sangat penting karena sebagian besar

aspek perekonomian negara berhubungan langsung

dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian

Keuangan. Kebijakan tersebut meliputi perencanaan,

penyusunan, dan pengelolaan Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara (APBN), perpajakan, kepabeanan

dan cukai, pengelolaan kekayaan negara, perimbangan

keuangan pusat dan daerah, serta pengelolaan utang.

Kementerian.

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk

memberikan informasi mengenai tugas dan fungsi

(tusi) PNS di Kementerian Keuangan berdasarkan

Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK-

184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Kementerian Keuangan. Makalah juga akan

membahas mengenai hambatan dan risiko yang

dihadapi dalam melaksanakan tugas dan fungsi PNS di

Kementerian Keuangan. Pemahaman yang lebih detail

mengenai tugas dan fungsi dari unit eselon I yang ada

di Kementerian Keuangan diharapkan dapat diperoleh

setelah membaca makalah ini.

Beberapa hambatan yang ditemui antara lain

masalah geografis dimana Kementerian Keuangan

memiliki kantor vertikal di seluruh Indonesia, sistem

informasi, dan kesejahteraan dimana hal tersebut dapat

mempengaruhi integritas dan kinerja seorang pegawai.

Risiko yang dihadapi juga sangat beragam, mulai dari

benturan kepentingan stakeholders, hingga yang

masalah korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tulisan ini

akan mencoba menguraikan hambatan dan risiko

tersebut di atas, serta memaparkan langkah-langkah

yang diambil oleh Kementerian Keuangan.

2. LANDASAN TEORI

Dalam sebuah organisasi salah satu modal yang

paling penting adalah sumber daya manusia (SDM),

termasuk juga Kementerian Keuangan sebagai

organisasi yang sangat besar sangat tergantung pada

kualitas individu pegawainya yaitu Pegawai Negeri

Sipil Kementerian Keuangan. Sedangkan pengertian

Pegawai Negeri sendiri menurut Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 tentang

perubahan atas Undang-Undang nomor 8 Tahun 1974

Page 2: Paper Seminar Antikorupsi - Kel III

2

tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai Negeri

adalah setiap warga Negara Republik Indonesia yang

telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh

pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam

suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara

lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Dalam Pasal 3 disebutkan

juga bahwa Pegawai Negeri berkedudukan sebagai

unsur aparatur negara yang bertugas untuk

memberikan pelayanan kepada masyarakat secara

profesional, jujur, adil, dan merata dalam

penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan

pembangunan. Adapun Pegawai Negeri itu sendiri

terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS); Anggota

Tentara Nasional Indonesia; dan Anggota Kepolisian

Republik Indonesia. Selanjutnya PNS dibagi menjadi

PNS Pusat dan PNS Daerah.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan

nomor PMK-184/PMK.01/2010 tentang Organisasi

dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, tugas

Kementerian Keuangan adalah menyelenggarakan

urusan di bidang keuangan dan kekayaan negara

dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam

menyelenggarakan pemerintahan Negara. Dalam

melaksanakan tugas tersebut, Kementerian Keuangan

menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:

a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan

kebijakan di bidang keuangan dan kekayaan

negara;

b. pengelolaan Barang Milik/Kekayaan Negara

yang menjadi tanggung jawab Kementerian

Keuangan;

c. pengawasan atas pelaksanaan tugas di

lingkungan Kementerian Keuangan;

d. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi

atas pelaksanaan urusan Kementerian

Keuangan di daerah;

e. pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala

nasional; dan

f. pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai

ke daerah.

Untuk melaksanakan fungsi tersebut

Kementerian Keuangan dibagi menjadi 11 eselon 1

dan tiap-tiap eselon 1 mempunyai fungsinya sendiri-

sendiri. Berikut disampaikan fungsi dari 5 eselon 1

Kementerian Keuangan yaitu Sekretariat Jenderal,

Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), Direktorat

Jenderal Pajak (DJP), Inspektorat Jenderal (Itjen) dan

Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK).

2.1 Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan

Sebagai penggerak utama penyempurnaan

berkelanjutan menuju terwujudnya visi Kementerian

Keuangan, Sekretariat Jenderal Kementerian

Keuangan menyediakan sasaran-sasaran strategis yang

berwawasan ke depan, menjadi penggerak

kesempurnaan dalam budaya kerja, menyediakan

sumber daya manusia yang terbaik di kelasnya,

membangun sistem informasi manajemen yang

terintegrasi sempurna, dan menyediakan layanan serta

koorporat yang efisien. Sesuai dengan PMK-

184/PMK.01/2010, Sekretariat Jenderal mempunyai

tugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas,

pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi

kepada seluruh unit organisasi di lingkungan

Kementerian Keuangan.

Dalam melaksanakan tugas tersebut Sekretariat

Jenderal menyelenggarakan fungsi:

a. koordinasi kegiatan Kementerian Keuangan;

b. koordinasi dan penyusunan rencana dan

program Kementerian Keuangan;

c. pembinaan dan pemberian dukungan

administrasi yang meliputi ketatausahaan,

kepegawaian, keuangan, kerumahtanggaan,

arsip, dan dokumentasi Kementerian

Keuangan;

d. pembinaan dan penyelenggaraan organisasi

dan tata laksana, kerja sama, dan hubungan

masyarakat;

e. koordinasi dan penyusunan peraturan

perundang-undangan dan bantuan hukum;

f. penyelenggaraan pengelolaan barang

milik/kekayaan negara; dan

g. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh

Menteri Keuangan.

2.2 Direktorat Jenderal Anggaran

Direktorat Jenderal Anggaran berperan utama

dalam merencanakan kebijakan APBN yang sehat,

kredibel, dan berkelanjutan, mewujudkan pengeluaran

negara dan pengamanan keuangan negara yang efektif

dan efisien, mewujudkan penerimaan negara bukan

pajak yang optimal dengan tetap menjaga pelayanan

kepada masyarakat, serta mewujudkan norma dan

sistem penganggaran yang kredibel, transparan, dan

akuntabel. Oleh karena itu dalam PMK-

184/PMK.01/2010 Direktorat Jenderal Anggaran

mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan

kebijakan dan standardisasi teknis di bidang

penganggaran. Dalam melaksanakan tugas dimaksud,

Direktorat Jenderal Anggaran menyelenggarakan

fungsi:

a. perumusan kebijakan di bidang penganggaran;

b. pelaksanaan kebijakan di bidang

penganggaran;

c. penyusunan norma, standar, prosedur dan

kriteria di bidang penganggaran;

d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di

bidang penganggaran; dan

e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal

Anggaran.

2.3 Direktorat Jenderal Pajak

Mengingat fungsinya yang sangat penting dan

merupakan penyumbang 80% penerimaan APBN,

Direktorat Jenderal Pajak memiliki kantor operasional

lebih dari 500 unit dan jumlah pegawai lebih dari

32.000 orang yang tersebar di seluruh penjuru

nusantara, dan merupakan salah satu organisasi besar

Page 3: Paper Seminar Antikorupsi - Kel III

3

yang ada dalam lingkungan Kementerian Keuangan.

Direktorat Jenderal Pajak mempunyai tugas

merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan

standardisasi teknis di bidang perpajakan. Dalam

melaksanakan tugas Direktorat Jenderal Pajak

menyelenggarakan fungsi:

a. perumusan kebijakan di bidang perpajakan;

b. pelaksanaan kebijakan di bidang perpajakan;

c. penyusunan norma, standar, prosedur dan

kriteria di bidang perpajakan;

d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di

bidang perpajakan; dan

e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal

Pajak.

2.4 Inspektorat Jenderal

Secara garis besar tugas utama Inspektorat

Jenderal adalah melaksanakan pengawasan intern dan

mendorong terwujudnya kepercayaan publik terhadap

Kementerian Keuangan. Inspektorat Jenderal

berfungsi menjadi unit audit internal terbaik yang

profesional dan berintegritas untuk meningkatkan

kepercayaan publik terhadap Kementerian Keuangan.

Berdasarkan PMK-184/PMK.01/2010 Inspektorat

Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan

intern di lingkungan Kementerian Keuangan. Dalam

melaksanakan tugas dimaksud, Inspektorat Jenderal

menyelenggarakan fungsi:

a. penyiapan perumusan kebijakan pengawasan

intern di lingkungan Kementerian Keuangan;

b. pelaksanaan pengawasan intern di lingkungan

Kementerian Keuangan terhadap kinerja dan

keuangan melalui audit, reviu, evaluasi,

pemantauan, dan kegiatan pengawasan

lainnya;

c. pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu

atas penugasan Menteri Keuangan;

d. penyusunan laporan hasil pengawasan di

lingkungan Kementerian Keuangan; dan

e. pelaksanaan administrasi Inspektorat Jenderal.

2.5 Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan

Pada dasarnya yang menjadi inti rencana dan

aktivitas BPPK adalah tentang pelayanan prima di

bidang pendidikan dan pelatihan. Badan Pendidikan

dan Pelatihan Keuangan (BPPK) bertugas

memberikan layanan sebaik-baiknya di bidang

pendidikan, pelatihan dan pengembangan seluruh

pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan untuk

memperlancar pencapaian visi dan misi Kementerian

Keuangan. Berdasarkan PMK-184/PMK.01/2010

tentang Organsisasi dan Tata Kerja di Kementerian

Keuangan, BPPK mempunyai tugas melaksanakan

pendidikan dan pelatihan di bidang keuangan negara.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud,

BPPK menyelenggarakan fungsi:

a. penyusunan kebijakan teknis, rencana dan

program pendidikan dan pelatihan di bidang

keuangan negara;

b. pelaksanaan pendidikan dan pelatihan di

bidang keuangan negara;

c. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan

pelaksanaan pendidikan dan pelatihan di

bidang keuangan negara; dan

d. pelaksanaan administrasi Badan Pendidikan

dan Pelatihan Keuangan.

3. RISIKO

Menurut Peraturan Menteri Keuangan nomor

PMK-191/PMK.09/2008 tentang Manajemen Risiko,

yang dimaksud dengan risiko adalah segala sesuatu

yang berdampak negatif terhadap pencapaian tujuan

yang diukur berdasarkan kemungkinan dan

dampaknya. Jenis risiko dibagi menjadi 2 (dua) yaitu

risiko bahaya fisik dan risiko bahaya mental. Risiko

bahaya fisik dapat berupa kecelakaan yang

menimbulkan cacat terhadap anggota tubuh atau

meninggal dunia. Sementara risiko bahaya mental

dapat berupa terganggunya mental atau kejiwaan

seorang pegawai. Selain risiko bahaya fisik dan

mental, risiko dapat pula diuraikan menjadi risiko

operasional dan risiko fiskal. Risiko operasional

adalah risiko suatu jabatan yang mengakibatkan tidak

dapat beroperasinya jabatan lain. Risiko fiskal adalah

risiko suatu jabatan yang secara tidak langsung

mengakibatan kerugian negara. Selain pembagian

jenis-jenis risiko yang disebutkan di atas, Berdasarkan

PMK-191/PMK.09/2008 tentang manajemen risiko,

risiko juga diklasifikasikan menjadi 5 (lima), yaitu:

1. Risiko strategik dan kebijakan, adalah segala

risiko yang disebabkan atau yang timbul

karena perubahan kebijakan lingkungan kerja

pengawasan, seperti perubahan kebijakan

yang diambil unit Eselon I sebagai respon

terhadap perubahan kebijakan lingkungan

pengawasan tersebut.

2. Risiko finansial, merupakan segaa risiko yang

disebabkan oleh kegagalan pihak ketiga dalam

memenuhi kewajiban terhadap unit Eselon I.

3. Risiko operasional, merupakan risiko yang

disebabkan oleh kegagalan pada orang, proses,

dan sistem di unit Eselon I, faktor eksternal,

dan risiko yang ditimbulkan oleh aspek-aspek

legal.

4. Risiko kepatuhan, merupakan risiko yang

disebabkan oleh tidak dipatuhi atau tidak

dilaksanakannya peraturan perundang-

undangan dan ketentuan lain yang berlaku.

5. Risiko fraud, merupakan risiko yang

disebabkan oleh adanya kecurangan.

Berikut dijelaskan mengenai risiko-risiko

yang kemungkinan bisa terjadi di masing-masing

eselon 1 Kementerian Keuangan sesuai dengan yang

tertuang pada Laporan Penerapan Manajemen Risiko.

3.1 Sekretariat Jenderal

Sekretariat Jenderal sebagai unit pendukung

dalam melaksanakan tugas dan fungsi Kementerian

Keuangan, selain itu juga sebagai penggerak utama

dalam pelaksanaan reformasi birokrasi di Kementerian

Page 4: Paper Seminar Antikorupsi - Kel III

4

Keuangan. Risiko yang muncul dalam pelaksanaan

tugas dan fungsi, antara lain:

a) Pemberian hadiah barang/jasa kepada PNS

baik pejabat/pegawai terkait tugas dan fungsi

Sekretariat Jenderal dalam melaksanakan

pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil

(CPNS) di lingkungan Kementerian

Keuangan.

b) Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi

pengelolaan barang milik/kekayaan negara

dimungkinkan terjadinya penyelewengan

penggunaan/pemanfaatan barang milik/

kekayaan negara untuk kepentingan pribadi

maupun golongan tertentu.

c) Berkenaan dengan tugas dan fungsi

koordinasi dan penyusunan rencana dan

program Kementerian Keuangan,

dimungkinkan adanya penyalahgunaan

wewenang dalam penyusunan rencana dan

program Kementerian Keuangan untuk

kepentingan pribadi atau golongan tertentu.

d) Dalam tugas dan fungsi koordinasi dan

penyusunan peraturan perundang-undangan

dan bantuan hukum, Sekretariat Jenderal

sebagai koordinator merupakan pintu masuk

dan pintu keluar terkait informasi peraturan

perundang-undangan di bidang keuangan

negara yang akan ditetapkan oleh pejabat

berwenang. Risiko yang dimungkinkan

muncul terkait dengan bocornya informasi

rancangan peraturan terkait sebelum

ditetapkan, padahal rancangan peraturan yang

sifatnya rahasia malah menjadi rahasia

umum.

e) Dalam rangka tugas dan fungsi terkait

pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh

Menteri Keuangan, dimungkinkan ada

beberapa tugas yang diberikan tidak sesuai

dengan tugas dan fungsi Sekretariat Jenderal,

misalnya saja acara-acara pribadi dari

Menteri maupun keluarga yang

penyelenggaraannya dibebankan kepada

anggaran kementerian.

3.2 Direktorat Jenderal Anggaran

Risiko yang dapat timbul dalam pelaksanaan

tugas dan fungsi ASN di lingkungan Direktorat

Jenderal Anggaran yaitu:

a) Kurang optimalnya pelaksanaan pelayanan

publik baik kepada masyarakat, kementerian

negara/ lembaga lain, maupun pihak-pihak

terkait.

b) Apabila semua kepentingan pihak-pihak terkait

yang dianggap tidak sesuai dengan tata kelola

pemerintahan yang baik diakomodasi, maka

potensi kerugian negara akan sangat

dimungkinkan terjadi.

c) Munculnya tuntutan dari masyarakat ataupun

pihak-pihak terkait yang dirugikan, baik tuntutan

secara pidana maupun perdata yang dapat diikuti

dengan tuntutan ganti rugi.

d) Adanya potensi kerugian negara dikarenakan

salahnya penerapan peraturan.

e) Adanya kesalahan yang akan dilakukan oleh

pelaksana kebijakan karena sering adanya

pergantian peraturan.

f) Kegiatan penyerapan anggaran yang terhambat.

3.3 Direktorat Jenderal Pajak

Di dalam Laporan Penerapan Manajemen

Risiko yang diterapkan di DJP dijelaskan bahwa ada

36 risiko utama yang bisa terjadi di Kantor Pelayanan

Pajak, risiko tersebut adalah :

1. Kolusi antara pemeriksa pajak dan Wajib Pajak

2. Kolusi antara pegawai dan Wajib Pajak

3. Pemeriksaan tidak efektif

4. Profil Wajib Pajak tidak dapat dimanfaatkan

5. Tingkat kepatuhan Wajib Pajak rendah

6. Pemeriksaan tidak sesuai standar

7. Tindakan penagihan aktif tidak maksimal

8. Kurangnya kualitas SDM di bidang pelayanan

9. Manajemen risiko tidak berjalan optimal

10. Perencanaan anggaran tidak selaras dengan

perencanaan kegiatan

11. Penggalian potensi berbasis mapping dan

profiling tidak optimal

12. Kolusi antara petugas Pelayanan dan Wajib

Pajak

13. Kolusi antara petugas penagihan pajak dan Wajib

Pajak

14. Kolusi dalam penggunaan anggaran

15. Penolakan dari Wajib Pajak

16. Pelaksanaan anggaran tidak efektif

17. Sasaran ekstensifikasi masih terbatas pada Wajib

Pajak Orang Pribadi

18. Strategi kehumasan tidak efektif

19. Belum optimalnya program peningkatan

kapasitas pegawai

20. Pelaksanaan ekstensifikasi tidak optimal

21. Pelaksanaan penagihan tidak optimal

22. Mapping tidak dapat dimanfaatkan

23. Tindak lanjut Wajib Pajak hasil ekstensifikasi

tidak optimal

24. Pelaksanaan pendataan dan penilaian Objek

Pajak tidak optimal

25. Penatausahaan piutang pajak tidak optimal

26. Kualitas pelayanan rendah

27. Sosialisasi dan kehumasan tidak efektif

28. Pelayanan yang diberikan ke Wajib Pajak tidak

sama

29. Kurang optimalnya dukungan teknologi

informasi untuk pelayanan

30. Kurang optimalnya dukungan teknologi

informasi untuk pelaksanaan mapping dan

profiling

31. Terdapat Wajib Pajak hasil ekstensifikasi yang

tidak potensial

Page 5: Paper Seminar Antikorupsi - Kel III

5

32. Rendahnya kemauan pegawai untuk

meningkatkan kompetensi dan kapasitasnya

33. Tingkat kepuasaan Wajib Pajak atas pelayanan

perpajakan rendah

34. Perencanaan dan pelaksanaan sosialisasi tidak

tepat

35. Kurang efektifnya penanganan pengaduan

36. Pelaporan anggaran tidak efektif

3.4 Inspektorat Jenderal

Sebagaimana kita ketahui bahwa posisi

jabatan Inspektor Jenderal Kementerian Keuangan

adalah dibawah Menteri Keuangan. Sehingga ada

kemungkinan risiko hasil pengawasan Inpektorat

Jenderal tidak sesuai dengan keinginan Menteri atau

tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

yang berlaku. Jadi ada konflik kepentingan antara

mengikuti atasan atau mengikuti ketentuan perundang-

undangan.

3.5 Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan

Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan di

dalam Piagam Kebijakan Komite Manajemen Risiko

BPPK, telah menetapkan Kebijakan Komite

Manajemen Risiko BPPK seagai berikut:

1. Bahwa 5 risiko kunci BPPK untuk Semester

I/2014 adalah:

a. Usulan legalitas kelembagaan STAN belum

sesuai dengan peraturan perundangan terkait.

b. PMK Nomor 37/PMK.012/2014 tentang IKD

belum tersosialisasi kepada users.

c. BPPK tidak berhasil mempertahankan

sertifikasi ISO 9001:2008.

d. Penerapan kebijakan IT kediklatan tidak

sesuai rencana.

e. BMN tidak aman secara administratif, legal,

atau fisik (Sengketa Hukum di Lokasi

Pusdiklat Keuangan Umum)

2. Bahwa dalam rangka penetapan selera risiko

BPPK, mitigasi risiko dilakukan terhadap risiko

dengan level ‘Tinggi’ dan ‘Sedang’.

4. HAMBATAN

Hambatan memiliki pengertian suatu hal

yang bersifat melemahkan atau menghalangi secara

tidak konsepsional yang berasal dari dalam. Dalam

menjalankan tugas dan fungsinya pasti akan terjadi

hambatan yang bisa mencegah tercapainya tujuan

suatu organisasi termasuk di Kementerian Keuangan.

Pada masing-masing eselon 1 tentu memiliki

hambatan yang berbeda-beda karena masing-masing

mempunyai tugas dan fungsi yang berbeda. Hambatan

di Kementerian Keuangan bisa dijelaskan sebagai

berikut :

4.1 Sekretariat Jenderal

Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi PNS di

Sekretariat Jenderal, ada beberapa hambatan yang

muncul yang bisa menghambat pencapaian tujuan dari

organisasi.

a) Pandangan dari unit eselon I di Kementerian

Keuangan yang masih menilai Sekretariat Jenderal

sebagai unit pendukung untuk memberikan pelayanan

bagi unit Eselon I Sekretariat Jenderal, hal ini

menyebabkan kurang berkembangnya Sekretariat

Jenderal yang diharapkan menjadi penggerak utama

dalam pencapaian visi dan misi Kementerian

Keuangan, namun tidak melupakan tugas dan fungsi

dalam memberikan pelayanan kepada unit Eselon I di

Sekretariat Jenderal.

b) Sistem penerapan reward dan punishment di

lingkungan Sekretariat Jenderal yang belum optimal.

Sistem punishment yang lebih diterapkan

dibandingkan dengan sistem reward, hal ini

mengakibatkan para PNS cenderung lebih

menghindari pelanggaran agar tidak terkena hukuman

daripada memberikan kinerja lebih, karena sistem

reward belum diterapkan. Para PNS berpikiran bahwa

kerja dengan hasil kinerja yang biasa maupun yang

melebihi target akan mendapatkan pendapatan/gaji

yang sama.

c) Pembinaan terkait dengan urusan

kepegawaian di lingkungan Sekretariat Jenderal yang

dilimpahkan kepada masing-masing unit Eselon II,

menyebabkan timbulnya berbagai pemahaman yang

berbeda-beda di kalangan pegawai Sekretariat

Jenderal.

4.2 Direktorat Jenderal Anggaran

Adapun hambatan yang melekat pada ASN

ketika menjalankan tugas dan fungsi organisasi di

lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran sebagai

berikut:

a) Seringkali rumusan kebijakan yang telah

ditetapkan tumpang tindih dengan kebijakan

yang telah ditetapkan kementerian negara

lainnya atau bahkan antar eselon I di lingkungan

kementerian keuangan.

b) Mulai dilaksanakannya pelaporan keuangan

berprinsip akrual mulai 2015 yang belum diikuti

kesiapan satker-satker di bawah.

c) Apabila ASN Inspektorat Jenderal lalai dalam

menjalankan pengawasan intern atas tugas yang

telah dilaksanakan, dimungkinkan adanya

kesalahan yang berulang dari pelaksana

kebijakan pada satu kegiatan yang serupa.

d) Apabila ASN DJA tidak melakukan bimbingan

teknis, pemantauan, dan evaluasi, maka

penyelewengan atas anggaran sangat terbuka

lebar.

4.3 Direktorat Jenderal Pajak

Dalam hal pencapaian target penerimaan pajak,

Direktorat Jenderal Pajak menghadapi beberapa

hambatan sebagai berikut :

Page 6: Paper Seminar Antikorupsi - Kel III

6

1. Berbagai peraturan pelaksanaan undang-undang

yang sering kali tidak konsisten dengan undang-

undangnya.

2. Database yang masih jauh dari standar

Internasional.

3. Lemahnya penegakan hukum (law enforcement)

terhadap kepatuhan membayar pajak bagi

penyelenggara negara.

4. Kurangnya atau tidak adanya kesadaran

masyarakat.

5. Direktorat Jendral Pajak (DJP) mengaku

kesulitan mendapatkan data keuangan pada

obyek pajak orang pribadi (OP).

4.4 Inspektorat Jenderal

Sebagaimana kita ketahui, Inspektorat

Jenderal kurang independen dalam fungsinya sebagai

pengawas internal suatu kementerian termasuk hal-

hal yang bisa berkaitan dengan korupsi terlebih jika

ada kemungkinan melibatkan sang menteri atau

merusak citra kementerian. Padahal independensi

merupakan hal yang penting dalam pengawasan.

Akan berbeda hasil pengawasan antara yang

dihasilkan oleh pengawas yang independen dengan

pengawas yang kurang atau tidak independen.

Mungkin inilah alasan-alasan mengapa hingga

Oktober 2013 Direktorat Pengaduan masyarakat KPK

hanya menerima 12 (dua belas) informasi dari

Inspektorat Jenderal Kementerian/Lembaga berupa

laporan hasil audit kinerja dan audit investigasi.

4.5 Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Badan

Pendidikan dan Pelatihan Keuangan mengalami

beberapa hambatan, antara lain:

a. Masih terbatasnya jumlah dan kompetensi

widyaiswara (pengajar), terutama yang bertugas

di daerah.

b. Masih adanya kekosongan jabatan Kepala BPPK

dalam 2 tahun ini, sehingga akan berpengaruh

terhadap tingkat relevansi kebijakan dan

pengambilan keputusan.

c. Satuan kerja Balai Diklat di daerah belum

terstandarisasi ISO.

d. Mutasi pegawai yang bertugas di bidang tertentu.

e. Penghematan anggaran yang ada, telah

menghapuskan program diklat yang telah

direncanakan di dokumen anggaran.

f. Rentang kendali yang masih rendah atas tindak

lanjut hasil diklat.

g. Peserta yang ditugaskan untuk mengikuti diklat,

kurang memahami substansi penugasan diklat itu

sendiri.

h. Unit eselon I lainnya masih menyelenggaran

pengembangan SDM berupa diklat dan

pendidikan formal.

5. LANGKAH-LANGKAH YANG DIAMBIL

KEMENTERIAN KEUANGAN DALAM

MENGATASI HAMBATAN DAN RISIKO

Dalam rangka mengatasi hambatan-hambatan

yang ada, Kementerian Keuangan membuat

berbagai kebijakan, antara lain:

1. Sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 53

Tahun 2010 tentang Disiplin PNS

Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010

merupakan akar dari segala peraturan

mengenai disiplin PNS, dan berlaku untuk

semua PNS, baik PNS Pusat maupun PNS

Daerah. Peraturan tersebut memuat 17

kewajiban PNS dan 15 larangan PNS.

Dijelaskan pula mengenai hukuman disiplin

yang dapat dijatuhkan pada PNS, meliputi

hukuman disiplin ringan, hukuman disiplin

sedang, dan hukuman disiplin berat.

2. Penguatan Kode Etik PNS Kementerian

Keuangan

Kode Etik PNS adalah pedoman sikap,

tingkah laku, dan perbuatan PNS dalam

melaksanakan tugas pokok dan fungsi serta

pergaulan hidup sehari-hari pada tiap unit

Eselon I. Pedoman Penyusunan dan Penetapan

Kode Etik PNS Kementerian Keuangan

tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 29/PMK.01/2007 tentang Pedoman

Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil Di

Lingkungan Departemen Keuangan

sebagaimana telah diubah dan ditambah

dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

71/PMK. 01/2007, dalam peraturan tersebut

disebutkan bahwa tiap unit Eselon I di

lingkungan Kementerian Keuangan wajib

menyusun kode etik. Tujuan dari penyusunan

kode etik tersebut adalah untuk meningkatkan

disiplin PNS, menjamin terpeliharanya tata

tertib, menjamin kelancaran pelaksanaan tugas

kondusif, menciptakan dan memelihara

kondisi kerja profesional, dan meningkatkan

citra dan kinerja PNS.

3. Pembentukan dan Sosialisasi Nilai-Nilai

Kementerian Keuangan

Nilai-nilai Kementerian Keuangan merupakan

hasil peleburan dan kesepakatan dari seluruh

nilai-nilai yang diterapkan masing-masing unit

Eselon I Kementerian Keuangan, dimana

sebelumnya tiap unit memiliki nilai-nilai

sendiri. Nilai-nilai Kementerian Keuangan

sudah dicetuskan oleh Menteri Keuangan

beserta jajaran eselon I dan II pada akhir bulan

Juli 2011, yang kemudian disosialisasikan

kepada seluruh unit kerja di lingkungan

kementerian keuangan. Nilai-nilai

Kementerian Keuangan tediri atas:

a) Integritas: Berpikir, berkata, berperilaku

dan bertindak dengan baik dan benar serta

memegang teguh kode etik dan prinsip-

prinsip moral;

b) Profesionalsime: Bekerja tuntas dan

akurat atas dasar kompetensi terbaik

Page 7: Paper Seminar Antikorupsi - Kel III

7

dengan penuh tanggung jawab dan

komitmen yang tinggi;

c) Sinergi: Membangun dan memastikan

hubungan kerjasama internal yang

produktif serta kemitraan yang harmonis

dengan para pemangku kepentingan,

untuk menghasilkan karya yang

bermanfaat dan berkualitas;

d) Pelayanan: Memberikan layanan yang

memenuhi kepuasan pemangku

kepentingan yang dilakukan dengan

sepenuh hati, transparan, cepat, akurat dan

aman;

e) Kesempurnaan: Senantiasa melakukan

upaya perbaikan di segala bidang untuk

menjadi dan memberikan yang terbaik.

Nilai-nilai Kementerian Keuangan menjadi

dasar dan pondasi bagi institusi Kementerian

Keuangan, Pimpinan, dan seluruh pegawainya

dalam mengabdi, bekerja, dan bersikap.

4. Budaya Kerja Kementerian Keuangan

Dalam rangka internalisasi dan implementasi

Nilai-Nilai Kementerian Keuangan maka

disusunlah budaya kerja Kementerian

Keuangan yang meliputi:

a) Satu Informasi Setiap Hari dimaksudkan

untuk mendorong seluruh Pegawai di

Kementerian Keuangan mmencari

informasi yang positif dan membaginya

(sharing) dengan Pegawai Kementerian

Keuangan lainnya untuk pengetahuan

bersama;

b) Dua Menit Sebelum Jadual dimaksudkan

untuk melatih, membiasakan dan

menumbuhkan kedisiplinan seluruh

Pegawai Kementerian Keuangan dengan

hadir di ruang/tempat rapat 2 (dua) menit

sebelum rapat di mulai sesuai jadual, guna

meningkatkan efektifitas dan efisiensi

rapat;

c) Tiga Salam Setiap Hari dimaksudkan

untuk mendorong seluruh Pegawai

Kementerian Keuangan terbiasa

memberikan pelayanan terbaik dan

bersikap sopan serta santun, dengan

memberikan salam sesuai dengan

waktunya, yaitu selamat pagi, selamat

siang dan selamat sore;

d) Rencanakan, Kerjakan, Monitor dan

Tindaklanjuti dimaksudkan agar seluruh

Pegawai Kementerian Keuangan dalam

melaksanakan tugas sehari-hari

menerapkan etos kerja dan prinsip

manajemen/organisasi yang baik, dengan

senantiasa membuat perencanaan terlebih

dahulu, mengerjakan hingga tuntas,

memantau dan mengevaluasi proses dan

hasil terhadap sasaran dan spesifikasi dan

melaporkan hasilnya, dan menindaklanjuti

hasil untuk membuat perbaikan;

e) Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin

dimaksudkan untuk mendorong

tumbuhnya kesadaran, keyakinan, dan

kepedulian Pegawai Kementerian

Keuangan akan pentingnya penataan

ruang kantor dan dokumen kerja yang

ringkas, rapi, resik/bersih melalui

perawatan yang dilakukan secara rutin,

agar tercipta lingkungan kerja yang

nyaman guna meningkatkan etos kerja

dan semangat berkarya.

5. Manajemen Risiko di Kementerian Keuangan

Risiko yang timbul dari tugas dan fungsi

Kementerian Keuangan dapat dikendalikan

dengan penanganan yang tepat. Proses

tersebut dapat dilakukan dengan melakukan

manajemen risiko. Pelaksanaan manajemen

risiko harus dilakukan oleh setiap unit eselon I

di lingkungan kementerian keuangan, dimana

prosesnya terdiri dari :

a. Penetapan konteks yang dilakukan dengan

cara menjabarkan latar belakang, ruang

lingkup, tujuan, dan kondisi lingkungan

pengendalian dimana manajemen risiko

akan

b. Identifikasi risiko dilakukan dengan cara

mengidentifikasi lokasi, waktu, sebab dan

proses terjadinya peristiwa risiko yang

dapat menghalangi, menurunkan,

ataumenunda tercapainya sasaran unit

Eselon I.

c. Analisis risiko yang dilakukan dengan

cara mencermati sumber risiko dan

tingkat pengendalian yang ada serta

dilanjutkan dengan menilai risiko dari sisi

konsekuensi dan kemungkinan terjadinya.

d. Evaluasi risiko yang dilakukan untuk

pengambilan keputusan mengenai perlu

tidaknya dilakukan penanganan risiko

lebih lanjut serta prioritas penanganannya.

e. Penanganan risiko yaitu dilakukan dengan

mengidentifikasi berbagai opsi

penanganan risiko yang tersedia dan

memutuskan opsi penanganan risiko yang

terbaik yang dilanjutkan dengan

pengembangan rencana mitigasi risiko.

f. Monitoring dan reviu dilakukan dengan

cara memantau efektivitas rencana

penanganan risiko, strategi, dan sistem

manajemen risiko.

g. Komunikasi dan konsultasi dengan cara

mengembangkan komunikasi kepada

stakeholder internal maupun eksternal.

6. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kementerian Keuangan menempati poosisi

strategis karena sebagian besar aspek

perekonomian negara berhubungan langsung

dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh

Kementerian Keuangan.

Page 8: Paper Seminar Antikorupsi - Kel III

8

2. Tugas dan fungsi Kementerian Keuangan beserta

unit eselon I terdapat di Peraturan Menteri

Keuangan nomor 184/PMK.01/2010 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kementerian

Keuangan.

3. Risiko adalah segala sesuatu yang berdampak

negatif terhadap pencapaian tujuan yang diukur

berdasarkan kemungkinan dan dampaknya.

Risiko ini berbeda-beda untuk setiap eselon I

karena perbedaan tugas dan fungsi.

4. Hambatan memiliki pengertian suatu hal yang

bersifat melemahkan atau menghalangi secara

tidak konsepsional yang berasal dari dalam.

5. Langkah-langkah untuk mengatasi risiko dan

hambatan yang dilakukan oleh Kementerian

Keuangan adalah sosialisasi Peraturan

Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang

Disiplin PNS, penguatan Kode Etik PNS

Kementerian Keuangan, pembentukan dan

Sosialisasi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan,

Budaya Kerja Kementerian Keuangan, dan

Manajemen Risiko di Kementerian Keuangan.

DAFTAR REFERENSI:

[1] http://www.reform.kemenkeu.go.id/mainmenu.

php?module=profil (diakses tanggal 20

Oktober 2014)

[2] Peraturan Menteri Keuangan nomor

184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Kementerian Keuangan

[3] Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK-

191/PMK.09/2008 tentang Manajemen Risiko

[4] Sarimah, Ucok. (2008). Etika Profesi Pegawai

Negeri Sipil Departemen Keuangan R.I. Jakarta

: Departemen Keuangan Republik Indonesia,

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

[5] _____,_____. (2008). Etika Profesi Pegawai

Negeri Sipil Departemen Keuangan R.I. Jakarta

: Departemen Keuangan Republik Indonesia,

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara