padi sawah ladang
DESCRIPTION
permasalahan padi sawah dan ladangTRANSCRIPT
![Page 1: Padi Sawah Ladang](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082405/563db7dc550346aa9a8ea550/html5/thumbnails/1.jpg)
BUDIDAYA TANAMAN PANGAN UTAMA
Permasalahan Teknik Budidaya Padi Sawah dan Ladang
serta Solusinya
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Budidaya Tanaman Pangan
Utama
Disusun oleh :
Kiki Fatmawati (1137060042)
Agroteknologi 5B
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2015
![Page 2: Padi Sawah Ladang](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082405/563db7dc550346aa9a8ea550/html5/thumbnails/2.jpg)
I. PERMASALAHAN TEKNIK BUDIDAYA PADI LADANG
A. Terbatasnya varietas unggul
Dibandingkan dengan hasil produksi padi sawah, hasil padi gogo jauh
lebih rendah. Hal ini disebabkan rendahnya varietas unggul yang dapat di
budidayakan pada lahan marginal, sehingga masih banyak petani yang
menanam varietas lokal berumur dalam dengan tingkat produksi yang rendah.
B. Kesuburan tanah
Pada umumnya lahan kering memiliki tingkat kesuburan tanah yang
rendah, terutama pada tanah-tanah yang tererosi, sehingga lapisan olah tanah
menjadi tipis dan kadar bahan organik rendah. Kondisi ini makin diperburuk
dengan terbatasnya penggunaan pupuk organik, terutama pada tanaman
pangan semusim. Disamping itu, secara alami kadar bahan organik tanah di
daerah tropis cepat menurun, mencapai 30−60% dalam waktu 10 tahun
(Brown dan Lugo 1990 dalam Suriadikarta et al., 2002).
C. Topografi
Di Indonesia, lahan kering sebagian besar terdapat di wilayah
bergunung (>30%) dan berbukit (15−30%), dengan luas masing-masing 51,30
juta ha dan 36,90 juta ha (Hidayat dan Mulyani 2002). Lahan kering berlereng
curam sangat peka terhadap erosi, terutama bila diusahakan untuk tanaman
pangan semusim dan curah hujannya tinggi. Lahan semacam ini lebih sesuai
untuk tanaman tahunan, namun kenyataannya banyak dimanfaatkan untuk
tanaman pangan, sedangkan perkebunan banyak diusahakan pada lahan datar-
bergelombang dengan lereng <15%. Lahan kering yang telah dimanfaatkan
untuk perkebunan mencakup 19,60 juta ha (Badan Pusat Statistik 2005),
terutama untuk tanaman kelapa sawit, kelapa, dan karet.
D. Ketersediaan air pertanian
Keterbatasan air pada lahan kering mengakibatkan usaha tani tidak
dapat dilakukan sepanjang tahun, dengan indeks pertanaman (IP) kurang dari
1,50. Penyebabnya antara lain adalah distribusi dan pola hujan yang fluktuatif,
baik secara spasial maupun temporal. (Las et al., 2000; Amien et al., 2001).
![Page 3: Padi Sawah Ladang](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082405/563db7dc550346aa9a8ea550/html5/thumbnails/3.jpg)
II. SOLUSI YANG DAPAT DIGUNAKAN UNTUK MENGATASI
PERMASALAHAN TEKNIK BUDIDAYA PADI LADANG
A. Inovasi Teknologi Varietas Unggul Baru
Upaya peningkatan produksi padi salah satunya adalah melalui inovasi
teknologi varietas unggul baru. Varietas unggul baru selain untuk
meningkatkan potensi hasil tinggi, juga perlu memperhatikan mutu produk
yang di hasilkan. Peningkatan produktivitas usaha tani, 60-65% ditentukan
oleh penggunaan bibit atau benih unggul. Salah satu cara untuk
memperkenalkan dan mengembangkan varietas unggul baru adalah menguji
adaptasikan varietas-varietas unggul baru dan di tanam di lahan petani.
B. Pengelolaan Kesuburan Tanah
Salah satu teknologi pengelolaan kesuburan tanah yang penting adalah
pemupukan berimbang, yang mampu memantapkan produktivitas tanah pada
level yang tinggi. Hasil penelitian Santoso et al., (1995) menunjukkan
pentingnya pemupukan berimbang dan pemantauan status hara tanah secara
berkala. Penggunaan pupuk anorganik yang tidak tepat, misalnya takaran
tidak seimbang, serta waktu pemberian dan penempatan pupuk yang salah,
dapat mengakibatkan kehilangan unsur hara sehingga respons tanaman
menurun (Santoso dan Sofyan 2005). Penerapan teknologi pemupukan
organik juga sangat penting dalam pengelolaan kesuburan tanah. Jenis pupuk
lain yang mulai berkembang pesat adalah pupuk hayati (biofertilizer) seperti
pupuk mikroba pelarut fosfat, pupuk mikroba pemacu tumbuh dan pengendali
hama, dan mikroflora tanah multiguna.
C. Konservasi Tanah dan Rehabilitasi Lahan
Erosi merupakan salah satu penyebab menurunnya produktivitas lahan
kering, terutama yang dimanfaatkan untuk usaha tani tanaman semusim
seperti tanaman pangan (Abdurachman dan Sutono 2005; Kurnia et al., 2005).
Hasil penelitian menunjukkan budi daya tanaman pangan semusim tanpa
disertai konservasi tanah menyebabkan erosi berkisar antara 46−351t/ha/tahun
(Sukmana, 1994). Teras bangku merupakan teknik konservasi yang banyak
![Page 4: Padi Sawah Ladang](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082405/563db7dc550346aa9a8ea550/html5/thumbnails/4.jpg)
diterapkan di Jawa dan Bali. Teras bangku cukup disukai petani, dan juga
efektif mencegah erosi dan aliran permukaan (Abdurachman dan Sutono,
2005).
D. Pengelolaan Air Pertanian
Kelangkaan air sering kali menjadi pembatas utama dalam
pengelolaan lahan kering. Oleh karena itu, inovasi teknologi pengelolaan air
dan iklim sangat diperlukan, meliputi teknik panen hujan (water harvesting),
irigasi suplemen, prediksi iklim, serta penentuan masa tanam dan pola tanam.
Pemanenan air dapat dilakukan dengan menampung air hujan atau aliran
permukaan pada tempat penampungan sementara atau permanen, untuk
digunakan mengairi tanaman (Subagyono et al., 2004).
III. PERMASALAHAN PADA TEKNIK BUDIDAYA PADI SAWAH
A. Benih
Pada musim kemarau petani menggunakan dan menanam benih asalan
dari hasil tukar menukar antar petani atau menggunakan benih dari hasil
panen sebelumnya. Benih berlabel yang dibeli petani biasanya digunakan dan
ditanam untuk dua kali musim tanam. Sebagian besar petani hanya mengenal
padi varietas Ciherang, kendala yang dihadapi adalah masih kurangnya
informasi mengenai benih-benih dari varietas unggul baru.
B. Gulma dan Hama
Gulma dan hama umumnya merupakan masalah serius yang sering
dihadapi petani padi sawah utamanya di musim kemarau (Pane et al., 1999).
Kondisi ini disebabkan karena dari petakan basah pada saat tanam menjelang
berakhirnya musim hujan berangsur-angsung kering seiring dengan semakin
jarang turun hujan. Oleh karena itu petakan sawah jarang atau tidak pernah
sekalipun tergenang air, atau kondisi air di petakan sawah sering berubah-
ubah dari mulai basah atau lembab ke kering karena tidak ada hujan. Kondisi
ini menyebabkan tumbuhnya gulma semakin padat jikalau tidak segera
![Page 5: Padi Sawah Ladang](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082405/563db7dc550346aa9a8ea550/html5/thumbnails/5.jpg)
dilakukan penyiangan. Selain itu, beberapa hama populasi nya meningkat
ketika tidak adanya hujan.
C. Pupuk
Cara budi daya padi sawah dengan menggunakan pupuk kimia yang
berlebihan dan terus-menerus perlu ditinjau kembali, khususnya untuk
mengatasi kehilangan N dan kejenuhan terhadap pupuk P, karena selain tidak
efisien juga mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan.
Pemeliharaan kesehatan dan kesuburan tanaman dengan memperhatikan aspek
kesuburan dan kesehatan tanahnya merupakan hal yang paling penting dalam
sistem pertanian.
D. Kekurangan Air
Kekurangan air pada pertanaman padi musim kemarau sering terjadi
pada saat menjelang berakhirnya musim penghujan, sehingga petani
menyiasati dengan membuat sumur pantek di sekitar lahan padinya atau
dengan cara menyedot air dari sungai. Biaya yang dikeluarkan petani untuk
membuat sumur pantek ini sangat besar, tergantung kedalaman air tanah dan
pompa/diesel penyedot air yang digunakan.
E. Penyakit Hawar Daun Bakteri
Hawar daun bakteri (HDB) merupakan salah satu penyakit tanaman
padi yang sangat penting di negara-negara penghasil padi di dunia, termasuk
di Indonesia (Ou 1985; Hifni dan Kardin 1998; Suparyono et al., 2004).
Penyebab penyakit (patogen) menginfeksi tanaman padi pada bagian daun
dengan cara melalui luka daun atau melalui lubang alami berupa stomata dan
merusak klorofil daun, sehingga menurunkan kemampuan tanaman untuk
berfotosintesis. Apabila hal ini terjadi pada fase generatif maka proses
pengisian gabah kurang sempurna. Kehilangan hasil padi akibat penyakit
HDB bervariasi antara 15-80%, bergantung pada stadia tanaman saat penyakit
timbul (Mew, 1989; Reddy dan Shang-zhi, 1989; Lalitha et al., 2010).
![Page 6: Padi Sawah Ladang](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082405/563db7dc550346aa9a8ea550/html5/thumbnails/6.jpg)
IV. SOLUSI YANG DAPAT DIGUNAKAN UNTUK MENGATASI
PERMASALAHAN TEKNIK BUDIDAYA PADI SAWAH
A. Pengembangan Varietas Unggul Baru
Padi tipe baru diharapkan dapat memacu peningkatan produksi padi di
Indonesia. Peng et al., (1994) melaporkan bahwa pada kondisi lingkungan
yang ideal, potensi hasil padi tipe baru mencapai 30–50% lebih tinggi dari
varietas unggul yang telah ada. Balai Penelitian Tanaman Padi, dalam jangka
panjang memprogramkan pengembangan padi tipe baru dengan potensi hasil
12–15 t/ha.
B. Penggunaan Musuh Alami sebagai Agen Hayati
Mengingat peran dan manfaat parasitoid, predator, dan patogen
serangga yang sangat nyata maka keberadaannya perlu dipertahankan dengan
merencanakan pola tanam dan waktu tanam yang tepat, menggunakan varietas
yang sesuai, dan cara budi daya (cara tanam, pemupukan, pengairan, dan
penyiangan) berdasarkan anjuran sehingga memungkinkan musuh alami
mengendalikan inangnya. Penggunaan pestisida (insektisida, fungisida, dan
herbisida) agar dilakukan secara selektif, bijaksana, dan seminim mungkin
agar tidak mengontaminasi musuh alami.
C. Teknologi Pupuk Mikroba untuk Meningkatkan Efisiensi Pemupukan
Mikroba yang dimanfaatkan untuk meningkatkan kesuburan tanah
biasa dikenal sebagai pupuk mikroba (microbial fertilizer). Prinsip aplikasi
pupuk mikroba pada tanah dan tanaman ialah memperbanyak populasi
mikroba terpilih sehingga mampu bersaing dengan mikroba pribumi
(indigenous). Invasi dan kolonisasi awal dari pupuk mikroba yang di
introduksi dalam jumlah banyak dan bermutu unggul akan memenangkan
kompetisi dengan mikroba pribumi, sehingga mempunyai kesempatan untuk
membantu penyediaan hara dan pertumbuhan tanaman.
D. Pengelolaan Air
Untuk pengembangan tanaman padi dalam kaitannya dengan efisiensi
pemanfaatan air, telah di temukan teknologi irigasi yang di kenal dengan
![Page 7: Padi Sawah Ladang](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082405/563db7dc550346aa9a8ea550/html5/thumbnails/7.jpg)
irigasi macak-macak, dimana lahan sawah tidak digenangi tetapi cukup hanya
dijenuhi untuk mendapatkan hasil padi yang tidak berbeda dengan lahan yang
digenangi 5 cm. Pengolahan tanah dan air dengan cara di lumpurkan
(puddling) pada lahan sawah bukaan baru juga telah diteliti meskipun belum
dikaitkan dengan produksi tanaman padi. Hasilnya menunjukkan bahwa
makin intensif pelumpuran dilakukan, makin kecil kehilangan air melalui
perkolasi yang berimpikasi pada peningkatan efisiensi pemanfaatan air
(Subagyono dan Verplancke, 2001).
E. Teknologi Pengendalian Penyakit Hawar Daun Bakteri
Untuk pengendalian penyakit hawar daun bakteri, pelu diperhatikan
teknik budidaya padi itu sendiri, diantaranya:
a. Penanaman benih dan bibit sehat, mengingat patogen penyakit HDB dapat
tertular melalui benih maka dianjurkan pertanaman yang terinfeksi tidak
digunakan sebagai benih (Suprihanto et al., 2002).
b. Cara tanam, pada pertanaman yang rapat akan mempermudah terjadinya
infeksi dan penularan dari satu tanaman ke tanaman yang lain (Sudir et al.,
2002).
c. Pemupukan, dimana dosis pupuk N berkorelasi positif dengan keparahan
penyakit HDB. Artinya, pertanaman yang dipupuk nitrogen dengan dosis
tinggi menyebabkan tanaman menjadi lebih rentan dan keparahan
penyakit lebih tinggi. Sebaliknya, pemberian pupuk K menyebabkan
tanaman menjadi lebih tahan terhadap penyakit HDB (Sudir et al., 2002).
d. Sanitasi lingkungan, mengingat patogen dapat bertahan pada inang
alternatif dan sisa-sisa tanaman maka sanitasi lingkungan sawah dengan
menjaga kebersihan sawah dari gulma yang mungkin menjadi inang
alternatif dan membersihkan sisa-sisa tanaman yang terinfeksi merupakan
usaha yang sangat dianjurkan (Ou, 1985).
![Page 8: Padi Sawah Ladang](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082405/563db7dc550346aa9a8ea550/html5/thumbnails/8.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, A. dan S. Sutono. 2005. Teknologi pengendalian erosi lahan
berlereng. hlm. 103−145. DalamTeknologi Pengelolaan Lahan Kering: Menuju
pertanian produktif dan ramah lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Amien, L.I., S. Purba, B. Sugiharto, dan A. Hamdani. 2001. Analisis pasokan dan
kebutuhan air untuk pertanian pangan dan kebutuhan lainnya. Laporan Akhir
Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Badan Pusat Statistik. 2005. Statistik Indonesia tahun 2005. Badan Pusat Statistik,
Jakarta.
Hidayat, A. dan A. Mulyani. 2002. Lahan kering untuk pertanian. hlm. 1−34. Dalam
A. Abdurachman, Mappaona, dan Saleh (Ed.). Pengelolaan Lahan Kering Menuju
Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Hifni, H.R. dan M.K. Kardin. 1998. Pengelompokan isolate Xanthomonas oryzaepv.
oryzae dengan menggunakan galur isogenik padi IRRI. Hayati 5:66-72.
Kurnia, U., Sudirman, dan H. Kusnadi. 2005. Teknologi rehabilitasi dan reklamasi
lahan. hlm. 147−182. DalamTeknologi Pengelolaan Lahan Kering: Menuju
pertanian produktif dan ramah lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Lalitha, M.S., G. Lalitha Devi, G. Naveen Kumar, dan H.E. Shashidhar. 2010.
Molecular marker-assisted selection: A tool for insulating parental lines of hybrid
rice against bacterial leaf blight. Int. Jour. of Plant Pathology 1: 114-123.
![Page 9: Padi Sawah Ladang](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082405/563db7dc550346aa9a8ea550/html5/thumbnails/9.jpg)
Las, I. S. Purba, B. Sugiharto, dan A. Hamdani 2000. Proyeksi kebutuhan dan
pasokan pangan tahun 2000−2020. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat,
Bogor.
Mew, T.W. 1989. An overview of the world bacterial leaf blight situation. Inp 7-12.
Bacterial blight of rice. IRRI. Manila Philippines.
Ou, S.H. 1985. Rice diseases (2nd ed) CMI Kew.380 pp.
Pane, H., P. Bangun dan S.Y. Jatmiko, 1999. Pengendalian gulma pada pertanaman
padi gogo rancah dan walikjerami di lahan sawah tadah hujan. p.: 150-159 Dalam
Menuju Sistem Produksi Padi Berwawasan Lingkungan. Risalah Seminar Hasil
Penelitian Emisi Gas Rumah Kaca dan Peningkatan Produktivitas Padi di Lahan
Sawah (S. Partohardjono, J. Soejitno dan Hermanto, ed.). Puslibang Tanaman
Pangan. Bogor.
Peng, S., G.S. Khush, dan K.G. Cassman. 1994. Evolution of the New Plant Idiotype
for increased yield potential. InK.G. Cassman (Ed). Breaking the Yield Barrier.
Proceedings of a Workshop on Rice Yield Potential in Favourable Environment.
IRRI, Philippines.
Reddy R. dan Shang-Zhi Y. 1989. Survival of Xanthomonas campestrispv. oryzae,
the causal organism of bacterial blight. in Bacterial Blight of Rice. IRRI. pp.65-
78.
Santoso, D., I P.G. Wigena, Z. Eusof, dan C. Xuhui. 1995. The Asian land
management of sloping lands network: Nutrient balance study on sloping land. p.
103−108. InA. Maglinao and A. Sajjapongse (Eds.). International Workshop on
Conservation Farming for Sloping Upland in South East Asia: Challenge,
Opportunities, and Prospects. IBSRAM Proc. No. 14. Bangkok, Thailand.
Santoso, D. dan A. Sofyan. 2005. Pengelolaan hara tanaman pada lahan kering. hlm.
73−100. DalamTeknologi Pengelolaan Lahan Kering: Menuju pertanian produktif
![Page 10: Padi Sawah Ladang](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082405/563db7dc550346aa9a8ea550/html5/thumbnails/10.jpg)
dan ramah lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan
Agroklimat, Bogor.
Subagyono, K dan H. Verplancke. 2001. Dynamic behavior of soil water in a sandy
loam soil under irrigated corn. Indonesian Journal Agricultur Science, 1: 17-24.
Subagyono, K., U. Haryati, dan S.H. Talao'ohu. 2004. Teknologi konservasi air pada
pertanian lahan kering. hlm. 151−188. Dalam Konservasi Tanah pada Lahan
Kering Berlereng. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat,
Bogor.
Sudir, Suprihanto, A. Guswara, dan H.M. Toha. 2002. Pengaruh pemupukan, varietas
padi, dan kerapatan tanaman terhadap beberapa penyakit padi. Jurnal Agrikultura,
13 (2): 97-103.
Sukmana, S. 1994. Budi daya lahan kering ditinjau dari konservasi tanah. hlm.
25−39. Dalam Prosiding Penanganan Lahan Kering Marginal melalui Pola Usaha
Tani Terpadu. Jambi, 2 Juli 1994. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Suparyono, Sudir, dan Suprihanto. 2004. Pathotype profile of Xanthomoas campestris
pv.oryzae,isolates from the rice ecosystem in Java. Indonesian Jurnal of
Agricultural Science 5(2): 63-69.
Suprihanto, Suparyono, dan Sudir. 2002. Mikroorganisme yang berasosiasi dengan
benih dan bibit padi tidak normal. Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar
Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Bogor. 28-30.
Suriadikarta, D.A., T. Prihatini, D. Setyorini, dan W. Hartatiek. 2002. Teknologi
pengelolaan bahan organik tanah. hlm. 183−238. Dalam Teknologi Pengelolaan
Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.