pajak bumi dan bangunan

37
TUGAS PERPAJAKAN “PAJAK BUMI dan BANGUNAN” Dosen pembimbing Asiyah., SE., MM Disusun oleh: Manajemen D.5.1 Nama NIM Anik Kristiyana 11121170 Helda Farida 11121167 Ruminah 11121145 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PELITA BANGSA TAHUN 2014-2015

Upload: ngone

Post on 16-Dec-2015

19 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bungasss

TRANSCRIPT

  • TUGAS PERPAJAKAN

    PAJAK BUMI dan BANGUNAN

    Dosen pembimbing Asiyah., SE., MM

    Disusun oleh:

    Manajemen D.5.1

    Nama NIM

    Anik Kristiyana 11121170

    Helda Farida 11121167

    Ruminah 11121145

    PROGRAM STUDI MANAJEMEN

    SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PELITA BANGSA

    TAHUN 2014-2015

  • Pajak Bumi dan Bangunan ii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena hanya atas

    berkat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas ini untuk memenuhi persyaratan

    mata kuliah Perpajakan program studi S1 Manajamen Sekolah Tinggi Ilmu

    Ekonomi Pelita Bangsa Cikarang.

    Tugas ini tidak akan dapat terselesaikan tanpa dukungan dan bantuan

    berbagai pihak. Kami mengucapkan terimakasih kepada:

    1. Bapak Dr.H.A. Fikri Jahrie., MM selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu

    Ekonomi Pelita Bangsa

    2. Ibu Neng Asiyah selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan

    memberi petunjuk yang sangat berharga sehingga tugas mandiri ini dapat

    terselesaikan.

    3. Staff Pengajar Administrasi pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pelita

    Bangsa Cikarang, Jawa Barat.

    4. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, yang telah

    membantu sehingga tugas ini dapat terwujud.

    Kami menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna karena

    keterbatasan ilmu pengetahuan yang kami miliki.Untuk itu kami mohon saran dan

    kritik yang membangun yang dapat menyempurnakan tugas ini. Semoga makalah

    ini dapat menambah wawasan bagi para pembaca

    Cikarang, 01 Januari 2015

    Penulis

  • Pajak Bumi dan Bangunan iii

    DAFTAR ISI

    Kata Pengantar ....................................................................................................ii

    Daftar isi ..............................................................................................................iii

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................1

    1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................1

    1.3 Tujuan Permasalahan .................................................................................1

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1 Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan................................................................. 2

    2.2 Objek Pajak Bumi dan Bangunan ........................................................................ 2

    2.3 Subjek Pajak Bumi dan Bangunan ...................................................................... 6

    2.4 Nilai Jual Objek Pajak ......................................................................................... 8

    2.5 Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ............................................................ 13

    2.6 Tarif Pajak Bumi dan Bangunan ..................................................................... 14

    2.7 Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan .............................................................. 14

    2.8 Tahun Pajak, Saat dan Tempat yang Menentukan Pajak Terutang ...........15

    2.9 Tata Cara Pembayaran dan Penagihan ......................................................16

    2.10 Keberatan dan Banding..............................................................................20

    2.11 Hak Wajib Pajak Mengajukan Pengurangan .............................................22

    2.12 Cara Mengajukan Permohonan..................................................................24

    2.13 Keputusan Pengurangan ............................................................................25

    2.14 Pejabat........................................................................................................26

    2.15 Sanksi .........................................................................................................28

  • Pajak Bumi dan Bangunan iv

    BAB III

    PENUTUP

    3.1 Kesimpulan ................................................................................................31

    3.2 Saran ..........................................................................................................32

    DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................33

  • Pajak Bumi dan Bangunan 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Masalah

    Pajak merupakan suatu iuran wajib bagi wajib pajak yang dipungut oleh

    pemerintah berdasarkan Undang-undang. Adanya pajak dapat diharapkan

    mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pajak ini sifatnya tidak

    dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Dalam hubungannya dengan

    adanya suatu wilayah dipermukaan bumi dan segala sesuatu yang bernilai

    diatasnya, dalam pelaksanaan pemungutan pajak harus memiliki aturan yang

    jelas. Peraturan yang berkaitan dengan pajak ini diatur dalam Undang-

    undang No.12 tahun 1985 yang telah diubah dengan adanya undang-undang

    No.12 tahun 1994. Dengan adanya peraturan ini diharapkan adanya

    pemungutan pajak yang berkaitan dengan bumi dan bangunan dapat

    dilakukan sesuai dengan asas-asas yang ada.

    1.2 Rumusan Masalah

    1. Apa pengertian Pajak Bumi dan Bangunan?

    2. Objek pajak apakah yang dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan?

    3. Apa saja subjek pajak dan wajib pajak Pajak Bumi dan Bangunan?

    4. Bagaimana cara perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan?

    1.3 Tujuan Penelitian

    1. Mengetahui Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan

    2. Mengetahui Objek Pajak Bumi dan Bangunan

    3. Mengetahui Subjek Pajak Bumi dan Bangunan

    4. Mengetahui cara perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan

  • Pajak Bumi dan Bangunan 2

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1 Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan

    Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya.

    Permukaan meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa,

    tambak, perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia

    Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan

    secara tetap pada tanah dan atau perairan.

    Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak negara yang

    dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan undang-undang

    No.12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah

    diubah dengan Undang-Undang No.12 tahun 1994. PBB adalah pajak yang

    bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh

    keadaan objek yaitu bumi atau tanah dan atau bangunan. Sementara itu

    keadaan Subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya

    pajak.

    Asas Pajak Bumi dan Bangunan:

    1. Memberikan kemudahan dan kesederhanaan

    2. Adanya kepastian hukum

    3. Mudah dimengerti dan adil

    4. Menghindari pajak berganda

    2.2 Objek Pajak Bumi dan Bangunan

    1. Yang menjadi objek pajak adalah bumi dan atau bangunan

    2. Yang dimaksud dengan klasifikasi bumi dan bangunan adalah

    pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan

    digunakan sebagai pedoman, serta untuk memudahkan penghitungan

    pajak yang terutang.

  • Pajak Bumi dan Bangunan 3

    Dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah diperhatikan faktor-faktor

    sebagai berikut:

    a. Letak

    b. Peruntukan

    c. Pemanfaatan

    d. Kondisi lingkungan dan lain-lain.

    Dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan faktor-faktor

    sebagai berikut:

    a. Bahan yang digunakan

    b. Rekayasa

    c. Letak

    d. Kondisi lingkungan dan lain-lain.

    3. Pengecualian Objek

    Objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah

    objek pajak yang:

    a. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dan

    tidak untuk mencari keuntungan, antara lain:

    1) Di bidang ibadah, contoh: masjid, gereja, vihara

    2) Di bidang kesehatan, contoh: rumah sakit

    3) Di bidang pendidikan, contoh: madrasah, pesantren

    4) Di bidang sosial, contoh: panti asuhan

    5) Di bidang kebudayaan nasional, contoh: museum, candi.

    b. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang

    sejenis dengan itu.

    c. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman

    nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai desa, dan tanah

    negara yang belum dibebani suatu hak.

    d. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas

    perlakuan timbal balik.

  • Pajak Bumi dan Bangunan 4

    e. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional

    yang ditentukan oleh Menteri keuangan.

    Catatan:

    Yang dimaksud dengan tidak dimaksudkan untuk memperoleh

    keuntungan adalah bahwa objek pajak itu diusahakan untuk melayani

    kepentingan umum, dan nyata-nyata tidak ditujukan untuk mencari

    keuntungan. Hal ini dapat diketahui antara lain dari anggaran dasar dan

    anggaran rumah tangga dari yayasan/badan yang bergerak dalam

    bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional

    tersebut. Termasuk pengertian ini adalah hutan wisata milik Negara

    sesuai pasal 2 Undang-Undang No.5 Tahun 1967 tentang ketentuan-

    ketentuan Pokok Kehutanan.

    4. Objek pajak yang digunakan oleh negara untuk penyelenggaraan

    pemerintahan, penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut

    dengan Peraturan Pemerintah.

    Yang dimaksud dengan objek pajak adalah objek pajak yang

    dimiliki/dikuasai/digunakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah

    Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan. Pajak Bumi dan

    Bangunan adalah pajak negara yang sebagian besar penerimaannya

    merupakan pendapatan daerah yang antara lain dipergunakan untuk

    penyediaan fasilitas yang juga dinikmati oleh Pemerintah Pusat dan

    Pemerintah Daerah. Oleh sebab itu wajar Pemerintah Pusat juga ikut

    membiayai penyediaan fasilitas tersebut melalui pembayaran Pajak

    Bumi dan Bangunan.

    Mengenai bumi dan atau bangunan milik perseorangan dan atau bukan

    yang digunakan oleh negara, kewajiban perpajakannya tergantung

    pada perjanjian yang diadakan.

    5. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)

    ditetapkan untuk masing-masing Kabupaten/Kota dengan besar

  • Pajak Bumi dan Bangunan 5

    setinggi-tingginya Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) untuk

    setiap Wajib Pajak. Apabila seorang Wajib Pajak mempunyai beberapa

    Objek Pajak, yang diberikan NJOPTKP hanya salah satu Objek Pajak

    yang nilainya terbesar, sedangkan Objek Pajak lainnya tetap

    dikenakan secara penuh tanpa dikurangi NJOPTKP.

    Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak atas nama Menteri

    Keuangan menetapkan besarnya NJOPTKP dengan

    mempertimbangkan pendapat Gubernur/Bupati/Walikota (Pemerintah

    Daerah) setempat.

    Untuk lebih jelasnya diberikan contoh berikut ini:

    a. Seorang Wajib Pajak mempunyai Objek Pajak berupa bumi dengan

    nilai Rp 4.000.000,00 dan besarnya NJOPTKP untuk Objek Pajak

    wilayah tersebut adalah Rp 6.000.000,00. Karena NJOP berada

    dibawah batas NJOPTKP (Rp 6.000.000,00), maka Objek Pajak

    tersebut tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.

    b. Seorang Wajib Pajak mempunyai Objek Pajak berupa bumi dan

    bangunan di Desa A dan Desa B dengan nilai sebagai berikut:

    Desa A:

    NJOP Bumi Rp 13.000.000,00

    NJOP Bangunan Rp 9.000.000,00

    Desa B:

    NJOP Bumi Rp 8.000.000,00

    NJOP Bangunan RP 10.000.000,00

    Dan NJOPTKP untuk objek pajak wilayah tersebut adalah Rp

    10.000.000,00.

    Dengan data tersebut diatas, maka NJOP untuk perhitungan PBB-

    nya sebagai berikut:

    Langkah pertama adalah mencari NJOP dari dua desa tersebut

    yang mempunyai nilai paling besar, yaitu desa A. Maka NJOP

    untuk pertimbangan PBB adalah:

    NJOP Bumi Rp 13.000.000,00

  • Pajak Bumi dan Bangunan 6

    NJOP Bangunan Rp 9.000.000,00

    NJOP sebagai dasar pengenaan PBB Rp 22.000.000,00

    NJOPTKP Rp 10.000.000,00

    NJOP untuk penghitungan PBB Rp 12.000.000,00

    Kemudian untuk Desa B:

    NJOP untuk penghitingan PBB:

    NJOP Bumi Rp 8.000.000,00

    NJOP Bangunan Rp 10.000.000,00

    NJOP sebagai dasar pengenaan PBB Rp 18.000.000,00

    NJOPTKP 0,00

    NJOP untuk penghitungan PBB Rp 18.000.000,00

    2.3 Subjek Pajak

    1. Yang menjadi subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata

    mempunyai suatu hakk atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas

    bumi, dan atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas

    bangunan. Dengan demikian tanda pembayaran/pelunasan pajak bukan

    merupakan bukti pemilikan hak.

    2. Subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam no.1 yang dikenakan

    kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak

    3. Dalam hal atas suatu objek pajak belum jelas diketahui wajib pajaknya,

    Direktur Jendral Pajak dapat menetapkan subjek pajak sebagaimana

    dimaksud dalam no.1 sebagai wajib pajak.

    Hal ini berarti memberikan kewenangan kepada Dirjen Pajak untuk

    menentukan subjek wajib pajak, apabila suatu objek pajak belum jelas

    wajib pajaknya.

    Untuk lebih jelas diberikan contoh berikut ini:

    a. Subjek Pajak X memanfaatkan atau menggunakan bumi dan atau

    bangunan milik Y bukan karena sesuatu hak berdasarkan undang-

    undang atau bukan karena perjanjian, maka X yang memanfaatkan /

  • Pajak Bumi dan Bangunan 7

    menggunakan bumi dan atau bangunan ditetapkan sebagai wajib

    pajak.

    b. Suatu Objek Pajak yang masih dalam sengketa pemilikan di

    pengadilan, maka orang atau badan yang memanfaatkan /

    menggunakan Objek Pajak tersebut ditetapkan sebagai Wajib Pajak.

    c. Subjek Pajak dalam waktu yang lama berada di luar wilayah letak

    Objek Pajak, sedang untuk merawat Objek Pajak tersebut dikuasakan

    kepada orang atau badan, maka orang atau badan yang diberi kuasa

    dapat ditunjuk sebagai wajib pajak. Penunjukan sebagai Wajib Pajak

    oleh Dirjen Pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak.

    d. Subjek Pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam point (c)

    dapat memberikan keterangan secara tertulis kepada Direktur Jenderal

    Pajak bahwa ia bukan Wajib Pajak terhadap Objek Pajak yang

    dimaksud.

    4. Bila keterangan yang diajukan oleh Wajib Pajak dalam point (d)

    disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak membatalkan penetapan sebagai

    wajib pajak sebagaimana dalam no.3 dalam jangka waktu satu bulan

    sejak diterimanya surat keterangan yang dimaksud.

    5. Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui, maka Direktur

    Jenderal Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai

    alasan-alasannya.

    6. Apabila setelah jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya

    keterangan sebagaimana dalam point (d) Direktur Jenderal Pajak tidak

    memberikan keputusan, maka keterangan yang diajukan itu dianggap

    disetujui.

    Apabila Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan dalam

    waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya keterangan dari Wajib

    Pajak, maka ketetapan sebagai Wajib Pajak gugur dengan sendirinya dan

    berhak mendapatkan keputusan pencabutan penetapan sebagai Wajib

    Pajak.

  • Pajak Bumi dan Bangunan 8

    2.4 Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)

    Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh

    dari transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak

    terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui

    perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan

    baru, atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti.

    1. Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

    2. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) ditetapkan setiap tiga tahun

    oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama

    Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat Gubernur /

    Bupati / Walikota (Pemerintah Daerah) setempat.

    3. Dasar penghitungan pajak adalah yang ditetapkan serendah-rendahnya

    20% dan setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)

    4. Besarnya persentase ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan

    memperhatikan kondisi ekonomi nasional.

    Pada dasarnya penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah 3

    (tiga) tahun sekali. Namun demikian untuk daerah tertentu yang karena

    perkembangan pembangunan mengakibatkan kenaikan NJOP cukup besar,

    maka penetapan nilai jual ditetapkan setahun sekali.

    Dalam menetapkan nilai jual, Kepala Kantor Wilayah Direktorat

    Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan

    pendapat Gubernur /Bupati /Walikota (Pemerintah Daerah) setempat serta

    memperhatikan asas self assessment. Yang dimaksud (assessment value)

    adalah nilai jual yang dipergunakan sebagai dasar penghitungan pajak,

    yaitu suatu persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya.

  • Pajak Bumi dan Bangunan 9

    Contoh:

    1. Nilai Jual suatu objek pajak sebesar Rp 2.000.000,00. Persentase

    misalnya 20%, maka besarnya = 20% x Rp 2.000.000,00 = Rp

    400.000,00.

    2. Nilai Jual suatu objek pajak sebesar Rp 2.000.000.000,00. Persentase

    misalnya 40%, maka besarnya 40% x Rp 2.000.000.000,00 = Rp

    800.000.000,00.

    Untuk perekonomian sekarang ini, terutama untuk tidak terlalu

    membebani Wajib Pajak didaerah pedesaan, tetapi dengan tetap

    memperhatikan penerimaan, khususnya bagi pemerintah daerah, maka telah

    ditetapkan besarnya persentase untuk menentukan besarnya NJKP, yaitu:

    1. Sebesar 40% (empat puluh persen) dari NJOP untuk:

    a. Objek Pajak Perkebunan

    b. Objek Pajak Kehutanan

    c. Objek Pajak lainnya, yang wajib pajaknya perorangan dengan

    NJOP atas bumi dan bangunan sama atau lebih besar dari Rp

    1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

    2. Sebesar 20% (dua puluh persen) dari NJOP untuk:

    a. Objek Pajak Pertambangan

    b. Objek Pajak lainnya yang NJOP-nya kurang dari Rp

    1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

    Penentuan besarnya NJOP adalah proses penting mengingat NJOP ini

    yang akan menentukan besarnya pajak yang di bayar oleh masyarakat.

    Dalam Keputusan Direktur Jenderal No. 16/PJ.6/1998 tanggal 30 Desember

    1998 dijelaskan bagaimana menentukan besarnya NJOP untuk setiap sektor

    PBB. Dalam Keputusan tersebut diatur sebagai berikut :

    1. NJOP atas Sektor Pedesaan/Perkotaan

    Sektor Pedesaan/Perkotaan adalah Obyek PBB yang meliputi kawasan

    pertanian, perumahan, perkantoran, pertokoan, industri serta obyek

  • Pajak Bumi dan Bangunan 10

    khusus perkotaan. Besarnya NJOP atas obyek pajak sektor pedesaan/

    perkotaan ditentukan sebagai berikut:

    a) Obyek Pajak berupa tanah adalah sebesar nilai konversi setiap

    Zona Nilai Tanah (ZNT) ke dalam klasifikasi, penggolongan dan

    ketentuan nilai jual permukaan bumi (tanah) sebagaimana diatur

    dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998

    b) Obyek Pajak berupa bangunan adalah sebesar nilai konversi biaya

    pembangunan baru setiap jenis bangunan setelah dikurangi

    penyusutan fisik berdasarkan metode penilaian ke dalam

    klasifikasi, penggolongan dan ketentuan nilai jual bangunan

    sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor

    523/KMK.04/1998.

    2. NJOP atas Sektor Perkebunan

    Sektor Perkebunan adalah Obyek PBB yang meliputi areal

    pengusahaan benih, penanaman baru, perluasan, perubahan jenis

    tanaman, keragaman jenis tanaman termasuk sarana penunjangnya.

    Besarnya NJOP atas obyek pajak sektor perkebunan ditentukan

    sebagai berikut:

    a) Areal kebun adalah sebesar NJOP berupa tanah ditambah dengan

    Jumlah Investasi Tanaman Perkebunan sesuai dengan Standar

    Investasi menurut umur tanaman,

    b) Areal emplasemen dan areal lainnya dalam kawasan perkebunan

    adalah sebesar NJOP berupa tanah sekitarnya dengan penyesuaian

    seperlunya,

    c) Obyek Pajak berupa bangunan adalah sebesar nilai konversi biaya

    pembangunan baru setiap jenis bangunan setelah dikurangi

    penyusutan fisik berdasarkan metode penilaian ke dalam

    klasifikasi, dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor

    523/KMK.04/1998.

  • Pajak Bumi dan Bangunan 11

    3. NJOP atas Sektor Kehutanan

    Sektor Kehutanan adalah Objek PBB yang meliputi areal

    pengusahaan hutan dan budi daya hutan. Besarnya NJOP atas objek

    pajak sektor kehutanan ditentukan sebagai berikut:

    a) Areal hutan adalah sebesar NJOP berupa tanah ditambah dengan

    Jumlah Biaya Pembangunan Hutan Tanaman Industri menurut

    umur tanaman,

    b) Areal emplasemen dan areal lainnya dalam kawasan hutan adalah

    sebesar NJOP berupa tanah sekitarnya dengan penyesuaian

    seperlunya,

    c) Objek Pajak berupa bangunan adalah sebesar nilai konversi biaya

    pembangunan baru setiap jenis bangunan setelah dikurangi

    penyusutan fisik berdasarkan metode penilaian ke dalam

    klasifikasi, penggolongan dan ketentuan nilai jual bangunan

    sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor

    523/KMK.04/1998.

    4. NJOP atas Sektor Pertambangan

    Sektor Pertambangan adalah Obyek PBB yang meliputi areal usaha

    penambangan bahan-bahan galian dari semua golongan yaitu bahan

    galian strategis, bahan galian vital dan bahan galian lainnya.

    5. NJOP atas Sektor Perikanan

    Usaha Bidang Perikanan adalah semua usaha perorangan atau

    badan yang memiliki ijin usaha untuk menangkap atau

    membudidayakan sumber daya ikan, termasuk semua jenis ikan dan

    biota perairan lainnya serta kegiatan menyimpan, mendinginkan atau

    mengawetkan ikan untuk tujuan komersial. Besarnya NJOP atas obyek

    pajak usaha bidang perikanan laut ditentukan sebagai berikut:

    a) Areal penangkapan ikan adalah 10 x hasil bersih ikan dalam satu

    tahun sebelum tahun pajak berjalan,

    b) Areal pembudidayaan ikan adalah 8 x hasil bersih ikan dalam satu

    tahun sebelum tahun pajak berjalan,

  • Pajak Bumi dan Bangunan 12

    c) Areal emplasemen dan areal lainnya adalah sebesar NJOP berupa

    tanah sekitarnya dengan penyesuaian seperlunya,

    d) Obyek Pajak berupa bangunan adalah sebesar nilai konversi biaya

    pembangunan baru setiap jenis bangunan setelah dikurangi

    penyusutan fisik berdasarkan metode penilaian ke dalam

    klasifikasi, penggolongan dan ketentuan nilai jual bangunan

    sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor

    523/KMK.04/1998

    Sedangkan besarnya NJOP atas obyek pajak usaha bidang

    perikanan laut ditentukan sebagai berikut:

    a) Areal pembudidayaan ikan darat adalah sebesar NJOP berupa tanah

    di sekitarnya dengan penyesuaian seperlunya ditambah standar

    biaya investasi tambak menurut jenisnya,

    b) Areal emplasemen dan areal lainnya adalah sebesar NJOP berupa

    tanah di sekitarnya dengan penyesuaian seperlunya,

    c) Obyek Pajak berupa bangunan adalah sebesar nilai konversi baru

    setiap jenis bangunan setelah dikurangi penyusutan fisik

    berdasarkan metode penilaian ke dalam klasifikasi, penggolongan

    dan ketentuan nilai jual bangunan sebagaimana diatur dengan

    Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998.

    6. NJOP atas Objek Pajak yang Bersifat Khusus

    Obyek Pajak Khusus adalah obyek pajak yang memiliki jenis

    konstruksi khusus baik ditinjau dari segi bentuk, material pembentuk

    maupun keberadaanya memiliki arti khusus seperti: lapangan golf,

    pelabuhan laut, pelabuhan udara, jalan tol, pompa bensin, dan lain-lain.

    Besarnya NJOP atas obyek pajak yang bersifat khusus ditentukan

    sebagai berikut:

    a) Areal tanah adalah sebesar NJOP berupa tanah di sekitarnya

    dengan penyesuaian seperlunya,

  • Pajak Bumi dan Bangunan 13

    b) Areal perairan untuk kepentingan pelabuhan, industri, lapangan

    golf serta tempat rekreasi adalah sebesar nilai jual yang ditentukan

    berdasarkan korelasi garis lurus ke samping dengan klasifikasi

    NJOP permukaan bumi berupa tanah sekitarnya,

    c) Areal perairan untuk kepentingan PLTA adalah sebesar 10 x (10%

    dari Hasil bersih dalam satu tahun sebelum tahun pajak berjalan)

    Obyek Pajak berupa bangunan adalah sebesar nilai konversi baru

    setiap jenis bangunan setelah dikurangi penyusutan fisik berdasarkan

    metode penilaian ke dalam klasifikasi, penggolongan dan ketentuan

    nilai jual bangunan sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri

    2.5 Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)

    Pelaksanaan perhitungan pengenaan pajak PBB

    ditentukan berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) setelah dikurangi

    dengan NJOP Tidak Kena Pajak sebagaimana diatur dalam Keputusan

    Menteri Keuangan R I. Nomor : 201/KMK.04/2000 tentang Penyesuaian

    Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar

    Penghitungan PBB.

    Setiap Wajib Pajak diberikan 1 kali Nilai Jual Objek Pajak Tidak

    Kena Pajak (NJOPTKP). Apabila seorang Wajib Pajak mempunyai lebih

    dari 1 objek pajak, maka sesuai penjelasan UU PBB, yang diberikan

    NJOPTKP hanya salah satu objek pajak yang nilainya terbesar.

    Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)

    sebagaimana dimaksud dalam keputusan ini ditetapkan setinggi-

    tingginyaRp 12.000.000,00 untuk setiap Wajib Pajak. Batasan setinggi-

    tingginya Rp 12.000.000,00 mengandung maksud bahwa apabila ada

    Daerah Tingkat II atau Kabupaten / Kota yang ingin

    menetapkan NJOPTKPnya disesuaikan dengan kondisi, lingkungan

  • Pajak Bumi dan Bangunan 14

    ekonominya, kurang dari Rp 12.000.000,00, misalnya Daerah Bekasi

    menetapkan Rp 8.000.000,00, Semarang Rp 6.000.000,00, dan sebagainya

    hal ini masih diperkenankan.

    Penetapan besarnya NJOPTKP sebagaimana dimaksud dalam

    Peraturan tersebut di atas untuk setiap daerah Kabupaten / Kota, ditetapkan

    oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri

    Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat Pemerintah Daerah

    setempat. Sedangkan berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 77 ayat

    (4) besarnya NJOPTKP ditentukan paling rendah adalah Rp.

    10.000.000,00 dan penetapannya dilakukan oleh masing-masing Kepala

    Daerah.

    2.6 Tarif PBB

    Tarif PBB berdasarkan Undang-undang No. 12 tahun 1985 tentang

    Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-

    undang No.12 tahun 1994 adalah tetap sebesar 0.5%, sedangkan menurut

    UU Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 80 ayat (1) dan (2) adalah paling tinggi

    0.3% yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

    2.7 Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan

    Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengkalikan tarif

    pajak dengan NJKP.

    Pajak Bumi dan Bangunan = Tarif Pajak x NJKP

    = 0,5% x [Persentase NJKP x (NJOP-NJOPTKP)]

  • Pajak Bumi dan Bangunan 15

    Contoh:

    Wajib Pajak A mempunyai sebidang tanah dan bangunan yang NJOP-nya

    Rp 20.000.000,00 dan NJOPTKP untuk daerah tersebut Rp 12.000.000,00,

    maka besarnya pajak yang terutang adalah:

    PBB= 0,5% x 20% x (Rp 20.000.000,00 Rp 12.000.000,00)

    = Rp 8.000,00

    2.8 Tahun Pajak, Saat, Dan Tempat Yang Menentukan Pajak Terutang

    1. Tahun pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun takwim. Jangka waktu

    satu tahun takwim adalah dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember.

    2. Saat yang menentukan pajak yang terutang adalah menurut keadaan

    objek pajak pada tanggal 1 Januari.

    Contoh:

    a. Objek pajak pada tanggal 1 Januari 2010 berupa tanah dan

    bangunan. Pada tanggal 10 Januari 2010 bangunannya terbakar,

    maka pajak yang terutang tetap berdasarkan keadaan objek pajak

    pada tanggal 1 januari 2010, yaitu keadaan sebelum bangunan

    tersebut terbakar.

    b. Objek pajak pada tanggal 1 Januari 2010 berupa sebidang tanah

    tanpa bangunan diatasnya. Pada tanggal 20 Agustus 2010

    dilakukan pendataan, ternyata tanah tersebut telah berdiri suatu

    bangunan, maka pajak yang terutang untuk tahun 2010 tetap

    dikenakan berdasarkan keadaan pada tanggal 1 Januari 2010.

    Sedangkan bangunannya baru akan dikenakanpada tahun 2011.

    3. Tempat pajak yang terutang:

    a. Untuk daerah Jakarta, di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

    b. Untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten atau Kota.

    Tempat pajak yang terutang untuk Batam, di wilayah Propinsi Riau.

  • Pajak Bumi dan Bangunan 16

    2.9 Tata Cara Pembayaran dan Penagihan

    1. Pajak yang terutang berdasarkan SPPT harus dilunasi selambat-

    lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib

    pajak.

    Contoh:

    Apabila SPPT diterima oleh wajib pajak tanggal 1 April 2010, maka

    jatuh tempo pembayarannya adalah tanggal 30 September 2010.

    2. Pajak yang terutang berdasarkan SKP harus dilunasi selambat-

    lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya SKP oleh wajib

    pajak.

    Contoh:

    Apabila SKP diterima oleh wajib pajak tanggal 1 Maret 2010, maka

    jatuh tempo pengembaliannya adalah tanggal 31 Maret 2010.

    3. Pajak yang terutang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar

    atau kurang dibayar, dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua

    persen) sebulan, yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan

    hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat)

    bulan.

    Menurut ketentuan ini, pajak yang terutang pada saat jatuh tempo

    tidak atau kurang dibayar, dikenakan denda administrasi 2% (dua

    persen) setiap bulan dari jumlah yang tidak atau kurang dibayar

    tersebut untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan,

    dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

    Contoh:

    SPPT tahun pajak 2010 diterima oleh wajib pajak pada tanggal 1 Maret

    2010 dengan pajak yang terutang sebesar Rp 500.000,00. Oleh wajib

    pajak baru dibayar pada tanggal 1 September 2010. Maka terhadap

    wajib pajak tersebut dikenakan denda administrasi sebesar 2% yakni:

    2% x Rp 500.000,00 = Rp 10.000,00.

  • Pajak Bumi dan Bangunan 17

    Pajak yang terutang yang harus dibayar pada tanggal 1 september 2010

    adalah:

    Pokok pajak + denda administrasi=

    Rp 500.000,00 + Rp 10.000,00 = Rp 510.000,00.

    Bila wajib pajak tersebut baru membayar utang pajaknya pada tanggal

    10 Oktober 2010, maka terhadap wajib pajak tersebut dikenakan denda

    2 x 2% dari poko pajak, yakni:

    4% x Rp 500.000,00 = Rp 20.000,00.

    Pajak yang terutang yang harus dibayar pada tanggal 10 Oktober 2010

    adalah:

    Pokok pajak + denda administrasi=

    Rp 500.000,00 + Rp 20.000,00 = Rp 520.000,00

    4. Denda administrasi sebagaimana dimaksud dalam no.3 diatas,

    ditambah dengan utang pajak yang belum atau kurang dibayar ditagih

    dengan Surat Tagihan Pajak (STP) yang harus dilunasi selambat-

    lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya STP oleh wajib

    pajak.

    Menurut ketentuan ini denda administrasi dan pokok pajak

    seperti dalam no.3 di atas, ditagih dengan menggunakan STP yang

    harus dilunasi dalm waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya STP

    tersebut.

    1. Pajak yang terutang dapat dibayar di Bank, Kantor Pos dan Giro,

    dan tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

    2. Tata cara pembayaran dan penagihan diatur oleh Menteri

    keuangan.

    3. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), surat ketetapan

    pajak, dan Surat Tagihan Pajak (STP) merupakan dasar penagihan

    pajak.

    4. Jumlah pajak yang terutang berdasarkan STP yang tidak

    dibayarkan pada waktunya dapat ditagih dengan surat paksa.

  • Pajak Bumi dan Bangunan 18

    Dalam hal tagihan pajak yang terutang dibayar setelah jatuh

    tempo yang telah ditentukan, penagihannya dilakukan dengan surat

    paksa yang saat ini berdasarkan UU No.19 tahun 1997 sebagaimana

    telah diubah dengan UU No.19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak

    dengan Surat Paksa

    Dasar penagihan PBB terdiri dari tiga macam yaitu:

    1. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT)

    SPPT adalah surat yang digunakan oleh pemerintah untuk

    memberitahukan besarnya pajak yang terhutang kepada Wajib Pajak.

    Surat pemberitahuan ini diterbitkan berdasarkan Surat Pemberitahuan

    Objek Pajak (SPOP). Pajak yang terhutang harus dilunasi selambat-

    lambatnya 6 bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak.

    2. Surat Tagihan Pajak (STP).

    STP dapat diterbitkan karena memenuhi beberapa kriteria

    sebagai berikut apabila:

    a) Wajib Pajak terlambat membayar utang pajaknya seperti tercantum

    dalam SPPT, yaitu melampaui batas waktu 6 (enam) bulan sejak

    tanggal diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak.

    b) Wajib Pajak terlambat membayar utang pajaknya seperti tercantum

    dalam skp, yaitu melampaui batas waktu 1 (satu) bulan sejak

    tanggal diterimanya surat keputusan oleh Wajib Pajak.

    c) Wajib Pajak melunasi pajak yang terutang setelah lewat saat jatuh

    tempo pembayaran PBB, tetapi denda administrasi tidak dilunasi.

    Saat jatuh tempo STP adalah satu bulan sejak diterimanya STP

    oleh Wajib Pajak. Konsekuensi jika saat jatuh tempo STP terlampaui

    adalah adanya denda administrasi dalam STP. Besarnya denda

    administrasi karena Wajib Pajak terlambat membayar pajaknya,

    melampaui batas waktu jatuh tempo SPPT adalah sebesar 2% sebulan

  • Pajak Bumi dan Bangunan 19

    yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran

    untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

    3. Surat Ketetapan Pajak (SKP).

    SKP dapat diterbitkan karena memenuhi beberapa kriteria

    sebagai berikut apabila:

    a) Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang disampaikan

    melewati 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya SPOP oleh Wajib

    Pajak dan setelah ditegur secara tertulis ternyata tidak

    dikembalikan oleh Wajib Pajak sebagaimana ditentukan dalam

    Surat Teguran.

    b) Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lainnya ternyata

    jumlah pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak

    berdasarkan SPOP yang dikembalikan Wajib Pajak.

    Pajak yang terutang berdasarkan SKP harus dilunasi selambat-

    lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya SKP oleh Wajib

    Pajak. Jadi, bila seorang Wajib Pajak menerima SKP pada tanggal 1

    Maret 2009, ia sudah harus melunasi PBB selambat-lambatnya tanggal

    31 maret 2009. Tanggal 31 Maret 2009 ini disebut juga tanggal jatuh

    tempo SKP.

    Jumlah pajak yang terutang dalam SKP yang penerbitannya

    disebabkan oleh pengembalian SPOP Lewat 30 (tiga puluh) hari setelah

    diterima Wajib Pajak adalah sebesar pokok pajak ditambah dengan

    denda administrasi 25% dihitung dari pokok pajak.

    Sedangkan jumlah pajak yang terutang dalam SKP yang

    penerbitannya disebabkan oleh hasil pemeriksaan atau keterangan

    lainnya, adalah selisish pajak yang terutang berdasarkan hasil

    pemeriksaan atau keterangan lainnya dengan pajak yang terutang

  • Pajak Bumi dan Bangunan 20

    berdasarkan SPOP ditambah denda administrasinya 25% dari selisih

    pajak yang terutang.

    2.10 Keberatan dan Banding

    1. Keberatan

    a. Wajib pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal

    Pajak atas:

    1) Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)

    2) Surat Ketetapan Pajak (SKP)

    Keberatan terhadap SPPT dan SKP harus diajukan masing-masing

    dalam satu Surat keberatan tersendiri untuk setiap tahun pajak.

    b. Wajib pajak dapat mengajukan keberatan atas SPPT dan SKP dalam

    hal:

    1) Wajib pajak menganggap luas objek bumi dan atau bangunan,

    klasifikasi atau Nilai Jual Objek bumi dan atau bangunan yang

    tercantum dalam SPPT atau SKP tidak sesuai dengan keadaan

    sebenarnya.

    2) Terdapat perbedaan penafsiran undang-undang dan peraturan

    perundang-undangan antara wajib pajak dengan fiskus.

    c. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada

    Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang

    menerbitkan SPPT atau SKP dengan menyatakan alasan secara jelas.

    d. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak

    tanggal diterimanya SPPT atau SKP oleh wajib pajak, kecuali

    apabila wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu

    tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaanya.

    Apabila ternyata batas waktu 3 (tiga) bulan tersebut tidak dapat

    dipenuhi oleh wajib pajak karena keadaan di luar kekuasaannya

    (force major), maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan

  • Pajak Bumi dan Bangunan 21

    Bangunan masih dapat mempertimbangkan dan meminta wajib pajak

    untuk melengkapi persyaratan tersebut dalam batas waktu tertentu.

    e. Tanda terima Surat Keberatan yang diberikan oleh Kantor Pelayanan

    Pajak Bumi dan Bangunan atau tanda pengiriman Surat Keberatan

    melalui pos tercatat atau sejenisnya merupakan tanda bukti

    penerimaan Surat keberatan tersebut bagi kepentingan wajib pajak.

    f. Apabila diminta oleh wajib pajak untuk keperluan pengajuan

    keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan secara tertulis

    hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak.

    g. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak.

    h. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Kepala

    Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dalam jangka waktu

    paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal keberatan diterima,

    harus memberikan keputusan atas keberatan.

    i. Sebelum surat keputusan diterbitkan, wajib pajak dapat

    menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis.

    j. Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktur Jenderal Pajak atau

    Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atas keberatan

    dapat berupa:

    1) Tidak dapat diterima

    2) Menolak

    3) Menerima seluruhnya atau sebagian

    4) Menambah besarnya jumlah pajak yang terutang.

    k. Dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan atas ketetapan atas

    ketetapaneta sebagaimana dalam surat ketetapan pajak, wajib pajak

    yang bersangkutan harus dapat membuktikan ketidakbenaran

    ketetapan pajak tersebut.

    l. Apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas) bula telah lewat dan

    Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka

    keberatan tersebut dianggap diterima.

  • Pajak Bumi dan Bangunan 22

    Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum,

    bagi wajib pajak yaitu apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak

    tanggal diterimanya surat keberatan, Ditjen Pajak tidak memberikan

    keputusan atas keberatan yang diajukan berarti keberatan tersebut

    diterima.

    2. Banding

    Wajib Pajak yang tidak atau belum puas terhadap Keputusan atas

    penolakan keberatan yang diajukannya, maka dapat mengajukan

    banding kepada badan peradilan pajak. Adapun syarat pengajuan

    banding adalah sebagai berikut:

    a. Diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan atas

    keberatan,

    b. Tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas,

    c. Dilampiri surat keputusan atas keberatan.

    2.11 Hak Wajib Pajak Mengajukan Pengurangan

    Pengurangan atau pemberian keringanan pajak terutang dapat

    diberikan kepada Wajib Pajak dalam hal:

    1. Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek

    pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan atau karena

    sebab-sebab tertentu lainnya, seperti:

    a. Objek pajak berupa lahan

    pertanian/perkebunan/perikanan/peternakan yanh hasilnya sangat

    terbatas yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh wajib

    pajak orang pribadi

    b. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh

    wajib pajak orang pribadi yang berpenghasilan rendah yang nilai

    jualnya meningkat akibat adanya pembangunan atau perkembangan

    lingkungan.

  • Pajak Bumi dan Bangunan 23

    c. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh

    wajib pajak orang pribadi yang penghasilannya semata-mata

    berasal dari pensiunan, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi

    d. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh

    wajib pajak orang pribadi yang berpenghasilan rendah sehingga

    kewajiban PBB-nya sulit terpenuhi

    e. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh

    wajib pajak veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela

    kemerdekaan

    f. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh

    wajib pajak badan yang mengalami kerugian dan kesulitan

    likuiditas yang serius sepanjang tahun, sehingga tidak dapat

    memenuhi kewajiban rutin perusahaan.

    Besarnya pengurangan yang diperbolehkan adalah setinggi-

    tingginya 75%, berdasarkan pertimbangan yang wajar dan objektif

    dengan mengingat penghasilan Wajib Pajak dan besar PBB-nya.

    2. Wajib Pajak orang pribadi dalam hal objek pajak terkena bencana alam

    seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus dan

    sebagainya serta sebab-sebab lain yang luar biasa seperti kebakaran,

    kekeringan, wabah penyakit dan hama tanaman. Pengurangan atas hal

    seperti tersebut dapat diberikan pengurangan sampai dengan 100 % dari

    besarnya pajak terutang, berdasarkan pertimbangan yang wajar dan

    objektif dengan mengingat persentase kerusakan.

    3. Wajib Pajak anggota Veteran pejuang kemerdekaan dan Veteran

    pembela kemerdekaan termasuk janda /dudanya. Pemberian

    pengurangan ditetapkan sebesar 75%, tetapi apabila permohonan

    pengurangan diajukan oleh janda/duda veteran yang telah

    kawin/menikah lagi, maka besarnya persentase pengurangan yang dapat

    diberikan ialah maximal 75% (bisa lebih rendah dari 75%).

  • Pajak Bumi dan Bangunan 24

    2.12 Cara Mengajukan Permohonan

    1. Permohonan pengurangan diajukan secara tertulis dalam Bahasa

    Indonesia kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan

    Bangunan yang menerbitkan SPPT atau SKP dengan mencantumkan

    besarnya persentase pengurangan dimohonkan.

    2. Permohonan pengurangan diajukan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan

    terhitung:

    a. Sejak tanggal diterimanya SPPT atau SKP atau

    b. Sejak terjadinya bencana alam atau sebab-sebab lain yang luar

    biasa.

    3. Permohonan pengurangan pajak terutang dapat diajukan secara

    kolektif atau perseorangan.

    4. Permohonan pengurangan pajak terutang secara perseorangan harus

    dilampiri:

    a. Foto copy SPPT/SKP dari tahun pajak yang diajukan permohonan

    b. pengurangan, dan

    c. Foto Copy tanda anggotaVeteran, bagi anggota Veteran.

    5. Permohonan pengurangan pajak terutang secara kolektif dapat

    diajukan sebelum SPPT diterbitkan, selambat-lambatnya tanggal 10

    Januari untuk tahun pajak yang bersangkutan melalui:

    a. Pemerintah Daerah setempat, atau

    b. Organisasi Legiun Veteran Republik Indonesia, bagi anggota

    Veteran.

    6. Permohonan pengurangan pajak terutang untuk wajib pajak badan

    harus dilampiri dengan:

    a. Foto Copy SPPT/SKP dari tahun pajak yang diajukan permohonan

    pengurangannya;

    b. Foto Copy SPT PPh tahun pajak terakhir beserta lampirannya; dan

    c. Laporan Keuangan

  • Pajak Bumi dan Bangunan 25

    7. Permohonan pengurangan pajak terutang dalam hal objek pajak yang

    terkena bencana alam atau sebab-sebab lain yang luar biasa dilampiri

    Surat Keterangan dari Pemerintah Daerah setempat/Instansi terkait.

    8. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan pajak

    terutang apabila telah melunasi PBB untuk tahun sebelumnya atas

    objek pajak yang sama.

    9. Permohonan dapat disampaikan secara langsung atau dikirim melalui

    pos.

    10. Tanggal tanda terima Surat Permohonan tersebut diatur sebagai

    berikut:

    a. Apabila disampaikan secara langsung maka tanggal tanda terima

    adalah pada saat surat permohonan tersebut secara lengkap diterima

    oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.

    b. Apabila dikirimkan melalui pos atau sarana pengiriman lainnya

    maka tanggal tanda terima adalah pada saat surat permohonan

    tersebut secara lengkap diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak

    Bumi dan Bangunan, bukan pada tanggal pengiriman surat

    permohonan.

    2.13 Keputusan Pengurangan

    1. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahi

    Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang menerbitkan

    SPPT dan atau SKP, atas nama Menteri Keuangan memberikan

    Keputusan atas permohonan pengurangan pajak terutang yang lebih

    dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

    2. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang menerbitkan

    SPPT dan atau SKP, atas nama Menteri Keuangan memberikan

    Keputusan atas permohonan pengurangan pajak terutang yang tidak

    lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

    3. Keputusan pengurangan dapat berupa:

    a. Mengabulkan seluruhnya.

  • Pajak Bumi dan Bangunan 26

    b. Mengabulkan sebagian.

    c. Menolak

    4. Keputusan atas permohonan pengurangan pajak harus diterbitkan

    selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak diterimanya permohonan

    pengurangan Wajib Pajak. Jangka waktu sebagaimana tersebut

    terhitung sejak:

    a. Tanggal tanda terima Surat Permohonan, dalam hal Surat

    Permohonan disampaikan secara langsung.

    b. Tanggal stempel pos, dalam hal Surat Permohonan dikirimkan

    melalui pos (biasa maupun tercatat) atau sarana pengiriman lainnya.

    5. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat dan Keputusan belum

    diterbitkan, maka permohonan pengurangan pajak dianggap

    dikabulkan.

    6. Keputusan pengurangan berlaku untuk tahun pajak yang bersangkutan.

    Pengurangan Denda Administrasi:

    Atas permintaan Wajib Pajak Dirjen Pajak dapat mengurangkan denda

    administrasi karena hal-hal tertentu. Ketentuan ini memberi kesempatan

    kepada wajib pajak untuk meminta pengurangan denda administrasi

    kepada Direktur Jenderal Pajak. Direktur Jenderal Pajak dapat

    mengurangkan sebagian atau seluruhnya denda administrasi tersebut.

    2.14 Pejabat

    1. Pejabat yang dalam jabatannya atau tugas pekerjaannya berkaitan

    langsung dengan objek pajak adalah:

    a. Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah

    b. Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah.

    c. Pejabat Pembuat Akta Tanah.

    2. Pejabat yang ada hubungannya dengan objek pajak adalah:

    a. Kepala Kelurahan atau Kepala Desa.

    b. Pejabat Dinas Tata Kota.

  • Pajak Bumi dan Bangunan 27

    c. Pejabat Dinas Pengawasan Bangunan.

    d. Pejabat Agraria.

    e. Pejabat Balai Harta Peninggalan.

    f. Pejabat lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan/Direktorat

    Jenderal Pajak.

    3. Kewajiban Pejabat:

    a. Yang berkaitan langsung dengan objek pajak, wajib:

    1) Menyampaikan laporan bulanan mengenai semua mutasi dan

    perubahan keadaan objek pajak secara tertulis kepada

    Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak

    objek selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) bulan

    berikutnya.

    2) Memberikan keterangan yang diperlukan atas permintaan

    Direktorat Jenderal Pajak.

    Catatan:

    Kewajiban merahasiakan ditiadakan (tidak ada rahasia jabatan

    dalam hubungannya dengan PBB). Contoh laporan tertulis tentang

    mutasi objek pajak antara lain: jual beli, hibah, dan warisan.

    b. Yang berhubungan dengan objek pajak:

    Wajib memberikan keterangan yang diperlukan atas permintaan

    Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang.

    Catatan:

    Kewajiban merahasiakan ditiadakan (tidak ada rahasia jabatan

    dalam hubungan dengan PBB).

  • Pajak Bumi dan Bangunan 28

    2.15 Sanksi

    a. Bagi Wajib Pajak:

    1) Apabila SPOP tidak disampaikan dan telah ditegur secara tertulis

    tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran,

    ditagih dengan Surat Ketetapan Pajak. Jumlah pajak yang terutang

    dalam Surat Ketetapan Pajak adalah pokok pajak ditambah dengan

    denda administrasi sebesar 25% (dua puluh liam persen) dihitung

    dari pokok pajak.

    2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain

    ternyata jumlah pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak

    yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh wajib

    pajak, ditagih dengan Surat Ketetapan pajak. Jumlah pajak yang

    terhutang dalam Surat Ketetapan Pajak adalah selisih pajak yang

    terhutang berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain

    dengan pajak yang terhutang yang dihitung berdasarkan Surat

    Pemberitahuan Objek Pajak ditambah denda sebesar 25% (dua

    puluh lima persen) dari pajak yang terhutang.

    3) Pajak yang terhutang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak

    dibayar atau kurang dibayar, dikenakan denda administrasi sebesar

    2% (dua persen) sebulan, yang dihitung dari saat jatuh tempo

    sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama

    24 (dua puluh empat) bulan.

    4) Karena kealpaannya sehingga menimbulkan kerugian pada Negara,

    dalam hal:

    a) Tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepada

    Direktorat Jenderal Pajak.

    b) Menyampaikan SPOP, tetapi isinya tidak benar atau tidak

    lengkap dan atau melampirkan keterangan tidak benar.

    5) Karena kesengajaannya sehingga menimbulkan kerugian pada

    negara, dalam hal:

  • Pajak Bumi dan Bangunan 29

    a) Tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepada

    Direktorat Jenderal Pajak.

    b) Menyampaikan SPOP, tetapi isinya tidak benar atau tidak

    lengkap dan atau melampirkan keterangan tidak benar.

    c) Memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen lain

    yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar.

    d) Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau

    dokumen lainnya.

    e) Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan

    yang diperlukan.

    Untuk sebab kealpaan:

    Dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan

    atau denda setinggi-tingginya sebesar 2 (dua) kali pajak yang

    terutang.Kealpaan berarti tidak disengaja, lalai, kurang hati-hati

    sehingga perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian bagi negara.

    Untuk Sebab Kesengajaan:

    Dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 2 (dua) tahun

    atau denda setinggi-tingginya sebesar 5(lima) kali pajak yang terutang.

    Sanksi pidana ini akan dilipatkan dua, apabila seseorang melakukan

    lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum level 1 (satu) tahun,

    terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana

    penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarkan denda.

    Untuk mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana perpajakan,

    maka bagi mereka yang melakukan tindak pidana sebelum lewat 1

    tahun sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara

    yang dijatuhkan atau sejak dibayarnya denda, dikenakan pidana lebih

    bera ialah dua kali lipat dari ancaman pidana.

  • Pajak Bumi dan Bangunan 30

    b. Bagi Pejabat:

    1) Sanksi Umum

    Apabila tidak memenuhi kewajiban seperti yang telah diuraikan di

    muka dikenakan sanksi menurut peraturan perundang-undangan

    yang berlaku, yaitu antara lain:

    Peraturan Pemerintah No. 53 tahun 2010 tentang disiplin

    Pegawai Negeri Sipil, Staatsblad 1860 No.3 tentang peraturan

    Jabatan Notaris.

    2) Sanksi Khusus

    Bagi pemegang tugas pekerjaannya berkaitan langsung atau ada

    hubungannya dengan objek pajak ataupun pihak lainnya, yang:

    a. Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan dokumen yang

    diperlukan.

    b. Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan

    yang diperlukan.

    Dipidana dengan kurungan selama-lamanya 1 tahun atau denda

    setingi-tingginya Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah).

    Catatan:

    Tindak pidana yang telah diuraikan di muka tidak dapat dituntut

    setelah lampau waktu 10 tahun sejak berakhirnya tahun pajak yang

    bersangkutan. Penyimpangan terhadap ketentuan pasal 78 KUHP

    dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan kewajiban menyimpan

    dokumen perpajakan yang lamanya 10 (sepuluh) tahun.

  • Pajak Bumi dan Bangunan 31

    BAB III

    PENUTUP

    3.1 Kesimpulan

    a. PBB merupakan pajak yang bersifat kebendaan artinya besarnya pajak

    terutang ditentukan oleh keadaan objek,

    b. Objek PBB terdiri dari dua hal yaitu bumi yang merupakan permukaan

    bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya dan bangunan adalah

    konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada

    tanah dan/atau perairan,

    c. Subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai

    suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau

    memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan,

    d. Sebelum objek pajak dikenakan PBB terlebih dahulu harus didaftarkan

    menggunakan sarana berupa Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP)

    untuk objek berupa tanah dan Lampiran Surat Pemberitahuan Objek

    Pajak (LSPOP) jika ada bangunannya,

    e. Dasar Pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP),

    f. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)

    ditetapkan setinggi-tingginya Rp. 12.000.000,- untuk setiap wajib

    pajak, sedangkan berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009.

    g. Dasar perhitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).

    Besarnya NJKP adalah 40% dari NJOP untuk objek P3 serta objek

    PBB lainnya apabila NJOP 1 milyar rupiah dan sebesar 20% dari

    NJOP untuk objek PBB Lainnya apabila NJOP < 1 Milyar rupiah.

    h. Tarif PBB Undang-undang No.12 tahun 1994 adalah flat sebesar 0.5%,

    Perbandingan penerapan PBB antara UU No.12 Tahun 1994 dengan

    UU No. 28 Tahun 2009:

  • Pajak Bumi dan Bangunan 32

    No Parameter UU No.12 Tahun

    1994

    UU No.28 Tahun

    2009

    1. DPP NJOP NJOP

    2. NJOPTKP Max. Rp 12 Juta Min. Rp 10 Juta

    3. NJKP 20% dan 40% Tidak digunakan

    4. Tarif Sebesar 0,5% Max. 0,3%

    5. NJOP PBB Pedesaan dan

    Perkotaan ditetapkan oleh:

    Menteri

    Keuangan

    Kepala Daerah

    6. Besarnya tarif ditetapkan

    melalui: UU Perda

    3.2 Saran

    Sebagai wajib pajak harus menaati Undang-Undang Pajak Bumi dan

    Bangunan dengan melaporkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak dengan

    benar dan tepat waktu, serta membayar pajak atas objek pajak tersebut

    guna untuk pembangunan bangsa.

  • Pajak Bumi dan Bangunan 33

    DAFTAR PUSTAKA

    Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi

    Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan

    Atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan