panggilan untuk transformasi

7

Click here to load reader

Upload: daniel-kaunang

Post on 05-Jul-2015

65 views

Category:

Spiritual


3 download

DESCRIPTION

Artikel ini membahas mengenai dialog agama, ineransi dan infalibilitas, absurditas kepercayaan religius, serta perubahan yang mungkin dilakukan.

TRANSCRIPT

Page 1: Panggilan untuk Transformasi

Panggilan untuk Transformasi IOleh Daniel V. Kaunang

Quo vadis, agama?

"Ada yang salah dalam Islam..," demikian pernah diungkapkan Ulil Abshar-Abdalla suatu waktu. Dan saya pikir tidak hanya dalam Islam, tetapi juga dalam Kekristenan, Yudaisme, dan lain-lain. Selama dalam agama ada masalah, agama tidak bisa dijadikan solusi tuntas bagi kehidupan umat manusia, melainkan hanya akan menimbulkan berbagai masalah baru. Pluralisme membantu kita menghargai agama apa adanya. tapi tidak banyak membantu memperbaiki, mengkoreksi ajaran/kepercayaan agama yang tidak harmonis dengan etika global dan nilai-nilai kemanusiaan dunia saat ini.

Kelemahan pluralisme, menurut saya, adalah kecenderungannya mengabaikan “borok-borok” dalam agama demi menghargai kebersamaan.Masing-masing punya jalan, setiap jalan menuju Tuhan, dan semua jalan sesungguhnya satu, kira-kira begitu ungkapan pujangga Rumi. Sungguh indah. Larut menjadi satu. Dan kalau kita menarik benang merah dalam masing-masing agama Islam, Kristen, Buddha, Hindu, Konghucu terdapat satu ajaran moral yang sama, "the Golden Rule."Tapi itu hanya akan dapat diapresiasi sepenuhnya jika manusia sudah memilih transcend ke paradigma baru, mencapai tingkat evolusi yang lebih tinggi, melakukan shift of consciousness.

Apakah ramai-ramai mengunjungi FPI dapat mengubah religiositas mereka menjadi ramah terhadap lingkungan, ramah terhadap sesama? Saya rasa tidak juga. Masalahnya bukan pada mereka per se. Tapi pada agama yang melandasi pemahaman dan cara berpikir mereka. Dan menjadi masalah ketika agama menempatkan suatu sistem, aturan, pandangan-pandangan ribuan tahun yang lalu tentang tuhan dan hubungannya dengan umat manusia ke dalam status quo yang diabadikan menjadi kitab suci. Kitab suci yang menjadi landasan agama yang menjadi landasan pemahaman mereka.

Problemnya ada pada kitab suci yang sehari-hari kita gunakan. kitab suci sama yang digunakan oleh para teroris. kitab sama yang dipegang para pelaku korupsi, para pelaku kekerasan, dan lain-lain.

Sementara hampir semua bidang lainnya sudah mengalami kemajuan pesat, agama tetap stagnan. Karena seluruh nilai-nilai moral ajarannya didasarkan semata-mata pada moralitas peradaban jaman kitab-kitab itu ditulis. Dan ironis, ketika kalangan moderat mencap para teroris itu bukan Islam, atau, perilaku kekerasan pada seseorang bukan bersumber dari agamanya. Kontradiktif pada realitas bahwa kitab suci (Torah, Alkitab dan AlQur'an misalnya) mengandung -selain nilai-nilai bijak- berbagai pandangan yang memicu totalitarianisme yang secara langsung maupun tidak telah merepresi kritik dan kebebasan, serta begitu banyak menanamkan nilai-nilai kekerasan, barbarisme dan tribalisme ke dalam alam bawah sadar para penganutnya, yang termanifestasi ke dunia seperti yang kita saksikan saat ini.

Page 2: Panggilan untuk Transformasi

Para pemikir masa kini seperti antara lain Richard Dawkins (The God Delusion), Sam Harris (The End of Faith), Sankara Saranam (God Without Religion), atau Neale Donald Walsch (Tomorrow's God) sedikitnya telah berusaha memberikan warning signs akan adanya problem krusial dlm agama-agama yang kita hadapi sekarang ini.

Mengapa dialog agama selalu gagal

Saya menyadari bahwa komunikasi, dialog adalah cara yang baik untuk menumbuhkan pluralisme, etika dan sikap-sikap yang toleran di antara umat, beragama maupun tidak.

Akan tetapi berdialog dengan seorang yang terdogmatisir agama seringkali menjadi satu hal yang tersulit, karena melekatnya beberapa logical fallacy dalam kerangka berpikir yang digunakan untuk menutup dirinya dari ketakutannya akan kemungkinan perubahan iman atau kepercayaan yang dianut jika seseorang menerima suatu gagasan tertentu. Antara lain, "jangan gunakan logika / jangan berpikir," "itu ada di alkitab," serta “tunjukkan ayatnya.”

Saya akan mencoba menjelaskan secara singkat permasalahannya dari sudut pandang dan pengalaman saya pribadi, implikasinya secara umum dalam agama-agama, dan apa yang sebaiknya dilakukan untuk memperbaiki kondisi dunia saat ini.

1. "Jangan gunakan logika.."

Adalah kalimat yang hampir selalu diucapkan "orang percaya" ketika membahas atau berdiskusi tentang misteri tuhan. Ketika saya pernah membahas dengan seorang rekan mengenai hal-hal keagamaan yang diluar lingkup kepercayaan agama Katholik, saya diingatkan untuk "jangan terlalu dipikirkan, yang penting percaya saja."Saya ingat juga ketika para anggota milis salah satu gereja membahas seorang pastur yang diketahui telah melanggar aturan selibat dan selama beberapa tahun telah menjalin cinta dengan orang lain, kita kembali diingatkan untuk "tidak usah pusing, biarlah para romo saja yang memikirkan hal itu."Dalam hampir setiap pembicaraan dengan berbagai rekan, dapat muncul pernyataan yang mengingatkan agar kita jangan memakai logika untuk membicarakan hal-hal yang menyangkut agama, apalagi tuhan. Tuhan hanya dapat dirasakan keberadaannya di hati.

Saya setuju, Tuhan yang tak terbatas tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh logika manusia yang terbatas. Tapi yang kemudian terjadi justru sangat kontradiktif, dimana orang beragama diharuskan untuk melandaskan pemahamannya tentang Tuhan semata-mata pada keterbatasan logika dan cara pandang orang-orang terkemuka maupun para nabi yang pernah hidup di jaman ribuan tahun yang lalu yang diajarkan dari mulut ke mulut dan kemudian dituliskan ke dalam apa yang menjadi kumpulan manuskrip yang lalu dianggap sebagai inspirasi roh atau bisikan malaikat dan kemudian dijadikan sebagai kitab suci. Dan karena telah dianggap "suci" -bahkan masih banyak yang meyakini alkitab sebagai tulisan atau kata-kata langsung dari Tuhan sendiri- sehingga pada akhirnya tidak boleh diperbantahkan oleh siapapun.

2. "It's in the bible.."

Page 3: Panggilan untuk Transformasi

Satu kalimat itu dapat membuat sebuah diskusi berhenti mati. Hal ini berulang kali saya alami dalam berbagai kesempatan berdiskusi khususnya dengan orang beragama konservatif, seperti misalnya diskusi homoseksualitas, pendidikan anak, dsb, yang segera berhenti ketika orang itu telah berkata, "itu ada di alkitab."Berbagai pandangan yang membenarkan sikap memusuhi atau menajiskan homoseksualitas berasal dari alkitab. Berbagai pandangan orang tua bahwa anak-anaknya harus dipukuli berasal dari kitab yang dianggap diturunkan, atau diinspirasi oleh Allah.Maka jika seseorang sudah menegaskan, "itu ada di alkitab," end of discussion. Apapun argumen yang saya berikan akan ditolak mentah-mentah, tidak mau dipertimbangkan. Dialog berhenti, karena jika diteruskan, seringkali dapat berubah menjadi debat kusir yang mungkin tidak ada habisnya.

3. “Tunjukkan ayatnya…”

Adalah suatu bentuk logika penyangkalan, yang terbalik dari poin sebelumnya. Ini hampir selalu saya temukan dalam diskusi apologia agama. Polanya cukup mudah dikenali, biasanya, jika saya memenuhi permintaan untuk menunjukkan ayatnya, maka pendiskusi akan menyangkal dengan menyatakan saya mengutip separuh atau diluar konteks. Jika saya berhasil menunjukkan bahwa saya tidak separuh-separuh atau mengutip diluar konteks, pendiskusi dapat menggunakan Ad Hominem, menyerang pribadi saya untuk mengaburkan fokus diskusi.

Setelah menjumpai beberapa perilaku tersebut dalam cara pikir banyak orang, saya dapat memahami mengapa kepercayaan dan tradisi dalam agama seringkali tidak boleh dipertanyakan, karena mempertanyakan agama ekuivalen dengan mempertanyakan atau dapat dianggap meragukan tuhan, dapat dinilai imannya lemah, bahkan dapat dicap sesat, murtad.

Hidup beragama menjadi suatu bentuk hidup dalam penyangkalan yang menjadi mengkhawatirkan karena manusia ditempa/diindoktrinasi untuk menempatkan sekumpulan teks di atas hati nuraninya. Salah satu contoh, banyak istri yang harus menyangkal diri, mengesampingkan hati nurani yang berteriak ketika suaminya berpoligami, hanya karena suatu ajaran usang yang dianggap sebagai Hukum Allah yang membenarkan laki-laki untuk beristri lebih dari seorang.

Pola pikir yang demikian telah menjerumuskan manusia ke dalam lembah ketidakpedulian dan intoleransi, serta menumbuh-kembangkan sikap denial/penolakan-penolakan terhadap rasio dan realitas.Disadari atau tidak, logical fallacies ini adalah kunci sukses pertikaian antar umat, pengkotak-kotakan agama, dan berbagai bentuk penderitaan yang terus berlangsung hingga saat ini.

Ineransi dan infalibilitas kitab suci

Kecenderungan yang sering saya jumpai, adalah kepercayaan bahwa kitab suci tidak mungkin memiliki kesalahan. Alkitab atau AlQuran dipercaya sebagai kitab yang ineran, infalibel, suci. Yang mungkin salah adalah interpretasi dari manusia-manusia. Saya paham jika orang menuding kepada interpretasi yang dianggap menyimpang, karena banyak sekali perbedaan interpretasi orang-orang percaya akan berbagai ayat

Page 4: Panggilan untuk Transformasi

dalam alkitab yang diakui maupun tidak telah membuahkan kebingungan dan perpecahan yang dahsyat di antara umat beragama.

Tapi dari yang saya pelajari, sebagian besar manuskrip yang terkumpul dalam kitab suci banyak merupakan penggambaran akan peradaban dunia di masa lalu dimana kepercayaan adanya perang antara dewa-dewa atau antara tuhan dengan setan masih dominan. Kitab suci menunjukkan pemikiran orang-orang di masa itu tentang dua wajah tuhan yang kontradiktif, yang mana di satu sisi maha pengasih dan penyayang, di sisi lain maha pemarah, pendendam, pencemburu, haus darah, dan lain sebagainya.

Absurditas kepercayaan-kepercayaan religius

Bagaikan pisau, sebuah kitab suci merupakan paradoks yang di satu sisi mengandung kata-kata bijak, di sisi lain mengandung ayat-ayat yang terus menuai berbagai interpretasi kepercayaan teologis yang absurd, sebagai contoh antara lain:

-tuhan harus ditakuti,-tuhan pemarah, pencemburu, pendendam, suka perang, -manusia dilahirkan dalam dosa-manusia terpisah dari tuhan-orang berdosa masuk neraka-orang yang tidak percaya kepada tuhan, atau tidak bertobat, setelah mati akan disiksa di neraka,-anak harus dipukul,-orang yang murtad boleh dibunuh,-pandangan sosio-biologi yang simplistik tentang jender,-derajat perempuan sedikit lebih rendah daripada laki-laki-homoseksual dapat dibunuh karena melanggar kodrat,-perempuan harus tunduk pada laki-laki karena itu kodratnya,-dosa manusia ditebus dengan darah kristus,-gereja adl penerus tubuh kristus di dunia,-ratusan ramalan akhir jaman yang menakutkan, kiamat, hari penghakiman,-air, minyak, atau ornamen, batu-batuan tertentu yang telah melalui proses ritual, dipercaya memiliki kekuatan mujizat,-infalibilitas nabi, paus, dan pemimpin-pemimpin agama,-serta masih banyak hal lainnya.

Sebagian besar pengikut aliran kepercayaan agama (Islam, Kristen, dan lainnya) telah banyak mengesampingkan, dan menekan, merepresi akal budi, logika kita sebagai mahluk yang memiliki kapasitas intelektual tinggi, demi suatu dogma atau kepercayaan yang menjatuhkan akhlak manusia ke tingkat yang sulit dibayangkan untuk abad ini, yang dilandaskan semata-mata pada sebuah -hasil terjemahan ribuan tahun- kitab yang diterima dan diagungkan sebagai satu-satunya sumber kebenaran yang mutlak.

Oleh karena satu hal dan yang lain yang saling kontradiktif tersebut, saya dapat memahami mengapa orang dalam beragamanya merasa perlu menekan bahkan menghilangkan rasionalitas, logikanya, yang akibatnya justru fatal.

Page 5: Panggilan untuk Transformasi

Implikasi

Sejarah menunjukkan bahwa agama-agama (institusi) telah gagal. Agama, yang harapannya menjadi penumbuh moral dan spiritual umat manusia setiap jaman, telah menumbuhkan dilema berkepanjangan dengan dikotomi yang diusung. Di satu sisi agama mengusung perdamaian, di sisi lain agama terus menanamkan benih ketakutan melalui misteri, tahyul dan ancaman-ancaman neraka. Di satu sisi agama menjanjikan bidadari-bidadari cantik di surga yang menunggu umatnya yang patuh menjalankan perintah agama yang telah diagungkan sebagai kehendak tuhan. Di sisi lain agama menakut-nakuti umat dengan ancaman disiksa di neraka jika tidak patuh dan taqwa kepada agama (yang dipertuhankan).

Agama telah meraup kebebasan orang, menghakimi orang lain menurut standar dan doktrin yang ditetapkan. Akibatnya yang terjadi adalah sesama dan antar umat beragama saling mengkafirkan, saling curiga, dan menumbuhkan antipati, kebencian, amarah, dan kemungkinan terburuknya, perang atas nama tuhannya masing-masing agama.

Sadar atau tidak, agama telah menyengsarakan umat manusia.Memecah-belah umat manusia dengan berbagai slogan dan klaim agama paling benar, jalan yang lurus.Memperbudak manusia dengan kewajiban-kewajiban dari peradaban primitif yang absurd serta ancaman-ancaman halus berupa tahyul "jangan begini, jangan begitu, nanti celaka, nanti masuk neraka, dst.."Agama telah berperan dalam menabur prasangka, curiga dan kebencian, bahkan dapat membuat manusia saling membunuh sesamanya.

Iman vs. rasio

Liberalisasi logika, penggunaan rasio, dan pengembangan ilmu pengetahuan telah terbukti berulang kali menyelamatkan peradaban manusia dari kegelapan yang diakibatkan oleh ketidakpedulian institusi-institusi agama yang telah mengesampingkan logika dan etika.

Kita kini menyadari bahwa bumi itu bulat, tidak datar, kita menyadari bahwa matahari tidak mengelilingi bumi. Kita mengetahui bahwa seseorang yang mengalami kejang akut tidak berarti dia dirasuki setan. Kita menyadari bahwa memukul anak bukanlah cara yang bijak dalam mengasuh. Kita juga menyadari dari ratusan ramalan biblikal tentang akhir jaman di masa lalu, tidak ada satupun yang terjadi.

Akan tetapi hingga saat ini pengesampingan logika demi kepercayaan-kepercayaan absurd masih ada dan terus dilestarikan, jika tidak mau dikatakan semakin meledak.

Kemudian, jika saya amati Islam dan terorisme, fakta menunjukkan telah berulangkali terjadi bom bunuh diri yang direncanakan secara sistematis, pembunuhan terhadap golongan yang dianggap kafir, berbagai bentuk penindasan terhadap orang yang tidak seagama, dan lain-lain. Kesemuanya itu merupakan hasil interpretasi dari kitab suci oleh orang-orang yang dikatakan sebagai fundamentalis, literalis. Menjadi ironi ketika sebagian kelompok yang moderat atau liberal menuding itu bukan bagian dari agamanya. Disini kembali terjadi penyangkalan, pengesampingan logika.

Page 6: Panggilan untuk Transformasi

Jika kelompok fundamentalis telah berada dalam penolakan, menutup pandangan terhadap pluralisme yang terkandung dalam agamanya, kelompok moderat-liberal telah menutup sebelah mata pada kenyataan bahwa agamanya memiliki kaitan yang signifikan dengan kekerasan, penindasan, dan peperangan yang dilakukan kelompok fundamentalis.

Perubahan

Yang ingin saya sampaikan adalah, salah satu persoalan utama yang sedang kita hadapi (yang justru kita abaikan) terletak pada teks-teks, ayat-ayat yang ada di dalam Alkitab, AlQur'an, yang -ditilik dari ekses negatifnya- telah melestarikan berbagai bentuk kepercayaan-kepercayaan absurd di berbagai kalangan masyarakat yang menjadi landasan untuk terjadinya berbagai bentuk kekerasan, penindasan dan penderitaan di dunia hingga saat ini.

Sepanjang teman-teman kita dari kalangan moderat atau bahkan liberal tetap menggunakan "mata pisau" yang sama digunakan oleh orang-orang konservatif-fundamentalis untuk melestarikan kebencian dan keinginan membunuh /menghancurkan, kekerasan dan pembunuhan atas nama tuhan akan berulang kembali terus menerus. Dan dialog sebetapapun intensifnya dilakukan, akan sia-sia sepanjang kerangka berpikir umat beragama mengandung logical fallacies.

Kita perlu mulai mengambil langkah konkrit untuk mengakui dan menghargai kitab-kitab tersebut sebagai bagian dari sejarah masa lalu. Kita perlu membuka diri dan membuang penyumbat-penyumbat dialog, serta mengakui secara tulus bahwa ada yang salah dalam sebagian dari kepercayaan-kepercayaan yang kita anut.

Kita perlu memperbarui pandangan-pandangan kita tentang agama, merevaluasi aspek-aspek yang ada dalam agama, melakukan koreksi terhadap sebagian kepercayaan kita yang sudah tidak sejalan dengan kehidupan. Saya ambil contoh dari apa yang dilakukan Thomas Jefferson pada alkitab. Upaya beliau adalah mengekstrak nilai-nilai etika moral ajaran Yesus, melepaskannya dari dogma, mitologi dan tahyul-tahyul supranatural yang menyelimuti ajarannya, ke dalam kemasan baru yang lebih jernih, yaitu the Jefferson's Bible.

Demi generasi-generasi selanjutnya, kita perlu sepakat untuk melakukan perubahan, amandemen, koreksi tidak hanya terhadap interpretasi tapi juga ayat-ayat dari kitab suci masing-masing agama. Ayat-ayat ambigu yang berpotensi/telah menimbulkan berbagai tragedi yang menyengsarakan umat manusia seperti perang, kekerasan, pembunuhan, diskriminasi jender, dan nilai-nilai usang lain yang sudah bukan masanya lagi perlu ditinggalkan, dimusiumkan, dan dihapus dari doktrin kepercayaan agamanya agar tidak lagi dapat disalahgunakan, disalah-interpretasikan untuk kepentingan atau egotisme seseorang atau kelompok.

Mungkin hal-hal semacam itu bisa kita lakukan. Kita perlu mau membuka diri, mau menyadari dan mengakui berbagai kekeliruan yang ada dalam doktrin-doktrin agama yang dianut, dan melakukan perbaikan pada kitab suci.

Page 7: Panggilan untuk Transformasi

Singkatnya, agama-agama dunia (dan terutama Islam) sudah waktunya harus diubah, disegarkan, diperbarui. Dan perubahan kali ini harus radikal, dan berkesinambungan. Pandangan-pandangan dan pemahaman akan tuhan yang paradoksikal dan eksklusif, perlu dialihkan menjadi open-source, yang saling bergantung dan saling melengkapi satu sama lain, interdependen. Agama harus menarik dirinya yang telah begitu mengakar ke dalam budaya, sosial dan politik masyarakat. Agama perlu kembali pada jati dirinya sebagai murni agama, kembali pada fungsinya semula sebagai penasihat bijak yang mampu beradaptasi pada berbagai perubahan sosial, menunjang stabilitas moral dalam masa transisi perubahan, menumbuhkan persaudaraan antara umat manusia dalam mengarungi perkembangan jaman yang dinamis.

Impossibility? Tidak. Inevitability. Agama diadakan untuk kesejahteraan umat manusia, bukan sebaliknya untuk kejayaan agama. Agama-agama HARUS berubah, terpaksa atau dengan kesadaran sendiri, demi masa depan peradaban dan generasi umat manusia yang lebih baik.

***

[r.1.3]http://airkehidupan.ca-net.com