paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

46
KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN I-1 Pulau Kalimantan yang terdiri dari 5 (lima) provinsi, yaitu Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Kalimantan Timur , Provinsi Kalimantan Barat dan Provinsi Kalimantan Utara yang merupakan salah satu pulau terbesar yang ada di Indonesia, dengan luas wilayah 507.412 km2 atau 27 % dari total luas Indonesia dimana merupakan salah satu pulau yang mempunyai sumber daya alam yang berlimpah. Pulau Kalimantan juga berfungsi sebagai paru-paru dunia dimana memiliki kawasan hutan yang cukup luas. Pembangunan yang terjadi di Indonesia selama ini cenderung terfokus pada ekstraksi Sumber Daya Alam (SDA) dan berorientasi jangka pendek, namun kurang menghasilkan nilai tambah. Di sisi lain, Kesenjangan proses dan hasil pembangunan juga masih dirasakan antar daerah, sehingga diperlukan pemerataan pembangunan. Dampak degradasi lingkungan hidup akibat pembangunan juga masih dirasakan dan mengancam keberlanjutan pembangunan dan ekosistem itu sendiri. Melihat kondisi saat ini dan rencana pembangunan ke depan, lingkungan hidup akan mengalami pengaruh atau tekanan yang luar biasa. Padahal saat ini sudah nyata pembangunan yang berbasis Sumber daya Alam (SDA) di Kalimantan cukup masif. Hal ini diindikasikan dengan adanya tumpang tindih perizinan usaha/kegiatan di Kalimantan yang mengarah kepada kompetisi (konflik) pemanfaatan ruang. Tentunya hal ini diharapkan tidak terjadi di seluruh Kalimantan. Dengan semakin meningkatnya tekanan pembangunan ekonomi terhadap lingkungan hidup di masa yang akan datang diperlukan perhatian yang serius dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Bercermin dari kondisi tersebut, bab - 1

Upload: doandat

Post on 13-Jan-2017

230 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-1

Pulau Kalimantan yang terdiri dari 5 (lima) provinsi, yaitu Provinsi Kalimantan

Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Kalimantan Timur , Provinsi Kalimantan

Barat dan Provinsi Kalimantan Utara yang merupakan salah satu pulau terbesar yang

ada di Indonesia, dengan luas wilayah 507.412 km2 atau 27 % dari total luas Indonesia

dimana merupakan salah satu pulau yang mempunyai sumber daya alam yang

berlimpah. Pulau Kalimantan juga berfungsi sebagai paru-paru dunia dimana memiliki

kawasan hutan yang cukup luas.

Pembangunan yang terjadi di Indonesia selama ini cenderung terfokus pada

ekstraksi Sumber Daya Alam (SDA) dan berorientasi jangka pendek, namun kurang

menghasilkan nilai tambah. Di sisi lain, Kesenjangan proses dan hasil pembangunan

juga masih dirasakan antar daerah, sehingga diperlukan pemerataan pembangunan.

Dampak degradasi lingkungan hidup akibat pembangunan juga masih dirasakan dan

mengancam keberlanjutan pembangunan dan ekosistem itu sendiri.

Melihat kondisi saat ini dan rencana pembangunan ke depan, lingkungan hidup

akan mengalami pengaruh atau tekanan yang luar biasa. Padahal saat ini sudah nyata

pembangunan yang berbasis Sumber daya Alam (SDA) di Kalimantan cukup masif. Hal

ini diindikasikan dengan adanya tumpang tindih perizinan usaha/kegiatan di Kalimantan

yang mengarah kepada kompetisi (konflik) pemanfaatan ruang. Tentunya hal ini

diharapkan tidak terjadi di seluruh Kalimantan.

Dengan semakin meningkatnya tekanan pembangunan ekonomi terhadap

lingkungan hidup di masa yang akan datang diperlukan perhatian yang serius dalam

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Bercermin dari kondisi tersebut,

bab - 1

Page 2: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-2

pendekatan ekonomi hijau (Green Economy) dalam pembangunan menjadi sesuatu

yang penting untuk diimplementasikan. Selama ini pembangunan sekedar mengejar

pertumbuhan ekonomi, namun tidak diiringi dengan nilai susutnya sumber daya alam

(deplesi) dan rusak/tercemarnya lingkungan (degradasi).

Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 3 tahun 2012

tentang Rencana Tata ruang Wilayah Nasional (RTRWN) serta alat koordinasi dan

singronisasi program pembangunan wilayah Pulau Kalimantan. Rencana Tata ruang

Pulau Kalimantan juga merupakan pedoman pemanfaatan ruang dan pengendalian

pemanfaatan ruang di Pulau Kalimantan juga merupakan pedoman pemanfaatan ruang

dan pengendalian pemanfaatan ruang di Pulau Kalimantan serta penaatan ruang

wilayah propinsi dan kabupaten/kota di pulau Kalimantan.

Dalam Forum Kerjasama Revitalisasi dan Percepatan Pembangunan Regional

Kalimantan (FKRP2RK) untuk memastikan prinsip pembangunan berkelanjutan telah

menjadi dasar dan terintegrasi dalam perencanaan pembangunan Regional Kalimantan

dan pemanfaatan sumber daya alam sebagaimana Tema RPJMN 2015 - 2019 adalah

"Memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan

pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis Sumber Daya

Alam (SDA) yang tersedia, Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, serta

kemampuan IPTEK".

Memperhatikan Renstra Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun

2015–2019, peran utama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah (1)

menjaga kualitas LH yang memberikan daya dukung, pengendalian pencemaran,

pengelolaan DAS, keanekaragaman hayati serta pengendalian perubahan iklim; (2)

menjaga luasan dan fungsi hutan untuk menopang kehidupan, menyediakan hutan

untuk kegiatan sosial, ekonomi rakyat, dan menjaga jumlah dan jenis flora dan fauna

serta endangered species; dan (3) memelihara kualitas lingkungan hidup, menjaga

hutan, dan merawat keseimbangan ekosistem dan keberadaan sumberdaya. Prioritas

Pembangunan Lingkungan Hidup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

masuk pada Bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup yang

Page 3: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-3

merupakan modal utama pembangunan untuk meningkatkan daya saing ekonomi

berbasis SDA dan LH.

Selain itu pembangunan kehutanan sebagai bagian integral dari pembangunan

nasional dan pembangunan daerah, dalam pelaksanaannya senantiasa diselaraskan

dengan upaya pengelolaan sumberdaya alam dan pemeliharaan daya dukung

lingkungan agar dapat memberikan manfaat sebesar - besarnya bagi percepatan

pembangunan wilayah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu

penyelenggaraan pembangunan kehutanan diarahkan melalui pemanfaatan potensi

sumber daya alam secara bijaksana, peningkatan partisipasi masyarakat, penguatan

kelembagaan dan kearifan budaya lokal, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi

guna memperoleh fungsi dan manfaat sumber daya hutan secara maksimal, sehingga

sektor kehutanan mampu berperan sebagai penghasil devisa negara, penyedia

lapangan kerja, pendorong ekonomi produktif dan pengembangan wilayah serta

penyangga ekosistem lingkungan. Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut, maka

penyelenggaraan pembangunan kehutanan berazaskan manfaat dan lestari,

kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan.

Page 4: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-4

I. KALIMANTAN TENGAH

2.1.1 Kondisi Lingkungan Hidup Prov. Kalimantan Tengah

Isu lingkungan hidup di Kalimantan Tengah masih didominasi pencemaran

lingkungan (khususnya pencemaran air) dan kerusakan sumberdaya alam dan

lingkungan sebagai akibat aktifitas pembangunan yang menyebabkan alih fungsi

lahan selain aktifitas lain yang berpotensi meningkatnya lahan terbuka dan

fragmentasi habitat sehingga memicu menurunnya keanekaragaman hayati.

- Pemantauan Kualitas air sungai Kahayan

Pengambilan sampel air sungai dan pemantauan kualitas sungai Kahayan

dilakukan sebanyak 2 kali dalam 1 tahun di 9 titik.

Tabel 1. Air sungai Kahayan tahap I

No. Lokasi Pengambilan

Sampel

Nilai Pollutant Index

Kategori

1. KHY-01 4,5 Cemar Ringan

2. KHY-02 6,7 Cemar Sedang

3. KHY-03 4,4 Cemar Ringan

4. KHY-04 4,2 Cemar Ringan

5. KHY-05 4,1 Cemar Ringan

6. KHY-06 4,3 Cemar Ringan

7. KHY-07 3,9 Cemar Ringan

8. KHY-08 3,8 Cemar Ringan

9. KHY-09 3,7 Cemar Ringan

Tabel 2 . Air sungai Kahayan tahap II

BAB - 2

Page 5: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-5

No. Lokasi Pengambilan

Sampel

Nilai Pollutant Index

Kategori

1. KHY-01 5,5 Cemar sedang

2. KHY-02 6,2 Cemar Sedang

3. KHY-03 5,5 Cemar Sedang

4. KHY-04 6,0 Cemar Sedang

5. KHY-05 5,8 Cemar Sedang

6. KHY-06 6,7 Cemar Sedang

7. KHY-07 5,4 Cemar Sedang

8. KHY-08 5,9 Cemar Sedang

9. KHY-09 4,7 Cemar Ringan

Penilaian tersebut berdasarkan Baku mutu air kelas II sesuai PP No. 82Tahun 2001

Nilai Pollutant Indeks

Kategori

0 ≤ PI ≤ 1,0 Memenuhi Baku Mutu (Kondisi Baik)

1,0 ≤ PI ≤ 5,0 Cemar Ringan

5,0 ≤ PI ≤ 10 Cemar Sedang

PI > 10 Cemar Berat

Kondisi lahan dan hutan menyajikan informasi bahwa alih fungsi

pemanfaatan lahan, kebakaran hutan dan lahan, penebangan liar (illegal logging)

serta perambahan hutan adalah penyebab persoalan menurunnya kualitas

sumber daya lahan dan hutan. Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya

menyimpan sumberdaya alam berupa kayu namun juga non kayu. Sebagai fungsi

ekosistem, hutan sangat berperan dalam berbagai hal seperti penyedia sumber

air, penghasil oksigen, tempat hidup berjuta flora dan fauna dan peran

penyeimbang lingkungan serta mencegah pemanasan global.

2.1.2 Lahan Kritis Prov. Kalimantan Tengah

Luas lahan kritis menjadi dasar bagi penyusunan dokumen Rencana

Pengelolaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang harus disusun oleh setiap

kabupaten / kota di Provinsi Kalimantan Tengah.Lahan kritis di Kalimantan Tengah

seluas 1.086.994 Ha dengan lahan kritis terluas terdapat di Kabupaten Seruyan,

Murung Raya, Kotawaringin Timur, Pulang Pisau, Barito Selatan.

Page 6: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-6

Upaya kinerja pemulihan lahan kritis di Kalimantan Tengah dilakukan

melalui, Kebun bibit rakyat (KBR), DBH-SDA-DR, kegiatan Kampanye Indonesia

Menanam (KIM), kegiatan Gerakan Bakhti Penghijauan (GBPP), kegiatan Gerhan,

penanaman HTI, dan penyediaan bibit masyarakat.

2.1.3 Kebakaran Hutan dan Lahan Prov. Kalimantan Tengah

Permasalahan yang sering dihadapi dalam pengendalian kebakaran hutan

dan lahan adalah kesiap siagaan dan respon dari pemerintah pusat dan

pemerintah daerah dalam menindak lanjuti data-data yang berkaitan dengan

deteksi dini dan peringatan dini terjadinya kebakaran hutan dan lahan berupa

kondisi cuaca dan sebaran data koordinat titik panas (hotspot).Hotspot adalah

indikator kebakaran hutan yang mendeteksi suatu lokasi yang memiliki suhu

relative lebih tinggi dibandingkan suhu sekitarnya.

Fenomena terjadinya kebakaran hutan biasanya ditandai dengan

kecenderungan munculnya titik api/titik panas (hotspot) yang semakin meningkat

setiap tahunnya, hal ini memicu kabut asap maupun penurunan kualitas udara

yang cukup signifikan di Kalimantan.Informasi hotspot perlu untuk pengecekan di

lapangan (groundcheck). Dari hasil groundcheck bahwa terjadinya kebakaran

hampir selalu berkaitan dengan pembukaan hutan dan lahan baik yang dilakukan

oleh perusahaan perkebunan atau dilakukan oleh masyarakat.

Page 7: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-7

Tabel jumlah titik api di Kalimantan Tengah

No Kabupaten/Kota Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agst Sep Okt Nov Des jml

1 PalangkaRaya 1 3 4 5 6 10 3 13 45 0 0 0 90

2 Kab. Gunungmas 0 4 9 3 3 3 6 12 204 0 0 0 244

3 Kab. pulangPisau 0 3 2 8 4 15 17 73 243 0 0 0 365

4 Kab. Kapuas 4 8 7 8 5 9 32 44 198 0 0 0 315

5 Kab.Barito Selatan 0 2 1 6 0 1 6 17 155 0 0 0 188

6 Kab.Barito Timur 0 0 3 2 1 2 12 11 47 0 0 0 78

7 Kab. Barito Utara 3 2 2 4 2 5 10 5 50 0 0 0 83

8 Kab. Murungraya 9 12 9 15 5 7 10 4 96 0 0 0 167

9 Kab. Katingan 0 7 28 8 11 19 24 35 233 0 0 0 365

10 Kab. Kotim 11 3 11 18 7 31 21 73 230 0 0 0 405

11 Kab. Kobar 0 4 1 5 10 10 12 35 95 0 0 0 172

12 Kab. Seruyan 2 9 2 2 2 12 12 33 190 0 0 0 264

13 Kab. Nanga Bulik 1 5 2 2 1 12 6 48 116 0 0 0 193

14 Kab. Sukamara 1 4 3 7 6 1 20 102 99 0 0 0 243

Total 3172

2.1.4 Keanekaragaman Hayati di Prov. Kalimantan Tengah

Keanekaragaman hayati merupakan bagian dari komponen yang secara

ekologis terdiri dari beragam ekosistem, jenis variabilitas genetika binatang,

tumbuh-tumbuhan dan mikroorganisme yang hidup berperan sebagai penentu

keseimbangan ekosistem yang penting bagi kehidupan, terutama dalam

penyediaan jasa lainnya. Keanekaragaman hayati Kalimantan Tengah baik flora

maupun fauna tersebar di 14 kabupaten/ kota di Kalimantan Tengah.

Spesies hewan di Provinsi Kalimantan Tengah dilindungi diantaranya : Orang

Utan (Pongo Pygmaeus), Bekantan (Nasalis Larvatus),Monyet ekorpanjang

(Macaca fascicularis),Trenggiling (Manis Javanica), Kijang, Muncak (Muntiacus

Muncak), Bajing Tanah (Lariscus insignis), Duyung (Dugong-dugong), Musang Air

(Cynogale benettii), Jelarang (Ratufa bidolor), Kucing Hutan (Fellis bengalensis),

Harimau Dahan (Neofelsi nebulosa), Bajing Terbang (Petaurista elegans),

Kukang, malu-malu (Nyeticebus concang), Beruang Madu (Helarctos malayanus),

Kubang, Tando, Walang Keke (Cynocephalus variegatus), Lumba-lumba

(Dolphinidae), Lutung Merah, Kelasi(Presbytis rubicunda), Paus (Cetaceae),

Kucing Merah (Fillis badia), Kucing Dampak (Fellis planiceps), Landak (Hystrix

bracyura), Musang Congkok (Prionodon Lin Sang), Bajing Tanah (Lariscus hosei)

dan Binturang (Arctitis binturong).

Page 8: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-8

Spesies reptilia Kalimantan Tengah dilindungi diantaranya : Buaya Sinyulong

(Tomistoma schlegelii), Tuntong (Batagur baska), Kura-kura Gading (Orlitia

borneensis), Labi-labi Besar (Chitra indica), Penyu Belimbing (Dermichelis

coriaceae), Buaya Muara (Crocodylus porosus), Penyu Ridel, Penyu Lekang

(Lepidochelys olivaceal), Penyu Tempayan (Caretta caretta) dan Biawak

Kalimantan (Varanus borneensis).

Spesies aves Kalimantan Tengah dilindungi diantaranya : Wili-wili, Uar,

Bebek Laut (Sternidae), Bangau Tontong (Leptoptiles javanicus), Bluwok, walang

Kadak (Ibiscinerens), Bangau Hitam (Ciconia episcopus), Angsa Laut, Pelikan

(Pelicanidal), Kuntul, Bangau Putih (Babalus Ibis), Ibis Putih, Pelatuk Besi

(Threskioruis sp), Ibis Hitam, Roko-roko (Plegadisfalcinallus), Kowak Merah

(Nyeticorax caladonicus) serta tiga puluh satu spesies lainnya.

Spesies pisces Kalimantan Tengah dilindungi diantaranya : Ikan Siluk/

Arwana/ Peyang malaya/ Tangkilisa/ Kayangan/ Naga (Schleropages

formosus).Persebaran keanekaragaman hayati dikawasan konservasi yang ada di

Kalimantan Tengah berikut : Taman Nasional Tanjung Puting.

2.1.5 Kondisi Air di Prov. Kalimantan Tengah

Permasalahan air yang dihadapi adalah kuantitas dan kualitassumber

airbersih.Kalimantan Tengah memiliki sumberdaya air yang melimpah dengan

kuantitas/ volume air sebesar 274.628.200 m3 pertahun dan tingkat penggunaan

air tersebut baru sekitar 22.312.325 m3 pertahun.

Secara umum manfaat sungai bagi masyarakat di Kalimantan Tengah antara

lain adalah (1) Sebagai sumber bahan baku air minum; (2) Sebagai sumber air

bersih bagi keperluan rumah tangga dan industry; (3) Sebagai sumber protein

hayati (perikanan) dan irigasi pertanian, pertambangan serta perkebunan; (4)

Sebagai tempat rekreasi; (5) Sebagai sarana transportasi baik oleh penduduk

maupun industri.

Tekanan berat terhadap kualitas air sungai terjadi pada badan air sungai,

yang menjadikan Sungai Kapuas beserta anak sungai-sungainya sebagai “tong

sampah” atau terminal akhir dari pembuangan limbah industri (industri karet; kayu

dan pabrik sawit) domestik, serta berbagai kegiatan lainnya secara tidak langsung

Page 9: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-9

seperti penggundulan hutan, hilangnya tempat-tempat perlindungan air tanah

serta daerah tangkapan air dan kegiatan pertanian yang merugikan karena

membuang pestisida dan zat-zat kimia lain kedalam sungai serta kegiatan lain

yang juga mempengaruhi kualitas dan kuantitas air sungai. Sementara

ketergantungan masyarakat Kalimantan Tengah akan sungai sangat tinggi, namun

pengelolaan dan pemanfaatannya cenderung sangat kurang mendapat perhatian

Pemerintah Pusat, sementara anggaran Pemerintah Daerah juga terbatas.

Mengingat nilai dan fungsi strategisnya, maka campur tangan Pemerintah Pusat

adalah sebuah keniscayaan.

2.1.6 Kondisi Udara di Prov. Kalimantan Tengah

Kualitas udara ambien berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat dan

kegiatan pembangunan. Kebakaran hutan dan lahan , peningkatan konsumsi

bahan bakar fosil baik untuk kegiatan industri, transportasi, maupun energi adalah

penyebab-penyebab peningkatan pencemaran udara, bahkan jika sampai pada

tingkat berbahaya akan menyebabkan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas)

bahkan sampaibisa menyebabkan kematian.

Pada Tahun 2015 kualitas udara ambien di Kalimantan Tengahdipantau

sebagai bagian pelaksanaan Standar Pelayanan MinimalBidang Lingkungan

Hidup di13 kabupaten dan 1 kota.Data pantauan menunjukkan menurunnya

kualitas udara ambien terutama saat musim kemarau akibat kebakaran hutan dan

lahan dan secara umumkualitas udara di Kalimantan Tengah baik apabila tidak

pada musim kemarau.

Dalam pembahasan kualitas udara ambien kali ini, akan membahas kondisi

umum dan kecenderungan perubahan, sedangkan analisis dilakukan sesuai ISPU

(Indeks Standar Pencemar Udara) dan parameter yang ditetapkan pada Standar

Pelayanan Minimal Bidang LH yang ditetapkan oleh Permen LH No. 19 tahun

2009 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Provinsi dan

Kabupaten/Kota dan Permen LH No. 20 tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis

Pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Provinsi dan

Kabupaten/Kota.

Page 10: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-10

2.1.7 Kondisi Mangrove di Prov. Kalimantan Tengah

Total ekosistem mangrove di Provinsi Kalimantan Tengah adalah 68132.451

Ha yang tersebar di kabupaten Seruyan, Pulang Pisau, Kotawaringin Timur,

Kotawaringin Barat, Sukamara, Kapuas dan Katingan

Degradasi mangrove di Kalimantan Tengah lebih disebabkan oleh aktivitas

manusia. Adapun aktivitas manusia yang mempengaruhi kondisi ekosistem

mangrove antara lain adalah: (1) Konversi hutan mangrove untuk tambak,

pemukiman, dan peruntukan lain (2) Pemanfaatan kayu mangrove untuk bahan

baku chip, pulp, arang dan lain-lain serta (3) Kegiatan pemanfaatan lainnya.

2.1.8 Kondisi Bencana Alam di Prov. Kalimantan Tengah

Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah merupakan salah satu provinsi di

Indonesia yang termasuk rawan bencana, beberapa bencana yang sudah terjadi,

seperti bencana tanah longsor, banjir, kekeringan, kebakaran hutan dan Lahan,

kebakaran gedung dan permukiman, cuaca ekstrim (angin puting beliung dan

gelombang genangan air pasang rob), kegagalan teknologi, epidemi dan wabah

penyakit maupun bencana sosial, dari kejadian bencana tersebut hasil

pemantauan dan analisa potensi bencana daerah yang berpotensi rawan banjir

dan Kebakaran Hutan dan Lahan berada di 14 Kabupaten/Kota Provinsi

Kalimantan Tengah; daerah potensi rawan longsor di Kabupaten/Kota yang

mempunyai daerah kemiringan wilayah dan dataran tinggi yaitu Kabupaten

Murung Raya, Barito Utara, Gunung Mas, Kotawaringin Barat dan Lamandau. Dan

ancaman yang lain tersebar di wilayah Kalimantan Tengah.

Gambaran sebaran kerentanan terhadap resiko bencana dan identifikasi

tingkat kerawanan bencana, di mana hampir sebagian besar wilayah Kabupaten /

Kota di Provinsi Kalimantan Tengah menghadapi resiko, dapat dilihat pada

gambar peta risiko multi bencana dan tabel identifikasi tingkat kerawanan

bencana kabupaten/kota dibawah ini:

Page 11: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-11

Gb. Peta Risiko Multi Bencana

Tabel : Identifikasi Tingkat Kerawanan Bencana Kabupaten / Kota Provinsi Kalimantan Tengah

NO Kabupaten/Kota

Kar

hu

tla

Ban

jir

Ke

ke

rin

gan

Ge

lom

pan

g d

an

Cu

aca

Ek

stri

m

Cu

aca

Ek

stri

m

Tan

ah L

on

gso

r

Sk

or

Mu

lti

Be

nca

na

Ris

iko

Mu

lti

Be

nca

na

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Kapuas 183

2 Pulang Pisau 168

3 Katingan 163

4 Kotawaringin Timur 156

5 Palangka Raya 148

6 Kotawaringin Barat 144

7 Sukamara 144

8 Seruyan 144

9 Gunung Mas 139

10 Barito Selatan 128

11 Barito Utara 120

12 Barito Timur 120

Page 12: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-12

13 Murung Raya 120

14 Lamandau 93

15 Kalimantan Tengah

141

Sumber : IRBI dan BPBD Provinsi Kalimantan Tengah, 2015, Hasil Kompilasi.

2.1.9 Kondisi Lahan Gambut di Prov. Kalimantan Tengah

Gambut adalah akumulasi bahan organik yang berlangsung pada lingkungan

tanah yang jenuh atau tergenang air disertai penghambatan aktivitas mikrobia

karena adanya sirkulasi oksigen yang terbatas. Untuk mengatur pemanfaatan

lahan gambut, Pemerintah melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan

Kehutanan Nomor SK.2312/Menhut - VII/IPSDH/2015 menetapkan PIPPIB yakni

Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru Pemanfaatan Hutan, Penggunaan

Kawasan Hutan dan Perubahan Peruntukan Kawsan Hutan dan Areal

Penggunaan Lahan Revisi VIII.

Terbentuknya ekosistem gambut di Kalimantan Tengah sangat dimungkinkan

oleh kondisi iklim yang basah. Tingginya curah hujan mengisi rawa menciptakan

kondidi jenuh air secara permanen, namun pada saat musim kemarau/curah hujan

kecil maka akan muncul watak hidrologi gambut tropika yaitu sifat

konduktivitas/penghantar panas akibat kapasitas daya pegang air

menurun/mengecil.

Oleh karena itu, sistem hidrologi gambut seperti kedalaman muka air tanah

dan kandungan air tanah memiliki peranan penting dalam mengendalikan

kebakaran lahan gambut tropis. Pada posisi muka air tanah lebih dari 40 cm dari

permukaan tanah seiring volume curah hujan mengarah pada < 200 mm

menyebabkan potensi kebakaran lahan gambut menjadi besar.

Pembukaan lahan gambut di Kalimantran Temgah untuk kegiatan pertanian,

perkebunan, dan permukiman serta kegiatan lain seringali tidak diikuti dengan

pembuatan saluran drainase. Jika dibuat saluran drainase pun, dimensi saluran

drainase tidak mempertimbangkan watak dan sifat tanah bahkan menurunkan

muka air tanahapabial saluran drainase yang dibuat secara permanen mengalirkan

dan mengurangi volume air gambut ke sejumlah DAS. Peristiwa kebakaran di

Kalimantan Tengah tahun 2015 merupakan indikator telah rusaknya sistem

hidrologis gambut yang berdampak negatif terhadap lahan gambut beserta

ekosistemnya.

Page 13: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-13

II. KALIMANTAN BARAT

2.2.1 Kondisi Lingkungan Hidup Prov. Kalimantan Barat

Isu lingkungan hidup di Kalimantan Barat masih didominasi pencemaran

lingkungan (khususnya pencemaran air) dan kerusakan sumberdaya alam dan

lingkungan sebagai akibat aktifitas pembangunan yang menyebabkan alih fungsi

lahan selain aktifitas lain yang berpotensi meningkatnya lahan terbuka dan

fragmentasi habitat sehingga memicu menurunnya keanekaragaman hayati.

Hasil pemantauan air yang telah dilakukan pada tahun 2014 pada air Sungai

Kapuas, Sungai Landak, Sungai Sambas, Sungai Madi dan Sungai Jelai terdata

dari keseluruhan titik sampel yang dipantau menunjukkan hasil tidak memenuhi

kriteria mutu air kelas II Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 terutama

parameter TSS (Total Suspendid Solid), BOD (Biological Oxygen Demand) dan

COD (Chemical Oxygen Demand). Kualitas Sungai Kapuas, Sungai Landak,

Sungai Madi, dan Sungai Sambas masuk kategori tercemar ringan dengan

parameter melebihi baku mutu pada TSS, BOD dan COD, sedangkan Sungai Jelai

mempunyai status jauh lebih baik yaitu dalam kondisi baik/ belum tercemar.

Kondisi lahan dan hutan menyajikan informasi bahwa alih fungsi

pemanfaatan lahan, kebakaran hutan dan lahan, penebangan liar (illegal logging)

serta perambahan hutan adalah penyebabpersoalan menurunnya kualitas sumber

daya lahan dan hutan.Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan

sumberdaya alam berupa kayu namun juga non kayu. Sebagai fungsi ekosistem,

hutan sangat berperan dalam berbagai hal seperti penyedia sumber air, penghasil

oksigen, tempat hidup berjuta flora dan fauna dan peran penyeimbang lingkungan

serta mencegah pemanasan global.

Gambar 2.1.

Grafik Persentase Kawasan Hutan Kalimantan Barat

Page 14: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-14

Sumber : Buku Potret Hutan Provinsi Kalbar 2011

2.2.2 Lahan Kritis Prov. Kalimantan Barat

Luas lahan kritis menjadi dasar bagi penyusunan dokumen Rencana

Pengelolaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang harus disusun oleh setiap

kabupaten / kota di Provinsi Kalimantan Barat.Lahan kritis di Kalimantan Barat

seluas 1.271.987 Ha dengan lahan kritis terluas terdapat di Kab.Ketapang, Kab.

Bengkayang, Kab.Melawi, Kab. Sintang, Kota Singkawang, dan Kab. Sambas.

Upaya kinerja pemulihan lahan kritis di Kalimantan Barat dilakukan melalui

Gerakan Puncak Aksi Penanaman Serentak Provinsi Kalimantan Barat, Kebun

bibit rakyat (KBR), DBH-SDA-DR, kegiatan Kampanye Indonesia Menanam (KIM),

kegiatan Gerakan Bakhti Penghijauan (GBPP),kegiatan Gerhan, penanaman HTI,

dan penyediaan bibit masyarakat.

4%

4%

7% 1%

9%

21%

15%

20%

4% 7%

3%

5%

0%

0%

Kawasan Hutan Kalbar

Kab. Sambas

Kab. Bengkayang

Kab. Landak

Kab. Pontianak

Kab. Sanggau

Kab. Ketapang

Kab. Sintang

Kab. Kapuas Hulu

Kab. Sekadau

Kab. Melawi

Page 15: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-15

Tabel 2.1. Luas lahan kritis Provinsi Kalimantan Barat

No Kabupaten / Kota Dalam

kawasan Luar

kawasan Jumlah

1 Kab. Sambas 7,716 13,499 21,215

2 Kab. Bengkayang 7,467 26,658 34,125

3 Kab. Landak 3,668 5,922 9,590

4 Kab. Pontianak 658 5,997 6,655

5 Kab. Sanggau 260 2,636 2,896

6 Kab. Ketapang 496,185 489,204 985,389

7 Kab. Sintang 25,613 13,887 39,500

8 Kab. Kapuas Hulu 27,591 4,475 32,066

9 Kab. Sekadau 12,608 10,068 22,676

10 Kab. Melawi 60,004 18,371 78,375

11 Kab. Kayong Utara - - -

12 Kab. Kubu Raya - - -

13 Kota Pontianak - - -

14 Kota Singkawang 25,613 13,887 39,500

Jumlah 667,383 604,604 1,271,987

Sumber : KDA Tahun 2014

2.2.3 Kebakaran Hutan dan Lahan Prov. Kalimantan Barat

Permasalahan yang sering dihadapi dalam pengendalian kebakaran hutan

dan lahan adalah kesiap siagaan dan respon dari pemerintah pusat dan

pemerintah daerah dalam menindak lanjuti data-data yang berkaitan dengan

deteksi dini dan peringatan dini terjadinya kebakaran hutan dan lahan berupa

kondisi cuaca dan sebaran data koordinat titik panas (hotspot).Hotspot adalah

indikator kebakaran hutan yang mendeteksi suatu lokasi yang memiliki suhu

relative lebih tinggi dibandingkan suhu sekitarnya.

Fenomena terjadinya kebakaran hutan biasanya ditandai dengan

kecenderungan munculnya titik api/titik panas (hotspot) yang semakin meningkat

setiap tahunnya, hal ini memicu kabut asap maupun penurunan kualitas udara

yang cukup signifikan di Kalimantan.Informasi hotspot perlu untuk pengecekan di

lapangan (groundcheck). Dari hasil groundcheck bahwa terjadinya kebakaran

hampir selalu berkaitan dengan pembukaan hutan dan lahan baik yang dilakukan

oleh perusahaan perkebunan atau dilakukan oleh masyarakat.

Gambar 2.2. TOTAL HOT SPOT PER BULAN DI KALBAR TAHUN 2015

Page 16: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-16

Sumber : BMKG 2015

Gambar 2.3. TOTAL HOT SPOT PER KAB/KOTA DI KALBAR TAHUN 2015

2.2.4 Keanekaragaman Hayati di Prov. Kalimantan Barat

Keanekaragaman hayati merupakan bagian dari komponen yang secara

ekologis terdiri dari beragam ekosistem, jenis variabilitas genetika binatang,

tumbuh-tumbuhan dan mikroorganisme yang hidup berperan sebagai penentu

keseimbangan ekosistem yang penting bagi kehidupan, terutama dalam

20 32 88 19 25 66 260

1017 1015

123 21 5 5 11 54 7 34 41

726

2025

3937

786

52 20 0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

4500

JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES

NOAA - 18 MODIS

32 98 96

764

5 154 61 263

29 35 187 202 10

755

64 402 505

4339

15

582

108 348

111 138 247 96 20

723

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

4500

5000

NOAA - 18 MODIS

Page 17: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-17

penyediaan jasa lainnya. Keanekaragaman hayati Kalimantan Barat baik flora

maupun fauna tersebar di 13 kabupaten/ kota di Kalimantan Barat, jenis fauna

yang dilindungi terbanyak berada di Kabupaten Kapuas Hulu dan flora dilindungi

terbanyak juga di Kabupaten Kapuas Hulu.

Spesies hewan menyusui Kalimantan Barat dilindungi diantaranya :

Singapuar (Tarsius sp), Orang Utan (Pongo Pygmaeus), Kelampiau, Owa

(Hylobates sp), Kahau, Bekantan (Nasalis Larvatus), Rusa, Menjangan (Cervus

sp), Kancil, Pelanduk, Napu (Tragulus sp), Trenggiling (Manis Javanica), Kijang,

Muncak (Muntiacus Muncak), Bajing Tanah (Lariscus insignis), Duyung (Dugong-

dugong), Musang Air (Cynogale benettii), Jelarang (Ratufa bidolor), Kucing Hutan

(Fellis bengalensis), Harimau Dahan (Neofelsi nebulosa), Bajing Terbang

(Petaurista elegans), Kukang, malu-malu (Nyeticebus concang), Beruang Madu

(Helarctos malayanus), Kubang, Tando, Walang Keke (Cynocephalus variegatus),

Lumba-lumba (Dolphinidae), Lutung Merah, Kelasi (Presbytis rubicunda), Paus

(Cetaceae), Kucing Merah (Fillis badia), Kucing Dampak (Fellis planiceps), Landak

(Hystrix bracyura), Musang Congkok (Prionodon Lin Sang), Bajing Tanah

(Lariscus hosei) dan Binturang (Arctitis binturong).

Spesies reptilia Kalimantan Barat dilindungi diantaranya : Buaya Sinyulong

(Tomistoma schlegelii), Tuntong (Batagur baska), Kura-kura Gading (Orlitia

borneensis), Labi-labi Besar (Chitra indica), Penyu Belimbing (Dermichelis

coriaceae), Buaya Muara (Crocodylus porosus), Penyu Ridel, Penyu Lekang

(Lepidochelys olivaceal), Penyu Tempayan (Caretta caretta) dan Biawak

Kalimantan (Varanus borneensis).

Spesies aves Kalimantan Barat dilindungi diantaranya : Wili-wili, Uar, Bebek

Laut (Sternidae), Bangau Tontong (Leptoptiles javanicus), Bluwok, walang Kadak

(Ibiscinerens), Bangau Hitam (Ciconia episcopus), Angsa Laut, Pelikan

(Pelicanidal), Kuntul, Bangau Putih (Babalus Ibis), Ibis Putih, Pelatuk Besi

(Threskioruis sp), Ibis Hitam, Roko-roko (Plegadisfalcinallus), Kowak Merah

(Nyeticorax caladonicus) serta tiga puluh satu spesies lainnya.

Spesies pisces Kalimantan Barat dilindungi diantaranya : Ikan Siluk/ Arwana/

Peyang malaya/ Tangkilisa/ Kayangan/ Naga (Schleropages

Page 18: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-18

formosus).Persebaran keanekaragaman hayati dikawasan konservasi yang ada di

Kalimantan Barat berikut : Taman Nasional Gunung Palung, Taman Nasional Bukit

Baka – Bukit Raya, Taman Nasional Betung Kerihun, Taman Nasional Danau

Sentarum, Cagar Alam Kepulauan Karimata, Cagar Alam Mandor, Cagar Alam

Raya Passi, Cagar Alam Gunung Nyiut, Cagar Alam Lo Fat Fun Fie, Cagar Alam

Muara Kendawangan, Taman Wisata Alam Bukit Kelam, Hutan Wisata Baning.

Tabel. 2.2.Hutan Konservasi beserta fungsinya

No Nama

Kawasan Kabupaten Fungsi

Luas (Ha)

SK Penetapan

1 Lo Pat Fun Pi Sambas CA 8 ZB.1 23 Maret 1936

2 Mandor Pontianak CA 2.000 ZB.8.15 16 Apr 1937

3 Gunung Raya Pasi

Sambas CA 3.700 111/Kpts-II/1990 14 Maret 1990

4 Kep. Karimata Ketapang CA Laut

77.000 381/Kpts-II/1985 14 Maret 1990

5 Gunung Nyiut Perinsen

Pontianak/ Sambas

SM 180.000 524/Kpts/Um/4/1982 21 Januari1982

6 Gunung Palung

Ketapang TN 90.000 448/Menhut/VI/90 3 Juni 1990

7 Betung Kerihun

Kapuas Hulu

TN 800.000 467/Kpts-II/95 5 September 199

8 Bukit Baka-Bukit Raya

Sintang Kasongan

TN 181.090 281/Kpts-II/92 26 Pebruari 1992

9 Danau Sentarum

TN 132.000 34/Kpts-II/99 4 Pebruari 1999

10 Baning TW 315 129/Kpts-II/1990 1 Januari 1990

11 Gunung Kelam Sintang TW 520 594/Kpts-II/1992 6 Juni 1992

Sumber : Badan Planalogi Kehutanan, Departemen Kehutanan

Page 19: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-19

Tabel 2.3.Identitas Flora dan Fauna Kalimantan Barat

Kabupaten/ Kota

Flora Fauna

Kalimantan Barat

Tengkawang Tungkul Shorea stenoptera Burck

Enggang Gading Rhinoplax vigil J.R. Foster

Sambas Simpur Dillenia suffruticosa Griffith

Ayam tukong Gallus domesticus

Pontianak Gaharu Aquilaria malaccensis

Ikan puput ekor kuning Pellona sp.

Sanggau Durian pekawai Durio kutejensis

Beo Gracula religiosa religiosa

Sintang Kantong semar Nephentes clipeata

Ikan ulang uli Botia sp. Blekker

Kapuas Hulu Tembesu Fragaea fragrans

Ketapang Kedondong Spondias cytherea

Burung rangkong

2.2.5 Kondisi Air di Prov. Kalimantan Barat

Permasalahan air yang dihadapi adalah kuantitas dan kualitas sumber

airbersih.Kalimantan Barat memiliki sumberdaya air yang melimpah dengan

kuantitas/ volume air sebesar 274.628.200 m3 pertahun dan tingkat penggunaan

air tersebut baru sekitar 22.312.325 m3 pertahun. Kalimantan Barat terdiri dari 3

Satuan Wilayah Sungai (SWS) atau Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu :

1) Satuan Wilayah Sungai (SWS) Pawan yang mewakili DAS Pawan dengan

luas catchmentarea 29.849,19 Km2; terdapat 40 sungai induk yang bermuara

langsung ke laut dan terletak di Kabupaten Ketapang;

2) Satuan Wilayah Sungai (SWS) Kapuas yang mewakili DAS Kapuas

dengan luas catchmentarea 98.249,10 Km2; terdapat 33 sungai induk dan

merupakan sungai terpanjang di Indonesia yang mempunyai 11 cabang sungai

induk dan cabang-cabang sungai ini mempunyai 17 cabang sungai induk. Sungai

Kapuas terletak pada 6 dari 9 Kabupaten, yaitu Kota Pontianak, Kabupaten

Pontianak, Kabupaten Landak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang dan

Kabupaten Kapuas Hulu.; dan

Page 20: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-20

3) Satuan Wilayah Sungai (SWS) Sambas/ Mempawah yang mewakili DAS

Sambas/ Mempawah dengan luas catchment area 15.685,10 Km2; terdapat 26

sungai induk yang terletak pada Kabupaten Sambas, Bengkayang dan Pontianak.

Secara umum manfaat sungai bagi masyarakat di Kalimantan Barat antara

lain adalah (1) Sebagai sumber bahan baku air minum; (2) Sebagai sumber air

bersih bagi keperluan rumah tangga dan industry; (3) Sebagai sumber protein

hayati (perikanan) dan irigasi pertanian, pertambangan serta perkebunan; (4)

Sebagai tempat rekreasi; (5) Sebagai sarana transportasi baik oleh penduduk

maupun industri.

Tekanan berat terhadap kualitas air sungai terjadi pada badan air sungai,

yang menjadikan Sungai Kapuas beserta anak sungai-sungainya sebagai “tong

sampah” atau terminal akhir dari pembuangan limbah industri (industri karet; kayu

dan pabrik sawit) domestik, serta berbagai kegiatan lainnya secara tidak langsung

seperti penggundulan hutan, hilangnya tempat-tempat perlindungan air tanah

serta daerah tangkapan air dan kegiatan pertanian yang merugikan karena

membuang pestisida dan zat-zat kimia lain kedalam sungai serta kegiatan lain

yang juga mempengaruhi kualitas dan kuantitas air sungai. Sementara

ketergantungan masyarakat Kalimantan Barat akan sungai sangat tinggi, namun

pengelolaan dan pemanfaatannya cenderung sangat kurang mendapat perhatian

Pemerintah Pusat, sementara anggaran Pemerintah Daerah juga terbatas.

Mengingat nilai dan fungsi strategisnya, maka campur tangan Pemerintah Pusat

adalah sebuah keniscayaan.

2.2.6 Kondisi Udara di Prov. Kalimantan Barat

Kualitas udara ambien berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat dan

kegiatan pembangunan. Kebakaran hutan dan lahan , peningkatan konsumsi

bahan bakar fosil baik untuk kegiatan industri, transportasi, maupun energi adalah

penyebab-penyebab peningkatan pencemaran udara, bahkan jika sampai pada

tingkat berbahaya akan menyebabkan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas)

bahkan sampaibisa menyebabkan kematian.

Pada Tahun 2014 kualitas udara ambien di Kalimantan Barat dipantau

melalui peralatan AQMS (Air Quality Monitoring System) sebagai bagian

Page 21: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-21

pelaksanaan Standar Pelayanan MinimalBidang Lingkungan Hidup di12

kabupaten dan 2 kota.Data pantauan menunjukkan menurunnya kualitas udara

ambien terutama saat musim kemarau akibat kebakaran hutan dan lahan dan

secara umumkualitas udara di Kalimantan Barat baik apabila tidak pada musim

kemarau.

Dalam pembahasan kualitas udara ambien kali ini, akan membahas kondisi

umum dan kecenderungan perubahan, sedangkan analisis dilakukan sesuai ISPU

(Indeks Standar Pencemar Udara) dan parameter yang ditetapkan pada Standar

Pelayanan Minimal Bidang LH yang ditetapkan oleh Permen LH No. 19 tahun

2009 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Provinsi dan

Kabupaten/Kota dan Permen LH No. 20 tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis

Pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Provinsi dan

Kabupaten/Kota. Analisis juga akan membandingkan antar waktu.

Tabel 2.4

Rentang Kategori Nilai ISPU sesuai Kep-107/KaBapedal/11/1997

SESUAI DENGAN KEP-107/KABAPEDAL/11/1997

BAIK SEDANG TIDAK SEHAT SANGAT TIDAK

SEHAT BERBAHAYA

0 - 50 51 - 100 101 - 199 200 - 299 300 - LEBIH

Tingkat kualitas udara yang tidak

memberikan efek bagi

kesehatan manusia atau

hewan dan tidak berpengaruh

pada tumbuhan, bangunan

ataupun nilai estetika

Tingkat kualitas udara yang tidak

berpengaruh pada kesehatan

manusia ataupun hewan tetapi berpengaruh

pada tumbuhan yang sensitif,

dan nilai estetika

Tingkat kualitas udara yang

bersifat merugikan pada

manusia ataupun kelompok

hewan yang sensitif atau bisa

menimbulkan kerusakan pada

tumbuhan ataupun nilai

estetika

Tingkat kualitas udara yang

dapat merugikan kesehatan

pada sejumlah segmen

populasi yang terpapar

Tingkat kualitas udara

berbahaya yang secara umum dapat

merugikan kesehatan yang

serius pada populasi

Sumber : Kep-107/KaBapedal/11/1997

Page 22: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-22

2.2.7 Kondisi Mangrove di Prov. Kalimantan Barat

Total ekosistem mangrove di Provinsi Kalimantan Barat adalah 201.143,1 Ha

(Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Kalimantan Barat, 2010) yang tersebar di

kabupaten Ketapang, Kayong Utara, Kubu Raya, Pontianak, Singkawang dan

Sambas.Saat ini sebaran vegetasi mangrove hanya terdapat di Kabupaten

Ketapang seluas 123.803 Ha, Kabupaten Kayong Utara seluas 16.017,6 Ha,

Kabupaten Kubu Raya seluas 63.362,2 Ha, Kota Singkawang seluas 240,3 dan

Kabupaten Sambas seluas 7.720 Ha.

Degradasi mangrove di Kalimantan Barat lebih disebabkan oleh aktivitas

manusia. Adapun aktivitas manusia yang mempengaruhi kondisi ekosistem

mangrove antara lain adalah: (1) Konversi hutan mangrove untuk tambak,

pemukiman, dan peruntukan lain (2) Pemanfaatan kayu mangrove untuk bahan

baku chip, pulp, arang dan lain-lain serta (3) Kegiatan pemanfaatan lainnya.

2.2.8 Kondisi Bencana Alam di Prov. Kalimantan Barat

Bencana secara umum dibagi dalam dua kategori yaitubencana alam dan

bencana lingkungan. Bencana alam adalah bencana yang terjadi secara alamiah

atau bencana yang diakibatkan faktor alam seperti gempa bumi, letusan gunung

berapi maupun tsunami. Bencana lingkungan adalah : (1)bencana yang terjadi

sebagai akibat kerusakan lingkungan dan/atau (2) bencana yang terjadi

menyebabkan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan berupa banjir, tanah

longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan (ruang lingkup definisi 1) dan

kecelakaan industri, tumpahan minyak di laut (ruang lingkup definisi 2).Selama

tahun 2015, bencana di Kalimantan Barat didominasi oleh kebakaran hutan

sebanyak 300 kejadian yang disebabkan kondisi topografi rendah/rawan banjir,

lokasi geogragfi di daerah cekungan dan bantaran sungai, kekritisan lahan, luapan

air hujang dan naiknya muka air laut di daeah aliras sungai, intensitas hujan yang

tinggi kerap terjadi, pendangkalan sungai, dan alih fungsi lahan.

Page 23: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-23

Tabel 2.5. Jenis Bencana Yang Terjadi Tahun 2015

No Kabupaten/K

ota

Jenis Bencana

Banjir

Angin

Puting

Beliung

Tanah

Longsor

Kebakara

n Lahan

Gelomban

g Tinggi

1 Sintang + + +

2 Sanggau + +

3 Landak + +

4 Bengkayang + +

5 Mempawah + +

6 Ketapang + + +

7 Kayong Utara

+ +

8 Melawi +

9 Sekadau +

10 Kapuas Hulu +

11 Singkawang + +

12 Kubu Raya +

13 Sambas +

14 Pontianak +

Sumber : BPBD Kalbar 2015

2.2.9 Kondisi Lahan Gambut di Prov. Kalimantan Barat

Gambut adalah akumulasi bahan organik yang berlangsung pada lingkungan

tanah yang jenuh atau tergenang air disertai penghambatan aktivitas mikrobia

karena adanya sirkulasi oksigen yang terbatas. Untuk mengatur pemanfaatan

lahan gambut, Pemerintah melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan

Kehutanan Nomor SK.2312/Menhut - VII/IPSDH/2015 menetapkan PIPPIB yakni

Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru Pemanfaatan Hutan, Penggunaan

Kawasan Hutan dan Perubahan Peruntukan Kawsan Hutan dan Areal

Penggunaan Lahan Revisi VIII.

Data Wetlands International - Indonesia Programme (2004) tanpa

memperhtiungkan luas gambut dengan ketebalan kurang dari 50 cm diperpleh luas

sebesar 1.693.307 Hadengan komposisi terbesar berada di Kab. Kubu raya, Kab.

Kapuas Hulu, dan Kab. Ketapang, sedangkan Data Peta RePProT Landsystem

(1989) menyebutkan luas lahan gambut sebesar 1.549.865 Ha dengan komposisi

terbesar berada di Kab. Kubu Raya dan kab. Ketapang.

Terbentuknya ekosistem gambut di Kalimantan Barat sangat dimungkinkan

oleh kondisi iklim yang basah. Tingginya curah hujan mengisi rawa menciptakan

Page 24: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-24

kondidi jenuh air secara permanen, namun pada saat musim kemarau/curah hujan

kecil maka akan muncul watak hidrologi gambut tropika yaitu sifat

konduktivitas/penghantar panas akibat kapasitas daya pegang air

menurun/mengecil.

Oleh karena itu, sistem hidrologi gambut seperti kedalaman muka air tanah

dan kandungan air tanah memiliki peranan penting dalam mengendalikan

kebakaran lahan gambut tropis. Pada posisi muka air tanah lebih dari 40 cm dari

permukaan tanah seiring volume curah hujan mengarah pada < 200 mm

menyebabkan potensi kebakaran lahan gambut menjadi besar.

Pembukaan lahan gambut di Kalimantran Barat untuk kegiatan pertanian,

perkebunan, dan permukiman serta kegiatan lain seringali tidak diikuti dengan

pembuatan saluran drainase. Jika dibuat saluran drainase pun, dimensi saluran

drainase tidak mempertimbangkan watak dan sifat tanah bahkan menurunkan

muka air tanah apabial saluran drainase yang dibuat secara permanen

mengalirkan dan mengurangi volume air gambut ke sejumlah DAS. Peristiwa

kebakaran di Kalimantan Barat tahun 2015 merupakan indikator telah rusaknya

sistem hidrologis gambut yang berdampak negatif terhadap lahan gambut beserta

ekosistemnya.

III. KALIMANTAN TIMUR

2.3.1 Kondisi Lingkungan Hidup Prov. Kalimantan Timur

2.3.2 Lahan Kritis Prov. Kalimantan Timur

2.3.3 Kebakaran Hutan dan Lahan Prov. Kalimantan Timur

2.3.4 Keanekaragaman Hayati di Prov. Kalimantan Timur

2.3.5 Kondisi Air di Prov. Kalimantan Timur

2.3.6 Kondisi Udara di Prov. Kalimantan Timur

2.3.7 Kondisi Mangrove di Prov. Kalimantan Timur

2.3.8 Kondisi Bencana Alam di Prov. Kalimantan Timur

2.3.9 Kondisi Lahan Gambut di Prov. Kalimantan Timur

IV. KALIMANTAN SELATAN

2.4.1 Kondisi Lingkungan Hidup Prov. Kalimantan Selatan

2.4.2 Lahan Kritis Prov. Kalimantan Selatan

2.4.3 Kebakaran Hutan dan Lahan Prov. Kalimantan Selatan

2.4.4 Keanekaragaman Hayati di Prov. Kalimantan Selatan

2.4.5 Kondisi Air di Prov. Kalimantan Selatan

Page 25: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-25

2.4.6 Kondisi Udara di Prov. Kalimantan Selatan

2.4.7 Kondisi Mangrove di Prov. Kalimantan Selatan

2.4.8 Kondisi Bencana Alam di Prov. Kalimantan Selatan

2.4.9 Kondisi Lahan Gambut di Prov. Kalimantan Selatan

V. KALIMANTAN UTARA

2.5.1 Kondisi Lingkungan Hidup Prov. Kalimantan Utara

2.5.2 Lahan Kritis Prov. Kalimantan Utara

2.5.3 Kebakaran Hutan dan Lahan Prov. Kalimantan Utara

2.5.4 Keanekaragaman Hayati di Prov. Kalimantan Utara

2.5.5 Kondisi Air di Prov. Kalimantan Utara

2.5.6 Kondisi Udara di Prov. Kalimantan Utara

2.5.7 Kondisi Mangrove di Prov. Kalimantan Utara

2.5.8 Kondisi Bencana Alam di Prov. Kalimantan Utara

2.5.9 Kondisi Lahan Gambut di Prov. Kalimantan Utara

Page 26: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-26

VI. KALIMANTAN TENGAH

3.1.1 Progress Pengelolaan Lingkungan Hidup Prov. Kalimantan Tengah

Dalam rangka menurunkan beban pencemaran lingkungan, telah

diimplementasikan kegiatan sebagai berikut :

1) Koordinasi Pembinaan & Pengawasan Komisi Penilai AMDAL Kab/Kota

2) Koordinasi, Pembinaan dan Fasilitasi Pengaduan LH dalan Penyelesaian

Pengaduan/Sengketa Lingkungan Hidup.

Upayapenyelesaianpengaduan dan sengketa lingkungan Pada Tahun 2015

yang masuk ke Pos Pengaduan Lingkungan Hidup sebanyak 22kasus. Salah

satu poin penting dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27

Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan yakni peningkatan peran serta

masyarakat dalam perlindungan dan konservasi sumber daya alam. Dalam

Pasal 44, 45 dan Pasal 49 disebutkan bahwa setiap permohonan dan

penerbitan Izin Lingkungan harus diumumkan oleh pemerintah sesuai dengan

kewenangannya.

3) Kegiatan sosialisasi langsung ke lapangan

Dalam kegiatan ini dilakukan sosialisasi langsung ke lapangan terutama pada

tingkat kecamatan dan desa atau pada instansi yang manangani lingkungan

hidup di kabupaten/kota. Publikasi melalui media massa / internet

4) Kajian Lingkungan Hidup Strategis RPJMD Provinsi Kalimantan Tengah

Fasilitasi pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Kalimantan

BAB - 3

Page 27: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-27

Tengah merupakan bagian dari kegiatan fasilitasi pelaksanaan KLHS untuk

perencanaan pembangunan secara keseluruhan di kawasan ini. Sehingga

pada akhirnya prinsip pembangunan berkelanjutan benar-benar sudah di

integrasikan dalam program pembangunan

5) Penilaian Kota Bersih dan Teduh (Adipura)

6) Koordinasi, Pembinaan Pengawasan, Monitoring dan Evaluasi Pengendalian

Pencemaran dan Perusakan LH serta Limbah B3. Pada Tahun 2015 telah

dilakukan Koordinasi, Pembinaan Pengawasan, Monitoring dan Evaluasi

Pengendalian Pencemaran dan Perusakan LH serta Limbah B3 di 14 kab/kota

di Provinsi Kalimantan Tengah.

7) Pembinaan dan Pengawasan Pengelolaan Sampah Perkotaan Melalui Sistem

3R.

3.1.2 Progress Pengelolaan Keanekaragaman Hayati di Prov. Kalimantan Tengah

Salah satu upaya pengelolaan Keanekaragaman Hayati di Prov. Kalteng adalah

dengan usulan pembentukan Tahura.

3.1.3 Progress Ketahanan Air di Prov. Kalimantan Tengah

Pelaksanaan pemantauan kualitas air pada Tahun 2015 merupakan kegiatan

rutin yang dilaksanakan oleh BLHD Prov. Kalteng sebanyak dua kali

pantau.Untuk tahun 2015, jumlah sambel yang diambil sebanyak 120 titik

dengan lokasi kegiatan yaitu Sungai Barito,Sungai Jelai, Sungai Kahayan dan

Sungai Lamandau.

3.1.4 Progress Pengendalian Udara di Prov. Kalimantan Tengah

Upaya yang dilakukan adalah pemantauan kualitas udara ambient di lokasi pemukiman,

transportasi dan industri danpemantauan kualitas udara ambien. Kegiatan pemantauan

kualitas udara ambient di Stasiun AQMS merupakan indikator pencemaran udara,

dimana hasilnya akan dapat mengetahui kondisi ISPU (indeks standar pencemar

udara). Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari, sehingga kondisi dan perkembangan

data kualitas udara dan ISPU dapat diperoleh secara terus-menerus/ kontinyu.

Page 28: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-28

3.1.5 Progress Perlindungan Mangrove di Prov. Kalimantan Tengah

Hutan mangrove adalah hutan yang berada didaerah tepi pantai yang

dipengaruhi oleh pasangsurut air laut, sehingga lantai hutannya selalu

tergenang air. Hutan mangrove dibedakan dengan hutan pantai dan hutan

rawa. Hutan pantai yaitu hutan yang tumbuh di sepanjang pantai, tanahnya

kering, tidak pernah mengalami genangan air laut ataupun air tawar. Ekosistem

hutan pantai dapat terdapat disepanjang pantai yang curam di atas garis

pasang air laut. Kawasan ekosistem hutan pantai ini tanahnya berpasir dan

mungkin berbatu-batu. Sedangkan hutan rawa adalah hutan yang tumbuh

dalam kawasan yang selalu tergenang air tawar.

Kalimantan Tengah

Kabupaten Luas (Ha)

Kapuas 1560.089

Katingan 17214.162

Kotawaringin Barat 17134.217

Kotawarigin Timur 12607.417

Pulang Pisau 15066.997

Seruyan 3408.606

Sukamara 1140.963

3.1.6 Progress Penanganan Bencana Alam di Prov. Kalimantan Tengah

Sebagai satuan kerja yang relatif baru di Provinsi Kalimantan Tengah, BPBD

dituntut untuk terus mensosialisasikan keberadaannya sesuai peran dan fungsi

dalam mengkoordinasikan penyelenggaraan penanggulangan bencana dan

rangka menghindari terjadinya tumpang tindih terhadap fungsi dan peran SKPD

lain yang sudah ada. Dengan demikian, diharapkan BPBD akan terus berbenah

dan memperbaiki kinerja agar terwujud penanggulangan bencana yang efektif

dan efisien.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah dalam hal menjalankan peran sebagai

koordinator penanggulangan bencana selalu berupaya menegaskan bahwa manajemen

penanggulangan bencana bukanlah suatu kegiatan yang bersifat mendadak hanya untuk

Page 29: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-29

“tanggap darurat”, akan tetapi juga meliputi berbagai aspek baik sebelum (pra bencana),

maupun pada saat bencana dan setelah bencana (pascabencana) itu sendiri.

Apabila diterapkan ke dalam daur program kerja, maka program dan kegiatan

penanggulangan bencana merupakan siklus sistemik kegiatan. Secara umum kegiatan

itu menyangkut; kesiapsiagaan, identifikasi bahaya, analisa resiko, tindakan preventif,

respon bencana, serta rehabilitasi, dan rekonstruksi yang konsisten dan

berkesinambungan, melibatkan berbagai pihak (stakeholders) terkait, sesuai ketentuan

umum dan tahapan di dalam penanggulangan bencana, sesuai Undang-undang Nomor

24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Dari gambaran di atas, kinerja pelayanan dan yang dilaksanakan Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2015

mencakup kegiatan antara lain sebagai berikut :

1. Sosialisasi Pencegahan dan Pengurangan Risiko Bencana Di Kabupaten/Kota

merupakan salah satu poin penting dalam upaya pencegahan dan kesiapsiagaan

penanggulangan bencana sesuai Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24

Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana yakni definisi dan karakteristik

bencana di Indonesia, adanya konsep, mekanisme, keterlibatan stakeholder dalam

Pengurangan Risiko Bencana, adanya peran serta dunia pendidikan secara dini

dalam Pengurangan Risiko Bencana, sosialiasasi dilaksanakan pada instansi

Badan Penanggulangan Bencana Daerah tahun 2015 di Kabupaten Seruyan dan

Kotawaringin Timur dengan langsung dihadiri oleh pelaku-pelaku Pengurangan

Risiko Bencana. Masyarakat antusias dengan program pemerintah yang ingin

meningkatkan kapasitas dan kontribusi dalam upaya penanggulangan bencana.

2. Pelaksanaan Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Nasional merupakan

agenda tahunan dan sarana untuk mensosialisasikan kegiatan dan konsepsi

mengenai Pengurangan Risiko Bencana oleh multi pihak. Hal ini bertujuan untuk

membangun kesadaran bersama, membangun dialog dan mengembangkan jejaring

antar pelaku PRB serta dapat dijadikan ajang pembelajaran bersama bagi pelaku

PRB seluruh Indonesia.

3. Rapat Koordinasi Penanggulangan Bencana dalam menghadapi ancaman

kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 yang dilaksanakan di Palangka Raya

dengan berkoordinasi Seluruh Stakeholder menghasilkan sebuah Rencana Aksi

Page 30: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-30

bertujuan sebagai acuan dan pedoman bagi semua pemangku kepentingan dalam

rangka kesiapsiagaan menghadapi bencana yang terjadi di Provinsi Kalimantan

Tengah.

4. Pemantauan dan Penyebaran Informasi Potensi Bencana Prov. Kalimantan Tengah

bertujuan peninformasian Potensi Bencana Provinsi Kalimantan Tengah, sebagai

sarana penyebaran informasi potensi bencana kepada masyarakat, dengan

peninjauan langsung kelapangan untuk memantau dan mendapatkan informasi

potensi bencana di 14 kabupaten/kota.

5. Kegiatan Percetakan Brosur dan Penggandaan Peraturan Penanggulangan

Bencana juga mendukung penginformasian kepada BPBD Kabupaten/Kota

mengenai bencana-bencana potensial yang ada di Kalimantan Tengah. Informasi

ini berkaitan dengan karakteristik bencana dan upaya penanggulangannya

didukung dengan Peraturan Kepala BNPB No. 21, 22, 23 Tahun 2008.

3.1.7 Progress Pengelolaan Lahan Gambut di Prov. Kalimantan Tengah

Upaya merestorasi dan memanfaatkan eks PLG yang telah mengalami

kesalahan desain, dipastikan sangat tidak mudah dan perlu hati-hati, karna sistem

drainase yang diterapkan tersebut meniadakan cara tradisional (sistem handel)

yang ternyata berhasil dan ramah lingkungan. Oleh Pemerintah, keberhasilan

masyarakat dengan cara tradisional tersebut menjadi kekeliruan interpretasi,

sehingga dikembangluaskan dengan cara memperbesar dimensi saluran drainase

atau kanal.

Berdasarkan fakta lapangan, historis coba-coba sistem kanal atau saluran

drainase dimaksud berturut-turut sebagai berikut : sistem handel, anjir, polder,

sistem garpu dan sistem sisir, sistem kolam dan diakhiri dengan sistem kanal

PLG. Akibatnya volume air yang tidak bertambah (tetap) tidak akan mampu

mengisi ruang berupa kanal yang tersedia sangat luas, sehingga yang terjadi

adalah perubahan status hidrologi kawasan, yaitu daerah basah menjadi kering.

Salah satu contoh yang terjadi dikawasan pasang surut bahwa dulu di Basarang

terkenal sebagai penghasil beras dan tidak pernah diusahakan tanaman salak,

tetapi sekarang tanaman salak dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan.

Page 31: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-31

Kondisi perubahan jenis kooditi ini mengindikasikan telah terjadi perubahan

ekosistem, terutama status hidrologi di kawasan tersebut.

VII. KALIMANTAN BARAT

3.2.1 Progress Pengelolaan Lingkungan Hidup Prov. Kalimantan Barat

Dalam rangka menurunkan beban pencemaran lingkungan, telah

diimplementasikan kegiatan sebagai berikut :

1) Pemantauan/ Pengawasan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)/

Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).

2) Koordinasi Pembinaan & Pengawasan Komisi Penilai AMDAL Kab/Kota

3) Koordinasi, Pembinaan dan Fasilitasi Pengaduan LH dalan Penyelesaian

Pengaduan/Sengketa Lingkungan Hidup.

Upayapenyelesaianpengaduan dan sengketa lingkungan Pada Tahun 2015

yang masuk ke Pos Pengaduan Lingkungan Hidup sebanyak 7 kasus,antara

lain :

a) Masyarakat menolak adanya perusahaan Sawit. PT. Sumber Inti Sentosa (PT.

SIS) dan perusahaan lainnya yang akan masuk wilayah (penolakan ekspansi

perurusan perkebunan sawit skala besar).

b) Palaporan adanya pipa di sungai air merah di perbatasan Kota Singkawang –

Bengkayang dari kegiatan PLTU Bengkayang.

c) Adanya dugaan pembakaran lahan untuk perkebunan kelapa sawit yang

dilakukan oleh PT. Swadaya Mukti Prakarsa Kabupaten Ketapang.

d) Adanya dugaan pencemaran akibat limbah kegiatan Perkebunan Kelapa Sawit

PT. Swadaya Mukti Prakarsa Kabupaten Ketapang

e) Adanya dugaan pembabatan Taman Nasional Gunung Palong di Kabupaten

Kayong Utara dan Hutan Lindung Gunung Batu Daya di Kabupaten Ketapang

yang diduga dilakukan oleh Perkebunan Kelapa Sawit PT. Swadaya Mukti

Prakarsa.

f) Adanya dugaan bahwa Perkebunan Kelapa Sawit PT. Swadaya Mukti Prakarsa

Kabupaten Kayong Utara tidak memiliki izin.

g) Adanya dugaan limbah perkebunan kelapa sawit mencemari Taman Nasional

Danau Sentarum.

Page 32: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-32

4) Sosialisasi Izin Lingkungan

Salah satu poin penting dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan yakni peningkatan peran

serta masyarakat dalam perlindungan dan konservasi sumber daya alam.

Dalam Pasal 44, 45 dan Pasal 49 disebutkan bahwa setiap permohonan dan

penerbitan Izin Lingkungan harus diumumkan oleh pemerintah sesuai dengan

kewenangannya.

5) Kegiatan sosialisasi langsung ke lapangan

Dalam kegiatan ini dilakukan sosialisasi langsung ke lapangan terutama pada

tingkat kecamatan dan desa atau pada instansi yang manangani lingkungan

hidup di kabupaten/kota. Publikasi melalui media massa / internet

6) Kegiatan sosialisasi melalui mediablogspot : amdalprovkalbar.blogspot.co.id

7) Kajian Lingkungan Hidup Strategis RPJMD Provinsi Kalimantan Barat

Fasilitasi pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Kalimantan Barat

merupakan bagian dari kegiatan fasilitasi pelaksanaan KLHS untuk

perencanaan pembangunan secara keseluruhan di kawasan ini. Sehingga

pada akhirnya prinsip pembangunan berkelanjutan benar-benar sudah di

integrasikan dalam program pembangunan

8) Kajian Lingkungan Hidup Strategis Kawasan Pelabuhan Kecamatan Sungai

Kunyit dan Sekitarnya.

Penyusunan KLHS Kawasan Pelabuhan Kecamatan Sungai Kunyit dan

Sekitarnya bertujuan untuk mewujudkan pemanfaatan ruang dan

pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan Pelabuhan Utama Sungai Kunyit

yang produktif, seimbang, terpadu, berkelanjutan dan memiliki kepastian

hokum

9) Kajian Lingkungan Hidup Strategis Kawasan Industri Tayan

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Barat tahun berjalan telah

menetapkan beberapa kawasan strategis provinsi yang wilayah penataan ruangnya

diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi

terhadap pertumbuhan ekonomi, pendayagunaan sumber daya alam dan/atau

teknologi tinggi, serta fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

Page 33: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-33

Kawasan Industri Tayan dengan luas ± 225 Ha menjadi salah satu kawasan strategis

provinsi dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi. Kawasan ini relatif memenuhi

kriteria kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi seperti yang diatur pada

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasional antara lain sebagai berikut:

a. Peruntukan Kecamatan Tayan Hilir (Kota Tayan) di luar kawasan hutan (areal

penggunaan lain) dan tidak dibebani perizinan karena sudah ditetapkan menjadi

kawasan industri dalam RTRW Kabupaten Sanggau Tahun 2014-2032;

b. Aksesibilitas Kota Tayan relatif terbuka terhadap pasar regional dan luar negeri.

Kota Tayan terletak pada jaringan jalan arteri primer yang menghubungkan Kota

Pontianak, Kota Entikong, wilayah selatan Provinsi Kalimantan Barat, dan

Provinsi Kalimantan Tengah. Selain itu, Kota Tayan termasuk kedalam Koridor

Ekonomi Nasional sebagai program Masterplan Percepatan dan Perluasan

Pembangunan Ekonomi Indonesia Tahun 2011-2031; dan

c. Kota Tayan relatif dekat terhadap pusat perkebunan kelapa sawit, pabrik

pengolahan minyak kelapa sawit, pabrik pengolahan karet, dan industry

pertambangan.

Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat melalui Dinas Pekerjaan

Umum Provinsi Kalimantan Barat menyusun Rencana Tata Ruang Kawasan Industri

Tayan untuk mewujudkan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang

Kawasan Industri Tayan yang produktif, seimbang, terpadu,berkelanjutan, dan

memiliki kepastian hukum.

10) Penilaian Kota Bersih dan Teduh (Adipura)

11) Koordinasi, Pembinaan Pengawasan, Monitoring dan Evaluasi Pengendalian

Pencemaran dan Perusakan LH serta Limbah B3. Pada Tahun 2015 telah

dilakukan Koordinasi, Pembinaan Pengawasan, Monitoring dan Evaluasi

Pengendalian Pencemaran dan Perusakan LH serta Limbah B3 di 14 kab/kota

di Provinsi Kalimantan Barat.

12) Pembinaan dan Pengawasan Pengelolaan Sampah Perkotaan Melalui Sistem

3R.

3.2.2 Progress Pengelolaan Keanekaragaman Hayati di Prov. Kalimantan Barat

Page 34: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-34

Salah satu upaya pengelolaan Keanekaragaman Hayati di Prov. Kalbar adalah

dengan pembentukan Tahura Pandan Puloh yang saat ini sudah sampai pada pengajuan

penetapan ijin oleh KLHK. Beberapa lokasi strategis yang telah dikoordinasikan dan

menjadi progress Tahun 2015 :

Lokasi Status Kawasan Progress Kendala Ket

Pandan Puloh HL Surat Gubernur

kepada Menteri

LHK

Dukungan

Pemerintah Pusat

Dukungan

Pemkab terkait

sudah diperoleh

Bukit Kelam TWA On Going - Dikelola oleh

BKSDA

Nyiut CA On Going Infrastruktur

Dasar

Dikelola oleh

BKSDA

Bukit Raya- Bukit

Baka

TN On Going - Dikelola oleh

Balai Taman

Nasional

KR Danau Lait APL Masterplan/

No Progress

Pembebasan

Lahan

Pemkab perlu

menyediakan

lahan

KR Sambas APL Pembangunan - Dibuka tahun

2019

3.2.3 Progress Ketahanan Air di Prov. Kalimantan Barat

Pelaksanaan pemantauan kualitas air pada Tahun 2015 merupakan kegiatan rutin

yang dilaksanakan oleh BLHD Prov. Kalbar sebanyak dua kali pantau.Untuk tahun

2015, jumlah sambel yang diambil sebanyak 120 titik dengan lokasi kegiatan yaitu

Sungai Kapuas, Sungai Landak, Sungai Madi, Sungai Sambas, Muara Laut

Jungkat dan air hujan.

Selain pemantauan kualitas air, terdapat Kegiatan Perlindungan dan

Konservasi Sumber Daya Alam/Koordinasi Pengawasan dan Pengendalian

Kerusakan Ekosistem Danau, Sungai, Sumber-sumber Air, Pesisir Laut serta

Hutan dan Lahan untuk menginventarisirpermasalahan dan kerusakan ekosistem

pesisisr di 7 kabupaten/ kota di daerah pesisir, yaitu : Kab. Sambas, Kota

Page 35: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-35

Singkawang, Kab. Bengkayang, Kab. Mempawah, Kab. Kubu Raya, Kab. Kayong

Utara dan Kab. Ketapang

3.2.4 Progress Pengendalian Udara di Prov. Kalimantan Barat

Upaya yang dilakukan adalah pemantauan kualitas udara ambient di lokasi

pemukiman, transportasi dan industri danpemantauan kualitas udara ambien di Stasiun

Air Quality Monitoring Sistem (AQMS). Kegiatan pemantauan kualitas udara ambient di

Stasiun AQMS merupakan indikator pencemaran udara pada radius 50 kilo meter dari

Bandar Udara Supadio Pontianak, dimana hasilnya akan dapat mengetahui kondisi ISPU

(indeks standar pencemar udara). Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari, sehingga kondisi

dan perkembangan data kualitas udara dan ISPU dapat diperoleh secara terus-menerus/

kontinu.

3.2.5 Progress Perlindungan Mangrove di Prov. Kalimantan Barat

Program Menuju Indonesia Hijau adalah program yang berupaya

menanggulangi ancaman degradasi lahan dikawasan berfungsi lindung mencakup

sempadan sungai, sempadan pantai, kawasan sekitar danau/ waduk dan kawasan

yang memiliki kelerengan > 40%. Dalam program MIH ini kegiatan yang

diprioritaskan adalah daerah pesisir mengingat daerah pesisir adalah tempat yang

paling rentan terhadap ancaman dari perubahan iklim.

Program MIH tahun 2015 diprioritaskan pada kegiatan pemulihan ekosistem

pesisir berupa penanaman bibit mangrove dengan memberdayakan mayarakat di

pesisir yang dilaksanakan di 3 lokasi yaitu Desa Harapan Baru Kecamatan Matan

Hilir Selatan Kabupaten Ketapang sebanyak 2700 batang, Desa Bakau Besar Laut

Kecamatan Sei Pinyuh Kabupaten Mempawah sebanyak 600 batang dan Desa

Mentibar Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas sebanyak 2700 batang.

3.2.6 Progress Penanganan Bencana Alam di Prov. Kalimantan Barat

Kegiatan koordinasi pengendalian kebakaran hutan dan lahan dilakukan sebagai

salah satu upaya pedeteksian dini tentangbahaya kebakaran hutan. Pendeteksian dini

sebaran hotspot juga dilakukanmelalui satelit Aqua ASMC Singapore setiap hari. Pada

tahun 2015 jumlah hotspot yang terdata sebanyak 7.854 titik panas (hotspot). Selain itu

Page 36: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-36

dilakukan pula groundchekke lokasi sebaran yang dianggap perlu dan penting. Pada

Tahun 2015 telah dilakukan groundcheck di 3 lokasi, yaitu : Kab. Kubu Raya, Kab.

Sanggau dan Kab. Ketapang 1 lokasi.

Kegiatan sosialisasi pengendalian dan antisipasi dampak asap akibat kebakaran

hutan dan lahan untuk masyarakat peduli api juga dilakukan di 3 (tiga) lokasi rawan

kebakaran hutan dan lahan yaitu di Kecamatan Rasau Jaya, Kecamatan Sungai Raya di

Kabupaten Kubu Raya serta Kecamatan Matan Hilir Utara di Kabupaten Ketapang dan

petaniyang tergabung dalam gabungan kelompok tani, penyuluh pertanian, dan

masyarakat peduli api di Kec. Sungai Raya Kab. Kubu Raya,Kec. Rasau Jaya Kab. Kubu

Raya, Kec. Matan Hilir Utara Kab. Ketapang.

Pada tahun 2016, APBD telah menganggarkan Rancangan Peraturan Gubernur

dalam melaksanakan dan mengerahkan sumberdaya dalam penanggulangan bencana

baik pada saat pra bencana, kedaruratan dan pasca bencana dengan melibatkan

narasumber Pusat yakni LAPAN dan BNPB.

Untuk bencana banjir, kegiatan yang telah disiapkan adalah penyusunan dokumen

rencana kontigensi dan gladi/posko lapangan bencana banjir di Kab/Kota, serta program

kedaruratan logistik berupa pengadaan logistik (bufferstock) sekaligus pendistribusiannya,

mobilisasi sumberdaya dan peralatan, monev logistik dan peralatan.

3.2.7 Progress Pengelolaan Lahan Gambut di Prov. Kalimantan Barat

Dokumen Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca telah

mencantumkan rencana aksi penurunan emisi dari pembukaan lahan gambut

sebesar 5,83% pada Tahun 2020 melalui aksi mitigasi penambahan tutupan lahan

gambut, pencegahan alih fungsi lahan gambut, pengendalian kebakaran gambut,

rehabilitasi lahan gambut, pembangunan hutan kota, mempertahankan muka air

tanah gambut pada 50 - 60 serta pemberdayaan masyarakat melaui hutan desa.

Sedangkan untuk pengelolaan lahan gambut di sektor pertanian dan

peternakan, emisi ditargetkan menurun 8,75% pada tahun 2020 dengan aksi

mitigasi menanam tanaman kacang-kacangan penutup tanah, melakukan

pemupukan yang tepat, pengendalian bahaya kebakaran, dan pemanfaatan

kotoran ternak untuk kompos.

Page 37: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-37

Dalam rangka perencanaan pengelolaan ekosistem gambut berkelanjutan

(wise use management) diperlukan panduan pengelolaan ekosistem gambut yang

didasarkan pada pendekatan ekonomi nilai manfaat langsung dan tidak langsung.

Pemerintah Provinsi belum membuat aturan turunan PP 71/214 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut yang memuat perlindungan dan

pengelolaan ekosistem gambut, karena salah satu pasal yakni pasal 26

menyatakan adanya larangan untuk membuka lahan di ekosistem gambut dengan

fungsi lindung, membuat saluran drainase yang mengakibatkan gambut menjadi

kering, membakar lahan gambut, dan atau melakukan kegiatan lain yang

mengakibatkan terlampaunya kriteria baku kerusakan ekosistem gambut. Selain

itu, pengendalian muka air tanah sangat diperlukan untuk mencegah banjir di

musim penghujan sekaligus kekeringan di musim kemarau, salah satunya dengan

teknik pentabatan/sekat.

Page 38: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-38

BAB- 4

I. KALIMANTAN TENGAH

4.1.1 Permasalahan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Prov. Kalimantan Tengah

Masih terdapat persepsi pengelolaan Lingkungan Hidup adalah tugas institusi

LH, sehingga instansi terkait masih belum memberikan perhatian terhadap

pengelolaan lingkungan hidup yang tertuang dalam program kerja kegiatannya.

Demikian pula kegiatan Pendidikan Lingkungan Hidup/Sekolah Adiwiyata baru

dilaksanakan pada beberapa sekolah sebagai percontohan. Berkenaan dengan

regulasi sampai saat ini belum ada turunan UU 32/2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup.

4.1.2 Permasalahan Pengelolaan Lahan Kritis Prov. Kalimantan Tengah

Lahan kritis identik dengan lahan eks tambang. UU 4/2009 ttg Minerba pada

dasarnya membolehkan adanya WPR (wilayah pertambangan rakyat), tetapi

penetapannya kawasan tersebut tidak mudah. Secara sosial, harus diakui PETI

meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar, walau hanya sesaat (tidak ada

keberlanjutan). Ketika muncul strategi/ide utk memanfaatkan kawasan eks PETI

untuk pemanfaatan baru non pertambangan (misal pariwisata), maka akan sulit

berhasil jika tidak bermuara pada kesejahteraan masyarakat.

Daerah membutuhkan dukungan anggaran untuk mengelola kawasan eks

tambang (termasuk PETI), walaupun seharusnya disediakan oleh Pemegang Izin

dalam bentuk dana reklamasi. Penegakan hukum pada dasarnya sudah dilakukan

oleh semua jenjang penegak hukum. Akan tetapi, efektivitas kegiatan ini hanya

sesaat. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan Pusat untuk memutus mata

rantai dari hulu sampai hilir.

Page 39: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-39

Pertambangan Rakyat dalam Persepsi UU No 4 Tahun 2009 Secara umum

pertambangan rakyat dalam UU Minerba tahun 2009 menjadi suatu kegiatan yang

sepertinya tidak ada bedanya dengan pertambangan yang dilakukan oleh

perusahaan.Kegiatan pertambangan tersebut hanya dibedakan dengan skala luas

wilayah dan investasi yang berbeda. Akibatnya dapat ditafsirkan bahwa aktivitas

pertambangan rakyat juga menjadi bagian dari aktivitas pertambangan pada

umumnya, yaitu suatu kegiatan mulai penyelidikan, ekplorasi, eksploitasi hingga

penjualan. Sementara itu, bila diperhatikan masyarakat yang melakukan

penambangan maupun lingkungan dan kondisinya, mereka memiliki karakteristik

yang sulit sekali diatur sebagaimana suatu perusahaan.Kegiatan masyarakat yang

sudah berlangsung sejak ratusan tahun tersebut telah menimbulkan banyak

persoalan dan kerugian, baik bagi negara, lingkungan maupun bagi mereka sendiri.

Persoalan praktek kebijakan dan peraturan tentang pertambangan rakyat tidak

dapat dilepaskan dari ketidakjelasan kebijakan dan peraturan di tingkat nasional.

Kebijakan yang perlu diambil adalah dimulai dengan pilihan apakah pemerintah

kabupaten akan tetap melaksanakan pertambangan rakyat atau akan menutup

sama sekali seluruh akses masyarakat atas penambangan atau merupakan

kombinasi dari keduanya. Kombinasi yang dimaksud adalah sebagian wilayah

akan dijadikan wilayah pertambangan rakyat, sebagian lainnya dilakukan

kemitraan antara masyarakat dan perusahaan.

Bila pilihan kombinasi yang dimaksud, maka ada dua hal yang mendasar yang

harus diperhatian dalam membuat kebijakan, yaitu: Melakukan strategi pengaturan

kebijakan, kelembagaan dan pengembangan SDM serta teknik penambangan dan

dampak lingkungan atas aktivitas pertambangan masyarakat. Membuat kebijakan

dan peraturan kemitraan antara perusahaan dan masyarakat yang melakukan

penambangan di dalam wilayah KP perusahaan. Selain juga, menyiapkan alternatif

bidang usaha untuk masyarakat lokal, agar pertambangan rakyat harus dipahami

hanya sebagai kegiatan sementara.

4.1.3 Perlindungan Mangrove di Prov. Kalimantan Tengah

Page 40: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-40

Di tingkat nasional telah ditetapkanPeraturan Presiden Nomor 73 tahun 2012

tentang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove disingkat SNPEM

adalah upaya dalam bentuk kebijakan dan program untuk mewujudkan pengelolaan

ekosistem mangrove lestari dan masyarakat sejahtera berkelanjutan berdasarkan

sumber daya yang tersedia sebagai bagian integral dari sistem perencanaan

pembangunan nasional. Pengelolaan ekosistem mangrove berkelanjutan adalah

semua upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan lestari melalui proses

terintegrasi untuk mencapai keberlanjutan fungsi-fungsi ekosistem mangrove bagi

kesejahteraan masyarakat.

4.1.4 Permasalahan Penanganan Bencana Alam di Prov. Kalimantan Tengah

Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada Badan Penanggulangan

Bencana Daerah Provinsi Kalimantan Tengah masih berorientasi dan berfokus

pada sistem “Tanggap Darurat”, sehingga keselarasan program/kegiatan dengan

dinas/instansi terkait dalam pencegahan penanggulangan bencana tidak sinergis

seiring dengan perubahan paradigma penanggulangan bencana di Kalimantan

Tengah tidak lagi menekankan pada aspek Tanggap Darurat tetapi lebih

menekankan pada keseluruhan Manajemen Risiko Bencana (pra-bencana, saat

bencana, dan pasca bencana).

4.1.5 Permasalahan Lahan Gambut di Prov. Kalimantan Tengah

Pemerintah Provinsi belum membuat aturan turunan PP 71/214 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut yang memuat perlindungan dan

pengelolaan ekosistem gambut, karena salah satu pasal yakni pasal 26

menyatakan adanya larangan untuk membuka lahan di ekosistem gambut dengan

fungsi lindung, membuat saluran drainase yang mengakibatkan gambut menjadi

kering, membakar lahan gambut, dan atau melakukan kegiatan lain yang

mengakibatkan terlampaunya kriteria baku kerusakan ekosistem gambut.

Page 41: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-41

II. KALIMANTAN BARAT

4.2.1 Permasalahan Pengelolaan Lingkungan Hidup Prov. Kalimantan Barat

Masih terdapat persepsi pengelolaan Lingkungan Hidup adalah tugas institusi

LH, sehingga instansi terkait masih belum memberikan perhatian terhadap

pengelolaan lingkungan hidup yang tertuang dalam program kerja kegiatannya.

Demikian pula kegiatan Pendidikan Lingkungan Hidup/Sekolah Adiwiyata baru

dilaksanakan pada beberapa sekolah sebagai percontohan. Berkenaan dengan

regulasi sampai saat ini belum ada turunan UU 32/2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup.

4.2.2 Permasalahan Pengelolaan Lahan Kritis Prov. Kalimantan Barat

Lahan kritis identik dengan lahan eks tambang. UU 4/2009 ttg Minerba pada

dasarnya membolehkan adanya WPR (wilayah pertambangan rakyat), tetapi

penetapannya kawasan tersebut tidak mudah. Secara sosial, harus diakui PETI

meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar, walau hanya sesaat (tidak ada

keberlanjutan). Ketika muncul strategi/ide utk memanfaatkan kawasan eks PETI

untuk pemanfaatan baru non pertambangan (misal pariwisata), maka akan sulit

berhasil jika tidak bermuara pada kesejahteraan masyarakat.

Daerah membutuhkan dukungan anggaran untuk mengelola kawasan eks

tambang (termasuk PETI), walaupun seharusnya disediakan oleh Pemegang Izin

dalam bentuk dana reklamasi. Penegakan hukum pada dasarnya sudah dilakukan

oleh semua jenjang penegak hukum. Akan tetapi, efektivitas kegiatan ini hanya

sesaat. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan Pusat untuk memutus mata

rantai dari hulu sampai hilir.

Pertambangan Rakyat dalam Persepsi UU No 4 Tahun 2009 Secara umum

pertambangan rakyat dalam UU Minerba tahun 2009 menjadi suatu kegiatan yang

sepertinya tidak ada bedanya dengan pertambangan yang dilakukan oleh

perusahaan.Kegiatan pertambangan tersebut hanya dibedakan dengan skala luas

wilayah dan investasi yang berbeda. Akibatnya dapat ditafsirkan bahwa aktivitas

pertambangan rakyat juga menjadi bagian dari aktivitas pertambangan pada

umumnya, yaitu suatu kegiatan mulai penyelidikan, ekplorasi, eksploitasi hingga

penjualan. Sementara itu, bila diperhatikan masyarakat yang melakukan

Page 42: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-42

penambangan maupun lingkungan dan kondisinya, mereka memiliki karakteristik

yang sulit sekali diatur sebagaimana suatu perusahaan.Kegiatan masyarakat yang

sudah berlangsung sejak ratusan tahun tersebut telah menimbulkan banyak

persoalan dan kerugian, baik bagi negara, lingkungan maupun bagi mereka sendiri.

Persoalan praktek kebijakan dan peraturan tentang pertambangan rakyat tidak

dapat dilepaskan dari ketidakjelasan kebijakan dan peraturan di tingkat nasional.

Kebijakan yang perlu diambil adalah dimulai dengan pilihan apakah pemerintah

kabupaten akan tetap melaksanakan pertambangan rakyat atau akan menutup

sama sekali seluruh akses masyarakat atas penambangan atau merupakan

kombinasi dari keduanya. Kombinasi yang dimaksud adalah sebagian wilayah

akan dijadikan wilayah pertambangan rakyat, sebagian lainnya dilakukan

kemitraan antara masyarakat dan perusahaan.

Bila pilihan kombinasi yang dimaksud, maka ada dua hal yang mendasar yang

harus diperhatian dalam membuat kebijakan, yaitu: Melakukan strategi pengaturan

kebijakan, kelembagaan dan pengembangan SDM serta teknik penambangan dan

dampak lingkungan atas aktivitas pertambangan masyarakat. Membuat kebijakan

dan peraturan kemitraan antara perusahaan dan masyarakat yang melakukan

penambangan di dalam wilayah KP perusahaan. Selain juga, menyiapkan alternatif

bidang usaha untuk masyarakat lokal, agar pertambangan rakyat harus dipahami

hanya sebagai kegiatan sementara.

4.2.3 Permasalahan Pengelolaan Keanekaragaman Hayati di Provinsi

Kalimantan Barat

Prov. Kalimantan Barat belum memiliki profil keanekaragaman hayati provinsi,

sebagaimana amanat Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 29

tahun 2009 tentang pedoman konservasi keanekaragaman hayati. Berdasarkan

Profil Keanekaragaman Hayati, pemerintahan daerah menyusun RIP Kehati dan

ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.

Page 43: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-43

4.2.4 Permasalahan Ketahanan Air di Prov. Kalimantan Barat

Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal

balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala

aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta

meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan.

DAS yang dipulihkan daya dukungnya adalah DAS yang kondisi lahan serta

kualitas, kuantitas dan kontinuitas air, sosial ekonomi, investasi bangunan air dan

pemanfaatan ruang wilayah tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Perencanaan

DAS meliputi tahapan kegiatan: a. inventarisasi DAS; b. penyusunan Rencana

Pengelolaan DAS; dan c. penetapan Rencana Pengelolaan DAS.

Inventarisasi Das meliputi kegiatan a. proses penetapan batas DAS; dan b.

penyusunan klasifikasi DAS yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri, yang sampai

saat ini juga belum ditetapkan. Berdasarkan penetapan Klasifikasi DASdilakukan

penyusunan Rencana Pengelolaan DAS oleh : a. Menteri untuk DAS lintas negara

dan DAS lintas Provinsi; b. gubernur sesuai kewenangannya untuk DAS dalam

provinsi dan/atau lintas kabupaten/kota; c. bupati/walikota sesuai kewenangannya

untuk DAS dalam kabupaten/kota.

Sampai saat ini Prov. Kalimantan Barat belum menetapkan Rencana

Pengelolaan DAS untuk mengatur neraca air wilayah sungai Kalimantan Barat yang

mengakomodir berbagai macam pola pemanfaatan baik dari kegiatan budidaya dan

rumah tangga, pola pengalokasian air untuk kegiatan budidaya dan kebutuhan

rumah tangga terhadap ketersediaan air, dan pola pemanfaatan air oleh kegiatan

budidaya, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasannya

4.2.5 Perlindungan Mangrove di Prov. Kalimantan Barat

Di tingkat nasional telah ditetapkanPeraturan Presiden Nomor 73 tahun 2012

tentang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove disingkat SNPEM

adalah upaya dalam bentuk kebijakan dan program untuk mewujudkan pengelolaan

ekosistem mangrove lestari dan masyarakat sejahtera berkelanjutan berdasarkan

sumber daya yang tersedia sebagai bagian integral dari sistem perencanaan

pembangunan nasional. Pengelolaan ekosistem mangrove berkelanjutan adalah

Page 44: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-44

semua upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan lestari melalui proses

terintegrasi untuk mencapai keberlanjutan fungsi-fungsi ekosistem mangrove bagi

kesejahteraan masyarakat.

Dalam melaksanakan SNPEM di Provinsi, Gubernur menetapkan Strategi

Pengelolaan Ekosistem Mangrove Tingkat Provinsi dan membentuk Tim Koordinasi

Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove Tingkat Provinsi. Untuk mendukung

pelaksanaan tugas Tim Koordinasi Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove

Tingkat Provinsi, Ketua Tim Koordinasi Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove

Provinsi membentuk Kelompok Kerja Mangrove Tingkat Provinsi.

4.2.6 Permasalahan Penanganan Bencana Alam di Prov. Kalimantan Barat

Belum optimalnya sistem peringatan dini cuaca dan iklim serta kebencanaan

yang mampu menyediakan kualitas data dan informasi dengan akurasi dan

kecepatan analisis kebencanaan dan kapasitas sumber daya pengelola data dan

informasi MKG.

4.2.7 Permasalahan Lahan Gambut di Prov. Kalimantan Barat

Pemerintah Provinsi belum membuat aturan turunan PP 71/214 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut yang memuat perlindungan dan

pengelolaan ekosistem gambut, karena salah satu pasal yakni pasal 26

menyatakan adanya larangan untuk membuka lahan di ekosistem gambut dengan

fungsi lindung, membuat saluran drainase yang mengakibatkan gambut menjadi

kering, membakar lahan gambut, dan atau melakukan kegiatan lain yang

mengakibatkan terlampaunya kriteria baku kerusakan ekosistem gambut.

Page 45: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-45

BAB- 5

I. KALIMANTAN TENGAH

5.1.1 Kehutanan

1. Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Usaha Kehutanan

2. Pengendalian DAS dan HL

3. Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem

4. Planologi dan Tata Lingkungan

5. Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan

6. Penegakan Hukum Lingkungan Hidup & Kehutanan

7. Pengendalian Perubahan Iklim

8. Peningkatan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya

5.1.2 Lingkungan Hidup

1. Pemantauan Kualitas Udara (Alat Pemantau Udara)

2. Pemantauan Kualitas Air Sungai (Alat Pemantau Kualitas Sungai/alat

sampling)

3. Penyusunan RTP Lingkungan (Rencana Perlindungan & Pengelolaan

Ekosistem Gambut)

4. Penyusunan Perda Pencegahan Penangulangan & Pemulihan Kebakaran

Hutan dan Lahan

II. KALIMANTAN BARAT

5.2.1 Kehutanan

1. Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Usaha Kehutanan

2. Pengendalian DAS dan HL

3. Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem

4. Planologi dan Tata Lingkungan

5. Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan

Page 46: paparan pokja sumber daya alam dan lingkungan hidup

KERTAS KERJA FKRP2RK FOKUS SDA LH KALIMANTAN

I-46

6. Penegakan Hukum Lingkungan Hidup & Kehutanan

7. Pengendalian Perubahan Iklim

8. Peningkatan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya

5.2.2 Lingkungan Hidup

1. Pembangunan Fisik Gedung Laboratorium Lingkungan

III. KALIMANTAN UTARA

5.2.3 Kehutanan

1. Restorasi Hutan Mangrover

2. Rehabilitasi Hutan dan Lahan

3. Pengamanan Kebakaran Hutan dan Lahan

4. Pengelolaan Hutan Kolaboratif

5.2.4 Lingkungan Hidup

1. Pengembangan Kawasan Gambut

2. Pengembangan Perubahan Iklim

3. Konservasi Gajah Kalimantan dan Konservasi Banteng Dataran Tinggi

Kalimantan

4. Pengembangan Pusat Kajian HoB

5. Pengembangan Kawasan Teknopark

6. Pembangunan Embung Rawasasari

7. Pembangunan Embung Handulung

8. Pembangunan Embung Karang Anyar

9. Pembangunan Embung Binalatung