pajak eric

Download Pajak Eric

If you can't read please download the document

Upload: erick

Post on 19-Jun-2015

29 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Korupsi PBB DKI Jakarta Ketua DPRD DKI Jakarta Diperiksa KPK Kasus dugaan korupsi PBB DKI Jakarta adalah hasil penelusuran LHKPN pejabat. Siapa? Selasa, 13 Januari 2009, 11:46 WIB Elin Yunita Kristanti, Yudho rahardjo

VIVAnews - Penyelidikan kasus dugaan penyimpangan pajak bumi dan bangunan (PBB) terus dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi. Hari ini, Selasa 13 Januari 2009, komisi antikorupsi memeriksa Ketua Dewan Perwakilan Daerah DKI Jakarta, Ade Supriatna. Menurut sumber terpercaya, pemeriksaan Ade terkait kasus dugaan korupsi PBB itu. Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Jakarta itu diperiksa sejak pukul 10.00 WIB. Namun, belum ada penjelasan resmi komisi antikorupsi apakah pemeriksaan Ade terkait kasus dugaan korupsi PBB Jakarta. "Saya belum tahu," tukas Wakil Ketua Komisi, Haryono. Dijelaskan Haryono, kasus dugaan korupsi PBB DKI Jakarta adalah hasil penelusuran laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN). Siapa pemilik LHKPN yang dimaksud? Sayangnya, Haryono tak menjelaskan siapa pejabat yang dimaksud. "Dari sana [LHKPN] kita telusuri ternyata ada upah pungut. Upah pungut ini besar sekali dan diduga ada tindak pidana. Selama 2005-2007 pendapatan DKI Jakarta mencapai Rp 24 triliun. Sedangkan penerimaan pajak bumi dan bangunan pada tahun tersebut mencapai Rp 9,8 triliun. Berdasarkan UU No 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi, upah pungut ditetapkan maksimal 5 persen. Pemerintah Provinsi DKI menetapkan sebesar 3,7 persen. Aturan soal upah pungut tak hanya itu. Dalam Peraturan Pemerintah No 5 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, upah pungut harus masuk ke kas daerah terlebih dahulu. Namun, untuk kasus DKI Jakarta, upah pungut tak semua masuk ke kas daerah. VIVAnews

Kasus Pajak, Polri Tahan WN Amerika Serikat Kenny Dauglas McKinney ditahan atas dugaan melakukan pidana pajak di PT Shields Indonesia. Senin, 1 Maret 2010, 16:20 WIB Elin Yunita Kristanti, Eko Huda S

VIVAnews - Polri menahan satu orang warga negara Amerika Serikat, Kenny Dauglas McKinney. Polri menahan McKinney karena diduga melakukan tindak pidana perpajakan di PT. Shields Indonesia. "Sudah dimintakan upaya paksa dan sudah dilakukan penahanan, ditahanan Bareskrim Polri," kata Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Ito Sumardi dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR dan Ditjen pajak di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 1 Maret 2010. Ito mengatakan McKinney ditetapkan sebagai tersangka karena dinilai sengaja tidak menyampaikan Surat Pajak Tahunan (SPT), melakukan pemotongan PPH, dan tidak penyetor pada kas negara. "Kasusnya masih ditangani oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Pajak dana masih dalam tahap melangkapi petunjuk dari penuntut umum," kata dia. Warga negara Amerika ini dikenakan pasal 39 ayat 1 huruf c jo pasal 43 undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan sebagimana diubah terakhir dengan Undang-Undang no 16 tahun 2000. VIVAnews

Golkar Tak Terkait Pajak Bakrie Dan kasus pajak perusahaan terkait Bakrie itu pun tak ada hubungan dengan kasus lain. Kamis, 11 Februari 2010, 10:51 WIB Arfi Bambani Amri, Anggi Kusumadewi

VIVAnews - Ketua Fraksi Golkar, Setya Novanto, menegaskan masalah pajak yang melilit perusahaan terkait Aburizal Bakrie bukan urusan partai. "Pajak perusahaan Bakrie pun tak terkait masalah lain-lain," kata Setya di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis 11 Februari 2010. Masalah pajak, kata Setya, adalah tanggung jawab penuh perusahaan Bakrie. "Selaku perusahaan, merekalah yang akan menyelesaikan masalahnya. Kami yakin, semua bisa diselesaikan dengan baik," ujarnya. Setya menyatakan, kasus pajak itu akan terselesaikan dengan baik karena Bakrie selama ini adalah perusahaan pribumi yang betul-betul berkomitmen kepada bangsa dan negara, khususnya terhadap pengusaha pribumi. "Apapun, penyelesaikan masalah itu harus didukung penuh," ujarnya. Aburizal sendiri juga menjelaskan kemarin, kasus pajak yang melilit perusahaan yang terkait dengan dirinya tidak ada hubungannya dengan Panitia Khusus Angket Kasus Bank Century. "Perusahaan dan partai tidak berhubungan. Jangankan ancaman pajak, diancam mati pun Golkar tidak gentar," katanya. VIVAnews

ICW: Awasi Kasus KBRI Thailand dan Bengkulu "KPK dapat mengambil alih penyidikan dan penuntutan perkara," kata Danang. Jum'at, 29 Januari 2010, 13:48 WIB Arry Anggadha, Yudho Rahardjo

VIVAnews - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengawasi kasus dugaan korupsi yang terjadi di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Thailand yang saat ini ditangani Kejaksaan Agung. "Kami telah mengirim surat ke pimpinan KPK pada hari Rabu kemarin," kata Koordinator ICW, Danang Widoyoko, dalam siaran persnya, Jumat 29 Januari 2010. Menurut Danang, dugaan korupsi tersebut terdiri dari atas penyalahgunaan penggunaan dana Daftar Isian Perencanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2008 dan sisa penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Association of South East Asian Nation (Asean) ke -14 di Hua Hin dan KTT Asean di Pattaya pada tahun 2009. "Berdasarkan laporan BPKP tanggal 14 Januari 2010 maka total kerugian negara adalah sebesar Rp 2,49 miliar," ujar Danang. Danang menjelaskan Sejak Juli 2009 lalu pihak Kejaksaan Agung telah melakukan sejumlah pemeriksaan terhadap sedikitnya 30 orang saksi yang terdiri dari pejabat dan pegawai dilingkungan Departemen luar Negeri khususnya di lingkungan KBRI Bangkok Thailand. Selain itu, dalam kasus ini,Kejaksaan juga telah menetapkan 3 (tiga) orang sebagai tersangka yaitu Muhammad Hatta (Duta Besar), Djumantoro Purbo (Wakil Duta Besar) dan Suhaeni (Bendahara KBRI). Selain kasus tersebut, ICW juga meminta KPK untuk mengawasi perkara dugaan korupsi penyaluran dan penggunaan dana bagi hasil pajak bumi dan bangunan (PBB) serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan(BPHTB) di Provinsi Bengkulu pada tahun 2005 - berdasarkan laporan BPK perwakilan Palembang. "Kasus ini telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 21,3 miliar," ujarnya. Dalam perkara ini pihak Kejaksaan Agung telah menetapkan Gubernur Bengkulu Agusrin Maryono Najamuddin sebagai tersangka sejak sejak 28 Agusutus 2008 lalu, namun hingga lebih dari setahun ini proses hukumnya belum juga dilimpahkan ke Pengadilan meski dinilai telah selesai di tingkat penyidikan (P21). "KPK dapat mengambil alih penyidikan dan penuntutan perkara," pungkas Danang.