pancasila finish.docx

24
PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK TUGAS MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA Disusun oleh : Deanna Suntoro (12.70.0005) Fransiska Agriwati (14.I1.0014) Petra Adventia P J (14.I1.0016) Maria Puspita Ayu Widiyanti (14.I1.0142) Nadia Ajeng Jatiningtyas (14.I1.0149) Ezra Hani Septiani (14.I1.0180) PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

Upload: nadia-ajeng-j

Post on 03-Oct-2015

222 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK

TUGAS MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

Disusun oleh :Deanna Suntoro (12.70.0005)Fransiska Agriwati (14.I1.0014)Petra Adventia P J (14.I1.0016)Maria Puspita Ayu Widiyanti (14.I1.0142) Nadia Ajeng Jatiningtyas (14.I1.0149)Ezra Hani Septiani (14.I1.0180)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, atas berkat dan kasihNya penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Adapun tujuan dari pembuatan tugas ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila.

Penulis berharap tugas ini dapat berguna bagi para pembaca yang ingin mengetahui tentang etika politik yang ada di Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu penulis menyampaikan permintaan maaf, dan mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki makalah ini. Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan tugas ini, sehingga tugas ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Semarang, 3 Februari 2015

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR1DAFTAR ISI2BAB I PENDAHULUAN3 A. Pengertian Nilai, Norma, serta Hubungannnya dengan Moral dan Etika3 B. Pengertian Politik4BAB II ISI5A. Pengertian Etika Politik5B. Fungsi Etika Politik6C. Tujuan Etika Politik6D. Pancasila Ditinjau dari Segi Politik6E. Pancasila Sebagai Etika Politik7F. Prinsip-prinsip Dasar Etika Politik Pancasila8G. Nilai-nilai Pancasila sebagai Sumber Politik di Indonesia10BAB III PENUTUP13DAFTAR PUSTAKA14

BAB IPENDAHULUANa. Pengertian Nilai, Norma, serta Hubungannnya dengan Moral dan EtikaPengertian nilaiNilai merupakan kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Jadi hakikatnya, nilai merupakan sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri (Kaelan, 2010). Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem (sistem nilai) merupakan salah satu wujud kebudayaan, disamping sistem sosial dan karya. Manusia dalam memilih nilai-nilai menempuh berbagai cara yang dapat dibedakan menurut tujuannya, pertimbangannya, penalarannya, dan kenyataannya. Pengertian normaNorma atau kaidah adalah ketentuan-ketentuan yang menjadi pedoman dan panduan dalam bertingkah laku di kehidupan masyarakat. Norma merupakan bentuk kongkret dari nilai (perwujudan dari nilai). Setiap norma pasti terkandung nilai di dalamnya. Norma memiliki kekuatan untuk dipatuhi, karena adanya sanksi terhadap pelanggaran norma. Norma berisi anjuran untuk berbuat baik dan larangan untuk berbuat buruk dalam bertindak sehingga nilai dapat terwujud.

Hubungan antara nilai, norma, moral, dan etikaNilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika. Derajat kepribadian seseorang sangat ditentukan oleh moralitas yang dimilikinya. Moral berasal dari kata mos (mores) yang artinya kesusilaan, tabiat, kelakuan. Moral adalah suatu ajaran-ajaran ataupun wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma. Sedangkan etika termasuk cabang filsafat yaitu suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral tersebut (Krammer, 1998 dalam Darmodihardjo, 1996). Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab kaitannya dengan berbagai ajaran moral (Suseno, 1987).

b. Pengertian PolitikPengertian Politik berasal dari kata Politics, yang memiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara, yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan atau decisions making mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih itu. Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals), dan bukan tujuan pribadi seseorang (private goals). Selain itu politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk partai politik lembaga masyarakat maupun perseorangan.

Dimensi politis manusia merupakan dimensi dimana manusia menyadari sebagai anggota masyarakat dan melakukan tindakan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat secara keseluruhan (Suseno,1987). Berdasarkan pengertian-pengertian pokok tentang politik, maka secara operasional bidang politik menyangkut konsep-konsep pokok yang berkaitan dengan negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decisions making), kebijaksanaan (policy), pembagian (distribution), serta alokasi (allocation) (Budiardjo, 1981: 8,9).

BAB IIISIa. Pengertian Etika PolitikEtika dibagi menjadi dua yaitu etika umum dan khusus. Etika umum membahas prinsip-prinsip dasar bagi segenap tindakan manusia, sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungannya dengan kewajiban manusia dalam berbagai lingkup kehidupannya (Suseno,1987). Etika khusus dibedakan menjadi pertama: etika individual, yang membahas tentang kewajiban manusia sebagai individu terhadap dirinya sendiri, serta melalui suara hati terhadap Tuhannya, dan kedua: etika sosial membahas kewajiban serta norma-norma moral yang seharusnya dipatuhi dalam hubungan dengan sesama manusia, masyarakat, bangsa dan negara. Etika sosial memuat banyak etika yang khusus mengenai wilayah-wilayah kehidupan manusia tertentu, misalnya etika keluarga, etika profesi, etika lingkungan, etika seksual dan termasuk juga etika politik yang menyangkut dimensi politis manusia.Etika politik merupakan sebuah cabang ilmu etika yang membahas hakikat manusia sebagai makhluk yang berpolitik serta dasar-dasar norma yang dipakai dalam kegiatan politik. Etika politik sangat penting karena mempertanyakan hakikat manusia sebagai makhluk sosial dan mempertanyakan atas dasar apa sebuah norma digunakan untuk mengontrol perilaku politik. Etika politik menelusuri batas-batas ilmu politik, kajian ideologi, asas-asas dalam ilmu hukum, peraturan-peraturan ketatanegaraan, asumsi-asumsi, dan postulat-postulat tentang masyarakat dan kondisi psikologis manusia sampai ke titik terdalam dari manusia melalui pengamatan terhadap perilaku, sikap, keputusan, aksi, dan kebijakan politik.Pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika dan etika berkaitan dengan norma moral, yaitu norma untuk mengukur benar salahnya tindakan manusia dalam kehidupannya. Sehingga etika politik mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai manusia, bukan hanya sebagai warga negara (Suseno,1987). Selain politik beretika, ada pula politik tak beretika, yaitu politik yang tidak lagi dipahami sebagai sebuah distribusi kekuasaan yang salah satunya adalah kesejahteraan rakyat. Contohnya politik yang lebih berorientasi untuk mengejar materi dan jabatan.b.Fungsi Etika Politik- Bagi pemerintahan, yaitu etika politik dijadikan sebagai rambu-rambu yang membantu pemerintahan dalam mengambil keputusan.- Bagi masyarakat, yaitu membantu dalam pengambilan keputusan secara objektif yang tidak hanya berdasarkan pada emosi, dan prasangka.c. Tujuan Etika PolitikEtika politik memiliki tujuan, yaitu untuk mengarahkan kehidupan politik yang lebih baik, baik untuk kehidupan bersama dan orang lain, dalam rangka membangun institusi institusi politik yang adil.d. Pancasila Ditinjau dari Segi PolitikSecara politis, pancasila berfungsi memberikan konsep-konsep filosofis Negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijaksanaan, pembagian, dan alokasi, kekuasaan. Ilmu politik adalah bagian ilmu sosial yang khusus mempelajari sifat dan tujuan Negara sepanjang Negara merupakan organisasi kekuasaan, juga sifat dan tujuan dari organisasi-organisasi kekuasaan lain dalam masyarakat yang dapat mempengaruhi Negara. Pancasila sebagai asas politik, bertugas memberikan dasar, tujuan, proses pelaksanaan dan penilaian hasil yang dicapai, melalui penggunaan kekuasaan/proses kekuasaan. Kekuasaan politik yang dimaksud dalam pancasila bukan merupakan kekuasaan secara apriori, melainkan kekuasaan politik yang berasas. Pancasila ialah kekuasaan politik yang berke-Tuhanan, berkemanusiaan yang adil dan beradab, kekuasaan politik yang membina persatuan dan kesatuan bangsa, kekuasaan politik yang berprinsip musyawarah dalam mencapai mufakat dan kekuasaan politik yang bertujuan untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Inilah yang merupakan landasan pendidikan etika moral politik bagi bangsa dan Negara Indonesia.

Pancasila adalah generalisasi fenomena-fenomena yang bersifat politik yang diambil dari unsur-unsur dan merupakan ciri-ciri kepribadian bangsa Indonesia. Pancasila adalah konsep abstrak yang digali dari fakta-fakta melalui pemikiran yang mendalam dan mendasar beberapa kesimpulan baik bersifat analitik maupun bersifat sintetik. Kesimpulan analitik berarti bahwa secara apriori beberapa kebenaran dalam pancasila itu dianalisis dari sifat-sifat atau ciri-ciri yang melekat dalam kepribadian bangsa Indonesia sendiri (berwujud lima sila). Selanjutnya analisis secara sintetik berarti bahwa ciri-ciri kepribadian (lima sila) itu berupa gejala-gejala secara aposteriori (setelah berjalan melalui dimensi ruang dan waktu, melalui pengalaman atau empiris) gejala-gejala itu mengadakan relasi.

e. Pancasila Sebagai Etika PolitikPancasila memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara Indonesia. Di setiap saat dan dimana saja kita berada, kita diwajibkan untuk beretika di setiap tingkah laku kita. Misalnya pada sila kedua tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran Pancasila dalam membangun etika bangsa sangat memiliki peranan yang besar. Setiap sila pada Pancasila pada dasarnya merupakan asas dan fungsi sendiri sendiri, namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan. Pancasila sebagai etika politik berfungsi dalam pengambilan keputusan, misalnya dalam pemilihan umum, masyarakat diberi hak untuk memilih secara langsung dan objektif.

Aktualisasi Pancasila sebagai dasar etika tercermin dalam sila-silanya, yaitu:Sila pertama: menghormati setiap orang atau warga negara atas berbagai kebebasannya dalam menganut agama dan kepercayaannya masing-masing, serta menjadikan ajaran-ajaran sebagai anutan untuk menuntun ataupun mengarahkan jalan hidupnya.Sila kedua: menghormati setiap orang dan warga negara sebagai pribadi (personal) utuh sebagai manusia, manusia sebagai subjek pendukung, penyangga, pengemban, serta pengelola hak-hak dasar kodrati yang merupakan suatu keutuhan dengan eksistensi dirinya secara bermartabat.Sila ketiga: bersikap dan bertindak adil dalam mengatasi batasan-batasan atau primordialisme sempit dengan jiwa dan semangat Bhinneka Tunggal Ika- bersatu dalam perbedaan dan berbeda dalam persatuan.Sila keempat: kebebasan, kemerdekaan, dan kebersamaan dimiliki dan dikembangkan dengan dasar musyawarah untuk mencapai kemufakatan secara jujur dan terbuka dalam menata berbagai aspek kehidupan.Sila kelima: membina dan mengembangkan masyarakat yang berkeadilan sosial yang mencakup kesamaan derajat (equality) dan pemerataan (equity) bagi setiap orang atau setiap warga negara.

f. Prinsip-prinsip Dasar Etika Politik Pancasila (Kaelan, 2010)1. PluralismePluralisme memiliki arti kesediaan untuk menerima pluralitas, yaitu bersedia untuk hidup dengan positif, damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda pandangan hidup, agama, budaya, adat. Pluralisme menekankan pada pengakuan terhadap kebebasan beragama, kebebasan berpikir, kebebasan mencari informasi, toleransi. Pluralisme memerlukan kematangan kepribadian seseorang dan sekelompok orang.

2. Hak Asasi ManusiaHak asasi manusia menjamin adanya Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Karena hak-hak asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan dan wajib tidak diperlakukan agar sesuai dengan martabatnya sebagai manusia. Karena itu, hak-hak asasi manusia adalah mutlak serta kontekstual.a. Mutlak karena manusia memilikinya bukan karena pemberian Negara, masyarakat, melainkan karena pemberian Sang Pencipta .b. Kontekstual karena baru mempunyai fungsi dan karena itu mulai disadari, diambang modernitas di mana manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/tradisi, dan seblaiknya diancam oleh Negara modern.3. Solidaritas BangsaManusia sebagai mahkluk sosial mewajibkan manusia untuk saling berinteraksi dengan manusia lainnya. Sosialitas manusia berkembang secara melingkar yaitu keluarga, kampung, kelompok etnis, kelompok agama, kebangsaan, solidaritas sebagai manusia. Maka di sini termasuk rasa kebangsaan. Manusia menjadi seimbang apabila semua lingkaran kesosialan itu dihayati dalam kaitan dan keterbatasan masing-masing.

4. DemokrasiPrinsip kedaulatan rakyat menyatakan bahwa tak ada manusia atau sebuah elit atau sekelompok ideologi berhak untuk menentukan dan memaksakan orang lain harus atau boleh hidup. Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin berhak menentukan siapa yang memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin. Jadi demokrasi memerlukan sebuah sistem penerjemah kehendak masyarakat ke dalam tindakan politik.Demokrasi hanya dapat berjalan baik atas dua dasar yaitu :1. Pengakuan dan jaminan terhadap HAM; perlindungan terhadap HAM menjadi prinsip mayoritas tidak menjadi kediktatoran mayoritas.2. Kekuasaan dijalankan atas dasar, dan dalam ketaatan terhadap hukum (Negara hukum demokratis) untuk mencegah pemerintah yang sewenang-wenang.

5. Keadilan SosialKeadilan merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat. Moralitas masyarakat mulai dengan penolakan terhadap ketidakadilan. Tuntutan keadilan sosial tidak boleh dipahami secara ideologis, sebagai pelaksanaan ide-ide, ideologi-ideologi, agama-agama tertentu, keadilan sosial tidak sama dengan sosialisme. Keadilan sosial adalah keadilan yang terlaksana. Dalam kenyataan, keadilan sosial diusahakan dengan membongkar ketidakadilan-ketidakadilan yang ada dalam masyarakat. Ketidakadilan adalah diskriminasi di semua bidang terhadap perempuan, semua diskriminasi atas dasar ras, suku dan budaya.

g. Nilai-nilai Pancasila sebagai Sumber Politik di IndonesiaPancasila sebagai dasar negara Indonesia selain menjadi dasar dalam pembuatan peraturan perundang-undangan juga menjadi sumber bagi moralitas yang ada di Indonesia terutama yang berhubungan dengan kekuasaan, hukum, penentuan tujuan, serta pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Berdasarkan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, maka Indonesia bukanlah negara Teokrasi yang mendasarkan kekuasaan negara dan penyelenggaraan negara pada legitimasi religius. Kekuasaan kepala negara tidak bersifat mutlak berdasarkan legitimasi religius, melainkan berdasarkan legitimasi hukum serta legitimasi demokrasi. Hal ini memiliki arti dimana pemilihan kepala negara sepenuhnya disahkan berdasarkan hukum secara demokratis, dan tidak didasarkan pada masalah agama yang dianut oleh kepala negara tersebut. Oleh karena itu asas sila Ketuhanan Yang Maha Esa lebih berkaitan dengan legitimasi moral. Hal inilah yang membedakan negara yang Berketuhanan Yang Maha Esa dengan negara teokrasi. Walaupun dalam negara Indonesia tidak mendasarkan pada legitimasi religius, namun secara moralitas kehidupan negara harus sesuai dengan nilai-nilai yang berasal dari Tuhan terutama hukum serta moral dalam kehidupan negara.

Sila kedua Kemanusiaan yang Adil dan Beradab juga merupakan sumber nilai-nilai moralitas dalam kehidupan negara. Negara pada prinsipnya adalah merupakan persekutuan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari umat manusia cita-cita serta prinsip-prinsip hidup demi kesejahteraan bersama (sila ketiga). Manusia merupakan dasar kehidupan serta pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Oleh karena itu asas-asas kemanusiaan bersifat mutlak dalam kehidupan negara dan hukum. Dalam kehidupan negara kemanusiaan harus mendapatkan jaminan hukum, maka hal inilah yang diistilahkan dengan jaminan atas hak-hak dasar (asasi) manusia. Selain itu asas kemanusiaan juga harus merupakan prinsip dasar moralitas dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara.Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negeri dijalankan sesuai dengan:a) Asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai hukum yang berlaku.b) Disahkan dan dijalankan secara demokratis ( legitimasi demokratis)c) Dilaksanakan berdasarkan prinsip prinsip moral / tidak bertentangan dengannya (legitimasi moral) (Suseno,1987).

Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh karena itu keadilan dalam hidup bersama (keadilan sosial) merupakan tujuan kehidupan bernegara di Indonesia yang terkandung dalam sila kelima. Oleh karena itu dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, segala kebijakan, kekuasaan, kewenangan serta pembagian senantiasa harus berdasarkan atas hukum yang berlaku. Pelanggaraan atas prinsip-prinsip keadilan dalam kehidupan kenegaraan akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam kehidupan negara.

Rakyat merupakan pemegang dan pengatur kekuasaan negara, sehingga negara berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang dilakukan senantiasa untuk rakyat (sila keempat). Oleh karena itu dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara segala kebijaksanaan , kekuasaan serta kewenangan harus dikembalikan kepada rakyat sebagai pendukung pokok negara. Maka dalam pelaksanaan politik praktis hal-hal yang menyangkut kekuasaan eksekutif, legislatif serta yudikatif, konsep pengambilan keputusan, pengawasan serta partisipasi harus berdasarkan legimitasi dari rakyat, atau dengan lain perkataan harus memiliki legimitasi demokratis.

Prinsip-prinsip dasar etika politik itu dalam realisasi praktis dalam kehidupan kenegaraan senantiasa dilaksanakan secara korelatif diantara ketiganya. Kebijaksanaan serta keputusan yang diambil dalam pelaksanaan kenegaraan baik menyangkut politik dalam negeri maupun luar negeri, ekonomi baik nasional maupun global, yang menyangkut rakyat, dan lainnya selain berdasarkan hukum yang berlaku (legitimasi hukum), harus mendapat legitimasi rakyat (legitimasi demokratis) dan juga harus berdasarkan prinsip-prinsip moralitas (legitimasi moral). Misalnya kebijaksanaan harga BBM, Tarif dasar Listrik, Tarif Telepon, kebijaksanaan politik dalam maupun luar negeri harus didasarkan atas tiga prinsip-prinsip tersebut.

Etika politik ini juga harus direalisasikan oleh setiap individu yang ikut terlibat secara kongkrit dalam pelaksanaan pemerintahan negara. Para pejabat eksekutif, anggota legislatif, maupun yudikatif, para pejabat negara, anggota DPR maupun MPR aparat pelaksana dang penegak hukum, harus menyadari bahwa selain legitimasi hukum dan legitimasi demokratis juga harus berdasar pada legitimasi moral. Misalnya suatu kebijaksanaan itu sesuai dengan hukum belum tentu sesuai dengan moral. Misalnya gaji para Pejabat dan anggota DPR, MPR itu sesuai dengan hukum, namun mengingat kondisi rakyat yang sangat menderita belum tentu layak secara moral (legitimasi moral).

BAB IIIPENUTUPKesimpulan:Jadi sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah merupakan suatu pedoman yang langsung bersifat normatif ataupun praksis melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber norma baik maupun norma moral maupun norma hukum, yang pada gilirannya harus dijabarkan lebih lanjut dalam norma-norma etika, moral maupun hukum dalam kehidupan kenegaraan maupun kebangsaan. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negara dijalankan sesuai dengan (1) asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku, (2) disahkan dang dijalankan secara demokratis (legatimasi demokratis), dan (3) dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral atau tidak bertentangan dengannya (legitimasi moral).

DAFTAR PUSTAKAKaelan. (2010). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.Lubis, H. Ibrahim. (1982). Kuliah Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Suseno, Franz Magnis. (20103). Etika Politik. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

13