paper bedah struma

13
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid atau kelenjar gondok, bila pemeriksaan kelenjar tiroid teraba nodul satu atau lebih maka ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme disebut struma non toksik. Struma nodusa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal yaitu : berdasarkan jumlah nodul, bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodusa soliter ( unidosa ) dan bila lebih dari satu disebut struma multidosa. Struma nodusa non toksik merupakan kelainan yang paling sering ditemukan. Setiawan di Rumah Sakit Hasan Sidikin Bandung menemukan diantara 696 pasien struma, sebanyak 415 ( 60 % ) menderita struma nodusa dan hanya 31 diantaranya yang bersifat toksik. Penyebab kelainan ini bermacam-macam, pada setiap orang dapat dijumpai masa dimana kebutuhan terhadap tiroxin bertambah, terutama masa pertumbuhan, pubertas, menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi atau “ stres “ lain. Pada masa-masa tersebut dapat ditemukan adanya hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid. Perubahan ini dapat menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan arsitektur yang dapat berlanjut dengan berkurangnya aliran darah didaerah tersebut. Pada kasus struma bila tidak dilakukan penanganan yang segera dan pengobatan serta perawatan yang adekuat dapat menimbulkan keganasan. Salah satu tindakan pengobatannya berupa operasi dengan indikasi keganasan yang pasti seperti infiltrasi ke dalam struktur

Upload: eni-maqfirah-maqfirah

Post on 14-Aug-2015

128 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

bedah tentang struma

TRANSCRIPT

Page 1: Paper Bedah Struma

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid atau kelenjar gondok, bila pemeriksaan

kelenjar tiroid teraba nodul satu atau lebih maka ini disebut struma nodusa. Struma nodusa

tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme disebut struma non toksik. Struma nodusa dapat

diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal yaitu : berdasarkan jumlah nodul, bila jumlah

nodul hanya satu disebut struma nodusa soliter ( unidosa ) dan bila lebih dari satu disebut

struma multidosa.

Struma nodusa non toksik merupakan kelainan yang paling sering ditemukan.

Setiawan di Rumah Sakit Hasan Sidikin Bandung menemukan diantara 696 pasien struma,

sebanyak 415 ( 60 % ) menderita struma nodusa dan hanya 31 diantaranya yang bersifat

toksik.

Penyebab kelainan ini bermacam-macam, pada setiap orang dapat dijumpai masa

dimana kebutuhan terhadap tiroxin bertambah, terutama masa pertumbuhan, pubertas,

menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi atau “ stres “ lain. Pada masa-masa

tersebut dapat ditemukan adanya hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid. Perubahan ini dapat

menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan arsitektur yang dapat berlanjut dengan

berkurangnya aliran darah didaerah tersebut. 

Pada kasus struma bila tidak dilakukan penanganan yang segera dan pengobatan

serta perawatan yang adekuat dapat menimbulkan keganasan. Salah satu tindakan

pengobatannya berupa operasi dengan indikasi keganasan yang pasti seperti infiltrasi ke

dalam struktur sekitarnya. Seperti, terkenak esophagus, nervus recumen’s, hambatan jalan

nafas dan adanya struma toksik serta keganasannya.

Kondisi struma ini terutama terjadi pada golongan usia muda dan lebih banyak terjadi

pada wanita dari pada pria. Perbandingannya antara wanita dan pria 6 : 1.

Page 2: Paper Bedah Struma

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Defenisi

Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid.  Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya

diet iodium yang dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. Pembesaran kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah banyak dapat menimbulkan keluhan seperti jantung berdebar-debar, keringat, gemetaran, bicara jadi gagap, diare, berat badan menurun, mata membesar, penyakit ini dinamakan hipertiroid (graves’ disease).

II.2 ANATOMI

Kelenjar thyroid terletak di depan trakhea dan di bawah laryng yang terdiri atas dua lobus yang terletak disebelah kanan dan kiri trakhea yang diikat bersama oleh jaringan disebut istmus yang melintasi pada cincin tulang trakhea dua dan tiga. Struktur thyroid terdiri atas sejumlah besar folikel dilapisi oleh epitelium kuboid membentuk ruang yang disebut koloid yaitu lumen substansi protein.

Regulasi sekresi hormon tyroid dipengaruhi oleh sistim kerja balik antara kelenjar hipofisis atau pituitari lobus anterior dan

Page 3: Paper Bedah Struma

kelenjar thyroid. Lobus anterior hipofisis mensekresi TSH yang berfungsi meningkatkan iodine, meningkatkan sintesis dan sekresi hormon thyroid dan meningkatkan ukuran kelenjar thyroid. Apabila terjadi penurunan hormon thyroid, hipofisis anterior merangsang peningkatan sekresi TSH dan mempengaruhi kelenjar thyroid untuk meningkatkan sekresi hormon thyroid: Thyroxine (T4) berfungsi untuk mempertahankan metabolisme tubuh dan Tridothyronin (T3), berfungsi untuk mempercepat metabolisme tubuh.

Fungsi Fisiologis Hormon Tiroid:a. Meningkatkan transkripsi gen ketika hormon tiroid (kebanyakan

T3) berikatan dengan reseptornya di inti selb. Meningkatkan jumlah dan aktivitas mitokondria sehingga

pembentukkan ATP (adenosin trifosfat) meningkatc. Meningkatkan transfor aktif ion melalui membran seld. Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak, terutama

pada masa janin.Kelenjar tiroid dialiri oleh beberapa arteri:

a. A. thyroidea superior (arteri utama)b. A. thyroidea inferior (arteri utama)c. Terkadang masih pula terdapat A. thyroidea ima, cabang langsung

dari aortad. A. anonyma.

Kelenjar tiroid mempunyai 3 pasang vena utama:1. V. thyroidea superior (bermuara di V. jugularis interna).2. V. thyroidea medialis (bermuara di V. jugularis interna).3. V. thyroidea inferior (bermuara di V. anonyma kiri).

Aliran limfe terdiri dari 2 jalinan: Jalinan kelenjar getah bening intraglandularis dan Jalinan kelenjar getah bening extraglandularisKedua jalinan ini akan mengeluarkan isinya ke limfonoduli pretracheal lalu menuju ke kelenjar limfe yang dalam sekitar V. jugularis. Dari sekitar V. jugularis ini diteruskan ke limfonoduli mediastinum superior.

Persarafan kelenjar tiroid:a) Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan

inferiorb) Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea

recurrens (cabang N.vagus). N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu operasi, akibatnya pita suara terganggu

Page 4: Paper Bedah Struma

(stridor/serak).Secara histologi, parenkim kelenjar ini terdiri atas:

I. Folikel-folikel dengan epithetlium simplex kuboideum yang mengelilingi suatu massa koloid. Sel epitel tersebut akan berkembang menjadi bentuk kolumner katika folikel lebih aktif (seperti perkembangan otot yang terus dilatih).

II. Cellula perifolliculares (sel C) yang terletak di antara beberapa folikel yang berjauhan.

Mekanisma Umpan Balik Hormon Dari Kelenjar Tiroid Efek umpan balik hormon tiroid dalam menurunkan sekresi TSH oleh hipofisis anterior. Meningkatnya hormon tiroid di dalam cairan tubuh akan menurunkan sekresi TSH oleh hipofisis anterior bila kecepatan sekresi hormon tiroid meningkat sampai kira-kira 1,75 kali dari normal, maka kecepatan sekresi TSH turun sampai nol. Hampir semua efek penurunan umpan balik ini terjadi, walaupun seluruh hipofisis anterior telah dipisahkan dari hipotalamus. Mungkin sekali bahwa peningkatan hormon tiroid menghambat sekresi TSH oleh hipofisis anterior terutama melalui efek langsung terhadap kelenjar hipofisis anterior itu sendiri. Mekanisme umpan balik juga dipakai untuk menjaga agar konsentrasi hormon tiroid bebas dalam sirkulasi darah tetap berada pada konsentrasi yang hampir normal.

Page 5: Paper Bedah Struma

II.3 EPIDEMIOLOGI

Penyakit grave’s biasanya terjadi pada usia sekitar 30-40 tahun dan lebih sering di temukan pada perempuan daripada laki-laki. Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktivitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan nafas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembap. Berat badan menururn, sering disertai dengan nafsu makan meningkat. Papitasi dan takikardia, diare dan kelemahan serta atrofi otot. Manifestasi ektra tiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai bawah. oftalmopati yang ditemukan pada 50%-80% pasien ditandai dengan mata melotot, fissura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata), dan kegagalan kenvergensi.

II.4 ETIOLOGI

Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain:1. Defisiensi iodium. Pada umumnya, penderita penyakit struma

sering terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.

2. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.

3. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak, kacang kedelai).

4. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya: thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).

II.5 KLASIFIKASI STRUMA

1. Berdasarkan fisiologisnya :a. Eutiroid : aktivitas kelenjar tiroid normalb. Hipotiroid : aktivitas kelenjar tiroid yang kurang dari normalc. Hipertiroid : aktivitas kelenjar tiroid yang berlebihan

2. Berdasarkan klinisnya :a. Non-Toksik (eutiroid dan hipotiroid)

 Difusa    :  endemik goiter, gravida Nodusa   :  neoplasma

Page 6: Paper Bedah Struma

b. Toksik (hipertiroid) Difus      :  grave, tirotoksikosis primer Nodusa  :  tirotoksikosis skunder

3. Berdasarkan morfologinya :a. Struma Hyperplastica Diffusa

Suatu stadium hiperplasi akibat kekurangan iodine (baik absolut ataupun relatif). Defisiensi iodine dengan kebutuhan excessive biasanya terjadi selama pubertas, pertumbuhan, laktasi dan kehamilan. Karena kurang iodine kelenjar menjadi hiperplasi untuk menghasilkan tiroksin dalam jumlah yang cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan supply iodine yang terbatas.  Sehingga terdapat vesikel pucat dengan sel epitel kolumner tinggi dan koloid pucat. Vaskularisasi kelenjar juga akan bertambah. Jika iodine menjadi adekuat kembali (diberikan iodine atau kebutuhannya menurun) akan terjadi perubahan di dalam struma koloides atau kelenjar akan menjadi fase istirahat.b. Struma Colloides Diffusa

Ini disebabkan karena involusi vesikel tiroid. Bila kebutuhan excessive akan tiroksin oleh karena kebutuhan yang fisiologis (misal, pubertas, laktasi, kehamilan, stress, dsb.) atau defisiensi iodine telah terbantu melalui hiperplasi, kelenjar akan kembali normal dengan mengalami involusi. Sebagai hasil vesikel distensi dengan koloid dan ukuran kelenjar membesar.c. Struma Nodular

Biasanya terjadi pada usia 30 tahun atau lebih yang merupakan sequelae dari struma colloides. Struma noduler dimungkinkan sebagai akibat kebutuhan excessive yang lama dari tiroksin. Ada gangguan berulang dari hiperplasi tiroid dan involusi pada masing-masing periode kehamilan, laktasi, dan emosional (fase kebutuhan). Sehingga terdapat daerah hiperinvolusi, daerah hiperplasi dan daerah kelenjar normal. Ada daerah nodul hiperplasi dan juga pembentukan nodul dari jaringan tiroid yang hiperinvolusi.

Tiap folikel normal melalui suatu siklus sekresi dan istirahat untuk memberikan kebutuhan akan tiroksin tubuh. Saat satu golongan sekresi, golongan lain istirahat untuk aktif kemudian. Pada struma nodular, kebanyakan folikel berhenti ambil bagian dalam sekresi sehingga hanya sebagian kecil yang mengalami hiperplasi, yang lainnya mengalami hiperinvolusi (involusi yang berlebihan/mengecil).

II.6 PATOFISIOLOGI

Page 7: Paper Bedah Struma

Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk

pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke

dalam sirkulasi

darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid..

Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid

Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase

sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4)

dan molekul yoditironin (T3).

Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating

Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3)

merupakan hormon metabolik tidak aktif.

Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme

tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik

negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan

pembesaran kelenjar tyroid.

II.7 GEJALA KLINISPada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat. Awalnya

kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan

menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga

esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Peningkatan metabolisme dapat

menyebabkan hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi. Peningkatan simpatis

seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin,

diare, gemetar, dan kelelahan.

Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal :

1. Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel).

2. Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras.

3. Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada

4. Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.

5. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak ada.

II.8 DIAGNOSIS

1. Anamnesa

a. Penderita datang dengan keluhan adanya benjolan pada leher depan bagian tengah

b.  Usia dan jenis kelamin : biasanya terjadi pada usia 30-40 tahun dan lebih banyak terjadi pada perempuan daripada laki-laki.

c. Riwayat radiasi daerah leher & kepala pada masa anak-anak  malignancy 33-37%

Page 8: Paper Bedah Struma

d. Kecepatan tumbuh tumor. Nodul jinak membesar lama (tahunan), nodul ganas membesar dengan cepat (minggu/bulan)

e. Gangguan menelan, sesak nafas, suara serak & nyeri (akibat penekanan/desakan dan/atau infiltrasi tumor sebagai pertanda telah terjadi invasi ke jaringan atau organ di sekitarnya)

f. Asal dan tempat tinggal (pegunungan/pantai)g. Benjolan pada leher, lama, pembesaranh. Riwayat penyakit serupa pada keluargai. Struma toksik  :

 Kurus, irritable, keringat banyak Nervous Palpitasi Hipertoni simpatikus (kulit basah dingin & tremor)

j. Struma non-toksik : Gemuk Malas dan banyak tidur Gangguan pertumbuhan

2. Pemeriksaan Fisik

a. InspeksiPemeriksa berada di depan penderita. Penderita posisi duduk dengan

kepala sedikit fleksi atau leher terbuka sedikit hiperekstensi agar m. sternokleidomastoideus relaksasi sehingga tumor tiroid mudah dievaluasi.

Apabila terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen berikut : Lokasi : lobus kanan, lobus kiri, ismus Ukuran : besar/kecil, permukaan rata/noduler Jumlah : uninodusa atau multinodusa Bentuk : apakah difus (leher terlihat bengkak) ataukah berupa noduler

lokal Gerakan : pasien diminta untuk menelan, apakah pembengkakannya ikut

bergerak Pulsasi : bila nampak adanya pulsasi pada permukaan pembengkakan

b. Palpasi

Page 9: Paper Bedah Struma

Pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi, pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan kedua tangan. Beberapa hal yang perlu dinilai pada pemeriksaan palpasi : Perluasan dan tepi Gerakan saat menelan, apakah batas bawah dapat diraba atau tidak dapat

diraba trachea dan kelenjarnya. Konsistensi, temperatur, permukaan, dan adanya nyeri tekan Hubungan dengan m. sternocleidomastoideus (tiroid letaknya lebih dalam

daripada musculus ini. Limfonodi dan jaringan sekitar

c. AuskultasiPada auskultasi perlu diperhatikan adanya bising tiroid yang menunjukkan adanya hipertiroid.

3.Pemeriksaan Penunjang

1. LaboratoriumPemeriksaan kadar TSH, T3 total, Free T4, dan T4 total.

2. RadiologiThorax  adanya deviasi trakea, retrosternal struma, coin lesion

(papiler), cloudy (folikuler).Leher AP lateral  evaluasi jalan nafas untuk intubasi pembiusan.3. USG

Dilakukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di posterior yang secara klinis belum dapat dipalpasi. Di samping itu, dapat dipakai untuk membedakan nodul yang padat atau kistik serta dapat dimanfaatkan untuk penuntun dalam tindakan biopsy aspirasi jarum halus.

4. Scanning tiroid (pemeriksaan sidik tiroid)Memakai uptake I131 yang didistribusikan ke tiroid untuk menentukan

fungsi tiroid.  Normalnya uptake 15-40 % dalam 24 jam. Bila uptake > normal disebut hot area, sedangkan jika uptake < normal disebut cold area (pada neoplasma)

5. Pemeriksaan sitologi melalui biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH)Pemeriksaan sitologi nodul tiroid diperoleh dengan aspirasi jarum halus.

Cara pemeriksaan ini berguna untuk menetapkan diagnosis suspek maligna ataupun benigna.

Page 10: Paper Bedah Struma

II.9 PENATALAKSANAAN

H.PENATALAKSANAAN MEDIS STRUMA

1.Obat antitiroid:a.Inon tiosianat mengurangi penjeratan iodidab.Propiltiourasil (PTU) menurunkan pembentukan hormon tiroidc.Iodida pada konsentrasi tinggi menurunkan aktivitas tiroid dan ukuran kelenjar tiroid.

2.Tindakan Bedah: a.Tiroidektomi subtotal yaitu mengangkat sebgaian kelenjar tiroid. Lobus kiri atau kanan yang mengalami perbesaran diangkat dan diharapkan kelenjar yang masihtersisa masih dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan hormon-hormon tiroid sehingga tidak diperlukan terapi penggantian hormon.b.Tiroidektomi total yaitu mengangkat seluruh kelenjar tiroid. Klien yang menjalani tindakan ini harus mendapat terapi hormon pengganti yang besar dosisnya beragam pada setiap individu dan dapat dipengaruhi oleh usia, pekerjaan dan aktivitas.

BAB III

KESIMPULAN

Page 11: Paper Bedah Struma

1. Guyton & Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 11th ed. EGC : Jakarta.

2. Marijata. 2006. Pengantar Bedah Klinis. FK UGM : Yogyakarta.