panduan advokasi kasus penyiksaan di indonesia...panduan advokasi kasus penyiksaan di indonesia 4 lp...

52
PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 1 Buku Panduan Advokasi Kasus Penyiksaan di Indonesia Diterbitkan Oleh : Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Jl. Kramat II No. 7, Senen Jakarta Pusat 10420 elepon: (021) 3919097, 3919098 Fax: (021) 3919099 Email: [email protected] Web: kontras.org

Upload: others

Post on 06-Nov-2020

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

1

Buku Panduan Advokasi Kasus Penyiksaan di Indonesia

Diterbitkan Oleh : Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Jl. Kramat II No. 7, Senen Jakarta Pusat 10420 elepon: (021) 3919097, 3919098 Fax: (021) 3919099 Email: [email protected]: kontras.org

Page 2: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

2

Profil : Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan

(KontraS)

KontraS adalah sebuah organisasi Hak Asasi Manusia (HAM) yang didirikan pada 20 Maret 1998. Organisasi ini diinisiasi oleh sejumlah aktivis pro-demokrasi dari berbagai latar belakang di Indonesia. Pada awal pendiriannya, KontraS memiliki fokus utama mengadvokasi kasus penculikan dan penghilangan paksa, sebuah kejahatan serius yang marak terjadi di bawah pemerintahan orde baru.

Salah satu kasus yang diadvokasi KontraS adalah kasus Penculikan dan penghilangan paksa 23 aktivis pada tahun 1997-1998. Dari jumlah tersebut, 9 orang aktivis berhasil dikembalikan hidup-hidup, 1 orang ditemukan meninggal dunia, sedangkan 13 orang masih hilang hingga saat ini.

Setelah pemerintahan orde baru jatuh, KontraS berkembang menjadi organisasi HAM dengan mandat advokasi yang lebih luas dan tidak hanya terbatas pada kasus penculikan/ penghilangan paksa. KontraS juga melakukan advokasi terhadap beragam isu dan kasus, khususnya yang berdimensi hak sipil dan politik, di antaranya penyiksaan, hukuman mati, brutalitas aparat TNI-POLRI, dll. Sejauh ini KontraS hadir di tujuh provinsi, di antaranya Aceh, Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan dan Papua.

Informasi lebih lanjut kunjungi www.kontras.org

Page 3: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

3

DAFTAR ISI

A. Daftar SingkatanB. PengantarC. Memahami HAMD. Mengenal Pelanggaran HAME. HAK Bebas dari PenyiksaanF. Mekanisme Pelaporan

Mekanisme JudisialMekanisme Non JudisialMekanisme Internasional

G. Proses Pemulihan dan Ganti KerugianH. Lampiran

DAFTAR SINGKATAN

BRIGPOL Brigadir PolisiCAT Convention Against Torture and Other Cruel Inhuman or

Degrading Treatment or Punishment/Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perbuatan Tidak Manusiawi Lainnya

DENPOM Detasemen Polisi MiliterDUHAM Deklarasi Universal Hak Asasi ManusiaHAM Hak Asasi ManusiaICCPR International Covenant on Civil and Political Rights/ Konvensi

Internasional tentang Hak Sipil dan PolitikLPSK Lembaga Perlindungan Saksi dan KorbanKEMENPPPA Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan AnakKI Komisi Informasi KOMJAK Komisi KejaksaanKOMNAS HAM Komisi Nasional Hak Asasi ManusiaKOMNAS PEREMPUAN

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan

KOMPOLNAS Komisi Kepolisian NasionalKontraS Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak KekerasanKPAI Komisi Perlindungan Anak IndonesiaKY Komisi YudisialLBH Lembaga Bantuan Hukum

Page 4: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

4

LP Laporan PolisiMPR Majelis Permusyawaratan RakyatOBH Organisasi Bantuan HukumORI Ombudsman Republik IndonesiaPBB Perserikatan Bangsa - BangsaPERPANG Peraturan Panglima PERPRES Peraturan PresidenPERKAP Peraturan KapolriPN Pengadilan NegeriPOLRI Polisi Republik IndonesiaPOM Polisi MiliterPROPAM Provost dan PengamananP2TP2A Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan AnakRESTA Resort TangerangRSUD Rumah Sakit Umum DaerahSK Surat KeputusanSP2HP Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil PenyidikanTapol/Napol Tahan Politik / Narapidana PolitikTNI Tentara Nasional IndonesiaUU Undang - UndangUUD Undang - Undang DasarYLBHI Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia

Page 5: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

5

A. Pengantar

Sejak tahun 2010 hingga sekarang, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) secara konsisten mengeluarkan laporan tentang praktik - praktik penyiksaan. Dari laporan tersebut, KontraS merangkum bahwa praktik - praktik penyiksaan dari tahun ke tahun terus meningkat. Ironisnya, kasus-kasus ini minim akuntabilitas dan proses hukum terhadap para pelaku.. Kondisi ini tidak terlepas dari beberapa hal, antara lain; ketidakmauan institusi para pelaku untuk melakukan proses hukum terhadap anggotanya; belum adanya pasal spesifik terkait penyiksaan dalam hukum positif. Disamping itu, lemahnya pemahaman korban atau warga dan rasa takut terhadap institusi penegak hukum menjadi persoalan tersendiri terjadinya impunitas dalam kasus penyiksaan.

Faktor tersebut mendorong KontraS untuk mengeluarkan Buku Saku Advokasi Praktik – Praktik Penyiksaan di Indonesia. Buku saku ini merupakan panduan singkat yang dapat dipergunakan oleh korban, keluarga korban maupun masyarakat umum guna mendapatkan pemahaman tentang Hak Asasi Manusia (HAM), jenis – jenis pelanggaran HAM, khususnya pelarangan praktik – praktik penyiksaan, bagaimana melakukan proses advokasi melalui mekanisme hukum dan HAM hingga proses pemulihan bagi korban – korban praktik penyiksaan. Setidaknya buku saku ini dapat menjadi panduan dasar bagi para pembacanya untuk melakukan advokasi terhadap praktik - praktik penyiksaan di Indonesia.

Buku saku ini disusun oleh KontraS, dengan mengambil pembelajaran dari kasus – kasus penyiksaan yang pernah atau tengah didampingi KontraS . Dalam proses penyusunan buku ini, KontraS juga melibatkan sejumlah pekerja HAM maupun jaringan dari berbagai wilayah di Indonesia yang memiliki concern terhadap advokasi praktik - praktik penyiksaan di Indonesia dengan bekerja secara langsung melakukan pendampingan

Page 6: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

6

dan advokasi kasus – kasus penyiksaan di sejumlah wilayah. Besar harapan kami buku ini dapat menjadi panduan dasar bagi masyarakat yang membutuhkan. Semoga buku ini dapat berkontribusi dalam mendukung kerja-kerja advokasi dan upaya para korban, keluarga korban penyiksaan, masyarakat dan juga para pendamping untuk mendorong akuntabilitas dan penghentian praktik-praktik penyiksaan di Indonesia, serta untuk melakukan advokasi kasus – kasus penyiksaan.

B. Memahami HAM

“Semua orang dilahirkan secara merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam semangat persaudaraan. Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan tanpa perkecualian apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat yang berlainan, asal usul kebangsaan atau sosialnya, hak milik, kelahiran, ataupun kedudukan lain.” 1

1

1 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948, Pasal 1 dan 2

Page 7: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

7

Hak Asasi Manusia (HAM) secara jelas didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dimiliki oleh setiap manusia. Fokus HAM adalah tentang kehidupan dan martabat manusia. Martabat seseorang dilanggar ketika mereka menjadi subjek penyiksaan atau tindakan lainnya yang merendahkan martabat manusia. Tap MPR No XVII/MPR/1998 Tentang Hak Asasi Manusia,

Karakter dasar dari HAM: - Fokus pada martabat manusia;- Berlaku universal, kepada siapapun. Terlebih pada yang

rentan, lemah, kurang paham informasi dan kurang akses untuk mendapatkan perlindungan hak dan keadilan;

- Melindungi setiap orang, baik sendiri-sendiri maupun secara bersama;

- Menempatkan Negara dan aparatnya sebagai pemangku kewajiban untuk penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan HAM;

- Tidak dapat dicabut dan diambil, terlebih secara sewenang-wenang;

- Setiap hak saling terkait dan saling menguatkan.

Konsekuensinya adalah tidak ada seorang atau kelompok maupun kekuasaan negara manapun yang diperkenankan untuk mencabut, mengurangi, membatasi, merebut atau merampas HAM dari tangan pemiliknya. Setiap manusia termasuk negara harus menghormati, menghargai, menjaga dan melindungi hak asasi dari manusia lainnya. Dalam Tap MPR No XVII/MPR/1998 Tentang Hak Asasi Manusia dan UUD 1945 disebutkan bahwa Hak Asasi Manusia adalah “hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati, universal dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa”.2

2 Tap MPR RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.

Page 8: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

8

Pemerintah telah banyak membuat berbagai aturan yang mengacu pada standar HAM Internasional dan telah diadopsi dalam Konstitusi serta aturan - aturan yang lebih aplikatif, yaitu Undang – Undang HAM3 dan Undang – Undang tentang Pengadilan HAM 4 serta aturan-aturan internal dalam institusi negara lainnya, namun pada tatataran pelaksanaannya masih muncul permasalahan. Sebagai contoh, adanya praktik penyalahgunaan kewenangan dan kekerasan masih menjadi gambaran kehidupan sehari - hari di masyarakat, di mana pelakunya tidak hanya berasal dari Negara (aktor konvensional), tetapi juga kelompok – kelompok intoleran milisi, korporasi serta antar masyarakat sendiri. Di sisi lain, penegakan hukum yang masih bersifat prosedural dan tebang pilih karena komitmen pemerintah dan alat Negara lainnya tidak dilaksanakan secara sungguh - sungguh sebagai bagian dari acuan dalam mengukur capaian penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM.

Dalam konteks HAM, Negara memiliki kewajiban yang harus dipenuhi, diantaranya:

3 Undang-Undang No 39 Tahun 19994 Undang-Undang No 26 Tahun 2000

Page 9: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

9

Kewajiban Maksud Contoh

Menghormati Mengharuskan Negara untuk menghindari tindakan - tindakan intervensi Negara atau mengambil kewajiban negatif

Untuk hak bebas dari praktik – praktik penyiksaan, Negara berkewajiban melalui aparaturnya untuk tidak melakukan praktik – praktik penyiksaan

Melindungi Negara harus mengambil kewajiban positifnya untuk menghindari pelanggaran hak asasi manusia

Kewajiban untuk melindungi termasuk pula kewajiban Negara untuk melakukan investigasi, penuntutan/penghukuman terhadap para pelaku, dan pemulihan bagi korban setelah terjadinya suatu tindak pidana (human rights abuse) atau pelanggaran HAM (human rights violation)

Untuk bebas dari praktik – praktik penyiksaan, Negara harus membuat produk Undang – Undang terkait pelarangan dan penghukuman bagi para pelaku penyiksaan

Selain itu Negara juga harus memastikan bahwa institusi - institusi tersebut, termasuk lembaga judisial dapat mengambil tindakan - tindakan yang diperlukan

Kegagalan Negara untuk mengungkap suatu kebenaran (right to know), penuntutan dan penghukuman terhadap pelaku (right to justice), serta pemulihan bagi korban (right to reparation) merupakan suatu pelanggaran HAM yang baru, yang sering disebut sebagai impunitas (impunity)

Memenuhi Negara harus mengambil tindakan - tindakan legislatif, administratif, peradilan serta langkah lainnya yang diperlukan untuk memastikan bahwa para pejabat Negara ataupun pihak ketiga melaksanakan penghormatan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia

Negara harus melatih institusi kepolisian dan militer terkait pelarangan untuk menggunakan praktik – praktik penyiksaan

Page 10: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

10

C. Mengenal Pelanggaran HAM

Lalu, apa yang dimaksud dengan pelanggaran HAM? Pada dasarnya jika tidak terpenuhinya HAM, atau jika terjadi sebuah kondisi di mana setiap individu maupun warga sipil mengalami keadaan yang buruk sementara Negara tidak memberikan kemudahan, tidak mengakui haknya, tidak melindungi, atau bahkan menjadi pelaku dari pelanggaran itu sendiri, maka patut diduga telah terjadi peristiwa pelanggaran HAM.

Hal yang membedakan pelanggaran HAM dan pelanggaran HAM berat adalah unsur sistematis dan meluasnya.

Sistematis adalah ketika kejahatan tersebut dilakukan dengan adanya kebijakan atau kebijakan yang sengaja membiarkan terjadi kejahatan (pembiaran)

Meluas, jika ada pelanggaran HAM yang terjadi secara bertumpuk. Misalnya terjadi secara berulang - ulang dalam kurun waktu tertentu, atau terjadi berbagai bentuk pelanggaran hak pada satu situasi saja. Juga, bila terjadi dalam kurun waktu tertentu, serta terjadi di beberapa tempat. Biasanya dalam peristiwa pelanggaran HAM berat, pelanggaran terjadi dalam bentuk pembantaian secara besar - besaran pada suku atau kelompok (genosida) dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Lalu bagaimana cara menyelesaikan peristiwa pelanggaran HAM dan Pelanggaran HAM berat?

Page 11: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

11

PELANGGARANHAM

PENGADILAN NEGERI (PERDATA

DAN/ATAU PIDANA)

PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

LEMBAGA - LEMBAGA NEGARA (KOMNAS HAM, OMBUDSMAN, KOMPOL-NAS, KOMISI INFORMASI

PUBLIK, PENGAWAS INTER-NAS INSTITUSI, INSPEK-

TORAT, DPR)

LITIGASINON

LITIGASI

Alur penyelesaian kasus Pelanggaran HAM

PELANGGARANHAM BERAT

KOMNAS HAM (PENYELIDIK)

KEJAKSAAN AGUNG (PENYIDIKAN DAN

PENUNTUTAN)

PENGADILAN HAM AD HOC (KASUS PELANGGARAN HAM

BERAT SEBELUM UU 26/2000) DAN

PENGADILAN HAM (KASUS PELANGGARAN HAM BERAT

SETELAH UU 26/2000

Alur penyelesaian kasus Pelanggaran HAM Berat5

5 Bagan di atas merupakan alur proses penyelesaian pelanggaran HAM berat yang terjadi setelah adanya UU 26/2000, namun jika pelanggaran HAM Berat itu terjadi sebelum adanya UU 26/2000, berdasarkan Pasal 43 UU 26/2000 DPR mengusulkan pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc dengan Keputusan Presiden

Page 12: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

12

D. Hak Bebas dari Penyiksaan

Apa itu penyiksaan? Hak untuk bebas dari praktik – praktik penyiksaan merupakan salah satu dari hak fundamental atau hak dasar dalam HAM yang tidak dapat dikurangi atau dibatasi dalam keadaan atau situasi apapun (non-derogable rights). Dalam hukum Internasional, hak untuk tidak disiksa dikategorikan sebagai norma jus cogens yang dalam Konvensi Vienna mengenai Hukum Perjanjian, didefinisikan sebagai norma yang diterima dan diakui oleh komunitas Internasional yang terdiri atas negara - negara secara keseluruhan sebagai suatu norma di mana tidak ada pengurangan terhadapnya dapat diperbolehkan dan yang hanya bisa diubah oleh norma umum hukum Internasional yang memiliki karakter serupa. Oleh karena statusnya sebagai norma jus cogens, hak setiap orang untuk tidak disiksa wajib dijamin dan dilindungi oleh setiap Negara sekalipun Negara tersebut tidak meratifikasi ICCPR, CAT, ataupun instrumen HAM Internasional terkait lainnya.

Lalu apakah penyiksaan itu sama dengan penganiayaan?

Penyiksaan Penganiayaan

Perbuatannya Dilakukan dengan sengaja Dilakukan dengan sengaja

Pelaku Atas hasutan dari, dengan persetujuan atau sepengetahuan seorang pejabat publik atau orang lain yang bertindak dalam kapasitas publik

Setiap Orang

Tujuan Hingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan mental atau fisik yang luar biasa Mendapatkan pengakuan, informasi, sebagai penghukuman atau intimidasi

Menimbulkan rasa sakit atau luka

Page 13: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

13

Komitmen Negara terkait dengan pelarangan praktik - praktik penyiksaan dibuktikan dengan diratifikasinya sejumlah aturan Internasional ke dalam hukum positif Indonesia. Selain meratifikasi aturan Internasional, Pemerintah juga mengimplementasikannya dalam beberapa peraturan perundang - undangan, bahkan beberapa aturan internal di institusi aparat penegak hukum dan keamanan diantaranya juga mencantumkan frase mengenai pelarangan terhadap praktik - praktik penyiksaan.

Pasal 5 Universal Deklarasi Hak Asasi Manusia

“Tidak seorangpun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, diperlakukan atau dihukum secara tidak manusiawi atau dihina”

Pasal 7 Kovenan Sipil dan Politik (ICCPR)

“Tidak seorangpun yang dapat dikenakan penyiksaan atau perlakuan atau hukuman lain yang keji, tidak manusiawi atau merendahkan martabat. Pada khususnya, tidak seorangpun dapat dijadikan objek eksperimen medis atau ilmiah tanpa persetujuan yang diberikan secara bebas”

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia

Konvensi Anti Penyiksaan (CAT) yang telah diratifikasi kedalam Undang - Undang No. 5 tahun 1998

Pasal 28 g ayat (2)Undang - Undang Dasar 1945

“Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak untuk memperoleh suaka politik dari negara lain”

Pasal 33 ayat (1) Undang – Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

“Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan merendahkan kemanusiaannya” Pasal 66 ayat [1] “setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi”

Page 14: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

14

Undang – Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia yang menyebutkan penyiksaan sebagai bagian dari kejahatan sistematis

Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia

Peraturan Kapolri [Perkap] Nomor 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana

Peraturan Panglima TNI [Perpang] Nomor 73/IX/2010 tentang Penentangan terhadap Penyiksaan dan Perlakuan lain yang Kejam dalam Penegakan Hukum di Lingkungan Tentara Nasional Indonesia

Oleh karena Negara telah meratifikasi sejumlah aturan internasional ke dalam aturan - aturan hukum yang berlaku di Indonesia, maka Negara memiliki kewajiban :

Mengkriminalisasikan Pelaku Penyiksaan

Penyediaan Mekanisme Pengaduan Penyelesaian

Hukum Efektif

Memenuhi Hak Korban atas Reparasi

Mencegah Praktik Penyiksaan

Kewajiban Negara Terkait Penyiksaan

Bagan kewajiban Negara terhadap korban 6

6 Terkait dengan pemenuhan Hak Reparasi dimana negara memiliki kewajiban yang mencakup Restitusi, Kompensasi, Rehabilitasi dan Jaminan Kepuasan dan ketidakberulangan. Hak Reparasi ini berdasarkan “Basic principles and guidelines on the right to a remedy and reparation for victims of gross violations of international human rights law and serious violations of international humanitarian law”

Page 15: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

15

Namun amat disayangkan, pada faktanya pelarangan terhadap praktik - praktik penyiksaan di Indonesia baru sebatas pada tataran regulasi semata, sementara terkait dengan pencegahan dan proses penindakan masih terlihat sangat minim. Hal ini terlihat dari angka praktik - praktik penyiksaan yang terus meningkat dari tahun ke tahun.

Selain kewajiban Negara terkait dengan pelarangan praktik - praktik penyiksaan, Negara juga memiliki kewajiban untuk memenuhi hak - hak dari korban jika terjadi praktik - praktik penyiksaan.

Hak Korban/Keluarga Korban

Penyiksaan

Hak atas Keadilan

Hak Atas Informasi

(Hak untuk tahu)

Jaminan Ketidak-

berulangan

Hak Atas Perbaikan

Institusi dan Aturan Hukum

Hak Atas Kepuasan dan

Partisipasi

Berdasarkan hasil temuan KontraS, secara umum dapat diidentifikasi siapa / kelompok mana saja yang rentan menjadi korban praktik penyiksaan, antara lain:

Page 16: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

16

Masyarakat kelas menegah ke bawah

Tahanan Politik atau Narapidana Politik

Kelompok - kelompok yang dianggap sebagai kriminal

bersenjata

Page 17: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

17

Lebih lanjut, KontraS juga mencatat bahwa praktik - praktik penyiksaan di Indonesia umumnya dikarenakan sejumlah faktor, seperti yang dijelaskan dalam bagan di bawah ini:

Motif Pelaku Penyiksaan

Arogansi Aparat Penegak Hukum

Mendapatkan Pengakuan

Relasi Kuasa antara Aparat Penegak Hukum dengan Pengusaha

Rendahnya Pengetahuan Aparat Penegak Hukum dan Ketaatan

Terhadap Aturan Hukum

Motif - motif pelaku penyiksaan

Sementara itu, selain motif pelaku penyiksaan, KontraS juga mendokumentasikan metode - metode penyiksaan yang kerap digunakan oleh aparat penegak hukum, antara lain:

• Kekerasan yang mengakibatkan luka fisik, baik dengan menggunakan tangan kosong maupun alat tertentu, seperti memukul atau menendang, menembak dengan menggunakan senjata api, menusuk dengan menggunakan senjata tajam, menyetrum dengan menggunakan alat listrik atau kejut, membakar bagian tubuh, mencambuk, mencabut bagian tubuh tertentu, membutakan dengan cahaya, mengikat dengan kencang, menutup atau membekap kepala, dan paksaan untuk

Page 18: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

18

meminum obat - obatan;• Kekerasan yang mengakibatkan tekanan psikologis, seperti

intimidasi, teror, ancaman maupun paksaan, merendahkan martabat, menelanjangi dengan paksa, kejahatan seksual atau pemerkosaan, membenamkan tubuh atau kepala ke dalam air; menutup atau membekap kepala, ditempatkan dalam sel isolasi atau tempat penahanan khusus, dan menyekap atau menculik;

• Kelalaian yang disengaja, seperti yang banyak terjadi dalam sejumlah kasus kematian dalam tahanan, yakni pembatasan makanan dan akses kesehatan serta minimnya akses keamanan.

E. Mekanisme Pelaporan Melalui Mekanisme Hukum dan Administratif yang Tersedia

Lalu bagaimana jika terjadi praktik - praktik penyiksaan, apa yang harus korban maupun keluarga korban dan/atau pendamping lakukan jika diketahui telah terjadi praktik - praktik penyiksaan? Ilustrasi kasus di bawah ini mencoba mengajak para pembaca untuk melakukan beberapa tindakan jika terjadi praktik - praktik penyiksaan mulai dari pendokumentasian fakta peristiwa hingga melakukan proses advokasi baik melalui advokasi judisial maupun non-judisial yang tersedia dalam mekanisme Nasional dan Mekanisme Internasional.

Page 19: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

19

Tanggal 25 Agustus 2016, sekitar pukul 01.22 WIB terjadi perkelahian antara Afriadi Pratama dengan Brigpol Adil S Tambunan di lokasi parkir Hotel Furama, Selat Panjang, Meranti, Riau. Akibat dari perkelahian tersebut, Brigpol Adil S Tambunan tewas akibat luka tusuk. Mengetahui Brigpol Adil S Tambunan tewas, Afriadi Pratama kemudian melarikan diri hingga pada akhirnya dilakukan pengejaran oleh jajaran anggota Polres Meranti. Selang beberapa jam, Afriadi Pratama berhasil ditangkap oleh pihak kepolisian, di mana dalam proses penangkapan, Afriadi Pratama mengalami praktik - praktik penyiksaan hingga akhirnya harus dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Meranti. Namun sesampainya di RSUD Meranti, beberapa orang anggota kepolisian tetap melakukan tindakan penyiksaan, bahkan sempat menghalang - halangi pihak Rumah Sakit untuk memberikan tindakan medis terhadap Afriadi. Setelah mendapatkan perawatan, Afriadi Pratama yang masih dalam kondisi kritis dibawa secara paksa ke Polres Meranti untuk dilakukan pemeriksaan. Sesampainya di Polres Meranti, Afriadi Pratama kembali mendapatkan penyiksaan oleh anggota Polres Meranti hingga tewas dengan kondisi tubuh penuh luka. Setelah tewas di Polres Meranti, Afriadi kemudian dibawa kembali ke RSUD Meranti.

Jika kasus di atas terjadi di wilayah anda atau anda merupakan salah satu dari keluarga korban penyiksaan diatas, apa yang akan anda lakukan untuk menyikapi hal tersebut? Tentunya anda akan menuntut keadilan. Tapi tahukah anda bagaimana cara melaporkan kasus tersebut? Apa saja prosedur dan persyaratan yang harus dipenuhi? Ketidakpahaman akan cara maupun pentingnya untuk melaporkan kasus penyiksaan tersebut, dapat dimanfaatkan oleh oknum penegak hukum ataupun pihak lain yang tidak ingin kasus penyiksaan terungkap. Oleh karena itu, KontraS akan coba menjelaskan mengenai apa itu Advokasi.

Advokasi adalah tindakan pembelaan secara bersama dengan adanya pembagian peran. Ada beberapa tahapan yang perlu ditempuh dan dipersiapkan sebelum dan pada saat menempuh proses hukum, diantaranya adalah7:

7 Buku Saku Panduan Advokasi Hak Atas Tanah, KontraS hal.38

Page 20: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

20

Mengidentifikasi dan memantau masalah atau pelanggaran yang

terjadi

Memberikan pendampingan pada proses hukum

Memberikan informasi, saran dan pemahaman terkait dengan

masalah yang terjadi

Memelihara komunikasi atas sesama korban dan dengan

pihak negara

Dalam melakukan tindakan - tindakan advokasi, baik korban maupun keluarga korban dapat melakukan advokasi secara mandiri, namun tidak menutup peluang juga untuk mendapatkan bantuan hukum dari lembaga - lembaga bantuan hukum maupun organisasi - organisasi kemasyarakatan yang berada di wilayahnya.

Page 21: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

21

Aturan terkait dengan bantuan hukum sebenarnya telah diatur dalam Undang - Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. UU ini mengatur bantuan hukum secara cuma – cuma dan diperuntukkan bagi kalangan masyarakat menengah ke bawah atau masyarakat tidak mampu. Setidaknya berdasarkan Surat Keputusan Kementerian Hukum dan HAM, tercatat telah ada sebanyak 405 (empat ratus lima) 8Organisasi Bantuan Hukum yang dapat memberikan bantuan hukum secara cuma - cuma di seluruh wilayah Indonesia.

Sampaikan masalah yang terjadi

Carikan lembaga bantuan hukum

Waspadai tindakan para pelaku, seperti ajakan damai,

kriminalisasi, dll

Sediakan ruang partisipasi/ keterlibatan

ADVOKASIKORBAN

Pada tahapan berikutnya, setelah mengetahui apa itu advokasi dan memahami tentang organisasi bantuan hukum yang ada di Indonesia, ada hal – hal lainnya yang perlu diperhatikan sebelum korban, keluarga korban dan/atau pendamping melakukan langkah - langkah advokasi, antara lain:

8 Diakses dari www.bphn.go.id tanggal 15 Mei 2018 https://drive.google.com/file/d/0BzeKuzjrYh_7Sk1yRnZibmpGVlE/view

Page 22: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

22

Membuat kronologi peristiwa Menentukan pelapor dan

mendata saksi peristiwa

Membuat surat Kuasa Menentukan tempat pelaporan

Setelah melakukan langkah - langkah di atas, baru kemudian korban, keluarga korban dan/atau pendamping dapat melakukan pelaporan melalui beberapa mekanisme yang telah tersedia yakni menggunakan

Page 23: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

23

mekanisme Nasional ke Negara (Judisial dan Non Judisial) maupun menggunakan mekanisme Internasional (untuk kampanye dan advokasi kebijakan).

Buat pertemuan

resmi dengan pengambil

kebijakan atau lembaga -

lembaga negara

Sampaikan permintaan

terhadap lembaga -

lembaga yang dituju sesuai

dengan mandatnya

Menjalin komunikasi

dengan lembaga -

lembaga yang dituju termasuk

menanyakan perkembangan

pelaporan

Advokasi Publik dan Negara

Sampaikan informasi dan fakta - fakta

terkait dengan peristiwa

Dokumenta-sikan setiap

proses

MEKANISME JUDISIAL

• KepolisianJika terjadi praktik penyiksaan, baik korban, keluarga korban dan/atau pendamping dapat melaporkan peristiwa penyiksaan ke pihak kepolisian melalui 2 mekanisme yang tersedia yang antara lain mekanisme Pidana (melalui Unit Reserse Kriminal) dan/atau melalui mekanisme Kode Etik (melalui Propam).

Page 24: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

24

Contoh Kasus :

Tanggal 26 Desember 2011, Yusli ditangkap oleh anggota Polsek Cisauk, Tangerang. Pasca penangkapan, Yusli tidak langsung dibawa ke Polsek Cisauk, melainkan dibawa ke Puspitek untuk disiksa oleh petugas. Akibat penyiksaan tersebut, Yusli tewas. Terkait dengan peristiwa tersebut, keluarga korban telah melaporkan kematian Alm. Yusli melalui 2 (dua) mekanisme pelaporan yakni Pelaporan Pidana No: LP/5204/K/XII/2011/Resta Tangerang tanggal 27 Desember 2011 dan mekanisme Pelaporan Kode Etik No: SPSP2/8/I/2012/Renmin tanggal 02 Januari 2012

• Polisi MiliterSementara itu, jika diketahui bahwa pelaku penyiksaan adalah anggota dari Institusi TNI, maka Pelapor harus melaporkan peristiwa tersebut ke POM TNI. Hal ini dikarenakan institusi TNI memiliki aturan tersendiri yang mengacu kepada UU TNI dan Kitab Undang - Undang Hukum Pidana Militer, sehingga proses pelaporannya tidak dapat dilakukan di tempat lain selain POM TNI.

Contoh Kasus :

Pada 24 Juni 2014, sekitar pukul 21.30 WIB, anggota TNI bernama Pratu Heri Ardiansyah menjumpai  Tengku Yusri yang merupakan seorang juru parkir di Lapangan Monas untuk  meminta “uang jatah/setoran” sebesar Rp. 150.000,- [seratus lima puluh ribu rupiah]. Namun korban menolak dan hanya memberikan sebesar Rp. 50.000,- [lima puluh ribu rupiah]. Karena jumlah uang yang diberikan tidak sesuai dengan permintaannya, pelaku kemudian merobek uang tersebut. Pelaku yang saat itu diketahui tengah membawa sebotol bensin di genggamannya, tiba – tiba menyiramkannya ke arah korban seraya melempar puntung rokok yang juga tengah dipegangnya hingga korban tewas dengan luka bakar di sekujur tubuhnya. Terkait dengan peristiwa pembakaran tersebut, pihak keluarga dan pendamping melaporkan peristiwa tersebut ke Detasemen Polisi Militer (Denpom) Jakarta hingga pelaku kemudian disidangkan secara militer. Pengadilan Militer kemudian menjatuhi putusan 8 tahun penjara dan Pemberhentian dengan tidak hormat terhadap Pratu Heri Ardiansyah

Page 25: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

25

Catatan: Setelah melakukan pelaporan ke pihak kepolisian dan polisi militer, pelapor dapat mendorong dan mengawasi kinerja penyidik dengan meminta Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) secara berkala. SP2HP merupakan bentuk keterbukaan informasi dan transparansi kinerja penyidik

• Pengadilan NegeriSelain mekanisme pelaporan ke pihak Kepolisian maupun Polisi Militer, tentunya perkara akan dilanjutkan hingga ke tingkat pengadilan. Terhadap kasus penyiksaan yang dilaporkan melalui institusi Polri, maka korban, keluarga korban dan/atau pendamping juga bisa melakukan upaya hukum lainnya melalui Pengadilan Negeri, yakni :

Penggabungan Perkara, di mana pihak korban atau keluarga korban dapat meminta kepada Jaksa Penuntut Umum dalam proses persidangan untuk menggabungkan perkara antara perkara Pidana dan perkara Perdata. Penggabungan perkara ini diatur dalam Kitab Undang - Undang Hukum Acara Pidana Pasal 98 ayat (1)

“Jika suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di dalam suatu pemeriksaan perkara pidana oleh Pengadilan Negeri menimbulkan kerugian bagi orang lain, maka hakim ketua sidang atas permintaan orang itu dapat menetapkan untuk menggabungkan perkara gugatan ganti kerugian kepada perkara pidana itu”

Sementara itu, untuk gugatan Perdata dapat diajukan melalui mekanisme Gugatan Perbuatan Melawan Hukum ke Pengadilan Negeri, namun gugatan ini hanya bisa dilakukan jika para pelakunya telah terbukti melakukan tindak pidana dan telah berkekuatan hukum tetap (in kracht).

Page 26: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

26

Contoh Menggunakan Mekanisme Perdata untuk Ganti Rugi Korban Penyiksaan

Pada tanggal 16 Oktober 2011, Ramadhan Suhuddin, 16 tahun, tewas disiksa oleh sembilan orang anggota Polres Samarinda. Ramadhan Suhuddin merupakan korban salah tangkap dalam kasus pencurian kendaraan bermotor. Ia disiksa seraya dipaksa mengakui pencurian tersebut oleh sembilan anggota polisi hingga tewas. Orang tua korban, Suhuddin, terus memperjuangkan kasusnya agar para pelaku dihukum setimpal hingga akhirnya salah satu pelaku divonis tujuh tahun penjara. Meski salah satu pelaku sudah divonis, Suhuddin tidak hanya mencari keadilan melalui jalur pidana. Ia pun menempuh jalur perdata dengan mendaftarkan gugatan ganti rugi pada 11 Februari 2016, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ia menggugat M Anwar, pelaku penyiksaan Ramadhan Suhuddin dan Kapolri sebagai institusi tempat pelaku bekerja, untuk memberikan ganti rugi atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan M. Anwar. Dengan dibantu oleh KontraS, Suhuddin mengumpulkan berbagai bukti tertulis yang diperlukan dalam persidangan. Perjuangan Suhuddin pun berbuah hasil. Pada 15 September 2016, Majelis Hakim PN Jakarta Selatan mengabulkan gugatan Suhuddin dan menyatakan tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum dan diwajibkan membayar ganti kerugian kepada penggugat sebesar Rp 518.295.000,- (lima ratus delapan belas juta dua ratus sembilan puluh lima ribu rupiah). Meski upaya hukum yang dilakukan ini bukan semata – mata terkait materi, tetapi apa yang dilakukan oleh Suhuddin selaku ayah korban penyiksaan ini merupakan upaya pencarian keadilan dan meminta pertanggungjawaban dari para pelaku penyiksaan yang telah mengakibatkan anaknya tewas.

Catatan: Sebelum mengajukan gugatan, baik dalam gabungan perkara maupun gugatan perdata ada baiknya keluarga korban maupun pendamping mendata terlebih dahulu kerugian materiil dan immateril yang dialami keluarga korban. Penyiksaan tentu saja tidak hanya menimbulkan luka fisik, tapi juga dapat menimbulkan kerugian finansial seperti untuk biaya pengobatan, kehilangan pendapatan dari anggota keluarga yang meninggal dan lain-lain. Segala kerugian tersebut dapat dituntut kepada pelaku penyiksaan melalui mekanisme restitusi. Untuk itu, akan lebih baik jika sejak awal keluarga korban menyimpan dan mengumpulkan berbagai bukti tertulis terkait kerugian yang dialami untuk kemudian dapat digunakan dalam proses pengajuan gugatan maupun restitusi.

Page 27: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

27

MEKANISME NON JUDISIAL

Selain melaporkan melalui mekanisme hukum guna mendorong advokasi dan tekanan terhadap institusi pelaku penyiksaan, KontraS juga biasanya melakukan pelaporan - pelaporan melalui mekanisme non judisial yang telah tersedia seperti:

• Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)Sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang - Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memiliki fungsi dan kewenangan untuk melakukan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan dan mediasi tentang Hak Asasi Manusia. Dalam Konteks Pelanggaran HAM Berat, Komnas HAM memiliki fungsi untuk melakukan penyelidikan. Adapun mekanisme Pengaduan di Komnas HAM adalah keluarga korban maupun pendamping korban dapat langsung melaporkan pengaduan tersebut ke Komnas HAM Pusat yang berlokasi di Jakarta maupun di kantor - kantor perwakilan Komnas HAM di daerah. Saat ini Komnas HAM baru memiliki 5 (lima) kantor perwakilan yang berada di Provinsi Aceh, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Maluku, dan Papua. Pengaduan terkait dengan Pelanggaran HAM juga dapat dilakukan melalui mekanisme pengaduan secara online yang dapat diakses melalui website Komnas HAM https://www.komnasham.go.id/ pengaduan.html

• Ombudsman RIKewenangan Ombudsman RI sebagai lembaga pengawas eksternal di Indonesia, tak jauh berbeda seperti Komnas HAM. Sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang - Undang No. 37 tahun 2008 tentang Ombudsman RI, lembaga ini memiliki fungsi dan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan sejauh mana pemerintah maupun pemerintah daerah memberikan pelayanan publik. Dalam konteks kasus - kasus praktik penyiksaan yang didampingi KontraS, ada pola serupa yang dilaporkan oleh korban, keluarga korban dan/atau pendamping kepada Ombudsman RI yang mengadukan tentang proses penegakan hukum

Page 28: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

28

yang tidak dilakukan secara prosedural atau dengan kata lain terdapat dugaan pelanggaran maladministrasi (tidak adanya surat penangkapan dan penahanan, proses pemeriksaan yang tidak didampingi oleh penasihat hukum) yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Selain itu, dugaan terjadinya pelanggaran maladministrasi juga kerap terjadi dalam proses penegakan hukum terhadap para pelaku penyiksaan yang telah dilaporkan. Oleh karenanya, jika keluarga korban dan/atau pendamping korban menemukan adanya indikasi dugaan pelanggaran maladministrasi dalam melakukan advokasi kasus penyiksaan, maka dapat dilaporkan ke Ombudsman RI yang berlokasi di Jakarta. Selain di ibukota, Ombudsman juga memiliki kantor - kantor perwakilan Ombudsman yang berdomisili di ibukota Provinsi, saat ini Ombudsman telah memiliki 33 (tiga puluh tiga) kantor perwakilan di Indonesia yang berkedudukan di Ibukota Provinsi maupun di Pusat, atau perwakilan Ombudsman di tingkat Provinsi. Pelapor juga dapat melaporkan secara online melalui website Ombudsman RI http:// ombudsman.go.id/index.php/pengaduan/pengaduan-online.html

• Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas)Komisi Kepolisian Nasional atau yang disebut sebagai Kompolnas merupakan Lembaga Pengawas yang memiliki fungsi pengawasan terhadap institusi Kepolisian. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2011 tentang Kompolnas, lembaga ini tidak hanya bertugas membantu Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Polri, tetapi juga berfungsi untuk menerima saran dan keluhan masyarakat mengenai kinerja kepolisian untuk diteruskan kepada Presiden. Keluhan yang diterima Kompolnas adalah pengaduan masyarakat yang menyangkut penyalahgunaan wewenang, dugaan korupsi, pelayanan yang buruk, perlakuan diskriminasi, dan penggunaan diskresi kepolisian yang keliru.

• Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)Sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, KPAI memiliki fungsi dan peran yang berkaitan dengan perlindungan anak untuk mengumpulkan data

Page 29: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

29

dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelitian, pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak. Adapun mekanisme pengaduan di KPAI, baik korban, keluarga korban dan/atau pendamping dapat langsung melaporkan peristiwa tersebut ke KPAI ataupun melalui mekanisme pengaduan secara online yang dapat diakses melalui website KPAI http://www.kpai.go.id/formulir-pengaduan/

Contoh Kasus :

Tanggal 14 Juni 2015, Kus yang merupakan warga Widang melaporkan kasus pencurian sepeda motor miliknya ke Polsek Widang dengan ciri - ciri seperti FA, seorang anak perempuan di bawah umur (13 tahun). Setelah menerima pelaporan, pihak kepolisian kemudian melakukan penangkapan dan penahanan terhadap FA. Saat ditangkap, FA sempat dipukul oleh anggota kepolisian. Sesampainya di Polsek Widang, FA langsung dimasukan ke sel tahanan dan tak lama setelahnya langsung interogasi seraya melakukan penyiksaan kepada FA dengan tujuan agar FA mengakui tindak pidana sebagaimana yang telah disangkakan. Bahkan dalam proses interogasi tersebut pihak kepolisian menodongkan senjata api ke kepala FA dan meminta korban untuk melepaskan pakaiannya. Mengingat kasus penyiksaan, korban masih di bawah umur, maka pada tanggal 23 Juni 2015, pihak keluarga dengan didampingi oleh KontraS melaporkan kasus tersebut ke KPAI.

• Komnas PerempuanBerdasarkan Peraturan Presiden Nomor 65 tahun 2005, Komnas Perempuan memiliki mandat dan kewenangan di antaranya untuk melaksanakan pemantauan termasuk pencarian fakta dan pendokumentasian kasus kekerasan dan pelanggaran HAM terhadap perempuan. Kewenangan Komnas Perempuan lainnya adalah memberi saran dan pertimbangan kepada pemerintah, lembaga legislatif dan yudikatif, serta organisasi - organisasi masyarakat guna mendorong penyusunan dan pengesahan kerangka hukum dan kebijakan yang mendukung upaya - upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan

Page 30: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

30

terhadap perempuan, serta perlindungan, penegakan dan penghormatan HAM perempuan. Merujuk pada mandat kerjanya, Komnas Perempuan menerima pengaduan terkait kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran HAM perempuan.

• Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) adalah lembaga negara yang memiliki mandat dan kewenangan untuk menangani pemberian perlindungan dan bantuan pada Saksi dan Korban sebagaimana diatur dalam Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang LPSK. Lembaga LPSK ini sangat penting mengingat selain memiliki fungsi Perlindungan, LPSK juga dapat memberikan bantuan psikososial terhadap korban atau keluarga korban terkait dengan peristiwa yang dialami, termasuk juga dalam kasus penyiksaan. Namun salah satu kelemahan LPSK adalah bahwa Pelapor atau Pengadu harus melaporkan terlebih dahulu peristiwa yang dialaminya melalui mekanisme pidana, seperti misalnya membuat laporan Polisi terlebih dahulu sebelum meminta perlindungan dan bantuan dari LPSK. Seringkali persyaratan tentang keharusan adanya pelaporan polisi terlebih dahulu ini menyulitkan pelapor atau pengadu yang ingin melaporkan kasus dugaan penyiksaan oleh anggota Polri karena beresiko akan adanya ancaman atau penolakan dari pihak kepolisian.

Page 31: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

31

Contoh Kasus :

Kuswanto, seorang warga Kudus, Jawa Tengah menjadi korban penyiksaan dan salah tangkap oleh anggota Polres Kudus dengan tuduhan ikut terlibat dalam kasus perampokan PT. Walls. Dalam proses penangkapannya, Kuswanto dan ketiga orang temannya mengalami praktik-praktik penyiksaan agar mengakui peristiwa pencurian tersebut. Para penyidik tidak langsung membawa korban ke Polres Kudus, melainkan dibawa ke Lapangan Uji Praktik SIM Polres Kudus. Di tempat itu, Kuswanto diinterogasi dan dipaksa untuk mengakui keterlibatannya dalam perampokan namun karena Kuswanto bersikukuh tidak mengetahui peristiwa tersebut, akhirnya dalam kondisi tangan diborgol, kaki diikat dan mata ditutup dengan lakban, Kuswanto dibakar oleh anggota Polresta Kudus sehingga menyebabkan korban mengalami luka bakar pada bagian wajah, leher, dada sebelah kanan dan perut. Dengan kondisi tubuh penuh luka, pihak kepolisian membawa Kuswanto ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kudus dan kemudian dibebaskan karena tidak ditemukan keterlibatan Kuswanto dalam kasus tersebut.

Kuswanto didampingi kuasa hukum kemudian melaporkan para pelaku penyiksaan tersebut, baik secara pidana maupun kode etik mulai dari Polda Jawa Tengah hingga ke Mabes Polri. Selain itu Kuswanto juga melaporkan kasusnya ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Ombudsman Republik Indonesia (ORI) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Bahkan LPSK telah memberikan perlindungan dan bantuan hak prosedural selama proses hukum berlangsung. Namun sangat disayangkan, pelaku penyiksaan hanya divonis selama 6 bulan penjara oleh PN Semarang.

• Komisi YudisialKomisi Yudisial adalah sebuah Lembaga Negara yang memiliki mandat dan kewenangan yang berdasarkan Undang - Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang–Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial tersebut memberikan berbagai tugas dan wewenang baru bagi Komisi Yudisial, antara lain : melakukan seleksi pengangkatan hakim adhoc di Mahkamah Agung, melakukan upaya peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim, melakukan langkah-langkah hukum dan langkah lain untuk menjaga kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, melakukan penyadapan bekerja sama

Page 32: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

32

dengan aparat penegak hukum, dan melakukan pemanggilan paksa terhadap saksi. Melihat kewenangannya walaupun secara spesifik tidak berkaitan langsung dalam tindakan atau praktik penyiksaan, setidaknya KY memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap prosedur jalannya persidangan, mekanisme pengawasan yang dimiliki oleh KY setidaknya dapat dimaksimalkan atau dimanfatkan oleh Lembaga-lembaga bantuan hukum atau keluarga korban yang sedang mengadvokasi kasus-kasus penyiksaan yang prosesnya sedang berjalan di proses peradilan, pelaporan atau pengaduan ke Komisi Yudisial dapat diakses melalui website http://www.komisiyudisial.go.id/frontend

• Komisi KejaksaanSama halnya seperti Komisi Yudisial, Komisi Kejaksaan yang juga merupakan lembaga negara yang juga tidak berkaitan langsung dalam tindakan atau praktik penyiksaan, mengingat mandat dari lembaga ini, yang berfungsi sebagai lembaga pengawas Jaksa, dapat dimaksimalkan oleh keluarga korban ataupun pendamping korban ketika melakukan proses advokasi di persidangan, untuk melakukan proses pengawasan terhadap Jaksa, mengingat dalam kasus-kasus penyiksaan pihak keluarga atau pendamping korban dapat meminta kepada Jaksa Penuntut Umum untuk melakukan penggabungan perkara dalam proses peradilan terhadap para pelaku-pelaku penyiksaan. Pelaporan atau pengaduan ke Komisi Kejaksaan dapat diakses melalui website Komisi Kejaksaan https://komisi-kejaksaan.go.id/

• Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A)Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) merupakan sebuah instansi yang berada di bawah Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan

Page 33: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

33

Anak, yang bertujuan untuk memfasilitasi kebutuhan perempuan dan anak korban kekerasan dalam memenuhi hak korban yakni hak atas kebenaran, hak atas perlindungan, hak atas keadilan dan hak atas pemulihan/pemberdayaan. Selain memiliki tujuan tersebut, P2TP2A juga memiliki tugas pokok yang antara lain melakukan upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak, melakukan upaya penanganan bagi perempuan dan anak korban kekerasan, serta melakukan upaya pemulihan dan pemberdayaan bagi perempuan dan anak korban kekerasan. Jika terjadi praktik - praktik penyiksaan terhadap korban perempuan dan anak, maka keluarga korban maupun pendamping korban dapat melaporkan kasus tersebut pada P2TP2A yang terdapat di seluruh ibukota provinsi wilayah Indonesia, atau dapat mengaksesnya melalui website Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak http://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/view/58

MEKANISME INTERNASIONAL

Selain menggunakan mekanisme nasional untuk mengadvokasi kasus-kasus penyiksaan, advokasi juga dapat dilakukan dengan menggunakan mekanisme internasional melalui mekanisme pelaporan ke Komite Hak Asasi Manusia PBB. Dalam mekanisme ini, organisasi masyarakat sipil maupun individu dapat melaporkan situasi dan juga kasus spesifik tertentu sebagai upaya untuk memberikan dorongan kepada pemerintah Indonesia untuk langkah penyelesaian. Dalam pengalamannya menggunakan mekanisme Internasional melalui PBB, KontraS melakukan 3 mekanisme yang bisa ditempuh. Pertama, Mekanisme pengaduan individu (individual complaint); Kedua, Mekanisme pelaporan berkala kepada Pelapor Khusus Anti Penyiksaan dan Tindakan Tidak Manusiawi Lainnya; dan Ketiga, Mekanisme Universal Periodic Review.

• Individual ComplaintIndividual complaint atau yang biasa disebut dengan urgent

Page 34: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

34

appeal (pelaporan mendesak) atau pengaduan individu adalah mekanisme yang dapat ditempuh oleh organisasi masyarakat sipil maupun individu untuk memberikan pengaduan terkait dengan kasus pelanggaran HAM yang terjadi. Melalui mekanisme ini, kita bisa memberikan pengaduan kasus spesifik kepada Pelapor Khusus PBB yang terbagi menjadi 44 mandat tematik, yang salah satunya merupakan Pelapor Khusus untuk Anti Penyiksaan9 dan 14 mandat Negara yang biasanya mengalami situasi konflik atau dalam keadaan darurat kemanusiaan10.

Pelapor Khusus dapat menggunakan urgent appeals dalam kasus yang dugaan bentuk pelanggarannya sangat dekat dengan konteks urgensi/waktu untuk segera direspon. Terkait dengan konteks hilangnya nyawa, situasi yang mengancam nyawa atau pelanggaran yang sedang terjadi dengan adanya kerusakan dan kegentingan yang amat parah terhadap para korban yang tidak bisa dilaporkan secara cepat dan tepat jika menggunakan letter of allegations (pelaporan yang sifatnya berkala, periodik dan biasanya lebih umum). 11

Pelapor Khusus dapat menggunakan urgent appeals dalam kasus dimana adanya dugaan pelanggaran adalah sensitif dengan waktu. Dalam konteks hilangnya nyawa, situasi yang mengancam nyawa atau pelanggaran yang sedang terjadi dengan adanya kerusakan dan kegentingan yang amat parah terhadap para korban yang tidak bisa dilaporkan secara tepat waktu dalam letter of allegations (surat tuduhan berkala, dimana sifatnya lebih umum).

9 Lihat: Daftar-daftar Pelapor Khusus berdasarkan mandat tematik: http://spinternet.ohchr.org/_Layouts/SpecialProceduresInternet/ViewAllCountryMandates.aspx?Type=TM10 Lihat: Daftar-daftar Pelapor Khusus berdasarkan mandat Negara dalam situasi konflik: http://spinternet.ohchr.org/_Layouts/SpecialProceduresInternet/ViewAllCountryMandates.aspx11 http://www.ohchr.org/EN/Issues/Migration/SRMigrants/Pages/Communications.aspx

Page 35: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

35

Mekanisme urgent appeal ini sangat berpeluang untuk ditindaklanjuti Pelapor Khusus PBB kepada pemerintah Indonesia agar menuntaskan kasus yang kita laporkan. Namun, mekanisme ini bersifat tertutup sehingga jika pun ada tindaklanjut yang dilakukan oleh PBB, maka tindaklanjut tersebut hanya akan diketahui oleh pemerintah terkait atau dilacak melalui laporan dari Pelapor Khusus pada periode tertentu.

Informasi yang harus dipenuhi:

Kapan dan dimana

Korban Gambaran kasus yang terjadi

Pelaku Tindakan yang telah dilakukan oleh Pemerintah

Nasional

Sumber

Page 36: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

36

Adapun alur untuk penulisan mekanisme Internasional ini adalah sebagai berikut:

• Pelaporan BerkalaPelaporan berkala kepada Pelapor Khusus PBB merupakan bentuk pelaporan lain yang bersifat lebih umum meliputi temuan - temuan kasus dan perkembangan tentang langkah pemerintah pada isu hak asasi manusia tertentu dan pada periode waktu tertentu. Untuk melaporkan kasus - kasus penyiksaan melalui mekanisme ini, informasi dapat dilihat di kanal jejaring Kantor Komite Tinggi HAM PBB (OHCHR). Pada waktu - waktu tertentu, sebelum Pelapor Khusus melakukan kunjungan, maupun penulisan laporan berkala setiap tahunnya sebelum tinjauan bersama Dewan HAM PBB, Pelapor Khusus kerap meminta organisasi masyarakat

Page 37: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

37

sipil untuk memberikan laporan berkala mengenai situasi hak asasi manusia di Negara/daerah mereka.

Kerangka ukuran yang biasanya dilakukan oleh KontraS dalam melakukan mekanisme ini ialah (1) state responsibility, yaitu untuk melihat sejauh mana perkembangan dari pemerintah dalam melakukan langkah-langkah pertanggung jawaban mengenai situasi hak asasi manusia tertentu; (2) state answerability, yaitu untuk melihat sejauh mana menjawab situasi hak asasi manusia dengan langkah - langkah kebijakan atau posisi tertentu; (3) state enforceability, yaitu bagaimana pemerintah dapat tanggap dalam menegakkan hukum dan membangun suatu kebijakan mengenai situasi HAM yang terjadi.

Selain mengukur dengan tiga ukuran tersebut, KontraS juga memberikan beberapa paparan atas temuan kasus - kasus beserta data grafik angka kasus yang terjadi pada periode tertentu. Dan di akhir laporan, KontraS memberikan beberapa rekomendasi yang dapat dijadikan rujukan bagi Pelapor Khusus untuk memberikan intervensi kepada pemerintah Indonesia untuk pemajuan HAM berbasis kebijakan dan penegakan hukum.

Juan Mendez – Pelapor Khusus untuk Anti Penyiksaan dan Tindakan Tidak Manusiawi Lainnya –melaporkan laporan tahunannya pada Sesi Tiga Puluh Satu (31) Dewan HAM PBB tanggal 5 Januari 2016 menjelaskan bagaimana mengukur level penyiksaan dan bentuk tindak ketidakmanusiawian berbasis beberapa hal berikut: (1) kondisi keseluruhan dari si korban, (2) status sosial korban, (3) masih ada diskriminasi hukum, (4) kerangka normatif dan institutional yang memperkuat gender stereotipe dan memperburuk situasi, (5) dampak dari praktik penyiksaan yang berlangsung secara lama dan memengaruhi kualitas hidup dari korban.

Page 38: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

38

Adapun tindak lanjut yang biasanya diberikan oleh Pelapor Khusus setelah pemantauan tahunan dan hasil dari laporan - laporan pengaduan yang diberikan melalui mekanisme pengaduan individual mengenai situasi penyiksaan di Indonesia adalah:Pertama, Keengganan pemerintah Indonesia untuk

menjawab komunikasi dan korespondensi yang dikirimkan oleh Pelapor Khusus PBB dalam isu penyiksaan dan hukuman mati terhadap 5 terpidana mati yang dieksekusi oleh pemerintah Indonesia Januari 2015. Pengabaian ini kemudian mencederai Resolusi Dewan HAM PBB 25/13 tentang konsep kerjasama dalam pemajuan dan perlindungan HAM;

Kedua, Pemerintah Indonesia membatasi akses informasi yang dibutuhkan pada ruang komunikasi antara Pelapor Khusus PBB dan Negara pihak, maka pemerintah tengah mencederai beberapa prinsip keutamaan yang tersedia.

• Universal Periodic ReviewUniversal Periodic Review (UPR) adalah proses unik yang melibatkan pandangan dari rekam jejak hak asasi manusia di seluruh negara anggota PBB. UPR adalah proses yang dilakukan oleh Negara, dibawah pengawasan Dewan HAM PBB, yang menyediakan kesempatan bagi Negara untuk mendeklarasikan aksi yang telah mereka lalukan untuk pemajuan hak asasi manusia di Negara mereka dan untuk memenuhi kewajiban hak asasi manusia. Sebagai salah satu fitur utama dari Dewan HAM PBB, UPR didesain untuk memastikan perlakuan setara untuk semua Negara ketika situasi hak asasi manusia mereka sedang dinilai.

Page 39: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

39

UPR dibentuk melalui Majelis Umum PBB tanggal 15 Maret 2006 di bawah resolusi 60/251, yang diresmikan oleh Dewan HAM PBB itu sendiri. UPR merupakan salah satu unsur kunci dari Dewan HAM PBB yang mengingatkan Negara bahwa kewajiban mereka untuk secara penuh menghormati dan mengimplementasikan hak asasi manusia dan kebebasan fundamental. Tujuan dari mekanisme ini adalah untuk memajukan situasi hak asasi manusia di seluruh Negara dan menangani pelanggaran hak asasi manusia di manapun ditemukan.12

Setiap Negara dievaluasi setiap 4,5 tahun sekali. Indonesia baru saja menjalani evaluasi terakhir di bulan Mei 2017 dan menghasilkan 225 rekomendasi untuk pemajuan situasi HAM.

12 Lihat: OHCHR. Definisi Universal Periodic Review: http://www.ohchr.org/EN/HRBodies/UPR/Pages/UPRMain.aspx

Page 40: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

40

Negara yang di evaluasi dapat menerima (accept) sehingga pemerintah harus berkomitmen untuk mengimplementasikan rekomendasi - rekomendasi tersebut atau noted (mencatat) yang di mana pemerintah tidak memiliki kemajuan untuk mengimplementasikan rekomendasi-rekomendasi tersebut. Dalam sidang UPR tahun 2017 ini, Indonesia menerima 167 rekomendasi.

Selain Negara yang memberikan laporan melalui mekanisme ini terkait dengan situasi HAM berdasarkan tema - tema tertentu, Komnas HAM (institusi nasional hak asasi manusia), dan organisasi masyarakat sipil pun dapat memberikan laporan Universal Periodic Review kepada mekanisme ini terkait dengan isu-isu hak asasi manusia di negaranya, yang biasa disebut dengan shadow report (laporan bayangan).

Page 41: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

41

Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam persiapan penulisan laporan bayangan, diantaranya (1) Laporan merupakan bentuk joint report (laporan gabungan) dari beberapa organisasi. Jika ingin memberikan laporan individu, maka organisasi hanya dapat memberikan satu laporan saja dengan tema tertentu melalui kanal jejaring pelaporan Universal Periodic Review (UPR); (2) Latar belakang organisasi wajib diberikan di awal bagian laporan; (3) Laporan berisi temuan - temuan kasus dan perkembangan kebijakan; (4) Memuat respon pemerintah; (5) Rekomendasi harus mengacu kepada isu - isu yang dipaparkan pada laporan UPR tersebut, bersifat spesifik mengacu kepada aksi berbasis kebijakan kepada pemerintah, dan ditujukan kepada institusi pemerintahan spesifik (contoh: Polri, TNI, Presiden, Kementerian, dan sebagainya).13

Sebagai contoh, KontraS telah membuat laporan bayangan secara rutin dan tahun ini adalah putaran terbaru dari Universal Periodic Review (UPR). Hasil keluaran dari mekanisme ini berupa kebijakan di skala nasional untuk pemajuan situasi HAM secara menyeluruh. Adapun beberapa hasil rekomendasi yang diterima oleh Indonesia pada putaran ketiga Universal Periodic Review ini, khusunya yang terkait dengan isu praktik penyiksaan ialah terkait revisi KUHP yang akan mengkriminalisasikan penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi lainnya.

13 Lihat: OHCHR. Petunjuk Penulisan Universal Periodic Review. “Informal guidelines for the preparation of UPR national reports”. http://www.ohchr.org/EN/HRBodies/UPR/Pages/UPRMain.aspx

Page 42: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

42

Praktik Terbaik Upaya Advokasi Internasional untuk Isu Penyiksaan

Juan Mendez, Special Rapporteur untuk kasus penyiksaan dalam wawancaranya bersama dengan organisasi hak asasi manusia di Brazil, Conectas dan dimuat di Sur Journal edisi ke-25 2016 lalu, membagikan praktik terbaik dalam melawan penyiksaan di beberapa Negara yang pada akhirnya dijadikan kebijakan nasional oleh pemerintah di Negara tersebut.14

Sebagai contoh, setelah Juan Mendez melakukan kunjungan Negara-nya untuk memantau situasi penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi lainnya, pemerintah Meksiko dan Brazil kemudian membuat beberapa kebijakan baru dengan merujuk pada rekomendasi Juan Mendez. Pemerintah pun secara terbuka memberikan akses penuh pada Juan Mendez untuk memantau situasi di dalam penjara - penjara. Di Meksiko, Mahkamah Agung pada akhirnya membuat satu buah kebijakan baru yang dinamakan Protokol Aksi untuk kasus - kasus penyiksaan. Meski hal ini tidak mengikat, namun mengatur mengenai proses dari pengaduan yang diberikan beserta bukti - bukti untuk menginvestigasi kasus penyiksaan. Di Georgia, penjara - penjara yang tadinya menerapkan penyiksaan sebagai salah satu metode interogasi dan kekerasan di dalam penjara, akhirnya dimusnahkan. Pada akhirnya, sebanyak 50 penjara direvitalisasi.

14

F. Proses Pemulihan dan ganti kerugian

Dari kacamata hukum Internasional, terdapat beberapa pendekatan – baik dari sisi HAM dan humaniter - untuk melihat

14 Lihat: Conectas Human Rights. “We Have Lost a Sense of Purpose About Eliminating Torture”. 2016. http://sur.conectas.org/wp-content/uploads/2017/06/sur-25-ingles-juan-e-mendez.pdf

Page 43: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

43

bagaimana negara dapat memberikan pertanggungjawaban dan agenda akuntabilitasnya kepada para korban.

The Declaration on Basic Principles of Justice for Victims of Crime and Abuse of Power (Resolusi Majelis Umum PBB 40/34) yang menjelaskan definisi korban adalah, “orang-orang, yang baik secara individu ataupun kelompok, menderita luka, baik fisik ataupun mental, termasuk penderitaan mental, kehilangan sumber ekonomi atau hal-hal substansi yang terkandung di dalam hak asasi manusia, melalui tindakan atau pengabaian-pengabaian yang mengakibatkan pelanggaran hukum pidana yang dilakukan oleh negara-negara anggota, termasuk aturan hukum yang melarang penyalahgunaan kekuasaan.”

Lebih lanjut, Deklarasi ini menggarisbawahi seseorang bisa dipandang sebagai korban apabila “terlepas dari apakah pelaku yang telah diidentifikasi telah tertangkap, dituntut, atau dihukum; dan terlepas apakah ada hubungan keluarga antara pelaku dan korban.”Terminologi korban juga terkait dengan “keluarga dekat atau tanggungan dari korban langsung, serta orang-orang yang telah menderita kerugian dalam intervensi untuk membantu korban dalam kesulitan ataupun mencegah viktimisasi.”

Deklarasi ini lebih lanjut memberikan panduan minimum standar bagaimana memperlakukan para korban dengan merujuk pada sejumlah standar dasar keadilan. Hal ini juga termasuk:

a. Mereka diperlakukan dengan baik dan terhormat, termasuk menghormati martabat mereka;

b. Mereka juga diinformasikan tentang pandangan, opini dan perasaan mereka terhadap situasi penegakan hukum yang tengah mereka tempuh;

c. Mereka berhak untuk mendapatkan bantuan yang tepat selama proses hukum;

d. Mereka dilindungi dari praktik intimidasi dan balas

Page 44: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

44

dendam yang mungkin dilakukan oleh pelaku pelanggaran HAM;

e. Privasi mereka dilindungi;f. Mereka ditawarkan untuk mendapatkan kesempatan

dalam berpartisipasi melalui mekanisme informal penyelesaian sengketa, termasuk di dalamnya upaya mediasi;

g. Mereka bisa menikmati akses restitusi dan kompensasi yang sesuai;

h. Mereka menerima bantuan materi, medis, psikologis, dan sosial yang diperlukan.

Pada the Basic Principles and Guidelines on the Right to a Remedy and Reparation for Victims of Gross Violations of International Human Rights Law and Serious Violations of International Humanitarian Law yang diadopsi pada tahun 2005 oleh Majelis Umum PBB (Resolusi 60/147) telah menggarisbawahi kebutuhan para korban untuk diperlakukan dengan ukuran kemanusiaan, martabat dan standar - standar hak asasi manusia, dan menekankan pendekatan yang layak yang harus dilakukan untuk memastikan keamanan fisik, psikologi, keberadaan mereka dan privasi tentu saja, termasuk standar-standar ini juga diberikan kepada keluarga korban.

Panduan tersebut juga mengangkat ketersediaan pemulihan dan ganti rugi kepada korban pelanggaran HAM dan pelanggaran hukum humaniter. Hal ini juga termasuk menyediakan akses yang setara atas keadilan, pemulihan efektif dan cepat untuk kerugian yang ditanggung. Secara spesifik, Deklarasi ini juga mengangkat sejumlah kewajiban negara untuk menyediakan ganti rugi kepada korban yang terjadi akibat pengabaian negara atas pelanggaran HAM yang terjadi ketika operasi anti terorisme digelar. Negara juga berkewajiban untuk menyediakan suatu program nasional yang bisa diakses oleh para korban untuk mendapatkan ganti rugi dan bantuan lainnya; jika pihak - pihak yang bertanggung jawab (jika pelanggaran dilakukan oleh aktor non negara) tidak

Page 45: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

45

dapat memenuhi kewajibannya.

Untuk menghadirkan suatu pemulihan dan ganti rugi yang efektif, maka otoritas negara setidaknya harus menerapkan lima prinsip utama dari berjalannya skema pemulihan dan ganti rugi tersebut. Kelima prinsip harus menyentuh:

Prinsip Relevansi Menekankan pada subyek penerima manfaat dari agenda pemulihan dan ganti rugi adalah korban terdampak langsung

Prinsip Efisiensi Menitikberatkan pada bentuk pemulihan dan ganti kerugian yang dapat dihadirkan cepat, efisien, dan juga memenuhi standar - standar keamanan (yang artinya tidak memberikan risiko keamanan kepada korban dan keluarga ketika proses pemberian pemulihan dan ganti rugi diberikan)

Prinsip Efektivitas Memastikan bahwa pemulihan dan ganti rugi yang diberikan tepat sasaran berdasarkan rekomendasi - rekomendasi yang diberikan oleh pihak pendamping korban ataupun lembaga negara yang menjalankan fungsi pemantauan hak asasi.

Prinsip Dampak Mengukur sampai sejauh mana pemberian ganti rugi dan langkah - langkah pemulihan tersebut mampu memberikan suatu ruang pembelajaran publik bahwa tindakan penyiksaan dan keji lainnya tidak boleh terjadi dan dilakukan.

Prinsip Keberlanjutan Menunjukkan bahwa negara dalam hal ini bertanggungjawab untuk memastikan bahwa ruang - ruang keadilan melalui pemulihan dan ganti rugi secara terbuka, akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan.

Kelima prinsip di atas telah digunakan secara baik oleh beberapa negara yang memberikan ruang ganti rugi dan pemulihan yang dapat dikategorikan berhasil dan memenuhi lima prinsip di atas.

Page 46: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

46

LAMPIRANContoh Surat KIP

Page 47: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

47

Contoh Surat Kuasa

Page 48: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

48

Siaran Pers KontraS terkait Kasus Penyiksaan

Page 49: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

49

Petikan Putusan PN Jakarta Selatan terkait Gugatan PMH Terhadap Pelaku Penyiksaan

Scanned by CamScanner

Page 50: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

50

Daftar alamat Lembaga - Lembaga Negara

Komnas HAMJl. Latuharhary No. 4B, Kelurahan MentengJakarta Pusat 10310, IndonesiaTelepon: (021) 3925230Fax: (021) 3925227Email: [email protected]: https://www.komnasham.go.id

Ombudsman RIJl. HR. Rasuna Said Kav. C-19 Kuningan, Jakarta Selatan 12920 Telepon: (021) 52960894/95 Fax: (021) 52960904/05E-mail: [email protected]: http://ombudsman.go.id

KompolnasJl. Tirtayasa VII No. 20 A, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jakarta 12160Telepon: (021) 7392317Web: https://kompolnas.go.id

LPSKJl. Raya Bogor Km 24 No. 47-49, Susukan Ciracas Jakarta Timur 13750Telepon: (021) 29681560Fax: (021) 29681551Web: [email protected]

Komisi KejaksaanJl. Rambai No. 1 A, Kebayoran Baru, Jakarta SelatanTelepon: (021) 7264253Fax: (021) 7265308Email: [email protected] Web: https://komisi-kejaksaan.go.id

Komisi YudisialJl. Kramat Raya No. 57  Jakarta Pusat 10450 Telepon: (021) 3905876Fax: (021) 3906215Email: [email protected]: http://www.komisiyudisial.go.id/home

Komnas PerempuanJL Latuharhari 4B, Jakarta 10310Telepon: (021) 3903963Fax: (021) 3903922Email: [email protected]:https://www.komnasperempuan.go.id

KPAIJl. Teuku Umar No. 10 Gondangdia Menteng Jakarta Pusat DKI Jakarta, IndonesiaTelepon: (021) 319 015 56Fax: (021) 390 0833Email: [email protected]/[email protected] Web: www.kpai.go.

Page 51: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

51

Daftar alamat - alamat jaringan KontraS di daerah

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasa (KontraS)

Jl. Kramat II No. 7, Senen Jakarta Pusat 10420 Telepon: (021) 3919097, 3919098 Fax: (021) 3919099 Email: [email protected]: kontras.org

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) 15

Jl. Mendut, Menteng, Jakarta 10320Telepon: (021) 3929840Web: ylbhi.or.id

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Poso Jl. R.W Mongisidi No.3 Kel, Bonesompe Kec, Poso Kota Utara Kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mataram

Jl. Krakatau No. 88, Kekeri, Gunung Sari, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kyadawun GKI Klasis Biak Selatan

Jl. Ahmad Yani No. 11, Fandoi, Biak Numfor, Papua

Lembaga Advokasi Anti Kekerasan Terhadap Masyarakat Sipil (Lakmas NTT)

Jl. Ahmad Yani, Fatuteke, Kefamenanu, Nusa Tenggara Timur

Aliansi Perempuan Sulawesi Tenggara (ALPEN - SULTRA)

Komplek BTN Az - Zharna Blok A No. 14 Jl. Bunggasi, Anduonohu, Kendari, Sulawesi Tenggara

Aliansi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan (SIKAP)

Jl. Brigjen Katamso No. 324 BB, Sei Mati, Medan Maimon, Medan, Sumatera Utara

15

15 YLBHI memiliki 15 kantor wilayah (LBH Medan; LBH Padang; LBH Palembang; LBH Bandar Lampung; LBH Banda Aceh; LBH Makassar; LBH Manado; LBH Papua; LBH Bandung; LBH Semarang; LBH Surabaya; LBH Jakarta; LBH Denpasar; LBH Pekanbaru; dan LBH Yogyakarta)

Page 52: PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA...PANDUAN ADVOKASI KASUS PENYIKSAAN DI INDONESIA 4 LP Laporan Polisi MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat OBH Organisasi Bantuan Hukum

PA

ND

UA

N A

DV

OK

ASI

KA

SUS

PEN

YIK

SAA

N D

I IN

DO

NES

IA

52

CATATAN: