p4 kimia analisis

17
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS INSTRUMENT ANALISIS KUALITATIF BAHAN KIMIA OBAT FUROSEMID DAN HIDROKLOROTIAZIDA DALAM OBAT TRADISIONAL DENGAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT) (P4) Disusun oleh : Mayani (G1F010024) Reza Rahmawati (G1F010025) Suci Rahmayanti Najjah (G1F010026) Adibah (G1F010027) Arini Rufaida (G1F010028) Gol/Kel : II / II LABORATORIUM KIMIA-FARMASI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN FARMASI

Upload: girlsree2

Post on 24-Jul-2015

170 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: p4 kimia analisis

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS INSTRUMENT

ANALISIS KUALITATIF BAHAN KIMIA OBAT FUROSEMID

DAN HIDROKLOROTIAZIDA DALAM OBAT TRADISIONAL

DENGAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)

(P4)

Disusun oleh :

Mayani (G1F010024)

Reza Rahmawati (G1F010025)

Suci Rahmayanti Najjah (G1F010026)

Adibah (G1F010027)

Arini Rufaida (G1F010028)

Gol/Kel : II / II

LABORATORIUM KIMIA-FARMASI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN FARMASI

PURWOKERTO

2012

Page 2: p4 kimia analisis

PERCOBAAN 4

ANALISIS KUALITATIF BAHAN KIMIA OBAT FUROSEMID

DAN HIDROKLOROTIAZIDA DALAM OBAT TRADISIONAL

DENGAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)

I. TUJUANDapat memahami dan mampu membuat bercak / menotolkan sampel,

mengelusi, dan mengidentifikasi bahan kimia obat dalam suatu sampel dengan kromatografi lapis tipis.

II. ALAT DAN BAHANAlat – alat yang digunakan yaitu chamber, pipa kapiler, pipet ukur,

beaker glass, gelas ukur, mortir dan stamper, penggaris, pinset, pipet tetes, pelat KLT, sinar UV, pengering.

Bahan yang digunakan meliputi jamu, campuran jamu BKO, furosemid, hidroklorotiazida, metanol : etil asetat (2:3), reagen penampak noda dragendroff.

III. DATA PENGAMATAN

Jarak start-front = 6 cmsample = 5 cmfurosemid = 4,5 cmjamu = 4,9 cmHCT = -

Page 3: p4 kimia analisis

Perhitungan

Rf jamu = 4,9/6 = 0,817HRf jamu = 0,817 x 100 = 81,7

Rf furosemid = 4,5/6 = 0,750HRf furosemid = 0.750 x 100 = 75

Rf HCT = - HRf HCT = -

Rf sample = 5/6 = 0,833Hrf sampel = 0.833 x 100 = 83,3

Page 4: p4 kimia analisis

IV. PEMBAHASAN

Praktikum kali ini adalah tentang analisis kualitatif bahan kimia obat

furosemid dan hidroklorotiazida dalam obat tradisional atau jamu dengan metode

kromatografi lapis tipis. Obat tradisional atau jamu dianalisis dengan KLT kemudian

ditentukan bahan kimia obat apa yang terkandung dalam jamu tersebut dengan bahan

kimia pembanding yaitu furosemid dan Hidroklorotiazida (HCT).Adapun bahan-

bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut :

1. Metanol

Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus,

adalah senyawa kimia dengan rumus kimia C H 3OH. Ia merupakan bentuk

alkohol paling sederhana. Pada "keadaan atmosfer" ia berbentuk cairan yang

ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan

bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol). Ia digunakan sebagai

bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan additif

bagi etanol industri.

2. Furosemid

Asam4-kloro-N-furfuril-5sulfamoylantranilat(C12H11ClN2O5S) BM 330,74.

Furosemida mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0

% C12H11ClN2O5S, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian

Page 5: p4 kimia analisis

serbk hablur, putih hamper kuning, tidak berbau. Kelarutan praktis tidak ,

larut dalam air, mudah larut dalam aseton, dalam dimetil formamaida dan

dalam larutan alkali hidroksida. Larut dalam methanol, agak sukar larut dalam

etanol, sukar larut dalam eter, sangat sukar larut dalam kloroform.

3. Hidroklorotiazid

6-kloro-3,4-dihidro-2H-1,2,4-Benzotiadiazina-7-sulfonamida1,1-

dioksida(C7H8ClN3O4S2)BM 297,737.

Hidroklorotiazid mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari

102,0 % C7H8ClN3O4S2 dihitung dulu zat yang telah dikeringkan.Pemerian

serbuk hablur, putih atau praktis putih praktis tidak berbau. Kelarutan sukar

larut dalam air, mudah larut dalam larutan natriumhidroksida, dalam n-butil

amina dan dalam dimetil formamidat, agak sukar larut dalam methanol, tidak

larut dalam eter dan dalam kloroform dan asam mineral encer (Anonim,1995)

4. Etilasetat

Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus CH3CH2OC(O)CH3.

Senyawa ini merupakan ester dari etanol dan asam asetat. Senyawa ini

berwujud cairan tak berwarna, memiliki aroma khas. Senyawa ini sering

disingkat EtOAc, dengan Et mewakili gugus etil dan OAc mewakili asetat.

Etil asetat diproduksi dalam skala besar sebagai pelarut. Etil asetat adalah

pelarut polar menengah yang volatil (mudah menguap), tidak beracun, dan

tidak higroskopis. Etil asetat merupakan penerima ikatan hidrogen yang

lemah, dan bukan suatu donor ikatan hidrogen karena tidak adanya proton

yang bersifat asam (yaitu hidrogen yang terikat pada atom elektronegatif

seperti flor, oksigen, dan nitrogen. Etil asetat dapat melarutkan air hingga 3%,

dan larut dalam air hingga kelarutan 8% pada suhu kamar. Kelarutannya

meningkat pada suhu yang lebih tinggi. Namun demikian, senyawa ini tidak

stabil dalam air yang mengandung basa atau asam.

5. Obat tradisional (jamu)

Jamu adalah sebutan untuk obat tradisional dari Indonesia. Belakangan

populer dengan sebutan herba atau herbal.Jamu dibuat dari bahan-bahan

Page 6: p4 kimia analisis

alami, berupa bagian dari tumbuhan seperti rimpang (akar-akaran), daun-

daunan dan kulit batang, buah. Ada juga menggunakan bahan dari tubuh

hewan, seperti empedu kambing atau tangkur buaya. Jamu biasanya terasa

pahit sehingga perlu ditambah madu sebagai pemanis agar rasanya lebih dapat

ditoleransi peminumnya. Di berbagai kota besar terdapat profesi penjual jamu

gendong yang berkeliling menjajakan jamu sebagai minuman yang sehat dan

menyegarkan. Selain itu jamu juga diproduksi di pabrik-pabrik jamu oleh

perusahaan besar seperti Jamu Air Mancur, Nyonya Meneer atau Djamu

Djago, dan dijual di berbagai toko obat dalam kemasan sachet. Jamu seperti

ini harus dilarutkan dalam air panas terlebih dahulu sebelum diminum. Pada

perkembangan selanjutnya jamu juga dijual dalam bentuk tablet, kaplet dan

kapsul (Anonim,2009).

Kromatografi lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber

pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi

kertas dan elektroforesis. Berbeda debgan kromatografi kolom yang mana fase

diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya, pada kromatografi lapis tipis, fase

diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang

didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium atau pelat plastik. Fase gerak

merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Dalam kromatografi, eluent

adalah fasa gerak yang berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan (feed)

untuk melewati fasa diam (adsorbent). Interaksi antara adsorbent dengan eluent

sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan

Page 7: p4 kimia analisis

komponen gula dalam tetes secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan

jumlah umpan (Himam,2008).

Sebuah garis menggunakan pinsil digambar dekat bagian bawah lempengan

dan setetes pelarut dari campuran pewarna ditempatkan pada garis itu. Diberikan

penandaan pada garis di lempengan untuk menunjukkan posisi awal dari tetesan. Jika

ini dilakukan menggunakan tinta, pewarna dari tinta akan bergerak selayaknya

kromatogram dibentuk. Ketika bercak dari campuran itu mengering, lempengan

ditempatkan dalam sebuah gelas kimia bertutup berisi pelarut dalam jumlah yang

tidak terlalu banyak. Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut berada di bawah garis

dimana posisi bercak berada. Alasan untuk menutup tabung chamber adalah untuk

meyakinkan bawah kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut.

Untuk mendapatkan kondisi ini, dalam chamber biasanya ditempatkan beberapa

kertas saring yang terbasahi oleh pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas kimia dengan

uap mencegah penguapan pelarut.

Karena pelarut bergerak lambat pada lempengan, komponen-komponen yang berbeda

dari campuran pewarna akan bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak

sebagai perbedaan bercak warna.

Kelebihan penggunaan KLT dibandingkan dengan Kkt adalah karena dapat

dihasilkannya pemisahan yang lebih sempurna , kepekaan yang lebih tinggi, dan

dapat dilaksanakan dengan lebih cepat. Banyak pemisahan yang memakan waktu

berjam-jam bila dikerjakan dengan kromatografi kertas tetapi dapat dilaksanakan

hanya beberapa menit saja bila dikerjakan dengan KLT (Adnan,1997).

Beberapa keuntungan kromatografi lapis tipis adalah sebagai berikut :

Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis.

Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna,

fluorosensi atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.

Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending), atau

dengan cara elusi 2 dimensi.

Page 8: p4 kimia analisis

Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan

ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.

Kekurangan KLT adalah adanya fase gerak yang kemurnianya tinggi karena

KLT sangat sensitive dan pada penentuan penjenuhan eluen dalam chamber biasanya

kurang valid. Karena apabila di tes dengan sebuah kertas saring yang di uapi eluen

maka aka nada udara yang masuk pada sela-sela chamber yang terbuka. Sehingga

dengan cara lain yaitu dengan mengira-ngira dengan melihat waktu kurang lebih 30

menit.

Langkah pertama pada praktikum kali ini adalah membuat eluen yaitu dengan

mencampurkan methanol:etil asetat dengan perbandingan 2:3. Pada praktikum kali ini

eluen yang digunakan adalah methanol 4ml dan etilasetat 6 ml. Penambahan pelarut

yan bersifat polar seperti methanol ke dalam pelarut non polar seperti etil asetat akan

meningkatkan harga Rf. Oleh karena itu eluen yang digunakan adalah campuran dari

methanol dan etil asetat agar meningkatkan harga Rf. Masing – masing larutan

tersebut dimasukkan ke dalam tabung chamber dan dijenuhkan terlebih dahulu

sebelum plat kromatografi dimasukkan. Proses penjenuhan ini dimaksudkan untuk

mencegah penguapan pelarut,karena pada umumnya pelarut yang digunakan pada

metode kromatografi adalah pelarut yang mudah menguap. Untuk mengetahui

apakah eluen sudah jenuh apa belum maka dapat digunakan kertas saring untuk

memeriksanya yaitu dengan membasahi kertas saring dengan uap eluen.

Sampel dan pembanding dilarutkan dalam methanol terlebih dahulu sebelum

penotolan. Hal ini bertujuan untuk mengencerkan sampel dan pembanding tersebut

agar mudah menempel pada fase diam. Setelah itu sampel yang akan dianalisis

ditotolkan pada plat kromatografi sebanyak 3 kali dengan pembanding furosemid,

hidroklorotiazid, dan jamu. Larutan pembanding juga ditotolkan sebanyak 3 kali.

Penotolan sampel yang akan diidentifikasi harus diusahakan sekecil dan sesempit

mungkin karena apabila terlalu banyak sampel yang digunakan maka akan

Page 9: p4 kimia analisis

mengurangi resolusi. Penotolan sample yang tidak tepat akan menyebabkan bercak

yang menyebar dan puncak ganda (Gandjar , 2007).

Cara menotolkan sampel pada plat KLT adalah larutan sampel tersebut

ditotolkankan pada plat dengan menggunakan pipet mikro atau syringe. Pada plat

mikro kira-kira 8-10 mm dari dasar, sedangkan untuk plat makro kira-kira 1,5-2,0 cm

dari dasar. Untuk memperoleh hasil yang reprodusibilitas, volume sample yang

ditotolkan paling sedikit 0,5 mikroliter. Jika volume sample yang akan ditotolkan

lebih besar dari 2-10 mikroliter maka penotolan harus dilakukan dengan cara bertahap

dengan dilakukan pengeringan antar totolan. Pengeringan tetesan sampel pada plat

sebaiknya dilakukan dengan aliran gas N2,untuk mencegah terjadinya kerusakan

sampel karena oksidasi (Adnan,1987).

Setelah sampel diitotolkan , kemudian dilakukan pengembangan dalam chamber

berisi eluen methanol: etil asetat 2:3. Tepi bagian bawah lempeng tipis yang telah

ditotoli sample dicelupkan ke dalam fase gerak kurang lebih 0,5-1 cm. Tinggi fase

gerak dalam chamber harus dibawah lempeng yang telah berisi totolan sample.

Selama proses elusi, chamber harus ditutup rapat. Hal ini dilakukan karena pada

umumnya pelarut-pelarut yang digunakan sebagai fase gerak pada teknik

kromatografi adalah pelarut yang sangat mudah menguap (Gandjar , 2007).

Pada proses elusi ini dilakukan dengan teknik ascending yaitu cara

pengembangan menaik. Setelah proses pengelusian selesai, plat KLT dikeluarkan dan

dikeringkan. Lalu diamati bercak pada UV 254 nm dan dengan penyemprotan reagen

dragendroff. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut :

Page 10: p4 kimia analisis

Jarak start-fron = 6 cmsample = 5 cmfurosemid = 4,5 cmjamu = 4,9 cmHCT = -

Dan diperoleh Rf sebesar :

Rf jamu = 4,9/6 = 0,817

HRf jamu = 0,817 x 100 = 81,7

Rf furosemid = 4,5/6 = 0,750

HRf furosemid = 0,750 x 100 = 75

Rf HCT = -

HRf HCT = -

Rf sample = 5/6 = 0,833

Hrf sampel = 0,833 x 100 = 83,3

Keempat bercak ketika dideteksi/dilihat di bawah sinar UV, zat atau senyawa

yang mampu berfluoresensi(berubah warna menjadi biru) adalah hidroklorotiazida

dan furosemid, namun dikarenakan listrik yang padam bercak dari Hidroklorotiazida

tidak terlihat. Fluorosensi merupakan pancaran foton elektromagnetik yang berasal

dari penyerapan energi radiasi dan partikel. Struktur molekul yang berflouresensi

Page 11: p4 kimia analisis

adalah struktur aromatik, atau struktur yang mengandung ikatan rangkap

terkonjugasi, yaitu elektron π dan elektron n dalam dua ikatan rangkap atau lebih,

sehingga dalam molekul tersebut terdapat sejumlah elektron dengan mobilitas tinggi

dibandingkan dengan elektron lainya (Jundullah,2007). Adapun hasil bercak merah

muda pada plat disebabkan terkontaminannya pada saat penotolan dengan bahan uji

yang lain.

Hasil yang didapat, bahwa dalam sampel jamu BKO tidak terdapat kesamaan

harga Rf dengan furosemid dan HCT sehingga jamu BKO tidak mengandung

furosemid dan HCT, seharusnya sample mangandung HCT dan furosemid yang

ditunjukkan dengan harga Rf sample yang hampir sama dengan hidroklorotiazida dan

furosemid hal ini dikarenakan proses penotolan sampel yang kurang merata dan

adanya kontaminan. Parameter dari teknik kromatografi adalah bilangan Rf. Bilangan

Rf adalah jarak yang ditempuh senyawa pada kromatografi ,nisbi terhadap garis

depan. Bilangan Rf diperoleh dengan mengukur jarak antara titik awal dan pusat

bercak yang dihasilkan senyawa dan jarak ini kemudian dibagi dengan jarak antara

titik awal dan garis depan(jarak yang ditempuh cairan pengembang) (Gandjar dan

Rohman, 2007).

IV. KESIMPULAN

Sample yang diuji mengandung HCT dan furosemid

Page 12: p4 kimia analisis

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Depkes RI, Jakarta.

Gandjar, Ibnu Tholib dan Abdul Rohman, 2007, Kimia Farmasi Analisis,

UGM, Yogyakarta.

Himam, 2008, Kromatografi Lapis Tipis, diakses pada tanggal 19 Mei 2012.

Jundullah, 2007, Kromatografi Lapis Tipis, http://www.chem-is-try.org,

diakses pada tanggal 19 Mei 2012.

Moch, Adnan, 1987, Teknik kromatografi untuk analisis bahan makanan,

ANDI, Yogyakarta.

Roy J. Gritter, James M. Bobbit, Arthur E. S., 1991, Pengantar Kromatografi,

Penerbit ITB, Bandung.