paper budidaya artemia salina.docx

Upload: nency-maharani

Post on 08-Jan-2016

16 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

PAPERTEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN TIDAK BERSIRIP 1ARTEMIA SALINA DISUSUN OEH : KELOMPOK 6 TAK-B M. RIZAL MUTMAINAH NELVAN SUBAYU NENCY MAHARANI NISSA FITRIANA NURKHALISA PERTIWI RETNO RIDHO ILHAM TSAUQI HUDAYA WAKHIDDATUS YUNI INDAH ZUFITRAH LIA SEPTIANA

SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA2015BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangArtemia merupakan plankton yang biasa hidup di air laut, artemia ini merupakan zooplankton. Artemia dijadikan sebagai pakan hewan air terutama bagi pembudidaya udang.Artemia ini sangat baik dijadikan sebagai pakan hewan air ( udang, bandeng, Gurame, Tawes) karena artemia ini mempunyai kandungan protein yang tinggi yang berguna untuk pertumbuhan terutama untuk pertumbuhan benih / anak ikan maupun udang. Artemia merupakan jenis crustaceae tingkat rendah dari phylum arthropoda yang memiliki kandungan nutrisi cukup tinggi seperti karbohidrat, lemak, protein dan asam-asam amino.Benih ikan dan udang pada stadium awal mempunyai saluran pencernaan yang masih sangat sederhana sehingga memerlukan nutrisi pakan jasad renik yang mengandung nilai gizi tinggi. Nauplius artemia mempunyai kandungan protein hingga 63 % dari berat keringnya. Selain itu artemia sangat baik untuk pakan ikan hias karena banyak mengandung pigmen warna yang diperlukan untuk variasi dan kecerahan warna pada ikan hias agar lebih menarik.Artemia dapat hidup di perairan yang bersalinitas tinggi antara 60 - 300 ppt dan mempunyai toleransi tinggi terhadap oksigen dalam air. Oleh karena itu artemia ini sangat potensial untuk dibudidayakan di tambak- tambak tambak yang bersalinitas tinggi di Indonesia. Budidaya artemia mempunyai prospek yang sangat cerah untuk dikembangkan. Baik kista maupun biomasanya dapat diolah menjadi produk kering yang memiliki ekonomis tinggi guna mendukung usaha budidaya udang dan ikan. Budidaya artemia relatif sederhana serta murah, sehingga tidak menuntut ketrampilan khusus dan modal besar bagi pembudidayanya.Potensi lahan untuk usaha budidaya udang renik air asin (brine shrimp) ini di Indonesia mencapai kurang lebih 32.000 ha. Saat ini beberapa daerah telah mengembangkan budidaya artemia seperti di daerah pantai Madura, Jawa Timur, terutama di Kabupaten Sumenep, Sampang dan Pemekasan. Daerah lain yang tak mau ketinggalan adalah Jepara, Jawa Tengah dan Gondol, Bali. Sejatinya pembudidayaan artemia di areal tambak tidaklah terlalu sulit. Seperti yang dituturkan oleh Ir. Fa'ahakhododo Harefa (pengarang buku Pembudidayaan Artemia Untuk Pakan Udang dan Ikan), bahwa cukup dengan memodifikasi tambak garam yang sudah ada sedemikian rupa menjadi usaha tumpang sari garam dan budidaya artemia.

BAB II PEMBAHASAN2.1 Klasifikasi dan strain artemiaArtemia merupakan zooplankton yang diklasifikasikan ke dalam filum Arthropoda dan kelas Crustacea. Secara lengkap sistemarika artemia dapat dijelaskan sebagai berikut.Filum :ArthropodaKelas :CrustaceaSubkelas :BranchiophodaOrdo :AnostracaFamili :ArtemiidaeGenus :ArtemiaSpesies :Artemia salina linn.Nama Artemia sp.diberikan untuk pertama kali oleh Schlosser yang menemukannya di suatu danau asin pada tahun 1755. Kemudian olehLinnaeus(1758) melengkapkan nama remik ini menjadi Artemia salirw. karena daya toleransinya terhadap salinitas yang amat tinggi.Selain spesies Artemia, salimi, ada beberapa spesies yang diberikan nama bagi strainzigogenerik,yaitu bila di dalam populasi bercampur antara spesies berina dan jantan.Nama-nama tersebut di antaranya Artemia tunisiana. Anemia franciscana, Anemia fersimilis, Artemia urmiana, dan Anemia monica. Namun demikian, nama Anemia salina atau disingkat artemia saja tetap umum digunakan.Nama ini pula yang digunakan dalam buku ini.Ada pula populasi artemia yang hanya terdiri atas individu-individu betina saja. Strain artemia demikian dikenal dengan istilah partenogenetik karena berkembangbiak tanpa melalui perkawinan, tetapi artemia betina langsung saja bunting.Untuk strain ini juga hanya digunakan nama genus Artemia saja. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kerancuan pemakaian istilah. Dengan demikian, pemakaian istilah artemia tidak memperhatikan jenis kelamin suatu populasi.Sampai saat ini sudah dikenal lebih dari 50 strain artemia. Beberapa di antaranya yang terkenal adalah san francisco bay, sack bay australia, chapin canada, macao, great salt lake, algues masters perancis, china, dan philippina. Pada prinsipnya perbedaan antara satu strain dengan strain lainnya terletak pada daya tetasnya, ukuran nauplius, ketahanan terhadap lingkungan, serta kebutuhan temperatur dan salinitas optimal.Pada kemampuan daya penetasan, misalnya, pada beberapa strain perlu perlakuan-perlakuan khusus pada kista agar diperoleh embrio yang mampu berkembang dengan hasil yang memuaskan. Perlakukan tersebut misalnya berupa hibernasi (pendinginan) dan pelarutan ke dalam cairan peroksida.

2.2 Biologi dan ekologi artemiaSista tertua Artemia pernah ditemukan oleh suatu perusahan pemboran yang bekerja disekitar Danau "Salt Great". Sista tersebut diduga berusia sekitar lebih dari 10.000 tahun (berdasarkan metoda "carbon dating"). Setelah diuji, ternyata sista-sista tersebut masih bisa menetas walaupun usianya telah lebih dari 10.000 tahun. Artemia dapat hidupdari kisaran 60 300 ppt (6Be - 30Be). Ukuran dewasa Artemia berkisar dari 10 20 mm, merupakan pemakan segalanya yang berukuran partikel dengan cara menyaringnya (filter feeder). Cara berkembang biak (reproduksi) dengan ovipar (bertelur) atau ovovivipar, yaitu pada ovipar telur menjadi sista ( telur Artemia terbungkus korion yang bersifat dorman, berdiameter 200 270 m yang dapat hidup lama, sista menetas jika ada hidrasi dengan salinitas 30 - 35 ppt atau 3-3,5Be) dan ovovivipar telur segera menetas menjadi naupli.Artemiasp. secara umum tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25-30 derajat celcius. Kista artemia kering tahan terhadap suhu -273 hingga 100 derajat celcius. Artemia dapat ditemui di danau dengan kadar garam tinggi, disebut dengan brain shrimp. Kultur biomasa artemiayang baik pada kadar garam 30-50 ppt. Untuk artemiayang mampu menghasilkan kista membutuhkan kadar garam diatas 100 ppt (Kurniastuty dan Isnansetyo, 1995).2.3 Morfologi dan daur hidupKistaArtemiasp. yang ditetaskan pada salinitas 15-35 ppt akan menetas dalam waktu 24-36 jam. Larva artemia yang baru menetas dikenal dengan nauplius. Nauplius dalam pertumbuhannya mengalami 15 kali perubahan bentuk, masing-masing perubahan merupakan satu tingkatan yang disebut instar (Pitoyo, 2004) .Pertama kali menetas larva artemia disebut Instar I.Nauplius stadia I (Instar I) ukuran 400 mikron, lebar 170 mikron dan berat 15 mikrongram, berwarna orange kecoklatan. Setelah 24 jam menetas, naupli akan berubah menjadi Instar II, Gnatobasen sudah berbulu, bermulut, terdapat saluran pencernakan dan dubur. Tingkatan selanjutnya, pada kanan dan kiri mata nauplius terbentuk sepasang mata majemuk. Bagian samping badannya mulai tumbuh tunas-tunas kaki, setelah instar XV kakinya sudah lengkap sebanyak 11 pasang. Nauplius menjadi artemia dewasa (Proses instar I-XV) antara 1-3 minggu (Mukti, 2004). Telur artemia yang kering atau kista berbentuk bulat cekung, berwarna coklat, berdiameter 200 300 mikron dan di dalamnya terdapat embrio yang tidak aktif. Nauplius artemia mempunyai tiga pasang anggota badan yakni antenna I yang berfungsi sebagai alat sensor, antena II berfungsi sebagai alat gerak atau penyaring pakan dan rahang bawah belum sempurna. Di bagian kepala antara ke dua antenna terdapat bintik merah (ocellus) yang berfungsi sebagai mata nauplius.Artemia dewasa berukuran 1 2 mm dengan sepasang mata majemuk dan 11 pasang thoracopoda. Setiap thoracopoda mempunyai eksopodit, endopodit dan epipodit yang masing-masing berfungsi sebagai alat pengumpul pakan, alat berenang dan alat pernapasan.Pada yang jantan, antenna II berkembang menjadi alat penjepit dan pada bagian belakang perut terdapat sepasang penis. Pada yang betina, antenna menjadi alat sensor dan pada kedua sisi saluran pencernaan terdapat sepasang ovari. Telur-telur yang telah masak dipindahkan dari ovari ke dalam sebuah kantong telur atau uterus (Sumeru, 1984).Pada tiap tahapan perubahan instar nauplius mengalami moulting. Artemia dewasa memiliki panjang 8-10 mm ditandai dengan terlihat jelas tangkai mata pada kedua sisi bagian kepala, antena berfungsi untuk sensori. Pada jenis jantan antena berubah menjadi alat penjepit (muscular grasper), sepasang penis terdapat pada bagian belakang tubuh. Pada jenis betina antena mengalami penyusutan.Di bawah ini adalah gambar morfologi artemia: Gambar1 : morfologi artemiaSiklus hidup Artemia bisa dimulai dari saat menetasnya telur. Setelah 15 - 20 jam pada suhu 25C telur akan menetas manjadi embrio. Dalam waktu beberapa jam embrio ini masih akan tetap menempel pada kulit telur. Pada fase ini embrio akan menyelesaikan perkembangannya kemudian berubah menjadi naupli yang sudah bisa berenang bebas. Pada awalnya naupli akan berwarna oranye kecoklatan akibat masih mengandung kuning telur. Artemia yang baru menetas tidak akan makan, karena mulut dan anusnya belum terbentuk dengan sempurna. Setelah 12 jam menetas mereka akan ganti kulit dan memasuki tahap larva kedua. Dalam fase ini mereka akan mulai makan, dengan pakan berupa mikro alga, bakteri, dan detritus organik lainnya. Pada dasarnya mereka tidak akan peduli (tidak pemilih) jenis pakan yang dikonsumsinya selama bahan tersebut tersedia di air dengan ukuran yang sesuai. Naupli akan berganti kulit sebanyak 15 kali sebelum menjadi dewasa dalam waktu 8 hari. Artemia dewasa rata-rata berukuran sekitar 8 mm, meskipun demikian pada kondisi yang tepat mereka dapat mencapai ukuran sampai dengan 20 mm. Pada kondisi demikian biomasnya akan mencapai 500 kali dibandingkan biomas pada fase naupli.Dalam tingkat salinitas rendah dan dengan pakan yang optimal, betina Artemia bisa menghasilkan naupli sebanyak 75 ekor perhari. Selama masa hidupnya (sekitar 50 hari) mereka bisa memproduksi naupli rata-rata sebanyak 10 -11 kali. Dalam kondisi super ideal, Artemia dewasa bisa hidup selama 3 bulan dan memproduksi naupli atau sista sebanyak 300 ekor (butir) per 4 hari. Sista akan terbentuk apabila lingkungannya berubah menjadi sangat salin dan bahan pakan sangat kurang dengan fluktuasi oksigen sangat tinggi antara siang dan malam hari. Sista yang terbentuk ini dalam proses pengeringan (dehydration) yang tadinya berbentuk bulat akan berubah menjadi bentuk bola pingpong penyok.Artemia dewasa toleran terhadap kisaran suhu -18C hingga 40 C. Sedangkan temperatur optimal untuk penetasan sista dan pertumbuhan adalah 25 C - 30 C. Meskipun demikian hal ini akan ditentukan oleh strain masing-masing. Artemia menghendaki kadar salinitas antara 30 - 35 ppt, dan mereka dapat hidup di dalam air tawar salama 5 jam sebelum akhirnya mati.Variable lain yang penting adalah pH, cahaya dan oksigen. Kisaran pH 8-9 merupakan kisaran yang paling baik untuk pertumbuhan Artemia, sedangkan pH di bawah 5 atau lebih tinggi dari 10 dapat membunuh Artemia. Cahaya minimal diperlukan dalam proses penetasan dan akan sangat menguntungkan bagi pertumbuhan mereka. Lampu standar oksigen harus dijaga dengan baik untuk pertumbuhan Artemia. Dengan suplai oksigen yang baik, Artemia akan berwarna kuning atau merah jambu. Warna ini bisa berubah menjadi kehijauan apabila mereka banyak mengkonsumsi mikro algae. Pada kondisi yang ideal seperti ini, Artemia akan tumbuh dan berkembang biak dengan cepat.Apabila kadar oksigen dalam air rendah, dan air banyak mengandung bahan organik, atau apabila salintas meningkat, Artemia akan memakan bakteria, detritus, dan sel-sel kamir (yeast). Pada kondisi demikian mereka akan memproduksi hemoglobin sehingga tampak berwarna merah atau oranye. Apabila keadaan ini terus berlanjut mereka akan mulai memproduksi sista.

Gambar 2. Siklus hidup artemia

2.4 Kegunaan dan kebutuhan artemiaArtemia memiliki kegunaan/manfaat yang sangat besar dalam budidaya perikanan baik perikanan darat maupun laut. Naupli Artemia sebagai pakan dari berbagai jenis ikan dan krustase (udang), dalam bentuk sista setiap saat siap pakai sebagai pakan larva ikan/krustase serta memiliki nilai protein yang sangat tinggi > 40 %.

2.5 Kegunaan artemia dalam industri perikananArtemia memiliki kegunaan/manfaat yang sangat besar dalam budidaya perikanan baik perikanan darat maupun laut. Naupli Artemia sebagai pakan dari berbagai jenis ikan dan krustase (udang), dalam bentuk sista setiap saat siap pakai sebagai pakan larva ikan/krustase serta memiliki nilai protein yang sangat tinggi > 40 %.Menurut Prihadi, dkk (2005) pemerintah mengembangkan tambakudang seluas 380.355 ha,baik melalui teknologi intensifikasi maupun ekstensifikasi.Kebutuhan benur untuk memenuhi luasan tambak tersebut diperkirakan sebesar 55.240 milyar ekor, sehingga untuk menunjang pakan alami benur yang ditebar dibutuhkan sista Artemia sebanyak 398 ton.Sampai saat ini kebutuhan Artemia dipenuhi dengan impor padahal kita memiliki teknologi dalam budidaya Artemia di lahan garam yang sudah dikembangkan sejak tahun 1980 an.Pemecahan masalah tersebutdapat diatasi dengan 1) mengembangkan usaha budidaya Artemia baik secara ekstensif maupun intensif di tambak-tambak garam maupun intensif di dalam bak, 2) memperbaiki teknik penanganan telur dan penetasannya dan 3) menyebarkan bibit Artemia di perairan yang memenuhi syarat tetapi belum ada Artemia-nya.Pengembangan budidaya Artemia di Indonesia agaknya cukup strategis karena kebutuhan sista setiap tahunnya cukup tinggi baik untuk kegiatan pembenihan ikan/udang air laut dan air tawar.Budidaya Artemia memang sangat memungkinkan dilakukan pada salinitas tinggi, karena pada salinitas rendah masih terlalu banyak predator, sehingga tidak mungkin dibudidayakan.Sedikitnya Artemia dapat dikembangkan pada salinitas minimal 70 ppt.Saat ini pengembangan budidaya Artemia merupakan momentum yang sangat tepat, dimana industri garam kurang menggairahkan karena harga jual yang rendah selain tataniaga yang belum memihak kepada petambak garam. Pada saat musim garam (tahun 2003) harga garam mencapai Rp. 50,- per kg, sementara produksi per 1,0 Ha unit garam maksimal menghasilkan 100 ton/tahun, sehingga harga produksi hanya mencapai 5 juta rupiah.Karena tidak ada pilihan lain bagi petambak, maka produksi garam masih terus dilakukan walaupun memperoleh penghasilan yang sangat minim.Harapan ke depan, dengan adanya kegiatan pengembangan budidaya Artemia-garam ini , ketersediaan sista maupun biomassa Artemia di dalam negeri dapat ditingkatkan, sehingga impor Artemia yang selama ini dilakukan dapat dikurangi dan harga Artemia di dalam negeri dapat ditekan sesuai dengan kemampuan daya beli masyarakat pembudidaya.

2.5 Nilai ekonomi artemiaMengingat kegunaan Artemia dalam industri hatchery perikanan sangat tinggi maka kebutuhan Artemia dalam pasar perikanan pun sangat bagus. Dengan sendirinya nilai ekonomi Artemia sangat bagus dimana semua yang dihasilkan dalam budidaya Artemia baik itu sista dan biomassa-nya termanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi dalam industri perikanan dengan harga jual yang memuaskan.Konstruksi tambak garam dan Artemia lebih baik menggunakan konstruksi tangga dengan memanfaatkan adanya aliran air berjalan secara alamiah (gravitasi) dikarenakan biaya lebih murah dengan tidak memerlukan pompa lagi dalam memindahkan air laut.Prinsip dasar dari proses pembuatan garam yang dilakukan adalah menghasilkan garam yang kualitasnya lebih baik. Untuk itu, diperlukan studi lapangan yang menunjang kualitas garam dengan mendapatkan lokasi penggaraman yang ideal, antara lain kondisi lahan/tanah yang digunakan, kemiringan, uji laboratorium, termasuk kondisi iklim dan sebagainya, sehingga dihasilkan garam sesuai kualitas yang diharapkan. Syarat lokasi untuk konstruksi pembuatan tambak garam yang baik adalah sebagai berikut:

1.Data iklim dan cuaca yang diperlukan yaitu : Evaporasi / penguapan tinggi (rata-rata > 650 mm/tahun) Kecepatan dan arah angin (>5 m/detik) Suhu udara (>32C) Penyinaran matahari (100%) Kelembaban udara ( Curah hujan (rendah yaitu antara 1000 -1300 mm/tahun atau 100 mm/bulan) Musim kemarau panjang yang kering tanpa diselingi hari hujan, untuk menghasilkan produksi garam yang normal, diperlukan kemarau kering yang terus menerus atau jumlah hari tanpa hujan minimal 140 hari (14 dekade)2.Air laut sebagai air baku dalam pembuatan garam harus memenuhi persyaratan : Kadar garam tinggi dan tidak tercampur aliran air dari muara sungai yang tawar Jernih dan tidak tercampur dengan lumpur maupun sampah Pada saat air laut pasang, mudah mengalir ke saluran dan petak penampungan sehingga tidak sulit untuk dipompa ke areal ladang garam Kondisi pasang surut dan salinitas air laut. Diperlukan kondisi dengan beda pasang maksimum dan surut minimum sekecil mungkin dan salinitas air laut sebagai bahan baku garam antara 25- 35 ppm.3.Struktur dan morfologi tanah untuk ladang garam : tanah harus kedap air, ketinggian maksimal 3 meter diatas permukaan rerata air laut dan harus cukup luas, sebaiknya untuk luas ladang garam perorangan antara 2 - 5 Ha, sedangkan perusahaan besar minimal 4000Ha.4.Topografi: Dikehendaki tanah yang landai atau kemiringan kecil. Untuk mengatur tata aliran air dan meminimilisasi biaya konstruksi5.Sifat fisis tanah: Permeabilitas rendah Pasir: Permeabilitas tinggi Tanah liat : Permeabilitas rendah Retak pada kelembaban rendahUntuk peminihan tanah liat untuk penekanan resapan air (kebocoran) Untuk meja garam campuran pasir dan tanah liat guna kualitas dan kuantitas hasil produksi

6. Saluran yang baikAgar tanah pada kolam pengkristalan tetap keras dan tidak lembek (karena kontak langsung dengan air garam), maka pada kolam-kolam pengkristalan harus memiliki saluran-saluran pengumpul/pembuang larutan garam sisa. Sehingga kristalkristal garam yang telah terbentuk pada kolam-kolam pengkristalan tidak tercampur dengan air larutan garam sisa yang juga akan melembekkan lapisan tanah serta membuat permukaan kolam pengkristalan tidak rata.

BAB IIITEKNOLOGI BUDIDAYA ARTEMIA DITAMBAK GARAM

Teknologi budidaya Artemia di lahan pegaraman merupakan salah satu dari pemanfaatan pemodelan garam bermutu dengan teknik biofiltrasi dari Artemia itu sendiri. Artemia di inokulasi (menebar bibit Artemia hidup baik dalam stadia nauplii, Artemia muda maupun dewasa kedalam media/tambak garam) dalam petak peminihan (petak evaporasi) I dan diharapkan dipanen pada petak peminihan II, sehingga diharapkan air laut yang masuk kedalam petak kristalisasi sudah bersih dari mineral Mg, Ca dan lumpur yang dapat menghasilkan garam dengan kristal besar dan bersih. Adapun persyaratan dan pemilihan lokasi pada budidaya Artemia dilahan pegaraman sama dengan pemilihan lokasi pada lahan pegaraman itu sendiri.3.1 konstrksi tambak garamDisini budidaya Artemia merupakan suatu usaha terpadu dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas mutu garam dengan produk samping Artemia yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Secara umum persyaratan dan pemilihan 30 -40 cm, memiliki iklim seperti curah hujan rendah, suhu tinggi (sinar matahari), kelembaban rendah, angin kencang dan terjaga dari hewan dan tanaman pengganggu.Sumber Artemia didapat dari pembelian sista Artemia dalam kaleng yang kemudian ditetaskan dalam wadah plastik sebagai bibit yang kemudian diinokulasi (ditebar) dalam petak peminihan I (petak evaporasi I).

3.2 Persiapan tambak garam untuk artemiaKriteria Pemilihan Lokasi Tambak untuk Pemeliharaan Artemia1.Tersedianya air laut dengan kadar salinitas yang tinggi.Diperlukan sumber air dengan salinitas 70 ppt yang dapat diperoleh melalui proses penguapan tambak garam (tetapi air buangan dari petak kristalisasi tidak diperbolehkan untuk digunakan karena bersifat toksik bagi Artemia).2.Kedalaman air yang cukup yaitu sekurangnya 30-40 cm untuk mencegah terjadinya peningkatan suhu air terlalu tinggi.3.Memungkinkan penambahan air secara teratur sekali dalam seminggu tanpa mengganggu pengoperasian proses produksi garam4.Struktur tambak tidak poros agar mampu mempertahankan salinitas dan kedalaman air5.Air yang digunakan tidak berasal dari sumber yang terkontaminasi atau tercemar termasuk diantaranya adalah pestisida pertanian

3.3 Penyiapan tambak1. Disain TambakTambak harus memiliki kedalaman 40 cm atau lebih. Jika tambak yang ada dangkal maka harus digali untuk mendapatkan kedalaman yang cukup.Memiliki struktur pemasukan air dapat berupa pintu air seperti pada tambak ikan ataupun dapat berupa pipa yang dipasang di pematang tambak.Apapun, air harus dapat dimasukkan ke dalam tambak secara teratur.Struktur tanah tambak tidak poros tetapi liat dan bukan pasir2.Pemasukan Air (Water Intake)Inokulasi naupli Artemia hanya dilakukan ketika salinitas air mencapai 100-110 ppt.Sumber air dapat berasal dari penguapan air tambak garam.Untuk menghemat salinitas awal sebaiknya tidak kurang dari 70-80 ppt.Air masuk ke tambak Artemia harus disaring dengan saringan dengan ukuran mesh tidak lebih besar dari 1 mm untuk mencegah masuknya ikan predator atau larva ikan yang dapat tumbuh besar di dalam tambak.3.PemupukanPada saat inokulasi, makanan untuk naupli Artemia sudah harus tersedia agar kelangsungan hidup Artemia terjamin.Jika tingkat kekeruhan air 40 cm atau lebih tinggi, tambak harus dipupuk agar phytoplankton dapat tumbuh lebih baik.Persiapan tambak garam-Artemia sama dengan persiapan pada lahan tambak garam dimana pemanfaatan untuk budidaya Artemia dipergunakan adalah petak evaporasi I dan II (petak peminihan I dan II) sedangkan untuk kultur plankton dapat dilakukan pada waduk (bozeem) yang digunakan sebagai pakan Artemia atau penambahan bungkil kelapa atau dedak.Persiapan / Perbaikan Tambak yang dapat dilakukan antara lain adalah:Pemadatan dan perbaikan pematang keliling dengan konstruksi kemiringan pematang 30, menghindari kebocoran dengan membuat saluran irigasiPengapuran (200 700 kg/Ha), Pengeringan dasar tanah (selama 1 3 minggu) Pembasmian hama (saponin/brestan 5 30 mg/L), Pemupukan: Pupuk kandang (300 1000 kg/Ha), Urea (100 500 kg/Ha) dan TSP (50 200 kg/Ha)

3.4 Inokulasi artemiaSebelum inokulasi Artemia dilakukan di lahan garam, sista sebagai bibit harus didekapsulisasi dan ditetaskan dalam wadah plastik (Gambar 23 dan 24).Dekapsulisasi merupakan suatu proses untuk menghilangkan lapisan terluar dari sista Artemia yang "keras" (korion). Proses ini setidaknya akan mempermudah "bayi" Artemia untuk keluar dari "sarang"nya. Disamping itu proses ini juga sekaligus merupakan proses disinfeksi terhadap kontaminan seperti bakteri, jamur.Untuk ilustrasi cara melakukan dekapsulisasi sista Artemia sebanyak 5 gram adalah: Rendam 5 g sista Artemia (kurang lebih 1.5 sendok teh) dalam 400 ml air tawar, beri aerasi, dan biarkan selama 1-2 jam, hingga sista tersebut mengalami hidrasi dengan baik. Hal ini ditandai dengan bentuk sista yang sudah membentuk bulatan sempurna. Kemudian tambahkan larutan pemutih sebanyak 27 ml. Penambahan pemutih akan menyebabkan sista berubah warna menjadi coklat kemudian manjadi putih dalam waktu kurang lebih 2 menit. Selanjutnya dalam 5-7 menit sista akan berubah warna menjadi oranye. Apabila 95% sista telah berwarna oranye hentikan reaksi; kemudian segera cuci dengan air bersih sampai bau klorin hilang. Sista sekarang siap ditetaskan atau bisa disimpan dalam kulkas untuk selama 1 minggu. Apabila akan disimpan lebih lama, sista perlu didehidrasi kembali dengan menggunakan larutan garam 30%. Setelah didehidrasi, sista dapat disimpan dalam kulkas untuk selama 2-3 bulan.Setelah didekapsulisasi sista Artemia siap ditetaskan. Sista Artemia dapat ditetaskan secara optimal, apabila syarat-syarat yang diperlukannya dapat dipenuhi. Beberapa syarat tersebut adalah:Salinitas antara 20-30 ppt (2-3 Be) atau 1-2 sendok teh garam per liter air tawar bisa ditambahkan Magnesium Sulfat (konsentrasi 20 %) atau 1/2 sendok teh per liter air.Disarankan untuk memberikan sinar selama penetasan untuk merangsang/mempercepat proses penetasan.Suhu air 26 - 28 C, pH 8.0 atau lebih, apabila pH drop dibawah 7.0 dapat ditambahkan soda kue untuk menaikkan pH.Aerasi yang cukup, untuk menjaga oksigen terlarut sekitar 3 ppm. Sebelumnya dapat dilakukan proses dekapsulisasi untuk melunakan cangkang, kepadatan sekitar 2 gram per liter. 3.5 Penetasan Sista Media penetesan bersalinitas 26 30 ppt, Aerasi menggunakan blower 25 -50 watt Persiapan wadah penetasan yaitu bak plastik/fiber 50 300 L Suhu media 26 32 C Periode penetasan antara 18 -24 jam Kepadatan penetasan sista antara 1500 2000 mg/L Kepadatan penebaran antara 100 -300 nauplius/LSetelah ditetaskan Artemia dapat diinokulasi dalam petak peminihan I (petak evaporasi I) dan dipelihara dari gangguan hewan dan pemantauan dalam salinitas baik untuk Artemia juga untuk garam sebagai hasil utama dari usaha ini.

3.6 Manajemen budidaya dan produksi artemiaManajemen tambak sangat menentukan dalam pemeliharaan Artemia.Beberapa tahapan manajemen tambak dalam pemeliharaan Artemia meliputi tahap persiapan, tahap pertumbuhan, tahap ovovivipar, tahap peningkatan salinitas dan tahap ovipar.Tahap persiapan antara lain yaitu : Isi tambak dengan air laut dengan salinitas tinggi dan biarkan mengalami penguapan Tambak telah siap mencapai salinitas 100 110 ppt dengan kedalaman air sekitar 30-40 cm dan tidak ada lagi predator Jika makanan dalam air dirasa tidak cukup perlu dilakukan pemupukan. Laksanakan inokulasi naupli Artemia ke dalam tambak

Tahap Pertumbuhan antara lain yaitu : Pertahankan salinitas pada kisaran salinitas 110-120 ppt melalui pemasukan air baru sehingga memungkinkan naupli Artemia yang diinokulasikan tumbuh menjadi dewasa.Tahap Ovovivipar antara lain : Salinitas masih tetap dipertahankan 110 -120 ppt hingga populasi Artemia dewasa bertambah melalui reproduksi ovovivipar.Agar dapat mencapai kondisi optimal, densitas Artemia harus dapat mencapai 40 individu atau lebih per liter.Tahap Peningkatan Salinitas antara lain : Salinitas air tambak ditingkatkan hingga mencapai 150 ppt melalui penguapan, tetapi kedalaman air tetap dipertahankan.Tahap Ovipar antara lain yaitu : Pertahankan salinitas pada tingkat 150 ppt melalui penambahan air secara teratur.Salinitas yang lebih tinggi akan merangsang terjadinya reproduksi ovipar sehingga sebagian besar populasi akan menghasilkan sista.Pertahankan pada kondisi ini sepanjang cuaca memungkinkan, dan terus dilakukan pemanenan sista.Beberapa catatan penting dalam manajemen tambak diantaranya adalah: melakukan pemeriksaan secara teratur kedalaman air tambak dan suhu air maksimum.Kedalaman air tidak boleh kurang dari 30 cm dan suhu air harus lebih rendah dari 38C jika air tambak kurang subur perlu dilakukan pemupukan menggunakan pupuk anorganik ataupun pupuk organik.Semua tahapan harus diatur dengan sebaiknya agar dapat di pemanenan yang dihasilkan baik.

3.7 Produksi dan pemanenan sista artemiaSetelah diinokulasi dalam lahan garam pemeliharaan dilakukan dengan pemberian makanan tambahan dapat berupa bungkil kedelai, dedak, ampas tahu, bungkil kelapa, tepung terigu, tepung ikan, dll. Frekuensi waktu pemberian pakan adalah 1 - 4 kali/hari dengan dosis pemberian pakan adalah1- 10 kg/Ha.Artemia dalam waktu 3 4 minggu telah bertelur dimana tiap induk artemia akan menghasilkan 30 70 buah sista/nauplius dengan siklus reproduksi adalah antara 7 10 hari. Sista yang telah keluar dari lapisan pembungkusnya (yolk suck) akan mengapung di sudut tambak. Pemanenan dilakukan setiap hari yaitu pada pagi dan sore hari. Pemanenan sista dilakukan dengan gayung dan dimasukkan dalam saringan bertingkat (250m, 200 m, 150 m). Penanganan paska panen untuk sista dicuci hingga bersih dengan air bersalinitas antara 80 150 ppt. Sista bersih disimpan/direndam dalam larutan garam bersalinitas 150 250 ppt dan kualitas sista dapat bertahan dalam waktu 6 12 bulandisebut dengan nama penyimpanan basah. Sedangkan penyimpanan kering adalah dengan cara sista direndam air tawar selama 5 15 menit, cangkang yang mengapung dibersihkan, kemudian dipindahkan ke larutan garam 150 -250 ppt dan dibersihkan kembali sisa partikel-partikel kotoran lainnya yang tenggelam, dilakukan 3 kali pencucian ulang. Sista bersih siap dikeringkan dan dikemas vacuum, penyimpanan dengan cara ini dapat tahan sampai 3 tahun. Produksi sista diperkirakan untuk luas tambak 1 ha produksi sista setiap siklusnya (7 10 hari)adalah 50 -125 kg dengan nilai dalam rupiah 20 juta sampai 50 juta (Amarullah dan Sriyanto, 2006).3.8 Produksi Dan Pemanenan Biomassa ArtemiaSelain sista yang dipanen juga dilakukanpanen biomass dengan menggunakan seser. Biomassa Artemia ini dapat langsung digunakan sebagai pakan dari juvenil ikan/udang atau ikan hias dan lainnya atau dapat dibuat flake Artemia yang pemanfaatannya dapat tahan lebih lama.Perdagangan garam di Indonesia sampai saat ini masih sebagian besar impor dikarenakan produksi garam nasional tidak dapat memenuhi kebutuhan garam nasional. Garam impor untuk memenuhi kebutuhan industri sedangkan garam konsumsi dapat dipenuhi dari produksi garam lokal bahkan ada kecenderungan over stock saat ini karena merembesnya garam impor ke garam konsumsi sehingga mengganggu harga pasar garam konsumsi (Sungkowo, 2006). Pusat sentra garam di Indonesia adalah Jawa Timur dan Madura hal ini terlihat dalam Gambar 29 tentang jalur distribusi garam di Indonesia.

3.9 Pasar produk artemiaProduk Artemia yang dihasilkan adalah sista Artemia dan biomassanya. Semua itu sangat penting dalam pemanfaatannya dalam industri perikanan yang merupakan pakan dari benur atau larva serta anak ikan dari berbagai budidaya perikanan. Diketahui pada tahun 2003 menurut Prihadi, dkk 2005 bahwa pada tahun 2003 diperlukan 398 ton sista Artemia untuk 55,24 milyar ekor benur di tambak seluas 380.355ha.Kebutuhan Artemia sangat tinggi dari budidaya laut saja, yang selama ini dipenuhi dari impor, sehingga pasar produk Artemia masih terbuka sangat luas.

REFRENSI

http://mediapenyuluhanperikananpati.blogspot.com/2014/09/artemia-dengan-polikultur-dengan.htmlhttp://wwwbudidayaperikanan-perikanan.blogspot.com/2011/11/artemia.html