paper analisa pemerintahan soeharto dengan teori gerakan sosial dan perilaku kolektif
DESCRIPTION
paper ini menganalisa pemerintahan Soeharto dari sudut pandang salah satu teori sosiologi yaitu gerakan sosial dan perilaku kolektifTRANSCRIPT
Paper Analisa Kasus Soeharto dari Teori Sosiologi:
Gerakan Sosial dan Perilaku Kolektif
Tamar Naomi
2010330038
Hubungan Internasional
Universitas Katolik Parahyangan
2010
Paper mengenai bab perilaku kolektif dan gerakan sosial ini bertujuan agar para para
mahasiswa dapat memahami perilaku kolektif dan pergerakan sosial serta dapat
mengaplikasikannya terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat. Pada paper
ini Saya akan membahas perilaku kolektif dan gerakan sosial dengan mengaplikasikannya
pada masa pemerintahan Jend. Soeharto.
Perilaku Kolektif
Perilaku kolektif mengacu pada perilaku yang tidak sewajarnya ditemukan atau di luar
rutinitas biasa yang dilakukan oleh sekelompok besar orang, yang biasanya berujung pada
perilaku spontan manusia sebagai reaksi seperti ketakutan, ketidakpastian, atau ketertarikan1.
Hal ini jelas terjadi pada pemerintahan Jenderal Soeharto.
Seperti yang kita tahu, pemerintahan Soeharto bersifat otoriter. Segala perintah, ucapan, dan
tindakannya harus dilaksanakan. Tak boleh ada pihak yang protes, oposisi, dan kontra
terhadap dirinya. Tak hanya itu, pemerintahannya juga memanipulasi ideologi untuk
kepentingan kekuasaan, juga bersikap anti terhadap oposisi politik yang terorganisir,
sehingga membuat Golkar (partainya) sebagai paratai dominan.
Hal ini membuat terjadinya perilaku kolektif terhadap masyarakat. Masyarakat Indonesia
berprilaku spontan yang tidak biasa (dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya)
terhadap ketakutan yang mereka rasakan terhadap keotoriteran Soeharto. Prilaku spontan
seperti apa? Mayoritas masyarakat Indonesia menjadi takut untuk berpikir dan takut untuk
mengeluarkan pendapat.
Sekumpulan masyarakat Indonesia yang menjadi takut untuk berpikir dan mengeluarkan
pendapat ini dinamakan masses (massa). Massa adalah orang dalam jumlah besar, yang tidak
selalu berada dalam jangkauan yang dekat antara yang satu dan yang lainnya, di mana orang-
orang tersebut mempunyai orientasi sosial yang sama. Masyarakat Indonesia yang tersebar di
seluruh Indonesia mempunyai orientasi sosial yang sama terhadap pemerintahan Soeharto,
yaitu ketakutan akan mengerluarkan pendapat. Karena itulah dinamakan massa yang
perprilaku kolektif.
1 Pius Suratman Kartasamita, Ph.D, Modul Kuliah Sosiologi (Bandung: Universitas Katolik Parahyangan, 2010), halaman 59.
Selain itu, ada pula bentuk prilaku kolektif lain yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia.
Sebagai prilaku spontan terhadap pemerintahan Soeharto, mahasiswa-mahasiswa berani
melakukan protes. Gerakan protes mahasiswa yang menjatuhkan Soeharto di tahun 1998
tersebut tidaklah muncul secara tiba-tiba, namun merupakan proses akumulasi dari rasa
ketidakpuasan yang telah berjalan bertahun-tahun. Di kalangan akademisi selama lebih dari
dua dekade sering muncul kritik terhadap kebijaksanaan rejim Orde Baru yang dianggap
bertentangan dengan demokrasi dan merendahkan martabat masyarakat Indonesia. Protes-
protes dari kampus selama tahun 90-an telah menjadi bagian sangat penting dalam berbagai
gerakan yang menuntut baik keterbukaan politik maupun dihormatinya hak-hak sipil warga
negara Indonesia2.
Mahasiswa-mahasiswa yang melakukan prilaku kolektif ini (aksi demo, protes, dan
penentangan) bisa dinamakan masses (massa) dan bisa juga dinamakan crowd (kerumunan).
Mengapa demikian?
Kerumunan adalah sekumpulan orang dalam jumlah besar yang berkumpul bersama dengan
jarak yang dekat antara yang satu dengan yang lainnya. Mahasiswa melakukan aksi protes ini
dengan berkerumun dan melakukan aksi demonya terhadap pemerintahan Soeharto. Tapi
sekelompok mahasiswa-mahasiwa ini bisa juga disebut massa karena kelompok-kelompok
mahasiswa yang melakukan akasi protes ini tersebar di seluruh Indonesia, tak hanya satu
kelompok di daerah tertentu saja, yang artinya mereka tidak berada dalam jangkauan dekat
antara satu sama lain tetapi mempunyai orientasi yang sama.
Gerakan sosial
Gerakan sosial diklasifikasikan menjadi empat tipe berdasarkan tujuan akhir yang ingin
mereka capai:
Gerakan Protes: gerakan yang bertujuan mengubah atau menentang sejumlah kondisi
sosial yang ada. Ini adalah jenis yang paling umum dari gerakan sosial di sebagian
besar negara industri.Gerakan protes dibagi menjadi dua.
Gerakan Revolusioner: bertujuan untuk mengubah sistem stratifikasi atau institusi
sosial yang sudah ada.
Gerakan reformis: mengincar perubahan parsial dalam institusi atau nilai tertentu.
2 “Kebebasan Akademik di Tengah Sisa Represi Orde Soeharto”, Minihub, 02 Sep 1998, www.minihub.org/ siar list/msg00752.html
Gerakan Regresif atau disebut juga Gerakan Resistensi: gerakan sosial yang bertujuan
membalikkan perubahan sosial atau menentang sebuah gerakan protes.
Gerakan religius dapat dirumuskan sebagai gerakan sosial yang berkaitan dengan isu-
isu spiritual atau hal-hal yang gaib (supernatural), yang menentang atau mengusulkan
alternatif terhadap beberapa aspek dari agama atau tatanan kultural yang dominan.
Gerakan komunal adalah gerakan sosial yang berusaha melakukan perubahan lewat
contoh-contoh, dengan membangun sebuah masyarakat model di kalangan sebuah
kelompok kecil. Mereka tidak menantang masyarakat kovensional secara langsung,
namun lebih berusaha membangun alternatif-alternatif terhadapnya3.
Gerakan konservatif: bertujuan untuk mempertahankan value atau institusi yang
sudah ada atau sedang berlangsung.
Gerakan reaksioner: bertujuan untuk mengembalikan institusi atau nilaiyang pernah
ada pada waktu sebelumnya.
Gerakan ekspresif: gerakan yang didedikasikan demi pengekspresian perasaan atau
kepercayaan pribadi4.
Dalam pemerintahan Soeharto ini terdapat beberapa gerakan sosial yang terjadi, yaitu
gerakan reformis, gerakan regresif, gerakan konservatif, dan gerakan reksioner.
Gerakan reformis terjadi karena dilihat dari aksi mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang
melakukan aksi protes terhadap pemerintahan Soeharto. Soeharto yang mengintimidasi
rakyatnya agar tidak menentang segala keputusan dan perintahnya dianggap mengabaikan
hak-hak asasi manusia dalam kebebasan mengemukakan pendapat. Soeharto dalam
pemerintahannya memaksakan indoktrinasi ideologi pada kurikulum perkuliahan dan
pelarangan aktivitas berpendapat oleh mahasiswa. Dan jika ada orang, terutama mahasiswa,
yang berani menentangnya dan memprotesnya, akan dipenjarakan bahkan dicuri atau dibunuh
secara diam-diam. Belum lagi dengan besarnya kasus korupsi dan nepotisme yang terjadi
selama pemerintahan Soeharto. Melihat hal ini, para mahasiswa dan akademisi menjatuhkan
Soeharto pada tahun 1998 sebagai wujud tak setuju dan sukanya terhadap pemerintahan
Soeharto. Jatuhnya pemerintahan Soeharto dan adanya bentuk pemerintahan lain dinamakan
3 “Lebih Jauh Mengenal Gerakan Sosial”, Net Sains, 11 Maret 2008, http://netsains.com/2008/03/lebih-jauh-mengenal-gerakan-sosial/
4 Pius Suratman Kartasamita, Ph.D, Modul Kuliah Sosiologi (Bandung: Universitas Katolik Parahyangan, 2010), halaman 59-60.
masa reformasi. Dan masa refformasi ini terwujud berkat adanya gerakan reformis
sekelompok masyarakat Indonesia.
Gerakan regresif terjadi di pemrintahan Soeharto oleh Soeharto sendiri (pemerintah). Para
mahasiswa dan akademis mempro
Gerakan konservatif terjadi karena adanya usaha suatu kelompok untuk mempertahankan
pemerintahan Soeharto. Kelompok tersebut sebenarnya bagian dari Soeharo sendiri, yaitu
anggota legislatif, DPR dan MPR. Mengapa merupakan bagian dari Soeharto sendiri? Karena
anggota DPR dan MPR didominasi oleh orang-orang partai Golkar, yang merupakan
partainya Soeharto. Demikian pula dengan menteri-menteri negara. Nepotisme yang besar-
besaran inilah yang membuat lamanya pemerintahan Soeharto berlangsung dan adanya
gerakan konservatif.
Gerakan reaksioner terjadi karena dilihat dari sisi positif pemerintahan Soeharto oleh
beberapa masyarakat. Beberapa kelompok masyarakat melihat sukses tidaknya sebuah
pemerintahan dari perspektif harga-harga bahan-bahan pokok, BBM, biaya pendidikan, dan
keperluan primer lainnya. Jika mereka membandingkan pemerintahan masa reformasi yang
sekarang dengan pemerintahan masa Soeharto, mereka pasti akan lebih pro terhadap
pemerintahan Soeharto. Mereka melihat pemerintahan reformasi ini tidak menguntungkan
mereka sama sekali dalam segi ekonomi, sehingga mereka ingin agar Soeharto berkuasa
kembali. Ada pula kelompok masyarakat lain yang merupakan pengikut fanatik Soeharto,
yang mungkin melihatnya sebagai Bapak Pembangunan yang sudah sangat berjasa dalam
pembangunanan Indonesia, di mana mereka juga ingin pemerintahan Soeharto kembali.
Massa dan Opini Publik
Massa publik adalah populasi besar manusia yang berperan sebagai penonton atau partisipan
yang melibatkan diri dalam suatu perilaku kolektif. Opini publik sebagian dibentuk oleh
perilaku kolektif, terutama gerakan sosial. Selain itu, opini publik juga dipengaruhi oleh para
ahli dan orang berpengaruh lainnya, melalui sarana media massa5.
5 Pius Suratman Kartasamita, Ph.D, Modul Kuliah Sosiologi (Bandung: Universitas Katolik Parahyangan, 2010), halaman 61.
Publik awam menjadi terpengaruh dan sadar mengenai pemerintahan Soeharto yang demikian
adanya karena perilaku kolektif para mahasiswa (aksi protes dan demo) dan kelompok
masyarakat lainnya yang berperilaku spontan dalam bentuk ketakutan. Publik awam inilah
yang dinamakan massa publik, seperti yang telah disebutkan di atas. Karena pengaruh
perilaku kolektif dari beberapa kelompok itulah menimbulkan opini massa publik. Massa
publik jadi terpikirkan tentang semua yang selama ini terjadi di pemerintahan Soeharto.