master plan pangan... · proses identifikasi dan analisis terhadap komoditi ... pengolahan hasil...
TRANSCRIPT
MASTER PLANPENGEMBANGAN KAWASAN
TANAMAN PANGANPROVINSI SUMATERA SELATAN
Dinas PertanianTanaman Pangan Dan Hortikultura
Provinsi Sumatera Selatan2016
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadhirat Allah SWT atas karunia, rahmat dan hidayahyang telah dilimpahkan kepada Tim Penyusun dengan telah diselesaikannyaDokumen Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan di ProvinsiSumatera Selatan tahun 2016. Dokumen Master Plan ini dikonstruksi melaluiproses identifikasi dan analisis terhadap komoditi tanaman pangan (padi,jagung, dan kedelai) yang menjadi unggulan di Sumatera Selatan, beberapawilayah kawasan yang telah ditetapkan secara nasional meliputi KabupatenOKI, OKU Timur, Ogan Ilir, Banyuasin, dan kabupaten yang belum ditetapkantetapi memiliki potensi yang besar untukpengembangannya yaitu KabupatenMusi Rawas dan Lahat.
Dokumen Master Paln ini dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah ProvinsiSumatera Selatan khususnya Dinas Pertanian Tanaman Pangan danHortikultura Provinsi Sumatera Selatan sebagai pedoman arahan bagipengembangan tanaman pangan dengan pola pengembangan kawasan diSumatera Selatan yang tepat dan terarah, bersifat strategis, berskala besar,dan berdurasi panjang dengan memperhatikan berbagai faktor yang melekatpada konteks, situasi, dan lingkungan pengembangan, sehingga dapatmengantarkan pada pencapaian tujuan dengan tingkat efektivitas danefisiensi yang tinggi. Bagi masyarakat/investor dan stakeholders lainnya,dokumen ini bermanfaat sebagai dokumen yang dapat memberikan informasitentang komoditi unggulan tanaman pangan di Provinsi Sumatera Selatanyang memiliki potensi untuk berswasembada, sekaligus menjadi referensibagi instansi serta sektor terkait untuk menyusun program pengembanganindustri/komoditi unggulan khususnya pada wilayah-wilayah kawasan diProvinsi Sumatera Selatan yang bersinergi.
Tim mengucapkan terima kasih dan memberikan apresiasi kepada semuapihak yang telah berkontribusi bagi tersusunnya dokumen ini, terutamakepada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi SumateraSelatan yang telah memfasilitasi pelaksanaan penyusunan Master PlanPengembangan Kawasan Tanaman Pangan di Provinsi Sumatera Selatan.
Palembang, Desember 2016
Tim Penyusun
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
iii
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN…………………………………………………………...... I-11.1. Latar Belakang……………………………………………………… I-11.2. Tujuan…………………………………………………………………. I-41.3. Hasil Yang Diharapkan…………………………………………… I-41.4. Sasaran………………………………………………………………..1.5. Ruang Lingkup………………………………………………….
I-4I-5
II. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PENGEMBANGANKAWASAN TANAMAN PANGAN ………… II-12.1. Komoditas dan Calon Lokasi………………………………….. II-12.2. Visi Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten Kota..2.3. Misi Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten Kota..
II-3II-8
2.4. Tujuan Pengembangan Komoditas dan KawasanTanaman Pangan ………………………………………………… II-13
2.5. Sasaran Pengembangan Komoditas dan KawasanTanaman Pangan …………………………………………….. II-15
III. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR…………………….. III-13.1. Tinjauan Pustaka Pengembangan Kawasan dan
Komoditas Unggulan Tanaman Pangan ………………….. III-1
3.2. Tinjauan Pustaka dan Hasil-Hasil Kegiatan Terdahulu III-53.3. Tantangan dan Permasalahan Pembangunan
Pertanian (Spesifik Komoditas dan Kawasan)…………… III-103.4. Landasan Teori Pengembangan Kawasan dan
Komoditas Unggulan Tanaman Pangan ………………….. III-143.5. Kerangka Pemikiran Pelaksanaan Studi…………………… III-243.6. Kerangka Pemikiran Penyusunan Master Plan dan
Rencana Aksi………………………………………………………… III-26
IV. METODOLOGI………………………………………………………………... IV-14.1. Jenis data dan Sumbernya…………………………………….. IV-14.2. Metode Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data.. IV-14.3. Metode Pendekatan dan Pelaksanaan Studi……………… IV-24.4. Metode Penyusunan dan Rencana Aksi……………………. IV-3
V. POTENSI WILAYAH KOMODITAS UNGGULAN DANKAWASAN TANAMAN PANGAN ……………………………………….. V-15.1. Aspek Kondisi Umum Wilayah………………………………… V-15.2. Aspek Agroekologis dan Lingkungan………………………. V-45.3. Aspek Ekonomi dan Perekonomian…………………………. V-12
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
iv
Halaman5.4. Aspek Sarana dan Prasarana Penunjang…………………. V-225.5. Aspek Pengolahan, Perdagangan dan Konsumsi Hasil
Pertanian……………………….…………………………………….. V-305.6. Aspek Kelembagaan……………………….…………………….. V-315.7. Aspek Sumber Daya Manusia…………………………………. V-335.8. Aspek Teknis dan Gangguan Produksi…………………….. V-375.9. Aspek Kebijakan……………………….…………………………… V-425.10. Aspek Pertanian……………………….…………………………… V-46
VI. ANALISIS PERENCANAAN……………………….………………………. VI-16.1. Analisis Biofisik Sumberdaya Lahan………………………. VI-1
6.1.1. Analisis Kesesuaian Lahan dan Agroklimatuntuk Pengembangan Kawasan Padi…………. VI-3
6.1.2. Analisis Kesesuaian Lahan dan Agroklimatuntuk Pengembangan Kawasan Jagung……… VI-6
6.1.3. Analisis Kesesuaian Lahan dan Agroklimatuntuk Pengembangan Kawasan Kedelai……… VI-12
6.1.4. Perencanaan Pengembangan KawasanBerdasarkan Aspek Biofisik SumberdayaLahan……………………………………………………… VI-15
6.2. Analisis Ekonomi dan Perekonomian……………………… VI-376.2.1. Potensi Ekonomi Pengembangan Kawasan
Padi………………………………………………………… VI-436.2.2. Potensi Ekonomi Pengembangan Kawasan
Jagung……………………………………………………. VI-466.2.3. Potensi Ekonomi Pengembangan Kawasan
Kedelai……………………………………………………. VI-486.3. Analisis Sarana dan Prasarana Penunjang……………… VI-516.4. Analisis Kependudukan dan Sosial Budaya……………… VI-596.5. AnalisisKelembagaan……………………….………………….. VI-616.6. Analisis Sumber Daya Manusia……………………………… VI-636.7. Analisis Teknis Tanaman Pangan …………………………. VI-656.8 Analisis Pengolahan, Perdagangan dan Konsumsi
Perdagangan Hasil Pertanian………………………………… VI-726.9. Analisis Kebijakan dan Pembiayaan……………………….. VI-74
6.9.1. Kebijakan Prioritas Pembiayaan dan InsentifFiskal Provinsi dan Kabupaten/Kota…………… VI-74
6.10. Analisis Pelaku dan Pemangku Kepentingan………….. VI-766.11. Analisis Model dan Desain Pengembangan
Komoditas Unggulan………………………………… VI-826.11.1.Pilihan Komoditas dan Produk Akhir……………. VI-826.11.2. Pengembangan Infrastruktur……………………. VI-876.11.3. Keterkaitan antar Program dan Antar Sentra
dan Antar Kawasan atau Antar Klaster……….VI-89
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
v
Halaman6.11.4. Penyediaan Sarana Produksi, Bahan Baku dan
Bahan Penolong………………………………………… VI-916.11.5. Pengembangan Pasar dan Perdagangan………. VI-926.11.6. Pengembangan Kelembagaan dan SDM……… VI-946.11.7. Pengembangan Ilmu dan Teknologi…………… VI-956.11.8. Pemngembangan Pembiayaan…………………… VI-96
VII. RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KAWASAN……………………… VII-17.1. Strategi Pengembangan………………………..………………. VII-1
7.1.1. Pendekatan Politik……………………………………….. VII-17.1.2. Pendekatan Teknokratik……………………………….. VII-27.1.3. Pendekatan Keterpaduan Top Down Policy-
Bottom Up Planning…………………………………….. VII-27.1.4. Pendekatan Partisipatif…………………………………. VII-2
7.2. Program Pengembangan………………………..……………… VII-37.3. Rencana Aksi Pengembangan…………………………….. VII-3
VIII KESIMPULAN DAN SARAN………………………..…………………….. VIII-18.1. Kesimpulan………………………..………………………………… VIII-18.2. Saran………………………..…………………………………………. VIII-2
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 5.1. Kondisi Umum Wilayah-Wilayah Kawasan TanamanPangan dan hortikultura di Provinsi Sumatera Selatan,2015………………………..……………………………. V-4
Tabel 5.2. Luas Lahan per Kabupaten/Kota Dirinci MenurutPenggunaannya di Sumatera Selatan Tahun 2013-2015………………………..…………………………………………. V-8
Tabel 5.3. Rata-Rata Suhu dan Kelembaban Udara Menurut Bulan diProvinsi Sumatera Selatan Tahun 2015……… V-9
Tabel 5.4. Rerata Tekanan Udara, Kecepatan Angin dan PenyinaranMatahari Menurut Bulan di Provinsi Sumatera Selatan,2015………………………..……………… V-10
Tabel 5.5. Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan Menurut Bulan diProvinsi Sumatera Selatan, 2015……………………….. V-11
Tabel 5.6. Rerata Kondisi Aspek Agroekologis dan Lingkungan PadaWilayah yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan diProvinsi Sumatera Selatan…………………..
V-12
Tabel 5.7. PDRB atas Dasar Harga Berlaku Komoditi Pertanian diProvinsi Sumatera Selatan (Juta Rupiah) ……………. V-13
Tabel 5.8. Kontribusi Sektor dan Sub Sektor Pertanian Provinsiterhadap PDRB Sumatera Selatan, 2015………………… V-15
Tabel 5.9. Perkembangan Rerata Harga Produsen Tanaman Padipada Wilayah Kawasan Tahun 2009-2015……….. V-16
Tabel 5.10. Perkembangan rerata harga produsen tanaman jagungdan kedelai pada wilayah kawasan tahun 2009-2015…………………..……………………………………… V-17
Tabel 5.11. Hasil Analisis Usahatani Padi pada Wilayah Kawasan perMusim Tanam…………………..…………………………… V-18
Tabel 5.12. Hasil Analisis Usahatani Jagung pada Wilayah Kawasanper Musim Tanam………………………………….. V-19
Tabel 5.13. Hasil Analisis Usahatani Kedelai Pada Wilayah KawasanPer Musim Tanam………………………………….. V-20
Tabel 5.14. Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk diSumatera Selatan dan pada Wilayah Kawasan yangDitetapkan………………………………………………….. V-21
Tabel 5.15. Bantuan Alsintan Melalui Program Upsus Tahun 2015pada Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan…………….. V-24
Tabel 5.16. Panjang Jalan Menurut Kabupaten/Kota dan JenisPermukaan Jalan di Wilayah-Wilayah Kawasan TanamanPangan Di Provinsi Sumatera Selatan, 2015…………………. V-25
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
vii
HalamanTabel 5.17. Panjang Jalan dan Kondisi Jalan Menurut
Kabupaten/Kota di Wilayah-Wilayah Kawasan TanamanPangan di Provinsi Sumatera Selatan, 2015………………… V-25
Tabel 5.18. Jumlah Kendaraan Bermotor dan Jenis KendaraanMenurut Kabupaten/Kota di Wilayah-Wilayah KawasanTanaman Pangan di Provinsi Sumatera Selatan, 2015……. V-26
Tabel 5.19. Jumlah Bank Pemerintah, Bank Pembangunan Daerah,Bank Swasta, dan Bank BPR di Provinsi Sumatera Selatan(unit), Tahun 2014…………………… V-29
Tabel 5.20. Jumlah Koperasi dan Anggota Koperasi MenurutKabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2014.. V-30
Tabel 5.21. Perkembangan dan Perimbangan Produksi dan KonsumsiBeras Masyarakat di Sumatera Selatan……. V-31
Tabel 5.22. Jumlah kelompok tani dan Gapoktan di ProvinsiSumatera Selatan, 2013-2014……………………………… V-32
Tabel 5.23. Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian danPertumbuhannya pada Wilayah-Wilayah Kawasan diProvinsi Sumatera Selatan……………………………………. V-33
Tabel 5.24. Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian di ProvinsiSumatera Selatan Menurut Golongan Luas Lahan yangDikuasai……………………………………………………… V-34
Tabel 5.25. Jumlah Petani Sektor Pertanian dan Sub Sektor TanamanPangan dan Hortikultura di Provinsi Sumatera Selatantahun 2013……………………………………………………………… V-35
Tabel 5.26. Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian dan RumahTangga Usahatani Tanaman Pangan yang MelakukanPengolahan Hasil Pertanian Pada Wilayah-WilayahKawasan di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2013………. V-36
Tabel 5.27. Jumlah SDM yang Menangani Pelayanan Pertanian padaWilayah-Wilayah Kawasan di Sumatera Selatan Tahun2015………………………………………………………… V-37
Tabel 5.28. Luas Masing-Masing Kabupaten dan Kota Di ProvinsiSumatera Selatan………………………………………………… V-47
Tabel 5.29. Luas Areal Pertanaman Padi di Berbagai Kabupaten danKota Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2015… V-48
Tabel 5.30. Luas Areal Tanam Padi dan Potensi PengembanganLahan Dari Berbagai Kabupaten dan Kota di SumateraSelatan………………………………………………… V-49
Tabel 5.31. Lahan Sawah dari Berbagai Tipologi di Setiap Kabupatendan Kota Yang Ada di Sumatera Selatan (2016) …………. V-50
Tabel 5.32. Penampilan Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas danProduksi Tanaman Pangan di SumateraSelatan………………………………………………… V-51
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
viii
HalamanTabel 6.1. Kesesuaian Lahan dan Agroklimat Wilayah Kawasan Padi
dengan Syarat Lahan dan Agroklimat yang DiinginkanTanaman Padi…………………………………….. VI-5
Tabel 6.2 Kesesuaian Lahan dan Agroklimat Wilayah KawasanJagung dengan Syarat Lahan dan Agroklimat yangDiinginkan Tanaman Jagung………………………………… VI-12
Tabel 6.3 Kesesuaian Lahan dan Agroklimat Wilayah KawasanKedelai dengan Syarat Lahan dan Agroklimat yangDiinginkan Tanaman Kedelai………………………………… VI-14
Tabel 6.4. Kondisi dan Potensi Padi Sawah & Padi Ladang di Sumseldan Wilayah Kawasan, 2015-2016………………
VI-20
Tabel 6.5. Kondisi dan Potensi Jagung di Sumatera Selatan danWilayah Kawasan, Tahun 2015-2016……………………..
VI-29
Tabel 6.6. Kondisi dan Potensi Kedelai di Sumatera Selatan danWilayah Kawasan, Tahun 2015-2016………………………
VI-34
Tabel 6.7. Kebutuhan Sarana dan Prasarana di Tingkat PetaniUntuk Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan………… VI-51
Tabel 6.8. Penyediaan Jalan Berdasarkan Kecepatan Kendaraan,Lebar dan GSJ…………………………………………………………… VI-52
Tabel 6.9. Standar Perencanaan Prasarana Drainase VI-54Tabel 6.10. Standar Kebutuhan Air Bersih…………………………………….. VI-55Tabel 6.11. Kebutuhan Jaringan Listrik…………………………………………. VI-57Tabel 6.12. Kebutuhan Jaringan Telepon………………………………………. VI-58Tabel 6.13. Jumlah Kawasan Tanaman Pangan dari Berbagai
Kabupaten dan Kota di Sumatera Selatan…………………….. VI-66Tabel 6.14. Luas Total Kawasan Tanaman Pangan Untuk Setiap
Kabupaten dan Kota di Sumatera Selatan…………………….. VI-67Tabel 6.15. Kawasan Berbagai Komoditi Tanaman Pangan di
Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI)…………………………… VI-68Tabel 6.16. Kawasan Berbagai Komoditi Tanaman Pangan di
Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (OKUT)……………… VI-69Tabel 6.17. Kawasan Berbagai Komoditi Tanaman Pangan di
Kabupaten Ogan Ilir…………………………………………………… VI-70Tabel 6.18. Kawasan Berbagai Komoditi Tanaman Pangan di
Kabupaten Banyuasin…………………………… VI-71Tabel 7.1. Matriks Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanaman
Kedelai di Sumatera Selatan……………………………………….. VII-4Tabel 7.2. Matriks Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanaman
Jagung di Sumatera Selatan……………………………………….. VII-8Tabel 7.3. Matriks Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanaman
Kedelai di Sumatera Selatan……………………………. VII-10
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 6.1. Peta Rencana Pengembangan Kawasan BudidayaPertanian………………………………………………………….. VI-18
Gambar 6.2. Peta Eksisting Kawasan Padi di KabupatenBanyuasin…………………………………………………………. VI-21
Gambar 6.3. Peta Pengembangan Kawasan Padi di KabupatenBanyuasin………………………………………………………….. VI-22
Gambar 6.4. Peta Eksisting Kawasan Padi di Kabupaten OKI VI-23Gambar 6.5. Peta Pengembangan Kawasan Padi di Kabupaten
OKI…………………………………………………………………… VI-32Gambar 6.6. Peta Eksisting Kawasan Padi di Kabupaten OKU
Timur………………………………………………………………… VI-25Gambar 6.7. Peta Pengembangan Kawasan Padi di Kabupaten
OKU Timur………………………………………………………… VI-26Gambar 6.8. Peta Eksisting Kawasan Padi di Kabupaten Ogan Ilir VI-27Gambar 6.9. Peta Pengembangan Kawasan Padi di Kabupaten
Ogan Ilir……………………………………………………………. VI-28Gambar6.10. Peta Eksisting Kawasan Jagung di Kabupaten OKU
Timur………………………………………………………………... VI-30Gambar 6.11. Peta Pengembangan Kawasan Jagung di Kabupaten
OKU Timur………………………………………………………… VI-31Gambar 6.12. Peta Existing Kawasan Jagung di Kabupaten OKI….. VI-32Gambar 6.13. Peta Pengembangan Kawasan Jagung di Kabupaten
OKI…………………………………………………………………… VI-33Gambar 6.14. Peta Existing Kawasan Kedelai di Kabupaten
Banyuasin………………………………………………………….. VI-35Gambar 6.15. Peta Pengembangan Kawasan Kedelai di Kabupaten
Banyuasin………………………………………………………….. VI-36Gambar.6.16. Sistem Lembaga Otoritas Produksi TPH………………… VI-78Gambar 6.17. Contoh Struktur organisasi UMK padi sawah pasang
surut………………………………………………………………….. VI-80Gambar 6.18. Model Klaster Tanaman Komoditi Unggulan…………… VI-82Gambar 6.19. Pohon Industri Komoditas Padi…………………………….. VI-84Gambar 6.20. Pohon Industri Komoditas Jagung………………………… VI-85Gambar 6.21. Pohon Industri Komoditas Kedelai………………………… VI-87
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
I-1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada masa mendatang, perencanaan pembangunan pertanian mesti
beorientasi pada optimalisasi sumberdaya berupa keterpaduan kegiatan, lokasi,
pembiayaan maupun fokus komoditas. Pendekatan pengembangan kawasan
dirancang untuk meningkatkan efektifitas kegiatan, efisiensi anggaran dan
mendorong keberlanjutan kawasan komoditas unggulan.
Kawasan pertanian menurut administrasi pengelolaannya terdiri dari :
1. Kawasan Pertanian Nasional, merupakan kawasan yang ditetapkan oleh
Menteri Pertanian dengan kriteria :
1) Memiliki kontribusi produksi yang signifikan atau berpotensi tinggi
terhadap pencapaian produksi nasional;
2) Difasilitasi oleh APBN dan didukung APBD provinsi/kabupaten/kota;
3) Mengembangkan 40 komoditas unggulan nasional sesuai dengan Renstra
Kementan.
2. Kawasan Pertanian Provinsi adalah kawasan yang ditetapkan oleh Gubernur
dengan kriteria :
1) Memiliki kontribusi produksi yang signifikan atau berpotensi tinggi
terhadap pencapaian produksi provinsi;
2) Difasilitasi oleh APBD provinsi dan dapat didukung APBN sebagai
pendamping (untuk provinsi yang mengembangkan 40 komoditas
unggulan nasional);
3) Mengembangkan komoditas unggulan provinsi dan/atau 40 komoditas
unggulan nasional.
1
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
I-2
3. Kawasan Pertanian Kabupaten/Kota adalah kawasan yang ditetapkan oleh
Bupati/Walikota dengan kriteria :
1) Memiliki kontribusi produksi yang signifikan atau berpotensi tinggi
terhadap pencapaian produksi kabupaten/kota;
2) Difasilitasi oleh APBD kabupaten/kota dan dapat didukung APBN sebagai
pendamping (untuk kabupaten/kota yang mengembangkan 40
komoditas unggulan nasional) serta dapat didukung oleh APBD rovinsi
(untuk kabupaten/kota yang mengembangkan komoditas unggulan
provinsi);
3) Mengembangkan komoditas unggulan provinsi dan/atau 40 komoditas
unggulan nasional.
Oleh karena itu dianggap perlu disusun rancang bangun pengembangan
komoditas strategis yang dapat mendorong terciptanya kerjasama antar daerah
dan pelaku dalam suatu kawasan guna menjamin terpenuhinya ketersediaan
pasokan produksi komoditas pangan dengan tetap memberikan keuntungan
yang memadai bagi petani dan produsen melalui pemberian berbagai insentif
produksi dan jaminan harga pasar hasil panen yang layak. Rancang bangun
perencanaan kawasan pertanian yang disusun harus sejalan dengan
pendekatan sistem perencanaan dan pembangunan nasional, yaitu bersifat
politis (mendukung tercapainya visi-misi kepala negara/kepala daerah), top-
down policy (sejalan dengan arah kebijakan nasional), bottom-up planning
(sesuai dengan aspirasi/kebutuhan masyarakat) dan teknokratis (didasarkan
pada kelayakan teknis, sosial ekonomis dan lingkungan). Dengan demikian,
penyusunan rancang bangun pengembangan komoditas merupakan bentuk
pendekatan yang terpadu dan menyeluruh dalam perencanaan yang didasarkan
atas kelayakan dan kesesuaian terhadap prasyarat dan potensi dampaknya
terhadap pengaruh timbal balik dari teknis budidaya, agroekosistem dan faktor
sosial-ekonomi.
Untuk dapat mewujudkan pengembangan komoditas strategis yang
berkelanjutan dibutuhkan perencanaan pengembangan komoditas yang dapat
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
I-3
mengakselerasi potensi daya saing komoditas dan wilayah melalui optimalisasi
sinergitas pengembangan komoditas, keterpaduan lokasi kegiatan dan
keterpaduan sumber pembiayaan. Keterpaduan pengembangan komoditas itu
didukung secara horisontal dan vertikal oleh segenap pelaku dan pemangku
kepentingan dalam suatu kawasan pertanian yang berskala ekonomis,
mensyaratkan pendekatan yang menyeluruh mulai dari hulu hingga hilir.
Secara garis besar implementasi pengembangan kawasan dapat dibagi
ke dalam tahap : perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan dengan urutan
tahapan sebagai berikut :
1. Pembentukan organisasi pelaksana;
2. Penentuan komoditas;
3. Penentuan lokasi kawasan kabupaten/kota;
4. Penyusunan masterplan pengembangan kawasan;
5. Penyusunan rencana aksi pengembangan kawasan;
6. Sinkronisasi rencana pengembangan kawasan lingkup provinsi;
7. Sinkronisasi rencana pengembangan kawasan lingkup esselon I
Kementerian Pertanian;
8. Pelaksanaan kegiatan pengembangan kawasan;
9. Monitoring, evaluasi dan pelaporan;
10. Penyusunan data base pengembangan kawasan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia
Nomor : 03/Kpts/PD.120/1/2015 tentang Penetapan Kawasan Padi, Jagung,
Kedelai dan Ubi Kayu Nasional Nasional maka di Provinsi Sumatera Selatan
terdapat beberapa kabupaten yang ditetapkan sebagai kawasan padi, jagung
dan kedelai. Secara faktual ada kabupaten yang memang sudah menjadi
sentra produksi kawasan komooditas padi, ada pula yang baru tumbuhatau
dikembangkan menjadi sentra produksi satu atau lebih komoditas lamnya
Sesuai dengan tahapan implementasi pengembangan kawasan maka
disusunlah Masterplan untuk kabupaten–kabupaten yang telah ditetapkan
sebagai kawasan tanaman pangan.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
I-4
1.2. Tujuan
Penyusunan Masterplan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan
bertujuan untuk:
1. Mendukung kebijakan Kementerian Pertanian dalam mengimplementasikan
kebijakan pengembangan kawasan tanaman pangan;
2. Mengarahkan perencanaan kawasan tanaman pangan selaras dengan
kebijakan nasional;
3. Menyediakan dokumen bagi para perencana dan pengambil keputusan di
provinsi, kabupaten dan pemangku kepentingan dalam menyusun rencana
aksi pengembangan kawasan tanaman pangan yang disusun oleh
Kabupaten;
4. Meningkatkan kinerja pengembangan kawasan tanaman pangan secara
terukur.
1.3. Hasil Yang Diharapkan
1. Tersusunnya Masterplan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan di
Provinsi Sumatera Selatan dan diteruskan dengan Penyusunan Rencana
Aksi Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan oleh Kabupaten/Kota.
2. Terbangunnya sentra-sentra produksi tanaman pangan pada Kawasan
Berbasis Komoditas Padi, Jagung dan Kedelai di Provinsi Sumatera Selatan.
1.4. Sasaran
Sasaran dari penyusunan master plan pengembangan kawasan tanaman
pangan di Sumatera Selatan ini adalah:
1. Tersusunnya master plan dan rencana aksi pengembangan kawasan
tanaman pangan secara komprehensif.
2. Adanya kerjasama lintas sektoral dalam pengembangan kawasan tanaman
pangan ddalam wilayah Provinsi Sumatera Selatan.
3. Tersedianya alokasi anggaran non APBN yang mendukung pengembangan
kawasan tanaman pangan secara berkelanjutan (multiyears).
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
I-5
4. Meningkatnya produksi, produktivitas, dan mutu komoditas unggulan
tanaman pangan yang dikembangkan.
5. Meningkatnya aktivitas pasca panen dan kualitas komoditas tanaman
pangan.
6. Meningkatnya aktivitas pengolahan dan nilai tambah produk darikomoditas
tersebut
7. Meningkatnya jaringan pemasaran komoditas tanaman pangan
8. Meningkatnya pendapatan pelaku usaha komoditas tersebut
9. Meningkatnya penyerapan tenaga kerja dan kesempatan berusaha;
10. Meningkatnya aksesibilitas terhadap sumber pembiayaan, pasar input dan
output, teknologi dan informasi.
1.5. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penyusunan masterplan ini dibatasi pada wilayah Provinsi
Sumatera Selatan. dengan fokus wilayah pada kabupaten-kabupaten yang telah
ditetapkan secara nasional. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian RI No :
03/Kpts/PD.120/1/2015 dan Kepmentan No : 45/Kpts/PD.200/1/2015 telah
menetapkan kawasan tanaman pangan di Sumatera Selatan meliputi:
1. Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) untuk kawasan tanaman padi.
2. Kabupaten OKU Timur (OKUT) untuk kawasan tanaman padi dan jagung.
3. Kabupaten Ogan Ilir (OI) untuk kawasan tanaman padi.
4. Kabupaten Banyuasin untuk kawasan tanaman padi dan kedelai.
Penyusunan masterplan pengembangan kawasan tanaman pangan di
Sumatera Selatan ini dilaksanakan selama 6 bulan selama tahun 2016. Dari
hasil penyusunan master plan ini, didapat dokumen yang bermuatan:
- Potensi wilayah komoditas unggulan dan kawasan tanaman pangan yang
ditinjau dari berbagai aspek.
- Hasil analisis perencanaan terhadap biofisik sumberdaya lahan, ekonomi
dan perekonomian, sarana dan prasarana penunjang, kependudukan dan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
I-6
sosial budaya, kelembagaan, sumberdaya manusia, teknis tanaman
pangan, pengolahan, perdagangan dan konsumsi perdagangan hasil
pertanian, kebijakan dan pembiayaan, pelaku dan pemangku kepentingan,
serta model dan desain pengembangan komoditas unggulan
- Rencana aksi pengembangan kawasan.
Secara keseluruhan muatan master plan ini dirangkum dan disajikan secara
lengkap dalam dokumen yang terstruktur sesuai format penulisan, yang terdiri
dari :
RINGKASAN EKSEKUTIF
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Hasil Yang Diharapkan
D. Sasaran
E. Ruang Lingkup
II. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PENGEMBANGAN KAWASAN TANAMAN
PANGAN HORTIKULTURA
A. Komoditas dan Calon Lokasi
B. Visi Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten Kota
C. Misi Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten Kota
D.Tujuan Pengembangan Komoditas dan Kawasan Tanaman Pangan
E. Sasaran Pengembangan Komoditas dan Kawasan Tanaman Pangan
III. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Tinjauan Pustaka dan Hasil-Hasil Kegiatan Terdahulu
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
I-7
B. Tantangan dan Permasalahan Pembangunan Pertanian (Spesifik
Komoditas dan Kawasan)
C. Landasan Teori Pengembangan Kawasan dan Komoditas Unggulan
Tanaman Pangan
D.Kerangka Pemikiran Pelaksanaan Studi
E. Kerangka Pemikiran Penyusunan Masterplan dan Rencana Aksi
IV. METODOLOGI
A. Jenis data dan Sumbernya
B. Metode Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data
C. Metode Pendekatan dan Pelaksanaan Studi
D.Metode Penyusunan dan Rencana Aksi
V. POTENSI WILAYAH KOMODITAS UNGGULAN DAN KAWASAN TANAMAN
PANGAN
A. Aspek Kondisi Umum Wilayah
B. Aspek Agroekologis dan Lingkungan
C. Aspek Ekonomi dan Perekonomian
D.Aspek Kependudukan dan Sosial Budaya
E. Aspek Sarana dan Prasarana Penunjang
F. Aspek Pengolahan, Perdagangan dan Konsumsi Hasil Tanaman Pangan
G.Aspek Kelembagaan
H.Aspek Sumber Daya Manusia
I. Aspek Teknis
J. Aspek Gangguan Produksi
K. Aspek Kebijakan
L. Aspek Pertanian
VI. ANALISIS PERENCANAAN
A. Analisis Biofisik Sumberdaya Lahan
B. Analisis Ekonomi dan Perekonomian
C. Analisis Sarana dan Prasarana Penunjang
D.Analisis Kependudukan dan Sosial Budaya
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
I-8
E. Analisis Kelembagaan
F. Analisis Sumber Daya Manusia
G.Analisis Teknis Tanaman Pangan
H.Analisis Pengolahan, Perdagangan dan Konsumsi Perdagangan Hasil
Pertanian
I. Analisis Kebijakan dan Pembiayaan
J. Analisis Pelaku dan Pemangku Kepentingan (Keterkaitan antar Program
dan Antar Sentra dan Antar Kawasan atau Antar Klaster)
K. Analisis Model dan Desain Pengembangan Komoditas Unggulan
VII. RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KAWASAN
A. Strategi Pengembangan
B. Program Pengembangan
C. Rencana Aksi Pengembangan
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
II-1
VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARANPENGEMBANGAN KAWASAN TANAMANPANGAN
2.1. Komoditas dan Calon Lokasi
Penetapan komoditi unggulan tanaman pangan dilakukan berdasarkan
peran dan fungsi primer komoditi tersebut bagi masyarakat, serta kondisi dan
potensi sumberdaya yang tersedia. Secara umum kriteria
penentuan komoditas unggulan terdiri dari :
1. Lima Komoditas Pangan Utama (Padi, Jagung, Kedelai, Sapi dan Tebu), dan
40 Komoditass Unggulan Nasional berdasarkan Permentan Nomor: 50 tahun
2012 (Dibuat Pemeringkatan untuk 37 komoditas unggulan)
2. Komoditas yang sejalan dengan Koridor Ekonomi: Sawit dan Karet
(Sumatera-Kalimantan), Industri Pangan (Jawa), Jagung dan Sapi (Bali-
Nustra), Pangan (Sulawesi), Pangan dan Ternak (Papua-Maluku).
Untuk kriteria umum calon lokasi terdiri dari :
1. Berpotensi sumberdaya pertanian (selama ini sentra), sehingga memiliki
potensi pasar
2. Memanfaatkan kawasan yang sudah ada, namun dimungkinkan jika ingin
membangun kawasan baru.
3. Bisa di dalam satu kabupaten, lintas kabupaten, maupun lintas provinsi
4. Mempertimbangkan skala ekonomi kewilayahan (bukan skala ekonomi unit
usaha) dan keterkaitan ke belakang dan ke depan.
5. Mengacu pada peraturan Undang-undang, misal Undang-Undang 12/1992,
18/2004, 18/2009, 41/2009, Undang-Undang 13/2010, Undang-Undang
18/2012, dan Undang-Undang 19/2013.
2
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
II-2
6. Sejalan dengan Renstra Kementan, Kebijakan daerah (Renstrada Provinsi
dan Renstrada Kabupaten) dan mengacu ketentuan RTRW.
7. Adanya komitmen Kepala Daerah untuk membangun kawasan dimaksud.
Pada Provinsi Sumatera Selatan jenis komoditas unggulan telah
diusulkan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan secara nasional.
Berdasarkan hasil penilaian nasional yang berbasis pada kondisi dan potensi
sumberdaya serta peluang keberlanjutan ke depan dan dukungan dari
pemerintah setempat, maka ditetapkan komoditas pangan uggulan terdiri dari:
1. Padi
2. Jagung
3. Kedelai
Untuk calon lokasi kawasan ditentukan berdasarkan usulan dari
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, yang selanjutnya ditindaklajuti melalui
evaluasi di tingkat nasional. Hasil evaluasi dan penilaian di tingkat nasional
tentu saja tidak dapat mengakomodir keseluruhan usulan dikarenakan terdapat
keterbatasan dari aspek anggaran dan ketersediaan sumberdaya, sehingga
harus dilakukan seleksi dan penilaian terhadap keberlanjutannya ke depan. Dari
hasil evaluasi dan penilaian di tingkat nasional, maka ditentukan calon lokasi
kawasan berikut jenis komoditi yang dikembangkan pada kawasan, yang
ditetapkan melalui Keputusan Menteri Pertanian RI No : 03/Kpts/PD.120/1/2015
dan Kepmentan No : 45/Kpts/PD.200/1/2015 yang telah menetapkan kawasan
tanaman pangan di Sumatera Selatan meliputi:
1. Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) untuk kawasan tanaman padi.
2. Kabupaten OKU Timur (OKUT) untuk kawasan tanaman padi dan jagung.
3. Kabupaten Ogan Ilir (OI) untuk kawasan tanaman padi
4. Kabupaten Banyuasin untuk kawasan tanaman padi dan kedelai.
Ada dua daerah yang sudah menjadi sentra produksi padi sejak lama, namun
belum ditetapkan menjadi kawasan tanaman pangan, yaitu Kabupaten Musi
Rawas yang lahannya bersambung dengan Kota Lubuklinggau. Oleh karenanya
rencana pengembangan kawasannya dibahas dalam Master Plan ini.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
II-3
2.2. Visi Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota
Visi Pemerintah Pusat
Dengan mempertimbangkan masalah pokok bangsa, tantangan
pembangunan yang dihadapi dan capaian pembangunan selama ini, maka
visi pembangunan nasional untuk tahun 2015-2019 adalah:
“Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian
berlandaskan gotong-royong”.
Visi Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan
Dengan mempertimbangkan kemajuan yang telah dicapai pada periode
2008-2013; memperhatikan hasil analisis isu strategis; mengacu visi dan misi
Gubernur dan Wakil Gubernur yang terpilih untuk masa bakti 2013-2018;
mengikuti prioritas pembangunan RPJPD Provinsi Sumatera Selatan 2005-2025;
memperhatikan prioritas pembangunan nasional; merujuk pada tujuan nasional
yang tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945; serta
memperhatikan tujuan pembangunan millenium, maka visi pembangunan
Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2013-2018 adalah :
“Sumatera Selatan sejahtera, lebih maju dan berdaya saing internasional”
Penjelasan dari visi pembangunan Sumatera Selatan 2013-2018 adalah
sebagai berikut :
- Sejahtera mengarah kepada kondisi kehidupan masyarakat Sumatera
Selatan pada semua lapisan yang mampu memenuhi hak dasarnya lebih dari
hanya memenuhi kebutuhan dasar, dan sekaligus merasakan suasana yang
aman dan nyaman dalam berkehidupan dan berusaha. Hidup sejahtera
adalah hidup dalam kelimpahan yang tidak hanya keduniawian, tetapi
mampu menempatkan, memanfaatkan dan mengarahkan ke duniawian
tersebut menjadi sarana hidup masyarakat yang damai, penuh toleransi,
saling mendukung, tertib, disiplin dan profesional yang didukung dengan
sumberdaya manusia yang bermutu, handal dan profesional dalam setiap
aspek.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
II-4
- Lebih maju adalah keadaan Sumatera Selatan yang semakin maju dan
berkembang dalam berbagai dimensi pembangunan meliputi sarana dan
prasarana fisik, ekonomi dan sosial. Kemajuan daerah ditandai oleh tingkat
kenyamanan, kelancaran dan kemudahan mobilitas orang, barang dan jasa
baik untuk kepentingan material maupun spiritual. Sumatera Selatan yang
lebih maju juga berarti kondisi daerah yang memiliki infrastruktur ekonomi
yang baik, lengkap dan terpadu.
- Berdaya saing internasional menggambarkan kapasitas dan kapabilitas
daerah Sumatera Selatan yang berperan serta secara aktif dalam pergaulan,
kerjasama dan hubungan internasional. Penetrasi yang dilakukan dalam
berbagai kesempatan kegiatan skala internasional akan menghadirkan
daerah Sumatera Selatan yang menarik untuk menjadi tujuan investasi di
berbagai bidang. Terkandung di dalamnya kekayaan sumber daya manusia
dan sumber daya alam daerah Sumatera Selatan yang berlimpah, yang
masih harus dimanfaatkan secara profesional, inovatif, dan berkelanjutan
demi kemakmuran daerah dan kemaslatan masyarakat.
Secara keseluruhan visi tersebut menunjukkan bahwa Sumatera Selatan
dalam lima tahun ke depan akan mencapai : kemakmuran daerah,
kesejahteraan rakyat dan eksistensi Sumatera Selatan di lingkup nasional,
regional dan internasional.
Visi Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI)
Visi Pembangunan Kabupaten Ogan Komering Ilir tahun 2014-2019
adalah : "Terwujudnya masyarakat OKI yang maju, mandiri dan sejahtera
berlandaskan iman dan taqwa"
Visi pembangunan Kabupaten Ogan Komering Ilir Tahun 2014-2019 ini
menjadi cita-cita bagi pembangunan yang secara sistematis bagi
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan segenap pemangku kepentingan
pembangunan Kabupaten Ogan Komering Ilir. Penjelasan dari visi tersebut
adalah sebagai berikut:
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
II-5
- OKI Maju berlandaskan Iman dan Taqwa
Kondisi wilayah dan masyarakat yang memiliki infrastruktur perekonomian,
pendidikan, kesehatan air bersih, dan ketenagalistrikan, sehingga
berkemampuan mengikuti dan menyesuaikan dengan perkembangan global
namun tetap mempertahankan ciri identitas masyarakat Ogan Komering Ilir
yang majemuk, saling menghargai dan menghormati dalam bingkai
keluarga besar masyarakat Kabupaten Ogan Komering Ilir yang serasi dan
harmonis berlandaskan Iman dan Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
- OKI Mandiri berlandaskan Iman dan Taqwa
Kemampuan pemerintah daerah untuk menyelenggaranakan pemerintahan
dan pembangunan serta kemampuan masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya (sandang, pangan dan papan), serta dapat
berpatisipasi dalam pembangunan daerah dengan mengandalkan potensi
dan sumberdaya yang dimiliki, sehingga masyarakat lebih beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan tidak bergantung sepenuhnya
kepada pemerintah daerah.
- OKI sejahtera berlandaskan iman dan taqwa;
Berkurangnya jumlah penduduk miskin dan pengangguran, sekolah, usia
harapan hidup dan meningkatnya daya beli masyarakat, sehingga memiliki
penghidupan yang layak/seimbang jasmani dan rohani, berdaya saing,
memiliki rasa aman dan kepercayaan yang tinggi kepada pemerintah, serta
memilliki integritas dan moralitas sehingga dapat menikmati kehidupan yang
lebih mandiri dan maju, yang berlandaskan Iman dan Taqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
Visi Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (OKU Timur)
Visi Kabupaten OKU Timur tahun 2016-2021 adalah “Yakin OKU Timur
lebih baik, aman, nyaman tanpa jalan berlubang”.
Pejelasan Visi :
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
II-6
- Lebih Baik : adalah keadaan Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur yang
semakin maju dan berkembang dalam pembangunan baik sumber daya
manusia, sarana prasarana, perekonomian daerah dan sosial budaya. Lebih
baik juga dapat diartikan bahwa apa yang sudah dicapai pada masa
pemerintahan sebelumnya dapat ditingkatkan dengan lebih baik lagi demi
mencapai kesejahteraan rakyat di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur
secara keseluruhan.
- Aman : artinya terciptanya dan terwujudnya penciptaan keamanan dan
ketertiban yang ditujukan untuk menciptakan kondisi yang kondusif, dengan
tegaknya supremasi hukum yang mencerminkan kebenaran dan keadilan,
serta memperoleh legitimasi yang kuat dari masyarakat.
- Nyaman: artinya terciptanya suatu kondisi dimana kualitas lingkungan
terpelihara dengan baik melalui sinergitas lintas sektor sehingga dapat
memberikan kesegaran dan kesejukan bagi penghuninya. Kabupaten Ogan
Komering Ulu Timur yang nyaman adalah suatu kondisi dimana berbagai
kebutuhan dasar manusia seperti tanah, air, dan udara terpenuhi dengan
baik sehingga nyaman untuk ditinggali serta ruang-ruang kota dan
infrastruktur pendukungnya responsif terhadap berbagai aktifitas dan
perilaku penghuninya.
- Tanpa Jalan Berlubang : artinya bahwa jalan dan jembatan sebagai sarana
transportasi utama di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur selalu dalam
kondisi yang layak sehingga dapat mempercepat arus barang baik hasil
pertanian maupun kebutuhan masyarakat dengan dukungan seluruh elemen
masyarakat baik pemerintah, masyarakat maupun swasta.
Visi Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir (OI)
Visi daerah Kabupaten Ogan Ilir tahun 2005 – 2025 sebagai tertuang
dalam Rencana pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten
Ogan Ilir tahun 2005 – 2025 adalah :
“ Terwujudnya Ogan Ilir yang santri menuju masyarakat sejahtera “
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
II-7
Kata Santri mempunyai 2 pengertian pokok, yaitu :
1. Santri, dalam arti harfiah adalah aktifitas kehidupan sehari-hari dalam
masyarakat Ogan Ilir yang selalu dilandasi oleh nilai-nilai agama Islam,
2. Santri, sebagai singkatan dari subur, aman, nyaman, tertib, relegius dan
indah.
Sejahtera mengandung pengertian: kondisi yang dimiliki, dirasakan, dan
dinikmati oleh penduduk/masyarakat terhadap kebutuhan hak dasar hidupnya
untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat
sudah tercukupi atau melebihi. Kebutuhan dasar tersebut antara lain
kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, air bersih,
pertanahan, sumberdaya alam, lingkungan hidup, rasa aman, dan hak untuk
berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-
laki.
Visi Pemerintah Kabupaten Banyuasin
Visi Pemerintah Kabupaten Banyuasin tahun 2013-2018 adalah : “Banyuasin
sebagai kawasan mandiri dan berdaya saing”.
Visi Pemerintah Kabupaten Musi Rawas
Visi Pemerintah Kabupaten Musi Rawas tahun adalah “MURA SEMPURNA
2021 Sejahtera, Mandiri, Produktif, Unggul, Religius, Nyaman, dan Aman”.
2.3. Misi Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten Kota
Misi Pemerintah Pusat
1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan
wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan
sumberdaya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai
negara kepulauan.
2. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
II-8
berlandaskan negara hukum.
3. Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri
sebagai negara maritim.
4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan
sejahtera.
5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat
dan berbasiskan kepentingan nasional.
7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
Misi Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan
Berdasarkan visi pembangunan yang telah ditetapkan, maka misi
pembangunan Provinsi Sumatera Selatan tahun 2013-2018 adalah sebagai
berikut:
1. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi
Misi kesatu menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan
perlu ditopang oleh pertumbuhan dari sisi pengeluaran dan sisi produksi
yang seimbang agar peningkatan jumlah permintaan tidak diikuti oleh
tekanan inflasi yang tinggi. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi
diharapkan akan mendorong (1) peningkatan daya beli masyarakat, (2)
peningkatan iklim investasi, (3) peningkatan penyerapan anggaran dan
perbaikan kualitas belanja, serta (4) peningkatan daya saing ekspor. Dari
sisi produksi, pertumbuhan ekonomi diarahkan untuk mendorong (1)
peningkatan nilai tambah industri, (2) peningkatan perdagangan
antarwilayah, dan (3) peningkatan infrastruktur
2. Memantapkan stabilitas daerah
Misi kedua menekankan peningkatan stabilitas daerah melalui 3 (tiga)
aspek, yaitu: (1) stabilitas ekonomi dengan menjaga stabilitas harga dan
nilai tukar, (2) stabilitas sosial dengan mencegah konflik sosial, melalui (a)
pelaksanaan pembangunan dengan mempertimbangkan aspek pemerataan
dan keadilan; (b) pelaksanaan mekanisme perencanaan pembangunan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
II-9
partisipatif; dan (c) pelaksanaan program dan kegiatan yang bernuansa
membangun harmoni sosial; serta (3) stabilitas politik melalui: (a)
pemantapan pertahanan dan keamanandengan membangun kerjasama
keamanan dengan berbagai instansi maupun lembaga baik secara formal
maupun informal untuk mempermudah penanganan berbagai
permasalahan yang semakin komplek; serta meningkatkan peran dan
partisipatif aktif masyarakat dalam mengkritisi, menangani Kamtibmas,
meningkatkan kewaspadaan lingkungan atas berbagai kemungkinan
terjadinya aksi kejahatan, terutama kemungkinan terjadinya aksi terorisme;
(b) pemantapan pelaksanaan Pemilu dan Pemilukada dengan mendukung
penyelenggaraan Pemilu 2014 dan pemilukada; memelihara kebebasan sipil
dan hak-hak politik warga dengan memperhatikan dan menindaklanjuti
secara seksama Inpres No.2 Tahun 2013 tentang Penanganan Gangguan
Keamanan Dalam Negeri; serta memfasilitasi peningkatan peran dan
kapasitas forum-forum komunikasi seperti FKDPM dan FKUB.
3. Meningkatkan pemerataan yang berkeadilan
Misi ketiga mengutamakan pemerataan yang berkeadilan dengan
memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh masyarakat untuk
berperan serta dalam pembangunan dan menikmati hasil pembangunan.
Misi meningkatkan pemerataan yang berkeadilan diharapkan akan
mendorong (1) pemberdayaan melalui peningkatan partisipasi dan
perluasan pemanfaat; (2) peningkatan SDM yang berkualitas berbasis
kompetensi, dan (3) penanggulangan kemiskinan difokuskan kepada
pengembangan penghidupan yang berkelanjutan dan melakukan sinergi
dari seluruh pihak, termasuk kerjasama dan kemitraan pemerintah pusat,
pemerintah daerah, BUMN, swasta dan masyarakat.
4. Meningkatkan pengelolaan lingkungan yang lestari dan penanggulangan
bencana
Misi keempat menegaskan pelaksanaan konservasi dan pemanfaatan
lingkungan hidup dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
II-10
kesejahteraan yang berkelanjutan yang disertai dengan penguasaan dan
pengelolaan resiko bencana untuk mengantisipasi perubahan iklim. Misi ini
diharapkan akan (1) meningkatkan pengelolaan hutan dan lahan gambut
secara lestari untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
yang berkelanjutan; (2) mengendalikan kerusakan lingkungan, dengan
menurunkan pencemaran lingkungan melalui pengawasan ketaatan
pengendalian sumber-sumber pencemaran; (3) meningkatkan pengelolaan
Daerah Aliran Sungai secara terpadu; serta (4) meningkatkan kemampuan
penanggulangan bencana melalui: penguatan kapasitas aparatur
pemerintah, menjamin berlangsungnya fungsi sistem peringatan dini dan
menyediakan infrastruktur kesiapsiagaan.
Misi Kabupaten OKI
Dalam mewujudkan visi pembangunan Kabupaten Ogan Komering Ilir
tahun 2014-2019 tersebut ditempuh melalui 6 (enam) misi pembangunan
beserta pokok-pokok penjelasannya sebagai berikut:
1. Mewujudkan pembangunan dari desa
2. Meningkatkan kualitas dan profesionalisme aparatur pemerintah daerah
dalam menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan
masyarakat.
3. Meningkatkan kesejahteraan rakyat
4. Peningkatan pertumbuhan ekonomi
5. Mewujudkan penataan pemanfaatan dan peruntukan ruang yang ramah
lingkungan
6. Menciptakan kehidupan keagamaan, keamanan dan sosial-budaya.
Misi Kabupaten OKU
Untuk mencapai segala apa yang dicita-citakan sebagaimana terkandung
dalam visi diatas, maka rumusan misi Kabupaten Ogan Komering Ulu dalam
rangka pencapaian visi Kabupaten Ogan Komering Ulu ditetapkan dalam 4 misi:
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
II-11
1. Meningkatkan pembangunan masyarakat yang berkualitas, melalui
peningkatan peran sektor pendidikan, kesehatan, agama dan sektor
pembangunan lainnya.
2. Mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan merata, adalah dengan
upaya mendorong pengembangan sektor utama perekonomian Kabupaten
Ogan Komering Ulu yaitu sektor pertambangan dan penggalian, pertanian,
perdagangan dan jasa, industri sebagai penggerak ekonomi utama (prime
mover) dan menjadi tulang punggung tercapainya kesejahteraan
penduduk.
3. Mengembangkan prasarana dan sarana wilayah yang berkelanjutan,
dengan melalui peningkatan peran sektor infrastruktur, sehingga mampu
meningkatkan aktivitas perekonomian wilayah.
4. Mengembangkan tata pemerintahan yang baik, melalui peningkatan kinerja
aparatur, sehingga mampu memberikan pelayanan prima kepada
masyarakat yang didukung oleh perangkat daerah yang efektif, efisien,
aparatur yang profesional, infrastruktur yang memadai dalam suasana
politik, hukum dan Kamtibmas yang kondusif.
Misi Kabupaten OKU Timur
Misi pembangunan Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur adalah :
1. Mewujudkan infrastruktur yang layak;
2. Memberikan rasa aman dan nyaman dengan peningkatan sinergitas antara
masyarakat, pemerintah dan aparat keamanan;
3. Mewujudkan kualitas SDM yang profesional, berbudaya dan berakhlak
mulia yang berorientasi pada pelayanan publik;
4. Meningkatkan partisipasi masyarakat dala proses dan pemerataan
pembangunan;
5. Meningkatkan kesejahteraan, kualitas pendidikan dan kesehatan
masyarakat
6. Mengembangkan ekonomi kerakyatan berbasis pembangunan pertanian.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
II-12
Misi Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir
Misi daerah Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2005 – 2025 sebagai tertuang
dalam Rencana pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten
Ogan Ilir Tahun 2005 – 2025 adalah :
1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia yang berakhlak
mulia, sehat, berpendidikan, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Meningkatkan stabilitas keamanan, ketentraman dan ketertiban
masyarakat, dengan menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia (HAM) dan
demokrasi.
3. Meningkatkan kinerja Aparatur Pemerintah yang berakhlak mulia, jujur,
adil, sejahtera, profesional, dan akomodatif terhadap aspirasi masyarakat
serta mempermudah pelayanan terhadap masyarakat.
4. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam kerangka otonomi desa
dengan pengelolaan pembangunan dan perekonomian masyarakat desa.
5. Menjadikan Ogan Ilir sebagai kawasan pertumbuhan baru bidang
perdagangan, perindustrian dan pendidikan di selatan Kota Palembang.
6. Mengembangkan aksesibilitas, pemeliharaan sarana dan prasarana
perhubungan.
7. Mengembangkan zona agribisnis, agroindustri, industri kecil dan
menengah, penguatan kelembagaan dan pemasaran produk.
8. Mengelola Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup yang lestari dan
berkelanjutan.
9. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat sipil dalam perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan pembangunan.
10. Meningkatkan kualitas kehidupan dan peran perempuan dalam
pembangunan sehingga terdapat kesetaraan dengan kaum laki-laki sesuai
dengan kaidah pengarus-utamaan gender.
Misi Pemerintah Kabupaten Banyuasin
Misi pemerintah Kabupaten Banyuasin terdiri dari :
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
II-13
1. Meningkatkan Kualitas sumberdaya manusia.
2. Meningkatkan pengelolaan sumberdaya alam yang berwawasan
lingkungan.
3. Mewujudkan tata kelola pemerintah yang akuntabel
4. Meningkatkan pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
daerah
Misi Pemerintah Kabupaten Musi Rawas
Misi pemerintah Kabupaten Musi Rawas, meliputi :
1. Memperbaiki kualitas sumberdaya manusia dan infrastruktur
2. Menumbuhkembangkan sistem dan usaha agribsnis dan agroindustri
komoditi unggulan.
3. Mengembangkan usaha ekonomi produktif masyarakat non petani.
4. Meningkatkan kemandirian dan keberdayaan masyarakat dalam
pembangunan daerah dan pengelolaan sumberdaya alam yang ramah
lingkungan
5. Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang bersih, berwibawa dan
pelayanan prima.
6. Memantapkan pembangunan masyarakat yang religius menuju MURA
Darussalam.
7. Memastikan kondisi Kabupaten Mura yang lebih aman dan nyaman untuk
berinvestasi, menarik, dan berkesan untuk dikunjungi.
2.4. Tujuan Pengembangan Komoditas dan Kawasan TanamanPangan
Secara nasional, tujuan pengembangan komoditas dan kawasan
tanaman pangan adalah mendukung tercapainya empat target sukses
Kementerian Pertanian, yaitu :
1. Pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan;
2. Peningkatan diversifikasi pangan,
3. Peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor; serta
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
II-14
4. Peningkatan kesejahteraan petani.
Adapun maksud dari pengembangan kawasan pertanian tanaman pangan
adalah :
1. Merencanakan dan menetapkan sasaran dan lokasi kegiatan untuk
mendukung pencapaian target produksi/populasi dan produktivitas 5 (lima)
komoditas pertanian strategis (padi, jagung, kedelai, daging sapi dan gula)
serta komoditas unggulan nasional lainnya;
2. Terfokusnya pengembangan komoditas pertanian strategis dan unggulan
nasional secara komprehensif dan terpadu dari aspek hulu, hilir maupun
aspek penunjangnya dalam rangka mewujudkan sinergitas dan pengutuhan
pembangunan pertanian yang berbasis kawasan;
3. Mendorong sinergitas perumusan dan implementasi kebijakan nasional dan
daerah dalam pengembangan 5 komoditas strategis dan komoditas
unggulan Kementerian Pertanian RI sesuai dengan kondisi agroekosistem di
setiap wilayah guna mendukung tercapainya 4 target sukses Kementerian
Pertanian; dan
4. Meningkatkan kapasitas perencana dan perencanaan dalam pengembangan
komoditas strategis dan unggulan nasional yang berbasis kinerja,
berorientasi hasil dan berkerangka pengeluaran jangka menengah guna
mendukung tercapainya tujuan pembangunan yang berdimensi
kewilayahan.
Selaras dengan tujuan nasional, maka untuk Provinsi Sumatera Selatan,
tujuan pengembangan komoditas dan kawasan tanaman pangan tersebut
adalah :
1. Mendukung kebijakan Kementerian Pertanian dalam mengimplementasikan
kebijakan pengembangan kawasan tanaman pangan;
2. Mengarahkan perencanaan kawasan tanaman pangan selaras dengan
kebijakan nasional;
3. Meningkatkan kinerja pengembangan kawasan tanaman pangan secara
terukur.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
II-15
4. Membangun sentra-sentra produksi tanaman pangan di kawasan berbasis
komoditas padi, jagung dan kedelai di Provinsi Sumatera Selatan.
2.5. Sasaran Pengembangan Komoditas dan Kawasan TanamanPangan
Sasaran yang diharapkan dari pengembangan komoditas dan kawasan
tanaman pangan adalah:
1. Terjaminnya dukungan perencanaan wilayah dalam penyelenggaraan
program dan kegiatan pembangunan pertanian yang terkait dengan
pencapaian target dan perlindungan lahan berkelanjutan bagi komoditas
strategis nasional guna mewujudkan ketahanan pangan, peningkatan nilai
tambah, daya saing dan ekspor serta peningkatan kesejahteraan petani;
2. Terumuskannya instrumen untuk mendukung perencanaan wilayah bagi
Kepala Daerah dalam menetapkan kebijakan operasional dalam
merencanakan dan mengimplementasikan Rencana Umum Tata Ruang
Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota; dan
3. Terumuskannya bahan koordinasi lintas sektoral dan lintas jenjang
pemerintahan dalam meningkatkan daya saing wilayah dan komoditas
strategis dan komoditas unggulan pertanian nasional.
Indikator outcome dari pengembangan komoditas dan kawasan tanaman
pangan adalah:
Aspek Manajemen :
1) Tersusunnya master plan dan rencana aksi pengembangan kawasan
pertanian secara komprehensif di daerah;
2) Adanya kerjasama lintas sektoral dalam pengembangan kawasan
pertanian di daerah;
3) Tersedianya alokasi anggaran non APBN Kementan yang mendukung
pengembangan kawasan pertanian secara berkelanjutan (multy years).
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
II-16
Aspek Teknis :
1) Meningkatnya produksi, produktivitas, dan mutu komoditas unggulan yang
dikembangkan;
2) Meningkatnya aktivitas pasca panen dan kualitas produk;
3) Meningkatnya aktivitas pengolahan dan nilai tambah produk;
4) Meningkatnya jaringan pemasaran komoditas;
5) Meningkatnya pendapatan pelaku usaha komoditas;
6) Meningkatnya penyerapan tenaga kerja dan kesempatan berusaha;
7) Meningkatnya aksesibilitas terhadap sumber pembiayaan, pasar input dan
output, teknologi dan informasi.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-1
TINJAUAN PUSTAKA DANKERANGKA PIKIR
3.1. Tinjauan Pustaka Pengembangan Kawasan dan KomoditasUnggulan Tanaman Pangan
Ada empat target utama pembangunan pertanian yang ditetapkan
Pemerintah melalui Kementerian Pertanian yaitu: (1) mewujudkan pencapaian
swasembada dan swasembada berkelanjutan, (2) mewujudkan peningkatan
diversifikasi pangan, (3) mewujudkan peningkatan nilai tambah, daya saing,
dan ekspor, serta (4) mewujudkan peningkatan kesejahteraan petani (Ditjen
Tanaman Pangan, 2012). Khusus pada pembangunan sub sektor tanaman
pangan, pencapaian keempat sasaran utama tersebut diharapkan dapat
memberikan dampak kinerja yang signifikan bagi pemenuhan kebutuhan
nasional dan ketahanan pangan nasional. Baik kebutuhan pangan, kebutuhan
pakan, kebutuhan energi maupun kebutuhan bahan baku untuk industri
lainnya. Selain itu, dampak kinerja pembangunan tanaman pangan juga
diharapkan dapat mengurangi jumlah kemiskinan dan meningkatkan
pendapatan negara. Dalam hal ini, pembangunan tanaman pangan
dikelompokkan pada pengembangan komoditas utama seperti padi, jagung,
kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi jalar, dan ubi kayu; serta komoditas
alternatif.
Adapun strategi pencapaian produksi tanaman pangan melalui empat
strategi yaitu: (1) peningkatan produktivitas, (2) perluasan areal dan optimasi
lahan, (3) penurunan konsumsi beras dan pengembangan diversifikasi pangan,
dan (4) peningkatan manajemen. Arah dan kebijakan Program Peningkatan
Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai
Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan diprioritaskan pada: (1) Komoditi
3
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-2
utama dan unggulan nasional antara lain padi, jagung, dan kedelai, dan (2)
Komoditi alternatif/unggulan daerah (lokal).
Penuangan arah dan kebijakan pembangunan pertanian terutama
berkaitan dengan tanaman pangan dikonsolidasikan dalam berbagai rancangan
program. Pada sub sektor tanaman pangan, tahun 2012 terdapat program
peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu tanaman pangan untuk
mencapai swasembada dan swasembada berkelanjutan. Program ini difokuskan
pada penguatan aspek ketersediaan pangan bersumber dari produksi dalam
negeri, baik dalam kuantitas maupun kualitas (Ditjen Tanaman Pangan, 2012).
Oleh karena itu, dengan kerangka percepatan dan perluasan pembangunan
ekonomi maka pembangunan pertanian khususnya tanaman pangan memiliki
urgensi sangat penting untuk terus ditingkatkan. Berbagai informasi hasil kajian
termasuk kondisi produksi (penawaran) dan permintaan pangan utama serta
kebijakan pengembangan eksisting, permasalahan yang dihadapi dan kebijakan
pengembangan kedepan menjadi informasi penting dalam upaya percepatan
dan perluasan pembangunan ekonomi nasional.
Pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai tujuan agar suatu
wilayah berkembangan menuju tingkat perkembangan yang diinginkan. Salah
satu pendekatan yang perlu dipertimbangkan untuk pengembangan wilayah
adalah pengembangan sektor. Suatu wilayah dapat berkembangan melalui
berkembangnya sektor unggulan pada wilayah tersebut yang dapat mendorong
perkembangan sektor lain.
Salah satu sektor yang kerap kali mendapatkan perhatian cukup besar
dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam
pembangunan ekonomi adalah sektor pertanian. Sektor pertanian dapat
menjadi basis dalam menggambarkan kegiatan ekonomi pedesaan melalui
usaha berbasis pertanian yaitu agribisnis. Usaha yang berbasis agribisnis
merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penanganan komoditi
pertanian dalam arti luas meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai
produksi. Pengolahan masukan dan keluaran produksi, atau lazim disebut
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-3
dengan sektor agroindustri, bidang pemasaran dan kelembagaan sebagai
penunjang kegiatan dalam agribisnis.
Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu wilayah dimana hampir
seluruh kabupatennya memiliki potensi di sektor pertanian. Hingga saat ini
sektor pertanian masih menjadi sektor utama pendukung perekonomian di
Sumatera Selatan. Potensi sektor pertanian yang cukup besar juga dapat
terlihat dari mata pencaharian penduduk di wilayah ini yang sebagian besar
bekerja sebagai petani, yaitu sebesar 58%.
Peran penting sektor pertanian di Sumatera Selatan tersebut juga
tercermin dari kontribusi sektor ini terhadap pendapatan Pemerintah Provinsi
Sumatera Selatan. Dari data sebaran kontribusi pendapatan dari berbagai
sektor di Sumatera Selatan tahun 2015 terdata bahwa sektor ini menjadi tiga
sektor andalan penyumbang pendapatan Provinsi Sumatera Selatan. Dari data
BPS Provinsi Sumatera Selatan (2015), berdasarkan harga berlaku, terdapat
tiga lapangan usaha yang memberikan peranan cukup besar terhadap PDRB,
yaitu pertambangan diikuti oleh industri pengolahan, serta pertanian,
perkebunan, dan perikanan. Pada tahun 2015 peranan masing-masing
lapangan usaha di atas secara berurutan adalah 21,9 persen, 18,3 persen,
dan 16,6 persen. Dibanding kondisi tahun sebelumnya, peran industri
pengolahan meningkat sebesar 5,2 persen. Sedangkan pertambangan dan
penggalian dan pertanian menurun masing-masing sebesar 8,4 persen dan 6,7
persen.
Pada sub sektor pertanian yang merupakan bagian dari sektor pertanian,
perkebunan dan perikanan, kontribusi tersebut berasal dari bidang pertanian
tanaman pangan dan hortikultura, yang didominasi dari sub sektor tanaman
pangan. Kondisi ini menunjukkan bahwa subsektor tanaman pangan selalu
memberikan kontribusi yang cukup besar dibandingkan dengan subsektor –
subsektor lainnya, meskipun trennya tidak selalu menunjukan peningkatan dari
tahun ke tahun. Besarnya peranan sektor pertanian terhadap Provinsi Sumatera
Selatan ini tidak terlepas dari upaya wilayah ini untuk mempertahankan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-4
penggunaan lahan khususnya pada usaha pertanian, serta program-program
kerja pemerintah daerah yang konsisten terhadap pengembangan bidang
pertanian.
Namun, dalam perkembangannya, subsektor tanaman pangan di Provinsi
Sumatera Selatan sebagian besar hanya bergerak pada usaha budidaya (on
farm) saja tanpa diikuti pembangunan agribisnis yang dapat meningkatkan
nilai tambah pada komoditas unggulan tanaman pangan. Teknologi pasca
panen yang seharusnya mampu meningkatkan nilai tambah produk belum bisa
dilakukan dengan baik. Hal tersebut disebabkan karena masih rendahnya
penguasaan teknologi pengolahan produk pertanian yang berakibat rendahnya
nilai tambah produk karena sebagian besar produk dijual dalam bentuk bahan
baku, sehingga penduduk yang bermata pencaharian di sektor pertanian belum
menikmati hasil yang maksimal, khususnya melalui usaha pada jenis komditas
unggulannya.
Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang memiliki posisi
strategis, berdasarkan baik pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim)
maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan
sumber daya manusia, infrastruktur, dan kondisi sosial budaya setempat),
untuk dikembangkan di suatu wilayah.
Alkadri (2001) mengemukakan beberapa kriteria dalam penentuan suatu
komoditas unggulan, antara lain :
a. Komoditas unggulan tersebut dapat memberikan kontribusi yang signifikan
pada peningkatan produksi, pendapatan dan pengeluaran.
b. Mampu bersaing dengan produk sejenis dari wilayah lain di pasar nasional
dan internasional, baik dalam harga produk, biaya produksi dan kualitas
pelayanan.
c. Memiliki keterkaitan dengan wilayah lain, baik dalam hal pasar (konsumen)
maupun pemasokan bahan baku.
d. Memiliki status teknologi yang terus meningkat, terutama melalui inovasi
teknologi.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-5
e. Mampu menyerap tenaga kerja yang berkualitas secara optimal sesuai
dengan skala produksinya.
f. Dapat bertahan dalam jangka panjang tertentu, mulai dari fase kelahiran,
pertumbuhan, hingga fase kejenuhan atau penurunan.
g. Tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal.
h. Pengembangan harus mendapatkan berbagai bentuk dukungan, misalnya
keamanan, sosial, budaya, informasi dan peluang pasar, kelembagaan,
fasilitas insentif / disinsentif dan lain-lain.
i. Pengembangan berorientasi pada kelestarian sumberdaya dan lingkungan.
Saragih (2001) mengatakan bahwa komoditas unggulan diartikan
sebagai komoditas basis yaitu komoditas yang dihasilkan secara berlebihan
dalam pengertian lebih untuk digunakan masyarakat dalam suatu wilayah
tertentu sehingga kelebihan tersebut dapat dijual keluar wilayah tersebut.
Sebagai akibat upaya transfer keluar wilayah tersebut maka terciptalah
kegiatan-kegiatan pendukung yang dapat meningkatkan nilai tambah serta
memperluas kesempatan kerja.
3.2. Tinjauan Pustaka dan Hasil-Hasil Kegiatan Terdahulu
Pada tahun 2015, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
Provinsi Sumatera Selatan bekerjasama dengan Universitas Sriwijaya telah
melaksanakan Kajian Komoditi Unggulan Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura di Provinsi Sumatera Selatan. Kajian tersebut dilakukan di seluruh
wilayah-wilayah sentra tanaman pangan dan hortikultura di Provinsi Sumatera
Selatan. Hasil kajian tersebut menunjukkan bahwa pada komoditi tanaman
pangan yang memiliki keunggulan komparatif di Sumatera Selatan adalah :
1. Untuk komoditi padi menjadi sektor basis dan memiliki keunggulan
komparatif di Kabupaten Banyuasin, OKU Timur, OKI, Musi Rawas, Musi
Banyuasin dan Ogan Ilir.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-6
2. Untuk komoditi jagung menjadi sektor basis dan memiliki keunggulan
komparatif di Kabupaten Banyuasin, Empat Lawang, Musi Banyuasin, OKI,
OKU, OKU Selatan, dan Kabupaten OKU Timur.
3. Untuk komoditi kedelai menjadi sektor basis dan memiliki keunggulan
komparatif di Kabupaten Lahat, OKU Selatan, Musi Rawas, Musi
Banyuasin, dan OKU Timur.
Dari hasil kajian yang telah dilakukan oleh Dinas Pertanian, Perikanan
dan Kehutanan Kota Palembang di tahun 2015 tentang Model Industri Hilir
Berbasis Bahan Baku Produksi Komoditi yang diusahakan di Kawasan
Agrowisata Gandus menunjukkan bahwa Kota Palembang meskipun bukanlah
wilayah produsen pertanian di Provinsi Sumatera Selatan, namun memiliki
kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan agropolitan, yang menjadikan
sektor pertanian sebagai basis pembangunan wilayah. Kawasan Agropolitan
Gandus merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi pertanian dengan
variasi yang cukup beragam meskipun tidak terlalu besar jika dibandingkan
wilayah-wilayah produsen lainnya di Sumatera Selatan. Di setiap sub sektor
pertanian yang terdiri dari kelompok tanaman pangan dan hortikultura,
perkebunan, peternakan dan perikanan masing-masing memiliki potensi yang
tinggi untuk dikembangkan pada sektor hilirnya. Pada komoditi pangan, jenis
komoditi yang mendominasi adalah padi, jagung dan kedelai. Pada kelompok
hortikultura, meskipun tidak banyak, Kota Palembang juga memiliki berbagai
potensi sayuran dataran rendah, dan berbagai jenis buah tropis yang memiliki
ciri khas lokal. Untuk sub sektor perkebunan tidak terdapat jenis komoditi yang
menonjol dikarenakan ketersediaan lahan di Kota Palembang untuk sektor
perkebunan sangat terbatas.
Keanekaragaman bahan baku pertanian yang dapat diolah menjadi
produk industri agro di Kota Palembang sangat mendukung perkembangan
industri agro yang memang memiliki keterkaitan yang erat dikarenakan bahan
baku industri agro bertumpu pada produksi dari hasil-hasil komoditi pertanian.
Saat ini perkembangan industri agro di Kota Palembang sudah berjalan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-7
dengan baik, namun masih memiliki keterbatasan pada jenis produk yang
masih didominasi barang setengah jadi. Diversifikasi produk industri agro
sudah dilakukan, namun sampai saat ini perkembangannya belum berjalan
dengan baik.
Beberapa komoditi pertanian yang sekarang dikembangkan menuju
produk industri agro melalui penerapan teknologi, sehingga produk mentah
menjadi produk industri agro telah dilakukan di Kota Palembang, meskipun
ketersediaan bahan baku masih banyak dipasok dari wilayah lain. Produksi
bidang pertanian yang sekarang mulai dikembangan di Kota Palembang hingga
menjadi produk industri agro tersebut terdiri dari:
- Produksi padi melalui teknologi pengeringan dan penggilingan menjadi
produk industri agro dalam bentuk beras.
- Ubi kayu melalui teknologi sortasi, pemarutan, ekstraksi, pengayakan, dan
pengeringan menjadi produk industri agro dalam bentuk tepung tapioka.
- Getah karet melalui teknologi penggumpalan (koagulan), pengepresan,
pembentukan, pengasapan menjadi karet sheet asap (RSS).
- Kopi melalui teknologi pengeringan, penggorengan, dan penggilingan
menjadi produk industri agro dalam bentuk kopi bubuk.
- Ikan melalui teknologi penggilingan, perebusan dan penggorengan menjadi
produk industri agro seperti pempek, kerupuk, dan nugget ikan.
Disamping produk-produk tersebut, masih terdapat jenis komoditi lain
yang telah diolah melalui teknologi pengolahan hingga menjadi produk industri
yang siap dipasarkan. Produk-produk industri unggulan yang telah
dikembangkan di Kota Palembang tersebut diolah dalam skala rumah tangga
maupun industri besar. .
Untuk penyusunan master plan kawasan yang selaras juga sebelumnya
telah dilakukan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi
Sumatera Selatan, diantaranya di tahun 2014 telah disusun Rencana Induk
(Master Plan) Pengembangan Agrowisata di Kabupaten Lahat Sumatera
Selatan. Hasil kajian tersebut yang seyogyanya juga merekomendasikan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-8
pengembangan suatu wilayah dengan pola kawasan. Dari hasil penyusunan
master plan tersebut dapat dijelaskan bahwa Pengembangan Agrowisata
merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kinerja pembangunan
pertanian daerah yang dipadukan dengan pengembangan potensi wisata yang
berbasis pada kekayaan sumberdaya alam setempat. Setiap daerah yang
berbasis pertanian memiliki potensi untuk mengembangkan pola agrowisata ini,
namun perlu didahului dengan penyusunan rencana induknya yang kemudian
dilanjutkan dengan rencana rekayasa rincinya. Selain itu dalam pelaksanaan
programnya mesti didukung dengan dana pembangunan fisik dan infrastruktur
yang relevan dan dibutuhkan serta adanya komitmen semua pihak yang terkait,
bukan hanya menjadi tanggung jawab instansi yang langsung bergerak di
bidang pertanian saja.
Begitu pula dengan upaya pengembangan agrowisata di Wilayah
Kelurahan Pagar Agung, Kecamatan Lahat, Kabupaten Lahat dengan potensi
pertanian, terutama hortikulturanya yang sangat bagus untuk dikembangkan
sebagai objek pariwisata pedesaan. Kondisi pemandangan alam yang bagus
dan udara yang cukup sejuk menjadi pelengkap dari potensi yang dimiliki
sebagai sebagai modal pengembangan agrowisata. Wilayah Pagar Agung yang
direncanakan menjadi wilayah sentra agrowisata sebagai bagian dari
Kecamatan Lahat merupakan wilayah pertanian yang meskipun bukan sentra
produksi komoditi pertanian di Kabupaten Lahat, namun dapat penjadi
pajangan (display) yang representatif karena memiliki hampir semua jenis
komoditi pertanian dan perkebunan yang termasuk kategori tanaman pangan
(padi), buah-buahan (durian, duku, lengkeng, alpukat, belimbing, jeruk, jambu,
mangga, manggis, dsb), sayur-sayuran (kentang, bawang merah. bayam,
kangkung, kacang panjang, dsb) serta dari jenis komoditi perkebunan (karet,
kelapa sawit, lada, kakao, kemiri, pinang, dan lain-lain). Selain itu, dukungan
potensi perikanan dan peternakan serta keindahan alam yang berasal dari air
(air terjun dan sungai) dan ditambah kekayaan budaya peninggalan sejarah
yang lokasinya saling berdekatan membuat daerah ini menjadi potensi yang
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-9
strategis untuk dikembangkan sebagai pusat agrowisata yang terintegrasi.
Keberadaan berbagai potensi tersebut saat ini belum diberdayakan
secara optimal untuk meningkatkan pendapatan masyarakat setempat dan
sekaligus pendapatan daerah melalui pengembangan agrowisata, untuk itu
sudah saatnya wilayah ini menjadi pusat perhatian untuk dibentuk menjadi
wilayah agrowisata yang potensial melalui berbagai kegiatan pertanian dan
produk budaya serta penonjolan nuansa pedesaan yang alami yang dapat
menjadi alternatif untuk mendiversifikasikan produk wisata, memberikan
pengalaman baru kepada wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Lahat dan
mendiversifikasikan kegiatan ekonomi masyarakat desa setempat. Program-
program pengembangan yang bersifat fisik maupun non fisik tentu saja
dibutuhkan guna mewujudkan rencana tersebut. Koordinasi yang baik antar
instansi pemerintah dan kerjasama dengan pihak swasta menjadi hal yang
wajib untuk dilaksanakan, begitu juga dengan partisipasi masyarakat setempat
serta berbagai kearifan lokal harus diberdayakan dalam mendukung
perwujudan wilayah agrowisata ini.
Untuk mengembangkan Kelurahan Pagar Agung Kecamatan Lahat
menjadi kawasan agrowisata, maka Pemerintah Kabupaten Lahat harus
menyiapkan komoditi unggulan pertanian daerah, sarana dan prasarana yang
memadai serta sumberdaya manusia yang berkualitas di bidang pariwisata.
Guna memenuhinya, tentu saja dibutuhkan peran aktif sektor pendidikan
pariwisata dalam upaya menyiapkan sumberdaya manusia yang berkualitas di
bidang pariwisata. Selain itu peran Pemerintah Daerah di provinsi dan
kabupaten/kota (Dinas Pariwisata, Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Dinas
Pekerjaan Umum, Dinas Perikanan dan Dinas Pendidikan dan lain-lain) dalam
pengembangan agrowisata perlu ditingkatkan khususnya dalam sinergitas,
kerjasama dengan dunia pendidikan dan dunia bisnis dengan melibatkan
masyarakat.
Salah satu titik krusial yang perlu dicermati adalah pengenalan lokasi dan
pemasaran komoditi yang di kembangkan di kawasan agrowisata ini. Pada
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-10
tahap awal diperlukan kerjasama dengan SKPD terkait, terutama Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pariwisata dan Dinas Perdagangan.
Kerjasama dengan Dinas Pendidikan dapat dibangun dengan cara membuat
kegiatan kunjungan agrowisata bagi sekolah-sekolah di Kabupaten Lahat secara
bergiliran setiap minggu ke lokasi agrowisata tersebut, mulai dari taman kanak-
kanak hingga SLTA. Kegiatan seperti ini juga dapat dimanfaatkan untuk
menumbuhkan minat dan kecintaan terhadap duna pertanian. Peran Dinas
Perdagangan dan Dinas Pariwisata terkait dengan promosi perdagangan dan
wisata ke masyarakat di luar daerah dalam lingkup nasional maupun
internasiona yang dapat dilakukan secara langsung maupun bekerjasama
dengan pemerintahan provinsi dan pemerintah pusat dalam jangka menengah
maupun jangka panjang. Selanjutnya, peran swasta nasional nampaknya juga
perlu digalakkan dengan memberikan fasilitasi untuk mendukung
pengembangan kawasan agrowisatanya sendiri, menjadi mitra usaha
pemasaran komoditi yang dikembangangkan di wilayah Kabupaten Lahat
dalam koordinasi agrowisata, maupun dalam promosi wisata di lokasi tersebut
dan pembangunan lokasi agrowisata lainnya di masa mendatang.
3.3. Tantangan dan Permasalahan Pembangunan Pertanian (SpesifikKomoditas dan Kawasan)
Tantangan dan permasalahan pembangunan pertanian khususnya
pembangunan untuk komoditi tanaman pangan (padi, jagung dan kedelai)
diidentifikasi melalui informasi langsung dari petani pelaksana itu sendiri, serta
analisis kondisi di lapangan. Dari hasil FGD di setiap lokasi kajian menunjukkan
bahwa yang menjadi tantangan dan permasalahan utama pada pembangunan
komoditi pangan (padi, jagung dan kedelai) adalah rendahnya modal usaha.
Ketidak berdayaan petani terhadap penguasaan modal usaha serta
lemahnya petani terhadap aksesibilitas ke lembaga modal menjadikan mereka
cenderung memanfaatkan peluang untuk mendapatkan modal dari lembaga
finansial non formal baik pedagang pengumpul maupun fihak lainnya. Hal ini
lebih disebabkan karena urusan yang praktis dalam upaya
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-11
mendapatkan bantuan modal serta urusan yang praktis juga dalam hal
memasarkan produk. Disamping itu karena tidak adanya peluang lain untuk
mendapatkan bantuan modal yang lebih mudah selain dengan lembaga
finansial non formal tersebut walau harus membayar dengan bunga yang
tinggi. Akan tetapi dengan adanya hubungan antara keduanya melalui pinjaman
tersebut berarti bahwa kesempatan untuk memasarkan produk ketempat lain
telah tertutup.
Rendahnya modal menyebabkan petani tidak mampu menjangkau
sarana produksi yang ada seperti bibit unggul, pupuk dan obat-obatan yang
sebenarnya tersedia di kios-kios setempat. Harga benih jagung unggul Rp
45.000/kg merupakan harga yang sangat tinggi bagi petani. Dengan adanya
program SLPTT tersebut disatu sisi dapat membantu petani terutama dalam
penyediaan sarana produksi maupun aplikasi teknologi, akan tetapi disisi lain
menjadikan ketergantungan terhadap adanya bantuan yang cenderung
meningkat.
Salah satu program yang dicanangkan pemerintah untuk meningkatkan
ketahanan pangan adalah program SLPTT dan BLBU. Program SLPTT dan
program BLBU merupakan program yang telah dilaksanakan di tingkat/wilayah
kelompok tani. Memang dengan adanya program tersebut petani merasa
terbantu terutama dengan adanya bantuan bibit seperti bibit jagung unggul
BISI-2, Nusantara, Kuda terbang dan merk lainnya. Akan tetapi program
tersebut belum semua anggota kelompok mendapatkannya. Pada tahun 2010
semua anggota pernah mendapatkan bantuan berupa bibit jagung sebanyak 15
kg/ha, pupuk Urea 100 kg/ha dan Ponskha 100 kg/ha. Sedangkan tahun
berikutnya bantuan tersebut sudah tidak ada lagi. Bantuan tersebut sebenarnya
merupakan stimulan agar petani mau menerapkan teknologi yang ada,
sehingga produksinya diharapkan dapat meningkat. Akan tetapi upaya tersebut
belum mencapai sasaran yang diinginkan dan petani masih tetap menggunakan
varitas lokal yang produksinya lebih rendah. Permasalahan utama adalah modal
usahatani yang masih lemah.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-12
Sarana produksi merupakan hal yang sangat penting untuk keberhasilan
budidaya tanaman pangan baik tanaman padi, jagung maupun kedelai. Akan
tetapi permasalahan utama yang dihadapi kelompok tani adalah ketersediaan
benih unggul. Sebenarnya ketersediaan benih unggul tersebut tidak masalah,
mengingat hampir semua kios Saprodi senantiasa menyediakan benih unggul
tersebut terutama jagung. Akan tetapi sehubungan dengan adanya
ketergantungan petani terhadap bantuan pemerintah, maka kesadaran petani
untuk membeli benih sendiri masih rendah. Adanya bantuan benih di satu sisi
menguntungkan petani, akan tetapi disisi lain menjadikan ketergantungan.
Permasalahan lainnya adalah adanya keterlambatan pengiriman/droping
bantuan benih, menjadikan petani beralih ke penggunaan benih jagung lokal
yang biasa mereka gunakan.
Hal tersebut disebabkan karena persiapan lahan untuk penanaman yang
telah dilakukan, akan tetapi bibit yang dijanjikan belum juga datang. Sehingga
petani memanfaatkan benih bantuan ditanam pada musim berikutnya. Guna
meningkatkan produktivitas komoditi tanaman pangan, maka salah satu sarana
yang tidak bisa diabaikan adalah keberadaan penyuluh pertanian di lapangan
dan bantuan bibit, pupuk dan obat-obatan.
Sementara dalam hal pengembangan tanaman pangan khususnya padi,
jagung dan kedelai, maka dilihat dari tingkat produktivitas padi yang dihasilkan
menunjukkan bahwa pada periode pelaksanaan Program Upsus Pajale tahun
2015-2016, telah terjadi peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai sesuai
harapan meskipun tidak merata pada setiap area produksi. Untuk padi rerata
produktivitasnya mencapai 5 ton per Ha. Pada tahun 2015 petani dihadapkan
pada masalah kemarau panjang sehingga terjadi kesulitan untuk mendapatkan
air. Selain itu serangan hama tikus juga menjadi kendala utama disamping
adanya jenis hama dan penyakit lainnya.
Selain padi, jagung juga menjadi komoditas unggulan untuk sektor
pangan. Namun demikian permasalahan utama dalam hal teknologi yang
masih banyak dihadapi oleh kelompok tani adalah teknologi pasca panen,
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-13
terutama minimnya ketersediaan alat pengering dan pemipil jagung. Alat ini
masih terbatas, sehingga dari alat yang ada digunakan secara bergiliran.
Disamping itu permasalahan lain adalah pemanfaatan pupuk kandang masih
relatif sedikit. Kotoran ternak sapi yang ada sebagian besar belum
termanfaatkan. Kesadaran petani akan pemanfaatan pupuk kandang masih
sangat lemah. Sehingga banyak pupuk kandang yang sebenarnya dapat
dimanfaatkan sebagai substitusi kebutuhan pupuk, justru tidak dimanfaatkan
dan terbuang begitu saja.
Untuk sementara ini upaya penanggulangan masalah tersebut dilakukan,
melalui bantuan sarana produksi berupa bibit jagung, pupuk dan obat-obatan
dan peralatan pasca panen melalui Program Upsus Pajale. Akan tetapi
bantuan program yang disalurkan ke kelompok tani tersebut menunjukkan
bahwa disamping tidak kontinyu, juga dalam jumlah terbatas.
Dari hasil beberapa kajian yang dilakukan oleh peneliti dari Universitas
Sriwijaya pada kurun waktu 5 tahun terakhir (2011-2015) menunjukkan bahwa
secara umum permasalahan yang masih menjadikan kendala dalam kegiatan
berusaha tani tanaman pangan diantaranya adalah :
Luas areal lahan sawah cenderung sudah sulit untuk dikembangkan lagi
mengingat hampir sebagian besar lahan yang ada sudah berbentuk lahan
sawah, terbatasnya lahan tidur yang bisa dijadikan areal perluasan lahan
sawah menyebabkan kegiatan perluasan areal persawahan sudah sulit untuk
dilakukan lagi.
Semakin meningkatnya kegiatan pembangunan fisik baik pembangunan
fasilitas perumahan maupun sarana prasarana lainnya yang banyak
memanfaatkan lahan sawah yang semakin meningkat dan semakin sulit
dikendalikan menyebabkan semakin mempercepat terjadinya konversi lahan
pertanian terutama lahan sawah beririgasi teknis.
Peningkatan produksi padi selain terancam oleh adanya konversi lahan
sawah juga sangat ditentukan oleh keseriusan pelaksanaan di lapangan
terutama oleh petani sendiri. Kegiatan usahatani yang tidak diimbangi oleh
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-14
adanya pendampingan terutama oleh kehadirannya tenaga penyuluh sangat
sulit untuk mempertahankan produktivitas yang tinggi. Kehadiran penyuluh
dalam mengatasi setiap permasalahan yang ada di lapangan sangat
diharapkan oleh petani.
Masalah ketersediaan sarana irigasi yang belum merata. Secara umum
irigasi merupakan salah satu infrastruktur yang saat ini masih dirasakan
masih sangat kurang. Sehingga pada saat musim kemarau petani praktis
tidak dapat berusahatani karena terbatasnya ketersediaan air. Disamping itu
pembangunan sarana jalan usaha tani juga belum merata.
3.4. Landasan Teori Pengembangan Kawasan dan KomoditasUnggulan Tanaman Pangan
Sebagai bentuk penjabaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional 2010-2014, pemerintah menetapkan tiga strategi utama dalam rangka
percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi, yaitu: (1) mengembangkan
Koridor Ekonomi Indonesia; (2) memperkuat konektivitas nasional; dan (3)
mempercepat kemampuan SDM dan IPTEK nasional. Dalam rangka
pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia, terdapat enam koridor ekonomi
yang telah ditetapkan beserta tema pembangunannya masing-masing, yaitu:
(1) Koridor Sumatera sebagai produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung
energi nasional; (2) Koridor Kalimantan sebagai pusat produksi dan pengolahan
hasil tambang dan lumbung energi nasional; (3) Koridor Jawa sebagai
pendorong industri dan jasa nasional; (4) Koridor Sulawesi sebagai pusat
produksi dan pengolahan hasil pertanian, perkebunan, dan perikanan nasional;
(5) Koridor Bali-NTT-NTB sebagai pintu gerbang pariwisata dan pendukung
pangan nasional; dan (6) Koridor Papua-Maluku-Maluku Utara sebagai
pengolahan sumber daya alam yang melimpah dan SDM yang sejahtera. Secara
umum strategi pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia tersebut dapat
diartikan sebagai upaya untuk mengembangkan wilayah dalam rangka memacu
perkembangan ekonomi yang mengakar pada potensi dan kondisi sosial-
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-15
ekonomi daerah dan masyarakatnya.
Di masa lalu, pemerintah pernah melakukan upaya-upaya dalam bentuk
kebijakan, program dan kegiatan untuk mengembangkan wilayah melalui
strategi mempertahankan daya dukung sumberdaya lokal yang tersedia dan
memanfaatkan peluang yang ada secara sinergis dan terintegrasi, baik tingkat
regional, nasional dan sektoral. Di tingkat regional, upaya untuk
mengembangkan wilayah telah dilakukan melalui berbagai strategi dan
pendekatan kerja sama antar kawasan lintas negara seperti: Indonesia-
Malaysia-Thailand-Growth-Triangle (IMT-GT), Brunei Darussalam-Indonesia–
Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area(BIMP-EAGA), dan Indonesia-
Malaysia-Singapore Growth Triangle (IMS-GT). Namun demikian, upaya
pengembangan ekonomi antar wilayah-antar negara ini belum dapat berjalan
sesuai dengan yang diharapkan, karena kurangnya dukungan instrumen
kerjasama operasional dan komitmen dari segenap pemangku kepentingan
yang terlibat.
Selanjutnya, dalam skala lintas provinsi telah dikembangkan rancang
bangun kerja sama dalam bentuk Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu
(KAPET) di wilayah yang memiliki potensi untuk cepat tumbuh dan mempunyai
sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi wilayah dan
sekitarnya (trickle-down effect). Terdapat 13 KAPET yang pembentukannya
masing-masing dikukuhkan dengan Keputusan Presiden, yaitu: Biak, Batulicin,
Sasamba, Sanggau, Manado-Bitung, Mbay, Parepare, Seram, Bima, Batui,
Bukari, DAS Kakap, dan Sabang. Namun dalam pelaksanaannya, KAPET belum
dapat berjalan sesuai yang diharapkan, karena pengembangannya memerlukan
investasi yang besar serta kurangnya dukungan instrumen kerjasama
operasional lintas instansi dan komitmen dari segenap pemangku kepentingan
yang terlibat.
Dalam skala sektoral di lingkup nasional, telah banyak Kementerian/
Lembaga yang menerbitkan kebijakan pengembangan ekonomi wilayah baik
yang dilaksanakan oleh internal Kementerian/Lembaga maupun yang
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-16
dilaksanakan melalui kerja sama lintas Kementerian/Lembaga, diantaranya
adalah: Kawasan Sentra Produksi (KSP), Kawasan Cepat Tumbuh, dan Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK) yang dibina oleh Kementerian Dalam Negeri; Kawasan
Agropolitan (Kementerian Dalam Negeri & Kementerian Pertanian); Kawasan
Minapolitan (Kementerian Kelautan dan Perikanan); Kota Terpadu Mandiri
(KTM) yang dibina oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi; Kawasan
Industri Berbasis Komoditas yang dibina oleh Kementerian Perindustrian serta
kawasan-kawasan lainnya. Namun dalam pelaksanaannya kawasan-kawasan
tersebut juga belum dapat berjalan sesuai yang diharapkan, karena kerja sama
antar instansi dan lintas sektoral belum dapat berjalan dengan baik.
Di lingkup Kementerian Pertanian juga telah diselenggarakan berbagai
pola pengembangan komoditas dengan pendekatan yang berbasis kawasan
pada era sebelum pelaksanaan otonomi daerah, maupun di periode awal masa
transisi pelaksanaannya. Diantara berbagai konsep kawasan yang telah
dilaksanakan Kementerian Pertanian yaitu Sentra Pengembangan Agribisnis
Komoditas Unggulan (SPAKU), Kawasan Agribisnis Hortikultura, Kawasan
Industri Peternakan (KINAK), Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK), Perkebunan
Inti Rakyat (PIR), Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (KIMBUN),
Agropolitan, PRIMA TANI serta berbagai koordinasi perencanaan
pengembangan kawasan lainnya seperti kawasan produksi padi di pantai utara
dan selatan Jawa, jagung di Gorontalo, kakao di Sulawesi dan kawasan lainnya.
Secara manajerial, penyelenggaraan pengembangan kawasan oleh
Kementerian Pertanian yang berbasis komoditas di atas masih dilaksanakan
dengan pola “proyek”, baik dalam pengertian dual budgeting sistem maupun
dalam pengertian masih bersifat output oriented. Dengan mulai diterapkannya
prinsip penyelenggaraan pemerintahan daerah secara otonomi penuh serta
disiplin penyelenggaraan program dan pembiayaan, maka penyelenggaraan
pengembangan kawasan yang berbasis komoditas ke depan dituntut sejalan
dengan prinsip-prinsip good governance, yaitu sesuai dengan rambu-rambu
penyelenggaraan tata pemerintahan (terutama disiplin kewenangan, urusan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-17
dan pembiayaan) serta tata kelola dan tata penyelenggaraan yang baik. Di
samping itu, reformasi perencanaan dan penganggaran serta reorientasi arah
pembangunan nasional mensyaratkan untuk mulai dilaksanakannya program
yang memiliki kerangka pembiayaan berkerangka jangka menengah,
berorientasi outcome, berbasis kinerja dan berdimensi kewilayahan.
Guna menyusun rancang bangun pengembangan komoditas
sebagaimana dimaksud di atas yang sesuai dengan era otonomi daerah, harus
diawali dengan proses pembelajaran (lesson learned) dari keberhasilan maupun
kegagalan penyelenggaraan program dan kegiatan pengembangan kawasan
yang pernah dilaksanakan atau difasilitasi oleh Kementerian Pertanian. Belajar
dari pengalaman sebelumnya, diperlukan suatu instrumen perencanaan
pengembangan komoditas pertanian yang didasarkan atas analisis isu strategis,
identifikasi potensi yang disusun ke dalam skenario strategi, arah kebijakan
jangka menengah, serta langkah-langkah operasional pelaksanaannya dalam
suatu bentuk rancang bangun.
Arah dan kebijakan pembangunan pertanian nasional yang menjadi
landasan dalam penyusunan master plan ini adalah sebagaimana yang tertuang
dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010-2014 serta dinamika
perubahannya yang ditetapkan oleh Kementerian Pertanian. Kebijakan dan
strategi nasional mengacu pada sasaran RPJMN 2010-2014 yang difokuskan
pada kesejahteraan rakyat dalam aspek ekonomi dan pangan. Sasaran aspek
pembangunan ekonomi difokuskan pada kontribusi sektor pertanian dalam
mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,3 – 6,8 persen per
tahun dan sebelum tahun 2014 mencapai 7,0 persen; inflasi rata-rata 4-6
persen; tingkat pengangguran terbuka 5-6 persen pada akhir tahun 2014; dan
tingkat kemiskinan 8 – 10 persen pada akhir tahun 2014. Sasaran aspek
pembangunan pangan adalah pertumbuhan komoditas pangan utama, yaitu
produksi padi 3,22 persen per tahun; produksi jagung 10,02 persen per tahun;
produksi kedelai 20,05 persen per tahun; dan produksi daging sapi 7,40 persen
per tahun.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-18
Keterkaitan antara strategi RPJMN 2010-2014 dengan Rencana Strategis
Kementerian Pertanian 2010-2014 dijabarkan ke dalam strategi pembangunan
pertanian yang berfokus pada tujuh aspek dasar yang disebut dengan TUJUH
GEMA REVITALISASI, yaitu : (1) Revitalisasi Lahan; (2) Revitalisasi Perbenihan
dan Perbibitan; (3) Revitalisasi Infrastruktur dan Sarana; (4) Revitalisasi
Sumber Daya Manusia; (5) Revitalisasi Pembiayaan Petani; (6) Revitalisasi
Kelembagaan Petani; dan (7) Revitalisasi Teknologi dan Industri Hilir.
Implementasi dari TUJUH GEMA REVITALISASI ini merupakan kelanjutan,
perluasan dan pendalaman dari segenap usaha yang telah dilaksanakan
sebelumnya melalui perencanaan kebijakan, program, penganggaran,
pelaksanaan dan evaluasinya secara terpadu yang disesuaikan dengan
sumberdaya alam, sosial budaya daerah, perubahan dinamika lingkungan
strategis internal dan eksternal serta memperhatikan potensi, permasalahan
dan tantangan yang dihadapi saat ini dan kemudian. Implementasi strategi
pembangunan pertanian diarahkan guna mendukung tercapainya EMPAT
TARGET SUKSES Kementerian Pertanian.
Sasaran swasembada yang akan dicapai pada akhir tahun 2014 adalah
produksi kedelai sebesar 2,7 juta ton, produksi gula sebesar produksi 3,45 juta
ton dan produksi daging sapi 0,66 juta ton. Adapun sasaran swasembada
berkelanjutan yang hendak dicapai pada akhir tahun 2014 adalah produksi padi
sebesar 76,57 juta ton dan produksi jagung 29 juta ton. Disamping itu
peningkatan produksi 35 komoditas unggul nasional lainnya. Sasaran
pencapaian peningkatan diversifikasi pangan yang hendak dicapai adalah: (1)
konsumsi beras menurun sekurang-kurangnya 1,5 persen per tahun,
bersamaan dengan peningkatan konsumsi umbi-umbian, pangan hewani, buah-
buahan, dan sayuran; (2) skor Pola Pangan Harapan (PPH) naik dari 86,4
(tahun 2010) menjadi 93,3 (tahun 2014); dan (3) peningkatan keamanan
pangan. Sasaran pencapaian peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor
yang akan dicapai adalah: (1) tersertifikasinya semua produk pertanian organik,
kakao fermentasi, dan bahan olahan karet pada 2014 (pemberlakuan wajib
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-19
bersertifikat); (2) meningkatnya produk olahan yang diperdagangkan dari 20
persen (tahun 2010) menjadi 50 persen (tahun 2014); (3) berkembangnya
produksi tepung-tepungan untuk mensubstitusi 20 persen gandum/terigu impor
pada tahun 2014; (3) terpenuhinya semua sarana pengolahan kakao fermentasi
bermutu untuk industri coklat dalam negeri (tahun 2014); dan (4)
meningkatnya surplus neraca perdagangan dari US$ 24,3 miliar (tahun 2010)
menjadi US$ 54,5 miliar (tahun 2014). Sasaran peningkatan kesejahteraan
petani yang hendak dicapai adalah: (1) tingkat pendapatan per kapita pertanian
Rp 7,93 juta di tahun 2014; dan (2) rata-rata laju peningkatan pendapatan per
kapita 11,10 persen per tahun.
Secara umum, berbagai program dan kegiatan pembangunan pertanian
diarahkan untuk menjamin ketahanan pangan nasional, meningkatkan ekspor
dan mensubtitusi produk impor dengan produk lokal yang pada gilirannya akan
mendorong peningkatan kesejahteraan petani dan masyarakat. Konsep
Pengembangan Kawasan Pertanian Untuk membangun dan mengembangkan
kawasan pertanian dibutuhkan peran serta dan tanggung jawab para
pemangku kepentingan. Untuk itu diperlukan persamaan pemahaman tentang
pengertian dan batasan kawasan pertanian.
Sentra Pertanian dan Kawasan Pertanian
Sentra pertanian merupakan bagian dari kawasan yang memiliki ciri
tertentu dimana di dalamnya terdapat kegiatan produksi suatu jenis produk
pertanian unggulan. Disamping itu, sentra merupakan area yang lebih khusus
untuk suatu komoditas dalam kegiatan ekonomi yang telah membudaya yang
ditunjang oleh prasarana dan sarana produksi untuk berkembangnya produk
tersebut. Pada area sentra terdapat suatu kesatuan fungsional secara fisik
lahan, geografis, agroklimat, infrastruktur dan kelembagaan serta SDM, yang
berpotensi untuk berkembangnya suatu komoditas unggulan.
Kawasan pertanian adalah gabungan dari sentra-sentra pertanian yang
terkait secara fungsional baik dalam faktor sumber daya alam, sosial budaya,
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-20
maupun infrastruktur, sedemikian rupa sehingga memenuhi batasan luasan
minimal skala ekonomi dan efektivitas manajemen pembangunan wilayah.
Kawasan pertanian menurut administrasi pengelolaan terdiri dari: (1) Kawasan
Pertanian Nasional; (2) Kawasan Pertanian Provinsi; dan (3) Kawasan Pertanian
Kabupaten/Kota dengan kriteria untuk masing-masing kawasan sebagai berikut:
- Kawasan Pertanian Nasional merupakan kawasan yang ditetapkan oleh
Menteri Pertanian dengan kriteria:
1. memiliki kontribusi produksi yang signifikan atau berpotensi tinggi
terhadap pembentukan produksi nasional;
2. mendapat fasilitas dukungan pendanaan dari APBN serta APBD
provinsi/kabupaten/kota;
3. mengembangkan 40 (empat puluh) komoditas unggulan nasional yang
telah ditetapkan.
Kawasan Pertanian Provinsi adalah kawasan yang ditetapkan oleh
Gubernur dengan kriteria:
1. memiliki kontribusi produksi yang signifikan atau berpotensi tinggi
terhadap pembentukan produksi provinsi;
2. difasilitasi oleh APBD provinsi dan atau dapat didukung APBN sebagai
pendamping (untuk provinsi yang mengembangkan 40 komoditas
unggulan nasional);
3. mengembangkan komoditas unggulan provinsi dan/atau 40 komoditas
unggulan nasional.
Kawasan Pertanian Kabupaten/Kota adalah kawasan yang ditetapkan oleh
Bupati/Walikota dengan kriteria:
1. memiliki kontribusi produksi yang signifikan atau berpotensi tinggi
terhadap produksi kabupaten/kota;
2. difasilitasi oleh APBD kabupaten/kota dan/atau didukung oleh APBN
sebagai pendamping (untuk kabupaten yang mengembangkan 40
unggulan nasional), serta dapat didukung oleh APBD provinsi (untuk
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-21
kabupaten yang mengembangkan komoditas unggulan provinsi);
3. mengembangkan komoditas unggulan kabupaten/kota, komoditas
unggulan provinsi dan/atau komoditas 40 unggulan nasional.
Kawasan Pertanian Berdasarkan Kelompok Komoditas
Berdasarkan kelompok komoditas, kawasan pertanian terdiri dari: (1)
kawasan tanaman pangan; (2) kawasan hortikultura; (3) kawasan perkebunan;
dan (4) kawasan peternakan dengan kriteria sebagai berikut :
a. Tanaman pangan
Kawasan tanaman pangan adalah kawasan usaha tanaman pangan yang
disatukan oleh faktor alamiah, sosial budaya, dan infrastruktur fisik
buatan, serta dibatasi oleh agroekosistem yang sama sedemikian rupa
sehingga mencapai skala ekonomi dan efektivitas manajemen usaha
tanaman pangan.
Kawasan tanaman pangan dapat berupa kawasan yang telah eksis atau
calon lokasi baru dan lokasinya dapat berupa hamparan atau spot partial
namun terhubung dengan aksesibilitas memadai.
Kriteria khusus kawasan tanaman pangan dalam aspek luas agregat
kawasan untuk masing-masing komoditas unggulan tanaman pangan
adalah: padi, jagung, dan ubi kayu minimal 5.000 hektar; kedelai minimal
2.000 hektar; kacang tanah minimal 1.000 hektar; serta kacang hijau dan
ubi jalar minimal 500 hektar. Disamping aspek luas agregat, kriteria
khusus kawasan tanaman pangan juga mencakup berbagai aspek teknis
lainnya yang bersifat spesifik komoditas.
b. Kawasan hortikultura adalah sebaran usaha hortikultura yang disatukan
oleh faktor alamiah, sosial budaya, dan infrastruktur fisik buatan, serta
dibatasi oleh agroekosistem yang sama sedemikian rupa sehingga
mencapai skala ekonomi dan efektivitas manajemen usaha
hortikultura,dapat meliputi kawasan yang telah eksis maupun lokasi baru
yang memiliki potensi SDA yang sesuai dengan agroekosistem, dan
lokasinya dapat berupa hamparan dan/atau spot partial (luasan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-22
terpisah) dalam satu kawasan yang terhubung dengan aksesibilitas
memadai. Kriteria khusus kawasan hortikultura mencakup berbagai aspek
teknis yang bersifat spesifik komoditas baik untuk tanaman buah, sayuran,
tanaman obat maupun tanaman hias.
c. Perkebunan
Kawasan perkebunan atau kawasan pengembangan perkebunan adalah
wilayah pembangunan perkebunan sebagai pusat pertumbuhan dan
pengembangan dan usaha agribisnis perkebunan yang berkelanjutan
(sesuai UU No. 18/2004). Kawasan tersebut disatukan oleh faktor alamiah,
kegiatan ekonomi, sosial budaya dan berbagai infrastruktur pertanian,
serta dibatasi oleh agroekosistem yang sama sehingga mencapai skala
ekonomi dan efektivitas manajemen usaha perkebunan. Kawasan
perkebunan dapat berupa kawasan yang telah ada maupun lokasi baru
yang sesuai dengan persyaratan bagi masing-masing jenis budidaya
tanaman perkebunan, dan lokasinya disatukan oleh agroekosistem yang
sama.
Kriteria khusus kawasan perkebunan diantaranya :
- Pengusahaannya dilakukan sebagai usaha perkebunan rakyat dan/atau
sebagai usaha perkebunan besar dengan pendekatan skala ekonomi;
Usaha perkebunan besar bermitra dengan usaha perkebunan rakyat
secara berkelanjutan, baik melalui pola perusahaan inti – plasma,
perkebunan rakyat dengan perusahaan mitra (kemitraan), kerjasama
pengolahan hasil dan bentuk-bentuk kerjasama lainnya; dan
- Arah pengembangannya dilaksanakan dalam bingkai prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan, diantaranya: kelapa sawit menerapkan
sistem ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil), kakao menerapkan
sustainable cocoa dan prinsip-prinsip berkelanjutan lainnya.
d. Peternakan
Kawasan peternakan adalah kawasan existing atau lokasi baru yang
memiliki SDA sesuai agroekosistem, dan lokasinya dapat berupa hamparan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-23
dan atau spot partial (luasan terpisah) yang terhubung secara fungsional
melalui aksesibilitas yang baik dalam satu kawasan, dilengkapi dengan
prasarana dan sarana pengembangan ternak yang memadai. Kawasan
peternakan harus memiliki lahan padang penggembalaan dan atau hijauan
makanan ternak, serta dapat dikembangkan dengan pola integrasi ternak-
perkebunan, ternak-tanaman pangan, ternak-hortikultura.
Sumber Pembiayaan Pengembangan Kawasan
Pengembangan kawasan melibatkan peran serta masyarakat
(community); kalangan swasta, BUMN dan BUMD (business); serta pemerintah
(government). Sumber pembiayaan pengembangan kawasan dari pemerintah
dapat berasal dari APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota. Dana
pemerintah bersifat trigger (pengungkit) berkembangnya kawasan oleh
masyarakat dan dunia usaha.
Sumber pendanaan kawasan pertanian nasional didanai terutama oleh
APBN, namun demikian kawasan tersebut memungkinkan didanai APBD Provinsi
maupun APBD Kabupaten/Kota. Komoditas yang dikembangkan di kawasan
pertanian nasional difokuskan pada 40 komoditas unggulan nasional sesuai
Renstra Kementerian Pertanian.
Pola Dasar Pengembangan Kawasan Pertanian
Pola dasar pengembangan kawasan pertanian dirancang untuk
meningkatkan keberhasilan penerapan Rencana Strategis Kementerian
Pertanian 2010-2014 yang telah dijabarkan ke dalam strategi pembangunan
pertanian. Strategi pembangunan pertanian berfokus pada tujuh aspek dasar
yang disebut dengan TUJUH GEMA REVITALISASI.
Implementasi TUJUH GEMA REVITALISASI merupakan kelanjutan,
perluasan dan pendalaman telah dilaksanakan melalui perencanaan kebijakan,
program, penganggaran, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan secara terpadu
guna mendukung tercapainya EMPAT TARGET SUKSES Kementerian Pertanian.
Pola dasar pengembangan kawasan pertanian dikelompokkan: (1) pola
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-24
pengembangan kawasan yang sudah ada, dan (2) pola pengembangan
kawasan baru.
a. Pola Pengembangan Kawasan yang Sudah Ada (Existing)
Pola ini ditujukan bagi kawasan pertanian yang sudah ada dan
berkembang, untuk memperluas skala produksi, serta melengkapi/memperkuat
simpul-simpul agribisnis yang belum berfungsi optimal. Luasan kawasan dapat
bertambah sesuai dengan daya dukung. Kawasan yang telah mandiri
diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi daerah sekitarnya (trickle-
down effect).
b. Pola Pengembangan Kawasan Baru
Pola ini ditujukan untuk kawasan komoditas unggulan pada wilayah
baru/potensial yang belum dikembangkan. Ada dua pendekatan pengembangan
kawasan, yaitu (1) memperluas skala dan mengadakan kegiatan yang belum
terlaksana, (2) membangun kawasan baru di kawasan potensial secara
bertahap hingga mencapai skala minimum kawasan.
Penentuan kawasan baru dapat didasarkan pada komoditas yang
potensial, dan ketersediaan lahan yang sesuai untuk mendukung
pengembangan komoditas tersebut (commodity-driven). Ada kalanya lokasi
potensial sudah ada, namun belum terdapat komoditas yang layak untuk
dikembangkan. Dalam pengembangan kawasan pertanian harus ditentukan
terlebih dahulu komoditas yang tepat berdasarkan potensi pasar dan wilayah
dan ketersediaan sumberdaya serta dukungan pemerintah setempat.
3.5. Kerangka Pemikiran Pelaksanaan Studi
Pelaksanaan studi terkait penyusunan master plan dan rencana aksi telah
banyak dilakukan untuk berbagai komoditi dari berbagai wilayah, dengan
metode pelaksanaan studi yang cenderung sama. Dinas Pertanian Tanaman
Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Selatan (2015) dalam kegiatan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-25
penyusunan Kajian Komoditi Unggulan Pertanian Tanaman Pangan Dan
Hortikultura Tahun 2015, dalam pelaksanaan studi tersebut menggunakan
metode analisis deskriptif, dengan jenis metode survei. Menurut Whitney
(1960) dalam Nazir (2005) metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan
interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah
serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi tertentu termasuk
tentang hubungan, kegiatan, sikap, pandangan serta proses yang sedang
berlangsung dan pengaruh dari suatu fenomena. Metode survei sebagai bagian
dari metode deskriptif adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh
fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan
secara faktual . Metode survei juga dilakukan evaluasi serta perbandingan
terhadap hal-hal yang telah dikerjakan orang dalam menangani situasi atau
masalah yang serupa dan hasilnya dapat digunakan dalam pembuatan rencana
dan pengambilan keputusan dimasa mendatang (Nazir, 2005).
Metode kajian yang sama juga digunakan Juarsyah, dkk (2015), dalam
melakukan Kajian Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan Buah-Buahan
Di Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat. Penggunaan metode survey
dengan analisis deskriptif dianggap paling tepat dalam mengkaji
pengembangan-pengembangan wilayah dengan konsep kawasan pada berbagai
komoditi pertanian. Dalam penentuan komoditi unggulannya menggunakan
analisis LQ dan diperkuat dengan metode Delphi. Penyusunan strategi dengan
menggunakan analisis SWOT yang menghasilkan strategi dalam pengembangan
kawasan yang diinginkan.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera
Selatan (2014) juga telah menyusun Master Plan Pengembangan Agrowisata
dengan menggunakan metode pendekatan deskriptif kualitatif. Metode ini
digunakan untuk mengungkap kedalaman berbagai potensi dan kegiatan
pertanian, dan perkebunan yang menjadi daya tarik pariwisata di Kelurahan
Pagar Agung Kabupaten Lahat yang menjadi lokasi terpilih. Upaya mengungkap
potensi dan sumberdaya dilakukan dengan menelusuri informasi dari berbagai
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-26
sumber data yang terdiri dari: informan, tempat dan peristiwa serta
dokumentasi/arsip terkait yang ada. Lokasi sasaran penyusunan master plan ini
adalah wilayah Kabupaten Lahat, tepatnya di Kelurahan Pagar Agung yang
memiliki berbagai ragam objek dan daya tarik wisata alam dan budaya yang
sangat potensial untuk pengembangan agrowisata.
Badan Penelitian dan Pengembangan Sumatera Utara (2011) telah
melakukan kajian Pengembangan Agrowisata dan Bahari di Provinsi Sumatera
Utara dengan menggunakan Kajian ini menggunakan metode observasi
(pengamatan) langsung untuk mengumpulkan data potensi sumberdaya dan
metode survey untuk sosial ekonomi masyarakat. Informasi dikumpulkan dari
responden dengan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data pokok
(Singarimbun, 1995). Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan
sekunder yangdiperoleh dari berbagai publikasi yang berasal dari stakeholders
dan berbagai informasi yang terkait dengan agrowisata dan wisata bahari.
Bank Indonesia Kota Palembang (2014) dalam menyusun kajian
Pemetaan dan Pendalaman Klaster Komoditas Unggulan Daerah dan Komoditas
Utama Penyumbang Inflasi di Provinsi Sumatera Selatan menggunakan metode
deskriptif kualitatif dengan pemilihan jenis metode survey. Metode ini dianggap
metode yang tepat dalam menggambarkan potensi wilayah serta menganalisis
pengembangannya ke depan.
3.6. Kerangka Pemikiran Penyusunan Masterplan dan Rencana Aksi
Pendekatan pengembangan kawasan dirancang untuk meningkatkan
efektivitas kegiatan, efisiensi anggaran dan mendorong keberlanjutan kawasan
komoditas unggulan. Empat pendekatan yang digunakan dalam pengembangan
kawasan komoditas unggulan yaitu: (1) pendekatan agroekosistem, (2)
pendekatan sistem agribisnis, (3) pendekatan partisipatif, dan (4) pendekatan
terpadu. Keempat pendekatan tersebut harus dilaksanakan secara
berkesinambungan dalam pengembangan kawasan pertanian. Khusus untuk
pengembangan kawasan perkebunan ada satu pendekatan lagi yang digunakan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-27
adalah pendekatan diversifikasi integratif. Secara ringkas urgensi dan makna
dari setiap pendekatan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Pendekatan Agroekosistem
Pengembangan kawasan pertanian disusun dengan mempertimbangkan
kualitas dan ketersediaan sumberdaya lahan melalui pewilayahan komoditas,
dengan mempertimbangkan kesesuaian lahan dan agroklimat agar diperoleh
hasil produksi dan produktivitas pertanian yang optimal dan berwawasan
lingkungan. Kondisi agroekosistem di wilayah salah satunya dicirikan oleh
kondisi bio-fisik lahan yang mencakup ketinggian lokasi, kelerengan lahan,
kondisi iklim, dan karakteristik tanah. Untuk optimalisasi pemanfaatan
sumberdaya lahan, penentuan komoditas unggulan harus mengacu pada peta
pewilayahan komoditas pertanian skala 1:50.000 yang telah
mempertimbangkan agroekosistem setempat.
Pendekatan Sistem Agribisnis
Salah satu sasaran yang ingin dicapai dalam pengembangan kawasan
komoditas unggulan adalah meningkatnya kuantitas produksi, kualitas produk
dan kesinambungan produksi komoditas yang dihasilkan. Dalam rangka
pencapaian sasaran tersebut dan meningkatkan efektivitas serta efisiensi
pengembangan komoditas unggulan, maka pengembangan kawasan komoditas
unggulan harus dilaksanakan melalui pendekatan sistem agribisnis. Hal ini
mengandung pengertian bahwa pengembangan komoditas pertanian di
kawasan komoditas unggulan harus dilaksanakan secara menyeluruh dan
terpadu mulai dari pengadaan input produksi hingga pemasaran produk yang
dihasilkan petani. Dengan kata lain, kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka
pengembangan kawasan komoditas unggulan dapat meliputi aspek pengadaan
input produksi, proses produksi komoditas, aspek pemasaran, pengolahan
komoditas, serta aspek penyuluhan dan permodalan, yang disesuaikan dengan
kebutuhan pengembangan komoditas unggulan di kawasan setempat.
Pendekatan agribisnis dalam pengembangan kawasan juga bermakna
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-28
bahwa kegiatan pertanian pada suatu kawasan berorientasi pada keuntungan
usahatani. Hal ini mengisyaratkan perlunya efisiensi dalam penggunaan input
produksi, serta optimasi produksi. Pendekatan agribisnis juga mensyaratkan
adanya keterpaduan antar pemangku kepentingan pertanian yang terdiri dari
kalangan bisnis/usaha, masyarakat dan pemerintah. Namun demikian, motor
utama penggerak suatu kawasan pertanian tetap berada di masyarakat dan
dunia usaha, sedangkan keberadaan pemerintah hanya sebagai fasilitator dan
pengungkit terutama dalam pengembangan tahap awal.
Kawasan pertanian yang dibangun melalui pendekatan agribisnis
memiliki orientasi produksi yang jelas, apakah dalam rangka memenuhi
kebutuhan pangan lokal, atau untuk memenuhi permintaan pasar khususnya
pasar ekspor. Kawasan pertanian yang mengembangkan komoditas pangan
utama dari sub-sektor tanaman pangan (terutama padi, jagung, kedelai),
komoditas peternakan (sapi potong), dan komoditas perkebunan (gula)
merupakan kawasan yang diarahkan untuk menjadi pemasok utama kebutuhan
pangan masyarakat. Keterpaduan kegiatan yang dibangun dalam kawasan
pertanian tersebut lebih diarahkan untuk dapat menghasilkan produk berdaya
saing melalui peningkatan kuantitas produksi dan produktivitas melalui berbagai
instrumen mencakup perluasan areal, penggunaan benih/bibit unggul, aplikasi
teknologi budidaya, pengairan dan kegiatan-kegiatan lainnya dengan titik berat
kepada aspek hulu (benih/bibit unggul) dan aspek budidaya (kuantitas
produksi), serta tetap mengedepankan aspek kualitas dan efisiensi.
Kawasan pertanian yang mengembangkan komoditas bernilai tinggi dan
diminati pasar (sebagai produk kebutuhan sekunder atau tersier), merupakan
kawasan yang diarahkan untuk menjadi pemasok terhadap permintaan pasar
baik di tingkat lokal maupun internasional. Produk-produk bernilai tinggi dan
bukan merupakan kebutuhan pangan utama tersebut sebagian diantaranya
mencakup produk-produk unggulan hortikultura dan perkebunan. Keterpaduan
kegiatan yang dibangun dalam kawasan berorientasi permintaan pasar lebih
diarahkan untuk dapat meningkatkan daya saing produk melalui peningkatan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-29
produksi dan kualitas produk, kontinuitas ketersediaan produk, pengolahan
pasca panen dan kegiatan-kegiatan lainnya dengan titik berat kepada aspek
budidaya (praktik GAP) dan aspek pasca panen (pengolahan, penyimpanan dan
peningkatan kualitas).
Pendekatan Terpadu dan Terintegrasi
Pembangunan kawasan komoditas unggulan dengan pendekatan sistem
agribisnis akan membutuhkan dukungan pembinaan serta fasilitas dari seluruh
unit Eselon I lingkup Kementerian Pertanian dan berbagai dinas/instansi di
daerah, dan dalam hal tertentu akan dibutuhkan pula dukungan dari
Kementerian lain. Dalam rangka menciptakan sinergisme kegiatan pada lingkup
Kementerian Pertanian, maka pelaksanaan program pada Unit Eselon I lingkup
Kementerian Pertanian di lokasi kawasan komoditas tertentu perlu dilaksanakan
secara terpadu dan terintegrasi. Hal ini dapat ditempuh dengan melakukan
sinkronisasi program lintas Eselon I lingkup Kementerian Pertanian dan
memprioritaskan program-program unit Eselon I Kementerian Pertanian di
lokasi kawasan komoditas unggulan yang telah ditetapkan, sesuai dengan
kebutuhannya. Sinkronisasi program juga perlu dilaksanakan dengan program
Pemda Kabupaten, Pemda Provinsi dan program Kementerian lain.
Pendekatan Partisipatif
Pembangunan kawasan komoditas unggulan dalam pelaksanaannya akan
melibatkan banyak pihak mulai dari pemerintah pusat (Kementan), Pemda
Provinsi, Pemda Kabupaten/Kota, pelaku usaha dan masyarakat. Dalam rangka
mendorong keberlanjutan kawasan komoditas yang telah ditetapkan, maka
perlu ditumbuhkan rasa memiliki pada seluruh pihak yang terkait. Dalam kaitan
tersebut seluruh pihak terkait perlu dilibatkan secara aktif mulai dari tahap
perencanaan kegiatan hingga tahap pelaksanaan kegiatan pengembangan
kawasan yang telah ditetapkan. Partisipasi dana dari berbagai pihak (dana
APBD, swasta dan masyarakat) juga perlu dikembangkan untuk meningkatkan
sinergi dan outcome dari kegiatan pengembangan kawasan.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
III-30
Pendekatan Diversifikasi Integratif
Dalam pengembangan budidaya tanaman tahunan, seperti tanaman
perkebunan dan hortikultura, pada periode Tanaman Belum Menghasilkan
(TBM), dapat dikembangkan tanaman pakan ternak atau tanaman penutup
tanah untuk menekan pertumbuhan gulma, menahan erosi, serta menahan
aliran permukaan dan penguapan. Dengan tujuan yang sama, dapat
dikembangkan paket teknologi alternatif berupa pengembangan tanaman
pangan intensif, sehingga selain menekan biaya, sekaligus memberikan
pendapatan kepada petani. Disamping itu pada usaha tanaman tahunan
terdapat berbagai jenis limbah dan hasil samping yang dapat dimanfaatkan
sebagai sumber pakan ternak. Salah satu sasaran yang ingin dicapai dalam
pengembangan kawasan tanaman tahunan (perkebunan, hortikultura) adalah
meningkatnya produksi, produktivitas, kualitas produk dan kontinuitas produksi
yang dihasilkan. Dalam rangka pencapaian sasaran tersebut dan meningkatkan
efektivitas dan efisiensi, maka pada pengembangan kawasan tanaman tahunan
dapat dilaksanakan pengembangan sistem pertanian dengan integrasi tanaman
pangan atau integrasi ternak.
Klasifikasi Pengembangan Kawasan
Kawasan pertanian yang ada saat ini baik merupakan kawasan pertanian
tradisional maupun kawasan pertanian yang dibangun Pemerintah. Ditinjau dari
tahap perkembangannya dapat diklasifikasikan dalam tiga katagori kelas, yaitu:
a. Kawasan yang belum berkembang
b. Kawasan yang cukup berkembang
c. Kawasan yang telah berkembang
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
IV-1
METODOLOGI
4.1. Jenis data dan Sumbernya
Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder.
Untuk data primer bersumber dari para pelaku usaha pertanian tanaman
pangan, mulai dari petani, kelompok tani, dan pedagang yang berada pada
lokasi-lokasi kajian. Adapun data sekunder bersumber dari instansi terkait
seperti Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera
Selatan dan pada masing-masing tingkat kabupaten/kota wilayah kajian, BPS
Provinsi Sumatera Selatan dan BPS pada tingkat kabupaten, Bappeda Provinsi
Sumatera Selatan, serta SKPD lain yang terkait. Sumber lain data sekunder
juga didapat dari studi literatur dari dokumen-dokumen hasil penelitian dengan
topik dan tema yang terkait dengan kajian ini.
4.2. Metode Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data
Data yang dikumpulkan dalam kajian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan metode
wawancara terstruktur yang dituntun dengan kuesioner yang telah disusun
sebagai pedoman. Pendalaman materi dilakukan dengan metode Focus Group
Discussion (FGD) yang melibatkan perwakilan pemerintah setempat,
stakeholders, kelompok tani dan para pedagang untuk komoditi pangan
unggulan pada masing-masing wilayah. serta tokoh-tokoh masyarakat.
Wawancara dilakukan kepada responden sesuai jumlah responden yang telah
ditetapkan. Pendalaman informasi juga dilakukan dengan melakukan indepth
interview terhadap key informan yang terpilih.
4
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
IV-2
Pengambilan data sekunder seluruh objek yang dikembangkan di
kawasan ini, dan data-data pendukung yang relevan lainnya, yang berasal dari
instansi terkait di Provinsi Sumatera Selatan seperti Dinas Pertanian Tanaman
Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Selatan dan Dinas Pertanian
Pertanian yang berada di kabupaten-kabupaten yang menjadi wilayah kajian,
serta BPS Provinsi Sumatera Selatan, melalui metode pengumpulan dengan
mendatangi SKPD terkait dan telusur data melalui dokumen fisik maupun
dokumen yang diterbitkan melalui media online.
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis dengan teknik
analisis model interaktif yang meliputi : (1) pengumpulan data, (2) reduksi
data, (3) sajian data, (4) penarikan kesimpulan (verifikasi). Proses tersebut
dilakukan dengan menggunakan program komputer excel untuk tabulasi data,
metode delphy untuk analisis lanjutan, serta diskusi kelompok untuk
pembahasan. Penyempurnaan hasil analisis dilakukan melalui expose hasil
kajian pada forum seminar guna mendapatkan masukan dari para stakeholders
guna penyempunaan laporan akhir.
4.3. Metode Pendekatan dan Pelaksanaan Studi
Kegiatan kajian ini ini dilaksanakan dengan penentuan dan pemantapan
calon kawasan yang telah ditunjuk secara nasional melalui Surat Keputusan
Menteri Pertanian RI No : 03/Kpts/PD.120/1/2015 & No : 45/Kpts/PD.200/1/
2015 yang menetapkan kawasan tanaman pangan dan hortikultura di Sumatera
Selatan, terdiri dari :
1. Kawasan padi di Kabupaten : Ogan Komering Ilir (OKI), Banyuasin, Ogan
Ilir (OI), dan Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (OKU Timur)
2. Kawasan jagung di Kabupaten OKU Timur
3. Kawasan kedelai di Kabupaten Banyuasin
Pada setiap lokasi kajian dilakukan pertemuan dengan para pihak terkait,
pembinaan dan pengawalan pada daerah terpilih sebagai kawasan komoditi
unggulan tanaman pangan. Kawasan komoditi unggulan yang dikaji kemudian
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
IV-3
dituangkan ke dalam suatu peta kawasan komoditas tanaaman pangan di
wilayah Sumatera Selatan.
Dalam pelaksanaannya, kajian ini menggunakan metode penelitian
deskriptif dengan jenis metode penelitian survei. Menurut Whitney (1960)
dalam Nazir (2005) metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan
interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah
serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi tertentu termasuk
tentang hubungan, kegiatan, sikap, pandangan serta proses yang sedang
berlangsung dan pengaruh dari suatu fenomena. Metode survei sebagai bagian
dari metode deskriptif adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh
fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan
secara faktual . Metode survei juga dilakukan evaluasi serta perbandingan
terhadap hal-hal yang telah dikerjakan orang dalam menangani situasi atau
masalah yang serupa dan hasilnya dapat digunakan dalam pembuatan rencana
dan pengambilan keputusan dimasa mendatang (Nazir, 2005).
4.4. Metode Penyusunan dan Rencana Aksi
Metode penyusunan hasil kajian menggunakan metode yang telah
disusun dalam pedoman pengembangan kawasan yang telah dikeluarkan oleh
Kementerian Pertanian Republik Indonesia dalam bentuk Peraturan Menteri
Pertanian Nomor : 50/Permentan/CT.140/8/2012. Pedoman tersebut memandu
secara jelas teknik dan cara penyusunan sampai dengan format dokumen
laporan yang harus disajikan.
Rencana aksi yang merupakan bagian dari master plan pengembangan
tanaman pangan di Provinsi Sumatera Selatan disusun dengan format tabulasi
dengan menggunakan tahapan-tahapan penyusunan sebagai berikut :
1. Identifikasi isu strategis dan permasalahan serta kebutuhan pengembangan
komoditi unggulan.
2. Penentuan program utama berbasis solusi terhadap permasalahan dan
identifikasi kebutuhan pengembangan.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
IV-4
3. Penentuan sasaran untuk masing-masing program.
4. Penyusunan rencana aksi berbasis program utama untuk mencapai sasaran
secara operasional.
5. Penentuan lokasi pelaksanaan rencana aksi.
6. Penentuan Satker yang bertanggung jawab sebagai pelaksana masing-
masing rencana aksi.
7. Pemilahan sumber dana yang akan membiayai rencana aksi.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-1
POTENSI WILAYAH KOMODITASUNGGULAN DAN KAWASAN TANAMANPANGAN
5.1. Aspek Kondisi Umum Wilayah
Secara astronomis, Provinsi Sumatera Selatan terletak antara 1’-4’
Lintang Selatan dan antara 102’-106’ Bujur Timur. Berdasarkan posisi
geografisnya, Provinsi Sumatera Selatan memiliki batas wilayah sebagai berikut:
- Sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Jambi
- Sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Lampung
- Sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Bengkulu
- Sebelalah timur berbatasan dengan Provinsi Bangka Belitung.
Sumatera Selatan secara administratif terdiri dari 17 kabupaten/kota,
yaitu : (1) Kabupaten Ogan Komering Ulu, (2) Kabupaten Ogan Komering Ilir,
(3) Kabupaten Muara Enim, (4) Kabupaten Lahat, (5) Kabupaten Musi Rawas,
(6) Kabupaten Musi Banyuasin, (7) Kabupaten Banyuasin, (8) Kabupaten OKU
Selatan, (9) Kabupaten OKU Timur, (10) Kabupaten Ogan Ilir, (11) Kabupaten
Empat Lawang, (12) Kabupaten PALI, (13) Kabupaten Musi Rawas Utara, (14)
Kota Palembang, (15) Kota Prabumulih, (16) Kota Pagar Alam, dan (17) Kota
Lubuk Linggau.
Dari aspek iklim, yang diklasifikasi berdasarkan suhu dan kelembaban
udara dengan simbol A dan B, maka wilayah Provinsi Sumatera Selatan berada
pada kategori iklim A atau tropis. Wilayah dengan jenis iklim B atau iklim gurun
tropis atau iklim kering umumnya hanya terdapat di daerah gurun dan daerah
semiand (steppa), curah hujan terendah kurang dari 25,4/tahun dan
penguapan besar. Di Sumatera Selatan, suhu rata-rata bulanan tidak kurang
dari 180C, dan suhu rata-rata tahunan berada pada kisaran angka 200C-250C.
5
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-2
Untuk curah hujan, rerata wilayah-wilayah di Sumatera Selatan rata-rata
memiliki curah hujan lebih dari 70 cm/tahun.
Sumatera Selatan merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-
rata + 79 meter diatas permukaan laut, terletak pada posisi 1’-4’ Lintang
Selatan dan antara 102’-106’ Bujur Timur. Luas wilayah Sumatera Selatan,
adalah berupa daratan seluas 87.421,17 Km2. Wilayah administrasi Provinsi
Sumatera Selatan berjumlah 17 kabupaten/kota, yang terdiri dari 13 wilayah
kabupaten dan empat kota, dengan luas wilayah masing-masing kabupaten/
kota, yaitu:
1. Ogan Komering Ulu (3.747,77 Km2),
2. Ogan Komering Ilir (17.086,39 Km2),
3. Muara Enim (6.901,36 Km2),
4. Lahat (4.297,12 Km2),
5. Musi Rawas (6.330,53 Km2),
6. Musi Banyuasin (14.530,36 Km2),
7. Banyuasin (12.361,43 Km2),
8. OKU Selatan (4.544.18 Km2),
9. OKU Timur (3.397,10 Km2),
10. Ogan Ilir (2.411,24 Km2),
11. Empat Lawang (2.312,20 Km2),
12. PALI (1.844,71 Km2),
13. Musi Rawas Utara (5.836,70 Km2),
14. Kota Palembang (363,68 Km2),
15. Kota Prabumulih (458,11 Km2),
16. Kota Pagar Alam (632,80 Km2) serta
17. Kota Lubuk Linggau (365,49 Km2).
Berdasarkan elevasi (ketinggian dari permukaan laut), dataran di Provinsi
Sumatera Selatan cenderung memiliki bagian wilayah dengan sebaran yang
bervariasi, terdiri dari:
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-3
- 0 M - 25 M = 23,5 %
- 26 M - 50 M = 17,7 %
- 51 M -100 M = 35,3 %
- 101 M ke atas = 23,5 %
Ibukota Provinsi Sumatera Selatan terletak di Kota Palembang. Dari 16
kabupaten/kota yang lain, maka kabupaten/kota yang letaknya paling dekat
dengan Kota Palembang adalah Kabupaten Banyuasin dan Kabupaten Ogan ilir,
yang berjarak 35 Km. Adapun kabupaten yang berlokasi paling jauh dari
ibukota provinsi adalah Kota Pagar Alam, dengan jarak terdata 460 Km dari
Kota Palembang. Jarak antara ibukota provinsi ke daerah kabupaten/kota lain
meliputi :
1. Palembang – Ogan Komering Ulu: 221 km.
2. Palembang – Ogan Komering Ilir : 120 km.
3. Palembang – Muara Enim : 220 km.
4. Palembang – Lahat : 240 km.
5. Palembang – Musi Rawas : 360 km.
6. Palembang – Musi Banyuasin : 120 km.
7. Palembang – Banyuasin : 35 km.
8. Palembang – OKU Selatan : 280 km.
9. Palembang – OKU Timur : 261 km.
10.Palembang – Ogan Ilir : 35 km.
11.Palembang – Empat Lawang : 360 km.
12.Palembang – PALI : 160 km.
13.Palembang – Musi Rawas Utara : 390 km.
14.Palembang – Prabumulih : 95 km.
15.Palembang – Pagar Alam : 460 km.
16.Palembang – Lubuk Linggau : 260 km.
Pada wilayah-wilayah kawasan tanaman pangan, kondisi umumnya
tersaji secara ringkas pada Tabel 5.1.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-4
Tabel 5.1.Kondisi Umum Wilayah-Wilayah Kawasan Tanaman Pangan di Provinsi
Sumatera Selatan, 2015
No Wilayah Kawasan Luas Wilayah(Km2)
%TerhadapSumsel
KetinggianTempat
(Meter Dpl)
Jarak DariIbukota
Provinsi (Km)
1 OKU 3.747,77 4,29 70 221
2 OKI 17.086,39 19,54 18 120
3 Banyuasin 12.361,43 14,14 63 35
4 Ogan Ilir 2.411,24 2,76 25 35
5 Palembang 363,68 0,42 8 0
6 Musi Rawas 6.330,53 7,24 120 360
7 OKU Timur 3.397,10 3,89 83 261
Sumber : BPS Proovinsi Sumatera Selatan, 2016
Dari 7 kawasan yang telah ditetapkan, pada Tabel 5.1 terlihat bahwa
Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) merupakan wilayah yang memiliki luasan
wilayah dengan persentase terbesar terhadap Provinsi Sumatera Selatan
(19,54%). Adapun wilayah yang terdekat dengan ibukota provinsi selain
Palembang tentunya adalah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) dan
Kabupaten Ogan Ilir, sedangkan wilayah kawasan yang terjauh dari ibukota
provinsi adalah Kabupaten Musi Rawas (360 Km).
5.2. Aspek Agroekologis dan Lingkungan
Potensi wilayah Sumatera Selatan berdasarkan aspek agroekologis dan
lingkungan dideskripsikan melalui kondisi potensi sumberdaya lahan dan
agroklimat. Potensi sumberdaya lahan ditinjau dari tata guna lahan yang
tersedia untuk dikembangkan, sedangkan potensi agroklimat dideskripsikan
melalui kondisi suhu, iklim, angin, curah hujan, penyinaran, dan lain-lain.
Selain itu, potensi agroekologis dan lingkungan juga digambarkan dari kondisi
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-5
wilayah-wilayah yang telah ditetapkan sebagai kawasan peruntukkan pertanian
dalam RTRW provinsi maupun RTRW di tingkat kabupaten /kota.
Sumberdaya Lahan
Jenis lahan yang tersedia untuk kegiatan pertanian di Sumatera Selatan
terbagi atas jenis lahan sawah dan bukan sawah. Jenis lahan sawah yaitu
lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang (galengan),
saluran untuk menahan/menyalurkan air, yang biasanya ditanami padi sawah
tanpa memandang dari mana diperoleh status lahan tersebut. Lahan tersebut
termasuk lahan yang terdaftar di Pajak Bumi Bangunan, Iuran Pembangunan
Daerah, lahan bengkok, lahan serobotan, lahan rawa yang ditanami padi dan
lahan bekas tanaman tahunan yang telah dijadikan sawah, baik yang ditanami
padi maupun palawija. Sedangkan lahan bukan sawah adalah semua lahan
pertanian selain lahan sawah seperti tegal/kebun, ladang/huma, perkebunan,
lahan yang ditanami pohon/hutan rakyat, padang penggembalaan, padang
rumput, lahan yang sementara tidak diusahakan dan lahan pertanian bukan
sawah lainnya (tambak, kolam, empang).
Kedua jenis lahan tersebut, baik lahan sawah maupun lahan bukan
sawah, dalam penggunaannya secara umum terbagi atas lahan yang
diusahakan untuk pertanian dalam arti luas dan lahan yang diusahakan bukan
untuk kegiatan pertanian. Lahan yang diusahakan untuk pertanian adalah
lahan yang dikuasai dan pernah diusahakan untuk pertanian selama setahun
yang lalu. Lahan tersebut antara lain: lahan sawah, huma, ladang/tegal/ kebun,
hutan, dan lahan untuk pengembalaan/padang rumput. Tidak termasuk lahan
yang diusahakan untuk pertanian, bila lahan pertanian diusahakan untuk usaha
pembuatan genteng, batu bata dan sebagainya. Lahan yang digunakan untuk
kegiatan pertanian tersebut terbagi atas :
1. Lahan Sawah Irigasi,
yaitu lahan sawah yang memperoleh pengairan dari sistem irigasi, baik
yang bangunan penyadap dan jaringan -jaringannya diatur dan dikuasai
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-6
dinas pengairan PU maupun dikelola sendiri oleh masyarakat. Lahan sawah
irigasi yaitu lahan sawah yang sumber air utamanya berasal dari air
irigasi. Lahan sawah irigasi terdiri dari, teknis, setengah teknis, irigasi
sederhana, irigasi desa/non PU, termasuk juga sawah sistem surjan yaitu
sawah yang yang sumber air utamanya berasal dari air irigasi atau air
reklamasi rawa pasang surut (bukan lebak) dengan sistem tanam pada
tabukan dan guludan.
2. Lahan Sawah Non Irigasi
yaitu lahan sawah yang tidak memperoleh pengairan dari sistem irigasi
tetapi tergantung pada air alam, seperti :
air hujan, pasang surutnya air sungai/laut dan air rembesan. Lahan sawah
non irigasi terdiri dari:
a. Lahan Sawah Tadah Hujan yaitu lahan sawah yang sumber air utamanya
berasal dari curah hujan.
b. Lahan Sawah Rawa Pasang Surut yaitu lahan sawah yang pengairannya
tergantung pada air sungai yang dipengaruhi oleh pasang surutnya air
laut.
c. Lahan Sawah Rawa Lebak yaitu lahan sawah yang mempunyai
genangan hamper sepanjang tahun, minimal selama tiga bulan dengan
ketinggian genangan minimal 50 cm.
3. Tegal/Kebun yaitu lahan bukan sawah (lahan kering) yang ditanami
tanaman semusim atau tahunan dan letaknya terpisah dengan halaman
sekitar rumah serta penggunaannya tidak berpindah-pindah.
4. Ladang/Huma
yaitu lahan bukan sawah (lahan kering) yang biasanya ditanami tanaman
musiman dan penggunaannya hanya semusim atau dua musim, kemudian
akan ditinggalkan bila sudah tidak subur lagi (berpindah-pindah).
Kemungkinan lahan ini beberapa tahun kemudian akan dikerjakan kembali
jika sudah subur.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-7
5. Perkebunan
yaitu lahan yang ditanami tanaman perkebunan/industri seperti: karet, kopi,
teh, dan sebagainya, baik yang diusahakan oleh rakyat/rumah tangga
ataupun perusahaan perkebunan yang berada dalam wilayah kecamatan.
6. Lahan yang Ditanami Pohon/Hutan Rakyat
yaitu lahan yang ditumbuhi kayu-kayuan/hutan rakyat termasuk bambo,
sengon dan angsana, baik yang tumbuh sendiri maupun yang sengaja
ditanam misalnya semak-semak dan pohon-pohon yang hasil utamanya
kayu. Kemungkinan lahan ini juga ditanami tanaman bahan makanan
seperti padi atau palawija, tetapi tanaman utamanya adalah bambu/kayu-
kayuan.
7. Padang Penggembalaan/Padang Rumput
yaitu lahan yang khusus digunakan untuk pengembalaan ternak. Lahan
yang sementara tidak diusahakan (dibiarkan kosong lebih dari satu tahun
dan kurang dari dua tahun) tidak dianggap sebagai lahan
pengembalaan/padang rumput meskipun ada hewan yang digembalakan
di sana.
8. Lahan yang Sementara Tidak Diusahakan
yaitu lahan yang biasanya diusahakan tetapi untuk sementara (lebih dari
satu tahun dan kurang dari dua tahun) tidak diusahakan. Termasuk lahan
sawah yang tidak diusahakan selama lebih dari dua tahun.
9. Lahan Bukan Sawah Lainnya
yaitu lahan sekitar rumah (pekarangan) yang diusahakan untuk pertanian.
Tabel 5.2 di bawah ini menampilkan distribusi dari tiga kategori
penggunaan lahan di kabupaten/kota yang ada di Sumatera Selatan. Dari
ketiga kategori penggunaan lahan terlihat bahwa jenis lahan bukan sawah yang
digunakan untuk kegiatan pertanian merupakan jenis lahan yang memiliki
luasan terbesar dalam penggunaannya. Jenis lahan pertanian bukan sawah ini
umumnya digunakan untuk usaha tanaman pangan non sawah, palawija,
hortikultura, peternakan, perikanan, perkebunan dan usaha kehutanan.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-8
Tabel 5.2.
Luas Lahan per Kabupaten/Kota Dirinci Menurut Penggunaannya di SumateraSelatan Tahun 2013-2015
No Kabupaten/Kota
Lahan Pertanian Lahan Bukan Pertanian (Ha)Lahan Sawah (Ha) Lahan Bukan Sawah (Ha)
2013 2014 2015 2013 2014 2015 2013 2014 20151 OKU 11.862 8.901 8.872 486.308 469.897 449.191 80.759 88.897 89.4322 OKI 183.757 183.000 185.998 1.453.401 1.449.120 881.137 316.363 321.401 886.4363 Muara Enim 27.580 27.017 27.017 581.247 572.247 572.277 116.606 128.167 128.1374 Lahat 17.758 17.491 17.525 339.726 336.320 336.241 58.778 55.867 49.9305 Musi Rawas 37.497 30.366 30.451 798.059 422.854 419.653 401.028 182.698 185.6146 Musi
Banyuasin67.231 68.222 66.810 928.093 932.344 931.237 431.272 426.030 428.539
7 Banyusin 235.139 235.139 226.518 573.863 573.883 582.454 374.297 374.297 374.2978 OKU Selatan 17.889 18.040 18.040 373.729 374.826 376.455 131.139 131.217 127.6499 OKU Timur 85.077 84.966 85.620 157.120 163.095 162.451 56.678 58.922 589.91210 Ogan Ilir 64.607 64.962 67.627 119.828 118.099 116.908 79.598 80.972 79.49811 Empat
Lawang14.091 14.091 14.091 161.909 161.366 166.824 49.664 50.187 44.729
12 PALI 6.579 6.579 6.579 137.078 137.078 134.881 40.343 40.343 42.54013 Muratara - 7.131 7.131 - 377.047 377.047 - 216.688 216.68814 Palembang 6.218 6.189 6.189 9.582 9.109 9.109 26.317 27.725 27.72515 Prabumulih 437 550 700 31.552 28.831 27.204 16.035 14.069 15.54616 Pagar Alam 3.440 3.440 3.440 29.605 29.331 29.331 30.320 30.594 30.59417 Lubuk
Linggau2.433 1.916 1.894 30.805 30.329 26.641 6.912 7.904 11,614
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2016
Dari Tabel 5.2 terlihat bahwa pada wilayah kawasan pangan (Kabupaten
OKI, Banyuasin, Ogan Ilir dan OKU Timur) penggunaan sawah dalam kurun
waktu 3 tahun terakhir masih berfluktuasi. Untuk jenis lahan sawah,
penggunan terbesar berada di Kabupaten Banyuasin dan OKI. Kondisi yang
sama juga terlihat untuk lahan pertanian dengan kategori bukan sawah.
Luasan terluas penggunaan lahan pertanian non sawah juga berada di
Kabupaten OKI. Adapun wilayah kawasan dengan penggunaan lahan untuk
kegiatan pertanian dengan luasan lahan pertanian tersempit adalah Kota
Palembang.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-9
Potensi Agroklimat
Provinsi Sumatera Selatan merupakan wilayah yang memiliki iklim tropis
yang berada pada kelompok iklim Tipe A. curah hujan terendah kurang dari
25,4/ tahun dan penguapan besar. Di Sumatera Selatan, suhu rata-rata
bulanan tidak kurang dari 180C, dan suhu rata-rata tahunan berada pada
kisaran angka 200C-250C. Besaran suhu udara dan kelembaban udara per
bulan tahun 2015 di Provinsi Sumatera Selatan secara rinci disajikan pada Tabel
5.3 berikut ini.
Tabel 5.3.Rata-Rata Suhu dan Kelembaban Udara Menurut Bulan di Provinsi Sumatera
Selatan Tahun 2015
Bulan Suhu Udara (0C) Kelembaban Udara (%)Maks Min Rerata Maks Min Rerata
Januari 31,60 24,10 26,70 95,00 67,00 84,00Februari 32,10 23,90 26,70 95,00 67,00 84,00Maret 32,40 23,80 26,80 96,00 67,00 85,00April 33,20 24,20 27,60 94,00 64,00 83,00Mei 33,60 25,10 28,30 93,00 62,00 81,00Juni 33,10 24,70 27,80 93,00 62,00 81,00Juli 33,50 24,60 28,00 90,00 56,00 76,00Agustus 33,90 24,30 28,00 91,00 54,00 75,00September 34,60 24,00 28,20 89,00 48,00 71,00Oktober 34,40 24,20 28,60 88,00 48,00 71,00November 34,80 25,00 28,50 91,00 53,00 78,00Desember 33,00 24,90 27,50 91,00 68,00 84,00Rerata 33,40 24,40 27,70 92,00 60,00 79,00Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Kenten Palembang, 2016
Pada potensi agroklimat untuk jenis tekanan udara, kecepatan angin dan
penyinaran matahari menunjukkan bahwa rerata tekanan udara di Provinsi
Sumatera Selatan selama satu tahun adalah 1.011 mb. Pada kondisi kecepatan
angin terdata rerata 3,50 knot per bulan, dan penyinaran matahari rerata 51%
per bulan. Kondisi ini memenuhi persyaratan kebutuhan tekanan udara,
kecepatan angin dan kebutuhan sinar matahari pada tanaman pangan dan
hortikultura. Data lengkap tersaji pada Tabel 5.4 berikut ini.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-10
Tabel 5.4.Rerata Tekanan Udara, Kecepatan Angin dan Penyinaran Matahari Menurut
Bulan di Provinsi Sumatera Selatan, 2015
Bulan Tekanan Udara(mb)
Kecepatan Angin(knot)
PenyinaranMatahari (%)
Januari 1.011,30 3,90 49,00Februari 1.011,30 3,40 44,00Maret 1.011,50 2,70 52,00April 1.010,20 2,20 61,00Mei 1.010,50 2,70 66,00Juni 1.010,40 3,10 36,00Juli 1.011,00 4,60 77,00Agustus 1.011,10 4,10 75,00September 1.011,60 4,80 47,00Oktober 1.012,00 4,40 13,00November 1.009,90 2,70 46,00Desember 1.010,90 2,90 48,00Rerata 1.011,00 3,50 51,00Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Kenten Palembang, 2016
Dari kondisi tekanan udara, kecepatan angin dan penyinaran matahari di
Provinsi Sumatera Selatan yang terjadi setiap bulan dari data tahun 2015
menunjukkan bahwa provinsi ini memang memiliki dukungan aspek agroklimat
yang cocok untuk kegiatan pertanian. Jika ditelusuri kondisi agroklimat per
kabupaten khususnya pada wilayah-wilayah kawasan menunjukkan sebaran
angka dari aspek-aspek agroklimat yang relatif tidak jauh berbeda.
Pada aspek agroklimat curah hujan dan hari hujan, juga menunjukkan
bahwa rerata wilayah-wilayah di Provinsi Sumatera Selatan memenuhi syarat
tumbuh untuk komoditi pangan dan hortikultura dan aspek kebutuhan air yang
bersumber dari air hujan. Dari data tahun 2015 yang memang terjadi anomali
iklim sehingga menyebabkan kemarau panjang hampir di seluruh wilayah di
Indonesia, namun hari hujan di Provinsi Sumatera Selatan masih terlihat ada.
Bulan September dan Oktober merupakan bulan-bulan yang memiliki curah
hujan dan hari hujan terendah, namun demikian, kondisi ini terjadi karena
anomali iklim. Pada kondisi normal terdata bahwa curah hujan dan hari hujan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-11
rerata baik untuk setiap bulannya, sekalipun pada musim kemarau umumnya
masih terdapat hujan, atau lebih dikenal dengan istilah kemarau basah. Jumlah
curah hujan dan hari hujan pada setiap bulan pada tahun 2015 di Provinsi
Sumatera Selatan disajikan pada Tabel 5.5 berikut ini.
Tabel 5.5.Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan Menurut Bulan di Provinsi
Sumatera Selatan, 2015
Bulan Curah Hujan (mm3) Hari HujanJanuari 221,60 24Februari 132,20 15Maret 390,50 25April 375,60 24Mei 177,90 14Juni 170,20 12Juli 21,40 7Agustus 21,20 9September 5,30 1Oktober 0,20 2November 193,40 15Desember 323,00 21Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Kenten Palembang, 2016
Kondisi Aspek Agroekologis dan Lingkungan Pada Wilayah yang TelahDitetapkan Sebagai Kawasan
Kondisi agroekologis pada setiap wilayah kawasan menunjukkan
kecenderungan yang relatif sama dengan kondisi agroekologis di tingkat
kabupaten. Setiap wilayah kawasan memiliki suhu, curah hujan dan hari hujan
yang meskipun masih memiliki variasi namun dengan perbedaan variasi yang
tidak begitu jauh. Pada Tabel 5.6 berikut ini menunjukkan bahwa variasi suhu
antar wilayah memiliki jarak antara 180C – 380C, namun rerata suhu terendah
berada pada angka > 200C. Banyaknya hari hujan pada setiap bulan
menunjukkan bahwa wilayah yang paling tinggi hari hujannya adalah
Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU). Data lengkap tersaji pada Tabel 5.6.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-12
Tabel 5.6.Rerata Kondisi Aspek Agroekologis dan Lingkungan Pada Wilayah yang Telah
Ditetapkan Sebagai Kawasan di Provinsi Sumatera Selatan
No Wilayah Kawasan Suhu (̊ C) Curah Hujan (Mm3) Hari Hujan/Bln
1 OKU 27-30 2.687 22
2 OKI 26-28 1.576 7
3 Banyuasin 24-34 2.130 15
4 Ogan Ilir 24-34 2.126 16
5 Palembang 23-34 2.025 14
6 Musi Rawas 23-30 2.677 20
7 OKU Timur 18-38 2.690 17Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2016
5.3. Aspek Ekonomi dan Perekonomian
Aspek ekonomi dan perekonomian ini dijelaskan melalui deskripsi kondisi
data dan informasi mengenai kontribusi sektor pertanian sub sektor hortikultura
dan komoditas unggulan dalam perekonomian wilayah, perkembangan harga,
perkembangan kredit, suku bunga, pendapatan petani, analisis usahatani,
satuan biaya dan kebutuhan investasi dan lain-lain. Pada aspek ini secara
keseluruhan memiliki daya dukung terhadap pengembangan kawasan,
meskipun kondisi kontribusinya bervariasi untuk masing-masing komoditi dan
kawasan. Secara rinci gambaran aspek ekonomi tersebut disajikan dalam uraian
berikut ini.
5.3.1. Kontribusi Sektor Pertanian Sub Sektor Hortikultura danKomoditas Unggulan dalam Perekonomian Wilayah
Sektor pertanian di Sumatera Selatan merupakan satu dari tiga lapangan
usaha yang memberikan peranan cukup besar bagi PDRB Provinsi Sumatera
Selatan. Dari data BPS Provinsi Sumatera Selatan (2015), berdasarkan harga
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-13
berlaku, terdapat tiga lapangan usaha yang memberikan peranan cukup
besar terhadap PDRB, yaitu pertambangan diikuti oleh industri pengolahan,
serta pertanian, perkebunan, dan perikanan. Pada tahun 2015 peranan
masing-masing lapangan usaha di atas secara berurutan adalah 21,9 persen,
18,3 persen, dan 16,6 persen. Dibanding kondisi tahun sebelumnya, peran
industri pengolahan meningkat sebesar 5,2 persen. Sedangkan pertambangan
dan penggalian dan pertanian menurun masing-masing sebesar 8,4 persen dan
6,7 persen.
Pada sub sektor pertanian yang merupakan bagian dari sektor pertanian,
perkebunan dan perikanan, kontribusi tersebut berasal dari bidang pertanian
tanaman pangan dan hortikultura, yang didominasi dari sub sektor tanaman
pangan. Kondisi ini menunjukkan bahwa subsektor tanaman pangan selalu
memberikan kontribusi yang cukup besar dibandingkan dengan subsektor-
subsektor lainnya, meskipun trennya tidak selalu menunjukan peningkatan dari
tahun ke tahun (masih berfluktuasi). Tabel 5.7 berikut ini menginformasikan
perkembangan nilai kontribusi komoditi pangan dan hortikultura terhadap PDRB
Sumatera Selatan pada kurun waktu tahun 2012-2015.
Tabel 5.7.PDRB atas Dasar Harga Berlaku Komoditi Pertanian di Provinsi Sumatera
Selatan (Juta Rupiah)
Jenis Lapangan Usaha 2012 2013 2014˟ 2015˟˟
Pertanian, Perikanan danKehutanan
37.862.813 52.145.884,8 54.406.469 55.168.853.4
1. Tanaman Pangan 7.973.890 8.582.687 8.346.862,8 9.358.443,9
2. Tanaman HortikulturaSemusim
493.570 513.156 514.657,6 608.698,9
3. Tanaman HortikuturaTahunan dan Lainnya
2.014.552 2.241.519 2.304.206 2.434.433,7
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2016
Keterangan : ˟ angka sementara ˟˟Angka sangat sementara
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-14
Dari data yang dipublikasikan BPS Provinsi Sumatera Selatan tersebut
menunjukkan bahwa struktur perekonomian di Sumatera Selatan masih
didominasi oleh sektor pertambangan, sektor industri dan sektor pertanian.
Sepanjang tahun 2010-2015 kontribusi dari ketiga sektor ini dapat dikatakan
sebagai penopang utama perekonomian di Sumatera Selatan. Pada tahun 2013
lebih dari 50% perekonomian di Provinsi Sumatera Selatan disumbang oleh
ketiga sektor utama ini. Dari data Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera
Selatan, kabupaten dengan kontribusi sektor pertanian terbesar adalah
Kabupaten Banyuasin dengan PDRB 11,93T rupiah pada 2010, dan meningkat
tahun 2013 mencapai 16,92 T rupiah. Selain Kabupaten Banyuasin, daerah lain
yang sama-sama memiliki keunggulan di sektor pertanian adalah Kabupaten
OKI, Lahat dan OKU. Ketiganya memiliki kemiripan dalam struktur
perekonomian, dan pada umumnya sektor pertanianlah yang menjadi sektor
penting dalam menopang perekonomian regional masing-masing daerah.
Dari hasil penelitian Octavia dkk (2016) menunjukkan bahwa sub sektor
perkebunan yang berkontribusi paling besar dibandingkan sub sektor pertanian
lainnya dengan total 9,09% yang artinya hampir 10% dari PDRB Sumatera
Selatan disumbang dari sub sektor perkebunan saja. Urutan kedua adalah sub
sektor tanaman bahan makanan, diikuti sub sektor perikanan dan kehutanan.
Kontribusi terendah untuk sub sektor pertanian adalah kontribusi dari sub
sektor peternakan, dengan kontribusi total rata-rata 1,49%.
Sektor pertanian secara keseluruhan kontribusinya mencapai angka
19,57% terhadap PDRB total Sumatera Selatan. Hampir 20% dari total PDRB
Sumatera Selatan disumbang dari sektor pertanian, yang artinya sektor
pertanian masih berpengaruh tinggi terhadap perekonomian di Sumatera
Selatan, dengan sub sektor andalan dari kelomopok tanaman pangan dan
perkebunan. Dari data time series dala kurun waktu 10 tahun terakhir pada
hasil penelitian tersebut didapat bahwa sektor pertanian masih menjadi salah
satu sektor utama penunjang PDRB Sumsel dengan angka 21,79%.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-15
Tabel 5.8.Kontribusi Sektor dan Sub Sektor Pertanian Provinsi terhadap PDRB
Sumatera Selatan, 2015
No Sektor / Sub Sektor Kontribusi (%)1 Pertanian 21,792 Tanaman Pangan 4,663 Perkebunan 10,194 Peternakan 1,675 Kehutanan 1,706 Perikanan 3,11
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan Diolah dalam Octavia, dkk (2016)
Berdasarkan Tabel 5.8 terlihat dari angka persentase kontribusi
menunjukkan bahwa sub sektor perkebunan yang menjadi penunjang utama
PDRB di sektor pertanian untuk Provinsi Sumatera Selatan. Dengan angka
10,19% artinya hampir setengah dari kontribusi sektor pertanian Sumsel
terhadap PDRB Sumsel disumbang dari sub sektor perkebunan. Ketersediaan
lahan yang cocok untuk usaha perkebunan membuat Sumsel menjadi ladang
bagi perusahaan-perusahaan perkebunan untuk mengembangkan usaha.
Dimana pada tahun 2013 terdapat 292 perusahaan perkebunan yang ada di
Sumsel. Hal ini menyebabkan subsektor perkebunan menjadi penyumbang
kontribusi terbesar sektor pertanian Sumsel terhadap PRDB
Posisi kedua ditempati oleh sub sektor tanaman pangan dengan
kontribusi sebesar 4,66%, diikuti subsektor peternakan dengan kontribusi
sebesar 1,67%, subsektor kehutanan sebesar 1,70% dan subsektor perikanan
sebesar 3,11%. Artinya untuk tingkat kabupaten dan kota sub sektor yang
berkontribusi terbesar adalah sub sektor perkebunan dan tanaman pangan.
Kontribusi terkecil adalah berasal dari subsektor peternakan. Untuk tanaman
pangan, didominasi kontribusi dari produksi padi, diikuti jagung, kedelai dan
umbi-umbian. Pada tahun 2015 khusus untuk komoditi pangan (padi, jagung
dan kedelai) meskipun mengalami musim kemarau panjang di tahun 2015,
namun terjadi peningkatan produksi yang cukup siginifikan sebagai dampak dari
Program Upaya Khusus Paningkatan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai (Upsus
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-16
Pajale) yang dilakukan oleh pemerintah pusat dengan dukungan pemerintah
daerah.
5.3.2. Perkembangan Harga, Perkembangan Kredit dan Suku Bunga
Perkembangan harga dari komoditas unggulan tanaman pangan dan
hortikultura di Provinsi Sumatera Selatan diperoleh dari hasil survey statistik
harga produsen di pedesaan, yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi
Sumatera Selatan. Survei ini dilakukan setiap bulan di 11 kabupaten sentra
produksi meliputi 83 wilayah kecamatan yang berada dalam wilayah 11
kabupaten tersebut. Pantauan harga juga dilakukan oleh Tim Kajian melalui
wawancara dengan produsen pada wilayah kajian. Dari kedua sumber
tersebut, menunjukkan perkembangan harga yang sama untuk masing-masing
komoditi yang menjadi unggulan pada kajian ini. Perkembangan harga masing-
masing komoditi pada wilayah-wilayah kajian secara rinci disajikan pada tabel-
tabel berikut ini.
Tabel 5.9.Perkembangan Rerata Harga Produsen Tanaman Padi pada Wilayah Kawasan
Tahun 2009-2015
Tahun Harga pada Kabupaten (Rp/Kg GKG)OKI Banyuasin Ogan Ilir OKU Timur
2010 5.283 4.841 2.683 3.2912011 5.592 4.778 - 3.0552012 6.747 5.570 2.551 3.2162013 6.315 4.352 2.232 4.2452014 6.002 4.647 - 5.2092015 4.140 4.913 - 5.1622016 4.650 4.500 3.750 4.700
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2016 dan hasil survey lapangan, 2016
Perkembangan rerata harga padi dalam bentuk gabah kering giling yang
disajikan pada Tabel 5.9 menunjukkan bahwa terjadi variasi antar wilayah
kawasan. Meskipun terlihat perkembangan harga setiap tahun cenderung
berfluktuasi namun harga GKG pada wilayah OKI cenderung lebih baik
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-17
dibanding wilayah lainnya. Hal ini menunjukkan posisi tawar petani cukup baik
disamping saluran pemasarannya yang relatif pendek, dikarenakan mutu
produksi GKG dari masing-masing wilayah relatif tidak jauh berbeda.
Tabel 5.10.Perkembangan rerata harga produsen tanaman jagung dan kedelai pada
wilayah kawasan tahun 2009-2015
Tahun Harga Jagung (Pocelan) diKabupaten OKU Timur (Rp/Kg)
Harga Kedelai di KabupatenBanyuasin (Rp/Kg)
2010 2.275 4.9002011 2.707 4.9002012 2.748 4.9002013 2.914 5.5002014 2.887 4.0002015 2.726 9.0002016 2.550 2.500
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2016 dan hasil survey lapangan, 2016
Pada dua komoditi pangan lainnya, yaitu jagung dan kedelai
menunjukkan perkembangan harga yang juga masih berfluktuasi. Tingkat
fluktuasi yang cenderung tidak ekstrim terlihat pada harga jagung, yang
meskipun belum stabil namun perkembangan fluktuasi harga setiap tahun tidak
terlalu berbeda signifikan. Kondisi yang relatif sama terlihat pada
perkembangan harga kedelai, yang sempai meningkat cukup tinggi di tahun
2015, kemudian menurun kembali di tahun 2016.
5.3.3. Analisis Usahatani dari Komoditi Unggulan
Analisis usahatani menunjukkan analisis perhitungan terhadap biaya
produksi yang dikeluarkan terhadap input-input produksi yang digunakan dalam
menghasilkan produksi usahatani yang diinginkan. Perhitungan biaya
menggunakan perhitungan terhadap biaya tetap dan biaya variabel yang
dikeluarkan, dalam menghasilkan produksi per satuan waktu pengusahaan.
Dari produksi yang dihasilkan dengan tingkat harga yang berlaku, diperoleh
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-18
penerimaaan, yang setelah dikurangi biaya produksi dapat dihuting pendapatan
yang diterima petani dalam mengusahakan komoditi tersebut. Uraian analisis
usahatani masing-masing komoditi unggulan secara rinci disajikan berikut ini.
5.3.3.1. Analisis Usahatani Padi
Dari hasil survey lapangan pada wilayah-wilayah kawasan menunjukkan
bahwa rerata pendapatan yang diterima petani dari usahatani padi cenderung
tidak jauh berbeda. Perbedaan pendapatan setiap tahun lebih kepada kuantitas
usahatani yang bisa dilakukan setiap tahun. Pada lahan irigasi umumnya petani
bisa melakukan 2-3 kali musim tanam (IP 200-IP 300) setiap tahun, namun
pada wilayah pasang surut dan lebak, umumnya hanya mampu ditanam 1 kali
dalam setahun. Perbedaan ini dikarena dikarenakan pada wilayah pasang surut
dan lebak terkendala permasalahan air dan kondisi lahan yang tidak
memungkinkan untuk ditanam lebih dari 1 kali dalam setahun. Namun, pada
tahun 2015 pemerintah telah mencoba meningkatan IP di wilayah tersebut
melalui bantuan perbaikan sarana air, sistem pompanisasi dan penggunaan
bibit-bibit unggul yang sesuai wilayah. Hasil analisis usahatani komoditi padi
berdasarkan data survey pada wilayah kawasan disajikan pada Tabel 5.11
berikut ini.
Tabel 5.11.Hasil Analisis Usahatani Padi pada Wilayah Kawasan per Musim Tanam
No Jenis Perhitungan Jumlah
1 Biaya Produksi (Rp/ha/MT) 9.400.000
2 Produksi (Kg/Ha/MT) 5.500
3 Harga Jual GKG (Rp/Kg) 4.500
4 Penerimaan (Rp/ha/MT) 24.750.000
5 Pendapatan (Rp/Ha/MT) 15.350.000
Dari Tabel 5.14 dapat dijelaskan bahwa rerata setiap musim tanam
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-19
petani harus mengeluarkan biaya sebesar Rp.9.400.000 per hektar per musim
tanam untuk mendapatkan produksi rerata 5.400 GKG. Dari usaha tersebut,
petani mendapatkan pendapatan sebesar Rp.15.350.000 per musim tanam,
sehingga jika dihitung rerata, maka setiap bulan pendapatan yang diperoleh
petani sebesar Rp. 2.500.000 per bulan, jika lahan yang diusahakannya 1 Ha.
5.3.3.2. Analisis Usahatani Jagung
Dari hasil survey lapangan pada wilayah-wilayah kawasan menunjukkan
bahwa rerata pendapatan yang diterima petani dari usahatani jagung
cenderung tidak jauh berbeda. Perbedaan pendapatan setiap tahun lebih
kepada kuantitas usahatani yang bisa dilakukan setiap tahun. Umumnya
komoditi jagung ditanam petani secara bergilir dengan usahatani padi pada
lahan yang sama, untuk pengusahaan lahan dengan IP 300 maupun IP 200.
Namun demikian terdapat juga lahan jagung yang diusahakan petani secara
konsisten sepanjang tahun. Hasil analisis usahatani jagung berdasarkan data
survey pada wilayah-wilayah kawasan disajikan secara lengkap pada Tabel 5.12
berikut ini.
Tabel 5.12.Hasil Analisis Usahatani Jagung pada Wilayah Kawasan per Musim Tanam
No Jenis Perhitungan Jumlah
1 Biaya Produksi (Rp/ha/MT) 10.000.000
2 Produksi (Kg/Ha/MT) 8.500
3 Harga Jual (Rp/Kg) 2.600
4 Penerimaan (Rp/ha/MT) 22.100.000
5 Pendapatan (Rp/Ha/MT) 12.100.000
Dari Tabel 5.6 dapat dijelaskan bahwa rerata setiap musim tanam petani
harus mengeluarkan biaya sebesar Rp.9.400.000 per hektar per musim tanam
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-20
untuk mendapatkan produksi rerata 5.400 Kg. Dari usaha tersebut, petani
mendapatkan pendapatan sebesar Rp.15.350.000 per musim tanam, sehingga
jika dihitung rerata, maka setiap bulan pendapatan yang diperoleh petani
sebesar Rp. 2.500.000 per bulan, jika lahan yang diusahakannya 1 Ha.
5.3.3.3. Analisis Usahatani Kedelai
Dari hasil survey lapangan pada wilayah kawasan kedelai menunjukkan
bahwa rerata pendapatan yang diterima petani dari usahatani kedelai
cenderung berfluktuasi mengikuti harga jual yang tidak stabil. Hasil analisis
usahatani komoditi kedelai berdasarkan data survey pada wilayah kawasan
disajikan pada Tabel 5.13 berikut ini.
Tabel 5.13.Hasil Analisis Usahatani Kedelai Pada Wilayah Kawasan Per Musim Tanam
No Jenis Perhitungan Jumlah
1 Biaya Produksi (Rp/ha/MT) 6.500.000
2 Produksi (Kg/Ha/MT) 7.000
3 Harga Jual (Rp/Kg) 2.500
4 Penerimaan (Rp/ha/MT) 17.500.000
5 Pendapatan (Rp/Ha/MT) 11.000.000
Dari Tabel 5.16 dapat dijelaskan bahwa rerata setiap musim tanam
petani harus mengeluarkan biaya sebesar Rp.6.500.000 per hektar per musim
tanam untuk mendapatkan produksi rerata 7.000 Kg. Dari usaha tersebut,
petani mendapatkan pendapatan sebesar Rp.11.000.000 per musim tanam.
Aspek Kependudukan dan Sosial Budaya
Penduduk Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan proyeksi penduduk
tahun 2015 sebanyak 8.052.315 jiwa yang terdiri atas 4.092.177 jiwa penduduk
laki-laki dan 3.960.138 jiwa penduduk perempuan. Dibandingkan dengan
proyeksi jumlah penduduk tahun 2014, penduduk Provinsi Sumatera Selatan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-21
mengalami pertumbuhan sebesar 1,40 persen. Sementara itu besarnya angka
rasio jenis kelamin tahun 2015 penduduk laki-laki terhadap penduduk
perempuan sebesar 1,03.
Kepadatan penduduk di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2015 mencapai
92,11 jiwa/km. Kepadatan Penduduk di 17 kabupaten/kota cukup beragam
dengan kepadatan penduduk tertinggi terletak di kota Palembang dengan
kepadatan sebesar 4.345,90 jiwa/km2dan terendah di Ke Kabupaten Musi
Rawas Utara sebesar 31,32 jiwa/Km2.
Pada tahun 2015 jumlah angkatan kerja di Sumatera Selatan sebanyak
3.934.787 orang. Perkembangan jumlah angkatan kerja mengalami
peningkatan dari tahun 2014. Jika dilihat distribusi jumlah penduduk pada
masing-masing kawasan yang telah ditetapkan, maka terlihat bahwa untuk
kawasan pangan dengan, maka Kabupaten Banyuasin merupakan wilayah
dengan jumlabh penduduk tertinggi.
Tabel 5.14.Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Sumatera Selatan dan
pada Wilayah Kawasan yang Ditetapkan
No Provinsi/Kabupaten
Jumlah Penduduk (Jiwa) LajuPertumbuhan
Penduduk2010 2014 2015
1 Sumatera Selatan 7.481.604 7.941.495 8.052.315 1,40
2 OKU 324.917 344.932 349.787 1,41
3 OKI 729.415 776.263 787.513 1,45
4 Banyuasin 752.193 799.998 811.501 1,44
5 Ogan Ilir 382.014 403.828 409.171 1,32
6 OKU Timur 611.479 642.206 649.394 1,12
7 Palembang 1.468.007 1.558.494 1.580.517 1,41
8 Musi Rawas 357.112 378.987 384.333 1,41Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2016
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-22
Dari Tabel 5.14 terlihat bahwa dari 7 kawasan tersebut, laju
pertumbuhan penduduk tertinggi berada pada Kabupaten Ogan Komering Ilir
(OKI), dengan laju pertumbuhan penduduk pada angka 1,45, melebihi angka
pertumbuhan penduduk Sumatera Selatan. Adapun wilayah dengan
pertumbuhan penduduk terendah berada pada Kabupaten OKU Timur (1,12)
5.4. Aspek Sarana dan Prasarana Penunjang
Sarana dan prasarana yang menjadi penunjang pengembangan komoditi
pangan dan hortikultura unggulan pada wilayah-wilayah kawasan menjadi
aspek yang diperlukan dalam pengembangan. Jenis sarana dan prasarana
penunjang yang dibutuhkan tersebut meliputi sarana pengairan seperti
ketersediaan irigasi dan jenis pengairan lainnya, kondisi ketersediaan lahan,
modal, benih, pupuk dan ketersedian alsintan sebagai faktor produksi, beserta
infrastruktur seperti jaringan jalan, transportasi, dan komunikasi. Selain itu
sarana dan prasarana pasca panen, seperti mesin pengolahan hasil dan pasar
serta dukungan lembaga perguruan tinggi, litbang, dan permodalan juga
menjadi bagian dari sarana dan prasarana penunjang pengembangan komoditi
unggulan.
Pada sarana pengairan, sumberdaya air di Provinsi Sumatera Selatan
dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu sumberdaya air permukaan dan sumberdaya
air tanah. Wilayah Provinsi Sumatera Selatan merupakan daerah kaya
sumberdaya air, karena dialiri oleh banyak sungai. Beberapa sungai yang
relatif besar adalah Sungai Musi, Sungai Ogan, Sungai Komering dan Sungai
Lematang. Persediaan air di Wilayah Provinsi Sumatera Selatan pada
dasarnya sangat tergantung dari sungai-sungai utama, yakni Sungai
Musi dan anak-anak sungainya. Sebagian besar sungai-sungai bermata air
dari Bukit Barisan, kecuali Sungai Mesuji, Sungai Lalan dan Sungai Banyuasin.
Sungai yang bermata air dari Bukit Barisan dan bermuara ke Selat Bangka
adalah Sungai Musi beserta anak sungainya, seperti Sungai Ogan, Sungai
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-23
Komering, Sungai Lematang, Sungai Kelingi, Sungai Lakitan, Sungai Rupit dan
Sungai Rawas.
Ketergantungan masyarakat yang tinggal di sepanjang pinggiran
sungai terhadap keberadaan sungai tersebut masih sangat besar terutama
dalam memenuhi kebutuhan air untuk aktivitas sehari-hari seperti minum,
memasak, mandi dan MCK serta untuk kebutuhan pengairan lahan pertanian
dan usaha perikanan yang mereka lakukan. Sungai-sungai tersebut juga
merupakan sumber air yang dialirkan melalui irigasi-irigasi yang dibangun pada
wilayah-wilayah pangan di Sumatera Selatan. Pada wilayah-wilayah yang
minim ketersediaan irigasi, sumber pengairannya rerata memanfaatkan sumber
dari air hujan.
Pada faktor ketersediaan input, rerata tidak mengalami masalah.
Kebutuhan benih selalu tersedia meskipun belum tersedia secara swasembada,
namun sudah banyak penangkar-penangkar benih untuk komoditi pangan dan
hortikultura, yang sebagian besar sudah membantu masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan benih. Kondisi yang sama juga terjadi pada jenis input
lainnya seperti pupuk dan pestisida. Untuk sarana produksi pupuk
permasalahannya adalah terbatasnya jumlah ketersediaan pupuk subsidi,
sehingga petani harus membeli pupuk non subsidi untuk memenuhi kebutuhan
lahannya. Pembelian pupuk non subsidi tentu saja akan menambah jumlah
biaya produksi yang harus dikeluarkan karena harganya jauh lebih mahal dari
pupuk subsidi. Pada sarana Alsintan, kebutuhan petani akan Alsintan didukung
melalui Program Upsus Pajale yang mendistribusikan bantuan Alsintan pada
kabupaten/kota secara proporsional sesuai kebutuhan, seperti yang disajikan
pada Tabel 5.15.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-24
Tabel 5.15Bantuan Alsintan Melalui Program Upsus Tahun 2015 pada Kabupaten/Kota di
Sumatera Selatan
No KabupatenKota
HandTraktor
PompaAir
RiceTrans-plante
r
Traktor Roda
4
CombineHarveste
r
PowerTreserMultiguna
CornSeller RMU
Vertikal Dryer+ bangunan
Padi Jagung
1 OKU 27 15 3 5 8 2 5 - 1 -
2 OKI 345 30 58 8 15 5 5 2 1 -
3 Muara Enim 123 37 18 5 8 2 5 1 1 -
4 PALI 24 15 4 4 - 1 2 - - -
5 Lahat 70 21 10 1 7 3 2 - 3 -
6 Musi Rawas 135 41 18 6 15 4 10 3 3 1
7 Muratara 15 15 1 1 - 2 2 - - -
8 Muba 224 67 32 9 11 3 10 3 3 -
9 Banyuasin 355 110 60 6 15 4 15 4 6 2
10 Oku Selatan 77 23 11 4 8 1 10 - - 2
11 Oku Timur 286 70 50 5 6 5 2 1 3 -
12 Ogan Ilir 192 53 28 10 8 - 3 3 2 -
13 Empat Lawang 54 17 8 3 8 2 5 - 1 1
14 Palembang 40 32 0 1 - - - 2 - -
15 Prabumulih 9 14 2 1 - 1 - - - -
16 Pagaralam 18 19 2 2 5 1 2 - - -
17 Lubuk Linggau 34 23 1 1 7 1 2 2 1 -
Sumatera Selatan 2.028 602 306 72 121 37 80 21 25 6
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2016
Pada prasarana jalan, wilayah-wilayah kawasan tanaman pangan dan
hortikultura rerata telah memiliki sarana transportasi yang memadai dari
wilayah produsen menuju wilayah konsumen. Sarana jalan yang dimiliki
masing-masing kabupaten tersebut meskipun telah tersedia semua namun
terdapat variasi kondisi lahan dari jalan dengan permukaan aspal, belum diaspal
sampai dengan kondisi jalan yang masih tanah dan rusak. Kondisi prasarana
jalan ini tersaji pada Tabel 5.16.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-25
Tabel 5.16.Panjang Jalan Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Permukaan Jalan
di Wilayah-Wilayah Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2015
No Kabupaten/KotaKawasan
Jenis Permukaan Jalan (Km)
Aspal TidakDiaspal Lainnya Jumlah
1 Sumatera Selatan 1.444,41 18,26 0,20 1.462,872 OKU 86,7 0,55 0,00 87,223 OKI 98,20 0,00 0,00 98,204 Banyuasin 56,50 0,00 0,00 56,505 Ogan Ilir 173,04 4,61 0,00 177,656 OKU Timur 199,15 6,60 0,00 205,757 Palembang 64,81 0,00 0,00 64,818 Musi Rawas 56,25 0,00 0,00 0,00Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2015
Dari panjang jalan yang tersedia sebagai sarana transportasi pada
masing-masing wilayah kawasan memang belum sepenuhnya berada dalam
kondisi baik. Masih terdapat jalan-jalan dengan kondisi rusak bahkan sangat
rusak, namun jumlahnya memang hanya sebagian kecil dari jalan-jalan yang
sudah berada pada kondisi baik. Tabel 5.17 menyajikan distribusi kondisi jalan
pada wilayah-wilayah kawasan.
Tabel 5.17Panjang Jalan dan Kondisi Jalan Menurut Kabupaten/Kota di Wilayah-Wilayah
Kawasan Tanaman Pangan di Provinsi Sumatera Selatan, 2015
No Kabupaten/KotaKawasan
Kondisi Jalan (Km)Baik Sedang Rusak Rusak Berat
1 Sumatera Selatan 1.254,25 160,42 18,40 29,802 OKU 70,47 16,65 0,00 0,103 OKI 72,30 13,90 4,60 7,404 Banyuasin 55,90 0,60 0,00 0,005 Ogan Ilir 139,55 29,90 4,80 3,406 OKU Timur 162,50 32,05 6,00 5,207 Palembang 61,04 3,77 0,00 0,008 Musi Rawas 52,15 4,10 0,00 0,00Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2015
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-26
Pada sarana transportasi terlihat bahwa ketersediaan alat angkut untuk
/orang maupun barang tersebar cukup banyak dan cenderung mencukupi
kebutuhan pengangkutan dan mobilitas masyarakat. Jumlah kendaraan yang
tersedia menurut kabupate/kota yang ditetapkan sebagai wilayah kawasan
disajikan pada Tabel 5.18 berikut ini.
Tabel 5.18Jumlah Kendaraan Bermotor dan Jenis Kendaraan Menurut Kabupaten/Kota di
Wilayah-Wilayah Kawasan Tanaman Pangan di Provinsi Sumatera Selatan, 2015
No Kabupaten/KotaKawasan
Jenis KendaraanMobil
Berpenumpang Bus Truk SepedaMotor
1 Sumatera Selatan 254.784 2.022 41.024 1.009.8952 OKU 9.081 66 1.433 54.6613 OKI 7.970 46 1.759 4.8334 Banyuasin 8.704 64 2.159 71.4275 Ogan Ilir 4.777 72 815 82.6306 OKU Timur 7.872 103 1.723 67.1827 Palembang 150.693 1.139 22.802 397.7478 Musi Rawas 6.782 24 1.031 33.279Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2015
Dalam pergerakan trasnportasi khususnya pengangkutan hasil-hasil
produksi dari wilayah produsen ke wilayah konsumen dalam ruang lingkup
lokal, regional, nasional bahkan internasional, Provinsi Sumatera Selatan
khususnya melalui wilayah ibukota provinsi yaitu Kota Palembang, provinsi ini
memiliki akses jalan darat, laut dan udara. Untuk melayani transportasi ke luar
wilayah-wilayah produsen ini, Provinsi Sumatera Selatan memiliki 4 pintu
gerbang, yaitu stasiun kereta apa Kertapati, Bandara Internasional Sultan
Mahmud Badarudin II, Pelabuhan Boom Baru dan Pelabuhan Tanjung Siapi-Api,
serta terminal-terminal angkutan penumpang dan barang.
Pada sistem trasnportasi darat, wilayah Provinsi Sumatera Selatan
memiliki dua poros jalan utama, yang melayani pergerakan regional
(pergerakan lintas provinsi di Sumatera), yaitu lintas tengah dan lintas timur
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-27
Sumatera. Kedua poros ini memegang peranan yang sangat penting bagi
pergerakan orang dan barang termasuk produksi-produksi tanaman pangan dan
hortikultura. Selain melalui trasportasi darat, akses keluar dan masuk Provinsi
Sumatera Selatan dapat melalui sistem transportasi udara, yang tidak hanya
tersedia di ibukota provinsi namun kini juga telah tersedia di beberapa
kabupaten/kota, seperti di Kota Lubuk Linggau dan Pagar Alam. Trasnportasi
air juga menjadi pilihyan berikutnya, yaitu melalui pelabuhan boom baru dan
pelabuhan tanjung siapi-api yang sekarang semakin disempurnakan fasilitasnya
menuju pelabuhan internasional.
Prasarana dan sarana penunjang berikutnya adalah listrik. Secara umum
seluruh wilayah kawasan tanaman pangan dan hortikultura ini telah dilalui
fasilitas listrik yang dilayani oleh PT PLN (Persero). Prasarana ketenagalistrikan
PLN yang dimiliki Provinsi Sumatera Selatan adalah :
- 4 unit PLTU batubara, dengan kapasitas terpasang 260,0 MW.
- 2 unit PLTU (gas, HSD dan residu) dengan kapasitas terpasang 25,0 MW
- 8 unit PLTG , dengan kapasitas terpasang 207,7 MW
- 4 unit PLTD besar, dengan kapasitas terpasang 37,9 MW
- 47 unit PLTD isolated
- Jaringan Tegangan Menengah (JTM) yang telah dibanguna sepanjang
6.907,00 KMS
- Jaringan Tegangan Rendah (JTR) sepanjang 7.231,00 KMS.
Selain listrik PLN, banyak perusahaan besar di Provinsi Sumatera Selatan
memiliki tenaga pembangkit listrik sendiri untuk kepentingan perusahaannya,
seperti PT Pusri, PT Pertamina, PT TEL, dan PT PN Nusantara dengan total
kapasitas terpasang 433,37 KVA. Untuk kebutuhan listrik di Provinsi Sumatera
Selatan sendiri sebenarnya telah terpenuhi oleh energi yang diproduksi oleh
pembangkit yang ada di wilayah ini, namun karena energi ini di interkoneksikan
(pemakaian bersama), sehingga terkadang terjadi pemadaman yang tidak bisa
dihindarkan.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-28
Pada prasarana telekomunikasi yang mayoritas dikelola oleh PT Telkom
wilayah kerja Sumatera Bagian Selatan. Pelayan telekomunikasi ini dikelola
oleh beberapa Kandatel di beberapa kabupaten/kota. Seiring dengan
perkembangan teknologi komunikasi, maka saat ini pengelola telekomunikasi
tidak hanya dimonopoli oleh PT Telkom lagi, beberapa perusahaan swasta telah
berpartisipasi menyediakan layanan ini khususnya pada pelayanan
telekomunikasi seluler. Kondisi ini juga telah terdistribusi menyebar ke seluruh
kabupaten/kota sehingga sangat membantu proses komunikasi pelaku-pelaku
usaha agribisnis tanaman pangan dan hortikutura.
Saat ini sudah banyak petani dan kelompoknya yang memanfaatkan
sarana komunikasi untuk membantu mereka dalam mendapat informasi pasar
dan informasi kebutuhan sarana produksi. Selain itu, sarana komunikasi
melalui peralatan telepon seluler (HP) sudah banyak digunakan petani untuk
berkomunikasi antar petani atau antar kelompok tani. Selain berbagi info
mereka juga sudah mulai memanfaatkannya untuk perluasan usaha dengan
cara berkomunikasi dengan piha-pihak lain yang terkait dengan pengembangan
usahatani yang mereka lakukan.
Pada sarana permodalan, lembaga pendukungnya adalah lembaga
perbankan dan lembaga permodalan non formal lainnya. Jumlah perbankan di
Sumatera Selatan pada tahun 2014 dibagi menjadi tiga, yaitu Bank Umum
Pemerintah, Bank Umum Swasta Nasional dan BPR. Jumlah Bank yang paling
banyak di Provinsi Sumatera Selatan adalah bank yang merupakan bank
pemerintahan dan pembangunan daerah, sementara BPR jumlahnya sangat
terbatas. Pada kelompok bank swasta, jumlahnya juga cukup banyak yang
terdiri dari kantor cabang, kantor cabang pembantu, kantor pusat dan wilayah,
kantor kas, kas mobil dan loket pelayanan. Sebaran jumlah bank pemerintah,
swasta nasional dankelompok BPR yang tersedia di Sumatera Selatan tersaji
secara rinci pada Tabel 5.19.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-29
Tabel 5.19Jumlah Bank Pemerintah, Bank Pembangunan Daerah, Bank Swasta, dan Bank
BPR di Provinsi Sumatera Selatan (unit), Tahun 2014
No Jenis Bank Jumlah (Unit)
1 Bank Umum Pemerintah dan Bank PembangunanDaerah
1. Kantor Cabang 372. Kantor Cabang Pembantu 2433. Kantor Pusat dan Wilayah 44. Kantor Kas 745. Kas Mobil 56. Loket Pelayanan 21
2 Bank Umum Swasta Nasional1. Kantor Pusat dan Wilayah 42. Kantor Cabang 573. Kantor Cabang Pembantu 2334. Loket Pelayanan -5. Kantor Kas 116. Kas Mobil 1
3 BPR1. Kantor Pusat dan Wilayah 202. Kantor Cabang 103. Kantor Cabang Pembantu -4. Kantor Kas 9
Sumber : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VII
Koperasi juga menjadi lembaga pendukung bagi pengembangan usahatani
petani. Jumlah koperasi di Sumatera Selatan pada tahun 2014 mencapai
5.970 unit atau meningkat sebesar 14,26 persen dibanding tahun
sebelumnya. Koperasi tersebut tersebar di seluruh kabupaten/kota yang ada di
Provinsi Sumatera Selatan dengan besaran yang bervariasi, dengan jumlah
terbanyak berada di Kota Palembang (1.054 unit), disusul Kabupaten Musi
Rawas (1.029 unit) dan Kabupaten Muara Enim (530 unit) di posisi 2 dan 3.
Jumlah koperasi dengan jumlah unit terkecil adalah koperasi yang berada di
bawah kelola Provinsi Sumatera Selatan. Pada tahun 2014 jumlah anggota
koperasi di Sumatera Selatan mencapai 811.860 orang, sedangkan besarnya
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-30
volume usaha mencapai 2,69 triliun rupiah. Sebaran jumlah koperasi berikut
jumlah anggotanya disajikan secara rinci pada Tabel 5.20.
Tabel 5.20.Jumlah Koperasi dan Anggota Koperasi Menurut Kabupaten/Kota
di Provinsi Sumatera Selatan, 2014
No Kabupaten / Kota Jumlah Koperasi (Unit)
1 Ogan Komering Ulu 347
2 Ogan Komering Ilir 350
3 Muara Enim 530
4 Lahat 395
5 Musi Rawas 1.029
6 Musi Banyuasin 261
7 Banyuasin 350
8 OKU Selatan 189
9 OKU Timur 408
10 Ogan Ilir 197
11 Empat Lawang 125
12 Palembang 1.054
13 Prabumulih 155
14 Pagar Alam 110
15 Lubuk Linggau 193
16 Provinsi Sumsel 97
Jumlah 5.790
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2015
5.5. Aspek Pengolahan, Perdagangan dan Konsumsi Hasil Pertanian
Perkembangan dan perimbangan produksi dan konsumsi yang
penggunaanya untuk pemenuhan dalam wilayah pada bagian ini disajikan
terbatas pada perimbangan komoditi pangan uatama saja, yaitu padi (beras).
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-31
Tabel 5.21.Perkembangan dan Perimbangan Produksi dan Konsumsi Beras Masyarakat
di Sumatera Selatan
TahunProduksi (Ton) Jumlah
Penduduk(Org)
KebutuhanKonsumsi
Sumsel (Ton)Surplus (Ton)
GKG Beras
2007 2.753.044 1.727.259 7.019.964 723.057 1.004.202
2008 2.971.286 1.864.184 7.121.790 754.981 1.109.203
2009 3.125.236 1.960.773 7.222.635 765.672 1.195.101
2010 3.272.451 2.053.135 7.450.394 759.941 1.293.194
2011 3.384.670 2.123.541 7,593.425 774.529 1.349.012
2012 3.295.246 2.067.437 7.701.528 785.556 1.281.881
2013 3.676.723 2.306.776 7.810.890* 796.711 1.510.065
ARAM II 3.497.917 2.194.593 7.921.805* 808.025 1.386.568
ASEM 3.669.587 2.302.298 7.921.805* 808.025 1.494.273
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi SumateraSelatan, 2015
5.6. Aspek Kelembagaan
Aspek kelembagaan yang menunjang pengembangan komoditi pangan
dan hortikultura di Provinsi Sumatera Selatan terbagi menjadi kelembagaan
yang berada di tingkat petani dan terlibat langsung maupun kelembagaan yang
berada pada kelompok eksternal petani. Pada kelembagaan di tingkat petani,
ketersediaan kelompok tani, Gapoktan dan Koperasi menjadi aspek
kelembagaan yang sangat penting.
Pada kelembagaan di tingkat petani, pendataan yang dilakukan oleh
Kementerian Pertanian RI bekerjasama dengan Dinas Pertanian Tanaman
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-32
Pangan dan Hortikutura Provinsi Sumatera Selatan mencatat bahwa sampai
dengan tahun 2015 tercatat jumlah kelompok tani di Sumatera Selatan sebayak
16.759 kelompok tani. Data ketersediaan kelembagaan di tingkat petani
disajikan pada Tabel 5.22 berikut ini.
Tabel 5.22.Jumlah kelompok tani dan Gapoktan di Provinsi Sumatera Selatan, 2013-2014
No Jenis Lembaga Tahun 2013 Tahun 2014Jumlah
KelompokJumlahAnggota(Orang)
JumlahKelompok
JumlahAnggota(Orang)
1 Kelompok Tani (Poktan) 16.759 18.771 1.711 307.6132 Gabungan Kelompok Tani
(Gapoktan)1.415 242.376 1.415 242.376
Sumber : Kemeterian Pertanian RI, 2014
Dari Tabel 5.22 menunjukkan bahwa untuk kelompok tani jumlahnya
semakin berkurang namun anggotanya semakin meningkat. Hal ini
dikarenakan masih banyak terdapat kelompok tani yang tidak aktif sehingga
melebur ke dalam kelompok-kelompok tani yang aktif atau masuk dalam dalam
Gapoktan saja.
Pada kelembagaan di tingkat pemerintahaan, terdapat SKPD terkait di
bidang pertanian yang menjadi perpanjang tangan pemerintah di tingkat
provinsi maupun kabupaten. Pada tingkat provinsi terdapat Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Selatan, begitu juga pada
tingkat kabupaten/kota. Semua wilayah kawasan memiliki SKPD ini sebagai
perpanjangan tangan pemerintah dalam mengembangkan komoditi pangan dan
hortikulturan dari hulu sampai dengan hilir. Dalam operasionalnya tentu saja
SKPD ini harus bekerjasama dengan SKPD lain seperti Dinas Perindustrian dan
Perdagangan dan Badan Ketahanan Pangan pada sektor hilirnya. Disamping
itu, kerjasama juga harus dilakukan dengan pihak-pihak swasta, khususnya
pada kelompok yang mengusahakan sarana-sarana produksi untuk kebutuhan
petani.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-33
5.7. Aspek Sumber Daya Manusia
Dalam rangka pengembangan masing-masing kawasan, baik pangan
maupun hortikultura, maka diperlukan dukungan aspek sumberdaya manusia
yang terlibat dalam usaha pengembangan tersebut. Sumberdaya yang memiliki
peran langsung maupun tidak langsung dalam pengembangan wilayah kawasan
tersebut meliputi SDM pelaku usahatani tanaman pangan dan hortikultura, SDM
yang menangani pelayanan pertanian serta kuantitas dan kualitasnya seperti
pegawai tanaman pangan dan hortikultura, penyuluh, pendamping, dll.
Rumah tangga usaha pertanian pada wilayah-wilayah kawasan di
Sumatera Selatan berbdasarkan hasil Sensus Pertanian tahun 2013
menunjukkan bahwa sebagian besar terjadi penurunan jumlah rumah tangga
usaha pertanian. Namun demikian pada beberapa wilayah pangan masih
terlihat peningkatan jumlah rumah tangga usaha pertanian. Informasi kondisi
perkembangan jumlah rumah tangga ini, secara rinci tersaji pada Tabel 5.23.
Tabel 5.23.Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian dan Pertumbuhannya pada Wilayah-
Wilayah Kawasan di Provinsi Sumatera Selatan
Kabupaten/Kota
Rumah Tangga UsahaPertanian Pertumbuhan
2003 2013 Absolut %
OKU 40.411 39.610 -801 -1,98
OKI 114.749 123.132 8.383 7,31
Musi Rawas 94.312 88.555 -5.757 -6,10
Banyuasin 119.734 114.738 -4.996 -4,17
OKU Timur 114.420 120.209 5.789 5,06
Ogan Ilir 52.028 51.445 -583 -1,12
Palembang 28.322 10.768 -17.554 -61,98
Sumber : Sensus Pertanian 2013, BPS Provinsi Sumatera Selatan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-34
Pengelompokkan rumah tangga usaha pertanian berdasarkan golongan
luas lahan yang dikuasai menunjukkan bahwa kelompok terbesar jumlah berada
pada kelompok golongan luas lahan 10.000 M2 – 19.999 M2 atau berada pada
kelompok kepemilikan luas lahan 1-2 Hektar. Namu demikian, masih banyak
juga terdapat kelompok rumah tangga usaha pertanian yang masih berada
pada kategori petani Gurem, dikarenakan hanya mengusahkan lahan kurang
dari 0,5 Hektar. Sebaran data lengkap tersaji pada Tabel 5.24.
Tabel 5.24.Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian di Provinsi Sumatera Selatan Menurut
Golongan Luas Lahan yang Dikuasai
Gol Luas Lahan(M²)
Rumah Tangga Usaha Pertanian Pertumbuhan
2003 2013 Absolut %
< 1.000 105,340 27.648 -77.692 -73,75
1.000 – 1.999 32,973 15.548 -17.425 -52,85
2.000 – 4.999 102,244 76.232 -26.012 -25,44
5.000 – 9.999 139,119 139.976 857 0,62
10.000 – 19.999 263,604 322.061 58.457 22,18
20.000 – 29.999 190,613 195.932 5.319 2,79
≥ 30.000 137,565 181.327 43.762 31,81
JUMLAH 971,458 958.724 -12.734 -1,31
Sumber : Sensus Pertanian 2013, BPS Provinsi Sumatera Selatan
Pengelompokkan berikutnya adalah pembagian petani tanaman pangan
dan hortikultura berdasarkan jenis kelamin. Tabel 5.25 menunjukkan bahwa
jumlah petani laki-laki di sub sektor pangan maupun hortikultura didominasi
petani berjenis kelamin laki-laki. Hal ini dikarenakan memang pekerjaan yang
dilakukan pada kegiatan usahatani khususnya on farm lebih banyak
memerlukan kemampuan fisik, sehingga laki-laki memang lebih pas. Namun
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-35
demikian, peranan wanita dalam usahatani ini cukup besar, terutama pada
aktifitas-aktifias ringan seperti pemanenan dan penanaman.
Tabel 5.25.Jumlah Petani Sektor Pertanian dan Sub Sektor Tanaman Pangan dan
Hortikultura di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2013
Sektor/Sub Sektor Laki-Laki Perempuan Jumlah
Absolut % Absolut % Absolut %
Pertanian 950.811 78,89 254.454 21,11 1.205.265 100
Tanaman Pangan 387.470 78,91 103.571 21,09 491.041 100
Hortikultura 145.680 79,43 37.723 20.57 183.403 100
Sumber : Sensus Pertanian 2013, BPS Provinsi Sumatera Selatan
Pada agro industrinya, terlihat bahwa terdapat juga rumah tangga usaha
pertanian yang melakukan pengolah hasil pertanian tanaman pangan dan
hortikulturanya. Jenis olahan yang dibuat bervariasi, namun mengarah kepada
produk pangan yang siap konsumsi, seperti keripik, sirup, penganan meja, dan
sebagainya. Selain itu juga terdapat rumah tangga yang mengolah dalam
bentuk setengah jadi seperti tepung tapioka, tepung beras maupun tepung
jagung. Rumah tangga yang melakukan usaha olahan pangan dan hortikultura
ini tersebar pada wilayah-wilayah kawasan, dengan wilayah kawasan yang
memiliki jumlah rumah tangga pengolah terbanyak adalah Kabupaten
Banyuasin (124.551 RT). Selanjutnya adalah Kabupaten Ogan Komering Ilir
dan Kabupaten Musi Rawas. Jika dikomparasi antara jumlah rumah tangga yang
mengolah tanaman pangan dengan hortiktultura, maka terlihat bahwa rumah
tangga yang mengolah tanaman pangan berjumlah lebih banyak daripada
rumah tangga yang mengolah tanaman hortikultura. Distribusi kelompok
rumah tangga petani yang melakukan aktifitas pengolahan tersebut secara rinci
disajikan pada Tabel 5.26.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-36
Tabel 5.26Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian dan Rumah Tangga Usahatani
Tanaman Pangan dan Hortikultura yang Melakukan Pengolahan Hasil PertanianPada Wilayah-Wilayah Kawasan di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2013
Kabupaten/Kota RT UsahaPertanian
Rumah Tangga Usaha Pertanian SubSektor (RT)
Tanaman Pangan Hortikultura
OKU 47.035 3.454 155
OKI 119.187 33.279 7.633
Musi Rawas 101.114 12.239 1.288
Banyuasin 124.551 73.510 1.440
OKU Timur 99.405 42.815 1.125
Ogan Ilir 43.079 19.801 1.059
Palembang 10.804 3.763 263
Sumber : Sensus Pertanian 2013, BPS Provinsi Sumatera Selatan
Kondisi SDM pada kelompok penanganan pelayanan pertanian
khususnya pada kegiatan penyuluhan pada wilayah-wilayah kawasan
menunjukkan bahwa meskipun belum ideal rasio antara jumlah petani yang
memerlukan pelayanan dengan jumlah SDM yang melayani namun telah cukup
banyak jumlah SDM nya. Kelompok SDM dengan profesi PPL tersebut
terkategori dengan status PPL PNS, PPL THL dan PPL swadaya, dengan jumlah
terbanyak pada kelompok PPL dengan status PNS. PPL tersebut wilayah
kerjanya terdistribusi pada desa-desa yang ada di kabupaten/kota yang ada di
Sumatera Selatan, di bawah kelembagaan masing-masing SKPD terkait. Selain
itu, keberadaan PPL swadaya merupakan SDM pendukung dan membantu
mengatasi kekurangan tenaga PPL pada setiap desa. Jumlah dan sebaran SDM
PPL tersebut pada wilayah kawasan secara lengkap disajikan pada Tabel 5.33
berikut ini.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-37
Tabel 5.27.Jumlah SDM yang Menangani Pelayanan Pertanian pada Wilayah-Wilayah
Kawasan di Sumatera Selatan Tahun 2015
Kabupaten/Kota Kategori PPL (Orang)
PPL PNS THL/TB Swadaya Jumlah
OKU 66 28 - 94
OKI 127 58 - 185
Musi Rawas 141 53 84 278
Banyuasin 157 71 - 228
OKU Timur 88 49 32 169
Ogan Ilir 42 60 - 102
Palembang 33 17 - 50
Sumber : Badan Penyuluh dan Pengembangan Sumberdaya Manusia,Kemeterian Pertanian, 2015
5.8. Aspek Teknis dan Gangguan Produksi
Dalam pengusahaan tanaman pangan dan hortikultura di Sumatera
Selatan, masih terdapat aspek-aspek yang tergolong dapat mengganggu
produksi. Jenis gangguan tersebut meliputi gangguan produksi yang bersumber
dari bencana alam, serangan OPT, banjir, kekeringan dan termasuk kerawanan
konflik, gangguan kemanan, dan sengketa lahan.
Pada komoditi pangan khususnya padi, Sumatera Selatan menargetkan
produksi Gabah Kering Giling (GKG) padi tahun 2016 sebesar 4,7 juta ton
dengan target tanam di lahan seluas 1.071.000 hektar. Jumlah tersebut
meningkat sebesar 500.000 ton dari produksi tahun lalu berdasarkan Angka
Sementara (ASEM) tahun 2015 yang berada pada angka 4,2 juta ton di atas
luas lahan tanam 894.220 hektar. Gangguan produksi yang terjadi selama
musim hujan yaitu pada bulan Januari dan Februari adalah banjir yang
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-38
disebabkan meluapnya berbgai sungai besar yang ada di Sumatera Selatan.
Banjir biasanya mengganggu kegiatan budidaya padi di Kabupaten Ogan
Komering Ilir (OKI), Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, Muara Enim, Lahat, Musi
Rawas, Musi Rawas Utara (Muratara) dan PALI. Sebagai gambaran luas
gangguan banjir yang terjadi selama priode musim hujan 2016 untuk tujuh
kabupaten tersebut mencapai 2.722 hektar dan yang terluas terjadi di
Kabupaten Muratara yakni 1.484 hektar dengan puso seluas 268 hektar.
Ancaman banjir selalu terjadi di Sumatera Selatan dan sifatnya fluktuatif untuk
ketinggian, lama dan tempatnya.
Kendala yang dihadapi dalam budidaya padi di Sumatera Selatan selain
banjir juga kekeringan saat musim kemarau. Daerah yang sering mengalami
gangguan kekeringan adalah lebak dangkal dan juga areal persawahan rawa
pasang surut tipe B dan C, serta daerah persawahan yang berada di ujung
jaringan irigasi. Areal persawahan di Sumsel yang sering mengalami
kekeringan adalah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Ogan Komering UIu
(OKU), Musi Rawas (Mura) dan Banyuasin. Luas daerah persawahan yang
terkena dampak kekeringan dapat mencapai 20.000 hektar sehingga dapat
menurunkan produktivitas persawahan. Kekeringan biasanya terjadi pada
akhir musim kemarau sehingga luapan air rawa sangat terbatas, dan juga
akibat suplai air irigasi yang sangat terbatas sampai pada daerah hilir irigasi.
Bencana kekeringan juga bergantung dari lama musim kemarau dan juga
jumlah curah hujan yang ada. Saat El nino pada tahun 2015 kemarin maka
dampak kekeringan di areal persawahan Sumsel mengakibatkan terjadinya
fuso, dan sifat gangguan kekeringan tentu sangat bergantung dari kondisi iklim
yang mana ancaman akan menurun saat Sumsel dengan kondisi La Nina.
Selain bencana alam, maka jenis gangguan produksi lainnya adalah
berasal dai gangguan hama dan penyakit tanaman. Jenis hama yang paling
dominan menyerang padi di Sumsel adalah tikus. Serangan tikus banyak terjadi
pada pertengahan sampai akhir musim tanam (MT) 1. Daerah persawahan
padi yang banyak diserang tikus adalah daerah pasang surut di
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-39
Kabupaten OKI dan Banyuasin. Serangan tikus juga bersifat sporadic yang
dapat saja terjadi di berbagai tipologi lahan dan juga musim. Oleh sebab itu,
ancaman tikus selalu menjadi prioritas utama yang dipersiapkan untuk
pengendaliannnya. Hama lain yang penting adalah wereng, dan umumnya
dalam dua tahun terakhir banyak menyerang padi di daerah pasang surut
terutama di Kabupaten Banyuasin. Pada tahun 2016 ini, terjadi serangan
wereng di Kecamatan Pulau Rimau sampai ribuan hektar yang tentunya dapat
mengganggu hasil padi.
Hama Sundep selain menyerang padi di lahan sawah irigasi dan pasang
surut ternyata juga telah menyerang sawah tadah hujan di Martapura
(Kabupaten OKU Timur), dan hama ini biasanya menyerang tanaman padi yang
baru berusia sekitar dua minggu sehingga akan membuat batang padi
menguning dan kering. Kalaupun bertahan hidup nantinya saat panen buah
padinya akan kosong atau tidak berisi. Serangan hama keong mas akan
merusak tanaman padi yang baru ditanam beberapa hari. Keong mas juga
menyerang ratusan hektar tanaman padi milik petani Desa Rantau Bayur
Kecamatan Rantau Bayur (Musi Banyuasin) sehingga banyak padi yang gagal
panen. Ulat Grayak juga telah menyerang padi secara signifikan di Kota Pagar
Alam yang mencakup wilayah Karang Anyar dan Muara Sindang Kecamatan
Dempo Selatan. Serangan hama ulat yang menyerang persawahan
menyebabkan petani mengalami gagal panen, dan biasanya waktu serangan
terjadi sekitar 15 hari sebelum panen.
Penyakit tungro merupakan salah satu penyakit penting tanaman padi
karena memiliki potensi menyebabkan kerusakan yang tinggi. Di Indonesia
penyakit tungro dilaporkan telah menyebar hampir di seluruh sentra produksi
padi dan serangannya terluas dibanding serangan penyakit lain. Tungro
disebabkan oleh dua jenis virus yang berbeda yaitu virus bentuk batang Rice
tungro bacilliform virus (RTBV) dan virus bentuk bulat Rice Tungro Spherical
Virus (RTSV.) Infeksi penyakit Tungro pada tanaman padi dapat terjadi sejak
tanaman di persemaian. Pada daerah pertanaman padi yang serentak
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-40
infeksi penyakit tungro sebagian besar mulai terjadi setelah tanam. Kehilangan
hasil padi akibat serangan tungro sangat bervariasi, tergantung pada umur
tanaman dan intensitas serangan. Semakin muda stadia tanaman terinfeksi,
semakin besar kehilangan hasilnya. Kisaran kehilangan hasil pada stadia yang
terinfeksi 2–12 minggu setelah tanam (mst) antara 90–20%. Pada intensitas
serangan ringan kehilangan hasil diperkirakan mencapai 15%, intensitas
serangan sedang mengakibatkan kehilangan hasil lebih kurang 35%, dan
intensitas serangan berat mengakibatkan kehilangan hasil lebih kurang 60%.
Pada tiga tahun yang lalu telah terjadi serangan hama tungro dan leher patah
lalu di Kecamatan Tanjung Sakti Pumi, Kabupaten Lahat. Hal yang sama juga
terjadi saat MT 1 di lahan persawahan padi di berbagai kecamatan di
Kabupaten Banyuasin. Pada tahun 2016 ini ditemukan serangan Tunggro di
Kecamatan Tugumulyo Kabupaten Musi Rawas dengan skala yang relatif luas.
Penyakit yang disebabkan oleh cendawan dan bakteri yang banyak
mengancam padi di persawahan Sumatera Selatan adalah Blast (patah leher)
dan juga hawar daun (kresek), dan areal serangannya dalam satu tahun
terakhir mencapai areal lebih dari 1.300 hektar sehingga banyak petani merugi.
Wilayah yang ditanami oleh varietas padi tertentu ternyata sangat peka kepada
blast sehingga serangan tersebut banyak dijumpai di berbagai kabupaten sentra
padi di Sumatera Selatan.
Pada komoditi jagung, kendala dalam budidaya jagung yang
menyebabkan rendahnya produktivitas jagung antara lain adalah serangan
hama dan penyakit. Hama yang sering dijumpai menyerang tanaman jagung di
Sumatera Selatan adalah ulat penggerek batang jagung, kutu daun, ulat daun,
ulat penggerek tongkol, ulat grayak, lalat bibit, ulat tanah. Sedangkan Bulai,
Karat, penyakit gosong, penyakit busuk tongkol adalah penyakit yang sering
muncul di tanaman jagung dan dapat menurunkan produksi jagung.
Petani Jagung di wilayah Bungamayang, Kabupaten OKU Timur pada
tahun 2016 kembali diresahkan oleh serangan hama tikus. Sebelumnya, para
petani diresahkan oleh serangan hama babi dan monyet yang
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-41
menghabiskan tanaman jagung mereka. Kondisi yang sama sering terjadi pada
areal jagung di Kecamatan Air Sugihan (OKI) dimana serangan tikus terhadap
jagung hampir terjadi setiap tahun dalam lima tahun terakhir ini.
Penyakit penting tanaman jagung adalah Hawar Daun (Helmithosporium
turcicum), busuk Pelepah (Rhizoctonia solani), penyakit Bulai
(Peronosclerospora maydis), busuk tongkol Fusarium, busuk tongkol Diplodia,
busuk batang, karat daun (Puccinia polysora) dan bercak daun (Bipolaris
maydis Syn.). Wilayah yang banyak mendapatkan serangan penyakit bulai dan
busuk tongkol adalah Kabupaten OKU Timur, Ogan Ilir, Musi Banyuasin,
Banyuasin, dan Kota Lubuk Linggau yang biasanya terjadi antara Musim
Tanam 1 dan Musim Tanam 2.
Pada tanaman kedelai, gangguan produksi yang sering dialami adalah
serangan hama, yang terjadi sejak tanaman mulai tumbuh hingga panen.
Besarnya kehilangan hasil tanaman karena serangan hama ditentukan oleh
berbagai faktor antara lain tinggi rendahnya populasi hama, fase pertumbuhan
tanaman, bagian tanaman yang dirusak, dan ketahanan varietas. Serangan
hama untuk kedelai di Sumsel memang belum banyak dilaporkan sebagai akibat
areal pertanaman yang belum sangat luas. Hama penting untuk kedelai adalah
lalat kacang (Ophiomyia phaseoli), kumbang daun kedelai (Phaedonia inclusa),
kutu kebul (Bemisia tabaci), kutu daun (Aphis glycines), ulat grayak
(Spodoptera litura), ulat jengkal (Chrysodeixis chalcite), ulat buah (Helicoverpa
armigera), penggerek polong (Etiella zinckenella dan E. hobsoni dan kepik
hijau. Lokasi budidaya kedelai di Kabupaten Banyuasin dan Kabupaten Lahat
sudah ada serangan dengan intensitas kecil dari ulat jengkal.
Anggapan petani bahwa budidaya kedelai sensitif dengan penyakit
terkadang ada benarnya sebab penyakit penting yang banyak menyerang
kedelai adalah penyakit Karat Daun, Bakteri Pustul, Bercak Kuning, Rebah
Kecambah, Busuk Daun/Polong, Antraknose, Hawar Batang, Bercak Biji Ungu.
Sedangkan yang disebabkan oleh Virus meliputi: Soybean Stunt Virus (SSV),
Soybean Mosaic Virus (SMV), Cowpea Mild Mottle Virus (CMMV), Peanut
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-42
Stripe Virus (PStV) dan Bean Yellow Mosaic Virus (BYMV). Kerugian petani
akibat penyakit-penyakit tersebut belum banyak dilaporkan di Sumsel.
Walaupun demikian, kesiapan dan antisipasi pengendalian sangat perlu
dilakukan.
Persoalan lain yang tidak spesifik komoditi adalah persoalan yang terkait
sengketa lahan pangan. Persoalan sengkketa lahan pangan di Sumsel banyak
disebabkan adanya perbedaan penetapatan tapal batas lahan petani dengan
perkebunan kelapa sawit, HTI dan kawasan hutan. Perbedaan persepsi tentang
aturan peraturan adat juga menjadi kendala dalam pengembangan kawasan
pertanian tanaman pangan sehingga berbagai pihak menjadi status qua dalam
pengelolaan lahan. Persoalan sengketa lahan banyak dijumpai di Kabupaten
Banyuasin, OKI, Ogan Ilir, dan MUBA. Sisi lain dari dampak sengketa lahan
adalah terjadinya lahan tidur yang berakibat terhadap kebakaran lahan pada
musim kemarau.
5.9. Aspek Kebijakan
Pengembangan kawasan ini dilakukan berlandaskan dasar yang formal
dari pusat hingga kabupaten/kota terkait agribisnis (Keputusan Gubernur,
Bupati, Peraturan Daerah Terkait Pengembangan Kawasan) dan lain-lain. Dasar
hukum dari pengembangan kawasan ini adalah
1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3478);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
juncto Undang-Undang Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
3. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 2006
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-43
Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4660);
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Tahun
2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4700);
5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4725);
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 Tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844)
7. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura
8. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan Petani (Lembaran Negara Tahun 2013 Nomor 131,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5433);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4833);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2010 tentang Usaha Budidaya
Tanaman (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 24, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5106);
12. Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan
dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025;
13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 41/Permentan/ OT.140/ 9/2009
tentang Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan Pertanian;
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-44
14. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50/Permentan/ OT.140/ 8/2012
tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian;
15. Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor : 03/Kpts/ PD.120
/1/ 2015 tentang Penetapan Kawasan Padi, Jagung, Kedelai dan Ubi Kayu
Nasional;
16. Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesi Nomor :
45/Kpts/PD.200/1/2015 tentang Penetapan Kawasan Kawasan Cabai,
Bawang Merah dan Jeruk Nasional.
17. Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia 2011-2025 sebagaimana tela diubah dengan
Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2014;
18. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang
Pembentuka Menteri Kabinet Kerja Kementerian dan
Pengangkatan Periode 2014-2019;
19. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 41 /Permentan/ OT.140/9/
2009 tentang Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan Pertanian;
20. Peraturan Menteri Pertanian Nomor61/Permentan/OT.140/10/2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja
21. Peraturan Menteri Pertanian50/Permentan/OT.140/8/~012 tentang
Pengembangan Kawasan Pertanian;
Isu dan Kebijakan Terkait
Isu dan kebijakan terkait dalam pengembangan kawasan tanaman
pangan di Provinsi Sumatera Selatan, meliputi :
Pemerintah masih mempersiapkan pembentukan Badan Pangan Nasional
(BPN) sesuai dengan UU Pangan No.18 Tahun 2012. Bulan Januari 2016
diperkirakan telah dibentuk BPN yang merupakan gabungan dari Bulog dan
Badan Ketahanan Pangan (BKP). Peran Bulog akan diperbesar karena
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-45
memiliki aset yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pangan nasional
dimana sejumlah gudang Bulog diubah fungsi sehingga dapat menyimpan
produk pangan selain beras. Selain itu Bulog juga membutuhkan cold
storage untuk menyimpan daging sapi, bawang, jagung,cabai, kedelai,
tomat dan pangan lainnya.
Deputi Bidang Infrastruktur Bisnis Kementerian BUMN menyiapkan 5
strategi untuk memperkuat perum Bulog meningkatkan cadangan beras
nasional, yaitu: (1)membuka lahan baru seperti Merauke Industrial Food
Estate, (2)modernisasi penambahan sarana penyimpanan yang akan
ditingkatkan dari hanya 3,9 juta ton atau 6-7 % menjadi 15%,
(3)menyerap hasil panen, (4)pengembangan jalur distribusi pangan, dan
(5) penguatan fungsi Bulog.
Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen (SPK)
Kementerian Perdagangan mengatakan pedagang harus memperhatikan
kebenaran label bahasa Indonesia dengan barang jualannya meliputi jenis
dan kualitas beras, berat dan tingkat kepecahannya. Dirjen SPK juga
mengajakkementerian dan lembaga non kementerian (seperti Otoritas
Kompeten Keamanan Pangan Kementerian Pertanian dan dinas terkait)
untuk mengawasi peredaran dan jaminan keamanan beras.
Penyaluran Raskin tahun 2015 ditambah menjadi 14 kali dengan Rumah
Tangga Sasaran Penerima raskin tetap. Penyaluran raskin hingga Oktober
2015 telah dilaksanakan Bulog Subdivre Subang sebanyak 13 kali
sedangkan penyaluran ke 14 akan dilaksanakan November-Desember.
Penyaluran raskin tambahan mengacu pada Keputusan Kementerian Sosial
dalam upaya membantu wargatidak mampu akibat kekeringan dan
tingginya harga beras di pasaran.
Bulog tetap melakukan pembelian gabah dan berasmelalui mekanisme
pembelian berdasarkan HPP dan non HPP. Saat ini total penyerapan Bulog
sebesar 2,6 juta ton dengan 700 ribu ton diantaranya adalah beras
komersial. Menurut Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA), bahwa
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-46
saat ini Bulog lebih mengandalkan penyerapan beras non HPP karena HPP
dianggap terlalu rendah dan tidak ada kenaikan yang signifikan dalam 3
tahun
5.10. Aspek Pertanian
Sumatera Selatan mempunyai 13 kabupaten dan 4 Kota dengan luas areal
administratif seluas 91.592,43 Km2 atau sekitar 9,159 juta hektar, dengan
tipologi lahan pertanian yaitu lahan basah dan lahan kering. Untuk lahan basah
meliputi rawa lebak dan rawa pasang surut. Sementara, lahan kering
membentang dari lahan dataran tinggi, dataran sedang dan dataran rendah.
Tersedianya potensi lahan yang cukup merupakan salah satu keuntungan dari
upaya yang akan ditempuh dalam mewujudkan sasaran peningkatan pangan di
Sumatera Selatan. Sasaran pengembangan dan pembukaan sawah baru secara
intensif di Sumsel telah dilaksanakan lebih dari 15 tahun yang mencakup semua
jenis lahan sawah, akan tetapi sasaran utama dengan wilayah yang luas adalah
pada lahan rawa lebak dan lahan sawah rawa pasang surut .
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-47
Tabel 5.28.Luas Masing-Masing Kabupaten dan Kota Di Provinsi Sumatera Selatan
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi SumateraSelatan, 2016
Pembangunan sub sektor tanaman pangan di Indonesia termasuk juga di
Sumsel dalam tiga tahun terakhir ini telah dirasakan membawa dampak yang
sangat besar terutama dari sisi luas lahan sawah baru yang dicetak dan juga
peningkatan indeks pertanaman (IP). Potensi lahan yang sebelumnya telah ada
terus dikembangkan oleh Pemprov Sumsel. Luas areal tanaman padi di Sumsel
No Kabupaten/Kota Luas (Km2) %
1 Ogan Komering Ulu 4.797,06 5,238
2 Ogan Komering Ilir 18.359,04 20,044
3 Muara Enim 7.383,90 8,062
4 Lahat 5.311,74 5,799
5 Musi Rawas 6.350,10 6,933
6 Musi Banyuasin 14.266,26 15,576
7 Banyuasin 11.832.99 12,919
8 Ogan Komering Ulu Timur 3.370,00 3,679
9 Ogan Komering Ulu Selatan 5.493,94 5,998
10 Ogan Ilir 2.666,09 2,911
11 Empat Lawang 2.256,44 2,464
12 Penukal Abab Lematang Ilir 1.840,00 2,009
13 Musi Rawas Utara 6.008,55 6,560
14 Palembang 369,22 0,403
15 Pagar Alam 633,66 0,692
16 Lubuk Linggau 401,50 0,438
17 Prabumulih 251,94 0,275
Total 91,592.43 100,00
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-48
dari berbagai kabupaten dan kota telah mencapai 620 ribu hektar (Tabel 5.29).
Potensi sawah yang ada ini perlu terus dipertahankan agar menjadi upaya
produksi lahan padi yang berkelanjutan.
Tabel 5.29.Luas Areal Pertanaman Padi di Berbagai Kabupaten dan Kota Di Provinsi
Sumatera Selatan Tahun 2015
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi SumateraSelatan, 2016
Potensi pengembangan lahan persawahan yang nantinya untuk menjadi
areal budidaya padi, jagung dan kedelai serta bawang masih memungkinkan
untuk di tingkatkan luasnya di Provinsi Sumsel. Potensi tersebut berada di
OKI, Banyuasin dan OI (Tabel 5.30). Potensi lain untuk meningkatkan areal
panen adalah peningkatan IP baik padi maupun jagung, dan hal tersebut dapat
dikembangkan di berbagai kabupaten yang ada. Pengembangan tersebut tentu
harus disertai dengan peningkatan Sapras persawahan sehingga ancaman
banjir dan kekeringan dapat diminimalisir.
1 OKU 825 4,507 - 5,332 0.862 OKI 72,093 50,509 - 122,602 19.753 MUARA ENIM 21,911 2,465 34 24,410 3.934 LAHAT 2,752 13,589 538 16,879 2.725 MUSI RAWAS 1,421 13,816 4,921 20,158 3.256 MUBA 44,786 5,745 30 50,561 8.157 BANYUASIN 108,453 89,508 - 197,961 31.908 OKU SELATAN 296 9,820 7,765 17,881 2.889 OKU TIMUR 14,435 47,170 18,061 79,666 12.84
10 OGAN ILIR 45,564 1,678 - 47,242 7.6111 EMPAT LAWANG 2,696 10,627 231 13,554 2.1812 PALI 5,583 231 - 5,814 0.9413 MURATARA 6,064 880 - 6,944 1.1214 PALEMBANG 5,335 505 - 5,840 0.9415 PRABUMULIH 525 - - 525 0.0816 PAGAR ALAM 497 2,885 30 3,412 0.5517 LUBUK LINGGAU 15 413 1,423 1,851 0.30
JUMLAH 333,251 254,348 33,033 620,632 100
PERSENTASE
NO KABUPATEN 1XTANAM
2X TANAM 3X TANAM JUMLAH
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-49
Tabel 5.30.Luas Areal Tanam Padi dan Potensi Pengembangan Lahan Dari Berbagai
Kabupaten dan Kota di Sumatera Selatan
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi SumateraSelatan, 2016
Melalui program upaya khusus peningkatan produksi padi jagung dan
kedelai (Upsus Pajale) maka areal panen padi pada tahun 2016 telah mencapai
lebih dari 1 juta hektar, jagung (67 ribu hektar), dan kedelai (hampir 10 ribu
hektar) sehingga luas areal panen padi, jagung dan kedelai hampir 1,2 juta
hektar ( Tabel 5.31). Kawasan panen padi merata di semua kabupaten dan
kota yang ada di Sumsel dan yang paling luas adalah Kabupaten Banyuasin dan
diikuti oleh Kabupaten OKI dan OKUT. Areal persawahan padi pada MT 2 dan
MT 3 dapat menjadi areal budidaya jagung dan juga kedelai yang tentunya luas
dan tempat sangat tergantung dengan kondisi tipologi lahan. Oleh sebab itu,
1 OKU - 4,507 825 - 3,540 8,8722 OKI - 50,509 72,093 7,730 55,666 185,9983 MUARA ENIM 34 2,465 21,911 810 1,797 27,0174 LAHAT 538 13,589 2,752 159 487 17,5255 MUSI RAWAS 4,921 13,816 1,421 304 9,989 30,4516 MUBA 30 5,745 44,786 5,141 11,108 66,8107 BANYUASIN - 89,508 108,453 15,596 12,961 226,5188 OKU SELATAN 7,765 9,820 296 120 39 18,0409 OKU TIMUR 18,061 47,170 14,435 555 5,399 85,62010 OGAN ILIR - 1,678 45,564 2,042 18,343 67,62711 EMPAT LAWANG 231 10,627 2,696 179 358 14,09112 PALI - 231 5,583 81 684 6,57913 MURATARA - 880 6,064 - 187 7,13114 PALEMBANG - 505 5,335 - 349 6,18915 PRABUMULIH - - 525 28 175 72816 PAGAR ALAM 30 2,885 497 - - 3,41217 LUBUK LINGGAU 1,423 413 15 - 43 1,894
JUMLAH 33,033 254,348 333,251 32,745 121,125 774,502
NO KABUPATEN 3XTANAM JUMLAH2X
TANAM1X
TANAM DTL TDA
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-50
Kawasan panen jagung yang terbesar juga dijumpai di Kabupaten Banyuasin
dan Kabupaten OKUT. Sementara itu, kawasan untuk panen kedelai banyak
dijumpai di Kabupaten Banyuasin, Musi Rawas dan OKU Selatan.
Tabel 5.31.Lahan Sawah dari Berbagai Tipologi di Setiap Kabupaten dan Kota Yang Ada di
Sumatera Selatan (2016)No Kabupaten/Kota Tipologi Sawah Lahan sawah
seluruhnya(ditanami
padi)
Irigasi TadahHujan
PasangSurut
Lebak
1 Ogan Komering Ulu 3,244 1,648 - 440 5,332
2 Ogan Komering Ilir 650 37,100 26,434 58,418 122,6023 Muara Enim 6,054 3,854 - 14,502 24,4104 Lahat 15,364 1,515 - - 16,8795 Musi Rawas 12,423 7,438 - 297 20,1586 Musi banyuasin - 235 34,579 15,747 50,5617 Banyuasin - - 166,317 31,644 197,9618 OKU Selatan 15,957 1,924 - - 17,881
9 OKU Timur 43,481 21,108 - 15,077 79,66610 Ogan Ilir - 553 - 46,689 47,24211 Empat Lawang 13,050 504 - - 13,55412 PALI - 315 - 5,499 5,81413 Musi Rawas Utara 415 4,334 - 2,195 6,944
14 Palembang - - - 5,840 5,84015 Prabumulih - - - 525 52516 Pagar Alam 3,412 - - - 3,41217 Lubuk Linggau 1,637 199 14 1 1,851JUMLAH 115,687 80,727 227,344 196,874 620,632
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi SumateraSelatan, 2016
Sumsel mempunyai empat macam areal persawahan yaitu irigasi, tadah hujan,
rawa pasang surut dan rawa lebak (Tabel 5.32) yang mempunyai karakteristik
berbeda sehingga waktu tanam dan panen padi tidak sama yang selanjutnya
hampir sepanjang waktu terjadi panen padi di sumsel. Sampai tahun 2016 ini,
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-51
rawa pasang surut masih menjadi andalan dalam budidaya padi dan lahan rawa
lebak diposisi kedua. Untuk tadah hujan masih relatif luas sehingga dapat
menjadi potensi pengembangan jagung atau kedelai pada MT 2. Untuk
pengembangan kedepan maka perluasan areal padi dapat dilakukan di pasang
surut OKI dan Banyuasin.
Tabel 5.32.Penampilan Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman
Pangan di Sumatera Selatan
No Komoditi LuasTanam (Ha)
LuasPanen (Ha)
Produkvitas(Ku/Ha)
Produksi(Ton)
1. Padi(ton GKG) 1.073.107 1.012.099 47,34 4.826.084
2. Jagung(ton PK) 62.650 60.490 62,12 375.760
3. Kedelai(ton BK) 19.800 18.810 15,55 29.254
Sumber : Dinas Pertanian TPH Provinsi Sumatera Selatan, 2016
Secara umum potensi produktivitas berbagai komoditi penting Sumsel
(Tabel 5.33) masih dapat ditingkatkan sebab berbagai faktor pembatas produksi
relatif signifikan berpengaruh terhadap produksi tanaman pangan. Pada
daerah rawa pasang surut masih dapat ditingkatkan menjadi IP 300 dengan
menerapkan padi-padi-palawija. Selanjutnya, di daerah rawa lebak masih
potensial dilaksanakan padi-palawija.
Potensi pengembangan pertanian tanaman pangan di Sumsel selain
mengandalkan areal persawahan dan tadah hujan sebenarnya masih dapat
diintegrasikan dengan perkebunan rakyat datau perkebunan besar. Untuk areal
perkebunan kelapa sawit yang ada di rawa lebak dan pasang surut dapat
ditumpangsarikan dengan padi atau palawija lainnya sampai umur sawit 5
tahun. Ke depan potensi tersebut relative besar sebab secara bertahap sekitar
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
V-52
10 ribu hektar kelapa sawit akan direplanting setiap tahun di sumsel. Hal yang
sama juga akan terjadi di lahan kering untuk tanaman karet sehingga potensial
untuk dikembangkan jagung di perkebunan karet replanting. Adanya program
replanting dua komoditi perkebunan tentunya dapat diintegrasikan dengan
Upsus Pajale.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-1
ANALISIS PERENCANAAN
Perencanaan merupakan kegiatan awal dari proses manajemen suatu
usaha/kegiatan. Melalui perencanaan maka pelaksanaan kegiatan yang akan
dilakukan dapat berjalan secara efektif dan efisien dikarenakan terdapat
pedoman dalam pelaksanaannya. Dalam penyusunan perencanaan, perlu
mempertimbangkan berbagai aspek yang diperlukan agar pada saat aksi
kegiatan dapat operasional secara efektif dan efisien. Berbagai aspek yang
perlu dianalisis dalam penyusunan perencanaan meliputi aspek biofisik dan
sumberdaya lahanm ekonomi dan perekonomian, sarana dan prasarana,
kependudukan dan sosial budaya, kelembagaan, sumberdaya manusia, teknis
tanaman dan pengolahannya, pembiayaan serta kebijakan-kebijakan
pendukung dari pemerintah. Untuk mengukur tingkat pencapaian perencanaan
pada saat operasional, maka perlu ditetapkan indikator-indikator keberhasilan
beserta target output, outcome dan impact yang akan dicapai sesuai tujuan dan
sasaran pembangunan yang akan dicapai dan dilaksanakan.
6.1. Analisis Biofisik Sumberdaya Lahan
Faktor utama dalam pengembangan komoditi dalam konteks kawasan
adalah kesesuaian aspek biofisik yang terdiri dari aspek kesesuaian lahan dan
dukungan agroklimat pada wilayah kawasan terhadap komoditi yang akan
dikembangkan. Komoditi yang akan diusahakan dalam suatu wilayah akan
berkembang dengan baik jika terdapat kesesuaian jenis lahan dan agroklimat
wilayah dengan syarat tumbuh kembangnya suatu komoditi.
Kesesuaian lahan secara umum terbagi atas kesesuaian lahan aktual dan
kesesuaian lahan potensial. Kesesuaian lahan aktual masih dapat menerima
perbaikan kecil pada sumberdaya lahan sebagai bagian spesifikasi tipe
6
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-2
penggunaan lahan, sedangkan kesesuaian lahan potensial mengacu pada nilai
lahan di masa datang apabila melakukan perbaikan lahan pada skala besar.
Menurut FAO (1976), klasifikasi kesesuaian lahan dibagi menjadi 4
kategori, yaitu :
1. Ordo : adalah keadaan kesesuaian lahan secara global.
Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong
sesuai (S = Suitable) dan lahan yang tidak sesuai (N = Not Suitable).
2. Kelas : adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo.
Berdasarkan tingkat detail data yang tersedia pada masing-masing skala
pemetaan, kelas kesesuaian lahan dapat dibedakan menjadi : (1) untuk
pemetaan tingkat semi detail (skala 1:25.000-1:50.000) pada tingkat kelas,
lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan dalam tiga kelas, yaitu :
lahan sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3).
Sedangkan lahan yang tergolong ordo tidak sesuai (N) tidak dibedakan ke
dalam kelas-kelas. (2) untuk pemetaan tingkat tinjau (skala 1:100.000-
1:250.000) pada tingkat kelas dibedakan atas kelas sesuai (S), sesuai
bersyarat (CS) dan tidak sesuai (N).
a. Kelas S1 (sangat sesuai): Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang
berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau
faktor pembatas bersifat minor dan tidak ada pengaruh terhadap
produktivitas lahan secara nyata.
b. Kelas S2 (cukup sesuai): Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor
pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan
tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi
oleh petani sendiri.
c. Kelas S3 (sesuai marjinal): Lahan mempunyai faktor pembatas yang
berat, dan faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap
produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak
daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi faktor pembatas
pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-3
campur tangan (intervensi) dari pemerintah atau pihak swasta untuk
memperbaikinya
d. Tidak sesuai (N): Lahan yang mempunyai faktor pembatas yang sangat
berat atau sulit diatasi.
3. Sub Kelas: adalah keadaan tingkatan dalam kelas kesesuaian lahan. Kelas
kesesuaian lahan dibedakan menjadi subkelas berdasarkan kualitas dan
karakteristik lahan (sifat-sifat tanah dan lingkungan fisik lainnya) yang
menjadi faktor pembatas terberat.
4. Unit: adalah keadaan tingkatan dalam sub kelas kesesuaian lahan, yang
didasarkan pada sifat tambahan dan pengelolaannya. Dalam praktek
evaluasi lahan, kesesuaian lahan pada kategori unit ini jarang digunakan.
Berikut disajikan analisis biofisik sumberdaya lahan pada masing-masing
kawasan komoditi unggulan di Sumatera Selatan.
6.1.1. Analisis Kesesuaian Lahan dan Agroklimat untukPengembangan Kawasan Padi
Tanaman padi merupakan jenis tanaman yang dapat tumbuh dengan
baik pada wilayah dengan ketinggian tempat berkisar antara 0-1500 m dpl dan
tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah dengan
kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dengan perbandingan tertentu dan
diperlukan air dalam jumlah yang cukup dengan ketebalan lapisan atasnya
sekitar 18-22 cm dengan pH 4-7 (Surowinoto, 1982).
Dari aspek agroklimat, tanaman padi secara umum membutuhkan syarat
suhu minimum 11°-25°C untuk perkecambahan, 22°C-23oC untuk pembungaan,
20°-25°C untuk pembentukan biji, dan suhu yang lebih panas dibutuhkan untuk
semua pertumbuhan karena merupakan suhu yang sesuai bagi tanaman padi
khususnya di daerah tropika. Suhu udara dan intensitas cahaya di lingkungan
sekitar tanaman berkorelasi positif dalam proses fotosintesis, yang merupakan
proses pemasakan oleh tanaman untuk pertumbuhan tanaman dan produksi
buah atau biji (Aak, 1990).
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-4
Tanaman padi dapat tumbuh dengan baik di daerah yang berhawa panas
dan banyak mengandung uap air dengan curah hujan rata-rata 200 mm bulan-1 atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki
sekitar 1500-2000 mm tahun-1. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman
padi 23 °C.
Interaksi antara tanaman dengan lingkungannya merupakan salah satu
syarat bagi peningkatan produksi padi. Iklim dan cuaca merupakan lingkungan
fisik esensial bagi produktivitas tanaman yang sulit dimodifikasi sehingga secara
langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman
tersebut. Di Indonesia faktor curah hujan dan kelembaban udara merupakan
parameter iklim yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman pangan khususnya. Hal ini disebabkan faktor iklim tersebut memiliki
peranan paling besar dalam menentukan kondisi musim di wilayah Indonesia
(Suparyono dan Setyono, 1994).
Kesesuaian lahan merupakan gambaran tingkat kecocokan sebidang
lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Kelas kesesuaian lahan dapat berbeda
tergantung pada potensi lahan yang ada dibandingkan dengan persyaratan
suatu penggunaan tertentu. Pada hakekatnya analisis valuasi kesesuaian lahan
adalah penilaian kecocokan lahan terhadap persyaratan penggunaan lahan
yang lebih detil. Evaluasi kesesuaian lahan ini harus dilakukan secara
menyeluruh sesuai dengan prinsip dan tujuan evaluasi lahan (Mahi, 2005).
Kawasan tanaman padi yang telah ditetapkan di Sumatera Selatan
berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Banyuasin, Ogan Ilir dan
Kabupaten OKU Timur. Namun jika dilihat dari potensi yang ada, maka
Kabupaten Musi Rawas merupakan satu wilayah lagi yang patut
dipertimbangkan untuk menjadi salah satu dari kawasan padi di Sumatera
Selatan. Potensi yang ada di Kabupaten Musi Rawas dapat dilihat dari luasan
lahan pengusahaan dan produksi padi yang dihasilkan, yang saat ini termasuk
dalam 4 wilayah produsen padi terbesar di Sumsel.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-5
Keempat kabupaten yang telah ditetapkan sebagai wilayah kawasan padi
ini secara umum memiliki syarat-syarat tumbuh yang diinginkan tanaman padi,
baik dari aspek kesesuaian lahan maupun aspek agroklimat, sehingga layak
untuk dijadikan kawasan jika ditinjau dari aspek kesesuaian lahan dan
agroklimat. Rerata daerah-daerah produsen padi yang menjadi wilayah target
pengembangan pada wilayah kawasan memiliki kondisi lahan dan agroklimat
yang cenderung memiliki kesamaan. Tabel 6.1 berikut ini menyajikan kondisi
lahan dan agroklimat keempat wilayah kawasan yang disandingkan dengan
syarat jenis lahan dan faktor agroklimat yang dibutuhan untuk pengembangan
tanaman padi.
Tabel 6.1.Kesesuaian Lahan dan Agroklimat Wilayah Kawasan Padi dengan Syarat Lahan
dan Agroklimat yang Diinginkan Tanaman Padi
No Aspek Agroklimatdan Kesesuaian
Lahan
SyaratTumbuh Padi
Kabupaten
OKI OI Banyuasin OKU Timur
1 Jenis Tanah Berlempungberat atautanah lumpuryang subur
Mayoritas gleihumus danorganosol(endapan rawayang subur)
AlluvialdanPodsolik
Alluvial,organosol,kleihumus &podsolik
Latosol danPodsolik
2 PH tanah 4-7 4-6 4-6,5 4-6 4-73 Suhu (oC) 11-27 26-28 23-32 26-27 22-314 Ketinggian
tempat (m dpl)0-1.500 10 14 0-40 0-1.000
5 Kelembaban (%) > 80 70-86 60-98 69-85 60-906 Curah hujan
(mm/bulan)100-200 150 100 200 22-400
7 PenyinaranMatahari (%)
> 50 30-50 30-60 30-60 30-60
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan dan BPS Kabupaten OKI, OI,Banyuasin dan OKU Timur, 2016
Dari Tabel 6.1 menunjukkan bahwa keempat wilayah kawasan
pengembangan padi di Sumatera Selatan memiliki kesesuaian lahan dan aspek
agroklimat yang mendukung. Jenis tanah dan iklim di empat wilayah tersebut
rerata sesuai dengan jenis tanah dan iklim yang menjadi syarat tumbuh yang
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-6
baik bagi tanaman padi. Dengan demikian, dari aspek kesesuaian lahan dan
biofisik keempat wilayah kawasan ini telah memenuhi persyaratan yang
diinginkan bagi perkembangan tanaman padi.
6.1.2. Analisis Kesesuaian Lahan dan Agroklimat untukPengembangan Kawasan Jagung
Jagung adalah komoditi pangan yang dapat tumbuh dengan baik pada
wilayah yang memiliki kondisi iklim dan kesesuaian lahan sebagai berikut :
1. Suhu
Suhu yang sesuai untuk tanaman jagung antara 21°C – 30°C dengan suhu
optimum antara 23°C – 27°C. Untuk daerah-daerah di Indonesia,
persyaratan suhu tidak menjadi persoalan. Di Jawa Timur yang banyak
membudidayakan tanaman jagung, mempunyai suhu antara 25°C – 27°C.
Daerah ini sangat cocok untuk pertanaman jagung sehingga menjadi
daerah jagung penting di Indonesia.
Pada waktu perkecambahan biji, suhu optimal berkisar 30°C – 32°C; suhu
di bawah 12,8°C akan mengganggu perkecambahan sehingga dapat
menurunkan hasil. Pada suhu 40°C – 44°C lembaga (embrio) jagung dapat
rusak. Keadaan suhu di Sumatera Selatan tidak menjadi masalah karena
suhunya sudah cukup optimal bagi pertumbuhan jagung. Namun, masa
panen yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik daripada musim
penghujan. Hal ini terutama berpengaruh pada lamanya masak biji dan
mudahnya proses pengeringan biji dengan menggunakan sinar matahari.
2. Ketinggian Tempat
Jagung dapat ditanam di Indonesia mulai dari dataran rendah sampai di
daerah pegunungan yang memiliki ketinggian tempat 1.000 – 1.800 m di
atas permukaan laut (dpl). Di Kenya, jagung dapat tumbuh baik pada
ketinggian 1.200 – 1.800 m dpl. Jagung yang ditanam di dataran rendah di
bawah 800 m dpl juga masih memberikan hasil yang baik pula.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-7
3. Kemiringan Lahan
Kemiringan lahan mempunyai hubungan dengan gerakan air pada
permukaan tanah. Lahan dengan kemiringan kurang dari 8% dapat
ditanami jagung, karena pada tingkat kemiringan tersebut sangat kecil
kemungkinan terjadinya erosi tanah. Namun air hujan yang berlebihan akan
terbagi; sebagian meresap ke dalam tanah dan sebagian lain mengalir ke
bagian yang lebih rendah. Pada suatu daerah yang mempunyai tingkat
kemiringan lebih dari 8%, sebaiknya dibuat teras terlebih dahulu agar
dapat menghambat terjadinya aliran air yang cepat yang dapat membawa
hara dari tanah yang dilewatinya. Perpindahan hara bersama tanah yang
dilalui aliran air yang sering disebut erosi tanah, kemudian diendapkan di
tempat yang lebih rendah. Tanah yang telah tererosi tersebut akan menjadi
tanah gersang, miskin hara sehingga untuk pengolahan tanah berikutnya
perlu diberikan tambahan pupuk.
4. Intensitas Penyinaran
Pertanaman jagung menghendaki sinar matahari langsung, oleh karena itu
jika ternaungi maka akan memberikan hasil yang kurang baik : batangnya
kurus dan lemah, tongkolnya ringan, dan hasilnya rendah. Sinar matahari
diperlukan sebagai sumber energi yang membantu dalam proses
fotosintesis. Pada proses fotosintesis, sinar matahari berperan langsung
pada pemasakan makanan yang kemudian ditranslokasikan ke seluruh
bagian tanaman. Hasil fotosintesis yang disalurkan ke calon buah
menyebabkan calon buah makin cepat berkembang dan pengisian buahpun
makin bertambah baik, tongkol semakin berisi sehingga hasil yang
diharapkan dapat terwujud.
5. Curah Hujan
Tanaman jagung membutuhkan curah hujan relatif sedikit. Tanaman
jagung akan tumbuh normal pada curah hujan sekitar 250 – 5000 mm ;
kurang atau lebih dari angka ini akan menurunkan hasil jagung.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-8
Kandungan air optimal untuk perkecambahan biji sekitar 25% – 60% dari
kapasitas lapangan; jika melebihi 60% maka akan mengganggu
perkecambahan. Setelah perkecambahan, kebutuhan airnya relatif sedikit,
sedangkan kebutuhan air terbanyak terjadi setelah tanaman jagung
berbunga. Hujan lebat dalam waktu sebentar pada stadia berbunga disusul
penyinaran matahari merupakan pengaruh baik untuk produksi jagung
dibanding hujan terus-menerus atau tidak ada hujan sama sekali.
Pada daerah yang curah hujannya merata dengan batas musim kemarau
yang kurang tegas, seperti di sebagian Jawa Barat dan Jawa Timur, maka
kebutuhan airnya cukup terpenuhi sehingga jagung dapat tumbuh dengan
baik. Namun sebagian daerah di Jawa Timur yang curah hujannya relatif
rendah karena musim kemarau yang lebih panjang maka produksi
jagungnya relatif lebih rendah.
Jumlah air yang diuapkan oleh satu tanaman jagung pada suhu 23°C adalah
1,8 liter; makin tinggi suhu maka air yang diuapkan juga semakin banyak.
Pada suhu 27°C dapat menguapkan air sebanyak 3,1 liter. Meskipun
demikian, tanaman jagung juga mempunyai kemampuan yang tinggi untuk
mengambil air dari dalam tanah sehingga air yang diuapkan dapat
diimbangi. Oleh karena itu, penanaman jagung perlu tepat waktu, terutama
pada daerah-daerah yang bercurah hujan rendah.
6. Tanah
Jagung dapat ditanam di hampir semua jenis tanah, asalkan tanahnya
subur, gembur (sarang), dan kaya akan humus. Selain itu, drainase, aerasi,
dan pengelolaan yang baik akan membantu keberhasilan usaha tanaman
jagung.
Berdasarkan hasil penelitian, pH tanah yang baik untuk pertumbuhan
jagung di Indonesia adalah antara 5,5 – 7,5, sedangkan yang paling baik
adalah pH 6,8. Pada tanah-tanah dengan pH rendah (kurang dari 5,5)
pertumbuhan tanaman jagung kurang baik, hal ini mungkin disebabkan
karena keracunan ion-ion alumanium. Pada pH tanah di atas 8,0
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-9
tanaman masih dapat tumbuh baik asalkan tanah tersebut cukup
mengandung zat hara terutama hara mikro.
Pada tanah-tanah dengan pH rendah, sebaiknya dilakukan pengapuran
dengan maksud menaikkan pH tanah ; selain itu, akan menambah hara-
hara tanaman karena hara-hara yang tadinya terikat akan dilepas tanah ;
juga dapat menambah kalsium tanah yang berguna untuk pertumbuhan
tanaman.
Adapun jenis-jenis tanah yang sesuai untuk pertanaman jagung adalah
sebagai berikut:
1. Tanah Andosol
Tanah andosol, yaitu tanah pegunungan yang berwarna hitam dan
berdebu adalah sesuai untuk pertumbuhan jagung, namun pH-nya harus
disesuaikan dengan persyaratan tumbuh tanaman jagung.
Istilah Andosol berasal dari kata Jepang Ando yang berarti hitam atau
kelam. Beberapa sifat umum tanah andosol adalah : berwarna kelam,
coklat sampai hitam, sangat porous / sarang, sangat gembur,, struktur
remah, terasa berminyak karena mengandung bahan organik antara 8%
– 30% dengan pH 4,5 – 6. Kandungan C dan N tinggi tetapi nisbah C/N
rendah, sedangkan kadar P rendah karena terfiksasi kuat.
2. Tanah Latosol
Tanah-tanah latosol cocok untuk pertumbuhan tanaman jagung asalkan
keasaman tanah sesuai persyaratannya dan kaya akan humus. Ciri
umum tanah latosol adalah : bertekstur lempung sampai geluh,
berstruktur remah sampai gumpal lemah dan konsistensi gembur. Warna
tanah merah, merah kekuningan, coklat kemerahan, coklat, coklat
kekuningan, dan merah ungu. Kesuburannya rendah sampai medium,
dan pH 4,5 – 6,5.
3. Tanah Grumusol
Tanah grumusol dapat ditanami jagung asalkan aerasi dan draenasenya
diperbaiki karena grumusol termasuk tanah berat. Nama
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-10
grumusol berasal dari istilah grumus yang berarti gumpal keras. Nama ini
diberikan untuk tanah lempung berwarna kelam yang bersifat fisik berat.
Jenis lempung yang terbanyak adalah monmorilonit sehingga daya
adsorbsinya tinggi. Umumnya jenuh akan basa terutama Ca dan Mg. pH-
nya sekitar 6,0 – 8,2 dan makin dalam makin alkalis. Hal ini
menyebabkan gerakan air dan keadaan aerasinya buruk. Kandungan
bahan organiknya sekitar 1,5% – 4,0%.
Tanah grumusol yang telah lama dijadikan tanah pertanian memiliki
kadar asam fosfat yang rendah. Dalam beberapa hal terdapat korelasi
antara kadar fosfat dan kadar kapur, artinya tanah yang kaya fosfat
biasanya alkalis, sehingga unsur hara tak siap untuk diserap.Tanah yang
telah berkembang, umumnya miskin unsur N dan kekurangan bahan
organik.
Pada tanah-tanah semacam ini, bila curah hujan tinggi maka air biasanya
akan menggenangi tanah sehingga benih yang ditanam menjadi busuk
atau tanaman akan kekurangan udara sehingga tumbuhnya merana
karena akarnya menjadi busuk dan tidak dapat mengambil hara tanaman
dalam tanah yang berakibat daun-daun tanaman menjadi hijau pucat
kekuning-kuningan, kurus, dan akhirnya mati.
4. Tanah Berpasir
Tanah berpasir dapat ditanami jagung asalkan cukup air dan hara
tanaman untuk prtumbuhannya , sebab tanah semacam ini memiliki
porositas yang tinggi atau mudah meloloskan air secara perkolasi
(peresapan ke bawah).
5. Tanah Gambut
Pada tanah gambut jagungpun dapat tumbuh baik asalkan kemasaman
tanah diperbaiki, misalnya dengan pengapuran, karena tanah gambut
bereaksi masam (pH 3,0 – 5,0).
Gambut terbentuk jika humifikasi lebih besar daripada mineralisasi. Hal
ini terjadi dalam keadaan di mana tanaman mati lemas dalam air atau
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-11
bagian tanaman terendam air, membentuk endapan-endapan yang
mengandung bahan organik dalam persentasi yang sangat tinggi (lebih
dari 65%). Bakteri anaerob menyelenggarakan proses pembusukan dan
penguraian sehingga terjadi dekomposisi membentuk humus.
Pengapuran sangat dianjurkan pada tanah-tanah yang pH-nya rendah
(kurang dari 5,5) apabila menghendaki pertanaman jagung yang baik.
Pada tanah-tanah di Indonesia terutama pada tanah-tanah yang pH-nya
kurang dari 5,5, pertumbuhan jagung kurang baik. Hal ini kemungkinan
karena keracunan ion-ion alumanium.
Tanah yang kaya bahan organik atau humus penting artinya karena dari
padanya diharapkan hara tanaman, dan juga karena kandungan
humusnya maka tanah tidak akan cepat kering pada musim kemarau
karena tanah mempunyai daya memegang air yang tinggi.
Kawasan tanaman jagung telah ditetapkan di Sumatera Selatan berada
di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (OKU Timur). Namun Kabupaten
Banyuasin dari aspek luasan lahan, produksi dan sumberdaya manusia yang
mengusahakan menjadi wilayah yang juga patut diperhitungkan untuk menjadi
wilayah kawasan jagung. Secara umum Kabupaten OKU Timur dan Banyuasin
memiliki syarat-syarat tumbuh yang diinginkan tanaman jagung, baik dari aspek
kesesuaian lahan maupun aspek agroklimat, sehingga layak untuk dijadikan
kawasan jika ditinjau dari aspek kesesuaian lahan dan agroklimat. Rerata
daerah-daerah produsen jagung yang menjadi wilayah target pengembangan
pada wilayah kawasan memiliki kondisi lahan dan agroklimat yang cenderung
memiliki kesamaan. Tabel 6.2 menyajikan kondisi lahan dan agroklimat wilayah
kawasan yang telah ditetapkan (OKU Timur) dan wilayah yang patut
diperhitungkan untuk menjadi kawasan jagung (Banyuasin) disandingkan
dengan syarat jenis lahan dan faktor agroklimat yang dibutuhan untuk
pengembangan tanaman jagung.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-12
Tabel 6.2Kesesuaian Lahan dan Agroklimat Wilayah Kawasan Jagung dengan Syarat
Lahan dan Agroklimat yang Diinginkan Tanaman Jagung
No Aspek Agroklimat danKesesuaian Lahan
Syarat TumbuhJagung
Kabupaten
Banyuasin OKU Timur1 Jenis Tanah Andosol, Latosol,
Grumusol, Berpasir &Gambut
Alluvial, Organosol,Klei Humus &Podsolik
Latosol danPodsolik
2 PH tanah 6,0 – 8,2 4-6 4-73 Suhu (oC) 21 – 30 26-27 22-314 Ketinggian tempat (m
dpl)10-1.000 0-40 0-1.000
5 Kelembaban (%) > 50 69-85 60-906 Curah hujan (mm/bulan) 20-400 200 22-4007 Penyinaran Matahari (%) >50 30-60 30-60
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan dan BPS Kabupaten Banyuasin danOKU Timur, 2016
Dari Tabel 6.2 menunjukkan bahwa kedua wilayah kawasan
pengembangan jagung di Sumatera Selatan memiliki kesesuaian lahan dan
aspek agroklimat yang mendukung. Jenis tanah dan iklim di dua wilayah
tersebut rerata sesuai dengan jenis tanah dan iklim yang menjadi syarat
tumbuh yang baik bagi tanaman jagung. Dengan demikian, dari aspek
kesesuaian lahan dan biofisik kedua wilayah kawasan ini telah memenuhi
persyaratan yang diinginkan bagi perkembangan tanaman jagung.
6.1.3. Analisis Kesesuaian Lahan dan Agroklimat untukPengembangan Kawasan Kedelai
Kedelai dapat tumbuh baik sampai ketinggian 1.500 dpl. Perkecambahan
optimal terjadi pada suhu 30˚ C. Selain itu penyinaran matahari 12 jam/hari
atau minimal 10 jam/hari dan curah hujan yang paling optimal antara 100-200
mm/bulan (Andrianto dan Indarto, 2004).
Kedelai menghendaki suhu lingkungan yang optimal untuk proses
pembentukan bunga yaitu 25-28°C. Kedelai dapat tumbuh dan berproduksi
dengan baik pada ketinggian tempat berkisar 20-300 m dpl. Umur berbunga
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-13
tanaman kedelai yang ditanam pada dataran tinggi mundur 2-3 hari
dibandingkan tanaman kedelai yang ditanam di dataran rendah (Adisarwanto,
2005).
Kedelai termasuk termasuk tanaman berhari pendek, artinya kedelai
tidak mampu berbunga jika panjang hari melebihi batas kritis yaitu 15 jam per
hari. Oleh sebab itu pada daerah tropis yang panjang hari 12 jam kedelai akan
mengalami penurunan produksi karena masa berbunga menjadi pendek (Jufri,
2006)
Pada aspek tanah, tanaman kedelai dapat tumbuh baik jika drainase dan
aerasi tanah baik. Untuk dapat tumbuh subur kedelai menghendaki tanah yang
subur, gembur, serta kaya bahan organik. Bahan organik yang cukup akan
memperbaiki dan menjadi bahan makanan bagi organisme dalam tanah
(Suprapto,1999).
Tanah yang dapat ditanam kedelai harus memiliki air dan hara tanaman
yang cukup untuk pertumbuhannya. Tanah yang mengandung liat tinggi perlu
perbaikan drainase dan aerasi sehingga tanaman tidak kekurangan oksigen.
Tanaman kedelai dapat tumbuh pada jenis tanah alluvial, regosol, gumosol,
latosol dan andosol (Andrianto dan Indarto, 2004).
Pada tanah yang memiliki pH 5,5 atau pada tanah masam pertumbuhan
bintil akar akan terhambat sehingga proses pembentukan nitrifikasi akan
berjalan kurang baik serta kedelai dapat keracunan alumunium (Rukmana dan
Yuyun, 1996).
Kawasan tanaman kedelai telah ditetapkan di Sumatera Selatan berada
di Kabupaten Banyuasin. Namun Kabupaten Lahat dari aspek luasan lahan,
produksi dan sumberdaya manusia yang mengusahakan menjadi wilayah yang
juga patut diperhitungkan untuk menjadi wilayah kawasan kedelai. Secara
umum Kabupaten Banyuasin dan Lahat memiliki syarat-syarat tumbuh yang
diinginkan tanaman kedelai, baik dari aspek kesesuaian lahan maupun aspek
agroklimat, sehingga layak untuk dijadikan kawasan jika ditinjau dari aspek
kesesuaian lahan dan agroklimat. Rerata daerah-daerah produsen kedelai
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-14
yang menjadi wilayah target pengembangan pada wilayah kawasan memiliki
kondisi lahan dan agroklimat yang cenderung memiliki kesamaan. Tabel 6.3
berikut ini menyajikan kondisi lahan dan agroklimat wilayah kawasan yang telah
ditetapkan (Banyuasin) dan wilayah yang patut diperhitungkan untuk menjadi
kawasan kedelai (Lahat) disandingkan dengan syarat jenis lahan dan faktor
agroklimat yang dibutuhan untuk pengembangan tanaman kedelai.
Tabel 6.3Kesesuaian Lahan dan Agroklimat Wilayah Kawasan Kedelai dengan Syarat
Lahan dan Agroklimat yang Diinginkan Tanaman Kedelai
No Aspek Agroklimat danKesesuaian Lahan
Syarat TumbuhKedelai
Kabupaten
Banyuasin Lahat1 Jenis Tanah Alluvial, Regosol,
Gumosol, Latosol danAndosol
Alluvial, Organosol,Klei Humus &Podsolik
Alluvial, TanahAdosol, TanahRegosol danjenis Komplekpodsolik Litosol
2 PH tanah 6-8 4-6 4-83 Suhu (oC) 25-28 26-27 22-304 Ketinggian tempat (m
dpl)20-300 m dpl 0-40 100-1.000
5 Kelembaban (%) 60-80 69-85 70-806 Curah hujan (mm/bulan) 100-200 200 2007 Penyinaran Matahari (%) 30-70 30-60 30-70
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan dan BPS Kabupaten Banyuasin danOKU Timur, 2016
Dari Tabel 6.3 menunjukkan bahwa kedua wilayah kawasan
pengembangan kedelai di Sumatera Selatan memiliki kesesuaian lahan dan
aspek agroklimat yang mendukung. Jenis tanah dan iklim di dua wilayah
tersebut rerata sesuai dengan jenis tanah dan iklim yang menjadi syarat
tumbuh yang baik bagi tanaman kedelai. Dengan demikian, dari aspek
kesesuaian lahan dan biofisik kedua wilayah kawasan ini telah memenuhi
persyaratan yang diinginkan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman
kedelai.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-15
6.1.4. Perencanaan Pengembangan Kawasan Berdasarkan AspekBiofisik Sumberdaya Lahan
Pemanfaatan ruang kawasan budidaya meliputi kawasan budidaya
pertanian dalam arti luas dan kawasan budidaya non pertanian atau yang
umumnya disebut dengan kawasan perkotaan. Berdasarkan hasil analisis
kesesuaian lahan kawasan budidaya pertanian dalam arti luas di Provinsi
Sumatera Selatan direncanakan seluas 6.981.760,20 Ha atau sekitar 80,23%
dari luas wilayah Provinsi Sumatera Selatan yang tersebar di seluruh
kabupaten/kota (disajikan pada Gambar 6.1). Kegiatan yang dapat
dikembangkan pada kawasan budidaya pertanian meliputi; pertanian lahan
basah, pertanian lahan kering, perkebunan, tanaman hortikultura, peternakan,
perikanan dan hutan produksi.
Selain kawasan pertanian dalam arti luas, yang termasuk dalam kawasan
budidaya ialah kawasan budidaya non pertanian (disebut juga pengembangan
kegiatan perkotaan) yang meliputi pemukiman eksisting, prasarana jalan,
rencana pengembangan pemukiman, kegiatan industri dan kawasan
pertambangan. Luas areal yang direncanakan sebagai kawasan budidaya non
pertanian ialah seluas 157.228,04 ha atau 1,81% dari luas wilayah Provinsi
Sumatera Selatan dengan lokasi penyebaran terdapat di seluruh
kabupaten/kota.
Uraian berikut ini mendeskripsikan rincian rencana pengembangan
pemanfaatan ruang di wilayah Provinsi Sumatera Selatan berikut pemetaan
yang dilakukan per kawasan :
(1) Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya Pertanian
a. Pertanian Lahan Basah
Lahan basah atau dalam bahasa Inggris disebut wetland adalah wilayah-
wilayah dimana tanahnya jenuh dengan air, baik bersifat permanen (menetap)
atau musiman. Wilayah lahan basah itu sebagian atau seluruhnya
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-16
kadang-kadang tergenangi oleh lapisan air yang dangkal atau tergenang.
Digolongkan ke dalam lahan basah ini di antaranya, adalah rawa-rawa
termasuk juga rawa bakau, payau, dan gambut. Dimana air yang menggenangi
lahan basah dapat tergolong ke dalam air tawar, payau juga air asin. Lahan
basah ini merupakan wilayah yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati
yang tinggi dibandingkan dengan kebanyakan ekosistem. Kawasan lahan basah
yang merupakan lahan yang subur, sehingga sering dibuka, dikeringkan dan
dikonversi menjadi lahan-lahan pertanian.
Lahan basah dicirikan oleh muka air tanah yang relatif dangkal, dan juga
dekat dengan permukaan tanah, pada waktu yang cukup lama sepanjang tahun
untuk menumbuhkan hidrofita, yaitu tumbuh-tumbuhan yang khusus tumbuh di
wilayah basah. Tumbuh-tumbuhan yang dapat dikembangkan di lahan basah
ini termasuk di dalamnya adalah tanaman pangan khususnya padi.
Pengusahaan komodoti pada lahan basah tersebut lazim disebut pertanian
lahan basah.
Pertanian lahan basah diartikan sebagai pertanian yg dikembangkan pada
dataran rendah yg mempunyai ketinggian ukuran 300 m diatas permukaan laut
yg di sekitarnya terdapat banyak air dari sungai-sungai atau saluran irigasi.
Contoh tanaman yang dibudidayakan di lahan basah adalah tanaman padi,
sedangkan pada lahan kering contohnya tanaman palawijaya, buah-buahan dan
sayur-sayuran.
Sumatera Selatan merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi
lahan basah yang cukup luas. Jenis lahan basah yang ada di Sumatera Selatan
dikategorikan dalam kelompok lahan lebak dan lahan pasang surut. Hampir
seluruh wilayah kabupaten/koya di Provinsi Sumatera Selatan memiliki potensi
lahan basah, dengan wilayah terbesar yang mendominasi lahan basah adalah
Kabupaten Banyuasin, Musi Banyuasin, Ogan Komering Ilir dan Kabupaten
Ogan Ilir. Potensi lahan basah yang terdistribusi hampir di seluruh
kabupaten/kota tersebut menyebabkan pertanian lahan basah di Sumatera
Selatan diarahkan pengembangannya di seluruh kabupaten kota di wilayah
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-17
Provinsi Sumatera Selatan kecuali Kota Pagar Alam dengan luas total
1.027.900,81 ha atau sekitar 11,81%.
b. Pertanian Lahan Kering
Pengertian Pertanian Lahan kering adalah lahan yang dapat digunakan
untuk usaha pertanian dengan menggunakan air secara terbatas dan biasanya
hanya mengharapkan dari curah hujan atau menunggu hujan. Lahan ini
mempunyai kondisi agro-ekosistem yang beragam, pada umumnya berlerang
dan dengan kondisi kemantapan lahan yang labil (peka terhadap erosi)
terutama bila pengelolaannya tidak memperhatikan kaidah konservasi tanah.
Pengunaan lahan kering untuk kegiatan pertanian banyak dilakukan di
Sumatera Selatan. Dalam pengertian operasional, pertanian lahan kering
diartikan sebagai pertanian yang mengandalkan musim hujan karena hanya air
hujan sebagai pasokan kebutuhan air bagi tanaman. Pada umumnya lahan
kering berada pada ketinggin 500 - 1500 m diatas permukaan laut. Untuk
usaha pertanian lahan kering dapat dibagi dalam tiga jenis penggunaan lahan,
yaitu lahan kering berbasis palawija (tegalan), lahan kering berbasis sayuran
(dataran tinggi) dan pekarangan.
Pertanian lahan kering diarahkan pengembangannya di seluruh kabupaten
kota di wilayah Provinsi Sumatera Selatan kecuali Kota Lubuk Linggau, Kota
Palembang dan Kota Pagar Alam dengan luas total 745.654,68 (sekitar 8,57%).
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-18
Gambar 6.1. Peta Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya Pertanian
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-19
Pada umumnya, pemanfaan lahan untuk pertanian adalah lebih besar
bila dibandingkan dengan penggunaan lahan untuk kegiatan non pertanian.
Walaupun demikian. Alokasi lahan untuk kawasan lindung tetap diperlukan bagi
suatu kabupaten maupun kota.
Secara umum, penggunaan lahan untuk kegiatan budidaya maupun
kawasan lindung sesuai dengan kondisi lahan, ketersedian air dan agroklimat.
Kegiatan pertanian untuk irigasi teknis baik terdapat di Ogan Komering Ulu,
Ogan Komering Ulu Timur , Ogan Komering Ilir serta Musi Rawas. Selanjutnya
pertanian dengan irigasi yang lebih sederhana terdapat di Muara Enim, Lahat,
Pagar Alam dan Ogan Komering Ulu Selatan. Untuk pertanian lahan rawa
pasang surut dan rawa lebak terdapat di Ogan Ilir, Banyuasin, Musi Banyuasin
dan Ogan Komering Ilir.
Pemanfaatan lahan untuk tanaman jagung dan palawija, terdapat di
beberapa kabupaten dan kota yang memiliki lahan kering misalnya Ogan
Komering Ulu, Ogan Komering Ulu Timur, Musi Banyuasin, Banyuasin, Ogan Ilir
dan Ogan Komering Ilir. Untuk jenis tanaman sayur mayur, terdapat pada
beberapa wilayah yang sesuai diantaranya adalah Pagar Alam, Lahat, dan Ogan
Komering Ulu Selatan.
Secara umum lahan di kawasan-kawasan tersebut di atas sesuai juga
ditanami komoditas cabai merah dan bawang merah. Hal yang penting untuk
mengembangkan dua komoditas hrtikultura ini adalah kemauan, komitmen dan
peningkatan keterampilan petani yang mengusahakan, karena sebelum ini
usahataninya baru dilakukan oleh beberapa petani dalam skala kecil, belum
berkembang dalam skala besar dalam kawasan yang memang untuk itu.
Dilihat dari kondisi hidrologi, sumber air di Provinsi Sumatera Selatan
berasal dari air permukaan dan air tanah. Adapun jenis air permukaan yang
berada di Provinsi Sumatera Selatan adalah sungai, danau/rawa, tadah hujan.
Sedangkan air tanah sangat jarang dijumpai sebagai sumber mata air dan kalau
ada debitnya kecil. Namun secara setempat pemunculan air tanah dapat
ditemukan walaupun debitnya relatif kecil umumnya kurang dari 1 lt/det, dan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-20
tidak cukup prospek untuk dikembangkan disebabkan bersifat rembesan dan
dipengaruhi oleh keadaan musim.
Dilihat berdasarkan kondisi iklimnya, Provinsi Sumatera Selatan
mempunyai iklim tropis dan basah dengan variasi curah hujan antara 9/7 –
492/23 mm (curah hujan/hari) sepanjang tahun 2003, setiap bulannya curah
hujan bervariasi dengan bulan November merupakan bulan dengan curah hujan
paling banyak. Provinsi Sumatera Selatan memiliki suhu yang cenderung panas
berkisar antara 23,2°C hingga 33° C dengan rata-rata suhu udara pada tahun
2003 berkisar 26,7°C. Suhu terendah/minimum terjadi pada bulan Juli,
sedangkan suhu tertinggi/maksimum terjadi pada bulan Juni.
(1) Rencana Pengembangan Kawasan Padi
Untuk pengembangan kawasan tanaman padi pada kawasan yang telah
ditetapkan di Sumatera Selatan, akan dilakukan berdasarkan aspek biofisik,
ketersediaan dan kesesuaian lahan, serta perencanaan yang diselaraskan
dengan RTRW kabupaten/kota terkait disajikan pada Tabel 6.4, diikuti rencana
pengembangannya yang dideskripsikan dalam peta potensi dan pengembangan
pada masing-masing wilayah kawasan yang disajikan pada Gambar 6.2-6.9.
Tabel 6.4Kondisi dan Potensi Padi Sawah dan Padi Ladang di Sumsel dan Wilayah
Kawasan, 2015-2016No Provinsi/
KabupatenLuas
Panen(Ha)
Produksi(Ton)
Produktiitas(Ton/Ha)
PotensiPengembanganThn 2016 (Ha)
1 Sumatera Selatan 872.737 4.247.922 4,87 1.073.107
2 Banyuasin 254.470 1.236.750 4,86 318.947
3 OKI 138.667 624.017 4,50 195.106
4 OKU Timur 143.326 864.437 6,03 167.076
5 Ogan Ilir 46.405 175.929 3,79 54.941
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2016 dan Dinas Pertanian TPH ProvinsiSumsel,Dinas Pertanian TPH Kabupaten OKI, Banyuasin, Ogan Ilir dan OKUT
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-21
Gambar 6.2. Peta Eksisting Kawasan Padi di Kabupaten Banyuasin
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-22
Gambar 6.3. Peta Pengembangan Kawasan Padi di Kabupaten Banyuasin
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-23
Gambar 6.4. Peta Eksisting Kawasan Padi di Kabupaten OKI
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-24
Gambar 6.5. Peta Pengembangan Kawasan Padi di Kabupaten OKI
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-25
Gambar 6.6. Peta Eksisting Kawasan Padi di Kabupaten OKU Timur
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-26
Gambar 6.7. Peta Pengembangan Kawasan Padi di Kabupaten OKU Timur
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-27
Gambar 6.8. Peta Eksisting Kawasan Padi di Kabupaten Ogan Ilir
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-28
Gambar 6.9. Peta Pengembangan Kawasan Padi di Kabupaten Ogan Ilir
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-29
(2) Rencana Pengembangan Kawasan Jagung
Kawasan tanaman jagung di Sumatera Selatan ditetapkan di Kabupaten
OKU Timur. Dalam pengusahaan jagung, mayoritas wilayah-wilayah di
Sumatera Selatan ini menggunakan lahan yang sama yang mereka gunakan
untuk berusahatani padi. Artinya tanaman jagung umumnya diusahakan secara
bergantian dengan tanaman padi pada lahan yang sama, dengan pola
pengusahaan IP 200 maupun IP 300. Kondisi ini menyebabkan perhitungan
luas lahan pengusahaan jagung seringkali menjadi tumpang tindih dengan
perhitungan lahan padi. Namun demikian, pengusahaan tanaman jagung
tersebut berlangsung secara kontinue setiap musim tanam. Pada wilayah
kawasan jagung di Sumatera Selatan, meskipun masih terdapat pengusahaan
jagung pada lahan yang sama dengan padi, namun sebagian besar telah
dilakukan penanaman jagung secara monokultur.
Kawasan tanaman jagung di Sumatera Selatan ditetapkan di Kabupaten
OKU Timur, meskipun Kabupaten OKI juga memiliki potensi untuk menjadi
kawasan jagung. Rencana pengembangan kawasan jagung berdasarkan aspek
biofisik, ketersediaan dan kesesuaian lahan, serta perencanaan yang
diselaraskan dengan RTRW Kabupaten OKU Timur disajikan pada Tabel 6.5,
diikuti rencana pengembangannya yang dideskripsikan dalam peta potensi dan
pengembangan pada masing-masing wilayah kawasan yang disajikan pada
Gambar 6.10 hingga Gambar 6.11.
Tabel 6.5.Kondisi dan Potensi Jagung di Sumatera Selatan dan Wilayah Kawasan,
Tahun 2015-2016
No Provinsi/Kabupaten
LuasPanen(Ha)
Produksi(Ton)
Produktiitas(Ton/Ha)
PotensiPengembanganThn 2016 (Ha)
1 Sumatera Selatan 46.315 289.007 62,40 47.030
2 OKU Timur 7.777 44.510 57,23 7.345Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2016 dan Dinas Pertanian TPH Provinsi
Sumatera Selatan, Dinas Pertanian TPH Kabupaten OKUT
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-30
Gambar 6.10. Peta Eksisting Kawasan Jagung di Kabupaten OKU Timur
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-31
Gambar 6.11. Peta Pengembangan Kawasan Jagung di Kabupaten OKU Timur
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-32
Gambar 6.12. Peta Existing Kawasan Jagung di Kabupaten OKI
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-33
Gambar 6.13. Peta Pengembangan Kawasan Jagung di Kabupaten OKI
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-34
(3) Rencana Pengembangan Kawasan Kedelai
Kawasan tanaman kedelai di Sumatera Selatan ditetapkan di Kabupaten
Banyuasin, meskipun Kabupaten Lahat juga memiliki potensi untuk menjadi
kawasan kedelai, mengingat penanaman kedelai di Kabupaten Lahat telah
dilakukan sebelum pengembangan di Banyuasin. Namun penetapan kawasan di
Kabupaten Banyuasin salah satu pertimbangannya adalah potensi lahan pasang
surut di wilayah ini cukup luas, sehingga memungkinkan untuk pengembangan
ke depan.
Areal pasang surut bisa ditanam dua kali hingga tiga kali setahun atau
pada tahap awal para petani menanam padi, sedangkan di tahap keduanya
lahan dapat ditanami palawija seperti kedelai. Artinya dalam pengusahaan
kedelai, mayoritas petani-petani di wilayah kawasan tesebut menggunakan
lahan yang sama yang mereka gunakan untuk berusahatani padi. Pengusahaan
tanaman kedelai umumnya diusahakan secara bergantian dengan tanaman padi
pada lahan yang sama, dengan pola pengusahaan IP 200 maupun IP 300.
Rencana pengembangan kawasan kedelai berdasarkan aspek biofisik,
ketersediaan dan kesesuaian lahan, serta perencanaan yang diselaraskan
dengan RTRW Kabupaten Banyuasin disajikan pada Tabel 6.6, diikuti rencana
pengembangannya yang dideskripsikan dalam peta potensi dan pengembangan
pada masing-masing wilayah kawasan yang disajikan pada Gambar 6.14 dan
Gambar 6.15.
Tabel 6.6.Kondisi dan Potensi Kedelai di Sumatera Selatan dan Wilayah Kawasan,
Tahun 2015-2016
No Provinsi/Kabupaten
LuasPanen(Ha)
Produksi(Ton)
Produktifitas(Ton/Ha)
PotensiPengembanganThn 2016 (Ha)
1 Sumatera Selatan 11.145 16.818 1,55 19.800
2 Banyuasin 3.717 5.258 1,41 4.500Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2016 dan Dinas Pertanian TPH Provinsi
Sumatera Selatan, Dinas Pertanian TPH Kabupaten Banyuasin
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-35
Gambar 6.14. Peta Existing Kawasan Kedelai di Kabupaten Banyuasin
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-36
Gambar 6.15. Peta Pengembangan Kawasan Kedelai di Kabupaten Banyuasin
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-37
6.2. Analisis Ekonomi dan Perekonomian
Pembangunan pertanian tanaman pangan di Sumatera Selatan dengan
konsep pengembangan kawasan menempatkan pertanian tanaman pangan dan
hortikultura sebagai salah satu penggerak utama perekonomian di wilayah ini.
lahan, potensi tenaga kerja, dan basis ekonomi lokal pedesaan menjadi faktor
utama pengembangan tanaman pangan. Saat ini disadari bahwa pembangunan
pertanian tidak saja bertumpu di desa tetapi juga diperlukan integrasi dengan
kawasan dan dukungan sarana serta prasarana yang tidak saja berada di
pedesaan. Struktur perekonomian wilayah merupakan faktor dasar yang
membedakan suatu wilayah dengan wilayah lainnya, perbedaan tersebut sangat
erat kaitannya dengan kondisi dan potensi suatu wilayah dari segi fisik
lingkungan, sosial ekonomi dan kelembagaan.
Konsep pertanian dengan konsep kawasan yang berkelanjutan dapat
diwujudkan dengan perencanaan wilayah yang berbasiskan sumberdaya alam
yang ada di suatu wilayah tertentu. Perencanaan pembangunan wilayah adalah
suatu upaya merumuskan dan mengaplikasikan kerangka teori kedalam
kebijakan ekonomi dan program pembangunan yang didalamnya
mempertimbangkan aspek wilayah dengan mengintegrasikan aspek sosial
lingkungan menuju tercapainya kesejahteraan yang optimal dan berkelanjutan.
Untuk memberhasilkan pembangunan ekonomi wilayah melalui
pengembangan sektor tanaman pangan dan hortikultura, kita perlu menemu-
kenali terlebih dahulu kondisi dan tantangan yang dihadapi sektor ini. Dengan
menemukenali hal-hal tersebut, kita dapat merumuskan strategi untuk
menghadapinya dan mempercepat pembangunan sektor tanaman pangan dan
hortikultura dari kondisi saat ini menuju kinerja subsektor tanaman pangan
yang diharapkan.
Pengembangan subsektor tanaman pangan di masa depan, khususnya
menghadapi era globalisasi, akan menghadapi sejumlah tantangan besar yang
bersumber dari tuntutan pembangunan ekonomi domestik, perubahan
lingkungan ekonomi interansional, baik karena pengaruh lieberalisasi ekonomi
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-38
maupun karena perubahan-perubahan fundamental dalam pasar produk
agribisnis internasional.
Setidaknya ada lima alasan mengapa sektor pertanian khususnya pada
sub sektor tanaman pangan menjadi strategis dalam dalam satu wilayah, yaitu :
1. Pertanian tanaman pangan merupakan sektor yang menyediakan
kebutuhan pangan masyarakat.
2. Sub sektor ini merupakan penyedia bahan baku bagi sektor industri
(agroindustri).
3. Sub sektor ini memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah dan devisa
melalui komoditas yang diekspor.
4. Sub sektor ini menyediakan kesempatan kerja bagi tenaga kerja pedesaan.
5. Sub sektor ini perlu dipertahankan untuk keseimbangan ekosistem
(lingkungan).
Adapun peran penting sub sektor ini dalam berkontribusi terhadap
pembangunan ekonomi antara lain :
1. Meningkatkan produksi pangan untuk konsumsi domestik,
2. Penyedia tenaga kerja
3. Memperbesar pasar untuk industri,
4. Meningkatkan supply uang tabungan dan
5. Meningkatkan devisa.
Sampai saat ini, peranan sektor pertanian tanaman pangan di Sumatera
Selatan begitu besar dalam mendukung pemenuhan pangan dan memberikan
lapangan kerja bagi rumah tangga petani. Hasil Sensus Pertanian tahun 2013
menunjukkan bahwa sektor pertanian di Sumatera Selatan memiliki jumlah
rumah tangga usaha pertanian sebanyak sebanyak 958.724 orang. Untuk sub
sektor tanaman pangan, memiliki jumlah rumah tangga tani sebanyak 397.937
rumah tangga. Dengan pengembangan kawasan tanaman pangan ke depan,
akan menambah jumlah rumah tangga tani, yang bermakna bertambah serapan
tenaga kerja yang dapat disediakan, khususnya di wilayah-wilayah kawasan.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-39
Melalui pengembangan kawasan tanaman pangan ke depan harapannya
mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi penduduk, sebagai sumber
pendapatan, sebagai sarana untuk berusaha, serta sebagai sarana untuk dapat
merubah nasib ke arah yang lebih baik lagi. Peranan sub sektor pertanian
tanaman pangan melalui pengembangan kawasan tersebut dapat dilakukan
dengan meningkatkan ekonomi petani dengan cara pemberdayaan ekonomi
kerakyatan.
Secara nasional, sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dan
strategis dalam pembangunan nasional. Peranan tersebut antara lain:
meningkatkan penerimaan devisa negara, penyediaan lapangan kerja,
perolehan nilai tambah dan daya saing, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam
negeri, bahan baku industri dalam negeri serta optimalisasi pengelolaan sumber
daya alam secara berkelanjutan. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya kontribusi
sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terutama pada masa
kirisis ekonomi yang dialami Indonesia, satu-satunya sektor yang menjadi
penyelamat perekonomian Indonesia pada tahun 1997-1998 hanyalah sektor
pertanian, dimana pertanian memiliki pertumbuhan yang positif.
Disisi lain, dilihat ternyata pembangunan pertanian melalui
pengembangan kawasan mampu menunjukkan peningkatan produktivitas di
sektor pertanian. Hal ini menunjukkan dua hal yakni, bahwa terjadi
peningkatan produktivitas pada hasil produk pertanian yang diikuti oleh
perbaikan koalitas, perbaikan teknologi yang mengikutinya dan peningkatan
jumlah tenaga kerja di sektor pertanian. Pada dasarnya tidak perlu diragukan
lagi, bahwa pembangunan ekonomi yang berbasiskan lepada sektor pertanian
(agribisnis), karena telah memberikan bukti dan dan peranan yang cukup besar
dalam pembangunan perekonomian bangsa, dan tentunya lebih dari itu.
Pembangunan pertanian dalam kerangka pembangunan ekonomi
nasional berarti menjadikan perekonomian daerah sebagai tulang punggung
perekonomian nasional. Sebagai agregasi dari ekonomi daerah, perekonomian
nasional yang tangguh hanya mungkin diwujudkan melalui perekonomian yang
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-40
kokoh. Rapuhnya perekonomian nasional selama ini disatu sisi dan tingginya
disparitas ekonomi antar daerah dan golongan disisi lain mencerminkan bahwa
perekonomian nasional Indonesia dimasa lalu tidak berakar kuat pada ekonomi
daerah.
Pembangunan ekonomi lokal yang berbasis pada pertanian dengan
pengembangan kawasam merupakan sebuah proses orientasi, yang meletakkan
formasi institusi baru, pengembangan industri alternatif, peningkatan kapasitas
pelaku untuk menghasilkan produk yang lebih baik, identifikasi pasar baru,
transfer ilmu pengetahuan, dan menstimulasi bangkitnya perusahaan baru serta
semangat kewirausahaan.
Diharapkan dalam pembangunan ekonomi lokal melalui konsep
pengembangan kawasan, kegiatan pertanian dalam perkembangannya akan
berorientasi pada pasar (konsumen) apabila terjadi penyebaran sumberdaya
dan faktor produksi yang merata serta adanya biaya transportasi yang relatif
murah. Orientasi pasar ini akan menunjukkan bahwa setiap lokasi dapat
menghasilkan komoditi pertanian tertentu. Suatu kegiatan pertanian akan lebih
dapat berkembang pada lokasi tertentu yang disebabkan oleh adanya
kemudahaan bagi konsumen yang berasal dari dalam atau dari luar lokasi untuk
datang ke lokasi pemasaran komoditi pertanian tersebut.
Dari uraian di atas dapat dispesifikkan bahwa pengembangan kawasan
tanaman pangan memberikan manfaat ekonomi bagi wilayah adalah sebagai
berikut :
1. Dapat menyerap banyak tenaga kerja
Besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi
Sumatera Selatan tersebut diindikasikan juga dengan besarnya penyerapan
tenaga kerja. Indikasi ini didukung kenyataan bahwa sektor pertanian
masih bersifat padat karya (labor intensive) dibandingkan padat modal
(capital intensive). Hasil Sensus Pertanian Tahun 2013 menunjukkan bahwa
kemampuan sektor pertanian menyerap tenaga kerja dalam kurun waktu
2003-2013 meskipun mengalami penurunan sebesar 1,31%, maka dengan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-41
pengembangan kawasan diharapkan dapat meningkatkan penyerapan
tenaga kerja, yang di tahu 2013 terdata sektor ini memiliki jumlah Rumah
Tangga Petani di sumsel sebanyak 958.724 rumah tangga tani.
2. Memenuhi ketahanan pangan
Pada umumnya masyarakat Sumatera Selatan seperti halnya kebanyakan
masayarakat Indonesia menjadikan bahan pangan utamanya adalah padi
(beras), sementara saat ini produksi padi petani di Sumatera Selatan
meskipun di atas kertas telah dapat memenuhi kebutuhan penduduknya,
namun belum terdistribusi merata, karena masih ada sebagian wilayah
yang terkategori defisit pangan, dan masih banyaknya produksi pangan
Sumsel dijual ke luar wilayah. Hal ini terlihat dari adanya kebijakan
pemerintah yang melakukan impor beras dari Vietnam dan Thailand guna
memenuhi stok beras yang aman.
3. Merupakan kebutuhan pokok manusia
Sektor pertanian khususnya sub sektor tanaman pangan merupakan
sumber kehidupan manusia dan juga sektor yang menjanjikan bagi
perekonomian wilayah. Pertanian salah satu pilar bagi kehidupan
masayarkat. Bertani adalah pekerjaan yang mulia, selain untuk
kehidupannya sendiri, juga penting bagi kelestarian alam dan makluk hidup
lainnya.
4. Didukung oleh alam di Sumatera Selatan
Dengan kegiatan di sektor pertanian, masyarakat memperoleh pangan yang
merupakan kebutuhan pokok untuk keberlanjutan hidup dan kehidupannya.
Manusia tidak dapat hidup dengan baik tanpa makan yang berkecukupan
baik jumlah dan mutunya. Oleh karena itu kemampuan daerah untuk
menyediakan pangan yang cukup bagi penduduknya melalui kemandirian
pangan adalah kewajiban.
Seiring dengan usaha-usaha pembangunan pertanian seperti
pengembangan kawasan, muncul masalah-masalah baru yang kemudian
memperlambat laju perkembangan pertanian di Sumatera Selatan. Mulai dari
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-42
kerusakan alam yang diakibatkan oleh pelaku produksi dan konsumen pertanian
sampai minimnya pendidikan petani. Hal ini disebabkan adanya pola hidup yang
berubah dari petani itu sendiri, minimnya pengetahuan akan pemanfaatan dan
pengembangan pertanian modern, politik pertanian serta pudarnya nilai-nilai
budaya dan spirit yang dimiliki oleh pelaku pertanian. Belum lagi masalah
adanya pertentangan antara pertanian modern dengan pertanian berkelanjutan
yang semestinya dapat dikombinasikan dalam sistem pertanian terpadu, dan
segelintir masalah-masalah lainnya.
Di sisi lain, saat ini penyebab sulitnya perkembangan sektor pertanian
adalah karena masalah lahan pertanian, seperti ;
- Luas pemilikan lahan petani kini semakin sempit, setengah dari petani
memiliki lahan kurang dari 0,5 hektar sehingga sebagian besar bekerja
sebagai buruh tani. Sebagai solusinya dengan menegmbangkan kawasan
yang menuntut batas minimal lahan pengusahaan di pedesaan dalam
upaya merasionalisasi jumlah petani dengan lahan yang ekonomis.
- Alih fungsi lahan produktif ke industri maupun perumahan. Sebagai
solusinya pemerintah agar bisa membatasi terjadinya alih fungsi lahan
pertanian. Disamping itu, perlu juga penggalakan sistem pertanian yang
berbasis pada konservasi lahan serta pemanfaatan lahan tidur untuk lahan
pertanian.
- Produktifitas lahan menurun akibat intansifikasi berlebihan dalam
penggunaan pupuk kimia secara terus menerus, sebagai solusinya perlu
dikembangkan sistem pertanian yang ramah lingkungan (organik).
Dengan melihat beberapa permasalahan sektor pertanian sebagaimana
tersebut di atas tentunya kita semua harus semakin berhati-hati, sebab jika
masalah tersebut tidak segera diatasi mungkin 5 hingga 10 tahun kedepan
sektor pertanian di Indonesia tidak akan bisa lagi memenuhi kebutuhan pangan
bagi seluruh masyarakat Indonesia sehingga bukan tidak mungkin krisis pangan
pun akan bisa saja terjadi.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-43
6.2.1. Potensi Ekonomi Pengembangan Kawasan Padi
Kawasan tanaman padi di Sumatera Selatan yang layak untuk terus
dikembangkan pengelolaannya tidak hanya terbatas pada yang telah ditetapkan
dalam Keputusan Menteri Pertanian RI No : 03/Kpts/PD.120/1/2015 & No :
45/Kpts/ PD.200/1/2015, yaitu Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Banyuasin,
Ogan Ilir, dan OKU Timur, melainkan juga Musi Rawas yang secara faktual
sudah lama merupakan salah satu sentra produksi padi. Berdasarkan
perkembangan yang terjadi sejauh ini, masih terdapat potensi besar untuk
meningkatkan produksi padi di beberapa kawasan sentra produksi padi
tersebut, yang sekaligus juga akan berefek pada peningkatan pendapatan
keluarga petani.
Peluang peningkatan produksi terbesar terdapat di wilayah pasang surut
Kabupaten Banyuasin, Ogan Komering Ilir (OKI) dan Musi Banyuasin (Muba)
karena dari sekitar 212.500 ha areal sawah yang ditanami padi, baru 20 % saja
yang intensitas pertanamannya (IP) mencapai 200 (dua kali tanam padi).
Sebagian besar masih dilakukan dengan IP 100 (satu kali tanam) pada bulan
Oktober-Februari/Maret, atau ditanami komoditas lain seperti jagung, umbi-
umbian atau sayuran untuk musim keduanya (Februari/Maret-Juli).
Ketersediaan dan kualitas air pasang surut bagi tanaman padi menjadi faktor
penghambat utama untuk menanam padi pada musim kedua bagi petani yang
akan melakukan IP 200. Dengan kondisi tersebut terdapat ancaman untuk
terjadi alih fungsi kemoditi kelapa sawit dan komoditi atau usaha lainnya cukup
besar, bahkan di beberapa lokasi seperti Banyuasin, Musi Banyuasin dan Ogan
Komering Ilir sudah terjadi. Lebih tingginya pendapatan dari kebun kelapa
sawit dibandingkan dari usahatani padi yang hanya satu kali tanam per tahun
menjadi alasan konversi tersebut. Oleh karena itu perlu perbaikan jaringan
drainase dan tata air mikro pada kawasan pasang surut untuk dapat
meningkatkan ketersediaan air yang berkualitas bagi tanaman padi musim
kedua. Pada areal yang kualitas dan ketersediaan airnya belum mencukupi
untuk tanaman padi musim kedua dapat digunakan untuk penanaman jagung.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-44
Potensi areal kedua untuk penambahan produksi padi adalah lahan lebak
yang mencapai sekitar 207.000 ha dan tersebar di sebelas kabupaten, dimana
enam terluas luas terbesar berada di Kabupaten OKI (63,508 ha), Ogan Ilir
(48.700 ha), Banyuasin (33.300 ha), Musi Banyuasin (19.817 ha), Muara Enim
(13.334 ha) dan OKU Timur (13.264 ha). Dengan mengatur pola pergiliran
tanaman yang over lapping antara musim tanam pertama ke musim tanam
kedua, yaitu melakukan pembenihan sebelum padi musin tanam pertama
dipanen, dan segera setelah panen padi musim pertama dilakukan percepatan
penanaman padi untuk musim kedua. Berarti meskipun tidak sama dengan di
pasang surut, cukup besar juga potensi peningkatan produksi padi dengan
penambahan IP dengan mensiasati waktu tanam kedua yang dipercepat dalam
hal penyiapan benih dan pembibitannya. Selain itu dapat juga dilakukan
dengan pengaturan sistem drainase yang lebih lebih baik.
Untuk lahan irigasi, peningkatan produksi masih ada peluang dengan
rehabilitasi saluran irigasi primer hingga tersier, perluasan areal pelayanan
irigasi ke bagian hilir di OKU Timur dan Musi Rawas yang masih belum terairi,
penertiban dan pengaturan penggunaan air saluran irigasi oleh para pemilik
kolam. Format kegiatan seperti itu akan menambah intensitas pertanaman,
intensifikasi budidaya, penambahan areal lahan sawah yang dialiri air irigasi,
penggunaan varietas yang lebih unggul, dan penggunaan teknologi penurun
kehilangan panen, sehingga produksi akan bertambah.
Selanjutnya pada areal irigasi lainnya seperti di Kabupaten
Lahat, OKU Selatan, Empat Lawang, Pagar Alam, Lubuklinggau, Muara Enim
dan OKU, masih dapat dilakukan penambahan produksi melalui perbaikan
peningkatan kapasitas jangkauan saluran irigasi sampai ke persawahan di
bagian hilir yang masih belum mendapat layanan air irigasi. Daerah tersebut
selama ini masih tergolong sawah tadah hujan dan hanya dapat ditanami padi
sekali setahun, kemudian ditanami palawija atau hortikultura. Ada pula yang
beralih komoditi ke tanaman karet atau kelapa sawit ketika ketersediaan dan
pasokan airnya sangat rendah, seperti di pasang surut dan lebak.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-45
Sejauh ini belum banyak nilai tambah dari produksi padi yang diperoleh
petani, sedangkan di tingkat pedagang besar telah diperoleh melalui
pengolahan beras multi kualitas dan beras campuran berkualitas tinggi. Potensi
untuk meningkatkan nilai tambah dari produksi padi di tingkat petani dapat
dilakukan melalui pengembangan sistem penggilingan gabah skala kelompok
atau gabungan kelompok petani dengan modal bersama para petani ditambah
subsidi pemerintah sehingga dapat dihasilkan beras berkualitas tinggi dan
sedang yang diminati pasar. Selain untuk konsumsi manusia, ada beberapa
produk olahan dari beras yang dapat dikembangkan ketika produksi berlimpah,
sekaligus menambah variasi kegiatan usaha ekonomi para petani. Dari beras
sendiri dapat dibuat beras kencur, param, dan tepung beras.
Jerami padi umumnya secara tradisional dapat dijadikan pakan ternak,
mulsa dan atap rumah, dan kemudian banyak juga yang dipakai untuk pupuk
organik, kosmetik, barang kerajinan, dan bahan bakar. Sementara itu limbah
penggilingan beras berupa sekam dan dedak dan lain-lain dapat diolah lagi
menjadi produk ekonomi, seperti pakan ternak, pupuk organik dan lain-lain.
Jumlah produksi beras Sumatera Selatan selama ini telah mengalami surplus,
sehingga sebagian telah diperdagangkan hingga ke luar provinsi sekitar, seperti
ke Bengkulu, Jambi, Riau, Bangka Belitung, Lampung hingga Jakarta. Sejak
tahun 2010-an harga gabah dan beras relatif stabil dengan kecenderungan
menaik, tidak lagi berfluktuasi drastis seperti sebelumnya karena dengan
tipologi lahan yang lengkap, musim tanam dan panen padi dapat dilakukan
secara regular sepanjang tahun. Hal ini menunjukkan bahwa surplus beras
provinsi ini telah mempunyai dan dapat diserap pasar dengan sebaran yang
cukup luas ke luar provinsi.
Sejauh ini beberapa kabupaten/kota yang menjadi kawasan sentra
produksi padi telah berkembang cukup maju perekonomiannya, seperti di
Belitang OKU Timur, Tugu Mulyo Musi Rawas, Mesuji Ogan Komering Ilir serta
Muara Telang dan Tanjung Lago di Kabupaten Banyuasin. Kawasan yang
sebelumnya berupa pedesaan telah bertumbuh menjadi kota-kota kecil dengan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-46
kegiatan ekonomi pasar yang aktif setiap hari. Pada masa mendatang sentra-
sentra produksi baru dengan perluasan areal tanam diperkirakan akan juga
berkembang menjadi kawasan perekonomian baru yang bertumbuh dan
bersaing dengan kawasan perekonomian berbasis komoditas kelapa sawit yang
saat ini juga berkembang pesat. Hal itu dapat terjadi ketika musim tanam padi
terjadi minimal dua kali setahun, atau musim tanam padi dapat diikuti musim
tanam palawija atau tanaman lain dalam setahun yang memungkinkan
terdapatnya kegiatan budidaya komoditi padi dan komoditi lain yang diikuti
dengan perputaran uang yang lancar di kawasan tersebut sepanjang tahun.
6.2.2. Potensi Ekonomi Pengembangan Kawasan Jagung
Jagung merupakan satu dari komoditi pangan pada kelompok palawija
yang mendapat perhatian penuh dari pemerintah untuk dikembangkan dan
ditingkatkan produksinya dengan target terciptanya sawasembada melalui
Program Upaya Peningkatan Produksi Khusus Padi, Jagung dan Kedelai (disebut
Upsus Pajale). Jika dilihat pada kurun waktu 10 tahun terakhir, maka produksi
jagung Sumsel dapat dikatakan terus mengalami peningkatan, meskipun di
tahun 2012 pernah mengalami penurunan produksi yang cukup signifikan.
Namun demikian, setelah itu, trend produksi jagung di Sumatera Selatan
tersebut meningkat, hingga di tahun 2014 tercatat produksi jagung sebesar
191.634 ton PPK dan meningkat lagi pada tahun 2015 dan 2016.
Budidaya tanaman jagung di Sumatera Selatan dilakukan hampir dari
seluruh wilayah kabupaten yang ada, dengan produksi tertinggi di tahun 2014
berada di Kabupaten OKU Timur sebesar 60.549 ton PPK. Posisi kedua
ditempati oleh Kabupaten Banyuasin dengan produksi sebesar 40.637 ton PPK,
diikuti Kabupaten OKU Selatan yang berada pada peringkat ke tiga, dengan
produksi sebesar 29.875 ton PPK. Perlu dikemukakan bahwa jagung yang
dibudidayakan secara garis besar terdiri atas dua jenis, yaitu jagung pangan
dan jagung pakan, sedangkan yang menjadi program Upsus Pajale adalah
jagung pakan. Ada usulan petani dan aparat lapangan yang disampaikan ketika
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-47
dilakukan survei dan diskusi di lapangan, yaitu kalau memungkinkan
pemerintah juga memasukkan jenis jagung pangan dalam Upsus Pajale untuk
mengatasi kendala pemasaran jagung pakan ketika terjadi panen raya. Jumlah
bibit untuk budidaya tanaman jagung pangan cukup diperhitungkan untuk
memenuhi permintaan saja dengan proporsi maksimum 20 persen atau sesuai
dengan potensi permintaan pasar dalam program produksi jagung yang
termasuk dalam program Upsus Pajale.
Selain yang telah dikemukakan di atas, untuk pengusahaan dan
peningkatan produksi jagung di masa mendatang terdapat juga alternatif lahan
yang dapat dimanfaatkan selain di lahan sawah dengan memanfaatkan antar
waktu tanam padi setelah IP 200 atau setelah padi IP 100. Potensi lahan
tersebut adalah pada areal peremajaan kebun karet yang setiap tahun dalam
road map Pembangunan Perkebunan rata-rata luasnya diproyeksikan sekitar
10.000 ha dan kelapa sawit dengan rata-rata sekitar 4.000 ha per tahun di
wilayah Sumatera Selatan. Apabila luasan areal tersebut dmanfaatkan untuk
menanam jagung dan tanaman hortikultura seperti cabai dan nenas, akan
terjadi peningkatan produksi komoditi tersebut dan pendapatan para petaninya
yang cukup signifikan
Hasil produksi jagung diharapkan dapat dijual kepada pabrik-pabrik
pakan besar di Provinsi Lampung melalui pedagang atau secara langsung oleh
kelompok petani atau gabungan kelompok petani. Apabila para petani
mengalami kesulitan dalam memasarkannya, diperlukan bantuan dan fasilitasi
pemerintah dan para pihak yang relevan untuk memperlancar pemasarannya.
Alternatif lain adalah sejalan dengan adanya rencana pembangunan industri
pakan skala kecil kelompok dan skala sedang swasta seperti yang dituangkan
dalam rencana pembangunan industri Provinsi Sumatera Selatan 2016-2035, di
kabupaten OKI, Banyuasin, OKU Timur, Musi Rawas dan kabupaten lain yang
potensial, hasil produksi jagung dapat dipasok untuk memenuhi kebutuhan
pabrik-pabrik tersebut dengan pembagian zonasi. Hal ini dimaksudkan agar
dstribusi pemasaran dan pasokan jagung, termasuk pakan ternak dan ikan hasil
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-48
kombinasi olahan dengan bahan baku lain yang juga menyebar ketersediaannya
relatif merata dan stabil di seluruh wilayah Provinsi Sumatera Selatan. Ketika
terjadi surplus dari permintaan atau kapasitas yang ada, maka jagung dapat
dipasarkan ke luar provinsi selain di Lampung.
Untuk hasil produksi jagung pangan, selain untuk langsung di konsumsi,
terdapat juga peluang diolah menjadi beberapa produk turunan seperti tepung
jagung, pati jagung, popcorn, kue jagung. Begitu pula batang tanaman dan
limbah tongkol jagung dapat dibuat kompos, bahan bakar dan bebagai produk
lain. Adanya keterkaitan yang kuat antara hulu dan hilir dalam pengembangan
komoditi jagung ini akan menentukan keberhasilan pencapaian swsembada
jagung, yang sekaligus menjamin peningkatan dan kestabilan pendapatan
petani.
6.2.3. Potensi Ekonomi Pengembangan Kawasan Kedelai
Komoditas kedelai yang juga merupakan bagian dari komoditi yang
mendapat perhatian pemerintah dan ditargetkan untuk dicapai swasembadanya
pada tahun 2015 melalui Program Upsus Pajale. Perkembangan produksinya
hingga sampai saat ini memang cenderung masih berfluktuasi selama 2011-
2014 antara 5.800 ton hingga 13.700 ton. Melalui upaya-upaya yang dilakukan
pemerintah provinsi maupun kabupaten, ternyata perkembangannya selama
kurun waktu 2013-2015 cenderung membaik. Melalui Program Upsus
Peningkatan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai, angka produksi di tahun 2015
meningkat dibanding tahun 2014 sesuai dengan target yang telah ditetapkan
pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi. Ada dua belas kabupaten/kota
yang melakukan budidaya kedelai, yaitu Kabupaten Banyuasin, Musi Banyuasin,
Lahat, Empat Lawang, OKU Timur, OKU Selatan, OKU, OKI, Ogan Ilir, Musi
Rawas, Muara Enm dan Kota Lubuklinggau. Walapun demikian, pengembangan
kedelai di wilayah tersebut hingga saat ini belum menampakkan kemajuan yang
berarti dengan potensi lahan yang cukup tersedia baik dari kesesuaian lahan
maupun iklim mikro yang ada. Penyebabnya adalah relatif lebih rendah
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-49
keunggulan komparatifnya dibandingkan di Jawa apalagi dengan di luar negeri.
Sebagai contoh, hasil survey dan diskusi lapangan diperoleh informasi bahwa
petani di lahan pasang surut Kabupaten Banyuasin tidak terlalu besar animonya
untuk membudidayakan kedelai dan hanya akan kembali menanamnya apabila
mendapat bantuan dari pemerintah atau pihak lain. Masih rendahnya
produktivitas kedelai dan lebih kecilnya keuntungan usahatani komoditas
tersebut dibandingkan padi, jagung maupun beberapa komoditas alternatif
lainnya menjadi alasan utama penghambat pengembangan usahatani kedelai.
Sebenarnya ada satu kawasan yang memang petaninya sudah cukup
lama melakukan budidaya kedelai tanpa tergantung ada atau tidaknya program
atau bantuan pemerintah, yaitu di Kecamatan Merapi Kabupaten Lahat dengan
musim tanam lebih dari satu kali setahun pada lahan yang khusus ditanam
untuk kedelai. Oleh karena itu wajar apabila data tahun 2014 ketika Program
Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai (Upsus Pajale)
belum dimulai menunjukkan bahwa produksi kedelai di Kabupaten tersebut
sebanyak 2.239 ton merupakan produksi tertinggi di Provinsi Sumatera Selatan.
Pada wilayah kabupaten lain pada umumnya budidaya tanaman kedelai
dilakukan pada lahan sawah dengan pola pergiliran tanam dengan padi,
sehingga mesti bersaing dengan tanaman jagung. Sebagian kecil ada pula
yang ditanami pada musim ketiga pada lahan sawah yang cukup tersedia air
dan memungkinkan untuk diterapkan IP 300 di lahan tersebut. Hingga saat ini
pengembangan budidaya tanaman kedelai di lahan kering non sawah masih
lebih rendah hasilnya dibandingkan di lahan sawah.
Pada masa mendatang, kontribusi produksi dari masing-masing wilayah
kabupaten/kota tersebut diharapkan akan terus meningkat mulai tahun 2015
setelah mendapat dukungan pemerintah melalui program Upsus Pajale
tersebut. Untuk mendukung harapan itu perlu ditetapkan prioritas untuk
mendahulukan lokasi kegiatan pada kawasan yang para petaninya
menunjukkan keseriusan dan motivasi yang tinggi untuk berusahatani kedelai
agar ada kepastian keberlanjutan kegiatannya setelah program Upsus Pajale
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-50
berhenti. Selain itu dilakukan pula upaya yang lebih intensif untuk terus
mengembangkan teknologi budidaya kedelai yang dapat meningkatkan
produktivitas tanaman kedelai, sehingga akan memunculkan minat petani lain
untuk berusahatani kedelai dan memperluas areal dan kawasan budidaya
tanaman kedelai di Sumatera Selatan.
Selain dipasarkan dalam bentuk bahan mentah oleh petani ke pedagang,
terdapat pula potensi untuk memberikan nilai tambah terhadap komoditas
kedelai di tingkat petani dengan mengembangkan usaha pengolahan pangan
fermentasi (tahu, tempe), pangan non fermentasi (susu kedelai), dan/atau
pakan ternak. Kelembagaan usaha pengolahannya dapat dipilih mulai dari
usaha individu rumah tangga hingga usaha kelompok, maupun koperasi. Untuk
mempermudah berbagai urusan dan kegiatan usaha, termasuk mengakses
modal dianjurkan bentuk kelembagaan usaha kelompok atau koperasi.
Kawasan tanaman kedelai di Sumatera Selatan ditetapkan di Kabupaten
Banyuasin, meskipun Kabupaten Lahat juga memiliki potensi untuk menjadi
kawasan kedelai, mengingat penanaman kedelai di Kabupaten Lahat telah
dilakukan sebelum pengembangan di Banyuasin. Namun penetapan kawasan di
Kabupaten Banyuasin salah satu pertimbangannya adalah potensi lahan pasang
surut di wilayah ini cukup luas, sehingga memungkinkan untuk pengembangan
ke depan.
Areal pasang surut bisa ditanam dua kali hingga tiga kali setahun atau
pada tahap awal para petani menanam padi, sedangkan di tahap keduanya
lahan dapat ditanami palawija seperti kedelai. Artinya dalam pengusahaan
kedelai, mayoritas petani-petani di wilayah kawasan tesebut menggunakan
lahan yang sama yang mereka gunakan untuk berusahatani padi. Pengusahaan
tanaman kedelai umumnya diusahakan secara bergantian dengan tanaman padi
pada lahan yang sama, dengan pola pengusahaan IP 200 maupun IP 300.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-51
6.3. Analisis Sarana dan Prasarana Penunjang
Berdasarkan hasil wawancara dan FGD yang dilakukan di wilayah
kawasan diperoleh gambaran sarana dan prasarana yang dibutuhkan petani
guna pengembangan kawasan tanaman pangan di wilayah mereka. Secara
umum jenis sarana dan prasarana yang dibutuhkan cenderung sama pada
setiap kawasan, dengan mayoritas kebutuhan pada infrastruktur adalah
perbaikan jalan tani dan jalan produksi serta prasarana pengairan. Pada aspek
teknis berua bantuan sarana produksi khususnya benih, pupuk dan alsintan
khususnya Alsintan untuk kegiata panen dan pasca panen. Hasil identifikasi
kebutuhan sarana dan prasarana secara rinci disajikan pada Tabel 6.7 berikut
ini.
Tabel 6.7.Kebutuhan Sarana dan Prasarana di Tingkat Petani Untuk Pengembangan
Kawasan Tanaman Pangan
No Jenis Komoditi Unggukan Sarana dan Prasarana yang Dibutuhkan
1 Padi Perbaikan jalan tani, pupuk subsidi, mesinpanen, alat pengering dan lantai jemur
2 Jagung Perbaikan jalan tani, pupuk subsidi, alatpengering dan lantai jemur, alat pemipiljagung
3 Kedelai Perbaikan jalan tani, benih dan pupuksubsidi
Kebutuhan sarana dan prasarana di tingkat petani tersebut merupakan
bagian dari ketersediaan sarana dan parasarana yang harus ada untuk
pengembangkan kawasan. Memperhatikan ketersediaan dan kelayakan
prasarana merupakan salah satu poin mewujudkan perencanaan berbasis
kesejahteraan. Prasarana suatu wilayah atau kota selalu mengikuti tata ruang
sebab prasarana adalah merupakan bagian dari ruang. Aspek-aspek
penataruangan seperti penetapan status kawasan, sarana hingga prasarana
telah diatur oleh UU penataruangan, RTRWN, dan acuan penyediaannya dalam
wilayah yang disebut standarisasi. Standarisasi penyediaan prasarana menjadi
acuan tentang apa dan bagaimana prasarana tersebut dapat
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-52
melengkapi dan memenuhi konsonan tata ruang wilayah/kota. Berbasis pada
standar pengembangan kawasan, maka dukungan terhadap ketersediaan
sarana dan prasarana yang harusnya tersedia pada setiap kawasan, meliputi :
1. Prasarana Jalan, meliputi :
a. Prasarana Jalan Kolektor
Karakter dari prasarana jalan kolektor adalah jalan yang berfungsi sebagai
pengumpul lalu lintas dari Prasarana jalan lokal untuk disalurkan ke
Prasarana jalan arteri. Dengan kata lain Orasarana jalan ini akan merupakan
penghubung jalan arteri dengan jalan lokal. Selain itu jalan yang memotong
Prasarana jalan ini sedapat mungkin dibatasi oleh kendaraan yang
melintasinya. Jalan ini direkomendasikan berkecepatan lebih rendah dari
kecepatan kendaraan pada jalan arteri.
b. Prasarana Jalan Lokal
Prasarana jalan lokal adalah jalan yang berfungsi menampung lalu lintas
dari jalan tertentu yang terlayani oleh jalan lingkungan,dan selanjutnya akan
disalurkan ke prasarana jalan kolektor. Adapun karakter dari jalan lokal
adalah jarak perjalanannya atau identik dengan panjang jalan ini relatif
pendek dan jalan memotongnya (dapat saja berupa gank/lorong) tidak
dibatasi.selain itu direkomendasikan lebih mudah dari ketentuan yang
Tabel 6.8.Penyediaan Jalan Berdasarkan Kecepatan Kendaraan, Lebar dan GSJ
` Sumber : Kepmen Kimpraswil No. 534/KPTS/M/2005
No Hirarki Jalan KecepatanKendaraan
Minimal LebarJalan
1. Arteri Primer > 60 km/jam > 8 m
2. Arteri sekunder > 30 km/jam > 7 m
3. Kolektor Primer > 40 km/jam > 7 m
4. Kolektor Sekunder > 20 km/jam > 7 m
5. Lokal Primer > 30 km/jam > 6 m
6. Lokal Sekunder > 10 km/jam > 5 m
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-53
diberlakukan pada prasarana jalan kolektor maupun arteri. Untuk hierarki
jaringan jalan dapat diklasifikasikan berdasarkan pada kecepatan kendaraan,
lebar jalan dan garis sempadan jalan, tersaji pada Tabel 6.8.
Selain itu, jenis prasarana dan utilitas pada jaringan jalan yang harus
disediakan ditetapkan menurut klasifikasi jalan perumahan yang disusun
berdasarkan hirarki jalan, fungsi jalan dan kelas kawasan/lingkungan
perumahan. Jalan perumahan yang baik harus dapat memberikan rasa
aman dan nyaman bagi pergerakan pejalan kaki, pengendara sepeda dan
pengendara kendaraan bermotor. Selain itu harus didukung pula oleh
ketersediaan prasarana pendukung jalan, seperti perkerasan jalan, trotoar,
drainase, lansekap, rambu lalu lintas, parkir dan lain-lain.
2. Prasarana Drainase
Prasarana drainase primer dan sekunder harus mempunyai kapasitas
tampung yang cukup untuk menampung air yang mengalir dari area kasiba
dan kawasan sekitarnya. Saluran pembuangan air hujan dapat dibangun
secara terbuka, namun pembangunannya harus dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Dasar saluran terbuka ½ lingkaran dengan diameter minimum 20 cm
atau berbentuk bulat telur ukuran minimum 20/30 cm;
b. Bahan saluran terbuat dari tanah liat, beton, pasangan batu bata dan
atau bahan lain;
c. Kemiringan saluran minimum 2 %;
d. Tidak boleh melebihi peil banjir di daerah tersebut;
e. Kedalaman saluran minimum 30 cm;
f. Apabila saluran dibuat tertutup, maka pada tiap perubahan arah harus
dilengkapi dengan lubang kontrol dan pada bagian saluran yang lurus
lubang kontrol harus ditempatkan pada jarak maksimum 50 meter;
g. Saluran tertutup dapat terbuat dari PVC, beton, tanah liat dan bahan-
lain;
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-54
h. Untuk mengatasi terhambatnya saluran air karena endapan pasir/tanah
pada drainase terbuka dan tertutup perlu bak kontrol dengan jarak
kurang lebih 50 m dengan dimensi (0,40x 0,40x 0,40) m3; Setiap
lingkungan harus dilengkapi dengan sistem pembuangan air hujan atau
kotoran yang mempunyai kapasitas tampung yang cukup seperti:
- Saluran pembuangan air hujan harus direncanakan berdasarkan
frekuensi intensitas curah hujan 2 tahunan.
- Saluran pembuangan air hujan dapat merupakan saluran terbuka atau
tertutup. Apabila saluran dibuat tertutup, maka tiap perubahan arah
harus dilengkapi dengan lubang pemeriksa, pada saluran yang lurus
lubang periksa harus dibuat tiap jarak minimum 50 meter.
Tabel 6.9.Standar Perencanaan Prasarana Drainase
NoKemiringan
Lahan
Kerapatan Saluran (m/100 Ha)Ket
Primer Sekunder Tersier Jumlah
1234
0-2 %2-5 %5-15 %15-40 %
800600480320
5100408030602040
141001128084605640
2000015960120008000
V min0,6m/dtV mak2.5m/dt
5 > 40 % Tidak DirekomendasikanSumber : Standar Nasional Indonesia Tahun 2004
3. Prasarana Air Bersih
Air bersih memegang peranan penting sebagai kebutuhan pokok dan utama
penghidupan dan kehidupan penduduk di kawasan perencanaan. Beberapa
sumber air bersih yang dimanfaatkan oleh penduduk kawasan perencanaan
bersumber dari air permukaan (sungai) dan dari mata air pegunungan yang
dikelolah oleh PDAM dan masyarakat. Sasaran rencana kebutuhan air bersih
dikategorikan berdasarkan jumlah kebutuhan penduduk pendukung dan
kebutuhan aktivitas perkotaan.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-55
Tabel 6.10.Standar Kebutuhan Air Bersih
No Fasilitas Kebutuhan
1 Perumahan 60 liter/orang/hari2 Fasilitas
Pendidikan STK 10 liter/orang/hari SD 10 liter/orang/hari SLTP 10 liter/orang/hari SLTA 10 liter/orang/hari
3 FasilitasKesehatan
Rumah sakit bersalin 5.000 liter/hari, Puskesmas3.000 liter/unit/hari, PUSTU 1.500 liter/unit/hari. Balaipengobatan 8.000 liter/unit/hari. Tempat praktekdokter 300 liter/unit/hari dan Apotik 30 liter/unit/hari.
4 Pemerintahandan PU
(kantor lingkungan, kantor pos, parkir umumditambah MCK) 1000 liter/orang/hari
5 FasilitasPeribadatan
Mesjid 3500 liter/orang/hari Mushallah 2000 liter/orang/hari
6 FasilitasPerekonomian
Fasilitas perekonomian menurut jenisnya adalahwarung 250 liter/unit/hari, pertokoan 10.000liter/unit/hari dan pusat perbelanjaan 86 m3 /ha/hari.
7 FasilitasOlahraga danrekreasi
Balai pertemuan 1.000 liter/unit/hari, gedungserbaguna 10.000 liter/unit/hari, taman untukbermain untuk 250 jiwa membutuhkan 1.000liter/unit/hari, taman untuk 2.500 jiwa membutuhkan5.000 liter/unit/hari dan lapangan olahraga 10.000liter/unit/hari.
Sumber : Standar Nasional Indonesia Tahun 2004
Standar hidrant dan sarana pemadam kebakaran pada umumnya dalam satu
kilometer pipa distribusi terdapat 4-5 buah hidrant. Ketentuan dalam
penempatan hidrant yaitu:
1) Satu kran umum disediakan untuk jumlah pemakai 250 jiwa;
2) Radius pelayanan maksimum 100 meter;
3) Kapasitas minimum untuk kran umum adalah 30 liter/orang/hari;
Standarisasi kebutuhan air bersih berdasarkan jenis-jenis fasilitas wilayah
termasuk sasaran penggunaanya tersebut secara rinci seperti yang telah
disajikan pada Tabel 6.10.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-56
4. Prasarana Listrik
Keseluruhan kebutuhan energi listrik di kawasan perencanaan berdasarkan
standar perencanaan lingkungan perkotaan kebutuhan listrik adalah :
a. Perumahan dengan golongan tipe A adalah 1.300 Watt/unit, tipe B
adalah 900 Watt/unit dan tipe C sebesar 900 Watt/unit.
b. Fasilitas perdagangan dan perkantoran membutuhkan suplay energi
listrik sesuai standar yakni 60 watt/m2 atau 25 % dari kebutuhan rumah
tangga.
c. Fasilitas sosial dan pelayan umum untuk kegiatan pendidikan, kesehatan
dan peribadatan dan pelayanan umum meliputi pos keamanan dan balai
pertemuan. Standar kebutuhan energi listrik untuk fasilitas tersebut
adalah 60 watt/m2 atau 25 % dari kebutuhan rumah tangga.
d. Penerangan jalan kebutuhan listriknya adalah 10 % dari total kebutuhan
keseluruhan rumah tangga
e. Perkiraan kehilangan energi listrik dalam transmisi diperkirakan 30 %
dari total energi listrik yang dibutuhkan.
Sistem distribusi Prasarana kabel listrik menggunakan tiang yang terbuat
dari pipa beton yang penempatannya pada daerah manfaat jalan dengan
jarak satu dengan yang lainnya adalah lebih kurang 50 meter. Selain itu
sebagai upaya untuk menghindari gangguan Prasarana listrik, maka di
beberapa tempat akan ditempatkan gardu listrik yang sekaligus berfungsi
sebagai pengontrol gangguan listrik yang akan terjadi. Penyediaan
prasarana listrik ini ini mesti menjadi upaya serius yang dillakukan piha
terkait untuk menunjang pengembangan kawasan komoditi unggulan
pertanian tanaman pangan di Sumatera Selatan yang tidak hanya
memperhatikan aspek on farm, namun juga dapat menunjang aspek
pengolahan dan pemasarannya
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-57
Tabel 6.11.Kebutuhan Jaringan Listrik
No. Jenis SambunganJumlah
Pelanggan(Unit)
Daya(KVA)
Jumlah(KVA/Watt)
1 Rumah Type A 199 1,300 258,414
2 Rumah Type B 596 900 536,706
3 Rumah Type C 1,193 450 536,706
4 Pendidikan 4 1,500 6,000
5 Peribadatan 20 1,500 30,000
6 Kesehatan 8 1,500 12,000
7 Pelayanan Umum 4 1,500 6,000
8 Perdagangan 4 1,500 6,000
9 Olah Raga 3 1,500 4,500
10Penerangan Lampu Jalan =
10 % dari total kebutuhan – –139,633
Jumlah 2,031 1,535,959
Sumber : Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Tahun 2002
5. Telekomunikasi
Prasarana telekomunikasi merupakan salah satu jenis utilitas wilayah yang
menunjang kelengkapan infrastruktur dalam suatu wilayah tertentu. Beberapa
persyaratan, kriteria dan kebutuhan yang harus dipenuhi adalah:
a. Tiap lingkungan rumah perlu dilayani sambungan telepon rumah melayani
14 kk (1:14)
b. Dibutuhkan sekurang-kurangnya 1 sambungan telepon umum untuk setiap
250 jiwa penduduk (unit RT) yang ditempatkan pada pusat-pusat kegiatan
lingkungan RT tersebut. (1:250)
c. Ketersediaan antar sambungan telepon umum ini harus memiliki jarak
radius bagi pejalan kaki yaitu 200 - 400 m;
d. Penempatan pesawat telepon umum diutamakan di area-area publik
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-58
seperti ruang terbuka umum, pusat lingkungan, ataupun berdekatan
dengan bangunan sarana lingkungan; dan
e. Penempatan pesawat telepon harus terlindungi terhadap cuaca (hujan dan
panas matahari) yang dapat diintegrasikan dengan kebutuhan
kenyamanan pemakai telepon umum tersebut.
Tabel 6.12.Kebutuhan Jaringan Telepon
No. Jenis Fasilitas Jumlah Sambungan Persentase (%)
1. Permukiman 1,988 99.00
2. Pelayanan Umum 4 0.20
3. Pendidikan 4 0.20
4. Kesehatan 8 0.40
5. Perekonomian 4 0.20
Jumlah 2,008 100.00
Sumber : Keputusan Menteri Permukiman & Prasarana Wilayah Tahun 2002
Hubungan antara pengembangan kawasan tanaman pangan dan
hortikultura dengan peningkatan komoditi unggulan sangat erat. Komoditi
unggulan sebagai prasayat dalam pengembangan kawasan yang akan
meningkatkan mutu dan kualitas suatu komuditas yang menunjang, dimana
suatu komuditas ini akan dijadikan sebagai sentra dalam pengembangan
kawasan. Bila suatu wilayah mempunyai komoditas maka pengembangan
kawasan cepat berkembang dan begitu pun sebaliknya.
Hubungan antara pengembangan kawasan dengan sarana dan prasarana
juga memiliki hubungan yang sangat erat. Kemajuan suatu wilayah ditentukan
oleh ketersedian sarana dan prasarana, bila sarana dan prasarana menunjang
maka dalam pengembangan kawasan akan semakin cepat berkemban.
Ketersedian sarana dan prasarana akan semakin menunjang dalam
perkembangan dalam kawasan. Bila sarana dan prasarana baik maka
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-59
pengembagan kawasan akan semakin baik dan lancar dan begitupun
sebaliknya.
6.4. Analisis Kependudukan dan Sosial Budaya
Analisis Kependudukan dan sosial budaya meliputi analisis yang
dilakukan terhadap kependudukan, ketenaga kerjaan dan sosial budaya untuk
meningkatkan Kualitas SDM dan menghitung kebutuhan dukungan tenaga kerja
dan kontribusi kawasan dalam menyerap tenaga kerja dan perencanaan
pengembangan SDM petani, kelompok tani, koperasi dan lain-lain.
Selama ini, dengan adanya peranan SDM pertanian di dalam
pembangunan sektor pertanian yang diharapkan SDM yang mampu
meningkatkan peranannya di dalam sektor pertanian, dalam arti luas adalah
sektor pertanian dalam berbagai lini termasuk di dalamnya usaha-usaha
pertanian dan segala hal yang mampu menunjang perkembangan maupun
kontinuitas kegiatan yang berguna bagi pertanian dan sektor-sektor lain yang
terhubung dengan pertanian secara langsung maupun yang mendukung
pertanian secara tidak langsung diharapkan pembangunan pertanian yang
mampu untuk memenuhi kriteria perkembangan ekonomi pertanian secara
merata di seluruh aspek bidang pertanian. Kita tidak mampu mengesampingkan
dengan adanya SDM pertanian yang baik di dalam menjalani perkembangan
pembangunan di pertanian. SDM yang baik mampu menjunjung tinggi segala
macam aspek di dalam pembangunan pertanian sehingga penbangunan
pertanian mampu untuk meningkatkan kegiatannya dalam mendukung
perekonomian masyarakat pertanian itu sendiri.
Di dalam pembangunan pertanian melalui pengembangan kawasan,
peran SDM itu sendiri mendapatkan perhatiannya secara khusus dengan
diadakannya berbagai macam pelatihan khusus mengenai SDM itu sendiri dan
menjalankan seminar-seminar yang membahas tentang SDM pertanian. Adanya
otonomi daerah dimana daerah sebagai pelaksana pembangunan pertanian
menuntut jumlah dan SDM institusi pertanian yang memadai. Selama ini fakta
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-60
menunjukkan pembangunan pertanian kurang menjadi prioritas pembangunan
di daerah, namun sekarang peranan SDM pertanian mulai diperhatikan jika hal
ini berkelanjutan dan terus berkelanjutan maka dibutuhkan SDM yang sanggup
memenuni kebutuhan yang ada.
Menurut Hubeis (1993), pelaksanaan pembangunan pertanian ini akan
berhasil jika semua sumberdaya manusia dalam hal ini tidak hanya pria, tetapi
juga perempuan yang jumlahnya haqmpir berimbang dengan jumlah laki-laki.
Sekitar 70% dari seluruh penduduk perempuan di Sumatera Selatan tinggal di
pedesaan dan lebih dari setengahnya memperoleh nafkah hidup dari sektor
pertanian. Untuk mewujudkan agribisnis yang berdaya saing diperlukan SDM
pertanian yang profesional, kreatif, inovatif, kredibel, dan berwawasan global.
Dalam memperbaiki SDM pada setiap kawasan perlu peran perguruan
tinggi guna membantu mengembangkan SDM pada masing-masing kawasan
karena :
1. Ketidak berdayaan petani yang disebabkan adanya kegagalan pasar pada
pertanian, dicirikan oleh :
- Kegagalan dalam kompetisi
- Kerterbatasan sumberdaya yang dimiliki
- Pasar yang tidak sempurna
- Kegagalan informasi
- Permasalahan makroekonomi yang kurang mendukung
- Kemiskinan dan ketidak merataan
2. Keterbatasan jumlah dan SDM institusi pertanian di daerah. Adanya
otonomi daerah dimana daerah sebagai pelaksana pembangunan pertanian
menuntut jumlah dan SDM institusi pertanian yang memadai. Selama ini
fakta menunjukkan pembangunan pertanian kurang menjadi prioritas
pembangunan di daerah. Oleh karena itu perguruan tinggi diharapkan
menjadi patner institusi di daerah baik dalam konsep, aktifitas maupun
dalam menjembatani kepentingan petani.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-61
3. Adanya Tri Dharma perguruan tinggi, yakni pendidikan, penelitian dan
pengabdian masyarakat. Perguruan tinggi pertanian yang mempunyai SDM,
teknologi dan mahasiswa selama ini aktifitas Tri Dharma perguruan
tingginya belum sinergis dengan pembangunan pertanian.
Pengembangan kawasan usahatani/budidaya pertanian tanaman padi,
jagung, dan kedele akan membantu menambah penyerapan tenaga kerja dan
mengurangi pengangguran penduduk yang mencapai sekitar 6 % pada tahun
2015 di Sumatera Selatan. Terhadap tenaga kerja yang ada dan akan diserap
masih perlu ditingkatkan kualitasnya melalui bimbingan, pendidikan dan
pelatihan. Hingga saat ini yang SDM-nya sudah relatif mapan adalah petani
padi, jagung dan kedelai baik dalam berbudidaya tanaman tersebut,
berkegiatan dalam kelompok tani, gabungan kelompok tani maupun dalam
koperasi/KUD. Sementara dalam pengembangan budidaya tanaman cabai
besar dan bawang merah, keterampilan petani masih perlu ditingkatkan dengan
pelatihan manajemen jika petaninya relatif baru berusahatani dan belum
berpengalaman bekerja di kelompok dan koperasi, sedangkan yang sudah
berpengalaman berorganisasi hanya perlu menambah keterampilan
membudidayakan kedua komoditas tersebut. Hal tersebut diperlukan tidak
hanya agar petani lebih mahir berusahatani cabai besar dan bawang merah,
melainkan juga untuk membangun motivasi dan keseriusan sekaligus kehati-
hatian yang tinggi dalam menjalan kegiatan usahataninya mengingat resiko
teknis yang cukup tinggi dan biaya yang sangat besar yang dikorbankan.
6.5. Analisis Kelembagaan
Dari hasil survey lapangan diperoleh gambaran keragaman bentuk
kelembagaan di tingkat petani saat ini. Keragamannya meliputi dari status,
struktur, pewilayahan maupun keanggotaannya. Memperhatikan temuan
tersebut maka perlu adanya penyesuaian yang mendasar tentang pola
pembinaan dan pengembangan kelompok tani, sehingga Surat Keputusan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-62
Menteri No.93/Kpts/Ot. 210/3/93 tanggal 18 Maret 1997 tetang Pedoman
Pembinaan Kelompok Tani–Nelayan sudah tidak lagi relevan menjadi suatu
acuan kebijakan operasional di tingkat lapangan. Kondisi ini dikarenakan
kebutuhan akan pengorganisasian kelembagaan petani sudah tidak sesuai lagi
dengan sistem yang dikembangkan. Akibatnya muncul kelompok-kelompok
baru yang keluar dari tatanan tetapi memperoleh keberhasilan dalam
menerapkan sistem agribisnis.
Bentuk-bentuk kelembagaan baru yang muncul adalah bersifat formal
dengan dasar hukum serta memiliki AD/ART yang pada hakekatnya sangat
mendekati organisasi LSM dengan membawa visi pembangunan pertanian.
Kondisi ini dikarenakan organisasi petani yang bersifat non-formal ternyata
memiliki ruang gerak yang sempit khususnya dikaitkan dengan dunia “bisnis”
yang menghendaki adanya legalitas dan sejenisnya.
Struktur dan fungsi organisasi kelembagaan petani yang dkategorikan
berhasil banyak mendekatkan pada fungsi-fungsi pelayanan yang mengarah
pada “bisnis” di sektor pertanian mulai dari hulu sampai ke hilir. Sedangkan
struktur organisasi kelembagaan petani yang kurang berhasil banyak mendekati
pada fungsi-fungsi produksi. Dengan struktur dan fungsi yang berorientasi pada
bisnis pertanian maka kelompok-kelompok baru dapat menampung anggota-
anggota yang bergerak dalam “of-farm”. Disini muncul suatu simbiosis
mutualistik antara petani sebagai produsen dan pedagang sebagai pengumpul
dan penyalur sehingga antara keduanya tidak merebutkan peran tetapi banyak
berbagi peran.
Sistem pengelompokan pada kelompok yang berhasil banyak
mendekatkan pada profesi bukan lagi pada domisili maupun hamparan. Dengan
model sistem pengelompokan ini maka jangkauan kelembagaan petani tidak
dibatasi oleh kawasan. Kondisi ini disebabkan karena cepatnya pertumbuhan
dalam teknologi informasi dan perbaikan sarana-prasarana (infrastructure).
Pada kelompok yang berhasil memiliki tingkat partisipasi yang tinggi,
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-63
oleh karena menggunakan pola komunikasi multi-arah, sehingga semua
anggota dapat berperan serta memiliki kekuatan yang sama dalam
mempengaruhi anggota lainnya. Kondisi ini menciptakan dorongan anggota
untuk berpartisipasi secara optimum.
Kelompok tani yang berhasil banyak menerapkan pola-pola pelayanan
dan memberikan proses pembelajaran bagi anggotanya; seperti memberikan
kesempatan untuk mencoba saprotan pada lahan ushataninya melalui
pengujian dan pengembangan. Selanjutnya memberikan kesempatan untuk
mengaktualisasikan dirinya dalam suatu seminar, workshop ataupun menjadi
narasumber.
Pada kelompok tani yang berhasil penekanan keterikatan dalam bentuk
upaya membangun jaringan antar kelembagaan khususnya pada system
agribisnis. Kondisi ini menciptakan pola ketergantungan antara organisasi
petani, anggota dan kelembagaan lainnya. Keberhasilan dalam membentuk
jaringan ini ditunjukan oleh terjadinya pola kemitraan didalam kelompok
maupun antar kelompok.
Berdasarkan kondisi dan kebutuhan kelembagaan tersebut, maka dalam
pengembangan kelembagaan di tingkat kawasan perlu dilakukan :
- Penyesuaian Surat Keputusan Menteri No. 93/Kpts/OT.210/3/93
- Perlunya penguatan partisipasi petani (pemberdayaan) dalam
pengembangan kelembagaan dan masyarakat.
- Perlunya penguatan dan perluasan jaringan partnership dalam
pengembangan kelompok petani dengan berbagai pihak terkait
(stakeholders).
- Perlunya penguatan desentralisasi penyuluhan pertanian.
6.6. Analisis Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang dianalisis pada bagian ini difokuskan kepada
kebutuhan SDM yang berkaitan dengan tenaga pendamping, penyuluh,
pengembang dan sebagainya dibanding ketersediaannya saat ini. Disamping
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-64
penting untuk dibahas kebutuhan-kebutuhan keahlian dari perekrutan
penyiapan pendidikan dan keahlian dari para petugas pengembang kawasan
dan peningkatan kapasitas yang dibutuhkan.
Dalam era agribisnis, aktor utama pembangunan agribisnis dan aktor
pendukung pembangunan agribisnis perlu ada pembinaan kemampuan aspek
bisnis, manajerial dan berorganisasi bisnis petani serta peningkatan wawasan
agribisnis. Dalam hal ini perlu reorientasi peran penyuluhan pertanian yang
merupakan lembaga pembinaan SDM petani. Oleh karena itu perlu peningkatan
pendidikan penyuluh baik melalui pendidikan formal, kursus singkat, studi
banding. Serta perlu perubahan fungsi BPP yang selama ini sebagai lembaga
penyuluhan agro-teknis, menjadi Klinik Konsultasi Agribisnis.
Dalam rangka pengembangan kawasan, maka peran aktif dari PPL dan
pendamping sangat diperlukan terutama pada tahap-tahap awal
pengembangan kawasan. Mengingat jenis komoditi unggulan yang diusahakan
terdiri dari tanaman pangan dan hortikultura, maka diperlukan peningkatan
pengetahuan PPL serta perekrutan tenaga pendamping terhadap kedua sub
sektor tersebut secara berkelanjutan. Peningkatan pengetahuan dan
keterampilan PPL dapat dilakukan dengan cara pelatihan, magang, dan
kegiatan pendidikan non formal lainnya secara kontinue. Adapun kebutuhan
jumlah PPL dan pendamping tersebut secara ideal mengikuti standarisasi
pengembangan kawasan yaitu 1 orang PPL membina 1 desa, sehingga untuk
satu kawasan kebutuhan PPL tergantung kepada jumlah desa dan petani yang
berada di dalamnya. Dari dari data rasio jumlah PPL di Sumsel dengan
kebutuhan kelompok tani yang dibina teridentifikasi bahwa secara keseluruhan
Sumatera Selatan masih kekurangan tenaga PPL lebih kurang 300 orang.
Agar pengembangan kawasan komoditi unggulan tanaman pangan dan
hortikultura dapat berjalan lancar dan mencapai keberhasilan diperlukan tidak
hanya kegiatan penyuluhan yang dilakukan PPL, tetapi juga untuk bagian
tertentu diperlukan kegiatan pendampingan dan pengembangan. Dalam kaitan
program Upsus Pajale, telah dimanfaatkan tenaga pendamping dari perguruan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-65
tinggi yang berjalan dengan baik. Akan tetapi untuk jangka menengah dan
panjang perlu ditambah tenaga pendamping yang direkrut khusus dan
dipekerjakan dalam unit kerja lapangan berdampingan dengan tenaga penyuluh
dengan pembagian tugas yang jelas dan terpadu. Momentum dikembalikannya
SDM penyuluh ke instansi sektoral sejak tahun 2017 dapat dimanfaatkan untuk
diberikan tugas yang terkait dengan pengembangan lima kawasan komoditi
yang akan dikembangkan di Sumatera Selatan.
Untuk tenaga pengembang, selain dapat bersumber dari unit kerja SKPD
atau Kementerian Pertanian seperti UPTD dan BPTD, dapat pula dimanfaatkan
para petani pelopor pengembangan budidaya tanaman tersebut, yaitu yang
menerapkan teknologi baru untuk padi, jagung dan kedelai, dan yang berhasil
membudidayakan tanaman cabai besar dan bawang merah. Antar SDM
tersebut perlu dipadukan dalam sistem koordinasi, bahkan dapat dibentuk
kelembagaan kerjasamanya. Format ini akan memudahkan komunikasi antar
mereka dan upaya untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas mereka dalam
membantu kelancaran kegiatan para petani dalam kawasan komoditi ungulan
tersebut.
6.7. Analisis Teknis Tanaman Pangan
Secara umum Sumsel dengan berbagai karakteristik tipologi lahan
mempunyai areal yang sesuai dengan berbagai komoditi pangan dan
hortikultura sehingga secara eksisting keberadaan berbagai tanaman sudah ada
sejak lama. Melalui program pembangunan pertanian berapa dekade yang lalu
sampai sekarang maka keberadaan kawasan pertanian menjadi terbentuk
sedemikian rupa. Melalui keberadaan tanaman dan minat petani serta tipologi
lahan maka pengembangan kawasan atau pemantapan kawasan tanaman
pangan telah dilakukan sedemikian rupa. Berdasarkan fakta di lapangan maka
ada sejumlah kawasan pertanian yang perlu dimantapkan yang totalnya untuk
di Sumsel sekitar 47 kawasan. Kawasan tanaman pangan seperti padi (33),
kawasan jagung (9) dan kedelai (5). Berdasarkan keberadaan kawasan di
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-66
kabupaten maka kabupaten Banyuasin yang terbanyak (11 kawasan), OKI (17
kawasan) dan OKU timur (15). Informasi tentang data tersebut dapat dilihat
pada Tabel 6.13.
Tabel 6.13.Jumlah kawasan Tanaman Pangan Dari Berbagai Kabupaten dan Kota di
Sumatera Selatan
No Kabupaten
Jumlah KawasanTotal
Padi Jagung Kedelai
1 OKI 13 4 0 17
2 OKU 0 0 0 0
3 OKU Timur 10 5 0 15
4 Ogan Ilir 4 0 0 4
5 Banyuasin 6 0 5 11
6 Musi Rawas 0 0 0 0
7 Palembang 0 0 0 0
Jumlah 33 9 5 47
Sumber : Dinas Pertanian TPH Provinsi Sumatera Selatan, 2016 dan HasilSurvey Lapangan
Luas total kawasan tanaman pangan di Sumatera Selatan sekitar
571.070 hektar yang tersebar di enam kabupaten dan satu kota. Kabupaten
OKI dan Banyuasin merupakan daerah yang mempunyai porsi terluas kawasan,
dan Kota Palembang yang paling kecil porsinya. Berbasis komoditi maka
Sumatera Selatan mempunyai kawasan padi sekitar 501.942 hektar, kawasan
jagung seluas 64.228 hektar, kawasan kedelai seluas 4.900 hektar. Jika dirinci
pengusahaan luasan per kabupaten/kota yang telah ditetapkan sebagai
kawasan (ditampilkan pada Tabel 6.14) terlihat bahwa kawasan padi memang
memiliki luasan pengusahaan yang terbesar karena luasan existingnya memang
lebih luas dibandingkan komoditi pangan lainnya. Sebaran masing-masing
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-67
luasan komoditi pada masing-masing kawasan disajikan pada Tabel 6.14
berikut ini.
Tabel 6.14Luas Total Kawasan Tanaman Pangan Untuk Setiap Kabupaten dan Kota di
Sumatera Selatan
No KabupatenLuas kawasan komoditi (ha)
Total(ha)
Padi Jagung Kedelai
1 OKI 166.531 54.466 0 220.997
2 OKU Timur 93.665 9.762 0 103.427
3 Ogan Ilir 19.580 0 0 19.580
4 Banyuasin 222.166 0 4.900 227.066
5 Musi Rawas 42.706 1.163 1.733 45.602
Jumlah 544.648 65.391 6.633 616.672
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi SumateraSelatan dan Kabupaten/Kota Masing-Masing Kawasan, serta HasilSurvey, 2016
Berdasarkan keberadaan kawasan tanaman pangan yang ada di
kabupaten, maka Kabupaten OKI telah ditetapkan untuk menjadi kawasan padi
dan jagung. Luas total arealnya mencapai 220.997 hektar. Kawasan padi
mencakup 13 kecamatan dengan luas areal 166.531 hektar. Kawasan padi
yang ada di OKI yang terluas ada di kecamatan Sungai Menang. Untuk Jagung
terdapat pada empat kecamatan dan terluas berada di Sungai Menang.
Kawasan untuk budidaya bawang terdapat di Kecamatan Lempuing dan
Lempuing Jaya. Sementara itu untuk cabe terdapat di Kecamatan Jejawi,
Lempuing jaya, dan Jejawi. Sebaran pengusahaan dan potensi lahan yang
tersedia pada masing-masing komoditi yang dikembangkan di Kabupaten OKI
disajikan pada Tabel 6.15 berikut ini.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-68
Tabel 6.15Kawasan Berbagai Komoditi Tanaman Pangan di Kabupaten Ogan Komering Ilir
(OKI)
No Jenis KomoditiUsulan Kawasan
Potensi Lahan (Ha)(Kecamatan)
1 Padi
1. Lempuing 11.000
2. Lempuing Jaya 11.412
3. Air Sugihan 17.619
4. Sungai Menang 26.007
5. Cengal 17.460
6. Tulung Selapan 3.822
7. Kayu Agung 7.322
8. SP Padang 11.130
9. Jejawi 13.897
10. Pampangan 16.137
11. Teluk Gelam 8.390
12. Pedamaran 9.325
13. Tanjung Lubuk 13.010
Total 166.531
2 Jagung
1. Air Sugihan 7.000
2. Sungai Menang 26.0073. Lempuing 10.0474. Lempuing Jaya 11.412
Total 54.466
Total Kawasan Pengembangan 220.997
Kabupaten OKU Timur akan dikembangkan kawasan padi dan jagung
yang mencakup 16 kawasan. Keberadaan sawah yang sudah ada dan juga
areal sawah pencetakan baru mempunyai andil besar dalam pembentukan
kawasan padi di OKU Timur yang dapat mencapai 93.665 hektar. Sementara,
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-69
Kawasan jagung tergolong kecil di OKU Timur yang disebabkan dikembangkan
di lahan kering dan juga sawah tadah hujan. Kawasan jagung akan
dikembangkan secara luas di Kecamatan Bunga Mayang dan Kecamatan Jaya
Pura (Tabel 6.16).
Tabel 6.16.Kawasan Berbagai Komoditi Tanaman Pangan di Kabupaten Ogan Komering
Ulu Timur (OKUT)
No Jenis Komoditi Usulan Kawasan(Kecamatan)
Potensi Lahan(Ha)
1 Padi 1. Buay Madang 17.351
2. Buay Madang Timur 16.213
3. Semendawai Suku III 10.892
4. Madang Suku III 8.859
5. Madang Suku I 7.2
6. BP Peliung 7.613
7. BP Bangsa Raja 7.513
8. Belitang II 5.315
9. Belitang Mulya 5.492
10.Cempaka 7.217
Total 93.665
2 Jagung 1. BungaMayang 3.926
2. Jayapura 1.707
3. BP Peliung 475
4. Semendawai Suku III 334
5. Cempaka 320
6. Semendawai Timur 300
Total 9.762
Total Kawasan Pengembangan 103.427
Kabupaten Ogan Ilir dominan dengan lahan basah yaitu rawa lebak
terutama di DAS Ogan bagian hilir sehingga pengembangan kawasan padi di
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-70
lahan rawa lebak menjadi prioritas di kabupaten ini. Luas kawasan padi di
kabupaten Ogan Ilir hampir 20 ribu hektar dengan cakupan di empat
kecamatan. Kecamatan Pemulutan dan kecamatan Inderalaya merupakan
kawasan padi yang terluas (Tabel 6.17)
Tabel 6.17.Kawasan berbagai komoditi tanaman pangan di
Kabupaten Ogan Ilir
No Jenis Komoditi Usulan Kawasan(Kecamatan)
Potensi Lahan(Ha)
3 Padi 1. Pemulutan 7.206
2. Indralaya 4.833
3. Pemulutan Selatan 3.795
4. Tanjung Raja 3.746
Total Kawasan Pengembangan 19.580
Total luas areal tanaman pangan di kabupaten Banyuasin sekitar
227.066 hektar untuk menjadi kawasan padi (222.166 hektar), kedelai (4.900
hektar). Kawasan berbagai komoditi tersebut dominan di areal pasang surut
dengan berbagai tipologi lahannya. Kawasan padi hampir merata di Muara
Sugihan, Muara Telang, Air Saleh, Rantau Bayur, Pulau Rimau dan Makarti
Jaya. Kawasan padi yang terluas berbasis kecamatan akan dikembangkan di
Muara Sugihan, untuk kedelai terdapat di Air Saleh (Tabel 6.18).
Sementara itu untuk di Kabupaten Musi Rawas yang belum termasuk
dalam penetapan kawasan tanaman pangan, wilayah tanaman padi menyebar
hampir di seluruh 14 kecamatan yang ada. Hanya satu kecamatan yag tidak
ada sawahnya, yaitu Kecamatan TB Kepungut. Tanama jagung diusahakan di
seluruh kecamatan, dan untuk tanaman kedelai hanya di Kecamatan Jaya Loka
yang tidakdiusahaan. Dengan demikian berarti potensi Kabupaten Musi Rawas
untuk menjadi kawasan 3 tanaman pangan tersebut relatif besar, sehingga
wajaruntuk mendapat penetapan pemerintah.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-71
Tabel 6.18.Kawasan Berbagai Komoditi Tanaman Pangan di Kabupaten Banyuasin
No Jenis Komoditi Usulan Kawasan(Kecamatan)
Potensi Lahan(Ha)
3 Padi 1. MuaraSugihan 59.297
2. MuaraTelang 42.830
3. Air Saleh 36.749
4. RantauBayur 32.054
5. PulauRimau 29.057
6. MakartiJaya 22.179
Total 222.166
4 Kedelai 1. Air Saleh 2.500
2. TungkalIlir 1.000
3. PulauRimau 500
4. Banyuasin II 500
5. MuaraTelang 400
Total 4.900
Total Kawasan Pengembangan 227.066
Berdasarkan data yang terdapat dari berbagai Tabel kawasan komoditi
dari berbagai kabupaten dan kota dan perbandingan data yang ada selama ini
maka tergambar bahwa akan terjadi peningkatan jumlah kecamatan sejalan
dengan perluasan kawasan komoditas pangan di Sumatera Selatan. Sejalan
dengan pengembangan kawasan di berbagai kecamatan yang ada maka
diperlukan berbagai syarat pendukung agar aspek teknis tanaman pangan
dapat berjalan maksimum;
1. Dukungan kesatuan manajemen air (irigasi, drainase dan pompanisasi)
yang jika memungkinkan berbasis saling mendukung agar semua kawasan
tersebut menjadi satu kesatuan manajemen air.
2. Dukungan infrastruktur berbasis kawasan sehingga jalan, jembatan, kanal,
dapat menjadi alur transportasi komoditi untuk bergerak secara lancer.
3. Dukungan sistem pertanian yang berlangsung sepanjang musim yang
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-72
disesuaikan dengan musim dan faktor hambatan lainnya.
Tiga dukungan dalam pengembangan kawasan tersebut nantinya akan
berimplikasi lebih jauh terhadap pengembangan system budidaya tanaman
pangan dan hortikultura yaitu monokultur, polikultur, atau sisipan
(tumpangsari).
a. Khusus untuk padi yang dibudidayakan di lahan irigasi dan rawa maka
system tanam monokultur dengan menerapkan berbagai varietas akan
lebih tahan terhadap berbagai resiko lapangan.
b. Pola tanam polikultur dapat diterapkan antara jeruk dengan padi dilahan
rawa lebak dan pasang surut sehingga optimalisasi pemanpaatan lahan
menjadi lebih tinggi.
c. Pola tanam monokultur kedelai dengan sistem budidaya jenuh air (SBJA)
sangat cocok untuk dilaksankan pada Musim Tanam III di lahan pasang
surut.
6.8. Analisis Pengolahan, Perdagangan dan Konsumsi PerdaganganHasil Pertanian
Mengingat potensi tanaman pangan di Sumatera Selatan sangat
baik maka peningkatan kuantitas dan kualitas ketersediaan pangan
melalui peningkatan dan pengembangan hasil produksi dari komoditas
pangan yang diunggulkan (padi, jagung dan kedelai) mutlak harus dilakukan.
Peningkatan dan pengembangan produksi yang dimaksud adalah bukan hanya
produksi yang berada pada sektor on farm saja, namun sudah marus
berorientasi ke arah produk olahan pada sektor hilir (agro industri). Usaha ini
juga diharapkan sebagai salah satu cara untuk dapat membantu mempercepat
waktu pencapaian skor mutu pangan norma PPH sebesar 100 sebelum
tahun 2020, sesuai dengan target pada Program Sumsel Lumbung Pangan yang
telah lama dicanangkan.
Arah pengembangan dan peningkatan produksi komoditas pangan
yang akan dikembangkan pada setiap kawasan adalah dengan prioritas untuk
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-73
memenuhi kebutuhan ketersediaan dan konsumsi domestik. Berdasarkan
pada kinerja ketersediaan dan konsumsi normatif, maka beberapa hal
yang perlu mendapat perhatian segera adalah perbaikan kualitas ketersediaan
pangan maupun kualitas konsumsi pangan penduduk. Bertitik tolak dari
indikasi bahwa keanekaragaman pangan yang dikonsumsi berkorelasi
dengan keanekaragaman pangan yang tersedia, maka untuk memperbaiki
kualitas konsumsi penduduk yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah
memperbaiki kualitas ketersediaan pangan.
Upaya perbaikan kualitas ketersediaan pangan ini harus ditempuh
dengan pendekatan agribisnis dalam artian upaya tersebut secara garis besar
harus mencakup aspek-aspek sebagai berikut :
1) Penyediaan pangan diutamakan melalui peningkatan produksi dengan
jumlah dan komposisi yang sesuai dengan kebutuhan dan preferensi
konsumen;
2) Pengembangan sistem distribusi yang efisien dengan jangkauan
mencakup wilayah pedesaan dan daerah terpencil; dan
3) Penciptaan mekanisme pasar yang mendukung terbentuknya harga
yang terjangkau daya beli konsumen dan mampu memberikan
insentif bagi produsen untuk menghasilkan produksi pangan.
Upaya ini harus dilakukan karena secara teoritis konsumsi pangan
dipengaruhi paling tidak oleh empat faktor utama yaitu : 1) penyediaan
pangan (termasuk produksi); 2) daya beli (pendapatan); 3) pengetahuan dan
kesadaran gizi; dan 4) faktor-faktor sosial dan budaya, maka keempat peubah
tersebut secara simultan haruslah digunakan sebagai instrumen kebijaksanaan
dalam peningkatan kualitas konsumsi pangan sekaligus memperbaiki
status gizi penduduk. Oleh karena itu, perbaikan kualitas ketersediaan
pangan melalui upaya sebagaimana disebutkan di atas harus diikuti pula
dengan upaya-upaya peningkatan daya beli masyarakat melalui peningkatan
pendapatan serta peningkatan pengetahuan dan kesadaran gizi masyarakat.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-74
Pada target pengembangan komoditi olahannya pada sektor hilir (agro
industri), maka perencanaan yang harus dilakukan adalah pengembangan
teknologi pengolahan komoditi pangan. Melalui pengembangan pengolahan
tanaman pangan dimaksudkan dapat dikembangkan berbagai produk pangan
olahan yang aman, sehat, environmentally friendly, lebih bermutu,
memenuhi kaidah keagamaan (halal), menarik, disukai dan terjangkau oleh
daya beli masyarakat sehingga menjadi alternatif bagi konsumen untuk
memilihnya dan diharapkan konsumsi pangan masyarakat menjadi lebih
beragam.
6.9. Analisis Kebijakan dan Pembiayaan
Analisis kebutuhan dukungan peraturan dan kebijakan baik pencabutan
peraturan yang menghambat, peraturan untuk mendukung dan upaya untuk
menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi pengembangan kawasan
hortikultura.
6.9.1. Kebijakan Prioritas Pembiayaan dan Insentif Fiskal Provinsi danKabupaten/Kota
1. Perlu koordinasi antara provinsi dan kabupaten/kota dalam pembiayaan
fiskal guna peningkatan budidaya tanaman pangan terpilih yang pada saat
ini kuantitasnya belum memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat
Sumatera Selatan dengan pertimbangan ketersediaan faktor produksi dan
efisiensi produksi.
2. Untuk menambah dan memperlancar investasi, perlu disosialisasikan
insentif fiskal daerah apa saja yang dapat diterapkan oleh pemerintah
provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota kepada investor. Selain hal
tersebut penyederhanaan sistem birokrasi dan pelayanan perizinan dalam
berinvestasi perlu dibuatkan aturannya.
3. Perlu ditetapkan bagaimana sistem dan sumber pembiayaan publik yang
melibatkan peran berbagai pihak mulai dari pemerintah provinsi,
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-75
kabupaten/kota, dan pemerintah pusat maupun non publik/swasta dari
investor masyarakat luas dalam pengembangan kawasan komoditi
unggulan ke depan. Hal itu diharapkan mencerminkan komitmen semua
pihak untuk berpartisipasi dari sisi pembiayaan untuk kepentingan dan
keberhasilan bersama dari proses pemantapan ketahanan pangan dan
pembangunan pertanian dalam arti luas.
4. Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dapat mengintegrasikan
pendanaan APBD dan dana program-program CSR pihak swasta di daerah
masing-masing ke dalam program-program pemberdayaan pemerintah
pusat yang telah eksis di masyarakat dalam rangka peningkatan kapasitas
para petani, peningkatan infrastruktur pertanian dan permodalan usaha
tani mengingat Program-program yang telah memiliki kelembagaan yang
kuat dan memiliki SDM yang telah terlatih baik dari masyarakat maupun
dari pendampingan konsultannya, Perlu pula diperluas pola yang memiliki
tingkat keterlibatan masyarakat yang tinggi baik dalam swadaya
pendanaan maupun pelaksanaannya sehingga partisipasi masyarakat
dalam kontrol kegiatan dan pemeliharaan infrasruktur tentunya akan lebih
tinggi.
5. Kepada pemerintah pusat akan diusulkan untuk menetapkan beberapa
kebijakan deregulasi dan regulasi berikut ini:
a. Penurunan pajak (pajak pertambahan nilai dan pajak penghasilan)
yang menjadi beban pelaku usaha di bidang agribisnis.
b. Pembebasan sementara pajak pertambahan nilai (PPn) untuk
mendorong tumbuhnya industri pengolahan lokal.
c. Harmonisasi tarif, yaitu menerapkan tarif impor lebih tinggi untuk
produk-produk olahan pertanian dan substitusinya.
d. Insentif investasi terutama pada industri hilir pertanian yang akan
tumbuh dalam jangka menengah berupa keringanan pajak,
kemudahan investasi terutama perizinan dam penghapusan retribusi.
Dukungan dan fasilitasi pendanaan dari pemerintah melalui skim kredit
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-76
khusus bagi petani jeruk, cabai besar dan bawang merah.
6.10. Analisis Pelaku dan Pemangku Kepentingan
Implementasi pengembangan kawasan tanaman pangan dianjurkan
untuk dilakukan dengan sistem manajemen terpadu melalui suatu pengelolaan
dalam bentuk lembaga otoritas produksi tanaman seperti tampak dalam gambar
di bawah. Lembaga otoritas ini melibatkan UMK sebagai pengelola utama
kawasan dan para pemangku kepentingan lainnya yang bekerja secara sinergis
dan terpadu.
Struktur organisasi Unit Manajemen Kawasan (UMK) tanaman pangan
beberapa koordinator lapangan yang masing-masing bertanggung jawab
membina kawasan dengan luas tertentu (misalnya padi per 1.000 ha).
Manajer Utama didukung oleh 2 (dua) staf administrasi. Setiap koordinator
lapangan dibantu 2- 4 orang tenaga pendamping yang wilayah kerjanya
masing-masing dalam luasan tertentu (untuk padi) 250 ha. Dalam mekanisme
kerjanya, organisasi unit ini harus selalu berkordinasi dengan Dinas Pertanian
dan instansi pemerintah terkait lainnya pada tingkat provinsi, kabupaten
maupun kecamatan, agar terjadi sinkronisasi pelaksanaan manajemen produksi,
panen dan pasca panennya. Unit manajemen kawasan ini tidak dimaksudkan
untuk mengambil alih kegiatan produksi yang dilakukan petani, melain memiliki
tugas untuk :
1. Melaksanakan seleksi CPCL
2. Menyusun rencana budidaya tanaman di kawasan
3. Memperkirakan jumlah sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida) yang harus
disiapkan berdasarkan kebutuhan aktual petani
4. Menginventarisasi kondisi infrastruktur tata air, prasarana transportasi dan
pasar hasil produksi dan menyampaikannya ke instansi terkait melalui Dinas
Pertanian.
5. Memastikan lancarnya dan mengawal pasokan sarana produksi pertanian
yang mencukupi kebutuhan lahan usahatani padi di kawasan dalam jenis,
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-77
jumlah, harga dan waktu yang tepat,
6. Menggerakkan dan mengkoordinasi SDM penyuluh dan pendamping
produksi usahatani
7. Mendorong dan membantu pemanfaatan berbagai inovasi teknologi
budidaya, pengendalian OPT, panen dan pasca panen yang dapat diadopsi
petani agar dapat meningkatkan produktivitas padi pada lahan sawah
mereka.
Gambar.6.16. Sistem Lembaga Otoritas Produksi Tanaman Pangan
8. Melakukan mediasi antara petani, kelompok tani, Gapoktan dengan instansi
pemerintah terkait, lembaga penyandang dana (Perbankan, BUMN dll), dan
Mitra Usaha :
Perum Bulog Divre Sumsel Pabrik penggilingan padi/
Pabrik pengolahan hasil BUMN (PT. Pusri, PT.
Pertani, PT. SHS, PT. BA) BUMS Bank/Lembaga Keuangan
PenanggungJawab
Pokja AhliPertanian
KoordinatorProduksi
TimsAsistensiTeknis
PJ. TeknisKabupaten
PJ. TeknisKabupaten
UMKB
UMKZ
UMKA
SekretariatLOP
GAPOKTAN/POKTAN/PETANI
Mitra Kerja :
Perguruan Tinggi SKPD terkait Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian(BPTP)
KTNA/Asosiasi terkait
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-78
lembaga pemasaran (misalnya : Perum Bulog) untuk menjamin kelancaran
program peningkatan produksi padi dan pendapatan petani.
Dengan demikian sebagai penanggung jawab dan pimpinan kawasan,
agar dapat bekerja dan menjalankan tugasnya masing-masing, serta memantau
secara periodik manajer UMK mempunyai tugas pokok menjalankan sebagian
besar dari peran manajerial UMK tersebut, memberikan motivasi, dorongan
semangat, dan membina koordinator lapangan kondisi dan perkembangan
lapangan termasuk kinerja tenaga pendamping secara periodik baik langsung
maupun melalui koordinator lapangan. Asisten Manajer bertanggung jawab
terhadap lancarnya sistem dan mekanisme kegiatan usahatani pada sub
kawasan dengan memimpin, menggerakkan, dan memantau tenaga
pendamping, dan berkoordinasi dengan PPL dalam setiap kegiatan operasional.
Koordinator juga bertugas membantu manajer UMK dan pihak lainnya dalam
menerapkan inovasi teknologi terkait dengan peningkatan produksi. Tenaga
pendamping bertugas melakukan seleksi Calon Peserta - Calon Lahan (CPCL),
mendampimgi kelompok dalam menyusun Rencana Definitif Kebutuhan
Kelompok (RDKK) yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan aktual lahan
usahatani masing-masing petani, membantu koordinator lapangan dan manajer
unit untuk mengawal dan memastikan petani/kelompok tani memperoleh
pasokan sarana produksi sesuai RDKK, mendampingi kegiatan budidaya padi
bekerjasama dengan PPL, mendampingi kegiatan panen dan penanganan pasca
panen, serta membantu mekanisme pemasaran hasil produksi. Selain itu, para
pengelola UMK ini pada proses pengolahan lahan akan bekerjasama dengan
brigade pengolahan tanah dan pada proses panen bekerjasama dengan brigade
panen-pascapanen yang sudah ada. Dalam setiap kegiatan lapangan yang
dilakukan, manajemen UMK berkoordinasi dan bekerjasama dengan instansi
dan petugas lapangan pemerintah terkait, yaitu Dinas Pertanian Tanaman
Pangan Provinsi Kabupaten, UPTD dan BPTP.
Sebagai contoh di kawasan komoditas padi kegiatan operasional unit
kawasan usahatani padi akan dilakukan dengan dua UMK 5.000 Ha
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-79
yang cikal bakalnya dimulai dengan kawasan 800 ha dan sudah digarap
kerjasama pembiayaannya oleh Perum Bulog Divre Sumatera Selatan untuk di
Muara Telang, dan pembiayaan usahatani seluruh kawasan tersebut dapat
diusulkan untuk dibiayai oleh Perum Bulog dan/atau dilengkapi dengan dana
dari BUMN lain. Selanjutnya, untuk UMK Karang Agung diusulkan untuk didanai
dengan skim GP3K BUMN yang dilakukan PT. Pertani, PT. Sang Hyang Sri, dan
PT. Bukit Asam dengan kewajiban pemasaran hasil produksi petani ke Perum
Bulog untuk menjamin pengembalian pinjaman.
Gambar 6.17. Contoh Struktur Organisasi UMK Padi Sawah Pasang Surut
Pemberian sebagian pinjaman diusulkan dalam bentuk barang, misalnya
dari PT. Pusri berupa pupuk, dari PT. Pertani berupa pestisida, dan PT. SHS
berupa benih. Kedua pola ini dimaksudkan untuk menunjang kenaikan
produksi melalui peningkatan produktivitas dan IP 100 menjadi 200.
Agar operasional manajemen kawasan dapat berjalan lancar, maka
diperlukan dana untuk pembiayaan bagi personil pengelola dan dana
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-80
kegiatannya. Jenis pembiayaan yang diperlukan berupa (1) upah/honor
manajer unit dan staf pendukungnya, koordinator lapangan/sub kawasan, dan
tenaga pendamping, (2) biaya operasional kegiatan rapat/pertemuan,
transportasi, (3) biaya operasional tim pembina/pemantau.
6.11. Analisis Model dan Desain Pengembangan Komoditas Unggulan
Berikut disampaikan pilihan dan penetapan model pengembangan
kawasan tanaman unggulan. Model yang direkomendasikan untuk ditetapkan
adalah model klaster dimana terdapat fungsi rantai pasok dan hubungan timbal
balik yang saling menguntungkan dan terjalin keterikatan antar pelaku usaha
dalam satu wilayah geografis, maupun antar wilayah.
Industri hulu yang terdiri dari para pelaku usaha di bidang input produksi
diharapkan tersedia di wilayah klaster, namun mekanisme penyalurannya akan
lebih efektif jika melibatkan kelompok tani sebagai lembaga yang ada di tingkat
petani. Melalui kelompok tani, penyaluran kebutuhan input produksi diharapkan
lebih terkoordinir dan juga melatih kelompok usaha petani agar dapat
memanajemen sendiri usaha yang mereka lakukan, sekaligus memberikan
keuntungan pada lembaga yang mereka miliki.
Pada tingkat hilir, peran kelompok tani juga diharapkan dapat diberdayakan,
melalui usaha penampungan hasil produksi lahan petani. Pembelian komodii
dari petani oleh pedagang sebaiknya melalui kelompok tani, sehingga secara
kuantitas kebutuhan pedagang dapat dipenuhi secara kontinyu. Selain itu,
melalui lembaga, dapat membantu petani memiliki kekuatan untuk dapat
berkontribusi memperkuat posisi tawar menjadi ke arah price maker, sehingga
tidak terus menurus menjadi kelompok price taker. Kegiatan yang terkoordinasi
melalui lembaga (kelompok, Gapoktan bahkan koperasi) dapat menjadikan
usahatani komoditi unggulan pilihan petani menjadi usaha yang terkategori
agribisnis. Jika usaha tersebut tetap dilakukan secara individu, maka
perubahan usaha menjadi bentuk bisnis akan tetap sulit dilakukan oleh petani.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-81
Gambar 6.18.Model Klaster Tanaman Komoditi Unggulan
Pengolahan
PETANI KELOMPOK TANI
DISTRIBU-TOR PUPUK
ORGANIK
DISTRIBUTORBENIH, PUPUKLAINNYA, DAN
PESTISIDA
PEDAGANGIntra dan
AntarDaerah
PENGUSAHAINPUT PRODUKSI
InstitusiPendukung
LembagaPembiayaan
- DukunganPembiayaanProgram Kredit
- Dukungan AdmPeminjaman Dana
- PelayananPerbankan
LembagaPenelitian &
Pengembangan/PT
- Memberikankontribusi hasil-hasil penelitian padi
- Melakukansosialisasi inovasipadi
- Melakukanpembinaan danpendampingankepada pelakuusaha karet
Pemerintah/Pemda
- PengadaanInfrastruktur
- Pembinaan SDMPelaku Usahatani(pelatihan,pendampingan &penyuluhan)
- Program BantuanIntensifikasi danekstensifikasi UT
- Kebijakan &Regulasi
- Dukungan Perizinan- Peningkatan Minat
Investor
- Usaha pengadaanbibit & pupukorganik
- Penyaluran bibit,pupuk danpestisida
- Industripengolahan
- Simpan pinjam- Lumbung pangan- Penjualan hasil
produksi beras
ORGANISASI & KELEMBAGAAN PENDUKUNG- TPID dan Dewan Ketahanan Pangan- Asosiasi Pengusaha komoditi- Gapoktan- Koperasi
- Kebijakan & Regulasi- Dukungan Perizinan- Peningkatan Minat Investor
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-82
Dalam implementasinya, keterlibatan lembaga pendukung dan
penunjang tentu saja sangat diperlukan. Peran aktif pemerintah dan
pemerintah daerah melalui instansi terkait seperti Dinas Pertanian, Badan
Ketahanan Pangan dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan tentu saja sangat
diperlukan. Aktifitas pemerintah daerah melalui dukungan program
ekstensifikasi, intensifikasi dan bantuan dana bergulir atau Saprosi dan Alsintan
secara kontinue menjadi faktor pendukung implementasi klaster sesuai tujuan.
Kebijakan-kebijakan yang pro ke petani dan pengadaan infrastruktur yang
diperlukan dalam implementasi klaster merupakan syarat utama yang harus
dilakukan untuk merealisasikan jalannya klaster. Bagian yang tak kalah penting
adalah kelompok institusi pendukung seperti lembaga pembiayaan, lembaga
penelitian dan Perguruan Tinggi, serta organisasi-organisasi terkait perberasan
diharapkan dapat berkontribusi secara konsisten. Dengan demikian, klaster
yang dibentuk baru dapat berjalan sesuai dengan konsep yang disusun,
sehingga tidak hanya sekedar nama dan pencanangan klaster saja, seperti yang
selama ini dilakukan di wilayah-wilayah kajian.
Pengembangan pengusahaan beras dengan model klaster yang
direkomendasikan jika diadopsi secara ideal, diyakini akan memberikan
perbaikan pada kuantitas dan kualitas produksi beras, infrastruktur, pemasaran,
kemampuan SDM, dan industri pendukung, yang pada akhirnya akan
memberikan manfaat finansial dan ekonomi yang lebih baik dari sekarang.
6.11.1. Pilihan Komoditas dan Produk Akhir
1. Produk Padi
Dari tanaman padi dapat diperoleh beberapa produk yang dapat
memberikan nilai tambah dan sejauh ini belum banyak diperoleh petani,
sedangkan di tingkat pedagang besar telah diperoleh melalui pengolahan beras
multi kualitas dan beras campuran berkualitas tinggi. Potensi untuk
meningkatkan nilai tambah dari produksi padi di tingkat petani dapat dilakukan
melalui pengembangan sistem penggilingan gabah skala kelompok atau
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-83
gabungan kelompok petani dengan modal bersama para petani ditambah
subsidi pemerintah sehingga dapat dihasilkan beras berkualitas tinggi dan
sedang yang diminati pasar.
Gambar 6.19. Pohon Industri Komoditas Padi
Selain untuk konsumsi manusia, ada beberapa produk olahan dari beras
yang dapat dikembangkan, seperti dapat dilihat pada Gambar 6.41, untuk
memperoleh nilai tambah dan mencegah anjloknya harga ketika produksi
berlimpah, sekaligus menambah variasi kegiatan usaha ekonomi petani. Dari
beras juga dapat dibuat beras kencur, param, dan tepung beras.
Jerami padi umumnya secara tradisional dapat dijadikan pakan ternak,
mulsa dan atap rumah, dan kemudian banyak juga yang dipakai untuk pupuk
organik, kosmetik, barang kerajinan, dan bahan bakar. Sementara itu limbah
penggilingan beras berupa sekam dan dedak dan lain-lain dapat diolah lagi
menjadi produk ekonomi, seperti pakan ternak, pupuk organik dan lain-lain.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-84
2. Produk Jagung
Hasil produksi jagung diharapkan dapat dijual kepada pabrik-pabrik
pakan besar di Provinsi Lampung melalui pedagang atau secara langsung oleh
kelompok petani atau gabungan kelompok petani. Apabila para petani
mengalami kesulitan dalam memasarkannya, diperlukan bantuan dan fasilitasi
pemerintah dan para pihak yang relevan untuk memperlancar pemasarannya.
Alternatif lain adalah sejalan dengan adanya rencana pembangunan industri
pakan skala kecil kelompok dan skala sedang swasta seperti yang dituangkan
dalam rencana pembangunan industri Provinsi Sumatera Selatan 2016-2035, di
kabupaten OKI, Banyuasin, OKU Timur, Musi Rawas dan kabupaten lain yang
potensial, hasil produksi jagung dapat dipasok untuk memenuhi kebutuhan
pabrik-pabrik tersebut dengan pembagian zonasi.
Gambar 6.20. Pohon Industri Komoditas Jagung
Hal ini dimaksudkan agar distribusi pemasaran dan pasokan jagung,
termasuk pakan ternak dan ikan hasil kombinasi olahan dengan bahan baku lain
yang juga menyebar ketersediaannya relatif merata dan stabil di seluruh
DaunPakan
Kompos
Pipilan
BuahTongkol
Jagung
- Grit- Tepung
-Pati-Lembaga
-Pakan-Pangan-Bahan
bakuindusri
-arKulit
Kelobot-Pakan-Pulp-Kertas-Bahan bakar
Batang -Pakan-Pulp
- Kertas-Bahan
bakar
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-85
wilayah Provinsi Sumatera Selatan. Ketika terjadi surplus dari permintaan atau
kapasitas yang ada, maka jagung dapat dipasarkan ke luar provinsi selain di
Lampung.
Untuk hasil produksi jagung pangan, selain untuk langsung di konsumsi,
terdapat juga peluang diolah menjadi beberapa produk turunan seperti tepung
jagung, pati jagung, popcorn, kue jagung. Begitu pula batang tanaman dan
limbah tongkol jagung dapat dibuat kompos, bahan bakar dan bebagai produk
lain seperti disajikan pada Gambar 6.20. Adanya keterkaitan yang kuat antara
hulu dan hilir dalam pengembangan komoditi jagung ini akan menentukan
keberhasilan pencapaian swsembada jagung, yang sekaligus menjamin
peningkatan dan kestabilan pendapatan petani.
3. Produk Kedelai
Selain dipasarkan dalam bentuk bahan mentah oleh petani ke pedagang,
terdapat pula potensi untuk memberikan nilai tambah terhadap komoditas
kedelai di tingkat petani dengan mengembangkan usaha pengolahan pangan
fermentasi (tahu, tempe), pangan non fermentasi (susu kedelai), dan/atau
pakan ternak seperti tampak pada pada Gambar 6.43 kelembagaan usaha
pengolahannya dapat dipilih mulai dari usaha individu rumah tangga hingga
usaha kelompok, maupun koperasi. Untuk mempermudah berbagai urusan dan
kegiatan usaha, termasuk mengakses modal dianjurkan bentuk kelembagaan
usaha kelompok atau koperasi yang dijalankan.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-86
Gambar 6.21. Pohon Industri Komoditas Kedelai
6.11.2. Pengembangan Infrastruktur
Ada dua jenis infrastruktur utama yang perlu mendapat perhatian dalam
rangka pengembangan kawasan komoditi unggulan tanaman pangan dan
hortikultura, yaitu jaringan irigasi atau drainase maupun cadangan air di lokasi
untuk melaksanakan budidaya komoditi tersebut di berbagai lokasi.
Untuk lahan irigasi, peningkatan produksi masih ada peluang dengan
rehabilitasi saluran irigasi primer hingga tersier, perluasan areal pelayanan
irigasi kebagian hilir di OKU Timur dan Musi Rawas yang masih belum terairi,
penertiban dan pengaturan penggunaan air saluran irigasi oleh para pemilik
kolam. Format kegiatan seperti itu akan menambah intensitas pertanaman,
intensifikasi budidaya, penambahan areal lahan sawah yang dialiri air irigasi,
penggunaan varietas yang lebih unggul, dan penggunaan teknologi penurun
kehilangan panen, sehingga produksi akan bertambah.
Selanjutnya pada areal irigasi lainnya seperti di Kabupaten
Lahat, OKU Selatan, Empat Lawang, Pagar Alam, Lubuklinggau, Muara Enim
dan OKU, masih dapat dilakukan penambahan produksi melalui perbaikan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-87
peningkatan kapasitas jangkauan saluran irigasi di sampai ke persawahan di
bagian hilir yang masih belum mendapat layanan air irigasi. Daerah terssebut
selama ini masih tergolong sawah tadah hujan dan hanya dapat ditanami padi
sekali setahun, kemudian ditanami palawija atau hortikultura. Ada pula yang
mengalami alih komoditi ke tanaman karet atau kelapa sawit ketika
ketersediaan dan pasokan airnya sangat rendah, sebagaimana terjadi di lahan
pasang surut dan lebak.
Untuk kawasan komoditi di lahan pasang surut diperlukan perbaikan
jaringan drainase dan tata air mikro sebagian besar kawasan pasang surut
untuk dapat meningkatkan ketersediaan air yang berkualitas bagi tanaman padi
untuk musim yang kedua. Sementara itu pada areal yang kualitas dan
ketersediaan airnya belum mencukupi untuk tanaman padi musim kedua dapat
digunakan untuk penanaman jagung.
Pada lahan rawa lebak, infrastruktur yang perlu dibenahi adalah
pengendalian volume kelebihan air pada musim air sungai tinggi dan
penampung ketersediaan air ketika musim kering. Sistem penyiapan embung,
pompanisasi dan pipanisasi merupakan langkah terobosan yang dapat ditempuh
untuk memperbaiki sistem pengairan di lahan lebak. Untuk lahan kering dan
tadah hujan juga memerlukan penyediaan embung dan pompanisasi untuk
penyediaan air.
Infrastruktur yang kedua adalah jalan produksi dan jalan penghubung
antara kawasan dengan pabrik pengolahan dan pusat pasar di dalam daerah
maupun ke luar daerah. Pada kawasan yang menggunakan areal sawah irigasi
umumnya infrastruktur jalan utama relatif dalam kondisi yang baik, hanya jalan
produksinya yang perlu direhabilitasi. Hal yang sama untuk di lahan kering dan
tadah hujan, karena lokasinya berdampingan atau berada di dalam wilayah
perkebunan kelapa sawit yang infrastuktur jalannya cukup baik. Perbaikan
jalan produksi dan jalan penghubung yang cukup intensif perlu dilakukan di
kawasan pasang surut dan rawa lebak yang sudah pernah dibangun
sebelumnya dan sering mengalami kerusakan akibat terendam air pasang atau
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-88
kebanjiran. Pembangunan jalan dengan sistem cor beton merupakan solusi
yang dapat ditempuh.
6.11.3. Keterkaitan antar Program dan Antar Sentra dan AntarKawasan atau Antar Klaster
Pengembangan kawasan andalan dilaksanakan melalui program
pengembangan agribisnis, industri, agrowisata, dan bisnis jasa yang dapat
terkait satu sentra dengan sentra lainnya, terutama pada kondisi yang memang
perlu dilakukan. Program-program ini kemudian dijabarkan melalui beberapa
kegiatan berikut ini:
1. Program pengembangan agribisnis, kegiatannya adalah:
a. Penataan kawasan sentra produksi pertanian di kabupaten dan kota.
b. Pembentukan kelembagaan yang koordinasi penentuan zonasi dan
pergiiiran waktu tanam, terutama untuk komoditi cabai dan bawang
merah.
c. Pembangunan dan pengadaan infrastruktur pendukung untuk
transportasi (jalan dan jembatan, terminal, pelabuhan/dermaga),
irigasi/pengairan, listrik, dan telekomunikasi serta perdagangan
(pasar, sub terminal agribisnis, gudang).
d. Pengembangan IPTEK atau pendidikan dan latihan teknis bagi aparat
dan petani.
e. Optimalisasi balai-balai penelitian dan pengembangan pertanian
tanaman pangan
f. Penanganan pasca panen dan pengolahan hasil melalui pengadaan
alat mesin pertanian, pengering, dan penggiling.
g. Pembangunan sentra benih atau bibit unggul beserta pelatihannya.
h. Intensifikasi dan ekstensifikasi lahan komoditi unggulan.
i. Penguatan kelembagaan petani di setiap kawasan andalan.
j. Pemanfaatan teknologi dan sarana produksi yang ramah lingkungan.
2. Program pengembangan agroindustri, kegiatannya ialah:
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-89
a. Identifikasi dan pengembangan kelompok agroindustri.
b. Penanganan produk-produk agroindustri hilir berbasis bahan baku
lokal.
c. Mendorong masuknya investasi kelompok lokal dan domestik melalui
regulasi dan perizinan dalam jangka pendek, dan investasi besar
dalam jangka panjang.
d. Pengembangan jaringan pemasaran produk-produk agroindustri hilir.
e. Mengarahkan pengembangan kegiatan agroindustri di lokasi kawasan
industri (industrial estate), misalnya di KEK.
3. Program pengembangan agroriwisata, kegiatannya ialah:
a. Penataan kawasan agrowisata kawasan tanaman pangan di
beberapa lokasi yang potensial
b. Promosi lokasi agrowisata dan penyelenggaraan festival atau event
agrowisata
c. Pengembangan agro estate.
5. Program pengembangan jasa, kegiatannya ialah:
a. Penumbuhan jasa informasi.
b. Pengembangan jasa perdagangan.
c. Pengembangan jasa konsultansi.
d. Pengembangan jasa pendidikan.
e. Pengembangan jasa riset dan teknologi.
6. Program pengembangan sumber daya manusia, kegiatannya ialah:
a. Pelatihan pengembangan komoditi di balai-balai riset dan teknologi.
b. Pelatihan manajemen pengelolaan bisnis di perguruan tinggi.
c. Pelatihan teknis budiaya di balai-balai pelatihan.
6.11.4. Penyediaan Sarana Produksi, Bahan Baku dan BahanPenolong
Perlu kebijakan yang khusus mengatur tataniaga dan distribusi input
produksi seperti benih, pupuk, pestisida, dan lain-lain yang lebih menjamin
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-90
ketersediaan input produksi pagi petani secara tepat waktu atau dalam rangka
percepatan waktu tanam. Hal tersebut diperlukan karena siklus produksi
tanaman itu sendiri tidak dapat dipercepat atau diperlambat karena harus
mengikuti proses biologis yang alami. Demikian juga masa tanam yang harus
mengikuti musim yang tepat. Akibatnya kebutuhan input produksi harus
tersedia pada saat yang telah ditentukan. Bila tidak sesuai dengan waktu pada
saat dibutuhkan akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang akhirnya
mempengaruhi produksi.
Penyediaan atau pasokan bahan baku untuk budidaya maupun
agroindustri komoditi tanaman pangan dan hortikultura unggulan perlu
diperhatikan dan/atau dikelola secara cermat dan serius untuk menjamin
kontinyuitas kegiatan produksinya masing-masing.. Secara internal apabila ada
unit pengelola kawasan adala dengan menggunakan cara sistem titik
pemesanan (order point system). Jika persediaan bahan baku dan bahan
penolong hampir habis atau dinilai perlu untuk menambah persediaannya,
maka unit ini akan melakukan pemesanan untuk menambah bahan baku.
Pemesanan dapat dilakukan secara bebas terhadap para pemasok, atau melalui
sistem kerjasama dengan pemasok yang kredibel. Lama penyimpanan bahan
baku dan penolong perlu disesuaikan dengan rentang waktu kebutuhan
pemakaian, kapasitas gudang dan modal yang tersedia. Pada tahap awal
diperlukan peran pemerinah untuk memfasilitasi sistem penyediaan bahan baku
melalui program bantuan atau pembentukan kemitraan dengan perusahaan
pemasok bahan baku dan penolong.
6.11.5. Pengembangan Pasar dan Perdagangan
Pada tahap awal perlu kebijakan pemasaran komoditi dan produk
unggulan tanaman pangan dan hortikultura yang bersifat saling mendukung
dan melengkapi antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota
maupun antar pemerintah kabupaten/kota. Hal ini penting untuk dirumuskan
agar terdapat sinergi upaya untuk memperlancar pemasaran komoditi dalam
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-91
rangka meningkatkan pendapatan petani dan pelaku usaha lainnya secara fair.
Untuk itu perlu disediakan infrastruktur pasar hasil penjualan di sentra produksi
yang sebagian sudah ada, namun memerlukan perbaikan. Pada kawasan
tertentu yang baru dibangun seperti di lokasi yang akan dijadikan kawasan
hortikutura pada tahap awal perlu dibangun pasar kecil berupa TPH (tempat
penampungan hasil) sebagai pusat transaksi komoditi yang diproduksi petani.
Pemasaran komoditi dapat dilakukan dengan sistem contract farming,
memperpendek rantai pasar, dan pembinaan pedagang perantara.
Selain itu, kerjasama dalam kegiatan promosi juga perlu disusun baik
antar provinsi dan kabupaten/kota, maupun dengan pihak perusahaan
BUMN/BUMD maupun swasta untuk memperkuat memperluas jangkauan
pemasaran dan mengefisienkan biaya. Kerjasama ini dapat diwujudkan dengan
pembuatan website bersama pemerintah provinsi/kabupaten dan perusahaan-
perusahaan tersebut secara langsung atau interlink untuk mempromosikan dan
memasarkan produksi unggulan.
Pada tahap berikutnya pengembangan pasar dan perdagangan komoditi
dan produk unggulan yang dihasilkan direkomendasikan dengan membangun
kelembagaan kemitraan usaha agribisnis yang berdaya saing dapat dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut : (1) petani atau kelompok tani di
kawasan sentra produksi melakukan konsolidasi manajemen usaha pada
hamparan lahan yang memenuhi skala usaha, misalnya 50-100 hektar untuk
padi; (2) konsolidasi manajemen dituangkan dalam bentuk kelembagaan
agribisnis seperti yang lebih bersifat formal dan terpadu, seperti koperasi
agribisnis, asosiasi petani, kelompok usaha agribisnis terpadu, kelompok usaha
bersama agribisnis, sistem kebersamaan ekonomi (SKE) dan lainnya; (3)
kelompok usaha tersebut sebaiknya berbentuk korporasi, asosiasi, atau koperasi
yang berbadan hukum sehingga dapat melakukan transaksi secara seimbang
dan akses ke berbagai lembaga pembiayaan; (4) penerapan manajemen
korporasi dalam menjalankan sistem usaha agribisnis; dan (5)
pengembangan pola kemitraan usaha agribisnis terpadu.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-92
Salah satu model kemitraan usaha yang layak dikembangkan adalah
kelembagaan kemitraan usaha agribisnis terpadu. Implementasi kelembagaan
kemitraan usaha agribisnis terpadu adalah sebagai berikut: (1) petani
melakukan konsolidasi dalam wadah kelompok tani; (2) kelompok tani mandiri
dapat ditransformasikan dalam kelembagaan formal berbadan hukum (koperasi
pertanian, koperasi agribisnis, atau kelembagaan lainnya sesuai kebutuhan);
(3) kelompok tani mandiri atau yang sudah dalam kelembagaan berbadan
hukum mengkonsolidasikan diri dalam bentuk gapoktan atau asosiasi
petani/asosiasi agribisnis; (4) kelembagaan-kelembagaan yang telah tergabung
tersebut melakukan konsolidasi manajemen usaha pada hamparan lahan
yang memenuhi skala usaha, tergantung jenis komoditas; (5) pilihan komoditas
atau kelompok komoditas disesuaikan dengan potensi wilayah dan permintaan
pasarnya; (6) penerapan manajemen korporasi dalam menjalankan sistem
usaha agribisnis; (7) pemilihan perusahaan mitra yang didasarkan atas
rekomendasi dari dinas dan atau direktorat teknis yang didasarkan atas
komitmennya membangun masyarakat agribisnis; dan (8) adanya kelembagaan
pusat pelayanan dan konsultasi agribisnis (PPA) sebagai mediator dan fasilitator
terbangunnya kelembagaan kemitraan usaha terpadu.
Pengembangan sistem logistik dan distribusi cabai dan bawang merah
yang efisien untuk mengurangi disparitas harga baik karena kesenjangan antar
waktu maupun kesenjangan antar wilayah. Hal ini perlu melibatkan instansi
terkait seperti Dinas Perhubungan, Dinas Perindustian dan Dinas
Perdagangan. Sistem logistik dan distribusi ini perlu didukung dengan teknologi
penyimpan untuk mempertahankan kesegaran komoditi, dan khususnya
investasi cold storage untuk komoditi cabai.
Selanjutnya dilakukan pengembangan teknologi early warning system
yang dapat memantau perkembangan informasi harian harga komoditi dan di
beberapa sentra produksi dan pasar induk di wilayah Indonesia yang
terintegrasi dengan sistem nasional. Sistem ini dapat dimanfaatkan oleh
produsen dan konsumen untuk menentukan harga pasar serta oleh pemerintah
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-93
untuk menentukan perlunya intervensi dalam menjamin ketersediaan dan
stabilisasi harga.
6.11.6. Pengembangan Kelembagaan dan SDM
Optimalisasi peran Dinas Ketahanan Pangan dan Bulog Divisi Regional
yang bertugas untuk mengelola pangan daerah termasuk cabai dan bawang
dalam kaitannya dengan suplai, distribusi, pasar, dan lain-lain. Kelembagaan ini
dikoordinasi oleh Dewan Ketahanan Pangan yang bertanggung jawab langsung
kepada Gubernur yang berkoordinasi dengan Bupati/Walikota. Kehadiran
intervensi pemerintah dalam hal ini diperlukan untuk menjamin ketersediaan
dan menjaga kestabilan harga baik pada saat harga tinggi maupun pada saat
harga jatuh.
Agar pengembangan kawasan komoditi unggulan tanaman pangan dan
hortikultura dapat berjalan lancar dan mencapai keberhasilan diperlukan
kegiatan pendampingan, penyuluhan dan pengembangan. Dalam kaitan
program Upsus Pajale, telah dimanfaatkan tenaga pendamping dari perguruan
tinggi yang berjalan dengan baik. Akan tetapi untuk jangka menengah dan
panjang perlu ditambah tenaga pendamping yang direkrut khusus dan
dipekerjakan dalam unit kerja lapangan berdampingan dengan tenaga penyuluh
dengan pembagian tugas yang jelas dan terpadu. Momentum dikembalikannya
SDM penyuluh ke instansi sektoral sejak tahun 2017 dapat dimanfaatkan untuk
diberikan tugas yang terkait dengan pengembangan lima kawasan komoditi
yang akan dikembangkan di Sumatera Selatan.
Untuk tenaga pengembang, selain dapat bersumber dari unit kerja SKPD
atau Kementerian Pertanian seperti UPTD dan BPTD, dapat pula dimanfaatkan
para petani pelopor pengembangan budidaya tanaman tersebut, yaitu yang
menerapkan teknologi baru untuk padi, jagung dan kedelai. Antar SDM
tersebut perlu dipadukan dalam sistem koordinasi, bahkan dapat dibentuk
kelembagaan kerjasamanya. Format ini akan memudahkan komunikasi antar
mereka dan upaya untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas mereka dalam
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-94
membantu kelancaran kegiatan para petani dalam kawasan komoditi ungulan
tersebut.
Sistem koordinasi Kelembagaan SDM tersebut kemudian melakukan
kerjasama dengan kelembagaan petani, baik dengan Gapoktan mapun
langsung dengan kelompok petani bila diperlukan. Kerjasama tersebut
bertujuan untuk meningkatkan keterampilan petani dalam berbudidaya
tanaman yang baik dan mengelola usahataninya secara profesional, serta
meningkatkan kemampuan mengakses modal, mengelola keuangan dan
melakukan pemasaran dengan posisi tawar yang kuat.
6.11.7. Pengembangan Ilmu dan Teknologi
Perlu tindak lanjut pengimplementasian hasil riset di bidang produksi dan
pengolahan pangan unggulan yang telah dilakukan oleh pada beberapa
lembaga penelitian dan perguruan tinggi lokal di Sumatera Selatan oleh
pemerintah provinsi dan kabupaten/kota agar dapat dimanfaatkan secara luas
oleh masyarakat.
Perlu dirumuskan jenis riset dan pengembangan teknologi untuk
menghasilkan berbagai benih/bibit, pupuk, pengendali OPT, teknologi
pengolahan, pengemasan, manajemen pemasaran dan lain-lain, termasuk
untuk menghasilkan sistem kelembagaan yang konsisten bagi pengembangan
komoditi.
Program yang sejalan dengan ini yang dapat dioptimalkan adalah
pengembangan science park dan techno park yang sudah dicanangkan
pemerintah sebagai lokasi pengembangan iptek terapan, percontohan dan
diseminasi berbagai Iptek tersebut yang dilakukan para peneliti dari berbagai
instansi.
6.11.8. Pengembangan Pembiayaan
Perlu kebijakan akses pinjaman modal dengan beban bunga atau biaya
modal yang wajar bagi petani, seperti pengembangan lembaga keuangan
mikro, koperasi dan perbankan yang sudah ada yang dapat dijangkau baik dari
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-95
sisi bunga maupun persyaratannya dan ini perlu insentif pembiayaan dari APBD
provinsi dan kabupaten/kota. Campur tangan pemerintah diperlukan di sini
sehubungan dengan keengganan dari sektor keuangan formal dalam
memberikan kredit ke bidang pertanian karena tingginya resiko usaha, tidak
adanya atau keterbatasan agunan tambahan, masih sedikitnya pihak yang
bersedia menjadi penjamin (avalist) dan masa angsuran yang mengikuti siklus
panen. Hal tersebut jika dibiarkan saja dapat berakibat petani akan terlilit oleh
sistem ijon yang dapat mengurangi pendapatan petani.
Secara praktis, pembiayaan usaha awal budidaya tanaman unggulan
dapat bersumber dan pemerintha melalui SKPD terkait berupa bantuan secara
fisik, dalam bentuk peralatan, benih hingga pupuk tanaman. Selain itu, kalau
masih kurang atau yang tidak mendapat bantuan pemerintah dapat
memperoleh pembiayaan perbankan berupa pinjaman nilai plafon sesuai
dengan kebutuhan modal kerja usahatani melalui skim KUR dan jangka waktu
pengembalian selama 3 tahun. Nasabah diwajibkan mengembalikan pinjaman
termasuk bunga pinjaman yang wajar per bulan.
Sumber pembiayaan perbankan lain berupa pinjaman kredit kepada
petani untuk kegiatan budidaya tetapi diperuntukkan bagi usaha perdagangan
sarana produksi, pengolahan dan pemasaran hasil-hasil pertanian. Proporsi
pola pembiayaan ini bervariasi antar petani karena disesuaikan dengan skala
usahanya termasuk diantaranya luasan areal tanam dan jenis tanaman/varietas
yang digunakan.
Perbankan atau lembaga keuangan lainnya dapat juga memberikan
kredit pembiayaan dengan insentif bunga ringan atau subsidi dari pemerintaah
kepada investor kelompok lokal atau domestik yang berminat di bidang
pertanian baik dari sisi Alsintan, input produksi, distribusi, pasar dan
pengolahan produk turunan dari produk pertanian. Apabila industri atau usaha
skala menengah atau besar yang dikelola terwujud, maka usahatani pada
tingkat on farm akan terangkat karena ada jaminan pasokan input produksi dan
atau ada jaminan pasar yang akan menyerap hasil produksi pertanian.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman PanganDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VI-96
Koordinasi dan sinkronisasi dana CSR (Corporate Social Responsibility)
BUMN dan BUMS di daerah dengan dana APBD dalam membiayai program dan
kegiatan pengembangan kawasan komoditi unggulan tanaman pangan dan
hortikultura yang bersifat saling mengisi pada tahapan rantai pasok komoditi
atau per pilihan komoditi, namun tidak tumpang tindih.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VII-1
RENCANA AKSI PENGEMBANGANKAWASAN
Rencana aksi pengembangan kawasan (action plan) merupakan bagian
dari rancang bangun pengembangan kawasan petanian yang bersifat scientific
atau teknokratik untuk mengarahkan pengembangan dan pembinaan kawasan.
Rancang bangun pengembangan kawasan ini disusun berdasarkan analisis
teknokratis dan rencana kerja melalui telaah kebijakan serta analisis
pemeringkatan, klasifikasi dan pemetaan kawasan serta analisis data dan
informasi tabular dan spasial. Secara garis besar rancang bangun
pengembangan kawasan mencakup:
1. Simulasi skenario arahan dan tujuan kebijakan dan program makro
regional yang bersifat strategis atau yang bersifat sebagai master plan
2. Simulasi skenario sasaran dan program kegiatan mikro lokasional yang
bersifat taktis dan lokasional atau yang bersifat sebagai action plan.
Action plan merupakan penjabaran operasional dari master plan sebagai upaya
untuk menyusun rencana yang lebih rinci dalam kurun waktu jamak (multy
years)
7.1. Strategi Pengembangan
Strategi pengembangan rencana aksi ini disusun berdasarkan
pendekatan yang sejalan dengan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang No.25 Tahun 2004,
yaitu pendekatan politik, teknokratis, keterpaduan top down policy-bottom up
planning dan partisipatif.
7.1.1. Pendekatan Politik
Pendekatan visi misi kepala daerah terpilih sebagai input dalam
perencanaan pengembangan kawasan. Dengan demikian tujuan dan
7
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VII-2
saran pembangunan nasional malalui penetapan kawasan harus dapat
diintegrasikan dan diharmoisasikan dengan visi misi kepala daerah ke dalam
kebijakan dan strategi pengembangan kawasan
7.1.2. Pendekatan Teknokratik
Strategi melalui pendekatan teknokratik adalah strategi mendudukan
action plan pengembangan kawasan pertanian sebagai instrument perencanaan
scientific yang disusun dengan menggunakan metode dan kerangka pikir ilmiah
oleh Bappeda dan SKPD sebagai penjabaran operasional dari RPJMD dan
Renstra SKPD pada lingkup pertanian di kabupaten/kota.
7.1.3. Pendekatan keterpaduan top down policy-bottom up planning
Pendekatan keterpaduan ini mendudukan forum koordinasi Musrenbang
dan forum koordinasi teknis lainnya yang dilaksanakan menurut jenjang
pemerintahan mulai dari tingkat desa kecamatan dan kabupaten/kota sebagai
arena untuk negosiasi dan konsensus penetapan tujuan dan sasaran
pengembangan awasan di daerah.
7.1.4. Pendekatan Partisipatif
Strategi pendekatan partisipatif mendudukan bahwa penetapan dan
pemilihan jenis dan volume kegiatan disesuaikan dengan kebutuhan,
permasalahan dan aspirasi petani sebagai pelaku usaha serta pembiayaan dan
pengembangan kawasan didorong untuk meningkatkan keswadayaan
masyarakat.
Selanjutnya tahapan dan proses penyusunan serta pelaksanaan action
plan ini membutuhkan rencana kerja yang terukur dan penyusunannya
melibatkan para pemangku kepentingan, mulai dari pengambil kebijakan di
tingkat kabupaten/kota hingga aparatur teknis di lapangan. Disamping itu,
keterlibatan petani sebagai pelaku utama pengembangan kawasan melalui
stratgei pengembangan partisipatif akan sangat dibutuhkan untuk menentukan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VII-3
rencana kegiatan yang paling sesuai dengan permasalahan, aspirasi, dan
kebutuhan pelaku usaha di lapangan.
Rancangan matrik action plan ini dalam proses selanjutnya, tidak dapat
berhenti sampai disini saja, masih perlu kajian ulang dan pendalaman melalui
negosiasi dan konsensus dengan instansi lintas sektor di daerah untum
mendapatkan dukungan regulasi serta anggaran yang dibutuhkan untuk
mendukung pengembangan kawasan.
Pada akhirnya nanti, action plan yang telah disusun ini perlu ditetapkan
oleh Kepala Daerah atau Peraturan Daerah untuk menjadikan dokumen
perencanaan pengembangan kawasan ini mendapatkan dukungan kebijakan
yang dapat membangkitkan peluang dan potensi pembangunan pertanian
sebagai motor penggerak pembangunan ekonomi di wilayah kawasan.
7.2. Program Pengembangan
Program pengembangan yang disusun merupakan program yang dibuat
berdasarkan strategi pendekatan yang telah disusun, yaitu berbasis pada
pendekatan politik, teknokratis, keterpaduan top down policy-bottom up
planning dan partisipatif. Dengan demikian program-program yang disusun
memang berbasis pada permasalahan dan kebutuhan petani, dan selaras
dengan kepentingan politik dan teknokratis, sehingga pada saat operasionalnya
dapat berlangsung optimal melalui dukungan anggaran yang rasional dan
keterlibatan lintas instansi melalui SDM yang kompeten.
7.3. Rencana Aksi Pengembangan
Rencana aksi pengembangan kawasan merupakan operasional dari
program yang telah disusun dan langsung diarahkan pada lokasi sasaran.
Dukungan anggaran utama adalah dari APBN dan APBD, namun tidak menutup
kemungkinan untuk dilakukan kolaborasi dengan dengan sumber lain non
pemerintah. Hasil penyusunan program dan rencana aksi untu pengembangan
kawasan per komoditi unggulan secara rinci disajikan pada Tabel 7.1.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VII-4
Tabel 7.1. Matriks Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanaman Padi Di Sumatera Selatan
AnalisisPermasalahan Program
UtamaSasaran
Rencana AksiLokasi Satker Pelaksana
Rencana PembiayaanAPBN APBD
ProvAPBDKab/Kota
Kuantitas dankualitas produksimasih rendahdan belumkonsisten
Peningkatankualitas dankuantitasproduksi yangberkelanjutan
Meningkatnyaproduksi danproduktifitaspadi > 6 ton/Ha
Melanjutkan program Upsuspeningkatan produksi padi dalambentuk penyediaan bantuan benih,pupuk dan Alsintan berbasiskebutuhan dan jenis lahan
OKI, OI,OKUT,Banyuasin
Dinas Pertanian TPH Provdan Kabupaten √ √ √
Pembuatan lahan percontohan disetiap wilayah produsen berbasisGAP melalui kerjasama denganPerguruan Tinggi danBalitbangnovda
Dinas Pertanian TPH Provdan KabPerguruan Tinggi (PT)Balitbangnovda
√ √
Pendampingan petani penerimabantuan melalui kerjasam denganperguruan tinggi
Dinas Pertanian TPH Provdan KabupatanPerguruan Tinggi (PT)
√ √ √
Kondisi danketersediaaninfrastrukturpendukung belumoptimal
Perbaikan danperluasanjaringaninfrastruktur
Jalan usahatanitani 80% dalamkondisi baik
Perbaikan jalan usahatani OKI, OI,OKUT,Banyuasin
Dinas Pertanian KabDinas PU Bina Marga √ √
Lahan petani >80% memilikiTAM yg lancar
Perbaikan dan penambahan jaringanirigasi dan TAM
OKI, OI,OKUT,Banyuasin
Dinas Pertanian KabDinas PU Pengairan √ √ √
Belumterpenuhinyakebutuhan benih,pupuk danAlsintan yangspesifik lokasi dantepat waktu
Pemenuhankebutuhanbenih, pupuk,Alsintan yangtepat lokasidan tepatwaktu
Terpenuhinyakebutuhanbenih, pupukdan Alsintanyang spesifiklokasi dan tepatwaktu
Bantuan benih, pupuk dan Alsintanbendasarkan kebutuhan dan waktupermintaan
OKI, OI,OKUT,Banyuasin
Dinas Pertanian Provinsi danKabupaten √ √ √
Fasilitasi kerjasama Gapoktandengan supplier benih, pupuk danAlsintan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VII-5
AnalisisPermasalahan Program
UtamaSasaran Rencana Aksi Lokasi Satker Pelaksana
Rencana PembiayaanAPBN
APBDProv
APBDKab/Kota
Tingkatpengetahuan danketerampilanpetani dalamberusahatani,manajemenusaha danpenggunaanteknologi masihrendah
PeningkatanPengetahuandanKeterampilanPetani
Meningkatnyapengetahuandanketerampilanpetani dalamberusahatanidan manajemenusaha
Pendampingan ke kelompok tanidalam setiap program bantuanteknologi melalui kerjasama denganPerguruan Tinggi dan Balitbang
OKI, OI,OKUT,Banyuasin
Dinas Pertanian TPH Provdan KabPerguruan TinggiBalitbang
√ √
Mou dengan PTdan Balitbang
Pelatihan adopsi teknologi budidayadan pasca panen, serta manajemenusaha
OKI, OI,OKUT,Banyuasin
Dinas Pertanian TPH Provdan Kab
√ √
Pembuatan pedoman teknisusahatani tanaman padi spesifiklokasi yang praktis & komunikatif
OKI, OI,OKUT,Banyuasin
Perguruan Tinggi dan dinasPertanian TPH Provinsi √ √
Berkurangnyajumlah petanitanaman pangandan hortikultura
Peningkatanmotivasipetani dangenerasi mudatani
Meningkatnyaminat generasimuda untukmenjadi petani
Sosialisasi dan edukasi pertaniantanaman pangan yang prospektif
OKI, OI,OKUT,Banyuasin
Dinas Pertanian TPHProvinsi, Perguruan Tinggidan Balitbang
√ √
Kompetisi kreatif berbasis danbertema tanaman pangan untukgenerasi muda
OKI, OI,OKUT,Banyuasin
Dinas Pertanian TPH Provinsidan Kabupaten, Pemrov danPemkab Perguruan Tinggi
√ √ √
Pemberian beasiswa untuk anakpetani yang melanjutkan pendidikanke ilmu pertanian
OKI, OI,OKUT,Banyuasin
Pemerintah Provinsi danKabupaten, PerguruanTinggi
√ √ √
Pengadaan lahan pendidikanpertanian tanaman pangan(laboratorium terbuka)
OKI, OI,OKUT,Banyuasin
Pemerintah Provinsi danKabupaten, PerguruanTinggi
√ √ √
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VII-6
AnalisisPermasalahan Program
UtamaSasaran Rencana Aksi Lokasi Satker Pelaksana
Rencana PembiayaanAPB
NAPBDProv
APBDKab/Kota
Semakinberkurangnya TKupahan
Revitalisasitenaga kerjadi bidangpertaniantanamanpangan
- Meningkatnyaminat TK
- Penguranganbiaya tenagakerja permusim tanam
Perbaikan sistem upah TK mengikutiUMR buruh
OKI, OI,OKUT,Banyuasin
Pemrov dan Pemkab√ √
Pengenalan inovasi teknologi yangberpihak pada kemudahan bekerjatenaga kerja
OKI, OI,OKUT,Banyuasin
Dinas Pertanian TPH Provinsidan Kabupaten, Pemrov danPemkab Perguruan Tinggi
√ √
Pembuatan model pengusahaanusahatani yang berbasis modal sosialdan kearifan lokal
OKI, OI,OKUT,Banyuasin
Dinas Pertanian TPH Provinsidan Kabupaten, Pemrov danPemkab Perguruan Tinggi
√ √
Masih rendahnyatingkatpemberdayaankelompok tanidan Gapoktan
Revitalisasikelembagaanpetani
TerbentuknyaGapoktanmandiri
Pembentukan badan hukum padaGapoktan
OKI, OI,OKUT,Banyuasin
Dinas Pertanian TPH Provinsidan Kabupaten, √ √
Terbentuknyaasosiasi petaniuntuk aktifitaskomersial
Fasilitasi pembentukan asosiasipetani tanaman pangan
OKI, OI,OKUT,Banyuasin
Dinas Pertanian TPH Provinsidan Kabupaten, Pemrov danPemkab
√ √
Masih rendahnyaaktifitas danjumlah kelompokpada industri hilirkomoditi pangan
Pengembanganindustri hilirtanamanpangan
Bertambah nyajumlah IKMtanaman panganyang komersial
Diklat hilirisasi tanaman pangan OKI, OI,OKUT,Banyuasin
Dinas Pertanian TPH Provinsidan Kabupaten, DinasPerindustrian kabupaten
√ √
Pengembangan industri pakan danmakanan berbahan baku tanamanpangan
OKI, OI,OKUT,Banyuasin
Dinas Pertanian TPH Provinsidan Kabupaten, DinasPerindustrian kabupaten
√ √
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VII-7
AnalisisPermasalahan Program
UtamaSasaran Rencana Aksi Lokasi Satker Pelaksana
Rencana PembiayaanAPB
NAPBDProv
APBDKab/Kota
Masih rendahnyakemampuanuntuk mengaksesmodal gunapengembanganusaha
Fasilitasi kelembagapermodalan
Teratasinyamasalahpermodalan ditingkat petani
Berkurang nyatingkatketergantu nganpetani kepadatengkulak
- Penyediaan skim kredit untukpetani dan IKM tanaman panganoleh Bank Pemerintah dan swasta
OKI, OI,OKUT,Banyuasin
Dinas Pertanian TPH Provinsidan Kabupaten, Pemrov danPemkab , Bank Pemerintahdan Swasta
√ √
- Pendampingan dan fasilitasipetani dalam mengakses modal keperbankan
Masih tingginyasusut hasil(losses)
Perbaikanteknologipasca panen
Berkurangnyasusut hasil
- Bantuan Asintan panen danpengolahan pasca panen
OKI, OI,OKUT,Banyuasin
Dinas Pertanian TPH Provinsidan Kabupaten, PerguruanTinggi
√ √
- Penyuluhan dan pelatihanpengolahan pasca panen
OKI, OI,OKUT,Banyuasin
Dinas Pertanian TPH Provinsidan Kabupaten, PerguruanTinggi
√ √
Fluktuasi hargapada saat panenraya
Pengendaianhargaprodusen
Stabilisasi hargagabah
Pengaturan musim tanam yang tidakberbarengan
OKI, OI,OKUT,Banyuasin
Dinas Pertanian TPH Provinsidan Kabupaten, Pemrov danPemkab
√ √
Fasilitasi kerjasaman dengan Bulogdalam menampung hasil panen
OKI, OI,OKUT,Banyuasin
Dinas Pertanian TPH Provinsidan Kabupaten, Pemrov danPemkab, Bulog
√ √
Alih fungsi danfragmentasi lahanpertanian
Pembatasanalih fungsilahan
Berkurangnyaalih fungsi lahan
Penerapan Perda alih fungsi lahan OKI, OI,OKUT,Banyuasin
Dinas Pertanian TPH Provinsidan Kabupaten, Pemrov danPemkab
√ √
Pemberian reward kepada petanitanaman pangan
OKI, OI,OKUT,Banyuasin
Dinas Pertanian TPH Provinsidan Kabupaten, Pemrov danPemkab
√ √
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VII-8
Tabel 7.2. Matriks Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanaman Jagung Di Sumatera Selatan
AnalisisPermasalahan
ProgramUtama
SasaranRencana Aksi Lokasi Satker Pelaksana
Rencana PembiayaanAPBN APBD
ProvAPBDKab/Kota
Kualitas jagungbelum memenuhipermintaan pasar(kadar kering>14%)
Perbaikankualitasproduksijagungberorientasipermintaanpasar
Meningkatnyakualitas jagungdengan kadarkering < 14%)
Pengadaan lantai jamur, alatpengering dan mesin pemipil secaraproporsional
OKU TimurBanyuasin
Dinas Pertanian TPHProvinsi dan Kabupaten, √ √ √
Terserapnyaproduksi petanidi pasar
Edukasi pengolahan pasca panensesuai GAP
OKU TimurBanyuasin
Dinas Pertanian TPHProvinsi dan Kabupaten,Perguruan Tinggi,
√ √
Terbatasnyaketersediaan benihjagung unggul danberkualitas ditingkat petani
Pengadaandan pengem-bangan benihjagungberkualitas
Tersedianyabenih unggulproduksi petani
Kerjasama penelitian benih ungguldengan perguruan tinggi
OKU TimurBanyuasin
Dinas Pertanian TPHProvinsi dan Kabupaten,Perguruan Tinggi,
√ √
Demplot produksi benih jagungunggul
Terbatasnyaketersediaan pupukbersubsidi
Pengadaanpupuk organiksecara mandiri
Tersedianyapupuk organikpengganti pupukkimia
Pelatihan bagi PPL dan petanimembuat pupuk organik berbahanbaku sumberdaya lokal kerjasamadengan perguruan tinggi
OKU TimurBanyuasin
Dinas Pertanian TPHProvinsi dan Kabupaten,Perguruan Tinggi,
√ √
Berkurangnyabiaya produksipetani daripenggunaanpupuk organik
Pembuatan Demplot penanamanjagung menggunakan pupuk organik
OKU TimurBanyuasin
Dinas Pertanian TPHProvinsi dan Kabupaten,Perguruan Tinggi,
√ √
Permintaan pasaryang berfluktuasi
Pengem-bangan pabrikpakan ternak
Tertampungnyaproduksi jagungpetani secarakontinue
Fasilitasi kerjasama kelompok tanijagung dengan pabrik pakan
OKU TimurBanyuasin
Dinas Pertanian TPHProvinsi dan Kabupaten,Perguruan Tinggi, DinasPeternakan
√ √ √
Pelatihan pembuatan pakan kepadapetani berbasis jagung
OKU TimurBanyuasin
Dinas Pertanian TPHProvinsi dan Kabupaten,Perguruan Tinggi,
√ √
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VII-9
AnalisisPermasalahan
ProgramUtama
Sasaran Rencana Aksi Lokasi Satker Pelaksana
Rencana PembiayaanAPBN APBD
ProvAPBDKab/Kota
Masih minimnyaindustri hilir jagung
Pengem-banganindustri hilirjagung
Berkembangnyaagroindustrijagung
Pelatihan pembuatan berbagai jenisindustri hilir jagung
OKU TimurBanyuasin
Dinas Pertanian TPHProvinsi dan Kabupaten,Perguruan Tinggi, DinasPerindustrian
√ √
Tertampungnyaproduksi jagungpetani
Pendampingan dan pembinaan UKMindustri jagung
OKU TimurBanyuasin
Dinas Pertanian TPHProvinsi dan Kabupaten,Perguruan Tinggi, DinasPerindustrian
√ √
Fasilitasi produk agroindustri jagungmelalui pasar tani
OKU TimurBanyuasin
Dinas Pertanian TPHProvinsi dan Kabupaten,Perguruan Tinggi, DinasPerindustrian
√ √
Dukunganinfrastruktur belumoptimal
Pengem-banganinfrastrukturagribisnisjagung
Tersedianyainfrastrukturagribisnis jagungyan g memadai
Pengembangan dan perbaikan jalanusahatani
OKU TimurBanyuasin
Dinas Pertanian TPHProvinsi dan Kabupaten,Dinas PU Bina Marga
√ √
Fasilitasi ketersediaan sarana danprasana produksi (benih hibrida,komposit unggul, pupuk danpestisida dan peralatan) tepatwaktu, jumlah dan jenis denganharga yang layak di setiap sentraproduksi
OKU TimurBanyuasin
Dinas Pertanian TPHProvinsi dan Kabupaten,Dinas PU Bina Marga
√ √
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VII-10
Tabel 7.3. Matriks Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Tanaman Kedelai Di Sumatera Selatan
AnalisisPermasalahan
ProgramUtama
SasaranRencana Aksi Lokasi Satker Pelaksana
Rencana PembiayaanAPBN APBD
ProvAPBDKab/Kota
Masih rendahnyakuantitas dankualitas produksi
Peningkatankuantitas dankualitasproduksikedelai
Meningkatnyakuantitas dankualitas produksikedelai
Perluasan areal tanam kedelai Banyuasin Dinas Pertanian TPHProvinsi danKabupaten,
√ √ √
Pengadaan bantuan benih danpupuk
Banyuasin Dinas Pertanian TPHProvinsi danKabupaten,
√ √ √
Harga yangberfluktuasi
Stabilisasiharga kedelai
Stabilnya hargakedelai Fasilitasi kerjasama dengan Bulog
dan industri hilir kedelai
Banyuasin Dinas Pertanian TPHProvinsi danKabupaten,
√ √ √
Pengetahuan danketerampilan teknispetani dalambudidaya kedelaimasih rendah
Peningkatanpengetahuandanketerampilanteknis petanidalambudidayakedelai
Meningkatnyapengetahuandanketerampilan
Pelatihan perbaikan budidayakedelai
Banyuasin Dinas Pertanian TPHProvinsi danKabupaten, PerguruanTinggi
√ √
Masih rendahnyaminat agro industrikedelai untukmenggunakankedelai lokalsebagai bahanbaku karenadianggapberkualitas burukdan tidak cocokuntuk bahan baku
Peningkatankonsumsiagroindustrikedelai kedelailokal
Meningkatnyakonsumsikedelai lokaloleh agroindustrikedelai
Fasilitasi kerjasama kelompok tanikedelai dengan agro industri kedelai
Banyuasin Dinas Pertanian TPHProvinsi danKabupaten, PerguruanTinggi
√ √
Edukasi dan sosialisai yang benartentang kedelai lokal
Banyuasin Dinas Pertanian TPHProvinsi danKabupaten, PerguruanTinggi
√ √
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VIII-1
KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan
Dengan kekayaan sumberdaya alam dan tipologi lahan yang lengkap,
Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang
sangat potensial dan prospektif untuk memanfaatkannya secara optimal bagi
budidaya tanaman pangan unggulan dalam rangka swasembada pangan.
Upaya optimalisasi sumberdaya lahan dan sumberdaya lain itu memerlukan
arahan berupa rencana induk (Master Plan) agar dapat ditentukan prioritas
pelaksanaan program dan kegiatannya.
Kesimpulan dari hasil penyusunan master plan pengembangan kawasan
tanaman pangan di Provinsi Sumatera Selatan dapat dikemukakan sebagai
berikut :
1. Kawasan tanaman pangan di Provinsi Sumatera Selatan ditetapkan
berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian RI No : 03/Kpts/PD.120/ 1/2015
dan Kepmentan No : 45/Kpts/PD.200/1/2015 dengan distribusi kawasan
meliputi :
- Kawasan padi berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Ogan Ilir
(OI), OKU Timur dan Kabupaten Banyuasin
- Kawasan jagung berada di Kabupaten OKU timur
- Kawasan kedelai berada di Kabupaten Banyuasin
Meskipun prioritas dilakukan terhadap wilayah-wilayah kawasan yang telah
ditetapkan, namun berdasarkan fakta di lapangan untuk pengembangannya
ke depan tidak hanya terbatas pada yang telah ditetapkan dalam
Kepmentan itu saja, melainkan juga pada kabupaten/kota lain yang sudah
lama menjadi sentra produksi dari tanaman pangan tersebut seperti
8
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VIII-2
Kabupaten Musi Rawas untuk tanaman padi, Kabupaten Lahat untuk
tanaman kedelai, Kabupaten Banyuasin untuk tanaman jagung, dan
kabupaten/kota lain yang memiliki potensi sumberdaya dan animo tinggi
untuk pengembangan komoditi tanaman pangan.
2. Dari hasil analisis biofisik sumberdaya lahan, ekonomi, sarana dan
prasarana penunjang, kependudukan dan sosial budaya, kelembagaan,
sumberdaya manusia, teknis tanaman, pengolahan dan perdagangan, serta
kebijakan dan pembiayaan menunjukkan kecenderungan yang selaras
bahwa wilayah-wilayah kawasan tersebut memenuhi persyaratan untuk
dikembangkan sebagai kawasan melalui komoditi padi, jagung dan kedelai,
serta memiliki prospek untuk pengembangan ke depan yang bersinergi
dengan wilayah lain yang memiliki potensi yang sama namun tidak
ditetapkan sebagai wilayah kawasan.
3. Penyusunan rencana aksi dalam master plan ini dirumuskan berbasis pada
tujuan peningkatan produksi dengan orientasi swasembada, dan solusi
aplikatif dari permasalahan yang masih menjadi kendala dalam
pengembangan komoditi pangan, yaitu padi, jagung dan kedelai dengan
jenis permasalahan yang dominan ada pada kelompok tanaman pangan
adalah masih terbatasnya ketersediaan input produksi yang bersubsidi,
fasilitas dan peralatan pasca panen yang belum memadai dan mencukupi
kebutuhan keseluruhan kelompok tani, serta masih rendahnya
pemberdayaan kelembagaan di tingkat petani. Beberapa program dan
rencana aksi yang disusun telah memerhatikan dan diupayakan untuk
mengatasi berbagai permasalahan tersebut
8.2. Saran
Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan yang dikemukakan, maka
guna mencapai keberhasilan pengembangan kawasan tanaman pangan di
Provinsi Sumatera Selatan ke depan disarankan :
1. Usaha perluasan lahan dan peningkatan produksi guna pengembangan
komoditi pangan pada setiap kawasan hendaknya diprioritaskan
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VIII-3
pada jenis lahan sub optimal yang ketersediaannya masih luas dan belum
dimanfaatkan, namun mengingat permasalahannya mayoritas terkait
dengan pengairan maka dalam implimentasinya diperlukan perbaikan
jaringan drainase dan tata air mikro untuk dapat meningkatkan
ketersediaan air yang berkualitas bagi tanaman padi untuk musim yang
kedua.
2. Guna mendapatkan potensi untuk meningkatkan nilai tambah dari
pengembangan komoditi pangan khususnya padi di tingkat petani
disarankan agar dilakukan pengembangan sistem penggilingan gabah skala
kelompok atau gabungan kelompok petani dengan modal bersama
ditambah subsidi pemerintah sehingga dapat dihasilkan beras berkualitas
tinggi dan sedang yang diminati pasar, dan beberapa produk olahan dari
beras yang dapat dikembangkan ketika produksi berlimpah, sekaligus
menambah variasi kegiatan usaha ekonomi para petani, seperti beras
kencur, param, dan tepung beras.
3. Pada pengembangan komoditi jagung yang didominasi jagung untuk
pakan, hendaknya ke depan pelru diversifikasi jenis produk dengan juga
memasukkan jenis jagung pangan dalam Upsus Pajale untuk mengatasi
kendala pemasaran jagung pakan ketika terjadi panen raya.
4. Untuk pengusahaan dan peningkatan produksi jagung di masa mendatang
terdapat alternatif lahan yang dapat dimanfaatkan selain di lahan sawah
dengan memanfaatkan antar waktu tanam padi pada areal peremajaan
kebun karet yang setiap tahun dalam road map Pembangunan Perkebunan
rata-rata luasnya diproyeksikan sekitar 10.000 ha dan kelapa sawit dengan
rata-rata sekitar 4.000 ha per tahun di wilayah Sumatera Selatan.
5. Untuk mencapai swasembada kedelai yang berkelanjutan disarankan agar
pengembangannya ditetapkan prioritas untuk mendahulukan lokasi
kegiatan pada kawasan yang para petaninya menunjukkan keseriusan dan
motivasi yang tinggi untuk berusahatani kedelai, dan harus dilakukan pula
upaya yang lebih intensif untuk terus mengembangkan teknologi budidaya
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VIII-4
kedelai yang dapat meningkatkan produktivitas tanaman kedelai, sehingga
akan memunculkan minat petani lain untuk berusahatani kedelai.
6. Perlu kebijakan yang khusus mengatur tataniaga dan distribusi input
produksi seperti benih, pupuk, pestisida, dan lain-lain yang lebih menjamin
ketersediaan input produksi bagi petani secara tepat waktu atau dalam
rangka percepatan waktu tanam.
7. Perlu kebijakan pemasaran komoditi dan produk unggulan tanaman pangan
yang bersifat saling mendukung dan melengkapi antara pemerintah
provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota
8. Agar pengembangan kawasan komoditi unggulan tanaman pangan dapat
berjalan lancar dan mencapai keberhasilan diperlukan kegiatan
pendampingan, penyuluhan dan pengembangan yang dilakukan tidak
hanya oleh lembaga penyuluhan tetapi juga melibatkan peran perguruan
tinggi.
9. Perlu tindak lanjut implementasi hasil riset di bidang produksi dan
pengolahan pangan unggulan yang telah dilakukan oleh pada beberapa
lembaga penelitian dan perguruan tinggi lokal di Sumatera Selatan oleh
pemerintah provinsi dan kabupaten/kota agar dapat dimanfaatkan secara
luas oleh masyarakat.
10. Perlu dirumuskan jenis riset dan pengembangan teknologi untuk
menghasilkan berbagai benih/bibit, pupuk, pengendali OPT, teknologi
pengolahan, pengemasan, manajemen pemasaran dan lain-lain, termasuk
untuk menghasilkan sistem kelembagaan yang konsisten bagi
pengembangan komoditi.
11. Program yang sejalan dengan ini yang dapat dioptimalkan adalah
pengembangan science park dan techno park yang sudah dicanangkan
pemerintah sebagai lokasi pengembangan iptek terapan, percontohan dan
diseminasi berbagai Iptek tersebut yang dilakukan para peneliti dari
berbagai instansi.
Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Dan HortikulturaDi Provinsi Sumatera Selatan, 2016
VIII-5
12. Perlu kebijakan akses pinjaman modal dengan beban bunga atau biaya
modal yang wajar bagi petani, seperti pengembangan lembaga keuangan
mikro, koperasi dan perbankan yang sudah ada yang dapat dijangkau baik
dari sisi bunga maupun persyaratannya dan ini perlu insentif pembiayaan
dari APBD provinsi dan kabupaten/kota.