pola pertumbuhan populasi artemia salina pada … · pola pertumbuhan populasi artemia salina pada...

108
POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA KONDISI LINGKUNGAN TERKONTROL IRMA YUSNITA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Upload: ledat

Post on 25-Mar-2019

234 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina

PADA KONDISI LINGKUNGAN TERKONTROL

IRMA YUSNITA

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

Page 2: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk

apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis

lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2010

Irma Yusnita

C24052013

Page 3: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

RINGKASAN

Irma Yusnita. C24052013. Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada

Kondisi Lingkungan Terkontrol. Di bawah bimbingan Majariana Krisanti dan

Niken T.M. Pratiwi

Artemia hidup secara planktonik di perairan laut dengan salinitas berkisar

antara 15–300‰. Keistimewaan Artemia sebagai plankton adalah sifat toleransi yang

sangat luas terhadap kisaran salinitas (euryhaline). Kondisi salinitas mempengaruhi

kehidupan Artemia, seperti derajat penetasan, pertumbuhan, dan perkembangan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan Artemia salina

pada kondisi salinitas yang berbeda. Perlakuan salinitas yang digunakan dalam penelitian adalah 20, 30, dan 40‰. Kegiatan penelitian berupa percobaan di

laboratorium yang terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama.

Penelitian pendahuluan dilakukan pada bulan Maret–Juni dan penelitian utama pada

bulan Juli–Agustus 2009. Tahap penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengetahui

derajat penetasan kista pada kondisi salinitas yang berbeda. Tahap penelitian utama

bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan dan perkembangan A. salina pada

kondisi salinitas yang berbeda. Parameter yang diujikan dalam penelitian ini adalah

panjang total dan lebar tubuh, serta capaian instar A. salina. Pengambilan contoh

dilakukan secara acak dengan waktu pengamatan selama 10 hari. Model umum yang

digunakan adalah model yang mengikuti rancangan acak lengkap “dalam waktu” (RAL

in time). Kemudian dilakukan analisis dengan uji F (anova) dan uji lanjut Duncan.

Analisis dilakukan pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05).

Berdasarkan hasil pengamatan dalam penelitian diketahui bahwa urutan derajat

penetasan yang tertinggi sampai terendah terjadi pada salinitas 20, 30, dan 40‰,

sedangkan pertumbuhan dan perkembangan secara berurutan dari yang tercepat

sampai terlambat terjadi pada salinitas 40, 20, dan 30‰. Hasil analisis statistik RAL in

time terhadap pertumbuhan panjang total dan lebar tubuh menunjukkan bahwa model

keseluruhan hasil ANOVA dengan uji F pada taraf nyata 5% layak digunakan. Hasil uji

parsial menunjukkan bahwa perlakuan (salinitas) memiliki pengaruh berbeda nyata

(P<0,05) terhadap pertumbuhan panjang total dan lebar tubuh A. salina. Hasil uji

lanjut Duncan terhadap perlakuan (salinitas) menunjukkan bahwa pengaruh

perlakuan salinitas 20 dan 30‰ tidak berbeda nyata, sedangkan pengaruh perlakuan

salinitas 40‰ berbeda nyata dari salinitas 20 dan 30‰. Selain itu, hasil uji lanjut

Duncan terhadap waktu (hari) menunjukkan adanya lima kelompok waktu yang

memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan panjang total A. salina dan terdapat tiga

kelompok waktu yang memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan lebar tubuh A. salina.

Kualitas air pada media pemeliharaan berada dalam kondisi lingkungan

terkontrol, diketahui parameter fisika dan kimia berupa suhu, pH, DO, dan amonia

memiiki kisaran nilai yang masih sesuai untuk kehidupan A. salina. Dengan demikian,

dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa kehidupan A. salina dipengaruhi oleh

kondisi salinitas yang berbeda. Secara keseluruhan terlihat bahwa pada salinitas

berbeda terdapat perbedaan derajat penetasan, pola pertumbuhan, dan

perkembangan A. salina.

Page 4: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

ABSTRACT

Irma Yusnita. C24052013. Artemia salina’s Population Growth under controlled

environment condition. Majariana Krisanti and Niken T. M. Pratiwi

Artemia live as planktonic in marine water with salinity range from 15 to 300‰.

Different from others, Artemia as plankton have tolerance characteristic which very

wide about salinity range (euryhaline). Salinity condition influence life of Artemia, like

hatching degree, growth, and development.

This research aimed to observe population growth of Artemia salina under

different salinity degree. The salinity which use in this research is 20, 30, and 40‰.

Research were conducted in the laboratory of two phase, they are minor (March-June

2009) and main phase (July-August 2009). The conducted in order to know hatching

degree under different salinity. The main phase conducted to know the growth rate

and development of A. salina in the different salinity. Total length and wide body, and

reach instar of A. salina were measured. Sample were taken random in time

observation during 10 days. General model which use is plan test model with repeated

measurement “in time”. Then analyze with F test (ANOVA) and continue with Duncan

test. This analysis in the interval of believe 95% (α=0,05).

According to observation in the research hatching degree from highest until

lowest happen in the salinity 20, 30, and 40‰ respectively, whereas growth and

development from fastest until lowest happen in the salinity 40, 20, and 30‰

respectively. Statistical analysis random complete design with repeated measurement

“in time” of growth from total length and wide body showed that whole model result

ANOVA with F test in the interval of believe 5% suitable to use. Partial test showed

that treatment (salinity) has influence real different (P<0,05) about growth of total

length and wide body A. salina. Result of Duncan test about treatment (salinity)

showed that salinity treatment 20 and 30‰ not significantly different, whereas

influence of salinity treatment 40‰ is significantly different from salinity 20 and 30%.

In addition to, result of Duncan test for time(days) showed five group of time that have

influence total length growth of A. salina and showed three group of time that have

influence wide body growth of A. salina.

Water quality of rearing medium in controlled condition, the temperature, pH,

DO, and ammonia were in range that still suitable for A. salina. As conclusion, the life

of A. salina influenced by different degrees of salinity. That is different salinity have

different hatching degree, growth rate, and development of A. salina.

Page 5: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina

PADA KONDISI LINGKUNGAN TERKONTROL

IRMA YUSNITA

C24052013

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

Page 6: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

PENGESAHAN SKRIPSI

Judul : Pola Pertumbuhan populasi Artemia salina pada Kondisi

Lingkungan Terkontrol

Nama Mahasiswa : Irma Yusnita

Nomor Pokok : C24052013

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Majariana Krisanti, S.Pi. M.Si. Dr. Ir. Niken T. M. Pratiwi, M.Si.

NIP : 19691031 199512 2 001 NIP : 19680111 199203 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc

NIP : 19660728 199103 1 002

Tanggal Ujian : 25 Januari 2010

Page 7: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

iii

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan

hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul

Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan

Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan dan utama yang

dilaksanakan pada Maret-Juni dan Juli-Agustus 2009, dan merupakan salah satu syarat

untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada proses penulisan ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih

kepada Majariana Krisanti, S.Pi, M.Si. dan Dr. Ir. Niken T. M. Pratiwi, M.Si. selaku dosen

pembimbing pertama dan kedua yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta

motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan pada penyusunan skripsi ini. Oleh

karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan bantuan dari berbagai pihak,

sehingga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada

umumnya.

Bogor, Januari 2010

Penulis

Page 8: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

iv

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya

2. Majariana Krisanti, S.Pi. M.Si dan Dr. Ir. Niken T. M. Pratiwi, M.Si, masing-masing

selaku ketua dan anggota komisi pembimbing skripsi yang telah banyak

memberikan arahan dan masukan hingga penyelesaian skripsi ini.

3. Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc selaku dosen penguji dan Dr. Ir. Achmad Fachrudin,

M.S selaku wakil komisi pendidikan program S1, atas saran, nasehat dan perbaikan

yang diberikan.

4. Yonvitner, S.Pi, M.Si selaku pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi

dan nasehat selama ini.

5. Kedua orang tua penulis Ayahanda Matali dan Ibunda Siti Dahlia atas doa, kasih

sayang, kesabaran, pengorbanan, dan dukungan yang sangat berarti dan tak henti-

hentinya bagi penulis. Keluarga besar penulis : Almarhum (ibu Hj. Siti Hanah, baba

H. Ahmad Zaeni dan H. Sidik), cang, cing, dan sepupu-sepupu atas doa, semangat,

dan dukungan yang diberikan selama penulis menjalani perkuliahan hingga

penyelesaian skripsi ini.

6. Ibu Siti Nursiyamah selaku staf Lab. Biologi Mikro I (BIMI I) yang telah banyak

membantu selama proses identifikasi hingga terselesaikan dengan lancar.

7. Para staf Tata Usaha yang sangat saya banggakan, terutama mba Zaenab dan mba

Widar atas arahan dan kesabarannya.

8. Para staf Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, bu Ana, pak Toni,

pak Yayat, bang Aan, kang Heri, dan mang Adon. Khususnya Ka Budi yang baik hati.

9. Semua civitas MSP, terutama teman-teman seperjuangan MSP’42, Endah, Dinda,

Wati, Pungky, Intan, Silfi, Pipit, Diana, Shiro, Guse, Lenggo, Puput, Naila dan teman-

teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

10. Kakak dan adik asuh penulis yaitu Wahyu Ishartanto dan Maulana Ishak atas

keceriaannya.

11. Teman-teman BDP’42 yang pernah magang di Balai Besar Pengembangan Budidaya

Laut desa Hanura, Lampung yaitu Bundo, Fika, Sella, Fairus. Terutama Zhe-zhe dan

Evan atas bantuan dan dukungannya.

Page 9: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

v

12. Keluarga besar “Wisma Agung 2”, Balio (Indah teman kamarku, Pipit, Ajeng, Bule,

Mba Nda, Mba Ir, Teh Popi, Rahme, Galz, dan Ely) dan Keluarga besar Asrama Aceh

“Pocut Baren”, Balebak (Mba Isul, Jeng En, Nyit2, Utie, Doyong, Jupe, Hani, Ami, dan

Ollin Dejeh) yang telah memberikan keceriaan selama ini.

13. Regy Febriawan, S.E atas doa, semangat, dan kasih sayang selama ini.

14. Semua pihak yang telah membantu penulis dan tidak dapat disebutkan satu

persatu.

Page 10: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Irma Yusnita dilahirkan di Bekasi pada tanggal 20

September 1987. Penulis merupakan putri tunggal dari pasangan

bapak Matali dan ibu Siti Dahlia. Penulis menyelesaikan

pendidikan formal di TK Bani Saleh 2 Bekasi, SD Negeri Bumi

Bekasi Baru VIII Bekasi tahun 1999, kemudian melanjutkan ke

SLTP Negeri 16 Bekasi tahun 2002.

Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan formal ke SMA Negeri 6 Bekasi

dan menamatkannya pada tahun 2005.

Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan formal ke Perguruan Tinggi

Negeri dan lulus seleksi masuk sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor melalui

jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Kemudian penulis diterima di

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

pada tahun 2006. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Divisi

Sosial dan Lingkungan pada Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan

(HIMASPER) pada tahun 2007/2008. Selain itu, penulis juga aktif pada paduan suara

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (Endeavor) pada tahun 2007/2008.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan

penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Pola Pertumbuhan Artemia salina

pada Kondisi Lingkungan Terkontrol”.

Page 11: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

vii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ....................................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................. x

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................. xi

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ........................................................................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah ................................................................................................ 2

1.3. Tujuan ........................................................................................................................... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Morfologi ...................................................................................... 3

2.2. Artemia sebagai pakan alami .............................................................................. 6

2.3. Ekologi, Fisiologi, dan Reproduksi .................................................................... 8

3. METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian ............................................................................................. 15

3.1.1. Penelitian Pendahuluan ............................................................................. 15

1. Tahap persiapan ......................................................................................... 15

2. Tahap perendaman dan penetasan kista Artemia salina ........... 15

3. Tahap pengamatan .................................................................................... 17

3.1.2. Penelitian utama ............................................................................................ 17

1. Tahap persiapan .......................................................................................... 18

2. Tahap pemeliharaan Artemia salina ................................................... 18

3. Tahap pengamatan ..................................................................................... 19

3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................................... 19

3.3. Variabel dan atau Parameter serta Pengukurannya ................................. 20

3.3.1. Dimensi Artemia salina ................................................................................ 20

3.3.2. Persentase capaian instar Artemia salina ............................................ 20

3.4. Metode Pengumpulan Data .................................................................................. 21

3.4.1. Penelitian pendahuluan .............................................................................. 21

Penentuan derajat penetasan kista pada salinitas berbeda ........ 21

3.4.2. Penelitian utama ............................................................................................ 22

a. Pertumbuhan panjang total dan lebar tubuh Artemia

salina ............................................................................................................ 22

b. Distribusi frekuensi panjang total dan lebar tubuh

Artemia salina ........................................................................................... 22

c. Penentuan ciri-ciri morfologi perkembangan Artemia

salina ............................................................................................................. 22

3.5. Analisis Data ............................................................................................................... 23

3.5.1. Rancangan acak lengkap in time ............................................................... 23

3.5.2. Uji perbandingan berganda Duncan (DMRT) ...................................... 25

3.5.3. Uji t ....................................................................................................................... 25

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil ............................................................................................................................... 27

4.1.1. Pertumbuhan panjang total dan lebar tubuh Artemia salina ....... 27

Page 12: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

viii

4.1.2. Sebaran ukuran panjang total dan lebar tubuh Artemia

salina .................................................................................................................... 30

4.1.3. Penentuan ciri–ciri morfologi perkembangan Artemia

salina .................................................................................................................... 42

4.1.4. Kualitas air terkontrol dan perlakuan salinitas ............................... 46

4.2. Pembahasan ............................................................................................................... 52

4.2.1. Pertumbuhan Artemia salina..................................................................... 52

4.2.2. Perkembangan Artemia salina .................................................................. 56

5. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................................... 60

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 61

LAMPIRAN ................................................................................................................................. 65

Page 13: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Data kualitas air sebelum proses penetasan kista Artemia salina ................. 16

2. Persentase capaian instar Artemia salina pada salinitas berbeda

(Identifikasi menurut Lavens and Sorgeloos 1996) ............................................ 20

3. Sidik ragam RAL in time .................................................................................................. 24

4. Panjang total Artemia salina selama pengamatan ................................................ 27

5. Lebar tubuh Artemia salina selama pengamatan ................................................. 28

6. Analisis sidik ragam panjang total Artemia salina ................................................ 29

7. Analisis sidik ragam lebar tubuh Artemia salina ................................................... 29

8. Persentase capaian instar Artemia salina pada salinitas 20 ‰ ..................... 43

9. Persentase capaian instar Artemia salina pada salinitas 30 ‰ ..................... 44

10. Persentase capaian instar Artemia salina pada salinitas 40 ‰ ....................... 45

Page 14: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka pendekatan masalah ”Pola Pertumbuhan Populasi Artemia

salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol ............................................................ 2

2. Tahapan penetasan Artemia (Sorgeloos 1980) ..................................................... 4

3. Morfologi nauplius Artemia (Sorgeloos 1980) ...................................................... 4

4. Morfologi Artemia dewasa (Sorgeloos 1980) ......................................................... 6

5. Siklus hidup Artemia (Mudjiman 1989) ................................................................... 14

6. Rancangan wadah perendaman dan penetasan kista Artemia salina ........... 16

7. Cawan petri bertransek untuk menghitung derajat penetasan ....................... 17

8. Rancangan perlakuan selama penelitian utama ................................................... 18

9. Grafik rataan panjang total harian Artemia salina ................................................ 27

10. Grafik rataan lebar tubuh harian Artemia salina ................................................... 28

11. Sebaran ukuran panjang total Artemia salina pada salinitas berbeda

(a, b, dan c = salinitas 20, 30, dan 40‰) . ................................................................ 31

12. Sebaran ukuran panjang total Artemia salina setiap dua hari pada

salinitas 20 ‰ ................................................................................................................... 32

13. Sebaran ukuran panjang total Artemia salina setiap dua hari pada

salinitas 30 ‰ ................................................................................................................... 33

14. Sebaran ukuran panjang total Artemia salina setiap dua hari pada

salinitas 40 ‰ ................................................................................................................... 34

15. Sebaran ukuran lebar tubuh Artemia salina pada salinitas berbeda

(a, b, dan c = salinitas 20, 30, dan 40‰) .................................................................. 38

16. Sebaran ukuran lebar tubuh Artemia salina setiap dua hari pada

salinitas 20 ‰ ................................................................................................................... 39

17. Sebaran ukuran lebar tubuh Artemia salina setiap dua hari pada

salinitas 30 ‰ ................................................................................................................... 40

18. Sebaran ukuran lebar tubuh Artemia salina setiap dua hari pada

salinitas 40 ‰ ................................................................................................................... 41

19. Capaian instar Artemia salina selama penelitian .................................................. 46

20. Grafik suhu pagi hari (06.00 WIB) .............................................................................. 47

21. Grafik suhu siang hari (14.00 WIB) ............................................................................. 48

22. Grafik pH pagi hari (06.00 WIB) .................................................................................. 48

23. Grafik pH siang hari (14.00 WIB) ................................................................................ 49

24. Grafik DO pagi hari (06.00 WIB) .................................................................................. 50

25. Grafik DO siang hari (14.00 WIB) ................................................................................ 50

26. Grafik amonia pagi hari (06.00 WIB) .......................................................................... 51

27. Grafik salinitas pagi hari (06.00 WIB) dan siang hari (14.00 WIB) ................ 51

Page 15: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut ......................................................................... 65

2. Daftar Istilah yang berkaitan dengan Artemia salina .......................................... 67

3. Kista Artemia salina “Great Salt Lake” ....................................................................... 68

4. Rancangan wadah perendaman dan penetasan kista Artemia salina,

serta langkah-langkah penetasan kista Artemia salina ................................... 69

5. Penentuan derajat penetasan kista Artemia salina pada salinitas

berbeda ................................................................................................................................... 70

6. Proses sterilisasi air laut, drigen, selang, dan batu aerasi ................................. 72

7. Formulasi bahan pembuatan pakan fermentasi dengan volume

60 liter .................................................................................................................................... 73

8. Identifikasi capaian instar Artemia salina menurut Lavens and

Sorgeloos (1996) ................................................................................................................ 74

9. Langkah-langkah menggunakan SAS 9.1, contoh perhitungan TSR,

dan hasil uji lanjut Duncan panjang total Artemia salina .................................. 75

10. Langkah-langkah menggunakan SAS 9.1, contoh perhitungan TSR,

dan hasil uji lanjut Duncan lebar tubuh Artemia salina . ................................. 79

11. Ciri-ciri instar-antara yang berada di antara ciri-ciri morfologi

perkembangan A. salina menurut Lavens and Sorgeloos (1996) ............... 83

12. Gambaran instar-antara Artemia salina yang ditemukan selama

penelitian ............................................................................................................................ 84

13. Hasil analisis kualitas air terkontrol dan perlakuan salinitas ...................... 87

14. Uji-t kualitas air selama penelitian utama ............................................................. 89

Page 16: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Artemia hidup secara planktonik di perairan laut dengan salinitas berkisar

antara 15–300‰. Keistimewaan Artemia adalah sifat toleransi yang sangat luas

terhadap kisaran salinitas (euryhaline). Pada salinitas yang sangat tinggi, ketika

organisme lain pada umumnya tidak mampu bertahan hidup, ternyata Artemia mampu

mentolerirnya (Djarijah 1995).

Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), pertumbuhan Artemia yang baik

membutuhkan salinitas antara 30 sampai 50‰. Salinitas yang diperlukan agar

Artemia dapat menghasilkan kista cukup bervariasi, tergantung galurnya. Pada

umumnya dibutuhkan salinitas lebih dari 100‰. Penetasan kista Artemia

membutuhkan salinitas kurang dari 85‰. Apabila salinitas air tersebut lebih dari

85‰, maka kista tidak akan menetas.

Selain kondisi salinitas, Artemia juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang

lain, seperti suhu, oksigen terlarut, pH, dan amonia. Menurut Mudjiman (1989),

Artemia secara umum tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25–30 °C. Artemia

termasuk hewan euroksibion, yaitu hewan yang mempunyai kisaran toleransi yang

lebar terhadap kandungan oksigen. Kandungan oksigen terlarut yang baik untuk

pertumbuhan Artemia adalah di atas 3,0 mg/l. Kondisi pH air juga mempengaruhi

kehidupan Artemia. Artemia membutuhkan pH air yang sedikit bersifat basa untuk

kehidupannya. Nilai pH air sangat berpengaruh terhadap efisiensi penetasan kista.

Efesiensi penetasan kista akan menurun pada pH air yang kurang dari 8 (Mudjiman

1989). Artemia dapat tumbuh dengan baik pH air yang berkisar antara 7,5–8,5

(Isnansetyo dan Kurniastuty 1995).

Menurut Sorgeloos (1980), konsentrasi amonia sebesar 2 mg/l dapat

menghambat penelanan makanan. Untuk kehidupan biota laut secara layak, nilai

amonia total (NH3–N) harus kurang dari 0,3 mg/l (Kep.51/MENLH/2004) (Lampiran

1).

Berdasarkan kebutuhan Artemia akan kondisi lingkungan tersebut, diperlukan

kajian tentang derajat penetasan, pertumbuhan dan perkembangan instar Artemia

pada salinitas yang berbeda. Dengan demikian, dapat diketahui besarnya salinitas

yang sesuai dengan kebutuhan kelangsungan hidup Artemia.

Page 17: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

2

Dalam penelitian ini dikaji tentang derajat penetasan, pertumbuhan panjang

total, dan lebar tubuh, serta perkembangan instar Artemia salina sejak menetas

menjadi nauplius hingga mencapai bentuk dewasa pada kondisi salinitas yang

berbeda. Dengan demikian, akan diketahui derajat penetasan, pola pertumbuhan, dan

perkembangan yang optimal pada salinitas yang berbeda.

1.2. Perumusan Masalah

Faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan Artemia adalah salinitas, oksigen

terlarut, suhu, dan pH. Selain itu, cahaya juga merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi proses penetasan kista. Salah satu keistimewaan Artemia adalah

kemampuannya dalam beradaptasi terhadap rentang salinitas yang luas.

Kista yang berkualitas baik akan menetas sekitar 18–24 jam apabila

diinkubasikan dalam air bersalinitas 5–70‰. Selain mempengaruhi proses penetasan

kista, salinitas juga mempengaruhi pertumbuhan Artemia. Pertumbuhan Artemia yang

baik membutuhkan salinitas antara 30 sampai 50‰. Hal penting yang perlu diketahui

berkaitan dengan hubungan antara salinitas dan kehidupan Artemia adalah derajat

penetasan, pola pertumbuhan, dan perkembangan populasi Artemia. Oleh karena itu,

perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kondisi lingkungan, yaitu kebutuhan

salinitas yang baik bagi pertumbuhan Artemia hasil penetasan. Dengan demikian

dapat diketahui pola pertumbuhan populasi Artemia salina pada kondisi lingkungan

terkontrol. Kerangka pendekatan masalah penelitian ini disajikan dalam Gambar 1.

(–) (+)

(–)

Gambar 1. Kerangka pendekatan masalah ”Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina

pada Kondisi Lingkungan Terkontrol”

1.3. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan Artemia salina

pada kondisi salinitas yang berbeda.

Pola

Pertumbuhan

Artemia

- Derajat Penetasan

- Ukuran Dimensi

- Capaian Instar

Salinitas

Kualitas Air

Terkontrol

Artemia Hasil

Penetasan

Page 18: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Morfologi

Genus Artemia mempunyai beberapa spesies, antara lain Artemia salina Leach, A.

parthenogenetica, A. franciscana Kellog, A. urmiana Gunther, A. tunisiana Bowen, A.

persimilis Prosdocimi dan Piccinelli, A. monica Verril, dan A. odesssensisr. Artemia

merupakan zooplankton yang diklasifikasikan ke dalam filum Arthropoda dan kelas

Crustacea. Secara lengkap klasifikasi Artemia menurut Bougis (1979) in Isnansetyo

dan Kurniastuty (1995) adalah sebagai berikut.

Filum : Arthropoda

Kelas : Crustacea

Subkelas : Branchiopoda

Ordo : Anostraca

Famili : Artemidae

Genus : Artemia

Spesies : Artemia salina

Artemia diperjualbelikan dalam bentuk telur dorman (istirahat) yang disebut

dengan kista. Kista tersebut berbentuk bulatan–bulatan kecil berwarna kelabu

kecoklatan dengan diameter berkisar antara 200–350 mikron. Satu gram kista

Artemia kering rata–rata terdiri dari 200.000–300.000 butir kista. Kista yang

berkualitas baik akan menetas sekitar 18–24 jam apabila diinkubasikan dalam air

bersalinitas 5–70‰. Terdapat beberapa tahap (proses) penetasan Artemia, yaitu

tahap hidrasi, tahap pecah cangkang, dan tahap payung atau tahap pengeluaran. Pada

tahap hidrasi terjadi penyerapan air sehingga kista yang diawetkan dalam bentuk

kering tersebut akan menjadi bulat dan aktif melakukan metabolisme. Tahap

selanjutnya adalah tahap pecah cangkang, disusul dengan tahap payung yang terjadi

beberapa saat sebelum nauplius keluar dari cangkang. Tahap penetasan tersebut

dapat dilihat pada Gambar 2 (Sorgeloos 1980).

Artemia yang baru menetas disebut nauplius. Nauplius berwarna oranye,

berbentuk bulat lonjong dengan panjang sekitar 400 mikron, lebar 170 mikron, dan

berat 0,002 mg. Ukuran–ukuran tersebut sangat bervariasi, tergantung pada galur

(strain). Nauplius mempunyai sepasang antenulla dan sepasang antenna. Antenulla

berukuran lebih kecil dan pendek dibandingkan dengan antenna. Selain itu, di antara

antenulla terdapat bintik mata yang disebut dengan ocellus. Sepasang mandibulla

Page 19: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

4

rudimenter terdapat di belakang antenna. Labrum (semacam mulut) terdapat di

bagian ventral. Morfologi nauplius disajikan pada Gambar 3 (Sorgeloos 1980).

Gambar 2. Tahapan Penetasan Artemia (Sorgeloos 1980)

Gambar 3. Morfologi nauplius Artemia (1) bintik mata (2) antennula (3) antenna

(4) calon thoracopoda (5) saluran pencernaan (6) mandibula (Sorgeloos

1980)

Nauplius berangsur–angsur mengalami perkembangan dan perubahan

morfologis dengan 15 kali pergantian kulit hingga menjadi dewasa. Setiap tingkatan

pergantian kulit disebut dengan instar, sehingga dikenal instar I hingga instar XV.

Setelah cadangan makanan yang berupa kuning telur habis dan saluran pencernaan

berfungsi, nauplius mengambil makanan ke dalam mulutnya dengan menggunakan

setae pada antenna. Artemia mulai mengambil makanan setelah mencapai instar II

Page 20: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

5

(Sorgeloos 1980). Sekitar 24 jam setelah menetas, nauplius instar I akan berubah

menjadi instar II (Mudjiman 1989).

Saat instar kedua, pada pangkal antenanya tumbuh gnatobasen setae, suatu

struktur yang menyerupai duri menghadap ke belakang (Isnansetyo dan Kurniastuty

1995). Perubahan morfologis yang sangat mencolok terjadi setelah masuk instar X.

Antenna mengalami perubahan sesuai dengan jenis kelaminnya. Thoracopoda

mengalami diferensiasi menjadi tiga bagian, yaitu telopodite dan endopodite yang

berfungsi sebagai alat gerak dan penyaring makanan, serta eksopodite yang berfungsi

sebagai alat pernafasan (Lavens and Sorgeloos 1996).

Artemia dewasa (Gambar 4) biasanya berukuran panjang 8–10 mm yang

ditandai dengan adanya tangkai mata yang jelas terlihat pada kedua sisi bagian kepala,

antenna sebagai alat sensori, saluran pencernaan yang terlihat jelas, dan 11 pasang

thoracopoda. Pada Artemia jantan, antenna berubah menjadi alat penjepit (mascular

grasper) dan sepasang penis di bagian belakang tubuh. Pada Artemia betina, antenna

mengalami penyusutan dengan sepasang indung telur atau ovari terdapat di kedua sisi

saluran pencernaan di belakang thoracopoda. Telur yang sudah matang akan

disalurkan ke sepasang kantong telur atau uterus (Sorgeloos 1980).

Artemia dewasa dapat hidup selama beberapa bulan (sampai 6 bulan). Di bawah

kondisi optimal, Artemia dapat tumbuh dari nauplius sampai dewasa hanya dalam

waktu 8 hari (Lavens and Sorgeloos 1996) atau 14 hari (Mudjiman 1989). Sementara

itu, setiap 4–5 hari sekali mereka dapat memperbanyak diri secara cepat, dengan

menghasilkan anak (pada kondisi lingkungan yang baik) dengan rata-rata 300

nauplius atau bertelur (pada lingkungan yang buruk) sebanyak 50–300 butir.

Menurut Harefa (1997), perkembangan Artemia dari proses penetasan sampai

menjadi individu dewasa membutuhkan waktu sekitar 7–10 hari. Artemia dewasa bila

diletakkan di air tawar akan bertahan 2–3 jam. Untuk sebagian besar strain, toleransi

salinitas maksimum adalah 200‰. Artemia mencapai tingkat dewasa dalam 16-19

hari ketika dibudidayakan pada kolam air garam (Kulasekarapandian and

Ravichandran 2003 in Soundarapandian and Saravanakumar 2009). Menurut

Soundarapandian and Saravanakumar (2009), salinitas air laut (35-55‰) yang sesuai

untuk budidaya Artemia ditunjukkan dengan kelangsungan hidup yang lebih tinggi

(80%), ukuran yang lebih besar (1,2 cm) dan durasi yang lebih pendek (14 hari) untuk

mencapai tingkat dewasa. Menurut Vos (1979), morfologi dan penampilan umum

dewasa berubah pada salinitas yang berbeda. Semakin tinggi salinitas, semakin kecil

clasper pada Artemia jantan. Pada salinitas tinggi juga, tubuh menjadi lebih panjang

Page 21: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

6

dan lebih kurus. Istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada

Lampiran 2.

Gambar 4. Morfologi Artemia dewasa (Sorgeloos 1980)

2.2. Artemia sebagai pakan alami

Artemia atau “brine shrimp” tergolong famili Artemiidae yang merupakan salah

satu jenis pakan alami yang sangat penting dalam pembenihan ikan laut, Crustacea,

ikan konsumsi air tawar, dan ikan hias. Hal ini dikarenakan Artemia memiliki nilai gizi

yang tinggi dan ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut hampir seluruh jenis larva

ikan.

Artemia memiliki posisi yang unik dalam sistem akuakultur dan sebagai pakan

hidup yang lebih dari 85% spesies yang dibudidayakan di seluruh dunia. Artemia

memiliki beberapa karakteristik, yang membuatnya menjadi ideal untuk kegiatan

budidaya. Artemia mudah untuk dipelihara, adaptasi yang lebar terhadap kondisi

lingkungan, non-selective filter feeder, mampu tumbuh pada padat tebar yang sangat

tinggi. Selain itu, Artemia juga memiliki nilai nutrisi yang tinggi, efesiensi konversi

yang tinggi, waktu untuk menghasilkan keturunan yang cepat, rataan fekunditas yang

tinggi, dan masa hidup yang sangat panjang. Artemia terdistribusi sebagian besar pada

danau hypersaline, kolam air asin, dan laguna. Artemia berkembang dengan sangat

baik pada air laut alami dan memiliki toleransi salinitas pada kisaran 3-300‰.

Sebagian besar peneliti mencoba untuk membudidayakan Artemia pada salinitas yang

lebih tinggi (>70‰) untuk memproduksi biomasa dan percobaan dilakukan hanya

Page 22: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

7

pada kolam air garam (Gilchrist 1960; Arna 1987; Kulasekarapandian and

Ravichandran 2003 in Soundarapandian and Saravanakumar 2009).

Pembudidaya memperhatikan dua hal, yaitu menyediakan organisme dengan

ukuran yang tepat sebagai pakan pertama larva dan menyediakan jumlah yang cukup

dengan kelangsungan hidup yang tinggi dan pertumbuhan yang cepat mencapai

tingkat dewasa sehingga dapat digunakan untuk pakan organisme (Arulvasu and

Munuswamy 2009).

Naupli Artemia salina instar I yang baru menetas umumnya digunakan sebagai

pakan hidup untuk larva ikan. Selain dalam bentuk naupli, A. salina juga digunakan

dalam bentuk dewasa. Tingkatan naupliar (contohnya. instar II, III, atau metanauplii)

tidak sesuai lagi sebagai pakan larva ikan, karena memiliki panjang 50% lebih besar,

berenang lebih cepat dan mengalami penurunan nilai nutrisi (Watanabe et al. 1987;

Dye 1980; Sorgeloos et al. 2001 in John et al. 2005). Oleh karena itu, penyediaan

nauplius A. salina dilakukan melalui penetasan harian dari kista yang langsung

diberikan untuk larva ikan. Selain itu, untuk mengurangi waktu kerja laboran dan

proses yang tidak praktis, terdapat teknik lain berupa penyimpanan dingin dari nauplii

A. salina yang dilakukan pada strain A. salina yang berbeda (Baust and Lawrence

1980a,b; Leger et al. 1983 in Soundarapandian and Saravanakumar 2009).

Menurut Mudjiman (1989), kedudukan Artemia dalam dunia budidaya ikan

memiliki peranan penting, bukan hanya telurnya, melainkan juga Artemia dewasa.

Artemia dewasa merupakan pakan alami yang baik, terutama untuk pembesaran dan

pematangan gonad induk. Kandungan protein pada Artemia dewasa lebih besar

daripada anak Artemia (nauplius). Kandungan protein pada anak Artemia (nauplius)

adalah 42% dan Artemia dewasa 60% dari berat kering. Selain itu, kandungan lemak

Artemia dewasa lebih kecil dari nauplius Artemia.

Biomasa Artemia merupakan permintaan yang tinggi sebagai sumber dari pakan

yang berkualitas tinggi untuk budidaya ikan dan Crustacea (Persoone and Sorgeloos

1982 in Royan et al. 1990). Artemia dewasa dapat menjadi sumber berharga dengan

kualitas protein tinggi sebagai pakan hewan. Selain itu, pembesaran dan pematangan

beberapa spesies penaeid lebih efektif menggunakan Artemia dewasa. Rataan

pertumbuhan yang baik diamati pada Penaeus indicus, P. monoceros, dan P. monodon

ketika diberi pakan hidup Artemia dewasa (Royan et al. 1987 in Royan et al. 1990).

Menurut Mudjiman (1989), Kandungan nutrisi Artemia terdiri dari protein,

karbohidrat, lemak, air, dan abu. Protein merupakan kandungan terbesar, yaitu antara

40-60%. Kandungan protein yang tinggi inilah yang menyebabkan Artemia digunakan

Page 23: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

8

sebagai pakan alami yang sulit digantikan dengan pakan yang lain. Menurut hasil

penelitian Fakultas Peternakan (1994), kandungan protein di dalam Artemia dapat

mencapai 58,58 %. Kandungan nutrisi lainnya adalah lemak 6,15%, karbohidrat

30,15%, abu 5,12%, dan kandungan energi 5,02 kkal/g.

Selain Artemia, terdapat jenis zooplankton yang dapat dimanfaatkan sebagai

pakan alami berbagai jenis ikan atau hewan air lainnya, misalnya Daphnia sp. Namun,

kandungan nutrisi Daphnia sp. lebih kecil jika dibandingkan dengan Artemia

(Mudjiman 1989). Secara umum larva-larva ikan-ikan laut berukuran sangat kecil

dengan ukuran mulut yang kecil pula, misalnya ikan kerapu (Kohno et al. 1997 in

Suwirya et al. 2001). Keadaan ini menyulitkan dalam manajemen pakan, dimana

secara fisik diperlukan pakan berukuran kecil, seperti rotifer tipe-SS. Rotifer dewasa

tipe-S dan tipe-L masih terlalu besar untuk stadia awal larva dari kebanyakan spesies

ikan kerapu (Lim 1993 in Suwirya et al. 2001). Asam lemak esensial bagi ikan-ikan

laut adalah kelompok n-3 HUFA (Izquierdo et al. 1989). Untuk menyesuaikan

kandungan asam lemak pakan hidup sehingga dapat memenuhi kebutuhan larva ikan

telah dikembangkan dengan metode pengkayaan, baik dengan menggunakan plankton,

pakan buatan, atau langsung dengan emulsi minyak yang mempunyai kandungan asam

lemak yang tinggi (Teshima et al. 1981 in Suwirya et al. 2001). Menurut Watanabe et

al. (1983b), komposisi asam lemak nauplii Artemia salina lebih besar daripada

komposisi asam lemak rotifer (Brachionus plicatilis) yang dikultur dengan pakan yang

berbeda.

2.3. Ekologi, Fisiologi, dan Reproduksi

Artemia terdistribusi di seluruh dunia, terdapat pada setiap benua kecuali

Antartika. Artemia ditemukan di danau bergaram dan daerah bergaram komersial.

Artemia dapat mentolerir salinitas naik lima kali lebih tinggi daripada air laut (Browne

and MacDonald 1982). Udang kecil ini mendiami danau hypersaline dan kolam yang

memiliki variasi komposisi ionik, suhu, dan altitute (ketinggian) (Triantaphyllidis et al.

1998). Populasi Artemia ditemukan di sekitar 600 danau garam alami dan danau

buatan manusia yang tersebar di seluruh zona beriklim tropis, subtropis, dan iklim

sedang, sepanjang garis pantai (Van Stappen 2002 in El-Gamal 2010).

Kehidupan Artemia dipengaruhi oleh faktor–faktor eksternal, yaitu salinitas,

oksigen terlarut, suhu, dan pH. Suhu di perairan dipengaruhi oleh musim, lintang,

ketinggian dari permukaan laut, sirkulasi udara, penutupan awan, aliran, dan

Page 24: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

9

kedalaman badan air. Perubahan suhu air berpengaruh terhadap sifat fisika, kimia,

dan biologi perairan. Selain itu, peningkatan suhu juga dapat menyebabkan

peningkatan laju metabolisme dan respirasi. Menurut Nontji (1993), suhu yang sangat

ekstrim serta perubahannya dapat berdampak buruk bagi kehidupan organisme

akuatik, baik secara langsung maupun tidak langsung. Suhu air permukaan di perairan

Indonesia umumnya berkisar antara 28–31 °C. Menurut Mudjiman (1989), Artemia

secara umum tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25–30 °C .

Suhu merupakan parameter lingkungan yang mudah berubah sesuai dengan

perbedaan tempat dan waktu. Suhu secara langsung berpengaruh terhadap proses

metabolisme organisme air. Pada suhu tinggi, metabolisme terpacu; sedangkan pada

suhu rendah, metabolisme lambat. Suhu air yang tinggi dan terlalu rendah

mengakibatkan oksigen terlarut dalam air menjadi rendah (Supriya et al. 2002).

Menurut Nontji (2007), salinitas adalah jumlah berat semua garam (dalam gram)

yang terlarut dalam satu liter air, biasanya dinyatakan dengan satuan ‰. Unsur–

unsur kimia terlarut dalam air laut, sebagian besar terdiri atas unsur makro (~95%)

dan hanya sebagian kecil yang merupakan unsur mikro (~5%). Oleh karena itu,

kandungan unsur makro (Na+, Mg2+, K+, Ca2+, Cl–, SO42–) sangat menentukan salinitas

suatu perairan. Sebaran salinitas di air laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti

pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran sungai.

Salinitas merupakan parameter yang penting untuk mengontrol pertumbuhan

dan kelangsungan hidup dari Artemia. Artemia merupakan organisme euryhaline,

tetapi Artemia merasa nyaman ketika berada pada salinitas yang optimum. Pada

lingkungan yang alami, temperatur (suhu), makanan, dan salinitas merupakan faktor

penting yang mempengaruhi populasi Artemia (Wear and Huslett 1987 in

Soundarapandian and Saravanakumar 2009). Menurut Vanhaecke et al. (1987) in

Kaiser et al. (2006), salinitas merupakan faktor lingkungan paling penting yang

menentukan sebaran Artemia dengan populasi yang ditemukan di danau garam pada

tingkat salinitas sekitar 40‰, dimana ikan dan banyak predator invertebrata tidak

ada. Organisme hypersaline beradaptasi pada salinitas tinggi dengan beberapa

mekanisme fisiologi, termasuk osmoregulasi, sintesis, dan akumulasi berbagai larutan

yang cocok. Artemia merupakan makrozooplankton yang dominan yang terdapat pada

lingkungan hypersaline (Wurtsbaugh and Gliwicz 2001 in Eimanifar and Mohebbi

2007).

Salinitas yang diperlukan agar Artemia dapat menghasilkan kista bervariasi

tergantung pada strainnya; pada umumnya membutuhkan salinitas di atas 100‰.

Page 25: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

10

Penetasan kista Artemia membutuhkan salinitas kurang dari 85‰. Apabila salinitas

air yang digunakan untuk penetasan tersebut lebih dari 85‰, maka kista tidak akan

menetas. Hal ini disebabkan oleh tekanan osmosis di luar kista lebih besar, sehingga

kista tidak dapat menyerap air yang diperlukan untuk proses metabolisme (Mudjiman

1989). Pada usaha penetasan kista, umumnya digunakan air laut (salinitas 30–33‰).

Namun pada penelitian Vanhaeckeet et al. in Purwanti (2004) ditemukan laju

penetasan yang lebih tinggi dengan menggunakan salinitas lebih rendah dari air laut.

Menurut Sorgeloos (1980), hal tersebut terjadi karena pada salinitas yang lebih rendah

dari air laut terjadi penurunan kebutuhan energi untuk memecahkan cangkang.

Dengan demikian, proses penetasan kista lebih mudah. Salinitas yang dibutuhkan

untuk penetasan kista Artemia secara optimal adalah 20–30‰ (Direktorat Jendral

Perikanan dan Kelautan 2003). Pertumbuhan biomassa Artemia yang baik terjadi pada

kisaran salinitas 30–50‰ (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995).

Salinitas dapat berfluktuasi karena pengaruh penguapan dan hujan. Salinitas

dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangbiakan zooplankton. Kisaran

salinitas yang tidak sesuai berpengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidup dan

tingkat pertumbuhannya (Supriya et al. 2002).

Oksigen terlarut (Dissolved oxygen/DO) merupakan jumlah gas oksigen yang

ditemukan terlarut di dalam air (mg/l). Jumlah oksigen yang terlarut ini tergantung

pada suhu, salinitas, tekanan atmosfer, dan turbulensi air. Semakin tinggi temperatur

dan salinitas perairan, semakin rendah tingkat kelarutan oksigen dalam air. Lapisan

atas permukaan laut dalam keadaan normal mengandung oksigen terlarut sebesar 4,5–

9,0 mg/l. Selain temperatur dan salinitas, oksigen terlarut juga dipengaruhi oleh

tekanan hidrostatik. Semakin dalam laut, semakin rendah kandungan oksigen yang

terlarut dalam perairan tersebut (Sanusi 2006).

Oksigen terlarut dalam perairan sangat dibutuhkan oleh semua organisme yang

ada di dalamnya untuk pernafasan dalam rangka melangsungkan metabolisme dalam

tubuh mereka. Oksigen terlarut dalam air dapat berasal dari difusi, hasil fotosintesa

fitoplankton dan adanya aliran air baru (Supriya et al. 2002).

Dalam penentuan persyaratan pemeliharaan zooplankton, kandungan oksigen

perairan bukan merupakan faktor utama. Kebutuhan akan oksigen terlarut tersebut

dapat dipenuhi dari sumber pengudaraan tersendiri, yaitu dengan menggunakan

blower (Supriya et al. 2002).

Toleransi yang ekstrim terhadap konsentrasi oksigen terlarut adalah sifat umum

untuk beberapa spesies Artemia yang sukses menghadapi kondisi buruk dibawah

Page 26: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

11

kondisi ekstrim (Amat 1985 in Nunes et al. 2005). Artemia termasuk hewan

euroksibion, yaitu hewan yang mempunyai kisaran toleransi yang lebar terhadap

kandungan oksigen. Kandungan oksigen yang baik untuk pertumbuhan Artemia

adalah di atas 3,0 mg/l. Untuk kehidupan biota laut secara layak oksigen terlarut

harus lebih besar dari 5,0 mg/l (Kep.51/MENLH/2004) (Lampiran 1).

Salah satu parameter lingkungan penting yang dapat mempengaruhi

pertumbuhan dan keberadaan organisme air termasuk zooplankton adalah pH.

Menurut Boyd (1982), dekomposisi bahan organik dan respirasi akan menurunkan

kandungan oksigen terlarut, yang berdampak pada meningkatnya kadar CO2 bebas,

sehingga mengakibatkan menurunnya pH air.

Sverdrup et al. (1960), mengatakan bahwa konsentrasi ion hidrogen dari air laut

umumnya bersifat basa. Ion H+ dan OH– merupakan bagian dari kesetimbangan,

beberapa pengertian dari sistem karbon dioksida memerlukan pengetahuan dari

konsentrasi mereka. Air hasil sulingan murni dibagi menjadi ke dalam ion hidrogen

dan hidroksil:

H2O H+ + OH–

Jika konsentrasi ion H+ melebihi ion OH–, maka larutan adalah asam, dan jika

lebih sedikit adalah basa. Konsentrasi ion hidrogen dinyatakan secara normal sebagai

kesetimbangan per liter dan dinyatakan sebagai :

pH = log +

1

[H ]

Jadi, larutan netral memiliki pH sekitar 7, larutan asam memiliki pH kurang dari

7, dan larutan basa memiliki pH lebih dari 7.

Kondisi pH air juga mempengaruhi kehidupan Artemia. Artemia membutuhkan

pH air yang sedikit bersifat basa untuk kehidupannya. Nilai pH air sangat berpengaruh

terhadap efisiensi penetasan kista. Efesiensi penetasan kista akan menurun pada pH

yang kurang dari 8 (Mudjiman 1989). Artemia dapat tumbuh dengan baik pada pH air

yang berkisar antara 7,5–8,5 (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995). Untuk kehidupan

biota laut secara layak nilai pH harus dalam kisaran 7,0–8,5 (Kep.51/MENLH/2004)

(Lampiran 1).

Amonia (NH3) yang terkandung dalam suatu perairan merupakan salah satu

hasil dari proses penguraian bahan organik. Amonia ini berada dalam dua bentuk,

yaitu amonia tak berion (NH3) dan amonia berion (NH4). Amonia tak berion bersifat

racun, sedangkan amonia berion bersifat tidak beracun. Tingkat peracunan amonia

Page 27: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

12

tak berion berbeda untuk setiap species, tetapi pada kadar 0,6 ppm dapat

membahayakan organisme tersebut (Boyd 1982).

Efesiensi penetasan kista Artemia dipengaruhi oleh suhu, salinitas, pH, oksigen

terlarut dan intensitas cahaya. Pengaruh intensitas cahaya terhadap 4 strain geografi

dari kista Artemia menunjukkan bahwa kista Great Salt Lake memiliki perbedaan yang

minimum dalam derajat penetasan dengan perlakuan intensitas cahaya berbeda

(Sorgeloos 1973 in Vanhaecke et al. 1981).

Amonia biasanya timbul akibat kotoran dan hasil aktivitas mikroorganisme

dalam proses dekomposisi bahan organik yang kaya akan nitrogen. Bahan organik

yang terkandung di dalam air berasal dari organisme yang mati, hasil ekskresi

(kotoran organisme), dan sisa pakan. Tingginya kadar amonia biasanya diikuti

naiknya kadar nitrit. Tingginya kadar nitrit terjadi akibat lambatnya perubahan dari

nitrit ke nitrat oleh bakteri Nitrobacter (Supriya et al. 2002).

Artemia memiliki ketahanan terhadap kandungan amonia yang tinggi. Menurut

Sorgeloos (1980), konsentrasi amonia sebesar 2 mg/l dapat menghambat penelanan

makanan. Untuk kehidupan biota laut secara layak, nilai amonia total (NH3–N) harus

kurang dari 0,3 mg/l (Kep.51/MENLH/2004) (Lampiran 1).

Artemia bersifat pemakan segala atau omnivora. Makanan Artemia berupa

plankton, detritus, dan partikel–partikel halus yang dapat masuk ke dalam mulut.

Dalam mengambil makanan, Artemia bersifat penyaring tidak selektif (non selectif filter

feeder). Oleh karena itu, kandungan gizi Artemia sangat dipengaruhi oleh kualitas

pakan yang tersedia pada perairan tersebut. Ukuran terbesar dari partikel pakan yang

dapat ditelan Artemia adalah 50 mikron. Artemia mengambil pakan dari media

hidupnya terus–menerus sambil berenang. Pengambilan makanan dilakukan

menggunakan antenna kedua pada nauplius, dan menggunakan telopodite yang

merupakan bagian dari thoracopoda pada Artemia dewasa (Isnansetyo dan

Kurniastuty 1995).

Dalam melakukan proses tumbuh, Artemia secara periodik melakukan ganti kulit

(molting) yang frekuensinya tergantung dari stadium siklus hidup dan kondisi

lingkungan tempat hidupnya. Pada proses ganti kulit ini, aktivitas osmoregulasi

memegang peranan penting yang berhubungan dengan besarnya energi yang

digunakan (Riani 1990 in Purwanti 2004).

Menurut Locwood (1989) in Purwanti (2004), walaupun ganti kulit hanya

merupakan bagian yang pendek dari seluruh siklus hidup, tetapi periode ini cukup

berbahaya dan tingkat kematian sering tinggi pada saat ini. Sumber dari bahaya

Page 28: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

13

tersebut ada tiga macam, yaitu meliputi faktor mekanik, fisiologi, dan biologi. Masalah

fisiologi yang timbul adalah akibat beragamnya rasio ionik dan konsentrasi total ion

dalam cairan tubuh pada saat ganti kulit dan hasil pengenceran akibat penarikan kadar

air yang masuk ke dalam sel dan dari perubahan permeabilitas pada permukaan

tubuh.

Menurut cara reproduksinya, Artemia dipilah menjadi dua, yaitu Artemia yang

bersifat biseksual dan Artemia yang bersifat parthenogenetik. Artemia biseksual

berkembangbiak secara seksual dengan perkembangbiakan yang didahului oleh

perkawinan antara jantan dan betina. Artemia parthenogenetik berkembangbiak

secara parthenogenesis, yaitu betina menghasilkan telur atau nauplius tanpa adanya

pembuahan (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995).

Siklus hidup Artemia cukup unik, baik jenis biseksual maupun partenogenetik

(Gambar 5). Perkembangbiakannya dapat secara ovovivipar maupun ovipar

tergantung kondisi lingkungan, terutama salinitas. Pada salinitas tinggi akan

dihasilkan kista yang keluar dari induk betina, sehingga disebut perkembangbiakan

secara ovipar. Pada salinitas rendah tidak akan dihasilkan kista, tetapi telur langsung

menetas menjadi nauplius, sehingga disebut perkembangbiakan secara ovovivipar

(Isnansetyo dan Kurniastuty 1995).

Dalam kehidupan Artemia, baik pada perkembangan biseksual maupun

parthenogenesis kedua–duanya dapat terjadi secara ovovivipar maupun ovipar. Pada

cara ovovivipar (menghasilkan nauplius), sel telur yang telah dibuahi di dalam uterus

berkembang menjadi embrio melalui stadia blastula dan gastrula. Dalam keadaan

lingkungan yang baik, gastrula akan berkembang lebih lanjut menjadi nauplius, yang

akhirnya dikeluarkan dari tubuh induknya. Apabila keadaan lingkungan tersebut

buruk, perkembangannya terhenti sampai pada tingkat gastrula. Selanjutnya stadia

gastrula dibungkus dengan cangkang telur yang kuat dan mengandung hematin yang

dihasilkan oleh kelenjar cangkang telur, yang dikeluarkan dari tubuh induknya dalam

bentuk kista. Kista akan menjadi nauplius melalui proses penetasan lebih dahulu yang

disebut dengan cara ovivar (Mudjiman 1989).

Menurut Mudjiman (1989), ovoviviparitas biasanya terjadi apabila keadaan

lingkungan cukup baik dengan salinitas air berkisar antara 100–150‰ ke bawah,

sehingga burayak yang masih lembut itu dapat hidup tanpa gangguan. Oviparitas

biasanya terjadi apabila keadaan lingkungan sangat buruk, terutama kadar oksigennya

sangat rendah dan salinitas lebih dari 150‰. Dengan demikian, kista yang

bercangkang tebal dan kuat itu mampu menghadapi keadaan yang buruk sambil

Page 29: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

14

beristirahat. Apabila keadaan lingkungan sudah membaik, kista menetas menjadi

nauplius, dan memulai kehidupan baru.

Pada jenis biseksual, perkembangbiakan diawali dengan perkawinan.

Perkawinan diawali dengan adanya pasangan jantan dan betina yang berenang

bersama (riding pair). Artemia betina di depan, sedangkan Artemia jantan “memeluk”

dengan menggunakan penjepit di belakangnya. Riding pair berlangsung cukup lama,

walaupun perkawinan/kopulasinya hanya membutuhkan waktu singkat. Artemia

jantan memasukkan penis ke dalam lubang uterus betina dengan cara

membengkokkan tubuhnya ke depan (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995).

Gambar 5. Siklus Hidup Artemia (Mudjiman 1989)

Page 30: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

3. METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Kegiatan penelitian berupa percobaan di laboratorium yang terdiri dari dua

tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk

mengetahui derajat penetasan kista pada kondisi salinitas yang berbeda (20, 30, dan

40‰). Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan dan

perkembangan Artemia salina pada kondisi salinitas yang berbeda (20, 30, dan 40‰).

3.1.1. Penelitian pendahuluan

Penetasan kista Artemia salina dilakukan secara langsung, diawali dengan proses

perendaman menggunakan air tawar selama 2 jam, kemudian ditetaskan

menggunakan air laut pada kondisi salinitas yang berbeda (20, 30, dan 40‰) dengan

periode inkubasi 24 jam. Hasil penelitian pendahuluan akan dijadikan sebagai

landasan teknis dalam melakukan penelitian utama. Penelitian pendahuluan ini terdiri

dari tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, penetasan, dan pengamatan.

1. Tahap persiapan

Pada tahap ini disiapkan enam botol air mineral berukuran 1,5 liter untuk

proses perendaman dan penetasan kista Artemia salina, selang aerasi, kran aerasi,

aerator listrik, lampu TL 20 watt, saringan berukuran 60 µm, kista A. salina, air tawar,

dan air laut. Selain itu, diperlukan alat pengukur kualitas air untuk parameter pH dan

suhu menggunakan pH-meter “Ecoscan”, DO menggunakan DO-meter “Lutron DO-

5510 HA”, serta salinitas menggunakan hand refraktometer “Atago”.

2. Tahap perendaman dan penetasan kista Artemia salina

Kista Artemia salina yang digunakan dalam penelitian ini adalah Artemia yang

berasal dari Great Salt Lake (Lampiran 3). Pada tahap ini, kista A. salina ditimbang

sebanyak 0,5 g atau 500 mg, kemudian kista tersebut dimasukkan ke dalam wadah

perendaman yang telah berisi air tawar sebanyak 500 ml dan diaerasi selama 2 jam.

Setelah 2 jam, kista dikeluarkan dengan menggunakan saringan berukuran 60 µm.

Kemudian kista tersebut dimasukkan ke dalam wadah penetasan berisi air laut pada

kondisi salinitas yang berbeda (20, 30, dan 40‰) masing-masing sebanyak 500 ml

Page 31: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

16

dan diaerasi selama 24 jam. Setelah 24 jam, proses aerasi dimatikan, kemudian

didiamkan selama 30 menit supaya kista A. salina yang menetas menjadi nauplius dan

kista yang tidak menetas terlihat terpisah pada wadah penetasan yang dibuat

berwarna hitam pada bagian atasnya (Gambar 6). Proses perendaman dan penetasan

dibantu cahaya dari luar wadah dengan menggunakan lampu TL 20 Watt dengan jarak

sekitar 20 cm antara lampu dengan wadah (Gambar 6 dan Lampiran 4). Kualitas air

yang diukur sebelum proses penetasan dapat dilihat pada Tabel 1.

20 cm

Wadah perendaman air aquades Wadah penetasan kista dengan air laut

20, 30, dan 40‰

Gambar 6. Rancangan wadah perendaman dan penetasan kista Artemia salina

Tabel 1. Data kualitas air sebelum proses penetasan kista Artemia salina

Perlakuan

(salinitas) pH

DO

(mg/l)

Suhu

(°C)

20 8,50 5,4 28,7

30 8,51 5,5 28,7

40 8,53 5,7 28,7

Setelah 30 menit tanpa aerasi, cangkang Artemia salina akan mengambang dan

terkumpul di permukaan air. Nauplius A. salina akan berenang menuju ke arah cahaya,

yaitu pada bagian wadah penetasan yang transparan dan dapat ditembus cahaya.

Dengan demikian, nauplius akan berkumpul di dasar wadah penetasan. Selain

nauplius, di dasar wadah juga akan terkumpul kista yang tidak menetas.

Setelah cangkang terkumpul di atas permukaan air dan terpisah dari nauplius

yang berada di dasar wadah, pemanenan dapat dilakukan. Pemanenan dilakukan

dengan cara mengeluarkan nauplius yang berada di dasar wadah dengan selang kecil

yang disaring dengan saringan berukuran 60 µm dan di bawah saringan tersebut

diletakkan wadah agar nauplius tetap berada dalam media air.

Lampu TL 20 Watt Lampu TL 20 Watt

Page 32: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

17

3. Tahap pengamatan

Setelah pemanenan, dilakukan pengambilan contoh untuk mengetahui derajat

penetasan kista. Derajat penetasan dapat didekati melalui penentuan nilai efisiensi

penetasan dan persentase penetasan.

Pengambilan contoh untuk keperluan ini dilakukan secara acak sebanyak lima

kali, masing-masing sebanyak 10 ml. Setiap sampel diletakkan pada cawan petri

dengan dasar bertransek berukuran 0,5x0,5 cm2 (Gambar 7), dengan tinggi air 0,5 cm.

Setelah itu, diteteskan larutan Lugol sebanyak 1-2 tetes sampai nauplius mati dan

berwarna lebih jelas sehingga jumlah nauplius dan jumlah kista yang tidak menetas

dapat dihitung dengan bantuan alat hitung (hand counter). Pengamatan dilakukan

dengan menggunakan mikroskop stereo.

Berdasarkan hasil penghitungan, didapatkan derajat penetasan pada salinitas

20, 30, dan 40‰. Berdasarkan nilai efisiensi penetasan untuk satu gram kista Artemia

salina, nilai tertinggi sampai terendah, secara berurutan terdapat pada perlakuan

salinitas 20‰ (157.000 individu), 30‰ (148.000 individu), dan 40‰ (134.000

individu). Selanjutnya, urutan persentase penetasan yang tertinggi sampai terendah

adalah sebesar 62,97%, 59,29%, dan 53,77%, masing-masing pada perlakuan salinitas

20, 30, dan 40‰ (Lampiran 5).

Gambar 7. Cawan petri bertransek untuk menghitung derajat penetasan

3.1.2. Penelitian utama

Hasil penelitian pendahuluan digunakan sebagai landasan teknis dalam

penelitian utama. Penelitian utama merupakan eksperimen faktor tunggal, yaitu tiga

perlakuan salinitas (20, 30, dan 40‰) dengan tiga ulangan. Penelitian utama ini

terdiri dari tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, pemeliharan, dan pengamatan.

Page 33: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

18

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini disiapkan wadah pemeliharaan Artemia salina berupa akuarium

dengan media pemeliharaan berupa air laut. Wadah pemeliharaan berukuran

30x30x30 cm3, aerator listrik, selang, kran, dan batu aerasi.

Sterilisasi air laut dilakukan dengan penyaringan menggunakan saringan

berukuran 20 µm dan perebusan hingga mendidih (sterilisasi basah). Proses

perebusan juga dilakukan untuk mendapatkan salinitas yang diperlukan sesuai dengan

perlakuan yang dibutuhkan. Sterilisasi wadah akuarium dilakukan dengan mencuci

menggunakan deterjen dan pemberian kaporit (Lampiran 6). Volume air laut pada

akuarium sebanyak 10 liter (±75% dari volume total akuarium). Air laut diaerasi

selama satu hari sebelum Artemia salina hasil penetasan dimasukkan ke dalam media

pemeliharaan.

Selanjutnya Artemia salina yang merupakan hasil penetasan kista ditebar ke

dalam wadah pemeliharaan dengan padat tebar 800 ind/l (Ari 2005) dan volume air

laut 10 L, sehingga nauplius yang dibutuhkan sebanyak 8000 ind. Berdasarkan hasil

penelitian pendahuluan, nauplius yang dibutuhkan tersebut adalah sebanyak 50,8;

54,0; dan 59,5 ml, masing–masing untuk perlakuan salinitas 20, 30, dan 40‰

(Lampiran 5).

2. Tahap Pemeliharaan Artemia salina

Pada tahap ini digunakan akuarium dan air laut dengan salinitas berbeda (20,

30, dan 40‰). Setiap perlakuan memiliki tiga ulangan. Perlakuan salinitas pada

wadah penetasan dan wadah pemeliharaan adalah sama. Rancangan perlakuan

selama penelitian utama dilakukan dengan tiga perlakuan salinitas dan tiga ulangan

dapat dilihat pada Gambar 8.

Akuarium

Keterangan : a = perlakuan (1,2, dan 3) dengan 1,2, dan 3 = salinitas 20, 30, dan 40‰,

b = ulangan (1,2, dan 3)

Gambar 8. Rancangan perlakuan selama penelitian utama

2.3 2.2 2.1

3.3 1.3 3.1

3.2 1.2 1.1

a.b

Page 34: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

19

Pemeliharaan Artemia salina dilakukan selama 10 hari. Pakan yang diberikan

selama masa pemeliharaan berupa pakan buatan fermentasi (Lampiran 7) sebanyak

1,5 ml atau 30 tetes pipet tetes. Frekuensi pemberian pakan adalah tiga kali sehari

pada pukul 08.00, 12.00, dan 16.00 WIB. Pada kegiatan pemeliharaan dilakukan

kegiatan penyifonan. Penyifonan dasar wadah akuarium dilakukan sekali setiap tiga

hari pada pukul 07. 00 WIB, sebelum pemberian pakan.

Pengukuran kualitas air (suhu, pH, oksigen terlarut, dan salinitas) dilakukan

setiap tiga hari sekali pada pagi hari (pukul 06.00 WIB) dan siang hari (pukul 14.00

WIB). Alat pengukur yang digunakan untuk parameter pH dan suhu menggunakan pH-

meter “Ecoscan”, oksigen terlarut menggunakan DO-meter “Lutron DO-5510 HA”, serta

salinitas menggunakan hand refraktometer “Atago”. Pengukuran kadar amonia

(metode phenol) dilakukan menggunakan alat spektrofotometer di awal dan akhir

penelitian. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui adanya tingkat metabolisme

Artemia salina.

3. Tahap Pengamatan

Pada tahap ini dilakukan pengambilan contoh dari wadah pemeliharaan Artemia

salina secara acak sebanyak 10 individu untuk setiap ulangan (akuarium) pada setiap

perlakuan salinitas berbeda. Setelah itu, contoh tersebut diawetkan dengan

menggunakan larutan Lugol 1%. Pengamatan dilakukan melalui pengambilan gambar

dengan menggunakan mikroskop listrik yang terhubung dengan perangkat komputer

yang menggunakan program Motic Image Plus 2.0. Citra yang diperoleh digunakan

sebagai acuan untuk mengetahui pola pertumbuhan dengan pengukuran dimensi

(panjang total dan lebar tubuh) A. salina. Citra tersebut digunakan untuk mengetahui

pola perkembangan dengan melihat persentase capaian instar.

3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian

Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Riset Plankton, Bagian

Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya

Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian

pendahuluan dilakukan pada bulan Maret–Juni dan penelitian utama pada bulan Juli–

Agustus 2009.

Page 35: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

20

3.3. Variabel dan atau Parameter serta Pengukurannya

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dimensi (panjang total dan lebar

tubuh), dan persentase capaian instar Artemia salina pada salinitas berbeda (20, 30,

dan 40‰). Selain itu, juga diamati ciri-ciri morfologi instar A. salina.

3.3.1. Dimensi Artemia salina

Pengukuran dimensi (panjang total dan lebar tubuh) Artemia salina dilakukan

terhadap 10 individu yang diambil secara acak pada setiap ulangan dari tiap

perlakuan. Pengambilan sampel dilakukan setiap hari pada pukul 09.00 WIB.

Kemudian sampel diawetkan menggunakan larutan Lugol 1%.

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan program Motic Image Plus 2.0

dengan measure object lens 40x pada komputer yang terhubung dengan mikroskop

listrik dengan perbesaran 4x10. Nilai panjang total dan lebar tubuh dalam satuan µm

dapat langsung dilihat pada skala dalam citra yang muncul dengan menggunakan

program Motic Image Plus 2.0.

3.3.2. Persentase capaian instar Artemia salina

Capaian instar diketahui dengan melihat hasil foto pada setiap pengamatan

kemudian diamati ciri-ciri yang menjadi penanda setiap capaian instar. Tidak seluruh

capaian instar diamati berurutan, hal ini berkaitan dengan acuan yang digunakan dan

frekuensi waktu pengamatan yang dilakukan. Persentase capaian instar Artemia salina

pada salinitas berbeda disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Persentase capaian instar Artemia salina pada salinitas berbeda (Identifikasi

menurut Lavens and Sorgeloos 1996)

Hari ke- Persentase capaian instar ke– pada salinitas 20, 30, atau 40‰ (%)

I V X XII XV

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Page 36: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

21

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Penelitian pendahuluan

Penelitian pendahuluan berupa penentuan derajat penetasan kista pada salinitas

berbeda. Penetasan kista dilakukan secara langsung, diawali dengan proses

perendaman menggunakan air tawar selama 2 jam, kemudian ditetaskan

menggunakan air laut pada salinitas berbeda (20, 30, dan 40‰) dengan periode

inkubasi 24 jam. Informasi mengenai derajat penetasan akan digunakan untuk

mengetahui jumlah nauplius Artemia salina (individu/ml) yang diperlukan pada

penelitian utama.

Penentuan derajat penetasan kista Artemia salina pada salinitas berbeda

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui derajat penetasan kista Artemia

salina pada salinitas berbeda. Metode yang dilakukan dalam penetasan kista A. salina

adalah metode hatching efficiency (ind/g) dan hatching percentage (%). Metode

efisiensi penetasan (hatching efficiency) adalah suatu ukuran yang menggambarkan

jumlah nauplius yang dihasilkan dalam setiap gram kista. Efisiensi penetasan dihitung

dengan menggunakan rumus (Harefa 1997) sebagai berikut.

HE = N x 500 ml x 2

1 g kista

Keterangan : HE = Hatching efficiency (efisiensi penetasan) (ind/g)

N = jumlah nauplius yang dihasilkan (ind/ml)

Persentase penetasan (hatching percentage) adalah suatu nilai (dalam %) yang

menyatakan jumlah nauplius yang dihasilkan dari jumlah telur yang ditetaskan. Hal ini

dilakukan untuk mengetahui berapa banyak jumlah kista Artemia salina yang menetas

pada salinitas berbeda. Persentase penetasan dihitung dengan menggunakan rumus

(Harefa 1997) sebagai berikut.

HP = N

(N + C) x 100%

Keterangan : HP = Hatching percentage (persentase penetasan) dalam %

N = jumlah nauplius yang menetas

C = jumlah kista yang berisi tapi tidak menetas

Page 37: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

22

3.4.2. Penelitian utama

Kegiatan dalam penelitian utama terdiri dari penetasan kista pada salinitas 20,

30, dan 40‰, serta pemeliharaan Artemia salina pada kondisi salinitas yang sama

dengan media penetasan. Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan

panjang total dan lebar tubuh, distribusi frekuensi panjang total dan lebar tubuh, serta

persentase capaian instar dengan melihat ciri-ciri morfologi perkembangan A. salina.

Dengan demikian dapat diketahui pola pertumbuhan dan perkembangan A. salina pada

salinitas berbeda.

a. Pertumbuhan panjang total dan lebar tubuh Artemia salina

Dimensi panjang total dan lebar tubuh Artemia salina diukur selama 10 hari

pengamatan. Dimensi tersebut digunakan untuk mengetahui pola pertumbuhan

panjang total dan lebar tubuh harian A. salina pada perlakuan salinitas berbeda.

b. Distribusi frekuensi panjang total dan lebar tubuh Artemia salina

Data yang digunakan dalam penentuan distribusi frekuensi ini adalah data

panjang total dan lebar tubuh Artemia salina. Pengambilan contoh secara acak

dilakukan pada 10 individu dari setiap ulangan pada wadah pemeliharaan dengan

periode pengambilan setiap hari. Pola pertumbuhan panjang total dan lebar tubuh A.

salina disajikan dalam bentuk grafik.

Distribusi frekuensi panjang total dan lebar tubuh Artemia salina pada salinitas

berbeda diplotkan dalam bentuk diagram. Berdasarkan diagram tersebut dapat

terlihat pergeseran distribusi kelas panjang total dan lebar tubuh A. salina pada

salinitas berbeda.

c. Penentuan ciri–ciri morfologi perkembangan Artemia salina

Pengamatan ciri-ciri morfologi perkembangan Artemia salina menggunakan

mikroskop listrik. Pengambilan gambar menggunakan kamera yang terhubung

dengan mikroskop listrik dan program Motic Image Plus 2.0 pada perangkat komputer.

Citra yang telah dihasilkan dapat digunakan untuk mengetahui persentase capaian

instar A. salina. Morfologi capaian instar A. salina diidentifikasi menurut Lavens and

Sorgeloos (1996) (Lampiran 8).

Page 38: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

23

3.5. Analisis Data

Model umum yang digunakan adalah model yang mengikuti rancangan acak

lengkap “dalam waktu” (RAL in time). Kemudian dilakukan analisis dengan uji F

(ANOVA) dan uji lanjut Duncan. Analisis dilakukan pada selang kepercayaan 95% (α =

0,05) menggunakan perangkat lunak SAS (Statistical Analysis Software) versi 9.1.

Analisis pola pertumbuhan harian (panjang total dan lebar tubuh) populasi Artemia

salina dilakukan dengan melihat distribusi sebaran panjang total dan lebar tubuh. Pola

perkembangan A. salina dapat dilihat dari capaian instar berdasarkan ciri-ciri

morfologi perkembangan A. salina. Analisis kualitas air selama pengamatan dengan

uji-t dilakukan dengan menggunakan Microsoft office excel 2007.

3.5.1. Rancangan acak lengkap dalam waktu (RAL in time)

Rancangan acak lengkap dalam waktu (RAL in time) digunakan untuk analisis

statistik parameter panjang total dan lebar tubuh Artemia salina. Tabel sidik ragam

RAL in time disajikan pada Tabel 3. Rumus umum dan hipotesis (Mattjik dan

Sumertajaya 2002) yang digunakan adalah sebagai berikut.

Yijk = µ + αi + δij + ωk + γjk + αωik + εijk

Keterangan :

Yijk = nilai parameter panjang total atau lebar tubuh Artemia salina

µ = rata-rata nilai parameter panjang total atau lebar tubuh A. salina

αi = pengaruh jenis fungsi ke-i, i=1,2,3

δij = komponen acak perlakuan

ωk = pengaruh waktu ke-k, k = 1,2,3,…,10

γjk = komponen acak waktu

αωik = pengaruh interaksi fungsi ke-i waktu ke-k

εijk = komponen acak interaksi perlakuan dan waktu

Hipotesis yang dapat diuji dari rancangan diatas digunakan untuk mengetahui

ada tidaknya pengaruh perlakuan, waktu, dan interaksi antara perlakuan dengan

waktu terhadap panjang total atau lebar tubuh Artemia salina. Bentuk hipotesis yang

dapat diuji adalah sebagai berikut :

a. H0 : tidak ada pengaruh faktor salinitas terhadap panjang total A. salina

H1 : ada pengaruh faktor salinitas terhadap panjang total A. salina

b. H0 : tidak ada pengaruh faktor waktu terhadap panjang total A. salina

H1 : ada pengaruh faktor waktu terhadap panjang total A. salina

Page 39: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

24

c. H0 : tidak ada pengaruh faktor salinitas terhadap lebar tubuh A. salina

H1 : ada pengaruh faktor salinitas terhadap lebar tubuh A. salina

d. H0 : tidak ada pengaruh faktor waktu terhadap lebar tubuh A. salina

H1 : ada pengaruh faktor waktu terhadap lebar tubuh A. salina

Penarikan kesimpulan dilihat dari tabel anova. Kesimpulan yang dapat diambil adalah

sebagai berikut:

• Jika nilai Fhitung > nilai Ftabel maka tolak H0, berarti minimal ada satu perlakuan yang

memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf kepercayaan 0,05.

• Jika nilai Fhitung < nilai Ftabel maka gagal tolak H0, berarti tidak ada perlakuan yang

memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf kepercayaan 0,05.

Tabel 3. Sidik ragam RAL in time

Sumber keragaman Db Jumlah

kuadrat

kuadrat

tengah F-hitung F-tabel (5%)

perlakuan jenis (a) a-1 JKA KTA KTA/KTG (a) F(V1,V2)

waktu (b) b-1 JKB KTB KTB/KTG (b)

jenis*waktu (a-1)(b-1) JKAB KTAB

galat jenis (a) a (r-1) JKG (a) KTG (a)

galat waktu (b) (b-1) (r-1) JKG (b) KTG (b)

Sumber : modifikasi Mattjik dan Sumertajaya (2000)

Keterangan :

a = jenis perlakuan = 3

b = waktu (hari) = 10

r = total ulangan untuk semua perlakuan = 3

JKA = jumlah kuadrat faktor (A)

JKB = jumlah kuadrat faktor (B)

JKAB = jumlah kuadrat interaksi faktor (A) dan (B)

JKG (a) = jumlah kuadrat galat (a)

JKG (b) = jumlah kuadrat galat (b)

KTA = kuadrat tengah faktor (a)

KTB = kuadrat tengah faktor (b)

KTAB = kuadrat tengah interaksi faktor (A) dan (B)

KTG (a) = kuadrat tengah faktor (A)

KTG (b) = kuadrat tengah faktor (B)

V1 = i–1 dan V2 = ij–i

Page 40: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

25

3.5.2. Uji perbandingan berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test)

Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2000) uji Duncan merupakan salah satu

metode untuk membandingkan nilai tengah perlakuan. Perlakuan-perlakuan yang

berada dalam satu garis yang sama berarti perlakuan tersebut tidak berbeda nyata

pada taraf α. Nilai kritis Duncan dapat dihitung sebagai berikut :

Rp = r α.p.dbg . Sγ

Sγ = KTGr

Keterangan :

r α.p.dbg = nilai tabel Duncan pada taraf nyata α = 5%, jarak peringkat dua perlakuan p, dan

derajat bebas galat sebesar dbg = 36. Dari rumusan diatas terlihat bahwa ulangan setiap

perlakuan harus sama.

3.5.3. Uji t

Uji t merupakan uji yang dilakukan terhadap dua variabel secara normal untuk

melihat perbedaan nilai terhadap dua varibel tersebut. Jika ukuran contoh kecil

(n<30), nilai σ berubah cukup besar dari contoh ke contoh dan nilai tersebut tidak lagi

menyebar normal baku. Dalam hal ini kita menghadapi sebaran statistik yang akan

disebut dengan uji t (Mattjik dan Sumertajaya 2000).

x - µ

Nilai tersebut adalah peubah acak yang menyebar uji-t dengan derajat bebas n-1.

Hipotesis yang dapat diuji dari uji-t apakah ada perbedaan nyata antara nilai kisaran

minimum dan maksimum kualitas air dari awal sampai akhir pengamatan. Dengan

demikian dapat diketahui apakah kondisi lingkungan berupa kualitas air terkontrol

atau tidak. Bentuk hipotesis yang dapat diuji adalah sebagai berikut :

Pengaruh perlakuan:

Ho: µ1 = µ2 = 0 (Kisaran kualitas air berupa suhu, pH, DO, dan amonia minimum =

maksimum)

H1: µ1 ≠ µ2 ≠ 0 (Kisaran kualitas air berupa suhu, pH, DO, dan amonia minimum ≠

maksimum)

Page 41: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

26

Penarikan kesimpulan dilihat dari tabel anova. Kesimpulan yang dapat diambil

adalah sebagai berikut:

• Jika nilai │t hitung │> nilai t tabel maka tolak H0, berarti variabel 1 dan 2 berbeda

nyata pada taraf kepercayaan 0,05.

• Jika nilai │t hitung│< nilai t tabel maka gagal tolak H0, berarti tidak ada pebedaan

yang nyata antara variabel 1 dengan variabel 2 pada taraf kepercayaan 0,05.

Page 42: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Pertumbuhan panjang total dan lebar tubuh Artemia salina

Panjang total dan lebar tubuh Artemia salina diukur untuk mengetahui pola

pertumbuhan harian pada perlakuan salinitas yang berbeda. Pengukuran tersebut

dilakukan mulai dari hari pertama sampai hari ke sepuluh setelah proses penetasan

kista dengan periode inkubasi selama 24 jam. Rataan panjang total harian A. salina

disajikan pada Tabel 4 dan Gambar 9.

Tabel 4. Panjang total Artemia salina selama pengamatan

Perlakuan

(Salinitas)

Rataan panjang total (µm)

Waktu Pengamatan (hari)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

20 ‰ 608,7

(8,7)

780,4

(10,0)

855,5

(10,2)

953,8

(12,4)

1058,6

(20,7)

1135,8

(26,7)

1253,7

(30,6)

1538,3

(74,3)

1923,0

(134,9)

2111,8

(179,0)

30 ‰ 608,5

(7,5)

764,3

(10,1)

815,3

(16,4)

881,2

(16,0)

958,9

(19,1)

1163,2

(36,8)

1270,2

(48,6)

1339,5

(54,0)

1433,0

(52,6)

1658,9

(57,9)

40 ‰ 604,7

(5,4)

733,3

(9,5)

841,7

(10,7)

999,0

(16,6)

1205,7

(40,4)

1424,9

(36,5)

1932,9

(90,5)

2181,0

(108,9)

2351,6

(132,1)

2736,9

(162,0)

Keterangan : nilai dalam tanda kurung ( ) menunjukkan standard error

Gambar 9. Grafik rataan panjang total harian Artemia salina

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Ra

taa

n P

an

jan

g T

ota

l (µ

m)

Waktu Pengamatan (hari)

Salinitas 20 Salinitas 30 Salinitas 40

Page 43: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

28

Tabel 4 tersebut menunjukkan rataan panjang total Artemia salina yang semakin

tinggi dengan bertambahnya hari, baik pada perlakuan 20, 30, maupun 40‰. Hal ini

menunjukkan A. salina mengalami pertumbuhan panjang total. Namun apabila

disimak lebih dalam, maka perlakuan salinitas 40‰ memiliki rataan panjang total

yang paling tinggi. Gambar 9 juga menunjukkan bahwa A. salina pada perlakuan

salinitas 40‰ mengalami pertumbuhan panjang total yang paling cepat.

Selain pertumbuhan panjang total, Artemia salina juga mengalami pertumbuhan

lebar tubuh (Tabel 5 dan Gambar 10). Secara umum terlihat bahwa pada perlakuan

salinitas berbeda juga terdapat pola pertumbuhan lebar yang berbeda.

Tabel 5. Lebar tubuh Artemia salina selama pengamatan

Perlakuan

(Salinitas)

Rataan lebar tubuh (µm)

Waktu Pengamatan (hari)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

20 ‰ 115,1

(2,1)

113,2

(1,6)

111,9

(1,5)

113,8

(1,8)

116,2

(2,8)

118,6

(3,9)

122,3

(2,2)

152,7

(6,2)

162,0

(9,9)

171,0

(10,0)

30 ‰ 125,1

(3,3)

116,6

(1,6)

115,2

(2,9)

113,3

(1,3)

117,1

(1,6)

125,1

(2,8)

131,3

(2,9)

133,2

(3,1)

138,7

(3,6)

138,7

(2,7)

40 ‰ 124,4

(2,5)

112,8

(1,8)

113,4

(1,7)

123,0

(1,7)

126,3

(3,2)

134,3

(2,4)

162,3

(4,8)

157,2

(4,7)

162,2

(6,8)

180,4

(6,4)

Keterangan : nilai dalam tanda kurung ( ) menunjukkan standard error

Gambar 10. Grafik rataan lebar tubuh harian Artemia salina

0

40

80

120

160

200

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Ra

taa

n L

eb

ar

Tu

bu

h (

µm

)

Waktu Pengamatan (hari)

Salinitas 20 Salinitas 30 Salinitas 40

Page 44: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

29

Salinitas merupakan parameter yang mempengaruhi pertumbuhan panjang total

dan lebar tubuh Artemia salina. Tabel 5 tersebut memperlihatkan bahwa rataan lebar

tubuh A. salina semakin tinggi dari awal sampai akhir pengamatan, baik pada

perlakuan 20, 30, maupun 40‰. Hal ini berarti A. salina mengalami pertumbuhan

lebar tubuh. Namun apabila perlakuan salinitas 20, 30, dan 40‰ dibandingkan, maka

perlakuan salinitas 40‰ memiliki rataan lebar tubuh yang paling tinggi. Gambar 10

juga menunjukkan bahwa A. salina pada perlakuan salinitas 40‰ mengalami

pertumbuhan lebar tubuh yang paling cepat.

Hasil deskriptif tersebut dilanjutkan dengan analisis ragam panjang total

Artemia salina yang disajikan pada Tabel 6 dan Lampiran 9. Berdasarkan tabel

tersebut terlihat adanya perbedaan pola pertumbuhan panjang total A. salina pada

salinitas yang berbeda.

Tabel 6. Analisis sidik ragam panjang total Artemia salina

Sumber DF Tipe I SS Rataan

kuadrat Nilai F Pr > F

Perlakuan 2 2805001,53 1402500,77 13,09 * <,0001

Hari 9 21433351,02 2381483,45 22,23 * <,0001

Ulangan(Perlakuan) 6 2862557,23 477092,87 4,45 0,0018

Ulangan(Hari) 18 497304,01 27628,00 0,26 0,9983

Perlakuan*Hari 18 3004710,58 166928,37 1,56 0,1263

Keterangan : * menunjukkan pengaruh berbeda nyata (P<0,05)

Hasil analisis rancangan acak lengkap “dalam waktu” (RAL in time)

menunjukkan analisis sidik ragam lebar tubuh A. salina yang disajikan pada Tabel 7

dan Lampiran 10. Berdasarkan tabel tersebut terlihat adanya perbedaan pola

pertumbuhan lebar tubuh A. salina pada salinitas yang berbeda.

Tabel 7. Analisis sidik ragam lebar tubuh Artemia salina

Sumber DF Tipe I SS Rataan

kuadrat Nilai F Pr > F

Perlakuan 2 3209,38 1604,69 4,70 * 0,0153

Hari 9 26638,83 2959,87 8,67 * <,0001

Ulangan(Perlakuan) 6 10130,34 2218,38 6,50 0,0005

Ulangan(Hari) 18 8873,51 130,90 0,38 0,9834

Perlakuan*Hari 18 5345,90 296,99 0,87 0,6135

Keterangan : * menunjukkan pengaruh berbeda nyata (P<0,05)

Page 45: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

30

4.1.2. Sebaran ukuran panjang total dan lebar tubuh Artemia salina

Sebaran ukuran panjang total Artemia salina selama 10 hari pengamatan pada

perlakuan salinitas berbeda disajikan pada Gambar 11. Pada Gambar 11 tampak

bahwa modus pada perlakuan salinitas berbeda terdapat pada selang kelas yang sama

yaitu 0,71–1,00 mm, masing-masing perlakuan sebesar 101, 112, dan 76 individu. Hal

ini menunjukkan adanya perbedaan pola pertumbuhan harian panjang total A. salina

pada salinitas berbeda. Artemia salina pada salinitas 40‰ dapat mencapai selang

kelas paling tinggi (Gambar 11), sedangkan pada salinitas 30‰ hanya dapat mencapai

selang kelas 2,21–2,50 mm. Namun jika pola pertumbuhan pada salinitas 40 dan 20‰

dibandingkan, maka pada salinitas 40‰ terdapat frekuensi yang lebih tinggi pada

selang kelas yang lebih tinggi. Dengan demikian perlakuan salinitas 40‰ memiliki

rataan panjang total yang paling tinggi. Hal ini juga dapat dilihat dari panjang total A.

salina pada perlakuan salinitas 40‰ pada hari kesepuluh yang menunjukkan

pertumbuhan panjang total yang paling tinggi. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa urutan pola pertumbuhan harian dari yang tercepat sampai terlambat yaitu

pada perlakuan salinitas 40, 20, dan 30‰.

Perbedaan pola pertumbuhan tersebut lebih terlihat jika dibuat sebaran panjang

total Artemia salina setiap dua hari selama 10 hari pada perlakuan salinitas 20, 30, dan

40‰ sebagaimana yang disajikan pada Gambar 12, 13, dan 14.

Berdasarkan Gambar 12 terlihat adanya pergeseran sebaran ukuran panjang

total pada perlakuan salinitas 20‰. Pada dua hari pertama, panjang total Artemia

salina terletak pada selang kelas 0,41–0,70 mm sampai 0,71–1,00 mm dengan

frekuensi tertinggi sebanyak 32 individu pada selang 0,41–0,70 mm. Pada dua hari

kedua, panjang total A. salina terletak pada selang kelas 0,71–1,00 mm sampai 1,01–

1,30 mm dengan frekuensi tertinggi sebanyak 51 individu pada selang 0,71–1,00 mm.

Pada dua hari ketiga, panjang total A. salina terletak pada selang kelas 0,71–1,00 mm

sampai 1,01–1,30 mm dengan frekuensi tertinggi sebanyak 33 individu pada selang

0,71–1,00 mm. Pada dua hari keempat, panjang total A. salina terletak pada selang

kelas 0,71–1,00 mm sampai 2,51–2,80 mm dengan frekuensi tertinggi sebanyak 23

individu pada selang 1,01–1,30 mm. Pada dua hari kelima, panjang total A. salina

terletak pada selang kelas 1,01–1,30 mm sampai 4,31–4,60 mm dengan frekuensi

tertinggi sebanyak 20 individu pada selang 1,01–1,30 mm.

Page 46: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

31

Gambar 11. Sebaran ukuran panjang total Artemia salina pada salinitas berbeda (a, b,

dan c = salinitas 20, 30, dan 40‰)

0

20

40

60

80

100

120a

0

20

40

60

80

100

120

Fre

ku

en

si (

ind

ivid

u)

b

0

20

40

60

80

100

120

0.4

1-0

.70

0.7

1-1

.00

1.0

1-1

.30

1.3

1-1

.60

1.6

1-1

.90

1.9

1-2

.20

2.2

1-2

.50

2.5

1-2

.80

2.8

1-3

.10

3.1

1-3

.40

3.4

1-3

.70

3.7

1-4

.00

4.0

1-4

.30

4.3

1-4

.60

Selang Kelas (mm)

c

Page 47: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

32

Gambar 12. Sebaran ukuran panjang total Artemia salina setiap dua hari pada salinitas

20‰

0

10

20

30

40

50

60H1& H2

0

10

20

30

40

50

60H3 & H4

0

10

20

30

40

50

60

Fre

ku

en

si

(in

div

idu

)

H5 & H6

0

10

20

30

40

50

60H7 & H8

0

10

20

30

40

50

60

0.4

1-0

.70

0.7

1-1

.00

1.0

1-1

.30

1.3

1-1

.60

1.6

1-1

.90

1.9

1-2

.20

2.2

1-2

.50

2.5

1-2

.80

2.8

1-3

.10

3.1

1-3

.40

3.4

1-3

.70

3.7

1-4

.00

4.0

1-4

.30

4.3

1-4

.60

Selang Kelas

H9 & H10

Page 48: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

33

Gambar 13. Sebaran ukuran panjang total Artemia salina setiap dua hari pada salinitas

30‰

0

10

20

30

40

50

60

H1 & H2

0

10

20

30

40

50

60H3 & H4

0

10

20

30

40

50

60

Fr

ek

ue

ns

i

(in

div

idu

) H5 & H6

0

10

20

30

40

50

60

H7 & H8

0

10

20

30

40

50

60

0.4

1-0

.70

0.7

1-1

.00

1.0

1-1

.30

1.3

1-1

.60

1.6

1-1

.90

1.9

1-2

.20

2.2

1-2

.50

2.5

1-2

.80

2.8

1-3

.10

3.1

1-3

.40

3.4

1-3

.70

3.7

1-4

.00

4.0

1-4

.30

4.3

1-4

.60

Selang Kelas (mm)

H9 & H10

Page 49: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

34

Gambar 14. Sebaran ukuran panjang total Artemia salina setiap dua hari pada salinitas

40‰

0

10

20

30

40

50

60H1 & H2

0

10

20

30

40

50

60

H3 & H4

0

10

20

30

40

50

60

Fr

ek

ue

nsi

(in

div

idu

)

H5 & H6

0

10

20

30

40

50

60H7 & H8

0

10

20

30

40

50

60

0.4

1-0

.70

0.7

1-1

.00

1.0

1-1

.30

1.3

1-1

.60

1.6

1-1

.90

1.9

1-2

.20

2.2

1-2

.50

2.5

1-2

.80

2.8

1-3

.10

3.1

1-3

.40

3.4

1-3

.70

3.7

1-4

.00

4.0

1-4

.30

4.3

1-4

.60

Selang Kelas (mm)

H9 & H10

Page 50: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

35

Pergeseran modus kelas panjang total pada perlakuan salinitas 20‰ setiap dua hari

selama 10 hari ke arah kanan tersebut menunjukkan adanya pertumbuhan.

Pada Gambar 13 terlihat adanya pergeseran sebaran ukuran panjang total pada

perlakuan salinitas 30‰. Pada dua hari pertama, panjang total Artemia salina terletak

pada selang kelas 0,41–0,70 mm sampai 0,71–1,00 mm dengan frekuensi tertinggi 34

individu pada selang 0,41–0,70 mm. Pada dua hari kedua, panjang total A. salina

terletak pada selang kelas 0,41–0,70 mm sampai 1,01–1,30 mm dengan frekuensi

tertinggi 53 individu pada selang 0,71–1,00 mm. Pada dua hari ketiga, panjang total A.

salina terletak pada selang kelas 0,71–1,00 mm sampai 1,61–1,90 mm dengan

frekuensi tertinggi 29 individu pada selang 0,71–1,00 mm. Pada dua hari keempat,

panjang total A. salina terletak pada selang kelas 0,71–1,00 mm sampai 1,91–2,20 mm

dengan frekuensi tertinggi 34 individu pada selang 1,01–1,30 mm. Sedangkan pada

dua hari kelima, panjang total A. salina terletak pada selang kelas 0,71–1,00 mm

sampai 2,21–2,50 mm dengan 21 individu pada selang yang sama yaitu 1,01–1,30 dan

1,31–1,60 mm. Pergeseran modus kelas panjang total ke arah kanan pada perlakuan

salinitas 30‰ setiap dua hari selama 10 hari tersebut menunjukkan adanya

pertumbuhan.

Pergeseran sebaran ukuran panjang total juga terjadi pada perlakuan salinitas

40‰ (Gambar 14). Pada dua hari pertama, panjang total Artemia salina terletak pada

selang kelas 0,41–0,70 mm sampai 0,71–1,00 mm dengan frekuensi tertinggi 37

individu pada selang 0,41–0,70 mm. Pada dua hari kedua, panjang total A. salina

terletak pada selang kelas 0,71–1,00 mm sampai 1,01–1,30 mm dengan frekuensi

tertinggi 49 individu pada selang 0,71–1,00 mm. Pada dua hari ketiga, panjang total A.

salina terletak pada selang kelas 0,71–1,00 mm sampai 1,91–2,20 mm dengan

frekuensi tertinggi 33 individu pada selang 1,01–1,30 mm. Pada dua hari keempat,

panjang total A. salina terletak pada selang kelas 1,01–1,30 mm sampai 3,41–3,70 mm

dengan frekuensi tertinggi 17 individu pada selang 1,61–1,90 mm. Sedangkan pada

dua hari kelima, panjang total A. salina terletak pada selang kelas 1,31–1,60 mm

sampai 4,31–4,60 mm dengan frekuensi tertinggi 14 individu pada selang 1,61–1,90

mm. Pertumbuhan terjadi pada perlakuan salinitas 40‰ setiap dua hari selama 10

hari dilihat dengan adanya pergeseran modus kelas panjang total ke arah kanan.

Pergeseran modus kelas panjang total ke arah kanan pada salinitas berbeda

menunjukkan adanya perbedaan. Pergeseran modus kelas panjang total pada salinitas

Page 51: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

36

20 dan 40‰ memiliki pola yang sama, yaitu pada selang kelas dua hari pertama dan

kedua. Selanjutnya, pada dua hari ketiga, pada salinitas 40‰ lebih menyebar ke

selang kelas yang lebih tinggi. Begitu pula pada dua hari keempat dan kelima, pada

salinitas 40‰ terdapat pada selang kelas yang lebih tinggi dengan frekuensi yang

lebih tinggi. Dengan demikian, pada salinitas 40‰ terdapat rataan panjang total yang

paling tinggi. Sebaliknya, pada salinitas 30‰ terdapat sebaran frekuensi hanya

sampai selang kelas 2,21–2,50. Dengan demikian pada salinitas 30‰ terdapat rataan

panjang total yang paling rendah.

Berikutnya, sebaran ukuran lebar tubuh Artemia salina selama 10 hari

pengamatan pada salinitas berbeda disajikan pada Gambar 15. Berdasarkan Gambar

tersebut dapat diketahui adanya perbedaan modus terdapat pada selang kelas yang

sama (0,111–0,140 mm) untuk salinitas yang berbeda, masing-masing perlakuan

sebesar 139, 182, dan 163 individu. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan pola

pertumbuhan harian lebar tubuh A. salina pada salinitas berbeda. Pada salinitas 40‰

terdapat pola pertumbuhan lebar tubuh yang lebih menyebar ke selang kelas yang

lebih tinggi dengan frekuensi yang lebih tinggi pada selang kelas tersebut daripada

perlakuan salinitas lainnya. Hal ini berarti bahwa pada salinitas 40‰ terdapat rataan

lebar tubuh yang paling tinggi. Hal ini juga dapat diketahui dari lebar tubuh A. salina

pada perlakuan salinitas 40‰ pada hari kesepuluh yang menunjukkan pertumbuhan

tertinggi. Urutan pola pertumbuhan lebar tubuh A. salina harian dari yang tercepat

sampai terlambat adalah pada perlakuan salinitas 40, 20, dan 30‰.

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan tersebut dapat diketahui bahwa

pertumbuhan panjang total berbanding lurus dengan pertumbuhan lebar tubuh

Artemia salina. Hal ini berarti semakin panjang tubuh A. salina, semakin lebar pula

tubuhnya.

Pertumbuhan harian lebar tubuh Artemia salina menunjukkan pola yang

berbeda pada salinitas berbeda. Sebaran lebar tubuh A. salina setiap dua hari pada

perlakuan salinitas 20, 30, dan 40‰ disajikan pada Gambar 16, 17, dan 18.

Pergeseran sebaran ukuran lebar tubuh pada salinitas 20‰ terlihat pada Gambar 16.

Pada dua hari pertama, lebar tubuh A. salina pada selang kelas 0,081–0,110 mm

sampai 0,141–0,170 mm dengan frekuensi tertinggi pada selang 0,111–0,140 mm

yaitu 36 individu. Pada dua hari kedua, lebar tubuh A. salina pada selang kelas 0,081–

0,110 mm sampai 0,111–0,140 mm dengan frekuensi tertinggi pada selang 0,111–

Page 52: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

37

0,140 mm yaitu 32 individu. Pada dua hari ketiga, lebar tubuh A. salina terletak pada

selang kelas 0,081–0,110 mm sampai 0,141–0,170 mm dengan frekuensi tertinggi

pada selang 0,081–0,110 mm yaitu 28 individu. Pada dua hari keempat, lebar tubuh A.

salina terletak pada selang kelas 0,081–0,110 mm sampai 0,201–0,230 mm dengan

frekuensi tertinggi pada selang 0,111–0,140 mm yaitu 36 individu. Sedangkan pada

dua hari kelima, lebar tubuh A. salina terletak pada selang kelas 0,081–0,110 mm

sampai 0,291–0,320 mm dengan frekuensi tertinggi pada selang 0,171–0,200 mm

yaitu 14 individu. Pergeseran modus kelas lebar tubuh setiap dua hari selama 10 hari,

pada dua hari kedua ke arah kiri menunjukkan adanya pola pertumbuhan lebar tubuh

yang mengecil. Setelah itu, pada dua hari ketiga, keempat, dan kelima terjadi

pergeseran modus kelas lebar tubuh ke arah kanan yang menunjukkan adanya

pertumbuhan.

Sebaran lebar tubuh Artemia salina setiap dua hari pada salinitas 30‰

menunjukkan pergeseran (Gambar 17). Pada dua hari pertama, lebar tubuh A. salina

terletak pada selang kelas 0,081–0,110 mm sampai 0,141–0,170 mm dengan frekuensi

tertinggi pada selang 0,111–0,140 mm yaitu 33 individu. Pada dua hari kedua, lebar

tubuh A. salina terletak pada selang kelas 0,081–0,110 mm sampai 0,171–0,200 mm

dengan frekuensi tertinggi pada selang 0,111–0,140 mm yaitu 33 individu. Pada dua

hari ketiga, lebar tubuh A. salina terletak pada selang kelas 0,081–0,110 mm sampai

0,141–0,170 mm dengan frekuensi tertinggi pada selang 0,111–0,140 mm yaitu 40

individu. Pada dua hari keempat, lebar tubuh A. salina terletak pada selang kelas

0,081–0,110 mm sampai 0,141–0,170 mm dengan frekuensi tertinggi pada selang

0,111–0,140 mm yaitu 39 individu. Pada dua hari kelima, lebar tubuh A. salina terletak

pada selang kelas 0,081–0,110 mm sampai 0,171–0,200 mm dengan frekuensi

tertinggi pada selang 0,111–0,140 mm yaitu 38 individu. Modus kelas lebar tubuh

pada salinitas 30‰ setiap dua hari selama 10 hari tidak mengalami pergeseran ke

arah kiri dan kanan. Namun, jika dilihat dari frekuensi yang meningkat pada selang

kelas 0,141–0,170 pada dua hari ketiga, terdapat pola pertumbuhan lebar tubuh yang

mengecil. Selanjutnya, pada dua hari keempat, frekuensi pada selang kelas tersebut

meningkat, dan pada dua hari kelima ke arah kanan menandakan adanya

pertumbuhan.

Page 53: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

38

Gambar 15. Sebaran ukuran lebar tubuh Artemia salina pada salinitas berbeda (a, b,

dan c = salinitas 20, 30, dan 40‰)

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200a

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

Fr

ek

ue

nsi

(in

div

idu

)

b

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

0,0

81

-

0,1

10

0,1

11

-

0,1

40

0,1

41

-

0,1

70

0,1

71

-

0,2

00

0,2

01

-

0,2

30

0,2

31

-

0,2

60

0,2

61

-

0,2

90

0,2

91

-

0,3

20

Selang Kelas (mm)

c

Page 54: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

39

Gambar 16. Sebaran ukuran lebar tubuh Artemia salina setiap dua hari pada salinitas

20‰

0

10

20

30

40

50H1 & H2

0

10

20

30

40

50H3 & H4

0

10

20

30

40

50

Fr

ek

ue

nsi

(in

div

idu

)

H5 & H6

0

10

20

30

40

50H7 & H8

0

10

20

30

40

50

0,0

81

-0,1

10

0,1

11

-0,1

40

0,1

41

-0,1

70

0,1

71

-0,2

00

0,2

01

-0,2

30

0,2

31

-0,2

60

0,2

61

-0,2

90

0,2

91

-0,3

20

Selang Kelas (mm)

H9 & H10

Page 55: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

40

Gambar 17. Sebaran ukuran lebar tubuh Artemia salina setiap dua hari pada salinitas

30‰

0

10

20

30

40

50

H1 & H2

0

10

20

30

40

50H3 & H4

0

10

20

30

40

50

Fre

ku

en

si

(in

div

idu

)

H5 & H6

0

10

20

30

40

50

H7 & H8

0

10

20

30

40

50

0,0

81

-0,1

10

0,1

11

-0,1

40

0,1

41

-0,1

70

0,1

71

-0,2

00

0,2

01

-0,2

30

0,2

31

-0,2

60

0,2

61

-0,2

90

0,2

91

-0,3

20

Selang Kelas (mm)

H9 & H10

Page 56: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

41

Gambar 18. Sebaran ukuran lebar tubuh Artemia salina setiap dua hari pada salinitas

40‰

0

10

20

30

40

50H1 & H2

0

10

20

30

40

50

H3 & H4

0

10

20

30

40

50

Fre

ku

en

si

(in

div

idu

)

H5 & H6

0

10

20

30

40

50

H7 & H8

0

10

20

30

40

50

0,0

81

-0,1

10

0,1

11

-0,1

40

0,1

41

-0,1

70

0,1

71

-0,2

00

0,2

01

-0,2

30

0,2

31

-0,2

60

0,2

61

-0,2

90

0,2

91

-0,3

20

Selang Kelas (mm)

H9 & H10

Page 57: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

42

Pada Gambar 18 terlihat adanya pergeseran sebaran ukuran lebar tubuh pada

perlakuan salinitas 40‰. Pada dua hari pertama, lebar tubuh Artemia salina terletak

pada selang kelas 0,081–0,110 mm sampai 0,171–0,200 mm dengan frekuensi

tertinggi pada selang 0,111–0,140 mm yaitu 44 individu. Pada dua hari kedua, lebar

tubuh A. salina terletak pada selang kelas 0,081–0,110 mm sampai 0,111–0,140 mm

dengan frekuensi tertinggi pada selang 0,111–0,140 mm yaitu 45 individu. Pada dua

hari ketiga, lebar tubuh A. salina terletak pada selang kelas 0,081–0,110 mm sampai

0,141–0,170 mm dengan frekuensi tertinggi pada selang 0,111–0,140 mm yaitu 44

individu. Pada dua hari keempat, lebar tubuh A. salina terletak pada selang kelas

0,111–0,140 mm sampai 0,201–0,230 mm dengan frekuensi tertinggi pada selang

0,141–0,170 mm yaitu 26 individu. Sedangkan Pada dua hari kelima, lebar tubuh A.

salina terletak pada selang kelas 0,111–0,140 mm sampai 0,261–0,290 mm dengan

frekuensi tertinggi pada selang 0,141–0,170 mm yaitu 21 individu. Pergeseran modus

kelas lebar tubuh pada perlakuan salinitas 40‰ setiap dua hari selama 10 hari ke arah

kanan pada dua hari ketiga menunjukkan adanya pertumbuhan. Namun, pola

pertumbuhan lebar tubuh tersebut mengecil terlebih dahulu. Hal ini dapat terlihat

dari sebaran frekuensi yang menurun pada dua hari kedua.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, pola pertumbuhan lebar tubuh

Artemia salina pada perlakuan salinitas berbeda menunjukkan bahwa lebar tubuh

mengecil terlebih dahulu dan kemudian mulai mengalami pertumbuhan lebar tubuh.

Hal ini sesuai dengan perubahan morfologi tubuh A. salina yang setelah menetas

menjadi Nauplius mempunyai lebar tubuh yang cukup besar, kemudian mengecil

terlebih dahulu mengikuti lebar tubuh terkecil, dan pada akhirnya melebar lagi

melebihi lebar terbesar pada awal pengamatan.

4.1.3. Penentuan ciri–ciri morfologi perkembangan Artemia salina

Pertumbuhan dan perkembangan Artemia salina merupakan parameter yang

perlu diamati. Perkembangan A. salina pada perlakuan salinitas berbeda (20‰, 30‰,

dan 40‰) dapat dilihat dari capaian instar setiap hari selama 10 hari. Berdasarkan

identifikasi yang telah dilakukan menurut Lavens and Sorgeloos (1996) didapatkan

pola perkembangan A. salina yang berbeda pada perlakuan salinitas yang berbeda.

Persentase capaian instar A. salina pada salinitas 20‰ disajikan pada Tabel 8.

Page 58: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

43

Tabel 8. Persentase capaian instar Artemia salina pada perlakuan salinitas 20‰

Hari ke- Persentase capaian instar ke- pada perlakuan salinitas 20‰ (%)

I V X XII XV

1 100.00 0.00 0.00 0.00 0.00

2 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00

3 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00

4 0.00 53.33 46.67 0.00 0.00

5 0.00 26.67 73.33 0.00 0.00

6 0.00 0.00 36.67 63.33 0.00

7 0.00 0.00 20.00 80.00 0.00

8 0.00 0.00 0.00 100.00 0.00

9 0.00 0.00 0.00 83.33 16.67

10 0.00 0.00 0.00 83.33 16.67 Keterangan : Jumlah contoh = 30 individu per hari

Persentase capaian instar Artemia salina pada salinitas 20‰ (Tabel 8)

menunjukkan bahwa A. salina pada hari pertama sampai hari ke sepuluh mengalami

perkembangan. Perkembangan tersebut dilihat dari perbedaan morfologi A. salina

yang terjadi setiap hari.

Pada hari pertama, Artemia salina sebanyak 30 individu (100,00%) termasuk

instar I. Pada hari kedua sebanyak 30 individu (100,00%) termasuk instar V. Pada

hari ketiga sebanyak 30 individu (100,00%) termasuk instar V. Pada hari keempat

sebanyak 16 individu (53,33%) termasuk instar V dan 14 individu (46,67%) termasuk

instar X. Pada hari kelima sebanyak 8 individu (26,67%) termasuk instar V dan 22

individu (73,33%) termasuk instar X. Pada hari keenam sebanyak 11 individu

(36,67%) termasuk instar X dan 9 individu (63,33%) termasuk instar XII. Pada hari

ketujuh sebanyak 6 individu (20,00%) termasuk instar X dan 24 individu (80,00%)

termasuk instar XII. Pada hari kedelapan sebanyak 30 individu (100,00%) termasuk

instar XII. Pada hari kesembilan sebanyak 25 individu (83,33%) termasuk instar XII

dan 5 individu (16,67%) termasuk instar XV. Pada hari kesepuluh sebanyak 25

individu (83,33%) termasuk instar XII dan 5 individu (16,67%) termasuk instar XV.

Berdasarkan hasil pengamatan tersebut dapat diketahui periode yang

dibutuhkan untuk mencapai suatu instar. Pencapaian instar I terjadi setelah proses

penetasan kista dengan periode inkubasi 24 jam atau pada hari pertama proses

pemeliharaan. Pencapaian instar V, X, XII, dan XV pada salinitas 20‰ terjadi pada hari

kedua, keempat, keenam, dan kesembilan proses pemeliharaan.

Page 59: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

44

Tabel 9. Persentase capaian instar Artemia salina pada perlakuan salinitas 30‰

Hari ke- Persentase capaian instar ke- pada perlakuan salinitas 30‰ (%)

I V X XII XV

1 100.00 0.00 0.00 0.00 0.00

2 3.33 96.67 0.00 0.00 0.00

3 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00

4 0.00 86.67 13.33 0.00 0.00

5 0.00 66.67 33.33 0.00 0.00

6 0.00 30.00 40.00 30.00 0.00

7 0.00 20.00 43.33 36.67 0.00

8 0.00 6.67 20.00 73.33 0.00

9 0.00 3.33 16.67 80.00 0.00

10 0.00 0.00 6.67 93.33 0.00 Keterangan : Jumlah contoh = 30 individu per hari

Persentase capaian instar A. salina pada salinitas 30‰ disajikan pada Tabel 9.

Persentase capaian instar Artemia salina pada salinitas 30‰ (Tabel 9) menunjukkan

bahwa A. salina pada hari pertama sampai hari ke sepuluh mengalami perkembangan.

Perkembangan A. salina pada hari pertama sebanyak 30 individu (100,00%) termasuk

instar I, pada hari kedua sebanyak 1 individu (3,33%) termasuk instar I dan 29

individu (96,67%) termasuk instar V, pada hari ketiga sebanyak 30 individu

(100,00%) termasuk instar V, pada hari keempat sebanyak 26 individu (86,67%)

termasuk instar V dan 4 individu (13,33%) termasuk instar X, pada hari kelima

sebanyak 20 individu (66,67%) termasuk instar V dan 10 individu (33,33%) termasuk

instar X, pada hari keenam sebanyak 9 individu (30,00%) termasuk instar X, 12

individu (40,00%) termasuk instar XII, dan 9 individu (30,00%), pada hari ketujuh

sebanyak 6 individu (20,00%) termasuk instar V, 13 individu (43,33%) termasuk

instar X, dan 11 individu (36,67%) termasuk instar XII, pada hari kedelapan sebanyak

2 individu (6,67%) termasuk instar V, 6 individu (20,00%) termasuk instar X, dan 22

individu (73,33%) termasuk instar XII. Pada hari kesembilan sebanyak 1 individu

(3,33%) termasuk instar V, 5 individu (16,67%) termasuk instar X, dan 24 individu

(80,00%) termasuk instar XII. Pada hari kesepuluh sebanyak 2 individu (6,67%)

termasuk instar X dan 28 individu (93,33%) termasuk instar XII.

Berdasarkan hasil analisis diatas diketahui bahwa Artemia salina mencapai

instar I, V, X, dan XII terjadi pada hari pertama, kedua, keempat, dan keenam proses

pemeliharaan. Namun, A. salina pada salinitas 30‰ belum menunjukkan ciri-ciri

morfologi perkembangan instar XV selama 10 hari pengamatan.

Page 60: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

45

Tabel 10. Persentase capaian instar Artemia salina pada perlakuan salinitas 40‰

Hari ke- Persentase capaian instar ke- pada salinitas 40‰ (%)

I V X XII XV

1 100.00 0.00 0.00 0.00 0.00

2 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00

3 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00

4 0.00 56.67 43.33 0.00 0.00

5 0.00 6.67 76.67 16.67 0.00

6 0.00 0.00 6.67 93.33 0.00

7 0.00 0.00 6.67 93.33 0.00

8 0.00 0.00 0.00 100.00 0.00

9 0.00 0.00 0.00 70.00 30.00

10 0.00 0.00 0.00 43.33 56.67 Keterangan : Jumlah contoh = 30 individu per hari

Persentase capaian instar A. salina pada perlakuan salinitas 40‰ disajikan pada

Tabel 10. Berdasarkan Tabel 10 terlihat bahwa perkembangan Artemia salina pada

hari pertama sebanyak 30 individu (100,00%) termasuk instar I. Pada hari kedua

sebanyak 30 individu (100,00%) termasuk instar V. Pada hari ketiga sebanyak 30

individu (100,00%) termasuk instar V. Pada hari keempat sebanyak 17 individu

(56,67%) termasuk instar V dan 13 individu (43,33%) termasuk instar X. Pada hari

kelima sebanyak 2 individu (6,67%) termasuk instar V, 23 individu (76,67%)

termasuk instar X, dan 5 individu (16,67%) termasuk instar XII. Pada hari keenam

sebanyak 2 individu (6,67%) termasuk instar X dan 28 individu (93,33%) termasuk

instar XII, pada hari ketujuh sebanyak 2 individu (6,67%) termasuk instar X dan 28

individu (93,33%) termasuk instar XII. Pada hari kedelapan sebanyak 30 individu

(100,00%) termasuk instar XII. Pada hari kesembilan sebanyak 21 individu (70,00%)

termasuk instar XII dan 9 individu (30,00%) termasuk instar XV. Pada hari kesepuluh

sebanyak 13 individu (43,33%) termasuk instar XII dan 17 individu (56,67%)

termasuk instar XV. Dengan demikian dapat diketahui bahwa pada salinitas 40‰ A.

salina mencapai instar I, V, X, XII, dan XV setelah 1, 2, 4, 5, dan 9 hari proses

pemeliharaan.

Berdasarkan hasil identifikasi yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa

pada salinitas yang lebih tinggi, perkembangan Artemia salina merupakan yang paling

cepat. Dengan demikian, pertumbuhan dan perkembangan A. salina memiliki pola

yang sama.

Page 61: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

46

Instar I Instar V

Instar X Instar XII

Instar XV

Gambar 19. Capaian instar Artemia salina selama penelitian

Adapun hasil identifikasi capaian instar menurut Lavens and Sorgeloos (1996)

disajikan pada Gambar 19 dan Lampiran 8. Selama pengamatan juga diperoleh catatan

mengenai ciri-ciri morfologi Artemia salina yang sedikit berbeda dari acuan

identifikasi menurut Lavens and Sorgeloos (1996). Ciri-ciri tersebut mengindikasikan

bahwa A. salina berada pada instar-antara, yaitu di antara instar I dan V, V dan X, X dan

XII, serta XII dan XV. Ciri-ciri dari instar-antara tersebut disajikan pada Lampiran 11.

Selain itu, citra atau gambaran instar-antara A. salina yang ditemukan selama

penelitian disajikan pada Lampiran 12.

4.1.4. Kualitas air terkontrol dan perlakuan salinitas

Kualitas air terkontrol dilakukan pada parameter fisika dan kimia perairan

berupa suhu, pH, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen), dan amonia total. Pengontrolan

dilakukan dengan cara meletakkan media pemeliharaan di dalam laboratorium agar

tidak terjadi perubahan yang signifikan pada parameter-parameter tersebut. Selain

Page 62: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

47

itu, pengontrolan tersebut dilakukan agar tercipta kondisi yang relatif sama pada

perlakuan salinitas yang berbeda dengan kisaran yang masih sesuai dengan baku mutu

air laut untuk biota laut (Lampiran 1). Selain itu juga dilakukan pengukuran

parameter salinitas pada setiap perlakuan salinitas berbeda yang diujikan. Hasil

analisis kualitas air terkontrol dan perlakuan salinitas disajikan pada Lampiran 13.

Kualitas air yang diukur diuji dengan menggunakan uji-t (Lampiran 14).

1. Suhu

Pengukuran suhu dilakukan pada pagi hari (06.00 WIB) dan siang hari (14.00

WIB). Hal ini dikarenakan suhu pada saat tersebut merupakan suhu yang cukup

mewakili dalam satu hari. Selain itu alasan pengukuran suhu dilakukan setiap tiga hari

sekali dikarenakan kondisi suhu yang cenderung stabil. Kondisi suhu pagi hari dan

siang hari disajikan pada Gambar 20 dan Gambar 21.

Gambar 20. Grafik suhu pagi hari (06.00 WIB)

Gambar 20 menunjukkan bahwa selama penelitian suhu media pemeliharaan

perlakuan salinitas 20, 30, dan 40‰ pada pagi hari berkisar antara 27,7–28,6; 27,9–

28,8; dan 27,6–28,7 °C. Suhu media pemeliharaan perlakuan salinitas 20, 30, dan

40‰ pada siang hari berkisar antara 28,2–29,1; 28,7–29,3; dan 28,3–29,2 °C .

25,0

26,0

27,0

28,0

29,0

30,0

1 4 7 10

Su

hu

(°C

)

Waktu Pengamatan (hari)

Salinitas 20 Salinitas 30 Salinitas 40

Page 63: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

48

Gambar 21. Grafik suhu siang hari (14.00 WIB)

Pada semua perlakuan salinitas mengalami penurunan suhu dari awal sampai

akhir pengamatan baik pada pagi hari (Gambar 20) maupun pada siang hari (Gambar

21). Kondisi suhu pada media pemeliharaan cenderung stabil karena media

pemeliharaaan berada dalam ruangan yang mendapatkan cahaya matahari secara

tidak langsung.

2. pH

Penggukuran pH perlu dilakukan karena sebagian besar biota akuatik sensitif

terhadap perubahan pH. Pengukuran pH dilakukan pada pagi hari (06.00) dan siang

hari (14.00) setiap tiga hari sekali. Kondisi pH pagi hari dan siang hari disajikan pada

Gambar 22 dan Gambar 23.

Gambar 22. Grafik pH pagi hari (06.00 WIB)

25,0

26,0

27,0

28,0

29,0

30,0

1 4 7 10

Su

hu

(°C

)

Waktu Pengamatan (hari)

Salinitas 20 Salinitas 30 Salinitas 40

7,00

7,50

8,00

8,50

1 4 7 10

pH

Waktu Pengamatan (hari)

Salinitas 20 Salinitas 30 Salinitas 40

Page 64: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

49

Gambar 23. Grafik pH siang hari (14.00 WIB)

Nilai pH media pada perlakuan salinitas 20, 30, dan 40‰ pagi hari selama

penelitian berkisar antara 7,76–7,95; 7,83–8,10; dan 7,47–7,89. Nilai pH media pada

perlakuan salinitas 20, 30, dan 40‰ siang hari selama penelitian berkisar antara

7,69–7,81; 7,81–8,96; dan 7,40–7,73. Nilai tersebut mengalami penurunan dari

pengamatan awal sampai akhir baik pada pagi hari (Gambar 22) maupun pada siang

hari (Gambar 23).

3. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO)

Pengukuran oksigen terlarut (DO) dilakukan pagi hari (pukul 06.00) dan siang

hari (pukul 14.00) setiap tiga hari sekali. Hal ini dilakukan karena pada pagi hari,

oksigen terlarut yang terukur merupakan oksigen terlarut sisa setelah digunakan

untuk proses respirasi oleh Artemia salina saat malam hari. Sedangkan pada siang hari

diduga terjadi proses fotosintesis. Selain itu, pengukuran dilakukan tiga hari sekali

agar tidak mengganggu kehidupan A. salina. Kadar oksigen terlarut pada pagi dan

siang hari disajikan pada Gambar 24 dan 25.

Terlihat bahwa kenaikan DO pada pagi hari dari awal sampai akhir pengamatan

pada perlakuan salinitas 20, 30, dan 40‰ berkisar antara 6,4–8,0; 6,2–8,5; 6,5–8,4

mg/l. Nilai DO siang hari pada perlakuan salinitas 20, 30, dan 40‰ berkisar antara

6,6–7,8; 7,6–8,7; 7,1–8,5 mg/l. Nilai tersebut mengalami kenaikan dari pengamatan

awal sampai akhir pada pagi hari (Gambar 24) maupun pada siang hari (Gambar 25).

7,00

7,50

8,00

8,50

1 4 7 10p

H

Waktu Pengamatan (hari)

Salinitas 20 Salinitas 30 Salinitas 40

Page 65: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

50

Gambar 24. Grafik DO pagi hari (06.00 WIB)

Gambar 25. Grafik DO siang hari (14.00 WIB)

4. Amonia

Pengukuran amonia dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Hal ini dilakukan

untuk mengetahui kandungan amonia yang terdapat pada media pemeliharaan

Artemia salina pada perlakuan salinitas berbeda. Pengukuran amonia dilakukan pada

pagi hari pukul 06.00 sebelum proses penyifonan dan pemberian pakan. Hal ini

dilakukan agar diketahui kadar amonia sisa pakan yang tidak termakan dan sisa hasil

metabolisme A. salina. Kadar amonia yang telah terukur disajikan pada Gambar 26.

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

1 4 7 10

DO

(m

g/

l)

Waktu Pengamatan (hari)Salinitas 20 Salinitas 30 Salinitas 40

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

1 4 7 10

DO

(m

g/

l)

Waktu Pengamatan (hari)Salinitas 20 Salinitas 30 Salinitas 40

Page 66: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

51

Gambar 26. Grafik amonia pagi hari (06.00 WIB)

Tampak bahwa kadar amonia total yang terkandung dalam media penelitian

pada perlakuan salinitas 20, 30, dan 40‰ berkisar antara 0,142–0,143; 0,08–0,111;

dan 0,060–0,105 mg/l. Kadar amonia total yang terukur pada perlakuan salinitas 20,

30, dan 40‰ dari awal sampai akhir pengamatan mengalami penurunan.

5. Salinitas

Salinitas merupakan parameter yang sangat mempengaruhi kehidupan Artemia

salina. Salinitas media yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20, 30, dan 40‰.

Pengukuran dilakukan pada pagi hari (pukul 06.00) dan siang hari (pukul 14.00)

memiliki nilai yang sama disajikan pada Gambar 27. Terlihat adanya kenaikan

salinitas pada media pemeliharan sebesar 2–3‰ pada akhir pengamatan.

Gambar 27. Grafik salinitas pagi hari (06.00 WIB) dan siang hari (14.00 WIB)

0,000

0,050

0,100

0,150

0,200

1 10

Am

on

ia (

mg

/l)

Waktu Pengamatan (hari)

Salinitas 20 Salinitas 30 Salinitas 40

0

10

20

30

40

50

1 4 7 10

Sa

lin

ita

s (‰

)

Waktu Pengamatan (hari)

Salinitas 20 Salinitas 30 Salinitas 40

Page 67: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

52

4.2. Pembahasan

4.2.1. Pertumbuhan Artemia salina

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan dapat diketahui bahwa rataan

panjang total nauplius Artemia salina hasil penetasan secara berurutan dari yang

terpanjang sampai terpendek yaitu pada salinitas 20, 30, dan 40‰. Sedangkan

berdasarkan hasil penelitian utama yang diperoleh diketahui bahwa semakin

bertambahnya hari, semakin meningkat pula rataan panjang total dan lebar tubuh A.

salina pada masing–masing perlakuan salinitas. Namun terdapat perbedaan pola

pertumbuhan panjang total dan lebar tubuh A. salina pada salinitas berbeda. Pada

perlakuan salinitas 40‰ terlihat pertumbuhan yang paling cepat jika dibandingkan

dengan perlakuan salinitas 20 dan 30‰.

Model linier pada analisis statistik RAL in time merupakan gambaran keterkaitan

antara perlakuan (salinitas) dengan pertumbuhan panjang total dan lebar tubuh

Artemia salina serta periode pengamatan (hari). Hasil ANOVA terhadap model

keseluruhan menunjukkan bahwa model linier tersebut layak digunakan. Hal ini

berdasarkan dari nilai–p uji F kurang dari taraf nyata 5% atau 0,05.

Hasil uji parsial untuk setiap komponen model tersebut menunjukkan bahwa

perlakuan (salinitas) memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap

pertumbuhan panjang total Artemia salina. Oleh karena itu dibutuhkan uji lanjut.

Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 9) terhadap perlakuan (salinitas)

menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan salinitas 20 dan 30‰ tidak berbeda nyata

terhadap panjang total Artemia salina. Pengaruh perlakuan salinitas 40‰ berbeda

nyata dari salinitas 20 dan 30‰ terhadap panjang total A. salina. Hal ini dapat dilihat

dari nilai rataan panjang total A. salina pada perlakuan salinitas 40‰ yang lebih tinggi

dibandingkan dengan perlakuan salinitas 20 dan 30‰.

Selain itu, berdasarkan hasil uji lanjut Duncan terhadap waktu (hari) terlihat

bahwa waktu memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan panjang

total Artemia salina. Berdasarkan uji tersebut terdapat lima kelompok waktu

pertumbuhan panjang total. Kelompok pertama waktu pertumbuhan panjang terdapat

pada hari pertama, kelompok kedua pada hari kedua dan ketiga, kelompok ketiga pada

hari keempat sampai hari keenam, kelompok keempat pada hari ketujuh dan

kedelapan, serta kelompok kelima pada hari kesembilan dan kesepuluh.

Page 68: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

53

Selanjutnya, apabila dilihat dari pola perkembangan capaian instar, dapat

diketahui bahwa capaian instar I terdapat pada kelompok waktu pertama, capaian

instar V pada kelompok waktu kedua, capaian instar X dan XII pada kelompok waktu

ketiga, dan capaian instar XV terdapat pada kelompok waktu kelima. Apabila disimak

lebih dalam, terlihat bahwa pada kelompok waktu ketiga terdapat perubahan instar X

dan XII, sedangkan pada kelompok waktu keempat dijumpai adanya perkembangan

instar yang relatif lambat. Dengan demikian, pada periode tertentu, pertumbuhan

panjang tidak selalu diikuti oleh perkembangan instar, dan pada periode yang lain,

perkembangan instar tidak selalu diikuti oleh pertambahan panjang yang signifikan.

Sebaran ukuran panjang total menunjukkan perbedaan pola pertumbuhan

harian panjang total Artemia salina pada salinitas berbeda. Pada salinitas 40‰ dapat

mencapai selang kelas paling tinggi. Sedangkan pada salinitas 30‰ hanya dapat

mencapai selang kelas 2,21–2,50 mm. Hal ini diduga karena A. salina memiliki sifat

euryhaline yang mampu beradaptasi pada rentang salinitas yang luas sehingga A. salina

lebih menyukai kondisi salinitas yang ekstrim yaitu 20 dan 40‰. Namun jika pola

pertumbuhan pada salinitas 40 dan 20‰ dibandingkan, maka pada salinitas 40‰

memiliki frekuensi yang lebih tinggi pada selang kelas yang lebih tinggi. Dengan

demikian, perlakuan salinitas 40‰ memiliki rataan panjang total yang paling tinggi.

Hal ini juga dapat dilihat dari panjang total A. salina pada perlakuan salinitas 40‰

pada hari kesepuluh yang menunjukkan pertumbuhan panjang total yang paling tinggi.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Vos (1979) bahwa morfologi dan penampilan umum

Artemia dewasa berubah dalam salinitas berbeda. Pada perlakuan salinitas lebih

tinggi, tubuh menjadi lebih panjang dibandingkan pada perlakuan salinitas rendah.

Perbedaan pola pertumbuhan tersebut lebih terlihat setiap dua hari selama 10

hari pengamatan pada perlakuan salinitas berbeda. Pada pergeseran modus kelas

panjang total ke arah kanan pada salinitas berbeda terdapat perbedaan. Pergeseran

modus kelas panjang total pada salinitas 20 dan 40‰ memiliki pola yang sama, yaitu

pada selang kelas dua hari pertama dan kedua. Selanjutnya, pada dua hari ketiga, pada

salinitas 40‰ lebih menyebar ke selang kelas yang lebih tinggi. Begitu pula pada dua

hari keempat dan kelima, pada salinitas 40‰ terdapat pada selang kelas yang lebih

tinggi. Oleh karena itu pada salinitas 40‰ terdapat rataan panjang total yang paling

tinggi. Namun, pada perlakuan salinitas 30‰, sebaran frekuensi hanya sampai selang

kelas 2,21–2,50, sedangkan pada perlakuan salinitas 20‰ mencapai panjang total

Page 69: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

54

maksimum pada selang kelas 4,31–4,60. Hal ini berarti rataan panjang total pada

salinitas 30‰ adalah yang paling rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

secara berurutan pola pertumbuhan panjang harian dari yang tercepat sampai

terlambat, yaitu pada perlakuan salinitas 40, 20, dan 30‰.

Hasil analisis statistik RAL in time terhadap respon pertumbuhan lebar tubuh

menunjukkan bahwa model keseluruhan hasil ANOVA dari nilai-P uji F pada taraf

nyata 5% layak digunakan. Hasil uji parsial menunjukkan bahwa perlakuan (salinitas)

memiliki pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap pertumbuhan lebar tubuh

Artemia salina. Selain itu, waktu (hari) juga memiliki pengaruh berbeda nyata

(P<0,05) terhadap pertumbuhan lebar tubuh A. salina. Oleh karena itu dibutuhkan uji

lanjut.

Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 10) terhadap perlakuan (salinitas)

menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan salinitas 20 dan 30‰ tidak berbeda nyata

terhadap lebar tubuh Artemia salina. Pengaruh perlakuan salinitas 20 dan 40‰ juga

tidak berbeda nyata terhadap lebar tubuh. Sedangkan pengaruh perlakuan salinitas

40‰ berbeda nyata dari salinitas 30‰ terhadap lebar tubuh A. salina. Hal ini dapat

dilihat dari nilai rataan lebar tubuh A. salina pada perlakuan salinitas 40‰ lebih tinggi

dibandingkan dengan perlakuan salinitas 20 dan 30‰.

Selain itu, berdasarkan hasil uji lanjut Duncan terhadap waktu (hari)

menunjukkan bahwa terdapat tiga kelompok waktu pertumbuhan lebar tubuh.

Kelompok pertama waktu pertumbuhan lebar tubuh terdapat pada hari kedua sampai

hari keempat, kelompok kedua terdapat pada hari kelima sampai hari ketujuh, serta

kelompok ketiga terdapat pada hari kedelapan sampai hari kesepuluh. Dengan

demikian, pertumbuhan lebar tubuh tidak terlalu menggambarkan adanya pola

perkembangan instar Artemia salina.

Sebaran ukuran lebar tubuh Artemia salina juga menunjukkan perbedaan pola

pertumbuhan harian pada salinitas berbeda. Pada salinitas 40‰ terdapat pola

pertumbuhan lebar tubuh yang lebih menyebar ke selang kelas yang lebih tinggi

dengan frekuensi yang lebih tinggi daripada perlakuan salinitas lainnya. Dengan

demikian perlakuan salinitas 40‰ memiliki rataan lebar tubuh yang paling tinggi. Hal

ini juga dapat diketahui dari lebar tubuh A. salina pada perlakuan salinitas 40‰ pada

hari kesepuluh menunjukkan pertumbuhan yang paling tinggi. Hal ini berbeda dari

Page 70: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

55

pernyataan Vos (1979) bahwa pada perlakuan salinitas lebih tinggi tubuh menjadi

lebih kurus daripada pada perlakuan salinitas rendah.

Perbedaan pola pertumbuhan tersebut lebih terlihat polanya setiap dua hari

selama 10 hari pengamatan pada perlakuan salinitas berbeda. Pergeseran modus

kelas panjang total pada salinitas 30 dan 40‰ memiliki pola yang sama. Namun, pada

perlakuan salinitas 30‰ memiliki sebaran frekuensi hanya sampai selang kelas

0,171–0,200.

Pergeseran modus kelas lebar tubuh setiap dua hari selama 10 hari pada

salinitas 20‰, pada dua hari kedua ke arah kiri menunjukkan adanya pola

pertumbuhan lebar tubuh yang mengecil. Setelah itu, pada dua hari ketiga, keempat,

dan kelima terjadi pergeseran modus kelas lebar tubuh ke arah kanan yang

menunjukkan adanya pertumbuhan lebar tubuh. Modus kelas lebar tubuh pada

salinitas 30‰ setiap dua hari selama 10 hari tidak mengalami pergeseran ke arah kiri

dan kanan. Namun, berdasarkan frekuensi yang muncul pada selang kelas 0,141–

0,170 pada dua hari ketiga menunjukkan pola pertumbuhan lebar tubuh yang

mengecil. Selanjutnya, pada dua hari keempat, frekuensi pada selang kelas tersebut

meningkat dan pada dua hari kelima ke arah kanan menandakan adanya pertumbuhan

lebar tubuh. Pergeseran modus kelas lebar tubuh pada salinitas 40‰ setiap dua hari

selama 10 hari ke arah kanan pada dua hari ketiga menunjukkan adanya

pertumbuhan. Namun, pola pertumbuhan lebar tubuh tersebut mengecil terlebih

dahulu. Hal ini dapat terlihat dari sebaran frekuensi yang menurun pada dua hari

kedua.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, pola pertumbuhan lebar tubuh

Artemia salina pada perlakuan salinitas berbeda menunjukkan bahwa lebar tubuh

mengecil terlebih dahulu dan kemudian mulai mengalami pertumbuhan lebar tubuh.

Hal ini sesuai dengan morfologi tubuh A. salina pada awal menetas menjadi nauplius

mempunyai lebar tubuh yang cukup besar, kemudian mengecil terlebih dahulu

mengikuti lebar tubuh terkecil dan pada akhirnya melebar melebihi lebar terbesar

pada awal pengamatan.

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa

pertumbuhan panjang total berbanding lurus dengan pertumbuhan lebar tubuh

Artemia salina. Hal ini berarti semakin tinggi salinitas maka tubuh A. salina semakin

panjang dan semakin lebar daripada perlakuan salinitas yang lebih rendah. Dengan

Page 71: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

56

demikian dapat disimpulkan bahwa urutan pola pertumbuhan harian dari yang

tercepat sampai terlambat yaitu pada perlakuan salinitas 40, 20, dan 30‰.

4.2.2. Perkembangan Artemia salina

Citra yang didapatkan dengan menggunakan mikroskop listrik yang terhubung

dengan program komputer Motic Image Plus 2.0 dapat digunakan untuk mengetahui

persentase capaian instar setiap hari selama 10 hari pengamatan. Identifikasi capaian

instar dilakukan menurut Lavens and Sorgeloos (1996) tentang morfologi Artemia

salina. Berdasarkan tabel persentase capaian instar A. salina pada perlakuan salinitas

berbeda terlihat adanya perbedaan perkembangan A. salina sejak nauplius hingga

menjadi dewasa dalam waktu pengamatan selama 10 hari. Hasil identifikasi ciri-ciri

morfologi A. salina menurut Lavens and Sorgeloos (1996) dalam penelitian ini

disajikan pada Gambar 19 dan Lampiran 8.

Selain ciri-ciri menurut Lavens and Sorgeloos (1996), Artemia salina juga

memiliki ciri-ciri instar-antara. Pada hari kedua untuk perlakuan salinitas 30‰ masih

ada A. salina yang tergolong instar I terdapat ciri-ciri belum mempunyai calon

thoracopoda yang merupakan ciri instar V. Pada hari keempat dan kelima untuk

semua perlakuan salinitas serta hari keenam dan ketujuh untuk perlakuan salinitas

30‰ masih ada A. salina yang termasuk instar V terdapat ciri-ciri belum mempunyai

eksopodit dan telopodit yang merupakan ciri instar X. Pada hari keenam dan ketujuh

untuk semua perlakuan salinitas serta hari kedelapan sampai hari kesepuluh untuk

salinitas 30‰ masih ada A. salina yang termasuk instar X terdapat ciri-ciri belum

terdapat endopodit yang merupakan ciri instar XII. Sedangkan pada hari kesembilan

dan kesepuluh untuk semua perlakuan masih ada A. salina yang termasuk instar XII

terdapat ciri-ciri belum mempunyai kaki (thoracopoda) sejumlah 11 pasang yang

merupakan ciri instar XV. Ciri-ciri instar yang belum menunjukkan ciri-ciri instar yang

lebih tinggi menurut Lavens and Sorgeloos (1996) diklasifikasikan sebagai ciri-ciri

instar-antara A. salina (Lampiran 11). Adapun citra atau gambaran instar-antara A.

salina yang ditemukan selama penelitian disajikan pada Lampiran 12.

Berdasarkan uraian tersebut diketahui periode yang dibutuhkan untuk

mencapai suatu instar. Pencapaian instar I terjadi setelah proses penetasan kista

dengan periode inkubasi 24 jam atau pada hari pertama proses pemeliharaan.

Page 72: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

57

Pencapaian instar V, X, XII, dan XV pada salinitas 20‰ terjadi pada hari kedua,

keempat, keenam, dan kesembilan proses pemeliharaan.

Pada salinitas 30‰ diketahui bahwa Artemia salina mencapai instar I, V, X, dan

XII terjadi pada hari pertama, kedua, keempat, dan keenam proses pemeliharaan.

Namun, A. salina pada salinitas 30‰ belum menunjukkan ciri-ciri morfologi

perkembangan instar XV selama 10 hari pengamatan. Selain itu, pada salinitas 40‰

dapat diketahui bahwa A. salina mencapai instar I, V, X, XII, dan XV setelah 1, 2, 4, 5,

dan 9 hari proses pemeliharaan.

Berdasarkan hasil identifikasi yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa pada

salinitas 40‰, Artemia salina mengalami perkembangan yang paling cepat. Hal ini

terlihat pada hari kelima, A. salina sudah mencapai instar XII dan pada hari kesembilan

A. salina sudah mencapai instar XV dengan persentase capaian instar yang lebih besar

daripada salinitas 20‰. Sedangkan pada salinitas 30‰, selama pengamatan belum

menunjukkan ciri-ciri mofologi instar XV. Dengan demikian, pertumbuhan dan

perkembangan A. salina memiliki pola yang sama dengan waktu capaian yang berbeda.

Kondisi suhu yang telah diukur dalam penelitian ini termasuk pada kisaran suhu

yang baik untuk pertumbuhan Artemia salina menurut Isnansetyo dan Kurniastuty

(1995). Pada kisaran suhu tersebut, A. salina mengalami metabolisme yang baik,

sehingga pertumbuhannya optimum. Hal ini ditunjukkan oleh pertumbuhan panjang

total dan lebar tubuh A. salina pada tiga perlakuan salinitas yang berbeda mengalami

kenaikan yang cukup signifikan selama penelitian.

Salah satu parameter lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan

keberadaan organisme air, termasuk zooplankton, adalah pH. Berdasarkan hasil

pengukuran bahwa nilai pH media pada perlakuan salinitas 20, 30, dan 40‰ pada

pagi dan siang hari mengalami penurunan dari awal sampai akhir pengamatan. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Boyd (1982) in Supriya et al. (2002), bahwa dekomposisi

bahan organik dan respirasi akan menurunkan kandungan oksigen terlarut, yang

berdampak pada meningkatnya kadar CO2 bebas, sehingga mengakibatkan

menurunnya pH air. Kondisi pH yang telah diukur dalam penelitian ini termasuk pada

kisaran pH yang baik untuk pertumbuhan A. salina menurut Sorgeloos (1980).

Oksigen terlarut dalam perairan sangat dibutuhkan semua organisme yang ada

di dalamnya untuk pernafasan dalam rangka melangsungkan metabolisme dalam

tubuh mereka. Kondisi oksigen terlarut dari awal sampai akhir pengamatan

Page 73: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

58

mengalami kenaikan. Kandungan oksigen yang terdapat pada setiap media penetasan

dan pemeliharaan dalam penelitian ini dikendalikan dengan menggunakan aerasi.

Aerasi yang diberikan pada setiap media pemeliharaan digunakan untuk membentuk

arus supaya nauplius yang dipelihara tidak mengumpul ataupun mengendap. Hal ini

dilakukan untuk memudahkan proses molting pada nauplius. Selain itu adanya arus

yang terbentuk juga membantu mengumpulkan kotoran yang berupa sisa cangkang

pada dinding bak sehingga mudah untuk dibersihkan. Kandungan oksigen terlarut

yang terukur dalam penelitian ini temasuk dalam kisaran yang baik untuk

pertumbuhan menurut Kep.51/MENLH/2004 (Lampiran 1).

Kadar amonia total yang terkandung dalam media penelitian pada perlakuan

salinitas 20, 30, dan 40‰ dari awal sampai akhir pengamatan mengalami penurunan.

Hal ini diduga terjadi karena dalam kegiatan pemeliharaan Artemia salina dilakukan

kegiatan penyifonan dasar wadah pemeliharaan berupa akuarium setiap tiga hari

sekali. Dengan demikian, bahan organik yang terkandung di dalam air media yang

berasal dari organisme yang mati, hasil ekskresi (kotoran organisme) dan sisa pakan

berkurang sehingga tidak ada persaingan terhadap kebutuhan oksigen untuk

pernafasan dan persaingan pemakaian oksigen terlarut oleh aktivitas bakteri aerob

pada proses penguraian bahan organik yang tersisa pada media pemeliharaan setelah

proses penyifonan tersebut. Konsentrasi amonia yang terukur dalam penelitian ini

termasuk kisaran yang tidak menghambat penelanan makanan menurut Sorgeloos

(1980).

Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa salinitas pada media

pemeliharaan dari awal sampai akhir pengamatan mengalami kenaikan. Salinitas

media yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20, 30, dan 40‰. Kenaikan

salinitas sebesar 2–3‰ pada media tersebut diduga karena adanya penguapan air,

sehingga kadar garam (salinitas) yang terdapat dalam media pemeliharaan berupa air

laut menjadi lebih pekat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Supriya et al. (2002),

bahwa salinitas dapat berfluktuasi karena pengaruh penguapan. Salinitas dapat

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangbiakan zooplankton. Kisaran salinitas

yang tidak sesuai berpengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidup dan tingkat

pertumbuhannya. Artemia tergolong organisme euryhaline, yaitu organisme yang

dapat hidup pada rentang salinitas yang lebar. Artemia mampu hidup pada rentang

salinitas antara 5–150‰ (Harefa 1997).

Page 74: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

59

Berdasarkan hasil uji yang dilakukan terhadap data kisaran kualitas air selama

10 hari pengamatan diperoleh nilai t hitung <t tabel pada parameter suhu, pH, dan

amonia. Karena nilai t hitung yang diperoleh lebih kecil daripada t tabel, maka gagal

tolak H0 atau terima H0. Sedangkan uji t terhadap parameter DO diperoleh nilai t

hitung >t tabel. Karena nilai t hitung yang diperoleh lebih besar daripada t tabel, maka

tolak H0 atau terima H1 (Lampiran 14). Oksigen terlarut yang terukur dipengaruhi

oleh proses aerasi yang dilakukan selama pengamatan, sehingga diduga jumlah

oksigen terlarut yang terdapat pada media pemeliharaan di akhir pengamatan

mengalami kenaikan sehingga menunjukkan perbedaan yang nyata antara kisaran

tersebut. Dengan demikian dapat diketahui bahwa A. salina dipelihara pada kondisi

lingkungan terkontrol dan parameter fisika–kimia berupa suhu, pH, DO, dan amonia

memiiki kisaran nilai yang masih sesuai untuk kehidupan A. salina. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa kehidupan A. salina dipengaruhi oleh kondisi salinitas yang

berbeda. Secara keseluruhan terlihat bahwa pada salinitas berbeda terdapat

perbedaan derajat penetasan, pola pertumbuhan, dan pola perkembangan A. salina.

Dalam kaitan dengan kegiatan budidaya, A. salina instar I dimanfaatkan sebagai

pakan alami bagi larva ikan laut, Crustacea, ikan konsumsi air tawar, dan ikan hias.

Selain itu, Artemia dewasa juga merupakan pakan alami yang baik, terutama untuk

pembesaran dan pematangan gonad induk.

Penelitian terhadap Artemia salina ini mencakup pengamatan yang dimulai dari

penetasan kista dan pemeliharaan nauplius hingga dewasa. Secara keseluruhan

diketahui bahwa salinitas air laut 40‰ merupakan salinitas yang sesuai untuk proses

penetasan, pertumbuhan, dan perkembangan A. salina. Hal ini ditunjukkan dari

rendahnya ukuran rataan panjang total nauplius A. salina instar I pada salinitas 40‰.

Keadaan demikian sesuai dengan lebar bukaan mulut larva ikan dan Crustacea. Selain

itu, pada salinitas 40‰ terdapat pola pertumbuhan dan perkembangan A. salina yang

paling cepat dengan persentase capaian instar A. salina yang paling besar untuk

mencapai tingkat dewasa. Dengan demikian, untuk melakukan aplikasi dalam

pemanfaatan A. salina sebagai pakan alami, lebih baik dilakukan penetasan dan

pemeliharaan pada salinitas 40‰.

Page 75: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Pola pertumbuhan dan perkembangan Artemia salina dipengaruhi oleh kondisi

salinitas. Rataan panjang total nauplius A. salina instar I pada salinitas 40‰

merupakan ukuran yang terkecil. Pertumbuhan dan perkembangan tercepat juga

terjadi pada salinitas 40‰. Pertumbuhan panjang total lebih dapat menggambarkan

perkembangan capaian instar jika dibandingkan dengan pertumbuhan lebar tubuh.

5.2. Saran

Proses penetasan kista Artemia salina dan pemeliharaan nauplius A. salina

hingga bentuk dewasa sebaiknya dilakukan pada salinitas 40‰ untuk dapat

memenuhi kebutuhan pakan bagi pemeliharaan larva, atau pun pembesaran serta

pematangan gonad ikan dan Crustacea.

Page 76: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

DAFTAR PUSTAKA

Ari KW. 2005. Pembenihan kuda laut. Balai Budidaya Laut Lampung. Balai Besar

Pengembangan Budidaya Laut. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.

Departemen Kelautan dan Perikanan. Lampung. 2007. Budidaya fitoplankton &

zooplankton. Seri Budidaya Laut No : 9.

Arulvasu C & Munuswamy N. 2009. Survival, growth, and composition of Poecilia

latipinna fry fed enriched Artemia nauplii. Journal of Current Science. 96 (1) : 114-

119.

Boyd CE. 1982. Water quality management for pond fish culture. Development in

aquaculture and fish science, Vol.9. Elsevier scientific publishing company. New

York. 318 hlm.

Browne RA & GH MacDonald. 1982. Biogeography of the brine shrimp, Artemia:

distribution of parthenogenic and sexual populations. Journal of Biogeography. 9 :

331-338.

Direktorat Jendral Perikanan dan Kelautan. 2003. Budidaya di Rembang. [terhubung

berkala]. http:// www.suaramerdeka.com[akses: 20 September 2008].

Djarijah AS. 1995. Pakan ikan alami. Kanisius: Yogyakarta. 46-47 hlm.

Eimanifar A & Feridon M. 2007. Review Urmia lake (Northwest Iran) : a brief review.

Journal of BioMed Central. 3 (5): 1-8

El-Gamal MM. 2010. Morphometric and molecular variability of three Artemia strains

(El-Max and Wadi El-Natrun, Egypt, and San Francisco Bay, U.S.A). Journal of

American Science. 6 (2): 98-107

Harefa F. 1997. Pembudidayaan Artemia untuk pakan udang dan ikan. Penebar

Swadaya. Jakarta. 78 hlm.

Isnansetyo A & Kurniastuty. 1995. Teknik kultur phytoplankton dan zooplankton

(pakan alami untuk pembenihan organisme laut). Kanisius : Yogyakarta. 52-57

hlm.

Page 77: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

62

Izquierdo MS, Watanabe T, Takeuchi T, Arakawa T, & C Kitajima. 1989. Requirement of

larval red sea bream Pagrus major for essential fatty acids. Nippon Suisan

Gakkaishi. 55: 859-867.

John, Benedictal, Brintha, & Marian. 2005. Hatching characteristics and cold storage of

nauplii of brine shrimp Artemia KKT1 from Thamaraikulam, India. Journal of

Biological Research 3: 39–46.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 Tentang Baku

Mutu Air Laut untuk Biota Laut.

Kaiser H, Gordon AK, & TG Paulet. 2006. Review of the African distribution of brine

shrimp genus Artemia. Journal of Water SA. 32 (2): 597-603.

Matjik AA & Sumertajaya IM. 2000. Perancangan percobaan dengan aplikasi SAS dan

minitab Jili 1. IPB Press. Bogor. 282 hlm.

Lavens & Sorgeloos. 1996. Manual on the production and use of live food for

aquaculture. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Artemia

Reference Center. Belgium. 104–110 hlm.

Mudjiman A. 1989. Udang renik air asin (Artemia salina). P.T. Bhratara Niaga Media,

Jakarta. 149 hlm.

Nontji A. 2007. Laut nusantara (edisi revisi). Djambatan. Jakarta. 53-59 hlm.

Nunes BS, Carvalho FD, Guilhermino LM, & GV Stapen. 2005. Use of the genus Artemia

in ecotoxicity testing. Journal of Environmental Pollution. 144: 453-462.

Pennak RW. 1964. Collegiate dictionary of zoology. The renold press company. New

York.

Purwanti E. 2004. Pengaruh salinitas yang berbeda terhadap daya tetas siste Artemia

yang dihasilkan di tambak garam Rembang, Jawa Tengah. [skripsi]. Departemen

Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor. Bogor

Royan JP, Sumitra-Vijayaraghavan, & L Krishna Kumari. 1990. Biomass production of

Artemia in air-water-lift raceway system. Mahasagar-Bulletin of the National

Institute of Oceanography. 23 (2): 163-168.

Page 78: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

63

Sanusi HS. 2006. Kimia laut (proses fisik kimia dan interaksinya dengan lingkungan).

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Sofa. 2008. Sejarah dan ruang lingkup ekologi dan ekosistem. [terhubung berkala].

http:// www.masofa.wordpress.com [akses: 15 November 2008].

Soundarapandian P & Saravanakumar G. 2009. Effect of different salinities on the

survival and growth of Artemia spp. Journal of Biological Sciences. 1 (2) : 20-22.

Sorgeloos. 1980. The use of the brine shrimp Artemia in aquaculture. Reference Centre

State University of Ghent. Belgium.

Supriya, Ali HAQ, & Mustamin. 2002. Persyaratan budidaya zooplankton. Balai

budidaya Laut Lampung. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen

Kelautan dan Perikanan. Budidaya Fitoplankton & Zooplankton. Seri Budidaya

Laut No: 9.

Suwirya K, Giri NA, & M Marzuqi. 2001. Beberapa kebutuhan ikan dalam

pengembangan pakan untuk menunjang budidaya laut. Prosiding Seminar

Riptek Kelautan Nasional. IKN : 94-99.

Sverdrup HU, MW Johnson, & RH Fleming. 1960. The Ocean : Their physic, chemistry,

and general biology. Englewood cliffs, Practice Hall. 193 atau 1058 hlm.

Triantaphyllidis GV, Abatzopoulos, & P Sorgeloos. 1998. Review of the biogeography of

the genus Artemia (Crustacea, Anostraca). Journal of Biogeography. 25: 213-226

Vanhaecke P, Cooreman A, & P Sorgeloos. 1981. International study on Artemia XV.

Effect of light intensity on hatching rate of Artemia cyst from different

geographical origin. Journal of Marine Ecology. 5 : 111-114.

Von J. 1979. Brine shrimp (Artemia salina) inoculation in tropical salt ponds : A

preliminary guide for use in Thailand. FAO Associate Expert (Culture of Food

Organism). National Freshwater Prawn Research and Training Center

Freshwater Fisheries Division. Departement of Fisheries Ministry of Agriculture

and Cooperatives (FAO/UNDP:THA/75/008).

Watanabe T, Kitajima C, & S Fujita. 1983b. Nutritional values of live organisms used in

Japan for mass propagation of fish : a review. Aquaculture. 34: 115-143.

Page 79: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan
Page 80: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

Lampiran 1. Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 51 Tahun 2004

No. Parameter Satuan Baku mutu

FISIKA

1 Kecerahan a m

coral: >5

mangrove: -

lamun: >3

2 Kebauan - alami 3

3 Kekeruhan a NTU <5

4 Padatan tersuspensi total b mg/l

coral: 20

mangrove: 80

lamun: 20

5 Sampah - nihil 1(4)

6 Suhu c °C

alami 3 (c)

coral: 28-30 (c)

mangrove: 28-32 (c)

lamun: 28-30 (c)

7 Lapisan minyak 5 - nihil 1 (5)

KIMIA

1 pH d - - 7 - 8,5 (d)

2 Salinitas %o

alami 3(e)

coral: 33-34 (e)

mangrove: s/d 34 (e)

lamun: 33-34 (e)

3 Oksigen terlarut (DO) mg/l >5

4 BOD5 mg/l 20

5 Ammonia total (NH3-N) mg/l 0,3

6 Fosfat (PO4-P) mg/l 0,015

7 Nitrat (NO3-N) mg/l 0,008

8 Sianida (CN-) mg/l 0,5

9 Sulfida (H2S) mg/l 0,01

10

PAH (Poliaromatik

hidrokarbon) mg/l 0,003

11 Senyawa Fenol total mg/l 0,002

Page 81: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

66

Lampiran 1. (Lanjutan)

No. Parameter Satuan Baku mutu

12 PCB total (poliklor bifenil) µg/l 0,01

13 Surfaktan (deterjen) mg/l MBAS 1

14 Minyak & lemak mg/l 1

15 Pestisidaf µg/l 0,01

16 TBT (tributil tin) 7 µg/l 0,01

Logam terlarut:

17 Raksa (Hg) mg/l 0,001

18 Kromium heksavalen (Cr(VI)) mg/l 0,005

19 Arsen (As) mg/l 0,012

20 Kadmium (Cd) mg/l 0,001

21 Tembaga (Cu) mg/l 0,008

22 Timbal (Pb) mg/l 0,008

23 Seng (Zn) mg/l 0,05

24 Nikel (Ni) mg/l 0,05

BIOLOGI

1 Coliform (total) g

MPN/100

ml 1000 (g)

2 Patogen sel/100 ml nihil1

3 Plankton sel/100 ml

tidak

bloom6

RADIO NUKLIDA

1

Komposisi yang tidak

diketahui Bq/l 4

Page 82: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

67

Lampiran 2. Daftar istilah yang berkaitan dengan Artemia salina

Antenna : 1. Pasangan pertama dari dua pasang dari beberapa struktur pada

Crustacea (Pennak 1964).

2. Berfungsi sebagai alat gerak dan penyaring makanan (Lavens and

Sorgeloos 1996).

Antenulla : Fungsi sensorial pada nauplius (Lavens and Sorgeloos 1996).

Apendiks : Perubahan struktur bagian yang menonjol yang digunakan sebagai

fungsi locomotory (daya gerak), alat sensorial (pancaindera), makanan,

atau untuk tujuan lain; seperti kaki, bagian mulut pada Arthropods,

tentakel, dll (Pennak 1964).

Eksopodite : Sebagai alat pernapasan yang terdapat pada Thoracopoda (Lavens and

Sorgeloos 1996).

Endopodite : Fungsi penyaring makanan yang terdapat pada Thoracopoda (Lavens

and Sorgeloos 1996).

Furka : Beberapa proses percabangan, dua caudal rami pada Copepods, Proses

percabangan bagian belakang pada serangga yang lebih besar (Pennak

1964).

Hidrasi : Tahapan penyerapan air pada proses penetasan kista (Sorgeloos 1980).

Nauplius : Karakteristik tingkatan larva mikroskopik yang berenang bebas seperti

Copepods, Ostracods, Decapods, Barnacles, dll; ciri khas hanya tiga

pasang apendiks (Pennak 1964).

Instar : Periode diantara dua pergantian kulit yang sukses pada Arthropoda,

Nematoda, Tardigrade, dll (Pennak 1964).

Kista : Telur dorman (istirahat) (Sorgeloos 1980).

Labrum : Semacam mulut yang terdapat di bagian ventral (Sorgeloos 1980).

Mandibulla : Rahang bawah yang memilki fungsi menangkap makanan (Lavens and

Sorgeloos 1996).

Telopodite : Fungsi locomotory (alat gerak) yang terdapat pada Thoracopoda

(Lavens and Sorgeloos 1996).

Thoracopoda : Kaki pada Artemia yang mengalami diferensiasi menjadi tiga bagian,

yaitu telopodite, eksopodite, dan endopodite (Lavens and Sorgeloos

1996).

Page 83: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

68

Lampiran 3. Kista Artemia salina “Great Salt Lake”

Page 84: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

69

Lampiran 4. Rancangan wadah perendaman dan penetasan kista Artemia salina, serta

langkah-langkah penetasan kista Artemia salina

20 cm

Lampu TL

Wadah perendaman air aquades Wadah penetasan kista dengan

air laut 20,30, dan 40‰

• Langkah-langkah penetasan kista Artemia salina:

• Kista Artemia salina ditimbang sebanyak 0,5 gram

• Air akuades disiapkan sebanyak 500 ml

• Kista Artemia salina dan air aquades tersebut dimasukkan ke dalam wadah

perendaman

• Aerator dinyalakan dengan periode inkubasi 2 jam

• Air laut salinitas 20, 30, dan 40% masing-masing sebanyak 500 ml dimasukkan ke

wadah penetasan

• pH diturunkan dengan menggunakan HCl 0,1 N hingga mencapai nilai pH = 8,5

• Setelah proses perendaman selama 2 jam, matikan aerator.

• Air akuades dan kista yang telah direndam dikeluarkan menggunakan selang

kecil yang disaring dengan saringan berukuran 60 µm

• Kista yang sudah disaring tersebut dan air laut sebanyak 500 ml dimasukkan ke

dalam masing-masing wadah penetasan dengan salinitas berbeda

• Aerator dinyalakan dengan periode inkubasi 24 jam

Page 85: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

70

Lampiran 5. Penentuan derajat penetasan kista Artemia salina pada salinitas berbeda

1. Salinitas 20 ‰

Rata-rata menetas (N) = 790 776 862 636 871

40 5x

+ + + + = 19,675 ind/0,125 ml

Jadi, Rata-rata yang menetas 19,675 ind/0,125 ml atau 157,4 ind/ml

Untuk padat tebar 800 ind/L dalam 10 L air laut, terdapat = 10 L x 800 ind/L =

8000 ind, maka dibutuhkan 8000 ind

157,4 ind/ml = 50,82 ml = 50,8 ml

HE = N x 500 x 2

1 g kista

= 157 x 500 x 2

1 g kista

= 157.000 ind

1 g kista

2. Salinitas 30 ‰

Rata-rata menetas (N) = 839 730 729 778 629

40 5x

+ + + += 18,525 ind/0,125 ml

Jadi, Rata-rata yang menetas 18,525 ind/0,125 ml atau 148,2 ind/ml

Untuk padat tebar 800 ind/L dalam 10 L air laut, terdapat = 10 L x 800 ind/L =

8000 ind, maka dibutuhkan 8000 ind

148,2 ind/ml= 53,98 ml = 54 ml

HE = N x 500 x 2

1 g kista

= 148 x 500 x 2

1 g kista

= 148.000 ind

1 g kista

3. Salinitas 40 ‰

Rata-rata menetas (N) = 635+678+550+752+744

40x5= 16,795 ind/0,125 ml

Jadi, Rata-rata yang menetas 16,795 ind/0,125 ml atau 134,4 ind/ml

Untuk padat tebar 800 ind/L dalam 10 L air laut, terdapat = 10 L x 800 ind/L =

8000 ind, maka dibutuhkan 8000 ind

134,4 ind/ml = 59,54 ml = 59,5 ml

Page 86: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

71

Lampiran 5. (Lanjutan)

HE = N x 500 x 2

1 g kista

= 134 x 500 x 2

1 g kista

= 134.000 ind

1 g kista

Berdasarkan penghitungan dalam 1 gram kista terdapat 249.972 butir.

Jika persentase penetasan 100% maka terdapat 249.972 ind/1000 ml

1. Salinitas 20‰

Rata-rata yang menetas (N) = 157,4 ind/ml = 157.400 ind/500 ml

Persentase penetasan (HP) = N

(N + C) x 100%

= 157.400

249.972 x 100% = 62,97%

2. Salinitas 30‰

Rata-rata yang menetas (N) = 148,2 ind/ml = 148.200 ind/1000 ml

Persentase penetasan (HP) = N

(N + C) x 100%

= 148.200

249.972x 100% = 59,29%

3. Salinitas 40‰

Rata-rata yang menetas (N) = 134,4 ind/ml = 134.400 ind/1000 ml

Persentase penetasan (HP) = N

(N + C) x 100%

=134.400

249.972 x 100% = 53,77%

Page 87: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

72

Lampiran 6. Proses sterilisasi air laut, drigen, selang, dan batu aerasi

a. Sterilisasi air laut (sterilisasi basah)

Penyaringan air laut dengan menggunakan saringan berukuran 20 µm, kemudian

dilakukan perebusan air laut menggunakan kompor gas.

b. Sterilisasi jerigen

Jerigen dicuci dengan deterjen, lalu dikeringkan, kemudian disemprotkan alkohol 70%.

c. Sterilisasi akuarium, selang dan batu aerasi

Akuarium dicuci dengan deterjen, lalu akuarium diisi air tawar dan diberikan kaporit,

kemudian dibilas hingga bersih menggunakan air laut, setelah itu masukkan air laut ke

dalam akuarium. Sedangkan selang dan batu aerasi dicuci dengan deterjen, kemudian

diberikan kaporit dan dibilas hingga bersih menggunakan air laut.

Page 88: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

73

Lampiran 7. Formulasi bahan pembuatan pakan fermentasi dengan volume 60 liter

Bahan Organik Komposisi Bahan Satuan

Dedak 2000 gram

Tepung Beras 1000 gram

Molase 250 ml

Probiotik 150 ml

Air Laut 60 l

Sumber : Lab. Kuda laut, BBPBL Lampung (2006)

Page 89: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

74

Lampiran 8. Identifikasi capaian instar Artemia salina menurut Lavens and Sorgeloos

(1996)

Instar I Instar V

Instar X Instar XII

Instar XV (Artemia Jantan) Instar XV (Artemia Betina)

Keterangan :

Instar I : (1) Mata nauplius, (2) Antenula, (3) Antena, dan (4) Mandibel

Instar V : (1) Mata nauplius, (2) Mata majemuk, (3) Antena, (4) Labrum, (5) Budding

torakopoda, dan (6) Saluran pencernaan

Instar X : (1) Antena, (2) Telopodit, dan (3) Eksopodit

Instar XII : (1) Mata nauplius, (2) Mata majemuk, (3) Antenula, (4) Antena, dan

(5) Eksopodit, (6) Telopodit, (7) Endopodite

Instar XV : ada 11 pasang thoracopoda

Page 90: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

75

Lampiran 9. Langkah-langkah menggunakan SAS 9.1, contoh perhitungan TSR, dan

hasil uji lanjut Duncan panjang total Artemia salina

a. Langkah-langkah menggunakan software SAS 9.1

1. Buka program SAS 9.1

2. File- import data-next- workbook pilih file dimana

3. Pilih sheet panjang total

4. Library-work-beri nama file di SAS misal: Mair_Panjang_total-finish

5. Ketik syntax di Editor, misalnya:

Proc glm data=work.Mair_Panjang_total;

Class perlakuan ulangan hari;

Model respon= perlakuan hari ulangan(perlakuan) ulangan(hari)

perlakuan*hari;

Means perlakuan/duncan;

Means hari/duncan;

Run;

quit;

6. Blok syntax tekan tombol F3

b. Contoh perhitungan Tabel sidik ragam panjang total

Sumber keragaman Db Jumlah

kuadrat

Kuadrat

tengah F-hitung

F-tabel

(5%)

perlakuan jenis (3) 3-1 = 2 2805001,53 1402500,766 2,9397 F(2,27)

waktu (10) 10-1 = 9 21433351,02 2381483,446 86,1981

jenis*waktu (3-1)(10-1) =18 3004710,58 166928,365

galat jenis (3) 3 (3-1) = 6 2862557,23 477092,8714

galat waktu (10) (10-1)(3-1) =18 497304,01 27628,0007

• FK = Faktor koreksi

Jumlah Y = 113960,6

FK =

2Y

axbxr=

2(113960,6)

3 x 10 x 3= 144300147,6

• JKT = Jumlah kuadrat total

JKT = a b r

2ijk

i=1 j=1 k=1

(Y Y)−∑∑∑ = 2

ijkY FK−∑∑∑

= [(622,8)2+ (761,7)2+….+(3056,2)2] – 144300147,6

= 34459895,24

• JKA = Jumlah kuadrat faktor (A)

JKA = a b r

2i... ...

i=1 j=1 k=1

(Y Y )−∑∑∑ =

2i...Y

FKbxr

−∑

=

2 2 2(36659,0) +(32267,0) +(45034,6)

10 3x– 144300147,6

JKA = 2805001,53

Page 91: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

76

Lampiran 9. (Lanjutan)

• JKB = Jumlah kuadrat faktor (B)

JKB = a b r

2j... ...

i=1 j=1 k=1

(Y Y )−∑∑∑ =

2j...Y

FKaxr

−∑ =

=

2 2 2[(5465,55) + (6834,03) + ... + (19118,35) ]

3 3x– 144300147,6

JKB = 21433351,02

• JKAB = Jumlah kuadrat interaksi faktor (A) dan (B)

JKAB = a b r

2ij... i... j... ...

i=1 j=1 k=1

(Y Y Y + Y )− −∑∑∑ = [

a b2

ij.. ...i=1 j=1

r (Y Y )−∑∑ – FK ] – JKA – JKB

= [ijY

r∑ – FK ] – JKA – JKB

= [514629632,13

3– 144300147,6 ] –

2805001,53 – 21433351,02

JKAB = 3004710,58

• JKG (a) = jumlah kuadrat galat (a)

JKG (a) = JKST1 – JKA

= [ b

2j... ...

j=1

(Y Y )−∑ =

2jY

b∑ – FK ] – JKA

= [

2 2 2(14745,6) + (9705,38) + ... + (16121,00)

10– 144300147,6 ] – JKA

= 5667558,76 – 2805001,53

JKG (a) = 2862557,23

• JKG (b) = = jumlah kuadrat galat (b)

JKG (b) = JKST2 – JKA

= [ r

2k... ...

k=1

(Y Y )−∑ =

2kY

r∑ – FK ] – JKB

= [

2 2 2(1852,05) + (1835,6) + ... + (6978,58)

3– 144300147,6 ] – JKB

= 21930655,03 – 21433351,02

JKG (b) = 497304,01

• KTA = kuadrat tengah faktor (A)

KTA = JKA

dBA =

2805001,53

2 = 1402500,766

• KTB = kuadrat tengah faktor (B)

KTB = JKB

dBB =

21433351,02

9= 2381483,446

• KTAB = kuadrat tengah interaksi faktor (A) dan (B)

KTAB = JKAB

dBAB=

3004710,58

18= 166928,365

Page 92: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

77

Lampiran 9. (Lanjutan)

• KTG (a) = kuadrat tengah (a)

KTG (a) = JKG (a)

dBG (a)=

2862557,23

6= 477092,8714

• KTG (b) = kuadrat tengah (b)

KTG (b) = JKG (b)

dBG (b)=

497304,01

18 = 27628,0007

• F hitung (a) = KTA

KTG (a)=

1402500,766

477092,8714 = 2,9397

• F hitung (b) = KTB

KTG (b)=

2381483,446

27628,0007 = 86,1981

c. Hasil uji lanjut Duncan

Alpha 0,05

Derajat bebas galat (Dbg) 36

Kuadrat tengah galat (KTG) 107138,1

Jumlah rataan (p) 2 3

Nilai kritis (Rp) 171,4 180,2

Rataan yang memiliki huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata

Pengelompokan Duncan Rataan N Perlakuan (Salinitas)

A 1501,15 30 40

B 1221,97 30 20

B

B 1075,57 30 30

• Untuk mengetahui pengelompokan Duncan :

- Urutkan rataan perlakuan dari yang terkecil sampai yang terbesar atau sebaliknya

Salinitas 30‰ = 1075,57 (1)

Salinitas 20‰ = 1221,97 (2)

Salinitas 40‰ = 1501,15 (3)

- Hitung beda antara rataan perlakuan

(1) dan (2); jumlah p = 2 dan R2 = 171,4; beda antara rataan perlakuan = 146,40

(2) dan (3); jumlah p = 3 dan R3 = 180,2; beda antara rataan perlakuan = 279,18

(1) dan (3); jumlah p = 2 dan R2 = 171,4; beda antara rataan perlakuan = 425,58

- Jika rataan perlakuan < Rp, maka perlakuan-perlakuan tersebut tidak berbeda nyata

pada taraf α = 0,05

146,40 < 171,40 berarti perlakuan salinitas 30 dan 20‰ tidak berbeda nyata

279,18 > 180,20 berarti perlakuan salinitas 20 dan 40‰ berbeda nyata

425,58 > 171,40 berarti perlakuan salinitas 30 dan 40‰ berbeda nyata

Page 93: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

78

Lampiran 9. (Lanjutan) Alpha 0,05

Derajat bebas galat (Dbg) 36

Kuadrat tengah galat (KTG) 107138,1

Jumlah rataan (p) 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Nilai kritis 312,9 329,0 339,4 347,0 352,7 357,2 360,8 363,9 366,4

Rataan yang memiliki huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata

Pengelompokan Duncan Rataan N Waktu (hari)

A 2124,3 9 10

B A 1902,5 9 9

B

B C 1686,3 9 8

C

D C 1485,6 9 7

D

D E 1240,5 9 6

E

F E 1074,4 9 5

F E

F E G 944,7 9 4

F G

F G 837,5 9 3

F G

F G 759,3 9 2

G

G 607,3 9 1

Page 94: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

79

Lampiran 10. Langkah-langkah menggunakan SAS 9.1, contoh perhitungan TSR,

dan hasil uji lanjut Duncan lebar tubuh Artemia salina

a. Langkah-langkah menggunakan software SAS 9.1

1. Buka program SAS 9.1

2. File- import data-next- workbook pilih file dimana

3. Pilih sheet panjang total

4. Library-work-beri nama file di SAS misal: Mair_Lebar_tubuh-finish

5. Ketik syntax di Editor, misalnya:

Proc glm data=Mair_Lebar_tubuh;

Class perlakuan ulangan hari;

Model respon=perlakuan hari ulangan(perlakuan) ulangan(hari)

perlakuan*hari;

Means perlakuan/duncan;

Means hari/duncan;

Run;

quit;

6. Blok syntax tekan tombol F3

b. Contoh perhitungan Tabel sidik ragam lebar tubuh

Sumber keragaman Db Jumlah

kuadrat kuadrat tengah F-hitung F-tabel (5%)

perlakuan jenis (3) 3-1 = 2 3209,3771 1604,6886 0,9504 F(2,27)

waktu (10) 10-1 = 9 26638,8327 2959,8703 22,6118

jenis*waktu (3-1)(10-1) =18 5345,8980 166928,365

galat jenis (3) 3 (3-1) = 6 10130,3392 1688,3899

galat waktu (10) (10-1)(3-1) =18 2356,1879 130,8993

• FK = Faktor koreksi

Jumlah Y = 11840,0

FK =

2Y

axbxr=

2(11840,0)

3 x 10 x 3= 1557605,353

• JKT = Jumlah kuadrat total

JKT = a b r

2ijk

i=1 j=1 k=1

(Y Y)−∑∑∑ = 2

ijkY FK−∑∑∑

= [(119,4)2+ (108,6)2+….+(191,8)2] – 1557605,353

= 59965,1724

• JKA = Jumlah kuadrat faktor (A)

JKA = a b r

2i... ...

i=1 j=1 k=1

(Y Y )−∑∑∑ =

2i...Y

FKbxr

−∑

=

2 2 2(3890,4) +(3760,9) +(4188,7)

10 3x– 1557605,353

JKA = 3209,3771

Page 95: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

80

Lampiran 10. (Lanjutan)

• JKB = Jumlah kuadrat faktor (B)

JKB = a b r

2j... ...

i=1 j=1 k=1

(Y Y )−∑∑∑ =

2j...Y

FKaxr

−∑ =

=

2 2 2[(1093,825) + (1027,875) + ... + (1470,375) ]

3 3x– 1557605,353

JKB = 26638,8327

• JKAB = Jumlah kuadrat interaksi faktor (A) dan (B)

JKAB = a b r

2ij... i... j... ...

i=1 j=1 k=1

(Y Y Y + Y )− −∑∑∑ = [

a b2

ij.. ...i=1 j=1

r (Y Y )−∑∑ – FK ] – JKA – JKB

= [ijY

r∑ – FK ] – JKA – JKB

= [4778398,4

3– 1557605,353] – 2805001,53

– 21433351,02

JKAB = 5345,8980

• JKG (a) = jumlah kuadrat galat (a)

JKG (a) = JKST1 – JKA

= [ b

2j... ...

j=1

(Y Y )−∑ =

2jY

b∑ – FK ] – JKA

= [

2 2 2(1503,275) + (1116,425) + ... + (1444,55)

10– 1557605,353 ] – JKA

= 13339,7164 – 3209,3771

JKG (a) = 10130,3392

• JKG (b) = = jumlah kuadrat galat (b)

JKG (b) = JKST2 – JKA

= [ r

2k... ...

k=1

(Y Y )−∑ =

2kY

r∑ – FK ] – JKB

= [

2 2 2(394,025) + (340,05) + ... + (517,75)

3– 1557605,353] – JKB

= 28995,02 – 26638,8327

JKG (b) = 2356,1879

• KTA = kuadrat tengah faktor (A)

KTA = JKA

dBA =

3209,3771

2 = 1604,6886

• KTB = kuadrat tengah faktor (B)

KTB = JKB

dBB =

26638,8327

9= 2959,8703

• KTAB = kuadrat tengah interaksi faktor (A) dan (B)

KTAB = JKAB

dBAB=

5345,8980

18= 166928,365

Page 96: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

81

Lampiran 10. (Lanjutan)

• KTG (a) = kuadrat tengah (a)

KTG (a) = JKG (a)

dBG (a)=

10130,3392

6= 1688,3899

• KTG (b) = kuadrat tengah (b)

KTG (b) = JKG (b)

dBG (b)=

2356,1879

18 = 130,8993

• F hitung (a) = KTA

KTG (a)=

1604,6886

1688,3899 = 0,9504

• F hitung (b) = KTB

KTG (b)=

2959,8703

130,8993 = 22,6118

c. Hasil uji lanjut Duncan

Alpha 0,05

Derajat bebas galat (Dbg) 36

Kuadrat tengah galat (KTG) 341,2372

Jumlah rataan (p) 2 3

Nilai kritis (Rp) 9,67 10,17

Rataan yang memiliki huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata

Pengelompokan Duncan Rataan N Perlakuan (Salinitas)

A 139,624 30 40

B 129,678 30 20

B

B 125,363 30 30

• Untuk mengetahui pengelompokan Duncan :

- Urutkan rataan perlakuan dari yang terkecil sampai yang terbesar atau sebaliknya

Salinitas 30‰ = 125,363 (1)

Salinitas 20‰ = 129,678 (2)

Salinitas 40‰ = 139,624 (3)

- Hitung beda antara rataan perlakuan

(2) dan (2); jumlah p = 2 dan R2 = 9,67; beda antara rataan perlakuan = 4,315

(2) dan (3); jumlah p = 3 dan R3 = 10,17; beda antara rataan perlakuan = 9,946

(1) dan (3); jumlah p = 2 dan R2 = 9,67; beda antara rataan perlakuan = 4,261

- Jika rataan perlakuan < Rp, maka perlakuan–perlakuan tersebut tidak berbeda

nyata pada taraf α = 0,05

4,315 < 9,67 berarti perlakuan salinitas 30 dan 20‰ tidak berbeda nyata

9,946 < 10,17 berarti perlakuan salinitas 20 dan 40‰ tidak berbeda nyata

14,261 > 9,67 berarti perlakuan salinitas 30 dan 40‰ berbeda nyata

Page 97: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

82

Lampiran 10. (Lanjutan)

Alpha 0,05

Derajat bebas galat (Dbg) 36

Kuadrat tengah galat (KTG) 341,2372

Jumlah

rataan (p)

2 3 4 5 6 7 8 9 10

Nilai kritis 17,66 18,57 19,16 19,58 19,90 20,16 20,36 20,54 20,68

Rataan yang memiliki huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata

Pengelompokan Duncan Rataan N Waktu (Hari)

A 163,375 9 10

A

B A 154,306 9 9

B A

B A 147,722 9 8

B

B C 138,594 9 7

C

D C 125,767 9 6

D C

D C 121,536 9 1

D C

D C 119,853 9 5

D

D 116,708 9 4

D

D 114,208 9 2

D

D 113,481 9 3

Page 98: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

83

Lampiran 11. Ciri–ciri instar-antara yang berada di antara ciri–ciri morfologi

perkembangan A. salina menurut Lavens and Sorgeloos (1996) Ciri-ciri instar-antara pada salinitas 20‰

Instar antara I dan V Instar antara V dan X Instar antara X dan XII Instar antara XII dan XV

naupliar eye tidak

terlalu jelas, swimming

setae ada 9, endopod

setae ada 2, mandible

setae ada 3,labrum tidak

jelas, mulut tidak

terlihat, belum terdapat

mata majemuk dan

calon thoracopoda

Terdapat calon

thoracopoda besar dan

kecil sekitar 2-5 bagian,

maxillary gland sangat

kecil, labrum jelas, mata

majemuk mulai

membesar, belum

terdapat eksopodite dan

telopodite.

Terdapat eksopodite

dan telopodite sekitar 1-

5 bagian, calon

thoracopoda kecil

sekitar 2-7 bagian,

maxillary gland kecil,

labrum jelas, mata

majemuk mulai

membesar, belum

terdapat endopodite.

Terdapat eksopodite

dan telopodite,

endopodite,dan

thoracopoda kecil

sekitar 1-4, 2-5,dan 1-4

bagian, maxillary gland

cukup jelas, labrum

jelas, mata majemuk

mulai membesar,

sudah terdapat furka,

belum terdapat

kelengkapan

toracopoda sebanyak

11 pasang.

Ciri-ciri instar-antara pada salinitas 30‰

Instar antara I dan V Instar antara V dan X Instar antara X dan XII Instar antara XII dan XV

naupliar eye tidak

terlalu jelas, swimming

setae ada 9, endopod

setae ada 2, mandible

setae ada 3,labrum

tidak jelas, mulut tidak

terlihat, belum

terdapat mata

majemuk dan calon

thoracopoda

Terdapat calon

thoracopoda besar dan

kecil sekitar 3-5 dan 1-

5 bagian, maxillary

gland sangat kecil,

labrum jelas, mata

majemuk mulai

membesar, belum

terdapat eksopodite

dan telopodite.

Terdapat eksopodite

dan telopodite sekitar

1-5 bagian, calon

thoracopoda kecil

sekitar 2-6 bagian,

maxillary gland kecil,

labrum jelas, mata

majemuk mulai

membesar, belum

terdapat endopodite.

Terdapat eksopodite

dan telopodite,

endopodite, dan

thoracopoda kecil

sekitar 1-5, 1-9,dan

1-6 bagian, maxillary

gland cukup jelas,

labrum jelas, mata

majemuk mulai

membesar, sudah

terdapat furka, belum

terdapat kelengkapan

toracopoda sebanyak

11 pasang.

Ciri-ciri Instar-antara pada salinitas 40‰

Instar antara I dan V Instar antara V dan X Instar antara X dan XII Instar antara XII dan

XV

naupliar eye tidak

terlalu jelas, swimming

setae ada 9, endopod

setae ada 2, mandible

setae ada 3,labrum

tidak jelas, mulut tidak

terlihat, belum

terdapat mata

majemuk dan calon

thoracopoda

Terdapat calon

thoracopoda besar dan

kecil sekitar 2-5 dan 2-

4 bagian, maxillary

gland sangat kecil,

labrum jelas, mata

majemuk mulai

membesar, belum

terdapat eksopodite

dan telopodite.

Terdapat eksopodite

dan telopodite sekitar

1-5 bagian, calon

thoracopoda kecil

sekitar 3-5 bagian,

maxillary gland kecil,

labrum jelas, mata

majemuk mulai

membesar, belum

terdapat endopodite.

Terdapat eksopodite

dan telopodite,

endopodite,dan

thoracopoda kecil

sekitar 1-4, 2-10,dan

1-6 bagian, maxillary

gland cukup jelas,

labrum jelas, mata

majemuk mulai

membesar, sudah

terdapat furka, belum

terdapat kelengkapan

toracopoda sebanyak

11 pasang.

Page 99: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

84

Lampiran 12. Gambaran instar-antara Artemia salina yang ditemukan selama

penelitian

1. Instar antara I dan V (belum terdapat ciri calon thoracopoda)

2. Instar antara V dan X (belum terdapat ciri telopodite dan eksopodite)

Page 100: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

85

Lampiran 12. (Lanjutan)

3. Instar antara X dan XII (belum terdapat ciri endopodite)

Page 101: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

86

Lampiran 12. (Lanjutan)

4. Instar XII dan XV (belum terdapat ciri kelengkapan thoracopoda sebanyak 11

pasang)

Page 102: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

87

Lampiran 13. Hasil analisis kualitas air terkontrol dan perlakuan salinitas

Suhu pagi hari (06.00 WIB)

Perlakuan

(Salinitas)

Rataan Suhu (°C) pada hari ke–

1 4 7 10

20‰ 28,6 28,2 27,9 27,7

30‰ 28,8 28,5 28,0 27,9

40‰ 28,7 28,3 27,6 27,8

Suhu siang hari (14.00 WIB)

Perlakuan

(Salinitas)

Rataan Suhu (°C) pada hari ke–

1 4 7 10

20‰ 29,1 28,6 28,2 28,3

30‰ 29,3 28,9 28,7 28,7

40‰ 29,2 28,7 28,3 28,5

pH pagi hari (06.00 WIB)

Perlakuan

(Salinitas)

Rataan pH pada hari ke–

1 4 7 10

20‰ 7,95 7,79 7,77 7,76

30‰ 8,10 7,91 7,83 7,87

40‰ 7,89 7,58 7,47 7,47

pH siang hari (14.00 WIB)

Perlakuan

(Salinitas)

Rataan pH pada hari ke–

1 4 7 10

20‰ 7,81 7,69 7,74 7,71

30‰ 7,96 7,83 7,81 7,83

40‰ 7,73 7,52 7,45 7,40

Page 103: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

88

Lampiran 13. (Lanjutan)

DO pagi hari (06.00 WIB)

Perlakuan

(Salinitas)

Rataan DO (mg/l) pada hari ke–

1 4 7 10

20‰ 6,4 7,8 8,0 8,0

30‰ 6,2 8,1 8,5 8,3

40‰ 6,5 7,9 8,4 8,1

DO siang hari (14.00 WIB)

Perlakuan

(Salinitas)

Rataan DO (mg/l) pada hari ke–

1 4 7 10

20‰ 6,8 6,6 7,8 7,5

30‰ 8,7 7,8 7,6 8,5

40‰ 7,1 7,1 8,5 8,3

Amonia pagi hari (06.00 WIB)

Perlakuan

(Salinitas)

Rataan amonia total (mg/l)

Waktu Pengamatan (hari)

1 10

20‰ 0,143 0,142

30‰ 0,111 0,080

40‰ 0,105 0,060

Salinitas pagi hari (06.00 WIB) dan siang hari (14.00 WIB)

Perlakuan

(Salinitas)

Rataan salinitas (‰) pada hari ke–

1 4 7 10

20‰ 20 20 22 22

30‰ 30 30 31 32

40‰ 40 40 41 43

Page 104: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

89

Lampiran 14. Uji-t kualitas air selama penelitian utama

Parameter Uji t (Salinitas 20‰)

t hitung t tabel

Suhu * 0.2274 * 2.5706

pH * 0.8477 * 2.5706

DO 6.7721 2.5706

Amonia * 0.1399 * 4.3026

Parameter Uji t (Salinitas 30‰)

t hitung t tabel

Suhu * 0.4856 * 2.5706

pH * 0.8017 * 2.5706

DO 7.5047 2.5706

Amonia * 2.8484 * 4.3026

Parameter Uji t (Salinitas 40‰)

t hitung t tabel

Suhu * 0.5107 * 2.5706

pH * 0.3082 * 2.5706

DO 20.9179 2.5706

Amonia * 3.5266 * 4.3026

Keterangan : * jika nilai t hitung < t tabel maka gagal tolak H0 atau terima H0 atau tidak berbeda

nyata

Page 105: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

90

Lampiran 14. (Lanjutan)

t-Test: Paired Two Sample for Means (Suhu pada salinitas 20‰)

Variable 1 Variable 2

Mean 28.38333333 28.46666667

Variance 0.565666667 0.026666667

Observations 6 6

Pearson Correlation -0.868488483

Hypothesized Mean Difference 0

Df 5

t Stat -0.22741373 t hitung

P(T<=t) one-tail 0.414554201

t Critical one-tail 2.015048372

P(T<=t) two-tail 0.829108403

t Critical two-tail 2.570581835 t tabel

t-Test: Paired Two Sample for Means (Suhu pada salinitas 30‰)

Variable 1 Variable 2

Mean 28.58333333 28.75

Variance 0.617666667 0.003

Observations 6 6

Pearson Correlation -0.998920086

Hypothesized Mean Difference 0

Df 5

t Stat -0.485642931 t hitung

P(T<=t) one-tail 0.323876581

t Critical one-tail 2.015048372

P(T<=t) two-tail 0.647753162

t Critical two-tail 2.570581835 t tabel

t-Test: Paired Two Sample for Means (Suhu pada salinitas 40‰)

Variable 1 Variable 2

Mean 28.4 28.6

Variance 0.72 0.02

Observations 6 6

Pearson Correlation -0.75

Hypothesized Mean Difference 0

Df 5

t Stat -0.510753918 t hitung

P(T<=t) one-tail 0.315633909

t Critical one-tail 2.015048372

P(T<=t) two-tail 0.631267819

t Critical two-tail 2.570581835 t tabel

Page 106: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

91

Lampiran 14. (Lanjutan)

t-Test: Paired Two Sample for Means (pH pada salinitas 20‰)

Variable 1 Variable 2

Mean 7.763333333 7.83

Variance 0.004386667 0.02116

Observations 6 6

Pearson Correlation -0.599932914

Hypothesized Mean Difference 0

Df 5

t Stat -0.847731644 t hitung

P(T<=t) one-tail 0.217639332

t Critical one-tail 2.015048372

P(T<=t) two-tail 0.435278665

t Critical two-tail 2.570581835 t tabel

t-Test: Paired Two Sample for Means (pH pada salinitas 30‰)

Variable 1 Variable 2

Mean 7.89 7.965

Variance 0.00844 0.02219

Observations 6 6

Pearson Correlation -0.799406081

Hypothesized Mean Difference 0

Df 5

t Stat -0.801707376 t hitung

P(T<=t) one-tail 0.22955578

t Critical one-tail 2.015048372

P(T<=t) two-tail 0.459111561

t Critical two-tail 2.570581835 t tabel

t-Test: Paired Two Sample for Means (pH pada salinitas 40‰)

Variable 1 Variable 2

Mean 7.583333333 7.645

Variance 0.036746667 0.09971

Observations 6 6

Pearson Correlation -0.85708054

Hypothesized Mean Difference 0

Df 5

t Stat -0.308194249 t hitung

P(T<=t) one-tail 0.385180336

t Critical one-tail 2.015048372

P(T<=t) two-tail 0.770360672

t Critical two-tail 2.570581835 t tabel

Page 107: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

92

Lampiran 14. (Lanjutan)

t-Test: Paired Two Sample for Means (DO pada salinitas 20‰)

Variable 1 Variable 2

Mean 6.2411 8.03543

Variance 0.138695664 0.333593189

Observations 6 6

Pearson Correlation 0.118719954

Hypothesized Mean Difference 0

Df 5

t Stat -6.772136971 t hitung

P(T<=t) one-tail 0.000533562

t Critical one-tail 2.015048372

P(T<=t) two-tail 0.001067124

t Critical two-tail 2.570581835 t tabel

t-Test: Paired Two Sample for Means (DO pada salinitas 30‰)

Variable 1 Variable 2

Mean 6.8098 8.59105

Variance 0.482299137 0.033331909

Observations 6 6

Pearson Correlation 0.700426303

Hypothesized Mean Difference 0

Df 5

t Stat -7.50467939 t hitung

P(T<=t) one-tail 0.000332162

t Critical one-tail 2.015048372

P(T<=t) two-tail 0.000664324

t Critical two-tail 2.570581835 t tabel

t-Test: Paired Two Sample for Means (DO pada salinitas 40‰)

Variable 1 Variable 2

Mean 6.522391667 8.479

Variance 0.047957192 0.008110461

Observations 6 6

Pearson Correlation 0.09056695

Hypothesized Mean Difference 0

Df 5

t Stat -20.91795102 t hitung

P(T<=t) one-tail 2.31261E-06

t Critical one-tail 2.015048372

P(T<=t) two-tail 4.62522E-06

t Critical two-tail 2.570581835 t tabel

Page 108: POLA PERTUMBUHAN POPULASI Artemia salina PADA … · Pola Pertumbuhan Populasi Artemia salina pada Kondisi Lingkungan Terkontrol, disusun berdasarkan hasil penelitian pendahuluan

93

Lampiran 14. (Lanjutan)

t-Test: Paired Two Sample for Means (Amonia pada salinitas 20‰)

Variable 1 Variable 2

Mean 0.143099228 0.140902529

Variance 0.000790592 0.000514357

Observations 3 3

Pearson Correlation 0.443373261

Hypothesized Mean Difference 0

Df 2

t Stat 0.139916076 t hitung

P(T<=t) one-tail 0.450772536

t Critical one-tail 2.91998558

P(T<=t) two-tail 0.901545072

t Critical two-tail 4.30265273 t tabel

t-Test: Paired Two Sample for Means (Amonia pada salinitas 30‰)

Variable 1 Variable 2

Mean 0.110776376 0.069980544

Variance 0.00044877 1.97943E-05

Observations 3 3

Pearson Correlation -0.77895094

Hypothesized Mean Difference 0

Df 2

t Stat 2.848385179 t hitung

P(T<=t) one-tail 0.052160582

t Critical one-tail 2.91998558

P(T<=t) two-tail 0.104321164

t Critical two-tail 4.30265273 t tabel

t-Test: Paired Two Sample for Means (Amonia pada salinitas 40‰)

Variable 1 Variable 2

Mean 0.104813908 0.044561602

Variance 0.000802409 7.20868E-05

Observations 3 3

Pearson Correlation -0.0024568

Hypothesized Mean Difference 0

Df 2

t Stat 3.52664812 t hitung

P(T<=t) one-tail 0.035923112

t Critical one-tail 2.91998558

P(T<=t) two-tail 0.071846223

t Critical two-tail 4.30265273 t tabel