pajak ppn
DESCRIPTION
Pajak PpnTRANSCRIPT
MODUL PERKULIAHAN
Manajemen Perpajakan Pokok Bahasan : Mampu memahami,menjelaskan dan menetukan perencanaan pajak terhadap PPN.
Universitas Mercu Buana Menteng
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK84061 Disusun Oleh
Ekonomi dan Bisnis Strata Satu Akuntansi/PKK 9
Dra. Rokhanah Murkana Ak, MSi
Abstract KompetensiDalam rangka perencanaan PPN,perlu Perlu mengamati dengan cermat,jangan Sampai terdapat pajak masukan yangbelum dikreditkan,mengamati fasilitas PPN,Memaksimalkan restitusi PPN dan pemilihanpemberian Cuma-cuma atau memberikandiscount untuk kepentingan promosi..
Mampu memahami, menjelaskan, dan menentukan perencanaan pajak untuk PPN, mekanisme pengkreditan PPN,Pembuatan faktur pajak ,pengkreditan pajak masukan dan restitusi.
Tax Planning PPN
PPn adalah pajak tidak langsung yang dikenakan atas konsumsi barang/jasa kena pajak
di dalam daerah pabean. Setiap pembelian dan penjualan barang/jasa dari Pengusaha
Kena Pajak dikenai PPN. Sesuai legal karakter dari PPN ini yang bersifat non kumulatif,
maka dalam perlakuan pajak-PPN tidak membolehkan terjadinya pajak berganda karena
konsumen terakhirlah yang harus menanggung PPN ini. Kalau pajak penjualan memang
bisa terjadi pajak berganda karena pengenaannya bukan bersifat “multi stage levy”.
Beda halnya jika pembeli barang adalah pengusaha yang mengolahnya lebih lanjut atau
untuk dijual kembali, maka beban PPN yang dibayarkan dapat digeser kepada pembeli
berikutnya (forward tax shifting). PPN memiliki karakterisitik sebagai pajak tidak
langsung yang beban pajaknya bisa digeser ke konsumen akhir.
PPN juga memiliki karakteristik sebagai pajak objektif yang mengandung pengertian
bahwa timbulnya kewajiban pajak dibidang PPN sangat sangat ditentukan oleh adanya
objek pajak. PPN tidak mempertimbangkan kondisi subjektif dari subjek pajak.
Objek PPN, sebagaimana dijelaskan dalam UU PPN No.8 Tahun 1983 yang telah
diubah terakhir kalinya dengan UU PPN No.42 tahun 2009 (Pasal 4 ayat 1, Pasal16C
dan Pasal 16D) adalah sebagai berikut :
a. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha (Pasal 4 ayat 1).
b. Impor Barang Kena Pajak (Pasal 4 ayat 1)
c. Peyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha (Pasal 4 ayat 1)
d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean (Pasal 4 ayat 1)
e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
(Pasal 4 ayat 1)
f. Ekspor Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak oleh
Pengusaha Kena Pajak (Pasal 4 ayat 1)
g. Kegiatan membangun sendiri di luar kegiatan usaha atau pekerjaannya yang
digunakan untuk tempat tinggal atau tempat usaha (Pasal 16C)
h. Penyerahan aktiva yang menuntut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan,
sepanjang PPN pada saat perolehannya dapat dikreditkan (Pasal 16 D).
‘13 2
Manajemen PerpajakanPusat Bahan Ajar dan eLearning
Dra. Rokhanah Murkana Ak, MSi http://www.mercubuana.ac.id
Perencanaan PPN
Pembahasan tentang perencanaan PPN ini difokuskan pada bebrapa upaya berikut ini :
a. Memaksimalkan mekanisme pengkreditan PPN
b. Memaksimalkan fasilitas di bidang PPN
c. Sentralisasi pengenaan PPN
d. Memaksimalkan restitusi PPN
e. Membangun sendiri dalam kegiatan usaha
f. PPN atas barang gratis untuk keperluan promosi
g. Penjagaan cash flow
h. Pengendalian PPn
i. Tanggung jawab renteng
a. Memaksimalkan Mekanisme Pengkreditan PPN
Perusahaan sebaiknya memperoleh Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dari
Pengusaha Kena Pajak, supaya pajak masukannya dapat dikreditkan. Perusahaan
perlu mengamati dengan cermat jangan sampai terdapat pajak masukan yang belum
dikreditkan.
PPN dikenakan atas :
1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan
oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
2. Impor BKP.
3. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP luar daerah di dalam daerah pabean.
4. Ekspor BKP oleh PKP.
Pajak masukan yang dapat dikreditkan adalah :
Pajak masukan yang berhubungan langsung dengan produksi, distribusi, pemasaran,
dan manajemen atas BKP/JKP dan faktur pajaknya adalah faktur pajak standar atau
dokumen yang disamakan dengan faktur pajak standar.
Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan :
1. Sebelum dikukuhkan menjadi PKP.
2. Faktur Pajak sederhana.
3. Faktur Pajak cacat (tidak diisi lengkap, ada coretan/hapusan).
4. Pajak masukan atas pembelian mobil sedan, jeep, station wagon, van, dan combi.
5. Pajak masukan berkaitan dengan produksi BKP/JKP.
‘13 3
Manajemen PerpajakanPusat Bahan Ajar dan eLearning
Dra. Rokhanah Murkana Ak, MSi http://www.mercubuana.ac.id
6. Pajak masukan yang tidak ada kaitannya secara langsung dengan kegiatan usaha
atas BKP.
7. Pajak masukan yang dilaporkan pada SPT masa PPN, yang ditemukan pada saat
pemeriksaan atau yang ditagih melalui SKP.
Pajak masukan yang belum dikreditkan dengan pajak keluaran pada masa pajak yang
sama, dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya, selambat-lambatnya pada bulan
ketiga setelah berakhirnya tahun buku yang bersangkutan, sepanjang belum
dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
b. Memaksimalkan Fasilitas di Bidang PPN
Sejak diberlakukannya UU Nomor 36 Tahun 2008, fasilitas di bidang PPN yang
dikenal dalam ketentuan PPN adalah PPN Tidak Dipungut, PPN Dibebaskan, dan
PPN ditanggung pemerintah. Bagi PKP yang mendapatkan fasilitas PPN Tidak
Dipungut, PPN Masukan yang berhubungan dengan perolehan BKP/JKP tetap dapat
dikreditkan, sedangkan bagi PKP yang mendapatkan fasilitas PPN dibebaskan, PPN
Masukan yang berhubungan dengan perolehan BKP/JKP tidak dapat dikreditkan.
Fasilitas yang berkaitan dengan PPN adalah :
1. Fasilitas PPN tidak dipungut.
2. Fasilitas PPN dibebaskan.
3. Fasilitas PPN ditanggung pemerintah.
Dalam perencanaan pajak, memaksimalkan pemanfaatan fasilitas tersebut akan
member dampak pada berkurangnya jumlah yang harus dibayar oleh pembeli
terhadap barang yang dibeli dari penjual minimal 10% dari harga jual, dan sebaliknya
pemanfaatan tersebut akan mendorong penjual untuk menurunkan harga jualnya
secara proporsional sehingga terjadi suatu keseimbangan pasar yang baru dari produk
yang bersangkutan akibat dari efisiensi harga yang diperoleh. Memaksimalkan fasilitas
tersebut akan mendorong pembentukan harga barang di pasar lebih murah sehingga
bisa dijangkau oleh masyarakat, omset penjualan akan meningkat yang bermuara
pada perolehan profit dan setoran pajak yang akan lebih besar.
‘13 4
Manajemen PerpajakanPusat Bahan Ajar dan eLearning
Dra. Rokhanah Murkana Ak, MSi http://www.mercubuana.ac.id
1. Fasilitas PPN tidak dipungut berlaku untuk :
a. Atas impor barang, pemasukan BKP, pemgiriman hasil produksi, pengeluaran
barang, penyerahan kembali BKP, peminjaman mesin, pemasukan Baran Kena
Cukai (BKC) ked an atau dari kawasan berikat atau EPTE (PP 33 Tahun 1996
jo.PP 43 Tahun 1997jo.PP 32 Tahun 2009 KMK 291/KMK.01/1997 jo. KMK
101/KMK.04/2005)
b. Peraturan Menkeu No.121/PMK.03/2009 tentang Pemanfaatan BKP tidak berwujud
dari luar Daerah Pabean, penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP oleh
kontraktor utama dan atau subkontraktor sehubungan dengan pelaksanaan proyek
pemerintah untuk rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah dan kehidupan masyarakat
provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara
pasca bencana alam gempa bumi dan tsunami yang dibiayai dengan hibah luar
negeri yang pelaksanaannya belum selesai sampai dengan tanggal 31 Maret 2009.
2. Fasilitas PPN Dibebaskan (PP 146 Thn 2000 jo.PP 38 Thn 2003)
a. Barang Kena Pajak Tertentu yang atas peyerahannya dibebaskan dari pengenaan
Pajak Pertambahan Nilai
1) Impor dan atau penyerahan BKP Tertentu :
a) Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat
angkutan di udara, alat angkutan di darat, kendaraan lapis baja, kendaraan
patrol, dan kendaraan angkutan khusus lainnya, serta suku cadangnya yang
diimpor oleh Departemen Pertahanan, TNI, Polri atau oleh pihak lain yang
ditunjuk oleh Departemen Pertahanan, TNI atau Polri untuk melakukan impor
tersebut, dan komponen atau bahan yang belum dibuat di dalam negeri, yang
diimpor oleh PT (Persero) Pindad, yang digunakan dalam pembuatan senjata
dan amunisi untuk keperluan Departemen Pertahanan, TNI, atau Polri.
b) Vaksin polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional
(PIN).
c) Buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama, kapal laut,
kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan
penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal
tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau
keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan
Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional,
‘13 5
Manajemen PerpajakanPusat Bahan Ajar dan eLearning
Dra. Rokhanah Murkana Ak, MSi http://www.mercubuana.ac.id
Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan
Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Nasional,
sesuai dengan kegiatan usahanya.
d) Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau
alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang
diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, dan
suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat
udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan
Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa
perawatan atau reparasi pesawat udara kepada Perusahaan Angkutan Udara
Niaga Nasional.
e) Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbikan atau
pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunaan oleh PT (Persero)
Kereta Api Indonesia, dan komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak
yang ditunjuk oleh PT (Persero) Kereta Api Indonesia, yang digunakan untuk
pembuatan kereta api, suku cadang, peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan, serta prasarana yang akan digunakan oleh PT (Persero)
Kereta Api Indonesia.
f) Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Departemen
Pertahanan atau TNI untuk penyediaan data batas dan foto udara wilayah
Negara Republik Indonesia yang dilakukan untuk mendukung pertahanan
Nasional, yang diipor oleh Departemen Pertahanan, TNI atau pihak yang
ditunjuk oleh Departemen Pertahanan atau TNI.
b) Barang Kena Pajak Tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan
Pajak Pertambahan Nilai adalah:
1) Rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun sederhana, pondok
boro, asrama mahasiswa dan pelajar serta perumahan lainnya, yang batasannya
ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri
Peukiman dan Prasarana Wilayah.
2) Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan
di udara,alat angkutan di adart, kendaraan lapis baja
3) Vaksin folio
4) Buku buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama
‘13 6
Manajemen PerpajakanPusat Bahan Ajar dan eLearning
Dra. Rokhanah Murkana Ak, MSi http://www.mercubuana.ac.id
5) Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, dan kapal angkutan
penyeberangan
6) Pesawat udara dan suku cadang
7) Kereta api dan suku cadang
c. Sentralisasi Tempat PPN
Sebelum mengambil keputusan untuk memilih pemusatan tempat terutang,
sebaiknya perusahaan melakukan penelitian dan mempertimbangkan mana cara
yang lebih menguntungkan , apakah dalam pelaporan pajaknya perusahaan
memakai system sentralisasi atau desentralisasi.
Dalam Pasal 1 A ayat F UU PPN disebutkan bahwa penyerahan Barang Kena
Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak
antar cabang, termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak.
Pengecualian dari ketentuan tersebut dengan tujuan untuk mempermudah
administrasi perpajakan, wajib pajak dengan criteria tertentu yang memiliki lebih
dari satu tempat untuk melakukan penyerahan BKP/JKP dapat mengajukan
permohonan pemusatan/Sentralisasi Tempat PPN terutang kepada Kanwil DJP
setempat dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang terdaftar di KPP Wajib Pajak besar dapat
melakukan sentralisasi otomatis sesuai dengan KEP-335/PJ/2002. Dalam hal
PKP tersebut mempunyai satu atau lebih tempat kegiatan usaha, tempat terutang
pajak untuk seluruh tempat kegiatan usaha tersebut ditetapkan hanya di tempat
PKP dikukuhkan oleh KPP Wajib Pajak Besar.
b. PKP yang memiliki lebih dari satu tempat PPN terutang (Selain Butir a) dapat
memilih 1 (satu) tempat atau lebih sebagai Tempat Pemusatan PPN Terutang.
Dalam hal PKP memilih 1 (satu) tempat atau lebih sebagai Tempat Pemusatan
PPN Terutang, PKP dimaksud harus menyampaikan pemberitahuan secar tertulis
kepada Kepala Kantor Wilayah dengan tembusan kepada Kepala KPP yang
wilayah kerjanya meliputi tempat-tempat PPN terutang yang akan dipusatkan
(PER-19/PJ/2010).
‘13 7
Manajemen PerpajakanPusat Bahan Ajar dan eLearning
Dra. Rokhanah Murkana Ak, MSi http://www.mercubuana.ac.id
d. Memaksimalkan Restitusi PPN
Sebagai Subjek PPN, salah satu hak bagi PKP adalah mengkreditkan Pajak
Masukan sesuai dengan ketentuan. Dalam mekanisme indirect substraction
method, PKP hanya membayarakan PPN ke kas negara sebesar selisih antara
Pajak Keluaran (PK) dikurangi dengan Pajak Masukan (PM). Penghitungan tersebut
dilakukan setiap bulan.
Apabila dalam suatu Masa Pajak terdapat kelebihan pajak (PM lebih besar dari
PK) maka atas kelebihan pajak tersebut dkompensasikan ke Masa Pajak berikutnya
dan dapat direstitusi pada akhir tahun buku, kecuali Wajib Pajak tertentu yang
secara mekanisme PPN akan mengalami lebih bayar seperti eksporir dan penyalur
atau pemasok pemerintah, diperkenankan untuk restitusi di setiap Masa Pajak.
Dengan pertimbangan untuk membantu likuiditas perusahaan, untuk Wajib Pajak
tertentu yang memiliki risiko rendah dapat diberikan restitusi dengan pegembalian
pendahuluan tanpa melalui pemeriksaan terlebih dahulu. Pemeriksaan dapat
dilakukan kemudian bila diperlakukan. Sanksi yang dikenakan lebih rendah dari
Undang-Undang KUP yaitu 2 % (dua persen) perbulan, kecuali terdapat indikasi
tindak pidana perpajakan, maka sanksi yang berlaku sesuai ketentuan
sebagaimana diatur dalam UU KUP.
Pemilihan restitusi atau kompensasi sangat bergantung pada kondisi masing-
masing WP atau Pengusaha Kena Pajak. Pertimbangan utama dalam menentukan
pilihan tersebut berkaitan dengan biaya pemeriksaan dan opportunity cost yang
timbul dari dari kelebihan pajak yang ada di negara (time value of money). Yang
dimaksud dengan biaya pemeriksaan adalah biaya yang timbul karena
pemeriksaan berkaitan dengan status lebih bayar, waktu, tenaga, dan biaya yang
harus dialokasikan selama proses pemeriksaan berlangsung dalam penyelesaian
permohonan restitusi. Sedangkan opportunity cost tercermin dari tingkat bunga
deposito yang berlaku.
Kriterianya adalah, jika opportunity cost lebih besar dibandingkan dengan biaya
pemeriksaannya, maka Wajib Pajak akan cenderung meminta restitusi.
Pengusaha yang belum berproduksi tetap dapat mengkreditkan PPN yang telah
dibayar atas pembelian barang modal. Namun demikian, Pajak Masukan yang telah
dikreditkan dan telah diberikan pengembalian wajib dibayar kembali oleh
Pengusaha Kena Pajak dalam hal Pengusaha Kena Pajak tersebut mengalami
‘13 8
Manajemen PerpajakanPusat Bahan Ajar dan eLearning
Dra. Rokhanah Murkana Ak, MSi http://www.mercubuana.ac.id
keadaan gagal berproduksi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak
Masa Pajak pengkreditan Pajak Masukan dimulai.
e. Membangun Sendiri Tidak Dalam Kegiatan Usaha
Membangun sendiri untuk tempat tinggal atau tempat usaha oleh orang pribadi atau
badan dikenai PPN, dengan kondisi :
1. Luas bangunan 200 m persegi atau lebih.
2. Bangunan permanen.
3. Tarif 10 % x 40 % x biaya bangunan (tanpa harga tanah)
4. Disetor tiap bulan, pada tanggal 15 bulan berikutnya sejak pembangunan
dimulai.
Contoh penerapan tax planning yang terkait dengan hal ini dapat dibaca pada bab
VII, tentang “Implikasi Pajak Penghasilan Pada Yayasan Pendidikan dan Tax
Planningnya”.
f. PPN Atas Barang Gratis untuk Kepentingan Promosi
Kejadian ini sering terjadi dalam praktik, baik pada saat perusahaan baru memulai
kegiatan bisnisnya maupun pada saat perusahaan sudah berjalan dan sebagai
bagian dari impelementasi marketing strategy perusahaan mereka melakukan
kegiatan promosinya untuk meningkatkna omzet penjualan. Contoh, perusahaan
PT ABC yang bergerak di bidang penerbitan surat kabar. Dalam rangka penetrasi
pasar, karena perusahaan ini masih baru, manajemennya mengambil kebijakan
dalam rangka sales promotion memberikan surat kabar secara gratis kepada
pelanggan dan calon pelanggan, katakanlah sebulan lamanya. Dalam Undang-
undang Pajak Penghasilan No.36 Tahun 2008 Pasal 9 (1) e, pemberian ini
dikategorikan sebagai pemberian dalam natura dan oleh sebab itu tidak bisa
dibiayakan. Kebijakan ini diharapkan akan memberikan feedback, bahwa bulan
berikutnya akan mendapat tanggapan positif dari pelanggan dan calon pelanggan
berupa order atau repeat order untuk bulan-bulan berikutnya. Masalahnya,
memberikan surat kabar secara cuma-cuma adalah suatu transaksi penyerahan
barang yang menjadi objek PPN. Jadi PPN-nya harus dibayarkan oleh perusahaan
surat kabar tersebut dari harga pokoknya (bukan dari harga jualnya) sebagai
tambahan pengeluaran biaya perusahaan karena tidak mungkin dapat ditagih dari
pelanggan/calon pelanggan yang sudah menerima surat kabar yang gratisan itu.
‘13 9
Manajemen PerpajakanPusat Bahan Ajar dan eLearning
Dra. Rokhanah Murkana Ak, MSi http://www.mercubuana.ac.id
g. Penjagaan Terhadap Cash Flow Perusahaan
Salah satu tujuan dilakukannya perencanaan pajak oleh manajemen perusahaan
adalah untuk menjaga kesehatan cash flow. Berikut ini cara-cara yang aman dalam
perencanaan pajak yang perlu diagendakan oleh manajemen perusahaan untuk
diaplikasikan dalam kerangka peningkatan efisiensi pajak dan keuangan
perusahaan:
a. Menyegerakan pengajuan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) pada
perusahaan yang baru berdiri.
Keuntungan :
Terjadi mekanisme pengkreditan Pajak Masukan (PM) dengan Pajak Keluaran
(PK)
Bila PK < PM akan bisa memperoleh restitusi
b. Memilih mendirikan perusahaan di lokasi yang mendapat fasilitas perpajakan
PPN.
Contoh : Untuk perusahaan berorientasi ekspor mendirikan perusahaan di Pulau
Batam (kawasan berikat), yang fasilitasnya:
PPN masukan atas bahan baku impor (ditanggung pemerintah)
PPN keluaran untuk ekspor sebesar 0%
c. Mengusahakan membeli bahan baku pada saat akan menjalankan proses
produksi (just in time).
Usahakan agar jarak antara Pajak Masukan (PM) dengan Pajak Keluaran
dekat (terjadi pada masa pajak yang sama).
d. Mengajukan permohonan sentralisasi PP bagi perusahaan yang mempunyai
kantor cabang.
e. Penanganan faktur pajak dengan baik
Faktur Pajak Keluaran Cacat : Sanksinya 2 % x dasar pengenaan pajak (DPP)
Faktur Pajak Masukan Cacat : Sanksinya faktur pajak tidak dapat dikreditkan.
h. Pengendalian Pajak Melalui Tax review
Setelah Perencaaan Pajak selesai disusun dan diimplementasikan, masih ada satu
tahap lagi yang harus dilakukan, yaitu pengendalian pajak. Pengendalian pajak
‘13 10
Manajemen PerpajakanPusat Bahan Ajar dan eLearning
Dra. Rokhanah Murkana Ak, MSi http://www.mercubuana.ac.id
perlu dilakukan untuk mengetahui apakah semua perencanaan pajak telah
dilakasanakan sesuai dengan rencana. Pengendalian pajak dapat dilakukan melalui
penelaahan pajak (tax review).
Tax review merupakan pelayananan yang bertujuan untuk menelaah dan
meneliti tingkat kepatuhan wajib pajak secara umum dan memberikan rekomendasi
untuk meminimalkan pajak yang belum diketahui perusahaan. Tax review meliputi
seluruh kewajiban perpajakan wajib pajak termasuk PPN dan PPnBM.
Tax review memiliki tujuan sebagai berikut :
Untuk mengetahui apakah terdapat kesalahan implementasi kewajiban dan
procedural perpajakan dan kemudian dilakuka perbaikan dan penyesuaian
dengan ketentuan peraturan perpajakan.
Hasil tax review dapat digunakan sebagai bahan acuan dasar untuk menyusun
SPT tahunan PPh Badan.
Hasil tax review dapat dimanfaatkan sebagai upaya antisipasi apabila sewaktu-
waktu dilakukan pemeriksaan pajak
i. Tanggung Jawab Renteng
Pada awalnya ketentuan tanggung jawab renteng ini diatur dalam Pasal 33 UU
KUP No.16 Tahun 2000, kemudian ketentuan ini dihapus dalam UU KUP No.28
tahun 2007, kemudian dihidupkan lagi melalui penambahan pasal 16F kedalam UU
PPN No.42 Tahun 2009, yakni :
“ Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak bertanggung
jawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat
menunjukkan bukti bahwa pajak telah dibayar”.
‘13 11
Manajemen PerpajakanPusat Bahan Ajar dan eLearning
Dra. Rokhanah Murkana Ak, MSi http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka :
1. Erly Suandi, 2011, Perencanaan Pajak, Penerbit Salemba Empat (ES)
2. Drs.Chairil Anwar Pohan,MSi,MBA, 2013, Manajemen Perpajakan, Strategi Perencanaan
Pajak dan Bisnis, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
3. Primandita F, dkk, 2009, Kompilasi UU pajak, Penerbit Salemba Empat (PF)
4. Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan, Kep. Ditjen Pajak dan peraturan
perpajakan lainnya
‘13 12
Manajemen PerpajakanPusat Bahan Ajar dan eLearning
Dra. Rokhanah Murkana Ak, MSi http://www.mercubuana.ac.id