papandayan suksesi.pdf

103
SUKSESI VEGETASI DI GUNUNG PAPANDAYAN PASCA LETUSAN TAHUN 2002 WELLY RAHAYU E 14201033 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Upload: adhy-widya-setiawan

Post on 22-Oct-2015

249 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: papandayan suksesi.pdf

SUKSESI VEGETASI DI GUNUNG PAPANDAYAN PASCA LETUSAN TAHUN 2002

WELLY RAHAYU

E 14201033

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Page 2: papandayan suksesi.pdf

RINGKASAN

Welly Rahayu. Suksesi Vegetasi Di Gunung Papandayan Pasca Letusan Tahun 2002. Di Bawah Bimbingan Ir. Iwan Hilwan, MS. Masyarakat hutan merupakan suatu siste m hidup dan tumbuh, atau suatu masyarakat yang dinamis. Untuk mencapai keadaan seimbang/dinamis (dynamic equilibrium) masyarakat hutan memerlukan jangka waktu yang sangat lama. Masyarakat hutan yang telah seimbang/dinamis sering terusik oleh beberapa gangguan. Pertama aktivitas manusia yang dapat mengakibatkan kerusakan hutan seperti perladangan berpindah dan pembalakan. Kedua karena faktor alam yang bersifat alami seperti gunung meletus, gempa bumi, banjir, tanah longsor, angin ribut dan lain-lain. Kerusakan hutan akibat faktor alam terjadi di Gunung Papandayan yang meletus pada tahun 2002 yang telah mengakibatkan kerusakan baik pada kondisi lingkungan maupun ekosistem yang menyebabkan kawasan hutan berbeda dengan kondisi awal. Dimana untuk mencapai keadaan seimbang (dynamic equilibrium) dibutuhkan suatu proses dalam jangka waktu yang sangat lama yaitu proses suksesi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat suksesi yang terjadi di kawasan hutan pasca letusan Gunung papandayan. Data ini sebagai data awal yang dapat digunakan untuk penelitian pada tahun-tahun berikutnya. Penelitian suksesi ini dilaksanakan di kawasan hutan Gunung Papandayan Garut, pada hutan yang terkena letusan dan hutan yang tidak terkena letusan di ketinggian 2300 m dpl dan 2500 m dpl. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni – September 2005. Bahan-bahan yang digunakan adalah etiket gantung, lembar herbarium dan label, sasak bambu, kertas gambar dan kertas koran, isolatif, kantong palstik dan Alkohol 70%. Alat-alat yang digunakan adalah Alat ukur meteran, alat tulis, tali rafia atau tali plastik, golok dan pisau, kompas, gunting ranting, tally sheet, pita keliling, pita tanda, kamera digital, paralon, haga meter, GPS, dan termometer. Kegiatan yang dilakukan adalah analisis vegetasi, analisis tanah dan pembuatan herbarium. Analisis vegetasi dilakukan dengan metode jalur berpetak. Pada setiap ketinggian dibuat sebanyak lima jalur (20 x 100 m) dimana setiap jalur dibagi menjadi lima petak contoh (20 x 20 m). Petak contoh ini dibagi lagi menjadi sub petak contoh yang terdiri dari tingkat semai (2 x 2 m), pancang (5 x 5 m), tiang ( 10 x 10 m), dan pohon (20 x 20 m). Sedangkan untuk herba dan semak (5 x 5 m), liana dan efifit (20 x 20 m). Jarak antar jalur adalah 30 m. Data hasil analisis vegetasi berupa Indek Nilai Penting, Indeks Keragaman, Indeks Kekayaan, Indeks Kemerataan, Indeks Dominansi dan Indeks Kesamaan Komunitas. Untuk analisis tanah metode yang dilakukan adalah metode tanah terusik. Data yang dianalisis adalah sifat fisik (tekstur) dan sifat kimia (pH, Al, P, C-organik, N-total, KTK, Mg, K, Ca, dan KB) tanah. Pembuatan herbarium dengan cara mengambil specimen di lapangan. Pada hutan yang terkena letusan di ketinggian 2300 m dpl belum ditemukannya vegetasi sedangkan hutan di ketinggian 2500 m dpl vegetasi yang mendominasi adalah vegetasi tingkat herba dan semak. Indek keragaman, Kekayaan dan Kemerataan jenis pada hutan terkena letusan lebih rendah

Page 3: papandayan suksesi.pdf

dibandingkan hutan tidak terkena letusan baik di ketinggian 2300 m dpl maupun 2500 m dpl. Sedangkan untuk Indeks Dominansi pada hutan yang terkena letusan lebih tinggi dibandingkan hutan tidak terkena letusan baik di ke tinggian 2300 m dpl maupun 2500 m dpl.. Pada hutan di ketinggian 2300 m dpl Indek Kesamaan Komunitas terbesar adalah pada tingkat tiang dengan nilai sebesar 19,44% sedangkan di ketinggian 2500 m dpl adalah pada tingkat herba dan semak dengan nilai sebesar 49,26%. Akibat adanya peristiwa letusan Gunung Papandayan yang terjadi pada tahun 2002, telah mengakibatkan perubahan yang sangat drastis pada kondisi lingkungan maupun ekosistem yang menyebabkan kawasan hutan tersebut berbeda dengan kondisi awalnya. Kemudian seiring dengan perubahan alam dari waktu ke waktu, telah terjadinya suatu proses suksesi yaitu suksesi sekunder pada areal-areal terbuka yang mengalami kerusakan akibat letusan. Proses suksesi sekunder yang berjalan lebih kurang tiga tahun lamanya telah membentuk suatu komunitas baru yang berbeda dari komunitas sebelumnya. Proses suksesi yang terjadi telah masuk kedalam tingkatan pertama yaitu vegetasi rumput herba dan semak kecil. Proses ini telah terjadi pada hutan yang terkena letusan di ketinggian 2500 m dpl dimana pada hutan tersebut didominasi oleh vegetasi untuk tingkat herba dan semak. Sedangkan pada hutan yang terkena letusan di ketinggian 2300 m dpl, proses suksesi berjalan sangat lambat karena hingga saat ini belum ditemukannya vegetasi baru yang tumbuh pada hutan tersebut. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan karena hutan pada ketinggian 2300 m dpl sangat dekat dengan sumber letusan (2200 m dpl) sehingga menyebabkan kerusakan yang sangat parah. Tekstur tanah yang diperoleh menunjukkan bahwa pada hutan terkena letusan baik di ketinggian 2300 m dpl maupun 2500 m dpl tekstur tanahnya lebih halus daripada hutan tidak terkena letusan. Ini menunjukkan bahwa tanah tersebut dapat meresap air dan mengikat unsur hara dengan baik. Sedangkan untuk sifat kimia tanah setelah terjadi letusan pada umumnya mengalami penurunan kecuali pH, Al, dan P

Page 4: papandayan suksesi.pdf

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Suksesi Vegetasi Di Gunung Papandayan Pasca

Letusan Tahun 2002

Nama Mahasiswa : Welly Rahayu

NRP : E 14201033

Program studi : Budi Daya Hutan

Disetujui,

(Ir. Iwan Hilwan, MS)

Dosen Pembimbing

Diketahui,

(Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS)

Dekan Fakultas Kehutanan

Page 5: papandayan suksesi.pdf

SUKSESI VEGETASI DI GUNUNG PAPANDAYAN PASCA LETUSAN TAHUN 2002

WELLY RAHAYU

E 14201033

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana kehutanan

pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

Page 6: papandayan suksesi.pdf

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Maha Pencipta dan Maha Pemelihara, yang

telah melimpahkan nikmat dan karunianya, termasuk nikmat yang Dia berikan

kepada penulis dalam pelaksanaan serangkaian tugas akhir hingga tuntasnya

skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “Suksesi Vegetasi Gunung Papandayan Pasca Letusan

Tahun 2002”. Skripsi ini dilakukan penulis untuk mempelajari tingkat suksesi

yang terjadi di kawasan hutan pasca letusan Gunung papandayan. Data ini sebagai

data awal yang dapat digunakan untuk penelitian pada tahun-tahun berikutnya.

Dengan penuh kerendahan hati penulis menyampaikan penghargaan dan

terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Keluarga tercinta yang telah memberikan doa, dukungan serta

pengorbanan yang terbaik.

2. Ir. Iwan Hilwan, MS atas kesediaan dan keikhlasan beliau membimbing

penulis dalam menyusun skripsi ini.

3. Ir. I. Ketut N Pandit, MS dan Dr. Ir. A. Machmud Thohari, DEA selaku

dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Departemen Konservasi

Sumber Daya Hutan dan Ekowisata atas saran dan masukan yang telah

diberikan demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Semua pihak yang telah banyak membantu dan tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu.

Kritik serta saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan

tulisan ini.

Akhirnya, semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan dapat menjadi sumber

informasi bagi yang menggunakannya.

Bogor, Januari 2006

Penulis

Page 7: papandayan suksesi.pdf

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Dumai, Propinsi Riau pada tanggal

20 Juli 1983. Penulis merupakan anak ketiga dari empat

bersaudara dari pasangan Ridwan. AR (Ayah) dan Yunimar

(Ibu). Penulis menjalani pendidikan Sekolah Dasar Negri 014

Dumai tahun 1989-1995, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

Negri 2 Dumai tahun 1995-1998 dan Sekolah Menengah

Umum Negri 2 Dumai tahun 1998-2001.

Pada tahun 2001, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi

Budidaya Hutan, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Dalam bidang akademik, penulis telah mengikuti beberapa prakte k

lapang antara lain : Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) pada bulan

Juli-Agustus 2004 di Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah (KPH Banyumas

Barat, BKPH Rawa Timur dan KPH Banyumas Timur, BKPH Gunung Slamet

Barat) dan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur, KPH Ngawi. Pada bulan Februari

– April 2005, penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Diamond

Raya Timber, Riau.

Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi anggota Komunitas

Masyarakat Rumput (MR) tahun 2002-2003, anggota Departemen Public relation

ASEAN Forestry Student’s Association (AFSA) LC IPB 2003-2004, dan asisten

mata kuliah Dendrologi dan Ekologi Hutan 2004-2006.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan pada

Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyusun skripsi dengan judul ”Suksesi

Vegetasi Di Gunung Papandayan Pasca Letusan Tahun 2002” di bawah

bimbingan Ir. Iwan Hilwan, MS.

Page 8: papandayan suksesi.pdf

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR...................................................................................... i DAFTAR ISI.................................................................................................... ii DAFTAR TABEL ............................................................................................ v DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vii I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ...................................................................................... 1 B. Tujuan Penelitian .................................................................................... 2 C. Manfaaat Penelitian ................................................................................ 2

II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 3 A. Dinamika Masyarakat Tumbuhan ......................................................... 3

1. Pengertian Suksesi .............................................................................. 3 2. Macam Suksesi ................................................................................... 5 3. Karakteristik Suksesi............................................................................ 5 4. Tahapan Perkembangan Suksesi .......................................................... 6

B. Morfologi Tumbuhan.............................................................................. 9 1. Struktur dan Komposisi Daun.............................................................. 9 2. Struktur dan Komposisi Bunga ............................................................ 10 3. Buah ..................................................................................................... 11

C. Eksplorasi Botani Hutan ......................................................................... 13 D. Sifat Fisik dan Kimia Tanah .................................................................. 14

1. Sifat Fisik Tanah.................................................................................. 14 a. Tekstur Tanah................................................................................... 14

2. Sifat Kimia Tanah ................................................................................ 15 a. Reaksi Tanah .................................................................................... 16 b. Bahan Organik .................................................................................. 17 c. Nitrogen............................................................................................ 17 d. Fosfor ............................................................................................... 18 e. Kalium .............................................................................................. 19 f. Magnesium dan Kalsium .................................................................. 19 g. Kapasitas Tukar Kation .................................................................... 20 h. Kejenuhan Basa ................................................................................ 21

II. KONDISI UMUM LOKASI PRAKTEK.................................................... 22 A. Luas dan Letak .................................................................................... 22 B. Topografi dan Iklim ............................................................................. 22 C. Sumber Air .......................................................................................... 23 D. Tanah .................................................................................................. 23 E. Flora dan Fauna ..................................................................................... 23

Page 9: papandayan suksesi.pdf

1. Flora ................................ ............................................................. 23 2. Fauna ................................ ............................................................. 23

F. Keadaan Sosial Ekonomi ....................................................................... 24 1. Penduduk............................... ........................................................ 24 2. Mata Pencaharian .................. ........................................................ 24 3. Jenis Penggunaan Lahan ............. ...................................................... 24

IV. METODOLOGI A. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................. 25 B. Bahan dan Alat ..................................................................................... 25 1. Bahan ................................................................................................ 25 2. Alat..................................................................................................... 25

C. Metode Penelitian.................................................................................. 25 1. Analisis Vegetasi ............................................................................. 25 2. Pembuatan Herbarium...................................................................... 27 3. Analisis Tanah ................................................................................. 27 4. Dokumentasi .................................................................................... 28 5. Analisis Data ................................................................................... 28

a Kegiatan Analisis Vegetasi ........................................................ 28 i. Indeks Nilai Penting................................................................ 28 ii. Indeks Kekayaan Jenis ............................................................ 29 iii.Indeks Keanekaragaman Jenis ................................................ 29 iv.Indeks Kemerataan Jenis ......................................................... 29 v. Indeks Dominansi.................................................................... 30 vi.Indeks Kesamaan Komunitas .................................................. 30

b. Tanah........................................................................................... 31

V. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................. 32 A. Hasil Penelitian...................................................................................... 32 1. Indeks Nilai Penting ........................................................................... 32 a. Hutan Terkena Letusan pada 2300 m dpl....................................... 32 b. Hutan Tidak Terkena Letusan pada 2300 m dpl ............................ 32 c. Hutan Terkena Letusan pada 2500 m dpl....................................... 33 d. Hutan Tidak Terkena Letusan pada 2500 m dpl ............................ 36 2. Indeks Keragaman Jenis Shannon-Wiener (H’)................................. 40 3. Indeks Kekayaan Margalef (R1) ........................................................ 41 4. Indeks Kemerataan (E) ....................................................................... 42 5. Indeks Dominansi (C) ........................................................................ 44 6. Indeks Kesamaan Komunitas (IS)...................................................... 45 7. Sifat Fisik Tanah ................................................................................ 46 8. Sifat Kimia Tanah.............................................................................. 46 B. Pembahasan ........................................................................................... 54 1. Indeks Nilai Penting ........................................................................... 54 2. Indeks Keragaman, Keka yaan, dan Kemerataan................................ 57 3. Indeks Dominansi (C) ........................................................................ 58 4. Indeks Kesamaan Komunitas (IS)...................................................... 59 5. Tingkat suksesi yang terjadi............................................................... 60 6. Sifat Fisik Tanah ................................................................................ 61

Page 10: papandayan suksesi.pdf

7. Sifat Kimia Tanah.............................................................................. 61 VI. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................. 67 A. Kesimpulan............................................................................................ 67 B. Saran...................................................................................................... 67 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 68 LAMPIRAN .................................................................................................... 70

Page 11: papandayan suksesi.pdf

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman 1. Hubungan Kelas Tekstur dengan Kapasitas Infiltrasi pada Penutupan yang Berbeda .............................................................................................. 15 2. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah ( Staf Pusat Penelitian Tanah, 1981) .............................................................................. 16 3. Jumlah Penduduk Kecamatan Cisurupan, Kecamatan Sukaresmi dan Desa Neglawangi ................................................................................ 24 4. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah ........................................................ 31 5. Nilai Penting Tingkat Herba dan Semak (2300 m dpl tidak Terkena Letusan) ........................................................................................ 33 6. Nilai Penting Tingkat Semai (2500 m dpl Terkena Letusan)..................... 34 7. Nilai Penting Tingkat Pancang (2500 m dpl Terkena Letusan) ................. 34 7. Nilai Penting Tingkat Tiang (2500 m dpl Terkena Letusan) ..................... 35 8. Nilai Penting Tingkat Pohon (2500 m dpl Terkena Letusan) .................... 35 9. Nilai Penting Tingkat Herba dan Semak (2500 m dpl Terkena Letusan) ...................................................................................................... 36 10. Nilai Penting Tingkat Semai (2500 m dpl tidak Terkena Letusan) ............ 37 11. Nilai Penting Tingkat Pancang (2500 m dpl tidak Terkena Letusan) ........................................................................................ 37 12. Nilai Penting Tingkat Tiang (2500 m dpl tidak Terkena Letusan) ............ 38 13. Nilai Penting Tingkat Pohon (2500 m dpl tidak Terkena Letusan) ........................................................................................ 38 14. Nilai Penting Tingkat Herba dan Semak (2500 m dpl tidak Terkena Letusan) ...................................................................................................... 39 15. Data Tekstur Tanah ................................................................................... 46 16. Data Sifat Kimia Tanah dan Kriteria Kesuburan Tanah Berdasarkan Lembaga Penelitian Tanah (LPT) 1981..................................................... 47

Page 12: papandayan suksesi.pdf

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman 1. Peta Papandayan......................................................................................... 22

2. Petak Pengamatan ...................................................................................... 26

3. Indeks Keragaman Jenis ............................................................................ 40

4. Indeks Kekayaan Jenis ............................................................................... 41

5. Indeks Kemerataan Jenis ................................................................................ 43

6 Indeks Dominansi....................................................................................... 44

7. Indeks Kesamaan Komunitas..................................................................... 45

8. Reaksi Tanah (pH Tanah) .......................................................................... 47

9. Kandungan Aluminium.............................................................................. 48

10. Kandungan Fosfor...................................................................................... 49

11. Kandungan Karbon Organik ...................................................................... 49

12. Kandungan Nitrogen Total......................................................................... 50

13. Kapasitas Tukar Kation (KTK) .................................................................. 51

14. Kandungan Magnesium.............................................................................. 51

15. Kapasitas Kalium ....................................................................................... 52

16. Kandungan Kalsium................................................................................... 53

17. Kejenuhan Basa (KB) ................................................................................. 53

Page 13: papandayan suksesi.pdf

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman 1. Hutan Terkena Letusan dan Tidak Terkena Letusan di Ketinggian

2300 m dpl................................................................................................ 70

2. Hutan Terkena Letusan dan Kondisi Vegetasi pada Hutan Terkena letusan dan tidak terkena letusan di Ketinggian 2300 m dpl.................... 71 3. Bahan-Bahan Herbarium.......................................................................... 72

4. Indeks Nilai Penting pada Hutan Terkena letusan di ketinggiaan 2300 m dpl................................................................................................ 73 5. Indeks Nilai Penting pada Hutan Tidak Terkena letusan di ketinggiaan 2300 m dpl................................................................................................ 74 6. Indeks Nilai Penting pada Hutan Terkena letusan di ketinggiaan 2500 m dpl................................................................................................ 76 7. Indeks Nilai Penting pada Hutan Tidak Terkena letusan di ketinggiaan 2500 m dpl................................................................................................ 79 8. Indeks Keragaman Jenis Shannon-Wiener (H’) ....................................... 83 9. Indeks Kekayaan Margalef(R) ................................................................. 83 10. Indeks Kemerataan (E) ............................................................................. 84 11. Indeks Dominansi (C) .............................................................................. 84 12. Indeks Kesamaan Komunitas (IS)............................................................ 85 13. Daftar Nama Jenis Pohon di Gunung Papandayan................................... 85 14. Daftar Nama Jenis Tumbuhan Bawah di Gunung Papandayan............... 86 15. Data Kimia Tanah .................................................................................... 88 16. Data Fisik Tanah...................................................................................... 89

Page 14: papandayan suksesi.pdf

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gunung Papandayan adalah salah satu gunung api aktif yang ada di Jawa

Barat, dan merupakan Taman Wisata Alam (TWA) yang semula bagian dari

Cagar Alam (CG) yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,

pendidikan, menunjang budaya dan rekreasi. Secara umum, areal Gunung

Papandayan ini berupa hutan, dimana berdasarkan pengertiannya hutan sebagai

suatu ekosistem yang merupakan hasil interaksi antara faktor biotik dan abiotik.

Komponen biotik meliputi semua organisme hidup, baik flora, fauna termasuk

juga manusia. Sedangkan faktor abiotik meliputi curah hujan, angin, temperatur,

kelembaban, tanah, ketinggian, topografi, dan lain sebagainya.

Masyarakat hutan merupakan komunitas biotik yaitu suatu sistem hidup dan

tumbuh, suatu masyarakat yang dinamis. Masyarakat hutan terbentuk secara

berangsur -angsur melalui beberapa tahap yaitu : invasi oleh tumbuh-tumbuhan,

adaptasi, agregasi, persaingan dan penguasan, reaksi terhadap tempat tumbuh dan

stabilisasi atau keseimbangan dinamis. Dimana untuk mencapai keadaan

seimbang (dynamic equilibrium) memerlukan jangka waktu yang sangat lama.

Mekanisme tersebut dikenal dengan istilah suksesi.

Masayarakat hutan yang stabil sering terusik oleh beberapa macam

gangguan. Pertama, karena keberadaan manusia yang kian hari kian bertambah

populasinya menyebabkan kebutuhan akan keperluan hidup juga bertambah

sehingga banyak aktivitas manusia yang dapat mengakibatkan kerusakan hutan

seperti perladangan berpindah dan pembalakan. Kedua , karena faktor alam yang

bersifat alami seperti gunung meletus, gempa bumi, banjir, tanah longsor, angin

ribut dan lain-lain.

Kerusakan hutan akibat faktor alam ini terjadi di Gunung Papandayan yang

meletus pada tahun 2002 yang telah mengakibatkan kerusakan baik pada kondisi

lingkungan maupun ekosistem yang menyebabkan kawasan hutan berbeda denga n

kondisi awal.

Page 15: papandayan suksesi.pdf

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat suksesi yang terjadi di

kawasan hutan pasca letusan Gunung Papandayan.

C. Manfaat Penelitian

Data suksesi yang diperoleh merupakan data awal guna memantau

perkembangan suksesi vegetasi pasca letusan di kawasan hutan Gunung

Papandayan yang dapat digunakan untuk penelitian tahun-tahun berikutnya.

Page 16: papandayan suksesi.pdf

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Dinamika Masyarakat Tumbuhan

Masyarakat hutan adalah suatu sistem yang hidup dan tumbuh secara

dinamis. Masyarakat hutan terbentuk secara berangsur-angsur melalui beberapa

tahap : invasi, agregasi, persaingan dan penguasaan, reaksi terhadap tempat

tumbuh dan stabilisasi. Proses tersebut disebut sebagai suksesi (Soerianegara dan

Indrawan, 1988).

1. Pengertian suksesi

Spurr (1964), menyatakan bahwa suksesi merupakan proses yang

terjadi secara terus-menerus yang ditandai oleh banyaknya perubahan dalam

vegetasi, tanah dan iklim mikro. Perubahan ini terjadi secara bersama-sama

dan komponen yang satu dengan yang lain akan saling berhubungan.

Selanjutnya dikatakan oleh Ewusie (1990), bahwa suksesi merupakan

hasil dari tumbuhan itu sendiri, dalam arti bahwa tumbuhan yang berbeda

dalam daerah itu pada waktu tertentu mengubah lingkungannya yang terdiri

dari tanah, tumbuhan dan iklim mikro yang berada di atasnya, sedemikian

rupa sehingga membuatnya cocok untuk jenis yang lain daripada tumbuhan itu

sendiri.

Sedangkan menurut Kartawinata, Ressodarmo dan Soegiarto (1992),

suksesi merupakan suatu proses perubahan dalam komunitas yang

berlangsung menuju kesatu arah secara teratur. Lebih lanjut dikatakan bahwa

suksesi ini tidak lebih dari pergantian jenis yang oportunis (jenis-jenis pionir)

oleh jenis-jenis yang lebih mantap dan dapat menyesuaikan secara lebih baik

dengan lingkungannya.

Selama suksesi berlangsung hingga tercapai keseimbangan dinamis

dengan lingkungannya, terjadi pergantian-pergantian masyarakat tumbuhan

hingga terbentuk masyarakat yang disebut klimaks (Soerianegara dan

Indrawan, 1988). Selaunjutnya dikatakan bahwa dalam masyarakat yang telah

stabil pun selalu terjadi perubahan-perubahan, misalnya karena pohon-pohon

yang tua dan mati, maka timbullah anakan pohon atau pohon-pohon yang

selama itu tertekan.

Page 17: papandayan suksesi.pdf

Menurut Clarke (1954), adanya perubahan dalam masyarakat

tumbuhan terutama disebabkan oleh aktivitas masing-masing masyarakat

tumbuhan di dalam lingkungannya sendiri. Dijelaskan lebih lanjut bahwa di

dalam hutan, pohon-pohon akan meningkat dalam bentuk dan ukurannya,

sehingga bersifat menaungi dan akibatnya kelembaban akan bertambah tinggi.

Tumbuhan mengambil hara dari dalam tanah dalam bentuk yang berbeda.

Akumulasi humus, perubahan pH tanah dan kandungan air semuanya akan

berubah, akibatnya habitat akan berubah pula. Perubahan ini akan

menciptakan keadaan habitat yang baik untuk pertumbuhan jenis yang lain

dari jenis yang sudah ada sebelumnya. Dengan demikian, jenis yang berbeda

alam kondisi selanjutnya akan menguasai.

Menurut Wirakusumah (2003), pada dasarnya ada komunitas yang

statis tetapi pada hakikatnya senantiasa berubah menurut peredaran waktu.

Perubahan ini dikenal dalam jenjang-jenjang, yang pertama tentunya terjadi

karena organisme tumbuh, berinteraksi atau mati. Perubahan lain dalam

jangka waktu lebih lama mengakibatkan perubahan besar pada komposisi dan

struktur suksesi ekologik, sebagai reaksi komunitas perubahan faktor biotik

fundamental dan evolusi komunitas.

Suksesi ekologik ini dapat digambarkan dari awal suatu ekosistem

yang mengalami gangguan sehingga mengakibatkan tanah menjadi gundul.

Kendati demikian pada lahan gundul itu dapat tersisa vegetasi akar-akaran dan

biji-biji dorman yang mulai hidup kembali membentuk ekosistem baru. Jenis-

jenis pertama yang mulai membentuk komunitas baru itu disebut jenis pionir,

yang memelopori hidup di lingkungan gersang yang kemudian mati, ditambah

semak-semaknya sewaktu masih tumbuh dan meningkatkan mutu kondisi

lingkungan abiotik, yang memungkinkan organisme lain hidup, baik dari yang

dominan di tempat maupun kedatangan spesies baru dari luar, meningkatkan

komunitas semakin dewasa. Pertumbuhan komunitas semakin dewasa ini

disebut proses suksesi. Proses ini berlanjut terus menuju keseimbangan

puncak atau dikenal dengan istilah klimaks.

Page 18: papandayan suksesi.pdf

2. Macam Suksesi

Manan (1978), membedakan proses terjadinya suksesi menjadi dua

macam, yaitu suksesi primer dan suksesi sekunder. Suksesi primer bermula

dari suatu habitat yang tidak bervegetasi sebelumnya, sedangkan suksesi

sekunder bermula dari suatu habitat yang tadinya sudah ditumbuhi vegetasi

yang kemudian terjadi kerusakan yang disebabkan oleh adanya gangguan,

seperti bencana alam (kebakaran, banjir, longsor, gunung meletus) atau

kerusakan oleh adanya perladangan, vegetasinya rusak dan musnah digantikan

oleh jenis tumbuhan baru yang sesuai dengan keadaan tempat terbuka.

Soerianegara dan Indrawan (1988), membedakan pula suksesi atas dua

bagian, yaitu suksesi primer dan suksesi sekunder. Suksesi primer merupakan

perkembangan vegetasi mulai dari habitat yang tidak bervegatasi hingga

mencapai masyarakat yang stabil atau klimaks, sedangkan suksesi sekunder

terjadi apabila klimaks atau suksesi yang normal terganggu atau dirusak. Jika

gangguan atau kerusakan itu tidak hebat, maka suksesi sekunder ini dapat

mencapai klimaks semula, tetapi apabila kerusakan yang terjadi berat sekali,

sehingga kondisi klimaks tidak mungkin lagi tercapai, maka terbentuklah apa

yang disebut disklimaks.

3. Karakteristik Suksesi

Odum (1971), menyebutkan tiga karakteristik suksesi yang berperan

penting dalam perkembangan ekosistem, yaitu :

a. Suksesi merupakan suatu perkembangan komunitas yang meliputi

perubahan di dalam struktur jenis dan metabolisme komunitas yang

searah dengan waktu sehingga dapat diramalkan.

b. Suksesi merupakan proses induksi komunitas dan organisme yang

meneruskan perubahan lingkungan fisik. Perubahan dalam lingkungan

fisik menentukan pola dan dasar dari suksesi dalam habitat.

c. Suksesi berperan penting untuk pembentukan stabilitas komunitas

dengan biomassa maksimum, keanekaragaman jenis dan penggunaan

semua kemungkinan tempat hidup organisme.

Kecepatan proses suksesi menurut Kartawinata, dkk. (1992)

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :

Page 19: papandayan suksesi.pdf

a. Luasnya komunitas asal yang rusak karena gangguan.

b. Jenis-jenis yang terdapat di sekitar komunitas yang terganggu.

c. Kehadiran pemancar biji dan benih

d. Iklim, terutama arah dan kecepatan angin yang membawa biji dan spora

serta perkembangan semai selanjutnya.

e. Macam substrat baru yang terbentuk.

f. Sifat-sifat jenis tumbuhan yang ada di sekitar terjadinya suksesi.

4. Tahapan Perkembangan Suksesi

Mengenai adanya perubahan habitat, Whittaker (1975), menyatakan

bahwa selama proses suksesi berjalan terjadi beberapa macam perubahan,

yaitu :

a. Adanya perkembangan dari sifat tanah, seperti meningkatnya kedalaman

tanah, meningkatnya kandungan bahan organik dan meningkatnya

perbedaan lapisan tanah.

b. Meningkatnya komunitas tumbuh-tumbuhan dalam tinggi, massa kayu

(biomassa), kerimbunan dan perbedaan strata tajuk.

c. Dengan berkembangnya sifat-sifat tanah dan struktur komunitas yang

lebih baik, maka produktivitas dan pembentukan bahan organik

meningkat.

d. Adanya perkembangan dari kerapatan, penutupan tajuk dan iklim mikro

dalam komunitas.

e. Keanekaragaman meningkat dari komunitas sederhana pada tingkat awal

suksesi ke komunitas yang kaya pada akhir suksesi.

f. Populasi meningkat, pergantian suatu populasi oleh populasi lainnya

meningkat sampai tingkat yang stabil. Jenis yang berumur pendek

digantikan jenis yang berumur panjang.

g. Kestabilan relatif dari suatu komunitas pada tingkat awal komunitas

tidak stabil, dimana populasi secara cepat digantikan oleh populasi yang

lain, sedangkan populasi akhir biasanya stabil dan dikuasai oleh

tumbuhan yang berumur panjang serta komposisi dari komunitas yang

tidak banyak mengalami perubahan.

Page 20: papandayan suksesi.pdf

Ewusie (1990), menyatakan bahwa ada tiga faktor yang memegang

peranan penting dalam terbentuknya suatu komuntas:

a. Tersedia kesempatan berkoloni atau bahan-bahan serbuan (invading

material) misalnya benih, buah dan spora-spora. Hal ini merupakan faktor

yang sangat penting dalam perkembangan komunitas tumbuhan pada

setiap waktu tertentu. Jadi tergantung bahan yang terbawa ke lokasi

tersebut.

b. Seleksi pada bahan-bahan yang tersedia secara alam di lingkungan

tersebut. Setelah beberapa benih berkoloni dan semai telah mulai hidup

pada habitat tersebut, hanya beberapa saja yang dapat toleran terhadap

lingkungan dan dapat tumbuh dengan baik. Lingkungan dapat tidak baik

untuk perkecambahan beberapa benih dan juga dapat menekan semai-

semai tertentu sampai tidak dapat tumbuh. Tingkat ini adalah tingkat yang

kritis, karena secara umum selang toleran semai lebih sempit daripada

tumbuhan yang telah dewasa. Tentunya perbedaan lingkungan

menghasilkan perbedaan dalam tingkat seleksi. Sebagai kasus yang

ekstrim misalnya pada permukaan batu telanjang atau bukit pasir, di sini

hanya beberapa jenis saja yang dapat tumbuh.

c. Modifikasi lingkungan oleh tumbuhan. Dari saat yang akan berkoloni

pertama tiba pada habitat yang telanjang tersebut dan mulai tumbuh,

masyarakat tumbuhan mulai memodifikasi lingkungan. Pengaruhnya dapat

dilihat pada tahap akhir dari perkembangan.

Sedangkan Odum (1971), menyatakan kesamaan/kesejajaran antara

suksesi dengan perkembanagn organisme-organisme individual sebagai

berikut :

a. Suatu proses yang berlangsung secara teratur/ berurutan yang cukup

terarah dan dengan demikian dapat diduga.

b. Terjadi sebagai hasil modifikasi lingkungan fisik oleh komunitas, artinya

perkembangan tersebut adalah perkembangan yang dikontrol oleh

komunitas.

Page 21: papandayan suksesi.pdf

c. Mencapai puncaknya di dalam suatu ekosistem yang telah stabil (disebut

juga ekosistem klimaks, ekosistem yang telah matang) dengan sifat

homeostatis (ekosistem dalam keadaan yang setimbang dan sehat).

Sedangkan Shukla dan Chandel (1982), membagi suksesi kedalam

sembilan tahapan, yaitu :

a. Nudation, yaitu proses terbentuknya vegetasi penutup tanah.

b. Migration, yaitu proses tumbuh-tumbuhan sampai dan tersebar dalam

bentuk biji pada daerah yang terbuka.

c. Ecesis, yaitu proses perkecambahan, pertumbuhan, perkembangbiakan

dan menetapnya tumbuhan baru tersebut.

d. Agregation , yaitu pola pengelompokan dari koloni individu yang tumbuh

berkembang pada areal yang kosong.

e. Evolution of community relationship , yaitu suatu proses yang terjadi

apabila daerah yang kosong ditempati jenis-jenis yang berkoloni, dan

jenis tersebut akan saling berhubungan satu dengan yang lainnya.

f. Invation , yaitu dalam proses kolonisasi, biji tumbuhan yang telah

beradaptasi dalam waktu yang relatif panjang akan tumbuh dan menetap

di tempat tersebut.

g. Reaction , yaitu terjadinya perubahan habitat yang disebabkan oleh

tumbuhan itu sendiri dan habitat tempat tumbuhnya. Reaction

merupakan proses yang terus menerus dan menyebabkan kondisi yang

kurang cocok bagi tumbuhan yang telah ada dan lebih cocok pada

individu yang baru. Dengan cara demikian, reaction memegang peranan

yang sangat penting di dalam pergantian jenis tumbuhan.

h. Stabilization, yaitu suatu proses dimana telah terbentuk individu yang

dominan dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur vegetasi

yang sudah dapat dikatakan relatif konstan.

i. Climax, yaitu tahap akhir perubahan vegetasi, keadaan habitat dan

struktur vegetasi relatif konstan, karena pembentukan jenis dominan

telah mencapai batas.

Page 22: papandayan suksesi.pdf

Proses suksesi yang terjadi menurut Gates (1949), dapat dibagi ke

dalam empat tahapan, yaitu :

a. Tahap rumput-rumput pionir

b. Tahap semak

c. Tahap pohon sementara

d. Tahap hutan klimaks

Sedangkan Danserau (1954), memperkenalkan lima tahapan dalam

suksesi, yaitu :

a. Tahap pionir

b. Tahap konsolidasi

c. Tahap sub klimaks

d. Tahap quasi klimaks

e. Tahap klimaks

B. Morfologi Tumbuhan

1. Struktur dan Komposisi Daun

Daun merupakan bagian atau organ tumbuhan yang berfungsi

membentuk makanan (fotosintesis), respirasi dan transpirasi. Karena daun

menunjukkan pola-pola khas, maka dinilai sangat penting dipelajari dalam

taksonomi (Samingan, 1980).

Daun terdiri dari helai daun atau lamina dan tangkai daun atau petiole.

Tangkai daun dapat panjang atau pendek, lentur atau kaku, bersurut, beralur,

atau memipih dan kadang-kadang mempunyai kelenjar. Pada beberapa kasus,

tangkai daun tidak ada dan helai melekat langsung pada ranting, daun

demikian ini disebut daun duduk atau sessile. Beberapa daun disertai organ

yang menyerupai daun atau seperti sisik yang disebut daun penumpu atau

stipule yang melekat pada ranting di bawah pangkal atau dikedua sisi tangkai

daun tadi. Tumbuhan yang memiliki stipule disebut stipulate, sedangkan

tumbuhan yang tidak memiliki stipule disebut estipulate (Harlow &

Harar,1958).

Menurut Benson (1957), setiap jenis pohon biasanya memiliki tata

daun seperti satu di antara tiga cara berikut ini :

Page 23: papandayan suksesi.pdf

a. Bersilang atau opposite , yaitu apabila daun berpasangan pada ketinggian

yang sama, satu pada masing-masing sisi dari ranting.

b. Melingkar atau Whorled atau Verticillate, yaitu apabila lebih dari dua

daun dijumpai pada ruas yang sama.

c. Berseling atau alternate , yaitu hanya satu helai daun saja yang melekat

pada ruas dan dengan pengamatan yang seksama akan tampak ditata

dalam spiral mengitari ranting.

Komposisi daun dengan satu helai disebut daun tunggal (simple leaf)

dan jika dua atau lebih helai daun yang melekat pada tangkai persekutuan

disebut daun majemuk (compound leaf) dan helai-helai daunnya disebut anak

daun (leaflet). Tangkai menopang anak daun disebut rachis. Apabila jumlah

anak daun yang melekat sepanjang rachis disebut daun bersirip (pinnately

compound) berjumlah ganjil atau genap, maka hal tersebut menunjukkan

jumlah anak daun yang ada. Daun bersirip ganda adalah daun majemuk

bersirip dan anak-anak daun bersirip lagi yang disebut pinulle (Samingan,

1980).

2. Struktur dan Komposisi Bunga

Bunga dapat dianggap sebagai ranting dengan daun yang berubah

fungsinya (Samingan, 1980). Terjadinya perubahan fungsi tersebut menurut

Loveless (1989) akan mengakibatkan :

a. Bunga tidak mempunyai kuncup pada ketiak daunnya.

b. Buku-bukunya pendek sehingga jarak vertikal antara daun yang

berurutan sangat pendek.

c. Bunga menunjukkan pertumbuhan yang terbatas, yaitu segera setelah

meristem ujung membentuk bunga, maka pertumbuhan lebih lanjut akan

terhenti.

Bunga terdiri dari beberapa bagian bunga, yaitu : kelopak (sepal),

mahkota bunga (petal), benang sari (stamen), dan putik (pistil). Jika bunga

mempunyai semua bagian tersebut, maka bunga disebut bunga lengkap

(complete) dan jika salah satu bagian bunga tidak ada maka disebut bunga

tidak lengkap (incomplete) (Samingan, 1980).

Page 24: papandayan suksesi.pdf

Bunga yang sempurna adalah bunga yang memiliki putik dan benang

sari, sedangkan bagian tambahan lainnya seperti daun kelopak dan atau daun

mahkota hanya sebagai pelengkap. Sedangkan bunga tidak sempurna adalah

bunga yang hanya mengandung benang sari atau putik saja. Sehingga bunga

tidak sempurna merupakan bunga berkelamin satu, sedangkan bunga

sempurna adalah bunga biseksual atau hermaphrodit (Harlow & Harar,1958).

Samingan (1980) mengatakan bahwa bunga tidak sempurna dapat

berbentuk bunga jantan (apabila benang sari yang berfungsi, sedangkan putik

mandul) atau dapat juga berbentuk bunga betina (apabila putik yang berfungsi,

sedangkan benang sari mandul).

3. Buah

Buah adalah organ tumbuhan yang mengandung biji. Struktur buah

memberikan cirri khas yang sangat bermanfaat bagi klasifikasi tumbuhan

berbunga.

Secara morfologi, buah konifer dapt dibedakan menjadi buah kering

dan buah berdaging yang terdiri dari dua tipe, yaitu :

a. Buah yang terdiri dari satu biji, yang sebagian atau seluruhnya tertutup

oleh aril (daging biji).

b. Buah yang terdiri dari beberapa sisi berkayu atau keras atau sisik

berdaging, masing-masing dengan satu atau lebih biji dan tersusun pada

sumbu membentuk kerucut atau cone.

Sedangkan buah angiospermae biasanya dikatakan sebagai bakal buah

yang masak, yang dapat dibagi menjadi dua yaitu :

a. Buah tunggal (yang terbentuk oleh satu putik)

b. Buah majemuk (yang terbentuk oleh dua atau lebih putik yang terdapat

pada dasar bunga yang sama)

Kedua macam buah ini dapat merupakan buah kering atau buah

berdaging (sekulen) menurut keadaan buahnya waktu matang (Samingan,

1980).

Page 25: papandayan suksesi.pdf

Loveless (1989) membagi buah tunggal menjadi tiga bentuk, yaitu

a. Buah kering tidak merekah, terdiri dari tipe :

i. Buah longkah, yaitu buah kecil, berongga dan berbiji satu.

ii. Samara, yaitu buah keras bersayap.

iii. Nut, yaitu buah keras kecil

b. Buah kering merekah terdiri dari tipe :

i. Buah polong atau legume, yaitu hasil dari putik tunggal yang merekah

sepanjang garis suture (kampuh).

ii. Buah bumbung atau follicle, yaitu hasil dari satu putik yang merekah

melalui dua atau lebih suture (kampuh).

iii. Buah kotak atau capsule , yaitu hasil dari putik majemuk merekah

melalui dua atau lebih suture (kampuh)

iv. Buah berdaging, yaitu hasil dari putik majemuk merekah melalui dua

atau lebih suture (kampuh)

c. Buah berdaging terdiri dari tipe :

i. Buah empulur atau pome , yaitu hasil putik majemuk ; dinding luar

bakal buah berdaging, dinding dalam menjangat membungkus banyak

biji.

ii. Buah batu atau drupe, yaitu buah berdaging berbiji satu ; biasanya

hasil dari putik tunggal, dinding luar berdaging, dinding dalam keras.

iii. Buah buni atau berry , yaitu buah berbiji banyak ; dinding luar dan

dalam berdaging dengan biji-biji terbungkus dalam massa yang seperti

bubur (tomat).

Sedangkan buah majemuk dapa t dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Buah aggregate , yaitu merupakan kumpulan buah tunggal yang berasal

dari putik-putik terpisah pada bunga yang sama yang terdapat pada dasar

bunga persekutuan.

b. Buah multiple , yaitu kumpulan buah tunggal yang berasal dari putik-putik

bunga yang terpisah-pisah.

Page 26: papandayan suksesi.pdf

C. Eksplorasi Botani Hutan

Eksplorasi botani di hutan dan penelitian botani tentang pohon-pohon akan

memberikan data/informasi mengenai flora pohon di hutan yang bersangkutan.

Kegiatan eksplorasi botani hutan dan penelitian teknologi kayu sudah sejak

dahulu dilakukan, dimana Endert pada tahun 1917 untuk pertama kalinya

melakukan eksplorasi ini dan menghasilkan sekitar 4000 jenis pohon.

Eksplorasi botanis dan teknologi kayu pada dasarnya merupakan bagian

dari eksplorasi atau survey hutan yang bertujuan untuk mendapatkan data tentang

letak, luas, struktur hutan, komposisi jenis dan data kondisi tempat tumbuhnya

(Kusmana, 1995).

Metode terbaik yang digunakan dalam eksplorasi botanis menurut

Kusmana (1995) adalah metode jalur, yang memiliki lebar 10 m atau 20 m dengan

panjang satu km atau lebih. Setelah itu, semua pohon yang berdiameter 20 cm ke

atas yang masuk ke dalam jalur dicatat nama daerahnya, diameternya, tinggi total

dan tinggi bebas cabangnya.

Contoh-contoh herbarium sangatlah berguna untuk keperluan eksplorasi

botani di suatu daerah. Contoh herbarium ini selain bahan identifikasi atau

determinasi jenis tumbuhan, tetapi juga sebagai barang bukti yang

didokumentasikan bahwa jenis-jenis tumbuhan yang bersangkutan terdapat di

daerah tersebut (Kusmana, 1995).

Lebih lanjut Kusmana (1995) mengatakan bahwa suatu contoh herbarium

yang baik harus mengandung bagian-bagian tumbuhan yang lengkap yang terdiri

dari contoh ranting-ranting berdaun (daun muda dan daun tua), bunga (kuncup

bunga dan bunga yang sudah mekar), buah (buah muda dan muda tua) dan biji.

Kemudian Kusmana (1995) menambahkan beberapa petunjuk dalam

pengumpulan herbarium, antara lain :

1. Bahan herbarium tidak boleh dipungut dari tanah, tetapi harus diambil dari

pohon yang bersangkutan.

2. Untuk pohon (berdiameter 10 cm atau lebih) atau berupa pohon kecil diambil

ranting yang berdaun yang ada bunganya dan bila ada dilengkapi dengan

buah. Sekurang-kurangnya dikumpulkan lima ranting dari tiap pohon yang

tidak berbunga dan 10 ranting dari tiap pohon yang berbunga dan berbuah.

Page 27: papandayan suksesi.pdf

Sedangkan ukuran ranting yang dikumpulkan untuk herbarium adalah sekitar

27 cm x 42 cm (ukuran setengah halaman kertas Koran). Tiap ranting

sekurang-kurangnya berisi lima daun apabila daun tidak terlalu besar. Untuk

daun berukuran besar, cukup dua helai daun per ranting.

3. Untuk mengambil contoh herbarium yang tinggi dilakukan dengan cara

dipanjat, melempar ranting atau cabang terendah yang mengandung bunga dan

atau buah dengan sepotong kayu atau menembak dengan senapan atau

memakai tali pancing dari nilon yang dilemparkan dengan ketapel.

D. Sifat Fisik dan Kimia Tanah Tanah merupakan tubuh alam bebas yang terbentuk dari hasil kerjasama

antara kelima faktor pembentuk tanah yaitu bahan induk, iklim, organisme, relief

dan waktu.

1. Sifat Fisik Tanah

a. Tekstur Tanah

Tekstur tanah adalah perbandingan relief dari berbagai golongan

besar partikel tanah dalam suatu massa tanah, terutama perbandingan

antara fraksi-fraksi liat, debu, dan pasir (Sarief,1985)

Kadar liat merupakan kriteria penting sebab liat mempunyai

kemampuan menahan air yang tinggi. Tanah yang mengandung liat dalam

jumlah yang tinggi dapat tersuspensi oleh butir-butir hujan yang jatuh

menimpanya, dan pori-pori lapisan permukaan akan tersumbat oleh butir-

butir liat semakin tinggi nisbah liat maka laju infiltrasi semakin kecil

(Arsyad, 2000).

Seperti yang dikemukan oleh Hardjowigeno (2003) bahwa tanah-

tanah bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang kecil sehingga

sulit menyerap dan menahan air atau unsur hara. Tanah-tanah yang

bertekstur liat mempunyai luas permukaan yang besar sehingga

kemampuan menahan air dan menyimpan unsur hara tinggi. Tanaman

yang ditanam pada tanah pasir umumnya lebih mudah kekeringan daripada

tanah-tanah bertekstur lempung atau liat.

Page 28: papandayan suksesi.pdf

Perbedaan tekstur dan struktur adalah tekstur merupakan ukuran

butir-butir tanah sedangkan struktur adalah kumpulan butir-butir tanah

disebabkan terikatnya butir-butir pasir, liat, dan debu oleh bahan organik,

oksidasi besi, dan lain-lain (Hardjowigeno,2003).

Struktur tanah memegang peranan penting terhadap pertumbuhan

tanaman, baik secara langsung maupun tidak langsung. Bila tanah padat,

maka akar susah untuk menembus tanah tersebut. Bila struktur tanah

remah, maka akar akan tumbuh dengan baik (Sarief, 1985).

Daya infiltrasi dan ukuran butir -butir tanah akan menentukan

mudah atau tidaknya terangkut air. Tanah dengan agregat yang mudah

didispersikan oleh air dan daya infiltrasinya kecil dengan ukuran butir-

butir tanah halus, peka terhadap erosi atau erodibilitasnya besar (Sarief,

1985).

Menurut Lee (1990) harga-harga khas kapasitas infiltrasi

dihubungkan dengan tekstur tanah dan tajuk (penutup lahan) dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1. Hubungan Kelas Tekstur dengan Kapasitas Infiltrasi pada Penutupan yang Berbeda.

Kapasitas infiltrasi (mm/jam) Tekstur

Tanah gundul Bervegetasi

Liat 0-5 5-10

Lempung berliat 5-10 10-20

Lempung 10-15 20-30

Lempung

berpasir

15-20 30-40

Pasir 20-25 40-50

2. Sifat Kimia Tanah

Sifat kimia tanah berperan besar dalam menentukan sifat dan ciri tanah

umumnya dan kesuburan tanah pada khususnya. Sifat-sifat yang perlu

dianalisis untuk mengetahui kadar unsur hara dalam tanah adalah pH, C-

organik, N-total, P, Mg, K, Ca, Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan Kejenuhan

Basa (KB). Evaluasi kesuburan tanah dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 29: papandayan suksesi.pdf

Tabel 2. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah, 1981)

No Sifat Kimia

Tanah

Sangat

Rendah Rendah Sedang Tinggi

Sangat

Tinggi

1 C-organik <0,100 1,00 – 2,00 2,01 – 3,00 3,01 – 5,00 >5,00

2 N-total <0,10 0,10 – 0,20 0,21 – 0,50 0,51 – 0,75 >0,75

3 P <10 10 - 15 16 - 25 26 - 35 >35

4 Mg <0 4 0,4 – 1,0 1,1 – 2,0 2,1 – 8,0 >8,0

5 K <0,1 0,1 – 0,2 0,3 – 0,5 0,6 – 1,0 >1,0

6 Ca <2 2 - 5 6 - 10 11 - 20 >20

7 KTK <5 5 - 16 17 - 24 25 - 40 >40

8 KB <20 20 – 35 36 - 50 51 - 70 >70

9 Al <10 10-20 21-30 31-60 >70

Sangat

Masam Masam

Agak

Masam Netral

Agak

Alkalis Alkalis

10 pH <4,5 4,5 – 5,5 5,6 – 6,5 6,6 - 7,5 7,6 – 8,5 >8,5

a. Reaksi tanah (pH tanah)

Reaksi tanah merupakan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang

dinyatakan dalam pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion

Hidrogen (H+) di dalam tanah. Semakin tinggi kadar ion H+ di dalam tanah,

semakin masam tanah tersebut. Di dalam tanah selain ion H+ juga ditemukan

ion OH−, yang jumlahnya berbanding terbalik dengan banyaknya H+. Pada

tanah-tanah yang masam jumlah ion H+ lebih tinggi daripada ion OH−, sedang

pada tanah-tanah alkalis kandungan OH− lebih banyak daripada H+ . Bila

kandungan H+ sama dengan OH − maka tanah bereaksi netral yaitu pH = 7

(Hardjowigeno, 2003).

Kemasaman tanah merupakan salah satu sifat yang penting, sebab

terdapat beberapa hubungan pH dengan ketersediaan unsur hara, juga terdapat

beberapa hubungan antara pH dan semua pembentukan serta sifat-sifat tanah.

Sejumlah organisme mempunyai toleransi yang agak kecil terhadap variasi

pH, tetapi organisme lain dapat toleran terhadap kisaran pH yang lebar.

Penelitian-penelitian telah memperlihatkan bahwa konsentrasi actual H+ dan

OH− tidak begitu penting, kecuali dalam lingkungan yang ekstrim. Hal ini

Page 30: papandayan suksesi.pdf

merupakan kondisi yang berkaitan dari suatu nilai pH tertentu yang terpenting

(Foth, 1988).

b. Bahan Organik

Hardjowigeno (1995), menyatakan bahwa bahan organik umumnya

ditemukan di permukaan tanah. Jumlahnya tidak besar, hanya 3-5 % saja

tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah sangat besar. Adapun pengaruh

bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan akibatnya terhadap pertumbuhan

tanaman adalah sebagai granulator yaitu memperbaiki struktur tanah, sumber

unsur hara N, P, S dan unsur mikro lainnya, menambah kemampuan tanah

untuk menahan air, menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur

hara dan sumber energi bagi mikroorganisme.

Sumber asli bahan organik adalah jaringan tumbuhan, dalam keadaan

alami bagian di atas tanah, akar pohon, semak-semak, rumput, dan tanaman

tingkat rendah lainnya tiap tahunnya menyediakan sejumlah besar sisa-sisa

organik. Karena bahan ini didekomposisikan dan dihancurkan oleh banyak

macam organisme tanah, hasilnya akan menjadi bagian dari horizon di

bawahnya, karena adsorpsi atau pencampuran fisik secara aktif. Bagian bahan

organik yang dioksidasi terdiri dari karbon, hydrogen yang menyusun lebih

dari separuh bahan kering (Buckman dan Brady, 1969).

c. Nitrogen (N)

Sumber N berasal dari atmosfer sebagai sumber primer dan lainnya

adalah berasal dari aktifitas kehidupan di dalam tanah sebagai sumber

sekunder. Fiksasi N secara simbiotik, khususnya terdapat pada tanaman jenis

leguminosae dengan bakteri tertentu. Bahan organik juga membebaskan N dan

senyawa lainnya setelah mengalami dekomposisi oleh aktifitas jasad renik

tanah (BKS, PTN, 1991).

Nitrogen berada di dalam tanah dalam bentuk organik dan anorganik.

Bentuk-bentuk organik meliputi NH4, NO3, NO2, dan unsur N. Tanaman

menyerap unsur ini terutama dalam bentuk NO3. Namun bentuk lain yang juga

dapat diserap adalah NH4, dan urea (CO(N2))2 dalam bentuk NO3 (BKS.PTN,

1991).

Page 31: papandayan suksesi.pdf

Selanjutnya BKS.PTN (1991), menyatakan bahwa dalam siklusnya,

nitrogen organik di dalam tanah mengalami mineralisasi, sedangkan bahan

mineral mengalami imobilisasi. Sebagian N terangkut bersama panen,

sebagian kembali lagi sebagai residu tanaman, hilang ke atmosfer dan kembali

lagi, hilang melalui pencucian dan bertambah lagi melalui pemupukan.

Adanya yang hilang tererosi atau bertambah karena pengendapan.

Nitrogen ditambahkan ke tanah sebagai komponen presipitasi.

Penambahan sebagian besar nitrogen secara alami ke tanah di tambahkan

melalui fiksasi biologis simbiotik dan nonsimbiotik (Foth, 1988).

d. Fosfor (P)

Fosfor memainkan peranan yang sangat diperlukan seperti bahan bakar

yang universal untuk semua aktifitas biokimia dalam sel hidup. Masalah

utama dalam pengambilan fosfor dari tanah oleh tanaman adalah kelarutan

yang rendah dari sebagian besar campuran fosfor dan konsentrasi fosfor yang

dihasilkan sangat rendah dalam lapisan tanah pada setiap waktu tertentu

(Foth, 1988).

Sebagian besar P tanah bersumber dari pelapukan batuan dan mineral-

mineral yang mengandung P yang terdapat pada kerak bumi. Salah satu sifat

dari unsur ini adalah tingkat kestabilannya di dalam tanah yang tinggi,

sehingga kehilangan akibat pencucian relatif tidak pernah terjadi. Hal ini pula

yang menyebabkan kelarutan P dalam tanah sangat rendah sehingga

ketersediaan untuk tanah relatif sangat sedikit. Dengan demikian ketersediaan

P tanah sangat tergantung kepada sifat dan ciri tanah (BKS.PTN, 1991).

Ketersediaan P dapat diartikan sebagai P tanah yang dapat

diekstrasikan oleh air dan asam sitrat. Penambahan unsur ini diharapkan

berasal dari pupuk fosfat, pelapukan mineral-mineral fosfat, dan residu hewan

dan tanaman. Sedangkan kehilangan P dapat terjadi karena terangkut tanaman,

tercuci dan tererosi (BKS.PTN, 1991).

Page 32: papandayan suksesi.pdf

e. Kalium (K)

Kalium adalah unsur hara ketiga setelah nitrogen dan fosfor yang

diserap tanaman dalam bentuk ion K+. Muatan positif dari Kalium akan

membantu menetralisir muatan listrik yang disebabkan oleh muatan negatif

nitrat, fosfat atau unsur lainnya (BKS.PTN, 1991).

Kalium tanah adalah berasal dari pelapukan batuan dan mineral-

mineral yang mengandung kalium. Melalui proses dekomposisi bahan

tanaman dan jasad renik maka kalium akan larut dan kembali ke tanah.

Selanjutnya sebagian besar kalium tanah yang larut akan tercuci atau tererosi

dan kehilangan ini dipercepat lagi oleh serapan tanaman dan jasad renik. Di

dalam tanah dikenal empat bentuk kalium, yaitu K-mineral, K-terfiksasi, K-

dipertukarkan dan K-larutan. Tetapi untuk kepentingan pertumbuhan ta naman,

kalium tanah dibedakan berdasarkan ketersediaannya bagi tanaman, dan

digolongkan ke dalam kalium relatif tidak tersedia, kalium lambat tersedia,

dan kalium segera tersedia. Kalium dapat dipertukarkan dan kalium larut,

langsung, dan mudah diserap tanaman disebut kalium tersedia (BKS.PTN,

1991).

Menurut Foth (1988), pada dasarnya kalium dalam tanah ditemukan

dalam mineral-mineral yang terlapuk dan melepaskan ion-ion kalium. Ion-ion

diadsorbsi pada kation tertukar dan cepat tersedia untuk diserap tanaman.

f. Magnesium (Mg) dan Kalsium (Ca)

Kalsium dan magnesium merupakan kation-kation utama pada

kompleks pertukaran . Keduanya mempunyai sifat dan prilaku yang mirip

dalam tanah. Unsur-unsur tersebut biasanya dihubungkan dengan masalah

kemasaman tanah dan pengapuran, karena keduanya merupakan kation

yang paling cocok untuk mengurangi kemasaman dan menaikkan pH

tanah. Kalsium dan magnesium tanah diserap tanaman masing-masing

sebagai Ca2+ dan Mg2+ yang berasal dari bentuk dapat ditukar dan atau

bentuk larut air (BKS.PTN, 1991).

Kalsium merupakan komponen struktural dinding-dinding sel

tanaman. Ia sangat mempengaruhi permeabilitas membran sitoplasma.

Membran akar akan rusak apabila tidak ada kalsium. Sedangkan

Page 33: papandayan suksesi.pdf

Magnesium merupakan satu-satunya unsur anorganik yang menyusun

molekul klorofil dan merupakan unsur yang terlibat pada kebanyakan

reaksi enzimatis. Oleh karena itu magnesium amat esensial pada proses

metabolisme di dalam tanaman.

Dibandingkan dengan kalsium , magnesium tidak begitu kuat

diadsorbsi pada tempat pertukaran kation, sedikit rendah magnesium dapat

ditukar ada dalam tanah, dan defisiensi magnesium lebih sering

ditemukan. Defisiensi kalsium dicirikan oleh suatu bentuk yang cacat

pembentukan yang kurang dan disintegrasi bagian ujung dari tanaman

sedangkan defisiensi magnesium berakibat pada suatu perubahan warna

khusus pada daun (Foth, 1988).

g. Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Kation adalah ion yang bermuatan positif seperti Ca++, Mg+ , K+,

Na+ , NH+, H+ , Al3+ dan sebagainya. Di dalam tanah kation-kation tersebut

terlarut di dalam air tanah atau dijerap oleh koloid-koloid tanah.

Banyaknya kation (dalam miliekivalen) yang dapat dijerap oleh tanah

persatuan berat tanah (biasanya per 100 g) dinamakan Kapasitas tukar

kation (KTK).

Kation-kation yang telah dijerap oleh koloid-koloid tersebut sukar

tercuci oleh air gravitasi, tetapi dapat digantikan oleh kation lain yang

terdapat dalam larutan tanah. Hal tersebut dinamakan pertukaran kation.

Jenis-jenis kation yang telah disebutkan di atas merupakan kation-kation

umum ditemukan dalam kompleks jerapan tanah.

Kapasitas tukar kation merupakan sifat kimia yang sangat erat

hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi mampu

menjerap dan menyediakan unsur hara lebih baik daripada tanah dengan

KTK rendah. Tanah dengan KTK tinggi bila didominasi oleh kation basa,

Ca, Mg, K, Na (kejenuhan basa tinggi) dapat meningkatkan kesuburan

tanah, tetapi bila didominasi oleh kation asam Al, H (kejenuhan basa

rendah) dapat mengurangi kesuburan tanah (Hardjowigeno, 2003).

Page 34: papandayan suksesi.pdf

h. Kejenuhan Basa (KB)

Kejenuhan basa menunjukkan perbandingan antara jumlah kation-

kation basa dengan jumlah semua kation (kation basa dan kation asam)

yang terdapat dalam kompleks jerapan tanah. Kation-kation basa

umumnya merupakan unsur hara yang diperlukan tanaman. Di samping itu

basa-basa umumnya mudah tercuci, sehingga tanah dengan kejenuhan basa

tinggi menunjukkan bahwa tanah tersebut belum banyak pencucian dan

merupakan tanah yang subur.

Kejenuhan basa berhubungan erat dengan pH tanah, dimana tanah-

tanah dengan pH rendah umumnya mempunyai kejenuhan basa rendah,

sedang tanah-tanah dengan pH tinggi mempunyai kejenuhan basa yang

tinggi pula (Hardjowigeno, 2003).

Nilai kejenuhan basa bergantung pada intensitas pencucian yang

berarti bergantung pada curah hujan, pengatusan setempat dan perembihan

sedangkan pengaruh bahan induknya tergolong kecil. Kejenuhan basa

tergolong tinggi apabila berkembang pada tempat yang bercurah hujan

rendah dan nilai kejenuhan basa tersebut lebih kecil jika berkembang pada

tempat yang bercurah hujan tinggi (Purwowidodo, 1998)

Page 35: papandayan suksesi.pdf

III. KONDISI UMUM LOKASI PRAKTEK

A. Luas dan Letak

Kawasan Cagar Alam (CA) Papandayan dan Taman Wisata Alam (TWA)

Gunung Papandayan ditetapkan sebagai kawasan konservasi CA dan TWA

Papandayan dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 226 / Kpts – II / 1990

tgl. 8 Mei 1990 seluas ; 7.032 Ha, terdiri dari Cagar Alam seluas : 6.807 Ha,

TWA seluas : 225 Ha.

Letak geografis CA/TWA Papandayan berada pada 7º30’ Lintang Selatan

dan 107º31’ – 180º Bujur Timur.

Keterangan : A : Lokasi Parkir B : Kompleks Kawah C : Blok Bunderan : Jalan Kendaraan D : Blok Pondok Saladah E : Blok Bandung Vooruit : Batas Kawasan TWA

Papandayan Jarak lokasi dengan kota terdekat : Garut : ± 32 Km Bandung : ± 97 Km (melalui Cisurupan) ± 81 Km (melalui Pangalengan

Gambar 1. Peta Papandayan

B. Topografi dan Iklim

Konfigurasi lapangan bergelombang dengan topografi curam, berbukit dan

bergunung-gunung serta tebing yang terjal, ketinggian berkisar antara 2.170 s/d

2.662 mdpl.

Termasuk tipe iklim B, dengan kelembaban udara 70-90 % dan suhu

berkisar antara 17º-25º C.

Page 36: papandayan suksesi.pdf

C. Sumber Air

Di dalam Kawasan Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Papandayan

terdapat sumber air baik air panas maupun air dingin. Sungai yang mengalir di

dalam kawasan antara lain adalah Ciparugpug, Cibeureum, Cisaladah, Cigebog,

Cingenah dan lain-lain. Sebagian sungai mengalir bereaksi asam karena melewati

daerah belerang tetapi ada juga sungai yang airnya tawar dan dapat digunakan

untuk mandi dan memasak.

D. Tanah

Secara geologi Cagar Alam Papandayan mempunyai jenis batuan yang

terdiri dari batuan vulkanik, pigosol, andosol, dan batuan intermediet gelombang

bergunung dengan ketebalan solum 30-60 cm dengan tingkat kesuburan tanahnya

baik (subur).

E. Flora dan Fauna

1. Flora

Secara keseluruhan vegetasi di TWA/CA Gunung Papandayan

diantaranya adalah pohon Cantigi (Vacinium lucidum) dan Edelweiss

(Anaphalis javanica), dan vegetasi hutan campuran terdiri dari perdu, pohon

dan semak belukar dengan tajuk saling menutupi diantaranya adalah : Puspa

(Schima walichii), Saninten (Castanopsis argentea), Jamuju (Podocarpus

imbricatus), Pasang (Quercus sp), dan Lame (Alstonia angustifolia).

2. Fauna

Jenis satwa yang terdapat di TWA/CA Gunung Papandayan yang

mudah ditemukan secara langsung umumnya berbagai jenis burung, antara

lain : Walik (Teron grisscipilla), Kadanca (Dacula sp ), Walet (Collocalia

vulconorium), Saeran (Dicrurus mococarpus), Elang dll. Jenis satwa lain yang

terdapat di kawasan TWA/CA Papandayan ini antara lain adalah Lutung

(Presbytitis cristata), Musang (Paradoxurus hermaproditus), Babi (Sus sp),

Kijang (Muntiacus muntjak), Landak (Histrix sp) dan lain-lain.

Page 37: papandayan suksesi.pdf

F. Keadaan Sosial Ekonomi

1. Penduduk

Jumlah penduduk di Kabupaten Garut khususnya di Kecamatan

Cisurupan yaitu 82.053 orang dengan jumlah Laki-laki 42.571 orang,

perempuan 39.482 orang, Kecamatan Sukaresmi 31.439 orang dengan jumlah

Laki-laki 15.122 orang, Perempuan 16.317 orang, dan Desa Neglawangi

Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung adalah 4.879 orang dengan jumlah

Laki-laki 2.376 orang dan jumlah Perempuan sebanyak 2.503 orang.

Tabel 3. Jumlah Penduduk Kecamatan Cisurupan, Kecamatan Sukaresmi dan Desa Neglawangi.

Jenis Kelamin No Nama Kecamatan /

Desa Laki-laki

(org)

Perempuan

(org)

Jumlah

1 2 3 4 5

1 Cisurupan 42.571 39.482 82.053

2 Sukaresmi 15.122 16.317 31.439

3 Neglawangi 2.503 2.376 4.879

Jumlah 60.196 58.175 118.371

Sumber : Garut dalam Angka 2003 dan Monografi Desa Kecamatan. Kertasi 2003

2. Mata Pencaharian

Mata pencaharian masyarakat di sekitar kawasan CA. Papandayan

umumnya bergerak dalam bidang pertanian, hal ini didukung kondisi alam

yang memadai.

3. Jenis Penggunaan Lahan

Jenis penggunaan lahan di sekitar kawasan Cagar Alam Papandayan

adalah Perkebunan, Hutan Lindung, Hutan Produksi, Ladang, Padang Rumput

dan Sawah.

Page 38: papandayan suksesi.pdf

IV. METODOLOGI

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian suksesi ini dilaksanakan di kawasan hutan Gunung Papandayan

Garut, dengan melakukan analisis vegetasi di hutan yang terkena letusan dan

hutan yang tidak terkena letusan yang masing-masing dilakukan pada ketinggian

2300 m dpl dan ketinggian 2500 m dpl. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni –

September 2005.

B. Bahan dan Alat

1. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

a. Etiket gantung (dari karton manila).

b. Lembar herbarium (dari karton tebal) dan label.

c. Sasak kayu atau bambu.

d. Kertas gambar dan kertas koran.

e. Isolatif

f. Kantong palstik

g. Alkohol 70%

2. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

a. Alat ukur meteran

b. Tali rafia atau tali plastik

c. Kompas

d. Tally sheet

e. Pita tanda

f. Paralon

g. GPS

h. Alat tulis

i. Golok dan pisau

j. Gunting ranting

k. Pita keliling

l. Kamera digital

m. Haga meter

n. Termometer

Page 39: papandayan suksesi.pdf

C. Metode Penelitian

1. Analisis Vegetasi

Pengambilan data dengan cara analisis vegetasi bertujuan untuk

mengetahui komposisi jenis yang ada di kawasan Gunung Papandayan Garut.

Metode yang digunakan adalah metode jalur berpetak yang dianggap dapat

mewakili areal tersebut. Kegiatan analisis vegetasi dilakukan pada hutan yang

terkena letusan dan hutan yang tidak terkena letusan yang masing-masing

dilakukan pada ketinggian yang berbeda pula yaitu 2300 m dpl dan 2500 m

dpl. Perbedaan ketinggian ini untuk mengetahui apakah ketinggian

mempengaruhi tingkat kerusakan akibat letusan Gunung Papandayan.

Pada setiap ketinggian, jalur berpetak ini dibuat sebanyak lima jalur

dengan ukuran jalur 20 m x 100 m. Satu jalur terdiri dari lima petak contoh

yang masing petak berukuran 20 m x 20 m dimana jarak antar jalur adalah 30

m. Di dalam petak contoh dibuat lagi subpetak contoh berukuran 2 m x 2

m (untuk tingkat semai), 5 m x 5 m (untuk tingkat pancang), 10 m x 10 m

(untuk tingkat tiang) dan 20 m x 20 m (untuk tingkat pohon). Penentuan letak

petak contoh dibuat searah dengan arah kontur. Skema petak contoh dan

subpetak contoh yang digunakan seperti pada gambar 2.

Gambar 2. Jalur Pengamatan

Untuk menentuka n tingkat permudaan pertumbuhan, digunakan kriteria

sebagai berikut :

a. Semai (seedling), yaitu permudaan dari mulai kecambah sampai setinggi

1,50 meter.

Arah rintisan

20 m

20 m

100 m

10 m

5 m

2 m

Page 40: papandayan suksesi.pdf

b. Pancang (sapling), yaitu permudaan yang tingginya ≥ 1,50 m sampai

pohon muda yang berdiameter ≤ 10 cm.

c. Tiang (pole), yaitu pohon muda yang berdiameter 10-20 cm.

d. Pohon dewasa, yaitu pohon yang berdiameter lebih dari 20 cm.

Untuk analisis vegetasi herba dan semak dilakukan pada subpetak

contoh yang berukuran 5 m x 5 m. Sedangkan analisis vegetasi liana dan epifit

dilakukan pada subpetak contoh yang sama dengan pohon yaitu yang

berukuran 20 m x 20m.

2. Pembuatan Herbarium

Langkah-langkah pembuatan herbarium adalah sebagai berikut :

a. Bahan herbarium diambil dari pohon (bukan yang sudah jatuh ke tanah),

berupa ranting yang berdaun. Setiap jenis pohon diambil satu ranting.

Bahan herbarium yang telah diambil diberi etiket gantung (label) secara

berurutan sesuai dengan urutan pengambilannya.

b. Pencacatan setiap bahan herbarium yang telah diberi label da lam buku

lapangan untuk kegiatan risalah pohon.

c. Bahan-bahan herbarium dimasukkan ke dalam lipatan kertas koran (satu

lembar kertas koran untuk satu contoh tumbuhan).

d. Bahan herbarium yang telah dibungkus koran disusun sebanyak 20-25 di

dalam sasak bambu dan kemudian diikat dengan tali rafia.

e. Setiap sasak dimasukkan ke dalam kantong plastik lalu disiram dengan

alkohol 70 %.

f. Kemudian bahan herbarium tersebut disimpan selama satu malam.

g. Penggantian semua kertas koran yang digunakan untuk membungkus

bahan herbarium dengan kertas koran yang kering.

h. Bahan herbarium disusun kembali di dalam sasak bambu dan diikat

dengan tali rafia.

i. Semua bahan herbarium yang telah disasak, selanjutnya dikeringkan

menggunakan oven bersuhu 60°C sampai bahan herbarium tersebut

kering.

j. Bahan herbarium yang telah kering selanjutnya siap untuk diidentifikasi.

Page 41: papandayan suksesi.pdf

3. Analisis Tanah

Contoh tanah (sample tanah) diambil pada masing-masing ketinggian

(2300 m dpl dan 2500 m dpl) baik di hutan yang terkena letusan maupun

hutan yang tidak terkena letusan. Hal ini sangat diperlukan agar data yang

didapat lebih akurat. Pengambilan contoh tanah dilakukan pada dua

kedalaman yaitu 0-20 cm dan 20-40 cm dengan menggunakan metode contoh

tanah terusik/terganggu, dimana untuk metode ini contoh tanah dapat diambil

menggunakan alat berupa bor tanah/golok/pisau. Contoh tanah diambil di

dalam petak contoh secara acak (random) sebanyak 3 kali ulangan pada

masing-masing kedalaman. Setelah contoh tanah diambil kemudian

dimasukkan ke dalam kantong palstik dan diberi label sesuai tempat dan

kedalaman pengambilan contoh tanah tersebut.

4. Dokumentasi

Guna menyimpan dan penyebarluasan hasil penelitian untuk pengguna

di lapangan akan dibuat dokumentasi berupa :

a Foto atau gambar

b Penyimpanan spesimen herbarium untuk identifikasi.

5. Analisis Data

a Kegiatan Analisis Vegetasi

Hasil dari kegiatan analisis vegetasi diolah dengan menggunakan

rumus-rumus sebagai berikut :

1. Indeks Nilai Penting

Indeks Nilai penting ini digunakan untuk menetapkan dominasi

suatu jenis terhadap jenis lainnya. Nilai penting merupakan jumlah dari

Kerapatan Relatif (KR), Dominansi Relatif (DR), dan Frekuensi

Relatif (FR).

Jumlah individu

Ø Kerapatan (K) = (btg/ha) Luas petak contoh

Page 42: papandayan suksesi.pdf

Jumlah petak ditemukan suatu jenis Ø Frekuensi (F) = Jumlah seluruh petak Jumlah bidang dasar Ø Dominansi (D) = Luas petak contoh

Kerapatan suatu jenis Ø Kerapatan Relatif (KR) = x 100%

Kerapatan seluruh jenis

Frekuensi suatu jenis Ø Frekuensi Relatif (FR) = x 100%

Frekuensi seluruh jenis

Dominansi suatu jenis Ø Dominansi Relatif (DR) = x 100%

Dominansi seluruh jenis

Ø Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR + DR è Pohon dan

Tiang

Ø Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR è Semai dan Pancang

2. Indeks Kekayaan Jenis dari Margelaf

S - 1

R1 =

ln (n)

Dimana :

R1 = Indeks Margelaf

S = Jumlah jenis

N = Jumlah total individu

3. Indeks Keanekaragaman Jenis berdasarkan Shannon- Weinner

H’ = -∑ [(Pi) ln (Pi)]

Dimana :

H’ = Indeks keanekaragaman jenis

Pi = ni/N

Page 43: papandayan suksesi.pdf

ni = INP setiap jenis

N = Total INP seluruh jenis

4. Indeks Kemerataan Jenis

H’ E = ln (S)

Dimana :

E = Indeks kemerataan jenis

H’ = Indeks keanekaragaman jenis

S = Jumlah jenis

5. Indeks Dominansi (C)

C = ∑ (ni/N)2

Dimana :

C = Indeks Dominansi

ni = INP setiap jenis

N = Total INP seluruh jenis

6. Indeks Kesamaan Komunitas

Indeks kesamaan komunitas digunakan untuk mengetahui

kesamaan relatif komposisi jenis dari dua tegakan yang dibandingkan

pada masing-masing tingkat pertumbuhan.

2W IS = X 100% a + b

Page 44: papandayan suksesi.pdf

Dimana :

IS = koefisien kesamaan komunitas (index of similarity)

W = jumlah nilai penting yang sama atau nilai yang terendah (≤)

dari jenis-jenis yang terdapat dalam dua petak contoh yang

dibandingkan

a = jumlah nilai penting dari semua jenis yang terdapat pada

komunitas A

b = jumlah nilai penting dari semua jenis yang terdapat pada

komunitas B

b. Tanah

Contoh –contoh tanah baik terganggu maupun contoh tanah utuh

masing-masing di bawa ke laboratorium tanah untuk dianalisis dengan

metode seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah No Sifat Tanah Metode Analisis Satuan 1 Sifat fisik

Tekstur

Pipet

%

2 Sifat kimia tanah pH

C-organik N-total P Mg Ca K Al KTK KB

pH meter Walkley dan black Kjeldahl P- Bray 1 P- Bray 1 P- Bray 1 P- Bray 1 P- Bray 1 P- Bray 1 P- Bray 1

- % % me/100g me/100g me/100g me/100g me/100g me/100g me/100g

Page 45: papandayan suksesi.pdf

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan didapat data semai, pancang,

tiang dan pohon yang kemudian diolah untuk memperoleh Indeks Nilai Penting

(INP) dari masing-masing data di atas. Peranan suatu jenis dalam komunitas dapat

dilihat dari besarnya Indeks Nilai Penting (INP), dimana jenis yang mempunyai

nilai INP tertinggi merupakan jenis yang dominan. Hal ini menunjukkan bahwa

jenis tersebut mempunyai tingkat kesesuaian terhadap lingkungan yang lebih

tinggi dari jenis yang lain.

1. Indeks Nilai Penting

a. Hutan Terkena Letusan pada 2300 m dpl

i. Tingkat Pancang

Hasil analisis vegetasi dapat diketahui bahwa dominasi jenis tingkat

pancang didominasi oleh jenis Suwagi (Vaccinium varingifolium) dengan

nilai INP adalah 200,00%.

ii. Tingkat Tiang

Hasil analisis vegetasi dapat diketahui bahwa dominasi jenis tingkat

tiang didominasi oleh jenis Suwagi (Vaccinium varingifolium) dengan nilai

INP adalah 300,00%.

iii. Tingkat Pohon

Hasil analisis vegetasi dapat diketahui bahwa dominasi jenis tingkat

pohon didominasi oleh jenis Suwagi (Vaccinium varingifolium) dengan

nilai INP adalah 300,00%.

b. Hutan Tidak Terkena Letusan pada 2300 m dpl

i. Tingkat Semai

Hasil analisis vegetasi dapat diketahui bahwa dominasi jenis tingkat

semai didominasi oleh tiga jenis saja yaitu jenis Suwagi (Vaccinium

varingifolium), Cantigi (Vaccinium lucidum) dan Segel (Wormia excelsa)

dengan nilai INP berturut-turut sebesar 159,52%; 32,77% dan 7,70%.

Page 46: papandayan suksesi.pdf

ii. Tingkat Pancang

Hasil analisis vegetasi dapat diketahui bahwa dominasi jenis tingkat

pancang didominasi oleh jenis Suwagi (Vaccinium varingifolium) dan

Cantigi (Vaccinium lucidum) dengan nilai INP masing-masing sebesar

194,12% dan 5,88%.

iii. Tingkat Tiang

Hasil analisis vegetasi Berdasarkan dapat diketahui bahwa dominasi

jenis tingkat tiang didominasi oleh jenis Suwagi (Vaccinium

varingifolium) dengan nilai INP adalah 300,00%.

iv. Tingkat Pohon

Hasil analisis vegetasi dapat diketahui bahwa dominasi jenis tingkat

pohon didominasi oleh jenis Suwagi (Vaccinium varingifolium) dengan

nilai INP adalah 300,00%.

v. Tingkat Herba dan Semak

Hasil analisis vegetasi tingkat herba dan semak dapat dilihat pada

Tabel 5.

Tabel 5. Nilai Penting Tingkat Herba dan Semak (2300 m dpl tidak Terkena Letusan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Nilai Penting (%) 1 Paku andam Gleichania linearis 56,90 2 Ilateun Agrostis infirma 47,04 3 Pakis munding Angiopteris evecta 45,54 4 Jajambuan Eugenia sp 16,94 5 Harendong Melastoma malabathricum 16,30 6 Paku tangkur Selliguea heterocarpa 15,65 7 Edelweis Anaphalis javanica 1,64

Jumlah 200,01

Berdasarkan data pada Tabel 5 dapat diketahui bahwa dominasi jenis

tingkat herba dan semak didominasi oleh jenis Paku andam (Gleichania

linearis) dengan nilai INP adalah 56,90%.

c. Hutan Terkena Letusan pada 2500 m dpl

i. Tingkat semai

Hasil analisis vegetasi tingkat semai dapat dilihat pada Tabel 6.

Page 47: papandayan suksesi.pdf

Tabel 6. Nilai Penting Tingkat Semai (2500 m dpl Terkena Letusan) No Nama Lokal Nama Ilmiah Nilai Penting (%) 1 Kendung Helicia serrata 83,07 2 Segel Wormia excelsa 43,49 3 Anggrid Neonauclea lanceolata 27,08 4 Huru batu Litsea glutinosa 12,24 5 Huru buah Beilschmiedia gemmiflora 12,24 6 Huru minyak Lindera polyantha 11,72 7 Jamuju Podocarpus imbricatus 3,65 8 Ki sapu Eurya acuminata 3,65 9 Huru beureum Literatur belum ditemukan 2,87

Jumlah 200,01

Berdasarkan data pada Tabel 6 dapat diketahui bahwa dominasi jenis

tingkat semai didominasi oleh jenis Kendung (Helicia serrata ) dengan

nilai INP adalah 83,07%.

ii. Tingkat Pancang

Hasil analisis vegetasi tingkat pancang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai Penting Tingkat Pancang (2500 m dpl Terkena Letusan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Nilai Penting (%) 1 Segel Wormia excelsa 72,18 2 Anggrid Neonauclea lanceolata 39,05 3 Huru batu Litsea glutinosa 28,61 4 Kendung Helicia serrata 26,79 5 Suwagi Vaccinium varingifolium 11,35 6 Huru beureum Literatur belum ditemukan 5,68 7 Huru buah Beilschmiedia gemmiflora 4,09 8 Huru minyak Lindera polyantha 4,09 9 Ki banen Crypteronia peniculata 4,09 10 Ki sapu Eurya acuminata 4,09

Jumlah 200,02

Berdasarkan data pada Tabel 7 dapat diketahui bahwa dominasi jenis

tingkat pancang didominasi oleh jenis Segel (Wormia excelsa) dengan

nilai INP adalah 72,18%.

Page 48: papandayan suksesi.pdf

iii. Tingkat Tiang

Hasil analisis vegetasi tingkat tiang dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai Penting Tingkat Tiang (2500 m dpl Terkena Letusan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Nilai Penting (%) 1 Segel Wormia excelsa 134,50 2 Anggrid Neonauclea lanceolata 67,18 3 Huru batu Litsea glutinosa 44,92 4 Kendung Helicia serrata 18,74 5 Suwagi Vaccinium varingifolium 18,44 6 Jamuju Podocarpus imbricatus 12,04 7 Huru minyak Lindera polyantha 4,18

Jumlah 300,00

Berdasarkan data pada Tabel 8 dapat diketahui bahwa dominasi jenis

tingkat tiang didominasi oleh jenis Segel (Wormia excelsa) dengan nilai

INP adalah 134,50%.

iv. Tingkat Pohon

Hasil analisis vegetasi tingkat pohon dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Nilai Penting Tingkat Pohon (2500 m dpl Terkena Letusan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Nilai Penting (%) 1 Anggrid Neonauclea lanceolata 148,48 2 Segel Wormia excelsa 63,81 3 Jamuju Podocarpus imbricatus 20,22 4 Suwagi Vaccinium varingifolium 13,68 5 Huru batu Litsea glutinosa 10,12 6 Huru cabe Buchanania arborescens 8,89 7 Kendung Helicia serrata 8,22 8 Ki teke Myrica javanica 7,69 9 Pasang beunyeur Literatur belum ditemukan 6,93 10 Huru buah Beilschmiedia gemmiflora 5,48 11 Huru bodas Ficus padana 3,92 12 Huru minyak Lindera polyantha 2,57

Jumlah 300,01

Berdasarkan data pada Tabel 9 dapat diketahui bahwa dominasi jenis

tingkat pohon didominasi oleh jenis Anggrid (Neonauclea lanceolata ) dan

Segel (Wormia excelsa) dengan nilai INP adalah 148,48% dan 63,81%.

Page 49: papandayan suksesi.pdf

v. Tingkat Herba dan Semak

Hasil analisis vegetasi tingkat herba dan semak dapat dilihat pada

Tabel 10.

Tabel 10. Nilai Penting Tingkat Herba dan Semak (2500 m dpl Terkena Letusan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Nilai Penting (%) 1 Bagedor paku Cyathea contaminans 55,45 2 Ilateun Agrostis infirma 49,82 3 Ramo giling Schefflera aromatica 26,63 4 Pakis bulu Literatur belum ditemukan 18,12 5 Pakis munding Angiopteris evecta 14,73 6 Bungbrun Polygonum chinense 13,54 7 Paku tangkur Selliguea heterocarpa 10,41 8 Paku-pakuan Filices sp 5,87 9 Kokosan Lansium domesticum 2,34 10 Harendong Melastoma malabathricum 1,55 11 Kembang anting Belum diketahui 1,55

Jumlah 200,01

Berdasarkan data pada Tabel 10 dapat diketahui bahwa dominasi jenis

tingkat herba dan semak didominasi oleh jenis Bagedor paku (Cyathea

contaminans) dengan nilai INP adalah 55,45%.

vi. Tingkat Liana dan Epifit

Hasil analisis vegetasi dapat diketahui bahwa dominasi jenis tingkat

liana didominasi oleh jenis Areuy bulu (Argyreia capitata) dan Cocok

bubu (Argostemma montanum) dengan nilai INP masing-masing sebesar

172,62% dan 17,69%. Sedangkan dominasi tingkat epifit didominasi oleh

jenis Anggrek (Vanilla planifolia ) dengan nilai INP adalah 9,69%.

d. Hutan yang Tidak Terkena Letusan pada 2500 m dpl

i. Tingkat Semai

Hasil analisis vegetasi tingkat semai dapat dilihat pada Tabel 11.

Page 50: papandayan suksesi.pdf

Tabel 11. Nila i Penting Tingkat Semai (2500 m dpl tidak Terkena Letusan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Nilai Penting (%)

1 Salam Eugenia operculata 76.23 2 Kendung Helicia serrata 26,96 3 Huru sintok Cinnamomum sintoc 19,13 4 Ki putri Podocarpus neriifolius 16,56 5 Huru batu Litsea glutinosa 13,86 6 Segel Wormia excelsa 10,53 7 Huru bodas Ficus padana 8,73 8 Kiurat beureum Plantago major 7,97 9 Anggid Neonauclea lanceolata 6,93 10 Kayu manis Cinnamomum burmanii 5,27 11 Huru minyak Lindera polyantha 4,37 12 Huru buah Beilschmiedia gemmiflora 3,47

Jumlah 200,01

Berdasarkan data pada Tabel 11 dapat diketahui bahwa dominasi jenis

tingkat semai didominasi oleh jenis Salam (Eugenia operculata) dengan

nilai INP adalah 76,23%.

ii. Tingkat Pancang

Hasil analisis vegetasi tingkat pancang dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel l2. Nilai Penting Tingkat Pancang (2500 m dpl tidak Terkena Letusan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Nilai Penting (%) 1 Salam Eugenia operculata 33,31 2 Huru bodas Ficus padana 31,17 3 Anggrid Neonauclea lanceolata 22,25 4 Ki putri Podocarpus neriifolius 21,79 5 Kendung Helicia serrata 20,61 6 Segel Wormia excelsa 10,05 7 Huru minyak Lindera polyantha 9,51 8 Pasang beureum Quercus lineata 8,96 9 Pasang beunyeur Literatur belum ditemukan 8,33 10 Huru sintok Cinnamomum sintoc 6,14 11 Ki urat beureum Plantago major 6,10 12 Ramo gencel Schefflera aromatica 5,60 13 Puspa Schima walichii 5,01 14 Huru batu Litsea glutinosa 3,91 15 Huru cabe Buchanania arborescens 3,37 16 Huru jeruk Litsea amara 2,23 17 Huru huut Litsea monopetala 1,68

Jumlah 200,02

Page 51: papandayan suksesi.pdf

Berdasarkan data pada Tabel 12 dapat diketahui bahwa dominasi jenis

tingkat pancang didominasi oleh jenis Salam (Eugenia operculata ) dan

Huru bodas (Ficus padana) dengan nilai INP adalah 33,31% dan 31,17%.

iii. Tingkat Tiang

Hasil analisis vegetasi tingkat tiang dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Nilai Penting Tingkat Tiang (2500 m dpl tidak Terkena Letusan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Nilai Penting (%) 1 Segel Wormia excelsa 53,79 2 Pasang beureum Quercus lineata 44,23 3 Salam Eugenia operculata 40,06 4 Ramo gencel Schefflera aromatica 33,50 5 Huru sintok Cinnamomum sintoc 27,34 6 Anggrid Neonauclea lanceolata 19,89 7 Huru bodas Ficus padana 18,33 8 Huru batu Litsea glutinosa 13,49 9 Huru minyak Lindera polyantha 12,95 10 Huru cabe Buchanania arborescens 12,33 11 Ki putri Podocarpus neriifolius 6,98 12 Kendung Helicia serrata 6,89 13 Puspa Schima walichii 3,65 14 Ki harendong Astronia spectabilis 3,30 15 Ki seueur Antidesma tentrandum 3,28

Jumlah 300,01

Berdasarkan data pada Tabel 13 dapat diketahui bahwa dominasi jenis

tingkat tiang didominasi oleh jenis Segel (Wormia excelsa) dengan nilai

INP adalah 53.79%.

iv. Tingkat Pohon

Tabel 14. Nilai Penting Tingkat Pohon (2500 m dpl tidak Terkena Letusan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Nilai Penting (%) 1 Salam Eugenia operculata 52,56 2 Huru batu Litsea glutinosa 44,57 3 Huru bodas Ficus padana 34,10 4 Pasang beureum Quercus lineata 28,79 5 Huru sintok Cinnamomum sintoc 23,75 6 Puspa Schima walichii 17,89 7 Segel Wormia excelsa 15,34 8 Anggrid Neonauclea lanceolata 14,85 9 Kendung Helicia serrata 9,07

10 Ki putri Podocarpus neriifolius 8,05

Page 52: papandayan suksesi.pdf

11 Huru cabe Buchanania arborescens 8,03 12 Huru jeruk Litsea amara 7,82 13 Ki seueur Antidesma tentrandum 5,78 14 Ramo gencel Schefflera aromatica 5,33 15 Ki hujan Engelhardia spicata 4,74 16 Huru huut Litsea monopetala 4,28 17 Ki harendong Astronia spectabilis 3,76 18 Pasang beunyeur Literatur belum ditemukan 2,83 19 Huru minyak Lindera polyantha 2,71 20 Kiray Metroxylon spec 2,20 21 Lemo Litsea cubeba 0,94 22 Huru piit Eugenia occlusa 0,89 23 Jamuju Podocarpus imbricatus 0,86 24 Huru buah Beilschmiedia gemmiflora 0,86

Jumlah 300,00 Berdasarkan data pada Tabel 14 dapat diketahui bahwa dominasi jenis

tingkat pohon didominasi oleh jenis Salam (Eugenia operculata) dan Huru

batu (Litsea glutinosa) dengan nilai INP adalah 52,56% dan 44,574%.

v. Tingkat Herba dan Semak

Hasil analisis vegetasi tingkat herba dan semak dapat dilihat pada

Tabel 15.

Tabel 15. Nilai Penting Tingkat Herba (2500 m dpl tidak Terkena Letusan) dan Semak

No Nama Lokal Nama Ilmiah Nilai Penting (%) 1 Bagedor paku Cyathea contaminans 34,77 2 Ilateun Agrostis infirma 30,64 3 Teklan Eupathorium riparicum 29,22 4 Arben Duchesnea indica 21,26 5 Harendong Melastoma malabathricum 13,21 6 Kirinyu Eupathorium oderata 8,94 7 Paku tangkur Selliguea heterocarpa 8,79 8 Ki urat beureum Plantago major 8,74 9 Kokosan Lansium domesticum 8,54 10 Canar Smilax celebica 8,35 11 Bubukuan bulu Sambucus javanica 5,70 12 Paku-pakuan Filices sp 5,60 13 Bungbrun Polygonum chinense 5,30 14 Paku munding Angipteris evecta 3,44 15 Bulu manik Literatur belum ditemukan 2,41 16 Pohpohan Buchanaria arborescens 1,42 17 Pinding Literatur belum ditemukan 1,23 18 Babadotan Ageratum conyzoides 1,23 19 Tarate gunung Gunnera macropylla 1,23

Jumlah 200,02

Page 53: papandayan suksesi.pdf

Berdasarkan data pada Tabel 15. dapat diketahui bahwa dominasi jenis

tingkat herba dan semak didominasi oleh jenis Bagedor paku (Cyathea

contaminans) dan Ilateun (Agrostis infirma ) dengan nilai INP adalah

34,77% dan 30,64%.

vi. Tingkat Liana dan Epifit

Hasil analisis vegetasi.dapat diketahui bahwa dominasi jenis tingkat

liana didominasi oleh jenis Seureuh leuweung (Piper sulcatum) dengan

nilai INP adalah 102.86% sedangkan untuk tingkat efipit didominansi oleh

jenis Anggrek (Vanilla planifolia ) dengan nilai INP sebesar 97,14%.

2. Indeks Keragaman Jenis

Indeks keanekaragaman menunjukkan tingkat keanekaragaman vegetasi

disuatu komunitas yang ditentukan dua hal yaitu kelimpahan jenis dan

kemerataannya. Pada gambar 3 dapat dilihat besarnya nilai indeks keragaman

Shannon-Wiener pada masing-masing tingkat vegetasi dan lokasi pengamatan

Indeks Keragaman

0.00

0.530.42

1.74

2.45 2.402.53

2.31

0.68

0.00 0.000.000.00 0.00

1.40

0.000.00 0.000.03

1.53

1.93

1.491.42

1.75

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

semai pancang tiang pohon herba dansemak

Liana danEpifit

Tingkat Vegetasi

Nila

i In

dek

s

2300 m dplterkena letusan

2300 m dpl tidakterkena letusan

2500 m dplterkena letusan

2500 m dpl tidakterkena letusan

Gambar 3. Indeks Keragaman Jenis

Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa di ketinggian 2300 m dpl hutan yang

terkena letusan memiliki indeks keragaman yang lebih kecil dibandingkan hutan

yang tidak terkena letusan. Pada hutan yang terkena letusan untuk semua tingkat

vegetasi memiliki nilai indeks keragaman sebesar 0,00.

Page 54: papandayan suksesi.pdf

Berbeda pada hutan yang tidak terkena letusan untuk tingkat semai, pancang

dan herba dan semak memiliki nilai indeks keragaman masing-masing sebesar

0,53; 0,03; dan 1,40 sedangkan untuk tingkat tiang, pohon da n liana dan epifit

memiliki nilai indeks keragaman yang sama yaitu 0,00. Begitu juga dengan hutan

di ketinggian 2500 m dpl, hutan yang terkena letusan memiliki indeks keragaman

yang lebih kecil dibandingkan dengan hutan yang tidak terkena letusan. Hutan

yang terkena letusan untuk tingkat semai, pancang, tiang, pohon, herba dan semak

dan liana dan efifit memiliki nilai indeks keragaman masing-masing sebesar 1,53;

1,75; 1,42; 1,49; 1,93 dan 0,42 sedangkan pada hutan yang tidak terkena letusan

nilai indeks keragaman untuk tingkat semai, pancang, tiang, pohon, herba dan

semak dan liana dan epifit memiliki nilai indeks keragaman masing-masing

sebesar 1,74; 2,45; 2,40; 2,53; 2,31 dan 0,68.

3. Indeks Kekayaan Jenis

Indeks yang menunjukkan kekayaan jenis suatu komunitas, dimana besarnya

indeks kekayaan ini nilainya dipengaruhi oleh banyaknya spesies vegetasi. Pada

Gambar 4 dapat dilihat besarnya nilai Indeks Kekayaan margalef (R1) pada

masing-masing tingkat vegetasi dan lokasi pengamatan.

Indeks Kekayaan

1.18

2.00

2.37

3.79

2.00

0.51

0.000.000.000.000.000.000.22 0.10 0.00 0.00

0.57

0.00

0.51

1.00

2.22

1.01

1.30

0.85

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

4.00

semai pancang tiang pohon herbadan

semak

Liana danEpifit

Tingkat Vegetasi

Nila

i In

dek

s

2300m dpl terkenaletusan

2300 m dpl tidakterkena letusan

2500 m dpl terkenaletusan

2500 m dpl tidakterkena letusan

Gambar 4. Indeks Kekayaan Jenis

Page 55: papandayan suksesi.pdf

Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa di ketinggian 2300 m dpl hutan yang

terkena letusan memiliki indeks kekayaan yang lebih kecil dibandingkan hutan

yang tidak terkena letusan. Pada hutan yang terkena letusan untuk semua tingkat

vegetasi memiliki nilai indeks kekayaan sebesar 0,00.

Berbeda pada hutan yang tidak terkena letusan untuk tingkat semai, pancang

dan herba dan semak memiliki nilai indeks kekayaan masing-masing sebesar 0,22;

0,10; dan 0,57 sedangkan untuk tingkat tiang, pohon dan liana dan epifit memiliki

nilai indeks kekayaan yang sama yaitu 0,00. Begitu juga dengan hutan di

ketinggian 2500 m dpl, hutan yang terkena letusan memiliki indeks kekayaan

yang lebih kecil dibandingkan dengan hutan yang tidak terkena letusan. Hutan

yang terkena letusan untuk tingkat semai, pancang, tiang, pohon, herba dan semak

dan liana dan epifit memiliki nilai indeks kekayaan masing-masing sebesar 0,85;

1,30; 1,01; 2,22; 1,00 dan 0,51 sedangkan pada hutan yang tidak terkena letusan

nilai indeks kekayaan untuk tingkat semai, pancang, tiang, pohon, herba dan

semak dan liana dan efifit memiliki nilai indeks kekayaan masing-masing sebesar

1,18; 2,00; 2,37; 3,79; 2,00 dan 0,51.

4. Indeks Kemerataan Jenis

Indeks yang menunjukkan pola penyebaran vegetasi di suatu areal apakah

menyebar merata ataukah hanya terpusat pada suatu tempat saja. Dimana semakin

besar nilai indeks kemerataan maka komposisi penyebaran jenisnya semakin

merata. Pada Gambar 5 dapat dilihat besarnya nilai Indeks Kemerataan (E) pada

masing-masing tingkat vegetasi dan lokasi pengamatan.

Page 56: papandayan suksesi.pdf

Indeks Kemerataan

0.70

0.86 0.89

0.80

0.99

0.000.000.000.000.000.00

0.72

0.48

0.04 0.00 0.00 0.00

0.38

0.80

0.60

0.730.76

0.70

0.78

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

semai pancang tiang pohon herba dan

semak

Liana dan

Epifit

Tingkat Vegetasi

Nila

i In

dek

s

2300 m dplterkena letusan

2300 m dpl tidakterkena letusan

2500 m dplterkena letusan

2500 m dpl tidakterkena letusan

Gambar 5. Indeks Kemerataan Jenis

Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa di ketinggian 2300 m dpl hutan yang

terkena letusan memiliki indeks ke merataan yang lebih kecil dibandingkan hutan

yang tidak terkena letusan. Pada hutan yang terkena letusan untuk semua tingkat

vegetasi memiliki nilai indeks ke merataan sebesar 0,00.

Berbeda pada hutan yang tidak terkena letusan untuk tingkat semai, pancang

dan herba dan semak memiliki nilai indeks kemerataan masing-masing sebesar

0,48; 0,04 dan 0,72 sedangkan untuk tingkat tiang, pohon dan liana dan efifit

memiliki nilai indeks kemerataan yang sama yaitu 0,00. Begitu juga dengan hutan

di ketinggian 2500 m dpl, hutan yang terkena letusan memiliki indeks ke merataan

yang lebih kecil dibandingkan dengan hutan yang tidak terkena letusan. Hutan

yang terkena letusan untuk tingkat semai, pancang, tiang, pohon, herba dan semak

dan liana dan epifit memiliki nilai indeks ke merataan masing-masing sebesar

0,70; 0,76; 0,73; 0,60; 0,72 dan 0,38 sedangkan pada hutan yang tidak terkena

letusan nilai indeks kemerataan untuk tingkat semai, pancang, tiang, pohon, herba

dan semak dan liana dan epifit memiliki nilai indeks kemerataan masing-masing

sebesar 0,70; 0,86; 0,89; 0,80; 0,78 dan 0,99.

Page 57: papandayan suksesi.pdf

5. Indeks Dominansi (C)

Indeks Dominansi digunakan untuk menentukan dominansi jenis dalam suatu

komunitas dan untuk menetapkan dimana dominansi itu di pusatkan. Pada

Gambar 6 dapat dilihat besarnya nilai Indeks Dominansi (C) pada masing-masing

tingkat vegetasi dan lokasi pengamatan.

Indeks Dominansi

1.00 1.00 1.00

0.00

0.67

1.00 1.00

0.250.21

0.28 0.30

0.18

0.76

0.000.00

0.94

0.02 0.00

0.50

0.100.090.110.100.19

0.000

0.200

0.400

0.600

0.800

1.000

1.200

semai pancang tiang pohon herbadan

semak

Lianadan

EpifitTingkat Vegetasi

Nila

i Ind

eks

2300 m dplterkena letusan

2300 m dpl tidakterkena letusan

2500 m dplterkena letusan

2500 m dpl tidakterkena letusan

Gambar 6. Indeks Dominansi

Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa di ketinggian 2300 m dpl hutan yang

terkena letusan memiliki indeks dominansi yang cenderung sama dengan hutan

yang tidak terkena letusan. Pada hutan yang terkena letusan untuk tingkat semai,

herba dan semak, liana dan epifit memiliki nilai indeks dominansi masing-masing

sebesar 0,00 sedangkan untuk tingkat pancang, tiang dan pohon nilai indeks

dominansi masing-masing sebesar 1,00. Berbeda pada hutan yang tidak terkena

letusan untuk tingkat semai, pancang dan herba dan semak memiliki nilai indeks

dominansi masing-masing sebesar 0,67; 0,94 dan 0,18; untuk tingkat tiang, pohon

nilainya masing-masing sebesar 1,00 sedangkan untuk tingkat liana dan epifit

nilainya sebesar 0,00. Begitu juga dengan hutan di ketinggian 2500 m dpl, hutan

yang terkena letusan memiliki indeks doninansi yang lebih besar dibandingkan

dengan hutan yang tidak terkena letusan. Hutan yang terkena letusan untuk tingkat

semai, pancang, tiang, pohon, herba dan semak dan liana dan epifit memiliki nilai

indeks dominansi masing-masing sebesar 0,25; 0,21; 0,28; 0,30; 0,18 dan 0,76

Page 58: papandayan suksesi.pdf

sedangkan pada hutan yang tidak terkena letusan nilai indeks dominansi untuk

tingkat semai, pancang, tiang, pohon, herba dan semak dan liana dan efifit

memiliki nilai indeks kemerataan masing-masing sebesar 0,19; 0,10; 0,11; 0,09;

0,10 dan 0,50.

6. Indeks Kesamaan Komunitas (IS)

Indeks Kesamaan Komunitas digunakan untuk mengetahui kesamaan

komposisi jenis dari dua tegakan yang dibandingkan pada masing-masing tingkat

vegetasi. Dalam hal ini yang dibandingkan adalah vegetasi pada tingkatan yang

sama dan ketinggian yang sama antara hutan yang terkena letusan dan yang tidak

terkena letusan. Pada Gambar 7 dapat dilihat besarnya nilai Indeks Kesamaan

Komunitas (IS) pada tingkat vegetasi yang sama dan ketinggian yang sama.

Indeks Kesamaan Komunitas

0.001.77

19.44

9.09

0.00 0.00

20.92

26.83

31.35

20.24

49.26

3.51

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

semai pancang tiang pohon herba dansemak

Liana danEpifit

Tingkat Vegetasi

Nila

i Ind

eks 2300 m dpl

2500 m dpl

Gambar 7. Indeks Kesamaan Komunitas

Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa pada hutan di ketinggian 2300 m dpl nilai

indeks kesamaan komunitas yang paling tinggi adalah pada tingkat tiang dengan

nilai sebesar 19,44% sedangkan yang paling rendah adalah pada tingkat semai,

herba dan semak, dan liana dan epifit dengan nilai sebesar 0,00%. Berbeda pada

hutan di ketinggian 2500 mdpl nilai indeks kesamaan komunitas yang paling

tinggi adalah pada tingkat herba dan semak dengan nilai sebesar 49,26%

sedangkan yang paling rendah adalah pada tingkat liana dan epifit dengan nilai

sebesar 3,51%.

Page 59: papandayan suksesi.pdf

6. Sifat Fisik Tanah

Tekstur tanah pada empat lokasi pengamatan dengan dua kedalaman yaitu 0-

20 cm dan 20-40 cm di analisis Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian dengan

menggunakan metode pipet. Data yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Data Tekstur Tanah

Tekstur (pipet) % No Lokasi Pengamatan Kedalaman Pasir Debu Liat Kelas tekstur

0-20 cm 52,96 25,99 21,05 Lempung liat

berpasir 1 2300 m dpl terkena letusan

20-40 cm 45,95 24,81 29,24 Lempung

0-20 cm 52,70 12,66 12,66 Lempung berpasir 2 2300 m dpl tidak

terkena letusan 20-40 cm 48,37 18,31 18,31

Lempung berpasir

0-20 cm 26,90 41,59 31,51 Lempung

berliat 3 2500 m dpl terkena letusan

20-40 cm 36,01 32,87 49,11 Liat

0-20 cm 57,30 24,43 18,27 Lempung berpasir 4 2500 m dpl tidak

terkena letusan 20-40 cm 37,29 38,36 24,35 Lempung

Secara umum tekstur tanah sangat mempengaruhi besarnya ruang pori yang

terdapat dalam tanah tersebut. Tekstur tanah mengambarkan kandungan butir-

butir koloid tanah yaitu pasir, debu dan liat. Butir tanah tanah digolongkan

berdasarkan ukurannya yaitu pasir : 2 mm- 50µ, debu 50µ- 2µ dan liat kurang dari

2µ. Tekstur tanah ditentukan berdasarkan perbandingan kandungan pasir, debu

dan liat. Dari hasil analisis tanah, tekstur tanah pada hutan terkena letusan baik di

ketinggian 2300 m dpl maupun 2500 m dpl, tekstur tanahnya lebih halus

dibandingkan hutan tidak terkena letusan.

7. Sifat Kimia Tanah

Dampak kimia yang paling langsung dari letusan Gunung Papandayan adalah

pembebasan unsur-unsur mineral yang tercuci dan masuk ke dalam tanah. Data

sifat kimia tanah dapat dilihat pada Tabel 17.

Page 60: papandayan suksesi.pdf

Tabel 17. Da ta Sifat Kimia Tanah dan Kriteria Kesuburan Tanah Berdasarkan Lembaga Penelitian Tanah (LPT) 1981.

No Lokasi Pengamatan Kedalaman

tanah pH tanah Al P C-organik N -Total KTK

0-20 cm 4,21 (SM) 22,93 (S) 37,80 (ST) 2,17 (S) 0,17 (R) 12,18 (R) 1

2300 m dpl terkena letusan 20-40cm 4,28 (SM) 26,15 (S) 46,00 (ST) 1,59 (R) 0,11 (S) 12,94 (R)

0-20 cm 4,42 (SM) 9,04 (SR) 24, 60 (S) 6,69 (ST) 0,46 (S) 18,65 (S) 2

2300 m dpl tidak terkena letusan 20-40cm 4,59 (SM) 7,54 (SR) 21, 30 (S) 3,26 (T) 0,23 (S) 18,28 (S)

0-20 cm 4,63 (M) 21,31(S) 23, 00 (S) 1,00 (R) 0,09 (R) 22,45 (S) 3

2500 m dpl terkena letusan 20-40cm 4,6 (M) 7,06 (SR) 6,60 (SR) 6,52 (ST) 0,38 (S) 25,12 (T)

0-20 cm 4,86 (M) 1,58 (SR) 20, 50 (S) 6,01 (ST) 0,36 (S) 20,55 (S) 4

2500 m dpl tidak terkena letusan 20-40cm 4,47 (M) 2,94 (SR) 21, 30 (S) 6,60 (ST) 0,42 (S) 22,07 (S)

Tabel 17. Data Sifat Kimia Tanah dan Kriteria Kesuburan Tanah Berdasarkan

Lembaga Penelitian Tanah (LPT) 1981 (Lanjutan)

No Lokasi Pengamatan Kedalaman

tanah Mg K Ca KB

0-20 cm 0,92 (S) 0,36 (S) 2,48 (R) 34,80 (S) 1

2300 m dpl terkena letusan 20-40cm 0,79 (S) 0,28 (S) 2,90 (R) 33,50 (R)

0-20 cm 2,06 (S) 0,42 (S) 4,68 (R) 41,40 (S) 2

2300 m dpl tidak terkena letusan 20-40cm 2,30 (T) 0,46 (S) 4,72 (R) 44,10 (S)

0-20 cm 1,45 (R) 0,36 (S) 3,30 (R) 25,2 (R) 3

2500 m dpl terkena letusan 20-40cm 1,68 (R) 0,48 (S) 4,27 (R) 27,80 (R)

0-20 cm 1,08 (R) 0,32 (S) 3,43 (R) 25,50 (R) 4

2500 m dpl tidak terkena letusan 20-40cm 0,86 (R) 0,30 (S) 2,90 (R) 20,00 (R)

Keterangan menurut Lembaga Penelitian Tanah (LPT) 1981 : • SR : Sangat Rendah • R : Rendah • S : Sedang • T : Tinggi • ST : Sangat Tinggi • M : Masam • SM : Sangat Masam

a. Reaksi Tanah (pH Tanah)

4.214.28

4.42

4.59 4.63 4.60

4.86

4.47

3.8

3.94

4.1

4.24.34.4

4.54.64.7

4.84.9

pH

tan

ah

2300 m dplterkena letusan

2300 m dpltidak terkena

letusan

2500 m dplterkena letusan

2500 m dpltidak terkena

letusan

Lokasi pengamatan0-20 cm

20-40 cm

Gambar 8. Reaksi Tanah (pH Tanah)

Page 61: papandayan suksesi.pdf

Berdasarkan hasil analisis sifat kimia tanah dapat dilihat bahwa setelah

terjadi letusan nilai pH tanah cenderung menurun baik di ketinggian 2300 m

dpl maupun 2500 m dpl. Pada hutan di ketinggian 2300 m dpl pH tanah

untuk kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm mengalami penurunan masing-

masing sebesar 0,07 dan 0,17. Begitu juga pada hutan di ketinggian 2500 m

dpl pH tanah untuk kedalaman 0-20 cm mengalami penurunan sebesar 0,23

sedangkan untuk kedalaman 20-40 cm mengalami peningkatan sebesar 0,13.

b. Kandungan Aluminium (me/100 gr)

22.93

26.15

9.047.54

21.31

7.06

1.582.94

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

Alu

min

ium

(me/

100

gr)

2300 m dplterkenaletusan

2300 m dpltidak terkena

letusan

2500 m dplterkenaletusan

2500 m dpltidak terkena

letusan

Lokasi pengamatan0-20 cm

20-40 cm

Gambar 9. Kandungan Magnesium

Berdasarkan hasil analisis sifat kimia tanah dapat dilihat bahwa setelah

terjadi letusan kandungan Al tanah mengalami peningkatan baik di ketinggian

2300 m dpl maupun 2500 m dpl. Pada hutan di ketinggian 2300 m dpl

kandungan Al untuk kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm mengalami

peningkatan masing-masing sebesar 13,89 me/100gr dan 18,61 me/100gr.

Begitu juga pada hutan di ketinggian 2500 m dpl kandungan Al untuk

kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm mengalami peningkatan sebesar 19,73

me/100gr dan 4,12 me/100gr.

c. Kandungan Fosfor (ppm)

Page 62: papandayan suksesi.pdf

37.80

46.00

24.60

21.3023.00

6.60

20.50 21.30

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

40.00

45.00

50.00

Fo

sfo

r (p

pm

)

2300 m dpl

terkena letusan

2300 m dpl

tidak terkenaletusan

2500 m dpl

terkena letusan

2500 m dpl

tidak terkenaletusan

Lokasi pengamatan0-20 cm

20-40cm

Gambar 10. Kandungan Fosfor

Berdasarkan hasil analisis sifat kimia tanah dapat dilihat bahwa setelah

terjadi letusan kandungan P tanah mengalami perubahan yang berbeda antara

hutan di ketinggian 2300 m dpl dengan 2500 m dpl. Pada hutan di ketinggian

2300 m dpl kandungan P untuk kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm mengalami

peningkatan masing-masing sebesar 13,2 ppm dan 24,7 ppm. Berbeda pada

hutan di ketinggian 2500 m dpl kandungan P untuk kedalaman 0-20 cm

mengalami peningkatan sebesar 2,5 ppm sedangkan untuk kedalaman 20-40

cm mengalami penurunan sebesar 14,7 ppm.

d. Kandungan Karbon Organik (%)

2.17

1.59

6.69

3.26

1.00

6.526.01

6.60

0

1

2

3

4

5

6

7

C-o

rgan

ik (%

)

2300 m dplterkena letusan

2300 m dpltidak terkena

letusan

2500 m dplterkena letusan

2500 m dpltidak terkena

letusan

Lokasi Pengamatan0-20 cm

20-40 cm

Gambar 11. Kandungan Karbon Organik

Page 63: papandayan suksesi.pdf

Berdasarkan hasil analisis sifat kimia tanah dapat dilihat bahwa setelah

terjadi letusan kandungan C-organik tanah mengalami penurunan yang drastis

khususnya untuk kedalaman 0-20 cm baik di ketinggian 2300 m dpl maupun

2500 m dpl. Pada hutan di ketinggian 2300 m dpl kandungan C-organik

untuk kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm mengalami penurunan masing-

masing sebesar 4,52% dan 1,67%. Begitu juga pada hutan di ketinggian 2500

m dpl kandungan C-organik untuk kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm

mengalami penurunan sebesar 5,01% dan 0,08%.

e. Kandungan Nitrogen Total (%)

0.17

0.11

0.46

0.23

0.09

0.380.36

0.42

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0.35

0.4

0.45

0.5

N-T

ota

l (%

)

2300 m dplterkenaletusan

2300 m dpltidak terkena

letusan

2500 m dplterkenaletusan

2500 m dpltidak terkena

letusan

Lokasi pengamatan

0-20 cm

20-40 cm

Gambar 12. Kandungan Nitrogen Total

Berdasarkan hasil analisis sifat kimia tanah dapat dilihat bahwa setelah

terjadi letusan kandungan N-total tanah me ngalami penurunan baik di

ketinggian 2300 m dpl maupun 2500 m dpl. Pada hutan di ketinggian 2300 m

dpl kandungan N-total untuk kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm mengalami

penurunan masing-masing sebesar 0,29% dan 0,12%. Begitu juga pada hutan

di ketinggian 2500 m dpl kandungan N-total untuk kedalaman 0-20 cm dan

20-40 cm mengalami penurunan sebesar 0,27% dan 0,04%.

Page 64: papandayan suksesi.pdf

f. Kapasitas Tukar Kation (KTK)

12.1812.94

18.65 18.28

22.45

25.12

20.5522.07

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

KT

K

2300 m dplterkenaletusan

2300 m dpltidak terkena

letusan

2500 m dplterkenaletusan

2500 m dpltidak terkena

letusan

Lokasi pengamatan0-20 cm

20-40 cm

Gambar 13 Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Berdasarkan hasil analisis sifat kimia tanah dapat dilihat bahwa setelah

terjadi letusan KTK tanah mengalami perubahan yang berbeda antara hutan di

ketinggian 2300 m dpl dengan 2500 m dpl. Pada hutan di ketinggian 2300 m

dpl kandungan KTK untuk kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm mengalami

penurunan masing-masing sebesar 6,47 dan 5,34. Berbeda pada hutan di

ketinggian 2500 m dpl kandungan KTK untuk kedalaman 0-20 cm dan 20-40

cm mengalami peningkatan sebesar 1,90 dan 3,05.

g. Kandungan Magnesium (me/100 gr)

0.920.79

2.06

2.30

1.45

1.68

1.08

0.86

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

Mag

nesi

um (m

e/10

0 gr

)

2300 m dplterkena letusan

2300 m dpltidak terkena

letusan

2500 m dplterkena letusan

2500 m dpltidak terkena

letusan

Lokasi pengamatan0-20 cm

20-40 cm

Gambar 14. Kandungan Magnesium

Page 65: papandayan suksesi.pdf

Berdasarkan hasil analisis sifat kimia tanah dapat dilihat bahwa setelah

terjadi letusan kandungan Mg tanah mengalami perubahan yang berbeda

antara hutan di ketinggian 2300 m dpl dengan 2500 m dpl. Pada hutan di

ketinggian 2300 m dpl kandungan Mg untuk kedalaman 0-20 cm dan 20-40

cm mengalami penurunan masing-masing sebesar 1,14 me/100gr dan 1,51.

me/100gr. Berbeda pada hutan di ketinggian 2500 m dpl kandungan Mg untuk

kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm mengalami peningkatan sebesar 0,37

me/100gr dan 0,82 me/100gr.

h. Kandungan Kalium (me/ 100 gr)

0.36

0.28

0.420.46

0.36

0.48

0.32 0.3

00.05

0.10.15

0.20.25

0.30.35

0.40.45

0.5

Kal

ium

(me/

100

gr)

2300 m dplterkenaletusan

2300 m dpltidak terkena

letusan

2500 m dplterkenaletusan

2500 m dpltidak terkena

letusan

Lokasi pengamatan

0-20 cm

20-40 cm

Gambar 15. Kandungan Kalium

Berdasarkan hasil analisis sifat kimia tanah dapat dilihat bahwa setelah

terjadi letusan kandungan K tanah mengalami perubahan yang berbeda antara

hutan di ketinggian 2300 m dpl dengan 2500 m dpl. Pada hutan di ketinggian

2300 m dpl kandungan K untuk kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm mengalami

penurunan masing-masing sebesar 0,06 me/100gr dan 0,18 me/100 gr.

Berbeda pada hutan di ketinggian 2500 m dpl kandungan K untuk kedalaman

0-20 cm dan 20-40 cm mengalami peningkatan sebesar 0,04 me/100 gr dan

0,18 me/100 gr.

Page 66: papandayan suksesi.pdf

i. Kandungan Kalsium (me/100 gr)

2.48

2.90

4.68 4.72

3.30

4.27

3.43

2.90

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

4.00

4.50

5.00

Kal

siu

m (m

e/10

0 g

r)

2300 m dplterkena letusan

2300 m dpltidak terkena

letusan

2500 m dplterkena letusan

2500 m dpltidak terkena

letusan

Lokasi pengamatan0-20 cm

20-40 cm

Gambar 16. Kandungan Kalsium

Berdasarkan hasil analisis sifat kimia tanah dapat dilihat bahwa setelah

terjadi letusan kandungan Ca tanah mengalami perubahan yang berbeda antara

hutan di ketinggian 2300 m dpl dengan 2500 m dpl. Pada hutan di ketinggian

2300 m dpl kandungan Ca untuk kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm

mengalami penurunan masing-masing sebesar 2,20 me/100gr dan 2,24.

me/100gr. Berbeda pada hutan di ketinggian 2500 m dpl kandungan Ca untuk

kedalaman 0-20 cm mengalami penurunan sebesar 0,13 me/100gr sedangkan

untuk kedalaman 20-40 cm mengalami peningkatan sebesar 1,37 me/100gr.

j. Kejenuhan Basa (KB)

34.80 33.50

41.40 44.10

25.20 27.8025.50

20.00

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

40.00

45.00

KB

2300 m dplterkenaletusan

2300 m dpltidak terkena

letusan

2500 m dplterkenaletusan

2500 m dpltidak terkena

letusan

Lokasi pengamatan0-20 cm

20-40 cm

Gambar 17. Kejenuhan Basa (KB)

Page 67: papandayan suksesi.pdf

Berdasarkan hasil analisis sifat kimia tanah dapat dilihat bahwa setelah

terjadi letusan KB tanah mengalami perubahan yang berbeda antara hutan di

ketinggian 2300 m dpl dengan 2500 m dpl. Pada hutan di ketinggian 2300 m

dpl kandungan KB untuk kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm mengalami

penurunan masing-masing sebesar 6,6 dan 10,6. Berbeda pada hutan di

ketinggian 2500 m dpl kandungan KTK untuk kedalaman 0-20 cm mengalami

penurunan sebesar 0,30 sedangkan untuk kedalaman 20-40 cm mengalami

peningkatan sebesar 7,80.

Page 68: papandayan suksesi.pdf

B. Pembahasan

1. Indeks Nilai Penting

Peranan suatu jenis dalam komunitas dapat dilihat dari besarnya Indeks

Nilai Penting (INP), dimana jenis yang mempunyai nilai INP tertinggi

merupakan jenis yang dominan. Hal ini menunjukkan bahwa jenis tersebut

mempunyai tingkat kesesuian terhadap lingkungan yang lebih tinggi dari jenis

lain.

Suatu jenis dikatakan dominan apabila jenis tersebut terdapat di daerah

yang bersangkutan dalam jumlah yang banyak, tersebar merata keseluruh areal

dan berdiameter besar, sehingga penetapan suatu jenis dominan dengan

berdasarkan suatu indeks yang merupakan gabungan dari tiga nilai yaitu nilai

kerapatan, nilai frekuensi dan nilai dominansi adalah sangat tepat

(Sutisna, 1981).

Selanjutnya Sutisna (1981), juga menyatakan bahwa suatu jenis dapat

dikatakan berperan jika nilai INP pada tingkat semai dan pancang lebih dari

10%, sedangkan untuk tingkat tiang dan pohon lebih dari 15 %.

Pada hutan yang terkena letusan di ketinggian 2300 m dpl belum

ditemukannya vegetasi untuk tingkat semai dan tumbuhan bawah lainnya.

Vegetasi yang ditemukan hanya beberapa jenis Suwagi (Vaccinium

varingifolium) baik untuk tingkat pancang, tiang dan pohon dengan nilai INP

200,00% untuk tingkat pancang dan 300,00% untuk tingkat tiang dan pohon.

Hal ini disebabkan karena hutan di ketinggian 2300 m dpl terlalu dekat dengan

sumber letusan (2200 m dpl) sehingga kerusakan akibat letusan pada

ketinggian ini sangat parah yang menyebabkan semua vegetasi yang ada di

hutan tersebut mati. Hanya jenis-jenis tertentu saja yang dapat bertahan hidup

seperti jenis Suwagi (Vaccinium varingifolium) karena jenis ini biasanya

hidup pada tempat terbuka terutama dekat kawah.

Begitu juga pada hutan yang tidak terkena letusan, untuk tingkat semai,

pancang, tiang dan pohon didominasi oleh jenis Suwagi (Vaccinium

varingifolium) dengan nilai INP sebesar 159,52% untuk tingkat semai,

194,12% untuk tingkat pancang, dan 300,00% untuk tingka t tiang dan pohon.

Dari semua tingkat vegetasi dapat dilihat bahwa jenis Suwagi (Vaccinium

Page 69: papandayan suksesi.pdf

varingifolium) sangat mendominasi baik dari faktor kerapatan maupun

frekuensi ditemukannya di lapangan.

Pada hutan yang terkena letusan di ketinggian 2500 m dpl, untuk tingkat

semai didominasi oleh jenis Kendung (Helicia serrata) dengan nilai INP

adalah 83,07%. Untuk tingkat pancang dan tiang sama-sama didominasi oleh

jenis Segel (Wormia excelsa) dengan nilai INP berturut-turut adalah 72,18%

dan 134,50%. Untuk tingkat pohon jenis yang paling dominan adalah jenis

Anggrid (Neonauclea lanceolata) dengan nilai INP sebesar 148,48%. Untuk

tingkat Herba dan semak, jenis yang paling dominan adalah jenis Bagedor

paku (Cyathea contaminans) dengan nilai INP adalah 55,45%. Untuk tingkat

liana didominasi oleh jenis Areuy bulu (Argyreia capitata ) dengan nilai INP

sebesar 172.62% sedangkan untuk tingkat epifit didominasi oleh jenis

Anggrek (Vanilla planifolia) dengan nilai INP sebesar 9,69%.

Berbeda dengan hutan yang tidak terkena letusan untuk tingkat semai dan

pancang sama-sama didominasi oleh jenis Salam (Eugenia operculata) dengan

nilai INP berturut-turut adalah 76,23% dan 33,31%. Untuk tingkat tiang

didominasi oleh jenis Segel (Wormia excelsa) dengan nilai INP adalah

53,79%. Jenis yang mendominasi pada tingkat pohon adalah jenis Salam

(Eugenia operculata ) dan Huru batu (Litsea glutinosa) dengan nilai INP

berturut-turut sebesar 52,56% dan 44,57%. Pada tumbuhan bawah, Herba dan

Semak jenis yang mendominasi adalah Bagedor paku (Cyathea contaminans)

dan Ilateun (Agrostis infirma) dengan nilai INP berturut-turut adalah 34,77%

dan 30,64%. Untuk tingkat liana didominasi oleh jenis Seureuleung dengan

nilai INP adalah 102,86% sedangkan untuk tingkat epifit jenis yang dominan

adalah jenis Anggrek (Vanilla planifolia) dengan nilai INP sebesar 97,14%.

Jenis-jenis yang memiliki nilai INP yang tinggi menunjukkan bahwa jenis-

jenis tersebut merupakan jenis yang lebih adaptif terhadap lingkungan dengan

kata lain jenis ini lebih mampu menyesuaikan diri pada lingkungan tempat

hidupnya daripada jenis lain. Selain itu juga, suatu jenis dikatakan dominan

dalam komunitas, apabila jenis tersebut berhasil memanfaatkan sebagian besar

sumber daya yang ada untuk pertumbuhan hidupnya dibandingkan dengan

jenis yang lain. Hal ini ditegaskan oleh Soerianegara dan Indrawan (1988),

Page 70: papandayan suksesi.pdf

bahwa tumbuhan mempunyai korelasi yang sangat nyata dengan tempat

tumbuh (habitat) dalam hal penyebaran jenis, kerapatan dan dominansinya.

Jenis-jenis yang dominan tersebut memiliki nilai kerapatan, frekuensi dan

dominansi yang tinggi. Kerapatan jenis yang tinggi menunjukkan bahwa jenis

ini memiliki jumlah jenis yang paling banyak ditemukan di lapangan

dibandingkan jenis lainnya. Tingginya frekuensi suatu jenis menunjukkan

bahwa jenis ini tersebar merata hampir diseluruh petak pengamatan.

Sedangkan dominansi yang tinggi menunjukkan bahwa jenis ini paling

berkuasa di dalam komunitas terutama dalam penguasaan ruang tempat

tumbuh.

Suatu permudaan hutan harus terdapat ketersediaan yang cukup akan

semai, pancang, dan tiang untuk menjamin adanya pergantian atau regenerasi

yang alami. Di dalam menentukan cukup tidaknya suatu permudaan pada

komunitas hutan digunakan kriteria Wyatt- Smith (1963). Permudaan

dianggap cukup apabila tersedia 40% atau 1000 semai/ha yang tersebar

merata, pada tingkat pancang paling sedikit 60% atau 240 pancang/ha yang

tersebar merata, pada tingkat tiang 75% atau 75 tiang/ha yang tersebar merata

dan pada tingkat pohon 100% atau 25 pohon/ha yang tersebar merata.

Berdasarkan kriteria Wyatt-Smith pada hutan yang terkena letusan baik di

ketinggian 2300 m dpl maupun 2500 m dpl dapat diketahui bahwa permudaan

alam untuk tingkat semai, pancang, dan tiang belum dianggap memadai untuk

suatu permudaan hutan. Hal ini dapat disebabkan karena proses suksesi masih

berjalan lebih kurang tiga tahun sehingga keanekaragaman jenis yang ada

masih sedikit.

2. Indeks Keragaman, Kekayaan dan Kemerataan jenis.

Indeks Keanekaragaman Jenis ditentukan oleh dua hal, yaitu kekayaan

jenis (kelimpahan jenis) dan kemerataan jenisnya. Deshmukh (1992)

menjelaskan bahwa keanekaragaman jenis lebih besar bilamana

kemerataannya lebih besar, yaitu jika populasi-populasi yang ada satu sama

lain adalah merata dalam kelimpahannya, bukan beberapa populasi sangat

banyak sedangkan populasi lainnya sangat sedikit.

Page 71: papandayan suksesi.pdf

Menurut Shannon-Wiener nilai Indeks Keanekaragaman Jenis umumnya

berada pada kisaran antara 1.0-3.5 dimana semakin mendekati nilai 3.5 maka

menggambarkan tingkat keanekaragaman yang semakin besar.

Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis pada hutan di ketinggian 2300 m dpl

baik hutan yang terkena letusan maupun hutan yang tidak terkena letusan

memiliki nilai yang relatif rendah. Pada hutan yang terkena letusan nilai

Indeks Keanekaragaman Jenisnya pada semua tingkatan bernilai 0, hal ini

dikarenakan hanya satu jenis vegetasi saja yang ditemukan di lapangan yaitu

jenis Suwagi (Vaccinium varingifolium). Begitu pula pada hutan yang tidak

terkena letusan, Indeks Keanekaragaman Jenis tertinggi adalah pada tingkat

Herba dan Semak dan nilai terendah pada tingkat pohon, tiang dan liana dan

epifit. Hal ini menunjukkan bahwa pada tingkat Herba dan Semak memiliki

keanekaragaman jenis yang lebih beragam dibandingkan dengan tingkat

pohon, tiang dan liana dan epifit.

Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis pada hutan yang terkena letusan di

ketinggian 2500 m dpl, nilai tertinggi adalah pada tingkat Herba dan Semak

dan nilai terendah pada tingkat liana dan epifit. Hal ini menunjukkan bahwa

pada tingkat Herba dan Semak memiliki keanekaragaman jenis yang lebih

beragam dibandingkan dengan tingkat liana dan epifit. Demikian pula halnya

pada hutan yang tidak terkena letusan di ketinggian 2500 m dpl, Indeks

Keanekaragaman Jenis tertinggi adalah pada tingkat pohon dan nilai terendah

pada tingkat liana. Dari nilai tersebut dapat diketahui bahwa pada tingkat

pohon memiliki keanekaragaman jenis yang lebih beragam dari tingkatan

lainnya.

Namun jika dibandingkan antara nilai Indeks Keanekaragaman Jenis yang

diperoleh dilapangan dengan kisaran nilai Shannon-Wiener (1.0-3.5), hutan di

ketinggian 2300 m dpl baik hutan yang terkena letusan maupun hutan yang

tidak terkena letusan memilki keanekaragaman jenis yang lebih rendah

dibandingkan dengan hutan yang ada di ketinggian 2500 m dpl. Hal ini dapat

disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya jumlah jenis yang ditemukan,

tingkat kerusakan lahan dan kelerengan. Semakin banyak jumlah jenis yang

ditemukan, maka keanekaragaman jenisnya semakin beragam. Tingkat

Page 72: papandayan suksesi.pdf

kerusakan lahan sangat berkaitan dengan kandungan hara mineral tanah yang

berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah. Kelerengan sangat berkaitan

dengan kekuatan ikatan antar partikel tanah yang akan mempengaruhi

keteguhan tanah dalam menahan limpasan air.

Karena Indeks keanekaragaman jenis ditentukan oleh dua hal, yaitu

kekayaan jenis (kelimpahan jenis) dan kemerataan jenisnya maka nilainya pun

berbanding lurus dengan nilai Indeks Keragaman Jenis. Semakin besar nilai

keragaman jenisnya maka semakin besar pula kelimpahan dan kemerataan

jenisnya. Di kawasan hutan Gunung Papandayan hutan di ketinggian 2300 m

dpl baik hutan yang terkena letusan maupun hutan yang tidak terkena letusan

memiliki keanekaragaman jenis yang lebih rendah dibandingkan dengan hutan

yang ada di ketinggian 2500 m dpl, hal ini berarti bahwa hutan di ketinggian

2500 m dpl memiliki kelimpahan jenis yang tinggi dan merata dari pada hutan

di ketinggian 2300 m dpl.

3. Indeks Dominansi (C)

Nilai Indeks Dominansi menggambarkan pola dominansi jenis dalam suatu

tegakan. Nilai indeks dominansi yang tertinggi adalah 1, yang menunjukkan

bahwa tegakan tersebut dikuasai oleh satu jenis atau terpusat pada satu jenis.

Pada hutan di ketinggian 2300 m dpl baik hutan terkena letusan maupun

hutan tidak terkena letusan mempunyai Indeks Dominansi yang relatif tinggi.

Pada hutan yang terkena letusan untuk tingkat pancang, tiang dan pohon

mempunyai nilai Indeks Dominansi tertinggi yaitu 1, yang menunjukkan

bahwa tegakan tersebut dikuasai oleh satu jenis saja yaitu jenis Suwagi

(Vaccinium varingifolium). Begitu juga pada hutan yang tidak terkena letusan

untuk tingkat tiang dan pohon dikuasai oleh satu jenis saja yaitu Suwagi

(Vaccinium varingifolium) sehingga Indeks Dominasinya bernilai 1.

Pada hutan yang terkena letusan di ketinggia n 2500 m dpl dapat diketahui

nilai Indeks Dominansi tertinggi adalah pada tingkat liana dan epifit dan nilai

terendah adalah pada tingkat herba dan semak. Sedangkan pada hutan yang

tidak terkena letusan, nilai Indeks Dominansi tertinggi adalah pada tingkat

liana dan epifit dan nilai terendah adalah pada tingkat pohon. Hal ini

menunjukkan bahwa pada hutan yang terkena letusan untuk tingkat liana dan

Page 73: papandayan suksesi.pdf

epifit lebih didominasi oleh suatu jenis saja yaitu jenis Areuy bulu, sedangkan

untuk tingkat Herba dan semak dominansi yang terjadi lebih merata pada

semua jenis yang ditemukan. Berbeda dengan hutan yang tidak terkena letusan

tingkat liana dan efifit lebih didominasi oleh satu jenis saja yaitu jenis

Seureuleung, sedangkan pada tingkat pohon dominansi yang terjadi lebih

merata pada semua jenis.

4. Indeks Kesamaan Komunitas (IS)

Nilai Indeks Kesamaan Komunitas digunakan untuk mengetahui kesamaan

komposisi jenis dari dua tegakan yang dibandingkan pada masing-masing

tingkat vegetasi. Besarnya Indeks Kesamaan Komunitas berkisar dari 0%

untuk petak contoh yang mempunyai komposisi jenis yang tidak sama dan

100% untuk petak contoh yang mempunyai komposisi jenis yang sama. Suatu

komunitas yang dibandingkan dapat dikatakan relatif sama jika memiliki nilai

Indeks Kesamaan Komunitas sebesar 80% (Sutisna,1981).

Pada hutan di ketinggian 2300 m dpl, nilai Indeks Kesamaan Komunitas

untuk semua tingkatan dapat dikatakan mempunyai nilai Indeks Kesamaan

Komunitas yang sangat rendah. Nilai Indeks Kesamaan Komunitas tertinggi

adalah pada tingkat tiang dengan nilai sebesar 19,44% sedangkan nilai

terendah adalah pada tingkat liana dan epifit dengan nilai sebesar 3,51%.Hal

ini menunjukkan bahwa pada hutan di ketinggian 2300 m dpl masih sangat

jauh berbeda dengan komunitas asalnya.

Besarnya nilai Indeks Kesamaan Komunitas pada hutan di ketinggian

2500 m dpl, untuk semua tingkat vegetasi mempunyai nilai Indeks Kesamaan

Komunitas di bawah 75%. Nilai Indek Kesamaan Komunitas tertinggi pada

tingkat Herba dan Semak sebesar 49,26% sedangkan nilai terendah adalah

pada tingkat semai, herba dan semak dan liana dan efifit dengan nilai sebesar

0,00%. Hal ini menunjukkan bahwa hutan di ketinggian 2500 m dpl masih

relatif berbeda dengan komunitas asalnya.

5. Tingkat Suksesi yang terjadi

Soerianegara dan Indrawan (1988) menyatakan bahwa proses suksesi

adalah perubahan secara bertahap dan berangsur-angsur melalui beberapa

tahap invasi oleh tumbuh-tumbuhan, adaptasi, agregasi, persaingan dan

Page 74: papandayan suksesi.pdf

penguasaan, reaksi terhadap tempat tumbuh dan stabilisasi. Seda ngkan Manan

(1978), mengartikan suksesi sebagai suatu perubahan masyarakat tumbuhan

(jenis dan strukturnya) bersamaan perubahan tempat tumbuhnya.

Kawasan hutan di Gunung Papandayan pada awalnya telah membentuk

suatu komunitas hutan primer yang telah mencapai klimaks. Namun akibat

adanya peristiwa letusan Gunung Papandayan yang terjadi pada tahun 2002,

telah mengakibatkan perubahan yang sangat drastis pada kondisi lingkungan

maupun ekosistem yang menyebabkan kawasan hutan tersebut berbeda

dengan kondisi awalnya. Kemudian seiring dengan perubahan alam dari waktu

ke waktu, telah terjadinya suatu proses suksesi yaitu suksesi sekunder pada

areal-areal terbuka yang mengalami kerusakan akibat letusan.

Proses suksesi sekunder yang berjalan lebih kurang tiga tahun lamanya

telah membentuk suatu komunitas baru yang berbeda dari komunitas

sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian, hutan di ketinggian 2300 m dpl,

setelah terjadi letusan belum ditemukan tumbuhan bawah, tingkat semai dan

pancang. Sedangkan untuk tingkat tiang dan pohon yang ditemukan

merupakan vegetasi yang telah ada sebelum terjadinya letusan, dimana setelah

terjadinya letusan vegetasi ini masih dapat bertahan hidup. Hal ini dapat

dilihat dari tunas-tunas yang tumbuh pada tiang dan pohon tersebut. Berbeda

dengan hutan yang terkena letusan pada ketinggian 2500 m dpl, dimana pada

hutan ini telah ditemukan vegetasi untuk tingkat semai, pancang, tiang, pohon,

herba dan semak serta liana dan epifit. Tetapi yang paling mendominasi hutan

tersebut adalah tingkat herba dan semak (tumbuhan bawah).

Proses suksesi yang terjadi sekarang bila mengacu pada tingkatan suksesi

menurut Soerianegara dan Indrawan (1988) telah masuk kedalam tingkatan

pertama yaitu vegetasi rumput herba dan semak kecil. Proses ini telah terjadi

pada hutan yang terkena letusan di ketinggian 2500 m dpl dimana pada hutan

tersebut didominasi oleh vegetasi untuk tingkat herba dan semak. Sedangkan

pada hutan yang terkena letusan di ketinggian 2300 m dpl, proses suksesi

berjalan sangat lambat karena hin gga saat ini belum ditemukannya vegetasi

baru yang tumbuh pada hutan tersebut. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan

Page 75: papandayan suksesi.pdf

karena hutan pada ketinggian 2300 m dpl sangat dekat dengan sumber letusan

(2200 m dpl) sehingga menyebabkan kerusakan yang sangat parah.

6. Sifat Fisik Tanah

a. Tekstur Tanah

Secara umum tekstur tanah sangat mempengaruhi besarnya ruang pori

yang terdapat dalam tanah tersebut. Dari data tekstur tanah pada Tabel 16

diperoleh hasil bahwa pada hutan terkena letusan baik di ketinggian 2300

m dpl maupun 2500 m dpl tekstur tanahnya lebih halus daripada hutan

tidak terkena letusan. Data ini menunjukkan bahwa tanah tersebut dapat

meresap air dan mengikat unsur hara dengan baik.

7. Sifat Kimia Tanah

a Reaksi tanah

Setelah terjadi letusan di Gunung Papandayan pH tanah cenderung

mengalami penurunan baik pada hutan di ketinggian 2300 m dpl maupun

2500 m dpl. Berdasarkan kriteria LPT (1981) hutan terkena letusan di

ketinggian 2300 mdpl termasuk ke dalam golongan tanah yang sangat

masam karena pH tanahnya dibawah 4,5. Sedangkan pada hutan terkena

letusan di ketinggian 2500 m dpl termasuk ke dalam golongan tanah yang

masam. Penurunan nilai pH tanah diduga disebabkan oleh tebalnya

kandungan abu pada hutan yang terkena letusan yang mengandung Al dan

Fe ya ng tinggi.

b. Kandungan Aluminium (Al)

Berdasarkan kriteria LPT (1981) pada hutan yang terkena letusan di

ketinggian 2300 m dpl untuk kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm

kandungan Al tergolong sedang sedangkan hutan tidak terkena letusan

tergolong sangat rendah.

Berbeda pada hutan diketinggian 2500 m dpl untuk kedalaman 0-20

cm kandungan Al tergolong sedang sedangkan hutan tidak terkena letusan

tergolong sangat rendah. Pada hutan terkena letusan dan hutan tidak

terkena letusan untuk kedalaman 20-40 cm sama-sama tergolong sangat

rendah.

Page 76: papandayan suksesi.pdf

Meningkatnya kandungan Al pada hutan terkena letusan baik di ketinggian

2300 m dpl maupun 2500 m dpl disebabkan adanya penambahan unsur Al

dari abu hasil letusan yang banyak mengandung Al.

c. Kandungan Fosfor (P)

Berdasarkan kriteria LPT (1981) pada hutan terkena letusan di

ketinggian 2300 m dpl untuk kedalaman 0-20 cm, kandungan P tergolong

sangat tinggi sedangkan hutan tidak terkena letusan tergolong tinggi. Pada

hutan terkena letusan untuk kedalaman 20-40 cm kandungan P tergolong

sangat tinggi sedangkan hutan tidak terkena letusan tergolong sedang.

Begitu juga pada hutan di ketinggian 2500 m dpl, pada hutan terkena

letusan dan tidak terkena letusan untuk kedalaman 0-20 cm kandungan P

tergolong sedang. Pada hutan terkena letusan untuk kedalaman 20-40 cm,

kandungan P tergolong sangat rendah sedangkan hutan tidak terkena

letusan tergolong sedang.

Peningkatan kandungan P setelah terjadi letusan dapat disebabkan

adanya penambahan unsur P dari pelapukan bahan-bahan organik dan

mineral yang mengandung P. Selain itu sifat kelarutan yang rendah juga

dapat melindungi P dari pencucian.

d. Kandungan Karbon Organik Tanah (C-organik)

. Berdasarkan kriteria LPT (1981) pada hutan terkena letusan di

ketinggian 2300 m dpl, kandungan C-organik untuk kedalaman 0-20 cm

tergolong sedang sedangkan pada hutan tidak terkena letusan tergolong

sangat tinggi. Untuk kedalaman 20-40 cm hutan terkena letusan

kandungan C-organiknya tergolong rendah sedangkan pada hutan tidak

terkena letusan tergolong tinggi.

Begitu juga pada hutan terkena letusan di ketinggian 2500 m dpl,

untuk kedalaman 0-20 cm kandungan C-organik tergolong rendah

sedangkan pada hutan tidak terkena letusan tergolong sangat tinggi. Untuk

kedalaman 20-40 cm pada hutan terkena letusan maupun tidak terkena

letusan kandungan C- organik tergolong sangat tinggi.

Jika dibandingkan hutan terkena letusan dengan hutan tidak terkena

letusan, kandungan C-organik lebih tinggi pada hutan tidak terkena

Page 77: papandayan suksesi.pdf

letusan. Tingginya kandungan C-organik pada hutan tidak terkena letusan

disebabkan karena pada hutan tersebut banyak mendapat sumbangan dari

pelapukan bahan-bahan organik seperti serasah, ranting, tumbuhan bawah

dan pohon-pohon yang telah mati. Selain itu, pada hutan tidak terkena

letusan nilai pH tanah lebih tinggi dari pada hutan terkena letusan,

sehingga penghancuran bahan organiknya lebih cepat dari pada hutan

terkena letusan.

e. Nitrogen Total

Dari hasil analisis tanah, setelah terjadi letusan kandungan nitrogen

mengalami penurunan baik pada hutan di ketinggian 2300 m dpl maupun

2500 m dpl. Berdasarkan kriteria LPT (1981) pada hutan yang terkena

letusan di ketinggian 2300 m dpl, kandungan nitrogen untuk kedalaman 0-

20 cm tergolong rendah sedangkan pada hutan tidak terkena letusan

tergolong sedang. Pada hutan terkena letusan dan tidak terkena letusan

untuk kedalaman 20-40 cm, kandungan nitrogen tergolong sedang.

Demikian pula pada hutan di ketinggian 2500 m dpl, hutan terkena

letusan untuk kedalaman 0-20 cm kandungan nitrogen tergolong sangat

rendah sedangkan pada hutan tidak terkena letusan tergolong sedang. Pada

hutan terkena letusan dan tidak terkena letusan untuk kedalaman 20-40 cm

kandungan nitrogennya tergolong sedang.

Kandungan nitrogen pada hutan terkena letusan lebih rendah di

bandingkan hutan tidak te rkena letusan baik pada hutan di ketinggian 2300

m dpl maupun 2500 m dpl. Hal ini dapat disebabkan karena matinya

mikroorganisme di dalam tanah akibat terjadinya letusan. Selain itu juga

dapat disebabkan karena pada hutan terkena letusan banyak terdapat areal

yang terbuka sehingga nitrogen tanah hilang akibat proses erosi dan

pencucian.

f. Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Berdasarkan kriteria LPT (1981) pada hutan yang terkena letusan di

ketingggian 2300 m dpl untuk kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm tergolong

rendah sedangkan pada hutan tidak terkena letusan tergolong sedang.

Page 78: papandayan suksesi.pdf

Berbeda pada hutan yang terkena letusan dan tidak terkena di ketinggian

2500 m dpl untuk kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm tergolong sedang.

Menurunnya KTK pada hutan di ketinggian 2300 m dpl disebabkan

karena kandungan C-organik dan N-total pada hutan ini juga mengalami

penurunan sehingga nilai KTKnya menjadi lebih rendah dibandingkan

hutan tidak terkena letusan. Sedangkan pada hutan terkena letusan di

ketinggian 2500 m dpl nilai KTK tidak ada perubahan yang nyata dengan

hutan tidak terkena letusan karena nilai KTK sama-sama tergolong sedang.

g. Kandungan Magnesium

Berdasarkan Kriteria LPT (1981) pada hutan terkena letusan dan tidak

terkena letusan di ketinggian 2300 m dpl untuk kedalaman 0-20 cm

kandungan Mg tergolong rendah. Pada hutan terkena letusan untuk

kedalaman 20-40 cm kandungan Mg tergolong rendah sedangkan hutan

tidak terkena letusan tergolong tinggi. Berbeda pada hutan terkena letusan

dan tidak terkena letusan di ketinggian 2500 mdpl, kandungan Mg

tergolong rendah baik pada kedalaman 0-20 cm maupun 20-40 cm.

Pada hutan yang terkena letusan di ketinggian 2300 m dpl kandungan

Mg mengalami penurunan, hal ini dapat disebabkan karena sifat Mg yang

mampir sama dengan K, yaitu sedikit lebih cepat lapuk dari pada mineral-

mineral lain. Oleh karena itu ada kecenderungan Mg di dalam tanah

menurun dengan meningkatnya pelapukan dan pencucian. Sedangkan pada

hutan yang terkena letusan di ketinggian 2500 m dpl kandungan Mg tidak

mengalami perubahan yang nyata dengan hutan tidak terkena letusan. Hal

ini dapat dilihat dari kandungan Mg yang sama -sama tergolong sedang

baik hutan terkena letusan maupun tidak terkena letusan.

h. Kandungan Kalium (K)

Berdasarkan kriteria LPT (1981) pada hutan terkena letusan dan tidak

terkena letusan baik di ketinggian 2300 m dpl maupun 2500 m dpl,

kandungan K tergolong sedang.

Hal ini menunjukkan bahwa pada hutan yang terkena letusan baik di

ketinggian 2300 m dpl maupun 2500 m dpl kandungan K tidak mengalami

perubahan yang nyata dengan hutan tidak terkena letusan.

Page 79: papandayan suksesi.pdf

h. Kandungan Kalsium

.Berdasarkan kriteria LPT (1981) pada hutan terkena letusan dan tidak

terkena letusan baik di ketinggian 2300 m dpl maupun 2500 m dpl,

kandungan Ca tergolong rendah.

Hal ini menunjukkan bahwa pada hutan yang terkena letusan baik di

ketinggian 2300 m dpl maupun 2500 m dpl kandungan Ca tidak

mengalami perubahan yang nyata dengan hutan tidak terkena letusan.

Rendahnya kandungan Ca di dalam tanah karena mineral –mineral yang

mengandung Ca pada umumnya sedikit lebih cepat lapuk dari pada

mineral-mineral lain. Oleh karena itu ada kecenderungan Ca di dalam

tanah menurun dengan meningkatnya pelapukan dan pencucian.

i. Kejenuhan Basa (KB)

Berdasarkan kriteria LPT (1981) pada hutan terkena letusan di

ketinggian 2300 m dpl untuk kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm KB

tergolong rendah sedangkan hutan tidak terkena letusan tergolong sedang.

Berbeda pada hutan terkena letusan dan tidak terkena letusan di ketinggian

2500 m pdl untuk kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm KB tergolong rendah.

Penurunan nilai KB pada hutan di ketinggian 2300m dpl disebabkan

pada hutan tersebut kandungan kation-kation basanya juga mengalami

penurunan sehingga nilai KB

Page 80: papandayan suksesi.pdf

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Terjadinya perubahan komposisi hutan setelah terjadinya letusan Gunung

Papandayan dari hutan klimaks menjadi vegetasi semak belukar terutama

pada hutan yang berada di ketinggian 2500 m dpl, sedangkan pada

ketinggian 2300 m dpl pertumbuhan permudaan masih sangat sedikit.

2. Jenis-jenis pionir yang terdapat pada areal hutan yang terkena letusan

diantaranya Ilateun (Agrostis infirma), Bagedor paku (Cyatea

contaminans), dan Paku tangkur (Selliguea heterocarpa ). Sedangkan

untuk pohon dan permudaannya Kendung (Helicia serrata ), Segel

(Wormia excelsa), Anggrid (Neonauclea lanceolata), Suwagi (Vaccinium

varingifolium) dan Huru batu ( Litsea glutinosa).

3. Proses suksesi yang terjadi di Gunung Papandayan setelah tiga tahun

letusan di ketinggian 2300 m dpl lebih lambat dibandingkan dengan 2500

m dpl.

4. Sifat fisik (tekstur) dan sifat kimia (pH, karbon organik, nitrogen total,

fosfor, kalium, magnesium, kalsium, kapasitas tukar kation dan kejenuhan

basah) tanah tidak mengalami perubahan yang begitu besar setelah

terjadinya letusan Gunung Papandayan.

B. SARAN

Perlu dilakukan penelitian secara berkala dan kontinu untuk mengetahui

tingkat perkembangan suksesi di Gunung Papandayan hingga terbentuknya

hutan klimaks.

Page 81: papandayan suksesi.pdf

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor Bens on, L. and J.D. Laudermik. 1975. Plant classification. DC Health and Company. Boston BKS. PTN. 1991. Kesuburan Tanah. Direktorat Jendral PendidikanTinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta Buckman, H.O. dan N.C. Brady. 1969. Ilmu Tanah. Sumigan (pen) 1982. Batara Karya Aksara. Jakarta Clarke, G. L. 1954. Element of Ecology. JohnWiley and Sons, Inc. New York. Danserau, P. 1954. Biogeography on Ecological Perspectivs. The Ronald Press

Company. New York Desmukh, I. 1992. Ekologi dan Biologi Tropika. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta Ewusie, J. Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Penerbit ITB. Bandung Foth, H. D. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Ed : Hudoyo, S. A. B. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Gates, F. C. 1949. Field Manual of Plant Ecology. Mc. Grow Hill Book Co. Inc. New York Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta ______________ 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta Harlow, W. M and E. S. Harar. 1958. Textbook of Dendrology. Mc. Graw Hill Book Company Inc. New York Kartawinata, K., S. Ressodarmo., A. Soegiarto. 1992. Pengantar Ekologi. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung Kusmana, C. 1995. Bahan Kuliah Dendrologi I. Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor Lee, R. 1990. Hidrologi Hutan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Loveless, A.R. 1989. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropika 2. Gramedia. Jakarta

Page 82: papandayan suksesi.pdf

Manan, S. 1978. Masalah Pembinaan Kelestarian Ekosistem Hutan. Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor Odum, E. P. 1971. Fundamendal of Ecology. W.B.Saunders Company. Philadelphia Purwowidodo. 1998. Mengenal Tanah Hutan : Penampang Tanah. Laboratorium Pengaruh Hutan. Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor Samingan, T. 1980. Dendrologi. Gramedia. Jakarta Sarief, E. S. 1985. Konservasi Tanah dan Air. C.V. Pustaka Buana. Bandung Shukla, R. S. and P. S. Chandel.1982. Plant Ecology. Fifth Revision and Enlarged Edision. Schand and Company Ltd. Ram Nagar. New Delhi Soerianegara, I. dan A. Indrawan. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor Spurr, S. H. 1964. Forest Ecology. The Ronald Press Company. USA. New York Sutisna, U. 1981. Komposisi Flora Hutan Bekas Tebangan di Kelompok Hutan Stagen Pulau Laut Kalimantan Selatan : Deskripsi dan Analisa. Lembaga Penelitian Hutan. Bogor Whittaker, R. H. 1975. Communities and Ecosystem. Clarendon Press. Oxford Wirakusumah, S. 2003. Dasar-Dasar Ekologi Bagi Populasi dan Komunitas.

Universitas Indonesia Press. Jakarta Wyatt-Smith, J. 1963. Manual of Malaya Silviculture Part I-III. Malayan Forestry Rec. No. 23. Forest Research Institute. Kepong, Malaysia

Page 83: papandayan suksesi.pdf

LAMPIRAN

Page 84: papandayan suksesi.pdf

Lampiran 1 : Hutan Terkena Letusan dan Tidak Terkena Letusan di Ketinggian 2300 m dpl

Hutan Tidak Terkena Letusan di Ketinggian 2300 m dpl

Hutan Terkena Letusan di Ketinggian 2300 m dpl

Page 85: papandayan suksesi.pdf

Lampiran 2 : Hutan Terkena Letusan dan Kondisi Vegetasi pada Hutan Terkena letusan dan tidak terkena letusan di Ketinggian 2300 m dpl

Hutan Terkena Letusan di Ketinggian 2500 m dpl

Kondisi Vegetasi pada Hutan Terkena Letusan di Ketinggian 2500 m dpl

Kondisi Vegetasi pada Hutan Tidak Terkena Letusan di Ketinggian 2500 m dpl

Page 86: papandayan suksesi.pdf

Lampiran 3 : Spesimen Herbarium

Huru sintok dan Anggrid

Huru buah dan Kokosan Ki banen dan Ki sapu Huru bodas dan Segel Huru batu dan Kendung

Spesimen Herbarium

Page 87: papandayan suksesi.pdf

Lampiran 4: Indeks Nilai Penting pada Hutan Terkena Letusan 2300 m dpl 1. Indeks Nilai Penting (INP) Pancang

Nama Lokal Nama Ilmiah K KR F FR INP Suwagi Vaccinium varingifolium 176 100 0.2 100 200

Jumlah 176 100 0.2 100 200

2. Indeks Nilai Penting (INP) Tiang

Nama Lokal Nama Ilmiah K KR F FR D DR INP Suwagi Vaccinium varingifolium 56 100 0.28 100 0.07 100 300

Jumlah 56 100 0.28 100 0.07 100 300

3. Indeks Nilai Penting (INP) Tiang

Nama Lokal Nama Ilmiah K KR F FR D DR INP Suwagi Vaccinium varingifolium 2 100 0.08 100 0.09 100 300

Jumlah 2 100 0.08 100 0.09 100 300

Page 88: papandayan suksesi.pdf

Lampiran 5: Indeks Nilai Penting pada Hutan Tidak Terkena Letusan 2300 m dpl

1. Indeks Nilai Penting (INP) Semai

Nama Lokal Nama Ilmiah K KR F FR INP Cantigi Vaccinium lucidum 1400 13.73 0.16 19.05 32.77 Segel Wormia excelsa 300 2.94 0.04 4.76 7.70 Suwagi Vcacinium varingifolium 8500 83.33 0.64 76.19 159.52

Jumlah 10200 100 0.84 100 200

2. Indeks Nilai Penting (INP) Pancang

Nama Lokal Nama Ilmiah K KR F FR INP Cantigi Vaccinium lucidum 400 2.03 0.04 3.85 5.88 Suwagi Vaccinium varingifolium 19300 97.97 1 96.15 194.12

Jumlah 19700 100 1.04 100 200

3. Indeks Nilai Penting (INP) Tiang

Nama Lokal Nama Ilmiah K KR F FR D DR INP Suwagi Vaccinium varingifolium 520 100 1 100 7.10 100 300

Jumlah 520 100 1 100 7.10 100 300

4. Indeks Nilai Penting (INP) Pohon

Nama Lokal Nama Ilmiah K KR F FR D DR INP Suwagi Vaccinium varingifolium 42 100 0.64 100 1.70 100 300

Jumlah 42 100 0.64 100 1.70 100 300

Page 89: papandayan suksesi.pdf

5. Indeks Nilai Penting (INP) Herba dan Semak

Nama Jenis Nama Ilmiah K KR F FR INP Edelweis Anaphalis javanica 160 0.43 0.04 1.21 1.64 Harendong Melastoma malabathricum 656 1.75 0.48 14.55 16.30 Ilateun Agrostis infirma 8320 22.19 0.82 24.85 47.04 Jajambuan Eugenia sp 896 2.39 0.48 14.55 16.94 Pakis munding Angiopteris evecta 12528 33.42 0.4 12.12 45.54 Paku andam Gleichania linearis 13152 35.08 0.72 21.82 56.90 Paku tangkur Selliguea heterocarpa 1776 4.74 0.36 10.91 15.65

Jumlah 37488 100 3.3 100 200.00 Lampiran 6: Indeks Nilai penting pada Hutan terkena letusan 2500 m dpl 1. Indeks Nilai Penting (INP) Semai

Nama Lokal Nama Ilmiah K KR F FR INP

Anggrid Neonauclea lanceolata 1600 12.50 0.28 14.58 27.08 Huru batu Litsea glutinosa 500 3.91 0.16 8.33 12.24 Huru beureum Literatur belum ditemukan 100 0.78 0.04 2.08 2.87 Huru buah Beilschmiedia gemmiflora 500 3.91 0.16 8.33 12.24 Huru minyak Lindera polyantha 700 5.47 0.12 6.25 11.72 Jamuju Podocarpus imbricatus 200 1.56 0.04 2.08 3.65 Kendung Helicia serrata 6100 47.66 0.68 35.42 83.07 Ki sapu Eurya acuminata 200 1.56 0.04 2.08 3.65 Segel Wormia excelsa 2900 22.66 0.40 20.83 43.49

Jumlah 12800 100.00 1.92 100.00 200.00

Page 90: papandayan suksesi.pdf

2. Indeks Nilai Penting (INP) Pancang

Nama Lokal Nama Ilmiah K KR F FR INP Anggrid Neonauclea lanceolata 192 19.05 0.32 20.00 39.05 Huru batu Litsea glutinosa 112 11.11 0.28 17.50 28.61 Huru beureum Literatur belum ditemukan 32 3.18 0.04 2.50 5.68 Huru buah Beilschmiedia gemmiflora 16 1.59 0.04 2.50 4.09 Huru minyak Lindera polyantha 16 1.59 0.04 2.50 4.09 Kendung Helicia serrata 144 14.29 0.2 12.50 26.77 Ki banen Crypteronia peniculata 16 1.59 0.04 2.50 4.09 Ki sapu Eurya acuminata 16 1.59 0.04 2.50 4.09 Segel Wormia excelsa 400 39.68 0.52 32.50 72.18 Suwagi Vaccinium varingifolium 64 6.35 0.08 5.00 11.35

Jumlah 1008 100.00 1.6 100.00 200.00 3. Indeks Nilai Penting (INP) Tiang

Nama Lokal Nama Ilmiah K KR F FR D DR INP

Anggrid Neonauclea lanceolata 76 20.43 0.56 26.42 1.30 20.33 67.18 Huru batu Litsea glutinosa 52 13.98 0.32 15.09 1.02 15.85 44.92 Huru minyak Lindera polyantha 4 1.08 0.04 1.89 0.08 1.22 4.18 Jamuju Podocarpus imbricatus 12 3.23 0.12 5.66 0.20 3.15 12.04 Kendung Helicia serrata 20 5.38 0.16 7.55 0.37 5.82 18.74 Segel Wormia excelsa 188 50.54 0.80 37.74 2.96 46.22 134.49 Suwagi Vaccinium varingifolium 20 5.38 0.12 5.66 0.48 7.41 18.44

Jumlah 372 100.00 2.12 100.00 6.41 100.00 300.00

Page 91: papandayan suksesi.pdf

4. Indeks Nilai Penting (INP) Pohon Nama Lokal Nama Ilmiah K KR F FR D DR INP

Anggrid Neonauclea lanceolata 77 53.85 0.80 30.77 6.73 63.86 148.48 Huru batu Litsea glutinosa 5 3.50 0.12 4.62 0.21 2.01 10.12 Huru bodas Ficus padana 1 0.70 0.04 1.54 0.18 1.68 3.92 Huru buah Beilschmiedia gemmiflora 2 1.40 0.08 3.08 0.11 1.01 5.48 Huru cabe Buchanania arborescens 3 2.10 0.12 4.62 0.23 2.18 8.89 Huru minyak Lindera polyantha 1 0.70 0.04 1.54 0.04 0.33 2.57 Jamuju Podocarpus imbricatus 8 5.60 0.24 9.23 0.59 5.39 20.22 Kendung Helicia serrata 3 2.10 0.12 4.62 0.16 1.51 8.22 Ki teke Myrica javanica 2 1.40 0.12 4.62 0.18 1.67 7.69 Pasang beunyeur Literatur belum ditemukan 2 1.40 0.08 3.08 0.26 2.46 6.93 Segel Wormia excelsa 33 23.08 0.68 26.15 1.54 14.58 63.81 Suwagi Vaccinium varingifolium 6 4.20 0.16 6.15 0.35 3.33 13.68

Jumlah 143 100.00 2.60 100.00 10.54 100.00 300.00 5. Indeks Nilai Penting (INP) Herba dan Semak

Nama Lokal Nama Ilmiah K KR F FR INP Bagedor paku Cyathea contaminans 2192 27.08 0.84 28.38 55.45 Bungbrun Polygonum chinense 768 9.49 0.12 4.05 13.54 Harendong Melastoma malabathricum 16 0.20 0.04 1.35 1.55 Ilateun Agrostis infirma 2064 25.50 0.72 24.32 49.82 Kembang anting Literatur belum ditemukan 16 0.20 0.04 1.35 1.55 Kokoasan Lansium domesticum 80 0.99 0.04 1.35 2.34 Pakis bulu Belum diketahui 592 7.31 0.32 10.81 18.12 Pakis munding Angiopteris evecta 864 10.67 0.12 4.05 14.73 Paku tangkur Selliguea heterocarpa 624 7.71 0.08 2.70 10.41 Paku-pakuan Filices sp 256 3.16 0.08 2.70 5.86 Ramo giling Schefflera aromatica 624 7.71 0.56 18.92 26.63

Jumlah 8096 100.00 2.96 100.00 200.00

Page 92: papandayan suksesi.pdf

6. Indeks Nilai Penting (INP) Liana dan Efifit

Nama Lokal Nama Ilmiah K KR F FR INP Anggrek Vanilla planifolia 1 2 0.04 7.69 9.69 Areuy bulu Argyreia capitata 44 88 0.44 84.6 172.62 Cocok bubu Argostemma montanum 5 10 0.04 7.69 17.69

Jumlah 50 100 0.52 100.00 200.00

Lampiran 7: Indeks Nilai penting pada Hutan tidak terkena letusan 2500 m dpl 1. Indeks Nilai Penting (INP) Semai

Nama Lokal Nama Ilmiah K KR F FR INP

Anggid Neonauclea lanceolata 200 1.80 0.08 5.13 6.93 Huru batu Litsea glutinosa 400 3.60 0.16 10.26 13.86 Huru bodas Ficus padana 400 3.60 0.08 5.13 8.73 Huru buah Beilschmiedia gemmiflora 100 0.90 0.04 2.56 3.47 Huru minyak Lindera polyantha 200 1.80 0.04 2.56 4.37 Huru sintok Cinnamomum sintoc 700 6.31 0.2 12.82 19.13 Kayu manis Cinnamomum burmanii 300 2.70 0.04 2.56 5.27 Kendung Helicia serrata 1000 9.01 0.28 17.95 26.96 Ki putri Podocarpus neriifolius 700 6.31 0.16 10.26 16.56 Ki urat beureum Plantago major 600 5.41 0.04 2.56 7.97 Salam Eugenia operculata 5900 53.15 0.36 23.08 76.23 Segel Wormia excelsa 600 5.41 0.08 5.13 10.53

Jumlah 11100 100.00 1.56 100.00 200.00

Page 93: papandayan suksesi.pdf

2. Indeks Nilai Penting (INP) Pancang

Nama Lokal Nama Ilmiah K KR F FR INP Anggrid Neonauclea lanceolata 352 12.02 0.36 10.23 22.25 Huru batu Litsea glutinosa 48 1.64 0.08 2.27 3.91 Huru bodas Ficus padana 480 16.39 0.52 14.77 31.17 Huru cabe Buchanania arborescens 32 1.09 0.08 2.27 3.37 Huru huut Litsea monopetala 16 0.55 0-Jan 1.14 1.68 Huru jeruk Litsea amara 32 1.09 0.04 1.14 2.23 Huru minyak Lindera polyantha 112 3.83 0.2 5.68 9.51 Huru sintok Cinnamomum sintoc 80 2.73 0.12 3.41 6.14 Kendung Helicia serrata 304 10.38 0.36 10.23 20.61 Ki putri Podocarpus neriifolius 272 9.29 0.44 12.50 21.79 Ki urat beureum Plantago major 112 3.83 0.08 2.27 6.10 Pasang beunyeur Literatur belum ditemukan 144 4.92 0.12 3.41 8.33 Pasang beureum Quercus lineata 96 3.28 0.2 5.68 8.96 Puspa Schima walichii 80 2.73 0.08 2.27 5.01 Ramo gencel Schefflera aromatica 64 2.19 0.12 3.41 5.60 Salam Eugenia operculata 576 19.67 0.48 13.64 33.31 Segel Wormia excelsa 128 4.37 0.2 5.68 10.05

Jumlah 2928 100.00 3.52 100.00 200.00

Page 94: papandayan suksesi.pdf

3. Indeks Nilai Penting (INP) Tiang

Nama Lokal Nama Ilmiah K KR F FR D DR INP Anggrid Neonauclea lanceolata 24 6.52 0.2 6.67 0.41 6.70 19.89 Huru batu Litsea glutinosa 16 4.35 0.12 4.00 0.31 5.14 13.49 Huru bodas Ficus padana 20 5.44 0.2 6.67 0.38 6.23 18.33 Huru cabe Buchanania arborescens 16 4.35 0.16 5.33 0.16 2.65 12.33 Huru minyak Lindera polyantha 16 4.35 0.12 4.00 0.28 4.61 12.95 Huru sintok Cinnamomum sintoc 40 10.87 0.2 6.67 0.60 9.80 27.34 Kendung Helicia serrata 8 2.17 0.08 2.67 0.13 2.05 6.89 Ki harendong Astronia spectabilis 4 1.09 0.04 1.33 0.05 0.88 3.30 Ki putri Podocarpus neriifolius 8 2.17 0.08 2.67 0.13 2.14 6.98 Ki seueur Antidesma tentrandum 4 1.09 0.04 1.33 0.05 0.86 3.28 Pasang beureum Quercus lineata 52 14.13 0.44 14.67 0.94 15.43 44.23 Puspa Schima walichii 4 1.09 0.04 1.33 0.08 1.23 3.65 Ramo gencel Schefflera aromatica 44 11.96 0.32 10.67 0.66 10.87 33.50 Salam Eugenia operculata 48 13.04 0.36 12.00 0.91 15.02 40.06 Segel Wormia excelsa 64 17.39 0.6 20.00 1.00 16.40 53.79

Jumlah 368 100.00 3 100.00 6.08 100.00 300.00

Page 95: papandayan suksesi.pdf

4. Indeks Nilai Penting (INP) Pohon

Nama Lokal Nama Ilmiah K KR F FR D DR INP Anggrid Neonauclea lanceolata 21 4.88 0.28 3.63 1.85 6.34 14.85 Huru batu Litsea glutinosa 70 16.28 0.92 11.92 4.77 16.37 44.57 Huru bodas Ficus padana 49 11.40 0.72 9.33 3.90 13.37 34.10 Huru buah Beilschmiedia gemmiflora 1 0.23 0-Jan 0.52 0.03 0.11 0.86 Huru cabe Buchanania arborescens 8 1.86 0.28 3.63 0.74 2.55 8.03 Huru huut Litsea monopetala 6 1.40 0.16 2.07 0.24 0.81 4.28 Huru jeruk Litsea amara 8 1.86 0.32 4.15 0.53 1.82 7.82 Huru minyak Lindera polyantha 3 0.70 0.12 1.55 0.13 0.46 2.71 Huru piit Eugenia occlusa 1 0.23 0.04 0.52 0.04 0.14 0.89 Huru sintok Cinnamomum sintoc 31 7.21 0.68 8.81 2.25 7.73 23.75 Jamuju Podocarpus imbricatus 1 0.23 0.04 0.52 0.03 0.11 0.86 Kendung Helicia serrata 11 2.56 0.32 4.15 0.69 2.37 9.07 Ki harendong Astronia spectabilis 5 1.16 0.12 1.55 0.30 1.04 3.76 Ki hujan Engelhardia spicata 5 1.16 0.12 1.55 0.59 2.02 4.74 Ki putri Podocarpus neriifolius 10 2.33 0.28 3.63 0.61 2.10 8.05 Ki seueur Antidesma tentrandum 7 1.63 0.24 3.11 0.30 1.04 5.78 Kiray Metroxylon spec 3 0.70 0.08 1.04 0.14 0.47 2.20 Lemo Litsea cubeba 1 0.23 0.04 0.52 0.05 0.18 0.94 Pasang beunyeur Literatur belum ditemukan 3 0.70 0.12 1.55 0.17 0.58 2.83 Pasang beureum Quercus lineata 40 9.30 0.8 10.36 2.66 9.13 28.79 Puspa Schima walichii 25 5.81 0.4 5.18 2.01 6.89 17.89 Ramo gencel Schefflera aromatica 7 1.63 0.2 2.59 0.32 1.11 5.33 Salam Eugenia operculata 94 21.86 0.84 10.88 5.77 19.82 52.56 Segel Wormia excelsa 20 4.65 0.56 7.25 1.00 3.43 15.34

Jumlah 430 100.00 7.72 100.01 29.12 99.99 300.00

Page 96: papandayan suksesi.pdf

5. Indeks Nilai Penting (INP) Herba dan Semak

Nama Lokal Nama Ilmiah K KR F FR INP Arben Duchesnea indica 640 7.86 0.52 13.40 21.26 Babadotan Ageratum conyzoides 16 0.20 0.04 1.03 1.23 Bagedor paku Cyathea contaminas 1488 18.27 0.64 16.50 34.77 Bubukuan bulu Sambucus javanica 128 1.57 0.16 4.12 5.70 Bulu manik Literatur belum ditemukan 112 1.38 0.04 1.03 2.41 Bungbrun Polygonum chinense 96 1.18 0.16 4.12 5.30 Canar Smilax celebica 176 2.16 0.24 6.19 8.35 Harendong Melastoma malabathricum 320 3.93 0.36 9.29 13.21 Ilateun Agrostis infirma 1488 18.27 0.48 12.37 30.64 Ki urat beureum Plantago major 208 2.55 0.24 6.19 8.74 Kirinyu Eupathorium oderata 560 6.88 0.08 2.06 8.94 Kokosan Lansium domesticum 192 2.36 0.24 6.19 8.54 Pakis munding Angiopteris evecta 112 1.38 0.08 2.06 3.44 Paku tangkur Selliguea heterocarpa 464 5.70 0.12 3.09 8.79 Paku-pakuan Filices sp 288 3.54 0.08 2.06 5.60 Pinding Literatur belum ditemukan 16 0.20 0.04 1.03 1.23 Pohpohan Pilea trinervis 32 0.40 0.04 1.03 1.42 Tarake gunung Gunnera macropylla 16 0.20 0.04 1.03 1.23 Teklan Eupathorium riparicum 1792 22.00 0.28 7.22 29.22

Jumlah 8144 100.00 3.88 100.00 200.02

Page 97: papandayan suksesi.pdf

Lampiran 8: Indeks Keragaman Jenis Shannon-Wiener (H’)

Lokasi Pengamatan Tingkat vegetasi 2300 m dpl Terkena

Letusan 2300 m dpl Tidak Terkena Letusan

2500 m dpl Terkena Letusan

2500 m dpl Tidak Terkena Letusan

Semai 0.00 0.53 1.53 1.74 Pancang 0.00 0.03 1.75 2.45 Tiang 0.00 0.00 1.42 2.40 Pohon 0.00 0.00 1.49 2.53

Herba dan Semak 0.00 1.40 1.93 2.31 Liana dan Epifit 0.00 0.00 0.42 0.68

Lampiran 9 : Indeks Kekayaan Margalef (R1)

Lokasi Pengamatan Tingkat vegetasi 2300 m dpl Terkena

Letusan 2300 m dpl Tidak Terkena Letusan

2500 m dpl Tekena Letusan

2500 m dpl Tidak Terkena Letusan

Semai 0.00 0.22 0.85 1.18 Pancang 0.00 0.10 1.30 2.00

Tiang 0.00 0.00 1.01 2.37 Pohon 0.00 0.00 2.22 3.79

Herba dan Semak 0.00 0.57 1.00 2.00 Liana dan Epifit 0.00 0.00 0.51 0.51

Page 98: papandayan suksesi.pdf

Lampiran 10 : Indeks Kemerataan (E)

Lokasi Pengamatan Tingkat vegetasi 2300 m dpl Terkena

Letusan 2300 m dpl Tidak Terkena Letusan

2500 m dpl Tekena Letusan

2500 m dpl Tidak Terkena Letusan

Semai 0.00 0.48 0.70 0.70 Pancang 0.00 0.04 0.76 0.86 Tiang 0.00 0.00 0.73 0.89 Pohon 0.00 0.00 0.60 0.80

Herba dan Semak 0.00 0.72 0.80 0.78 Liana dan Epifit 0.00 0.00 0.38 0.99

Lampiran 11 : Indeks Dominansi (C)

Lokasi Pengamatan Tingkat vegetasi 2300 m dpl Terkena

Letusan 2300 m dpl Tidak Terkena Letusan

2500 m dpl Tekena Letusan

2500 m dpl Tidak Terkena Letusan

Semai 0.000 0.665 0.250 0.193 Pancang 1.000 0.943 0.212 0.100

Tiang 1.000 1.000 0.283 0.108 Pohon 1.000 1.000 0.301 0.094

Herba dan Semak 0.000 0.020 0.179 0.103 Liana dan Epifit 0.000 0.000 0.755 0.500

Page 99: papandayan suksesi.pdf

Lampiran 12 : Indeks Kesamaan Komunitas (IS)

Ekosistem yang Dibandingkan Tingkat vegetasi

Hutan 2300 m dpl Hutan 2500 m dpl Semai 0.00 20.92

Pancang 1.77 26.83 Tiang 19.44 31.35 Pohon 9.09 20.24

Herba dan Semak 0.00 49.26 Liana dan Epifit 0.00 3.51

Lampiran 13 : Daftar Nama Jenis Pohon di Gunung Papandayan

Nama Lokal Nama ilmiah Suku/famili Anggrid Neonauclea lanceolata Rubiaceae Cantigi Vaccinium lucidum Ericaceae Huru batu Litsea glutinosa Lauraceae Huru beureum Belum diketahui Belum diketahui Huru buah Beilschmiedia gemmiflora Lauraceae Huru bodas Ficus padana Moraceae Huru cabe Buchanania arborescens Vitaceae Huri huut Litsea monopetala Lauraceae Huru jeruk Litsea amara Lauraceae Huru minyak Lindera polyantha Lauraceae Huru piit Eugenia occlusa Myrtaceae Huru sintok Cinnamomum sintoc Lauraceae Jamuju Podocarpus imbricatus Podocarpaceae Kayu manis Cinnamomum burmanni Lauraceae

Page 100: papandayan suksesi.pdf

Kendung Helicia serrata Proteaceae Kiray Metroxylon spec Palmae Ki banen Crypteronia peniculata Crypteroniaceae Ki harendong Astronia spectabilis Melastomaceae Ki hujan Engelhardia spicata Fagaceae Ki putri Padocarpus neriifolius Podocarpaceae Ki sapu Eurya acuminata Theaceae Ki seueur Antidesma tentrandum Euphorbiaceae Ki teke Myrica javanica Myricaceae Ki urat beureum Plantago major Plantaginaceae Lemo Litsea cubeba Lauraceae Pasang beureum Quercus lineata Pagaceae Pasang beunyeur Belum diketahui Pagaceae Puspa Schima wallichii Theaceae Ramo gencel Schefflera aromatica Aquifoliaceae Salam Eugenia operculata Myrtaceae Segel Wormia excelsa Dilleniaceae Suwagi Vaccinium varingifolium Ericaceae

Lampiran 14 : Daftar Nama Jenis Tumbuhan Bawah di Gunung Papandayan

No Nama Lokal Nama Ilmiah Suku/Ilmiah 1 Anggrek Vanilla planifolia Orchidaceae 2 Arben Duchesnea indica Rosaceae 3 Areuy bulu Argyreia capitata Convolvulaceae 4 Babadotan Ageratum conyzoides Compositae 5 Bagedor paku Cyathea contaminans Cyatheaceae 6 Bubukuan bulu Sambucus javanica Caprifoliaceae 7 Bulu manik Belum diketahui Belum diketahui

Page 101: papandayan suksesi.pdf

8 Bungbrun Polygonum chinense Polygonaceae 9 Canar Smilax celebica Smilaceae 10 Cocok bubu Argostemma montanum Rubiaceae 11 Edelweis Anaphalis javanica Compositae 12 Harendong Melastoma malabathricum Melastomaceae 13 Ilateun Agrostis infirma Actinidiaceae 14 Jajambuan Eugenia sp Myrtaceae 15 Kembang anting Belum diketahui Belum diketahui 16 Kirinyu Eupathorium oderata Melastomaceae 17 Ki urat beureum Plantago major Plantaginaceae 18 Kokosan Lansium domesticum Meliaceae 19 Paku-pakuan Filices sp Filices 20 Pakis bulu Belum diketahui Belum diketahui 21 Pakis munding Angiopteris evecta Filices 22 Paku andam Gleichania linearis Gleichaniaceae 23 Paku tangkur Selliguea heterocarpa Filices 24 Pinding Belum diketahui Belum diketahui 25 Pohpohan Buchanaria arborescens Laportea 26 Ramo giling Schefflera lucescens Araliaceae 27 Seureuh leuweung Piper sulcatum Piperaceae 28 Tarake gunung Gunnera macropylla Halorrhagidaceae 29 Teklan Eupathorium riparicum Melastomaceae

Page 102: papandayan suksesi.pdf

Lampiran 15 : Data Kimia Tanah No Lokasi

Pengamatan Kedalaman

Tanah pH C-

Organik N-Total P-

bray P-Total Ca Mg K Na

0-20 cm 3.45 2.17 0.17 37.8 323.1 2.48 0.92 0.36 0,48 1 2300 m dpl terkena letusan 20-40 cm 3.39 1.59 0.11 46.0 364.8 2.90 0.79 0.28 0,36

0-20 cm 3.57 6.69 0.46 4.6 260.1 4.68 2.06 0.42 0,56 2 2300 mdpl tidak terkena letusan 20-40 cm 3.63 3.26 0.23 21.3 188.3 4.72 2.30 0.46 0,58

0-20 cm 3.84 1.00 0.09 23.0 218.5 3.30 1.45 0.36 0,54 3 2500 m dpl terkena letusan 20-40 cm 3.75 6.52 0.38 6.6 73.9 4.27 1.68 0.48 0,56

0-20 cm 3.91 6.01 0.36 20.5 183.5 3.43 1.08 0.32 0,42 4 2500 m dpl tidak terkena letusan 20-40 cm 3.68 6.60 0.42 21.3 221.9 2.90 0.86 0.30 0,36

No Lokasi

Pengamatan Kedalaman

Tanah Al H Fe Cu Zn Mn KTK KB

0-20 cm 22,93 7,46 28,08 6,20 7,60 9,84 12.18 34.8 1 2300 m dpl terkena letusan 20-40 cm 26,15 6,72 8,24 9,20 14,00 12,04 12.94 33.5

0-20 cm 9,04 1,90 3,16 0,72 4,48 8,88 18.65 41.4 2 2300 mdpl tidak terkena letusan 20-40 cm 7,54 1,54 1,80 0,28 4,12 6,84 18.28 44.1

0-20 cm 21,31 2,74 5,12 1,96 3,36 7,44 22.45 25.2 3 2500 m dpl terkena letusan 20-40 cm 7,06 1,16 13,80 1,20 1,80 26,16 25.12 27.8

0-20 cm 1,58 0,94 3,16 0,36 1,80 25,28 20.55 25.5 4 2500 m dpl tidak terkena letusan 20-40 cm 2,94 1,02 3,20 0,32 1,48 19,00 22.07 20.0

Page 103: papandayan suksesi.pdf

Lampiran 16 : Data Fisik Tanah

Tekstur Tanah No Lokasi Pengamatan

Kedalaman Tanah Pasir Debu Liat

0-20 cm 52.96 25.99 21.05 1 2300 m dpl terkena letusan 20-40 cm 45.95 24.81 29.24 0-20 cm 52.70 34.64 12.66 2 2300 mdpl tidak terkena letusan 20-40 cm 48.37 33.32 18.31 0-20 cm 26.90 41.59 31.51 3 2500 m dpl terkena letusan 20-40 cm 36.01 32.87 49.11 0-20 cm 57.60 24.43 18.27 4 2500 m dpl tidak terkena letusan 20-40 cm 37.29 38.36 24.35