ka p4 yodo yodimetri
DESCRIPTION
kimia analisisTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA ANALISIS I
PERCOBAAN 4
YODO-YODIMETRI
Disusun Oleh:
Kelompok 1 D
1. Rahmawati Fitria I (G1F010013)
2. Aria Septiana (G1F010014)
3. Alifa Rahmawati (G1F010015)
4. Alvian Saputra (G1F010016)
5. Joula Aulia (G1F010017)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2011
PERCOBAAN 4
YODO-YODIMETRI
I. TUJUAN
Mahasiswa mampu menetapkan kadar suatu senyawa obat dalam sampel
menggunakan prinsip reaksi oksidasi dan reduksi.
II. ALAT DAN BAHAN
A. ALAT
Alat yang digunakan : Buret, Spatula, Batang pengaduk, Beaker glass, Corong
gelas, Labu Erlenmeyer, Pipet tetes, Pipet ukur, Labu ukur, Statif dan klem, Mortir,
Mortar, Gelas arloji.
B. BAHAN
Bahan yang digunakan : Kalium iodida,air,yodium,arsentrioksida,NaOH
1N,indikator jingga metil, Na.bicarbonat, larutan kanji, natrium tiosulfat 0,1 N,
Na2S2O3.5H2O, Na.karbonat, Kloroform, K2Cr2O7 0,1 N, HCl encer, CuSO4, Vitamin C,
Asam Sulfat encer.
III. DATA PENGAMATAN
Penetapan Kadar Cu dalam CuSO4 (Kelompok 1)
N Na2S2O3 = 0,1 N
m sampel = 20 mg
V titran 1 = 19,63 ml
V titran 2 = 19,37 ml
V titran 3 = 20,03 ml
BM zat = 249,685
Ekivalensi = 2
BE zat =
% Kadar =
Titrasi 1
% Kadar =
= 4,08 % b/v
Titrasi 2
% Kadar =
= 4,03 % b/v
Titrasi 3
% Kadar =
= 4,16 % b/v
x d2
4,08 0,01 0,0001
4,03 4,09 0,06 0,0036
4,16 0.07 0,0049
d =
SD =
Kadar Cu dalam CuSO4 = 4,09 % ± 0,15
Penetapan Kadar vitamin C (Kelompok 2)
N I2 = 0,1 N
m sampel = 20 mg
V titran 1 = 17,03 ml
V titran 2 = 18,02 ml
V titran 3 = 17,87 ml
BM zat = 176
Ekivalensi metampiron = 2
BE zat =
% Kadar =
Titrasi 1
% Kadar =
= 749,32 % b/b
Titrasi 2
% Kadar =
= 792,88 % b/b
Titrasi 3
% Kadar =
= 784,52 % b/b
x d2
749,32 26,253 689,22
792,88 775,573 17,307 299,532
784,52 8,947 80,048
d =
SD =
Kadar = 775,573 % ± 23,117
Penetapan Kadar Metampiron (C13H16N3NaO4S.H2O) (Kelompok 3)
N I2 = 0,1 N
m sampel = 20 mg
V titran 1 = 27,02 ml
V titran 2 = 26,53 ml
V titran 3 = 26,85 ml
BM zat = 351, 36
Ekivalensi metampiron = 2
BE zat =
% Kadar =
Titrasi 1
% Kadar =
= 2.372, 43 % b/b
Titrasi 2
% Kadar =
= 2.330, 4 % b/b
Titrasi 3
% Kadar =
= 2.358, 5 % b/b
x d2
2.373,43 19,32 373,26
2.330,4 2.354,11 23,71 562,16
2.358,5 4,39 19,27
d =
SD =
Kadar = 2.354, 11 % ± 21, 85
Penetapan Kadar Cu dalam CuSO4 (Kelompok 4)
N Na2S2O3 = 0,1 N
m sampel = 20 mg
V titran 1 = 18,49 ml
V titran 2 = 17,12 ml
V titran 3 = 18,22 ml
BM zat = 249,685
Ekivalensi = 2
BE zat =
% Kadar =
Titrasi 1
% Kadar =
= 3,85 % b/v
Titrasi 2
% Kadar =
= 3,56 % b/v
Titrasi 3
% Kadar =
= 3,79 % b/v
x d2
3,85 0,12 0,0144
3,56 3,73 0,17 0,0289
3,79 0.06 0,0036
d =
SD =
Kadar Cu dalam CuSO4 = 3,73 % ± 0,15
IV. PEMBAHASAN
Natrium Tio Sulfat
Rumus kimia: Na2S2O3, Berat Molekul 158.11 g/mol. Natrium tiosulfat
mengandung tidak kurang dari 99,0% Na2S2O3 dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian;
hablur besar tidak berwarna atau serbuk hablur kasar. Dalam udara lembab meleleh basah;
dalam hampa udara pada suhu di atas 33˚ merapuh. Larut dalam 0,5 bagian air; praktis tidak
larut dalam etanol (95%) P. Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat. Khasiat dan
penggunaan antidotum sianida (Anonim, 1979).
Kalium Iodida
Rumus Kimia : KI, Berat Molekul 166 g/mol. Kalium Iodida mengandung tidak
kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,5% KI dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan. Mudah larut dalam air dingin, air panas. Larut dalam metanol. Larut sebagian
dalam aseton. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik. Khasiat dan penggunaan antijamur
(Anonim,1979).
Yodium
Rumus Kimia : I. Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air. Mudah larut dalam
karbon disulfida, dalam kloform, dalam karbon tetraklorida, dan dalam eter. Larut dalam
etanol dan dalam larutan iodida. Agak sukar larut dalam gliserin.
Asam Asetat
Rumus Kimia : CH3COOH, Berat Molekul : 60,05 g/mol. Asam asetat
mengandung tidak kurang dari 32,5% atau tidak lebih dari 33,5% C2H4O2. Pemerian cairan
jernih, tidak berwarna, bau menusuk, rasa asam, tajam. Dapat campur dengan air, dengan
etanol (95%) P dan dengan gliserol P. Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat. Khasiat
dan penggunaan zat tambahan (Anonim,1979).
Arsen Trioksida
Rumus Kimia : As2O3. Berat Molekul : 74, 921 g/mol. Pemerian serbuk, putih,
berat. Kelarutan sangat perlahan-lahan larut dalam 60 bagian air; lebih mudah larut dalam
air dengan penambahan HCl P atau dalam larutan alkali atau alkali karbonat
(Anonim,1979).
Teori Iodo-Iodimetri
Diantara sekian banyak contoh teknik atau cara dalam analisis kuantitatif terdapat
dua cara melakukan analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secara
langsung dan tidak langsung. Cara langsung disebut iodometri (digunakan larutan iodium
untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik
ekivalennya). Namun, metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat iodium sendiri
merupakan oksidator yang lemah. Sedangkan cara tidak langsung disebut iodometri
(oksidator yang dianalisis kemudian direaksikan dengan ion iodida berlebih dalam keadaan
yang sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi dengan
larutan natrium thiosilfat standar atau asam arsenit) (Bassett, 1994).
Dengan kontrol pada titik akhir titrasi jika kelebihan 1 tetes titran. perubahan
warna yang terjadi pada larutan akan semakin jelas dengan penambahan indikator
amilum/kanji (Vogel, 1997).
Iodium merupakan oksidator lemah. Sebaliknya ion iodida merupakan suatu
pereaksi reduksi yang cukup kuat. Dalam proses analitik iodium digunakan sebagai pereaksi
oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif
beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung
dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodometrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak
pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak
penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi
oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan
larutan natrium thiosulfat (Day & Underwood, 1981).
Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan
suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (iodometri) adalah
berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia (Bassett, 1994).
Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah
natrium thiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O.
Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus
distandarisasi dengan standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu
yang lama (Day & Underwood, 1981).
Tembaga murni dapat digunakan sebagai standar primer untuk natrium thiosulfat
dan dianjurkan apabila thiosulfat harus digunakan untuk penentuan tembaga. Potensial
standar pasangan Cu(II) – Cu(I),
Cu2+ + e → Cu+ Eo= +0.15 V
(Day & Underwood, 1981).
Karena harga E° iodium berada pada daerah pertengahan maka sistem iodium
dapat digunakan untuk oksidator maupun reduktor. I2 adalah oksidator lemah sedangkan
iodida secara relatif merupakan reduktor lemah. Jika Eo tidak bergantung pada pH (pH <
8.0) maka persamaan reaksinya
I2 (s) + 2e- → 2I- Eo= 0.535 V
I2 adalah oksidator lemah sedangkan iodida secara relatif merupakan reduktor
lemah. Kelarutannya cukup baik dalam air dengan pembentukan triodida [KI3].
I2 (s) + 2e- → 2I- Eo= 6.21 V
Dengan demikian iodium Eo= + 0.535 V merupakan pereaksi yang lebih baik
daripada ion Cu(II). Akan tetapi bila ion iodida ditambahkan pada suatu larutan Cu(II),
maka suatu endapan CuI terbentuk
2Cu2+ + 4I- → 2CuI(p) + I2
Reaksi dipaksa berlangsung ke kanan dengan pembentukan endapan dan juga
dengan penambahan ion iodida berlebih (Day & Underwood, 1981).
Iodium dapat dimurnikan dengan sublimasi. Ia larut dalam larutan KI dan harus
disimpan pada tempat yang dingin dan gelap. Berkurangnya iodium dan akibat penguapan
dan oksidasi udara menyebabkan banyak kesalahan dalam analisis. Dapat distandarisasi
dengan Na2S2O3.5H2O yang lebih dahulu distandarisasi dengan K2Cr2O7. Reaksi :
Cr2O72- + 14H+ + 6I- → 3I2 +2Cr3+ + 7H2O
Biasanya indikator yang digunakan adalah kanji/amilum. Iodida pada konsentrasi
< 10-5 M dapat dengan mudah ditekan oleh amilum. Sensitivitas warnanya tergantung pada
pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-amilum mempunyai kelarutan kecil dalam air
sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir reaksi (Khopkar, 2002).
Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga dapat bekerja sebagai
indikatornya sendiri. Iodium juga memberikan warna ungu atau merah lembayung yang kuat
kepada pelarut-pelarut seperti karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini
digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu
larutan (dispersi koloidal) kanji, karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai
untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang
sedikit asam dari pada dalam larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Day
& Underwood, 1981).
Jika larutan iodium dalam KI pada suasana netral maupun asam dititrasi dengan
natrium thiosulfat maka:
I3- + 2S2O3
2- → 3I- + S4O62-
Selama reaksi zat antara S2O32- yang tidak berwarna adalah terbentuk sebagai
S2O32- +I3
- → S2O3I- + 2I-
Yang mana berjalan terus menjadi:
S2O3I- + S2O32- → S4O6
2- +I3-
Reaksi berlangsung baik dibawah pH = 5,0 (Khopkar, 2002).
Zat-zat pereduksi yang kuat (zat-zat potensial reduksi yang jauh lebih rendah),
seperti timah(II)klorida, asam sulfat, hidrogen sulfida, dan natrium thiosulfat, bereaksi
lengkap dan cepat dengan iod, bahkan dalam larutan asam. Dengan zat pereduksi yang
lemah misalnya arsen trivalen, atau stibium trivale, reaksi yang lengkap hanya akan terjadi
bila larutan dijaga tetap netral atau, sangat sedikit asam; pada kondisi ini, potensial reduksi
adalah minimum, atau daya mereduksinya adalah maksimum (Bassett, 1994).
Jika suatu zat pengoksida kuat diolah dalam larutan netral atau (lebih biasa)
larutan asam, dengan ion iodida yang sangat berlebih, yang terakhir bereaksi sebagai zat
prereduksi, dan oksidan akan direduksi secara kuantitatif. Dalam hal-hal yang demikian,
sejumlah iod yang ekivalen akan dibebaskan, lalu dititrasi dengan larutan standar suatu zat
pereduksi, biasanya natrium thiosulfat (Bassett, 1994).
Dua sumber sesatan yang penting dalam titrasi yang melibatkan iodida adalah:
1. Kehilangan iodida yang disebabkan oleh sifat mudah menguapnya yang
cukup berarti,
2. Larutan iodida yang asam dioksidasi oleh oksigen di udara:
4I- + O2 + 4H+ → 2I2 + 2H2O
Reaksi diatas lambat dalam larutan netral tetapi lebih cepat dalam larutan berasam
dan dipercepat oleh cahaya matahari. Setelah penambahan kalium iodida pada larutan
berasam dari suatu pereaksi oksidasi, larutan harus tidak dibiarkan untuk waktu yang lama
berhubungan dengan udara, karena iodium tambahan akan terbentuk oleh reaksi yang
terdahulu. Nitrit harus tidak ada, karena akan direduksi oleh ion iodida menjadi nitrogen (II)
oksida yang selanjutnya dioksidasi kembali menjadi nitrit oleh oksigen dari udara:
2HNO2 + 2H+ + 2I- → 2NO + I2 + 2H2O
4NO + O2 + 2H2O → 4HNO2
Kalium iodida harus bebas iodat karena kedua zat ini bereaksi dalam larutan berasam untuk
membebaskan iodium:
IO3- + 5I- + 6H+ → 3I2 + 3H2O
(Day & Underwood, 1981).
Buret adalah sebuah peralatan gelas laboratorium berbentuk silinder yang
memiliki garis ukur dan sumbat keran pada bagian bawahnya. Ia digunakan untuk
meneteskan sejumlah reagen cair dalam eksperimen yang memerlukan presisi, seperti pada
eksperimen titrasi. Buret sangatlah akurat, buret kelas A memiliki akurasi sampai dengan
0,05 cm Menggunakan buret Oleh karena presisi buret yang tinggi, kehati-hatian
pengukuran volume dengan buret sangatlah penting untuk menghindari galat sistematik.
Ketika membaca buret, mata harus tegak lurus dengan permukaan cairan untuk menghindari
galat paralaks. Bahkan ketebalan garis ukur juga mempengaruhi; bagian bawah meniskus
cairan harus menyentuh bagian atas garis. Kaidah yang umumnya digunakan adalah dengan
menambahkan 0,02 mL jika bagian bawah meniskus menyentuh bagian bawah garis ukur.
Oleh karena presisinya yang tinggi, satu tetes cairan yang menggantung pada ujung buret
harus ditransfer ke labu penerima, biasanya dengan menyentuh tetasan itu ke sisi labu dan
membilasnya ke dalam larutan dengan pelarut.( Rivai,1995 )
Penetapan Kadar Cu dalam CuSO4 (metode Yodometri)
Ambil lebih kurang 3 mL larutan tembaga sulfat ( CuSO45H2O; BM=249,685)
dengan filler, diletakkan dalam labu Erlenmeyer, ditambahkan 2 mL asam asetat dan 1,5 g
KI, warna yang terbentuk adalah merah bata. Penambahan asam asetat disini untuk
memberikan suasana asam sehungga konsentrasi hydrogen bertambah besar. Titrasi yodium
yang dibebaskan dengan larutan baku natrium tiosulfat 0,1 N menggunakan indikator
kanji.Hasil titran yang didapat berwarna putih kemudian bening. Penggunaan indikator kanji
untuk mendeteksi kelebihan iodium pada saat titrasi. Pengocokan bertujuan untuk
mempercepat bercampurnya antara titran,titrat dan indikator.
Reaksi :
2 CuSO4+ 4 KI 2CuI2 + 2 K2SO4
2CuI2 2Cu2I2 + I2
I2 + 2 S2O32- 2I- + S4O6
2-
Hasil Percobaan
Penetapan Kadar Cu dalam CuSO4 (metode Yodometri)
Kelompok 4
N Na2S2O3 = 0,1 N
m sampel = 20 mg
V titran 1 = 18,49 ml
V titran 2 = 17,12 ml
V titran 3 = 18,22 ml
BM zat = 249,685
Ekivalensi = 2
BE zat =
% Kadar =
Titrasi 1
% Kadar =
= 3,85 % b/v
Titrasi 2
% Kadar =
= 3,56 % b/v
Titrasi 3
% Kadar =
= 3,79 % b/v
x d2
3,85 0,12 0,0144
3,56 3,73 0,17 0,0289
3,79 0.06 0,0036
d =
SD =
Kadar Cu dalam CuSO4 = 3,73 % ± 0,15
Penetapan Kadar Cu dalam CuSO4
Kelompok 1
N Na2S2O3 = 0,1 N
m sampel = 20 mg
V titran 1 = 19,63 ml
V titran 2 = 19,37 ml
V titran 3 = 20,03 ml
BM zat = 249,685
Ekivalensi = 2
BE zat =
% Kadar =
Titrasi 1
% Kadar =
= 4,08 % b/v
Titrasi 2
% Kadar =
= 4,03 % b/v
Titrasi 3
% Kadar =
= 4,16 % b/v
x d2
4,08 0,01 0,0001
4,03 4,09 0,06 0,0036
4,16 0.07 0,0049
d =
SD =
Kadar Cu dalam CuSO4 = 4,09 % ± 0,15
Penetapan Kadar Metampiron (C13H16N3NaO4S.H2O)
Kelompok 3
N I2 = 0,1 N
m sampel = 20 mg
V titran 1 = 27,02 ml
V titran 2 = 26,53 ml
V titran 3 = 26,85 ml
BM zat = 351, 36
Ekivalensi metampiron = 2
BE zat =
% Kadar =
Titrasi 1
% Kadar =
= 2.372, 43 % b/b
Titrasi 2
% Kadar =
= 2.330, 4 % b/b
Titrasi 3
% Kadar =
= 2.358, 5 % b/b
x d2
2.373,43 19,32 373,26
2.330,4 2.354,11 23,71 562,16
2.358,5 4,39 19,27
d =
SD =
Kadar = 2.354, 11 % ± 21, 85
Penetapan Kadar vitamin C
N I2 = 0,1 N
m sampel = 20 mg
V titran 1 = 17,03 ml
V titran 2 = 18,02 ml
V titran 3 = 17,87 ml
BM zat = 176
Ekivalensi metampiron = 2
BE zat =
% Kadar =
Titrasi 1
% Kadar =
= 749,32 % b/b
Titrasi 2
% Kadar =
= 792,88 % b/b
Titrasi 3
% Kadar =
= 784,52 % b/b
x d2
749,32 26,253 689,22
792,88 775,573 17,307 299,532
784,52 8,947 80,048
d =
SD =
Kadar = 775,573 % ± 23,117
Hasil VS Pustaka
Perbandingan data hasil praktikum dengan literatur :
Kelompok Bahan Sampel Persyaratan FarmakopeHasil Analisis
Praktikum
1 Cu dalam CuSO4 56% 3,73 % ± 0,15
2 Metampiron 79,39% -79,61% 2.354, 11 % ± 21, 85
3 Vitamin C 50 mg90% - 110%
Dari kadar yang tertera
dalam kemasan
775,573 % ± 23,117
(Anonim.1995)
Kadar Cu dalam CuSO4, Vitamin C 50 mg, Metampiron, yang di dapat dari hasil
praktikum tidak memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia. Ada beberapa faktor-faktor
kesalahan yang menyebabkan tidak akuratnya hasil titrasi yang didapat antara lain sebagai
berikut.
1. Tidak tepatnya metode titrasi yang digunakan.
2. Penggunaan skala buret yang tidak tepat
3. Kurang tepatnya pada saat pembuatan larutan Yodium, seperti pada saat penimbangan.
4.Kurangnya ketelitian dalam memperhatikan perubahan warna indicator
5. Kurang telitinya dalam melakukan proses titrasi.
Metode iodo-iodimetri dapat digunakan untuk mengetahui suatu senyawa dalam
sampel yang ingin diketahui ,biasanya digunakan dalam bidang industri.Biasanya pada
bagian QC/quality control atau pun digunakan pada bidang yang lain.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan tujuan, perhitungan dan pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan berikut :
1. Ada dua cara analisis menggunakan senyawa iodium yaitu titrasi iodimetri atau dengan
iodometri dimana iodium terlebih dahulu dioksidasi oleh oksidator misalnya KI.
2. Indikator yang dipakai adalah amilum karena amilum sangat peka terhadap iodium dan
terbentuk kompleks amilum berwarna biru cerah, saat ekivalen amilum terlepas kembali.
3. Penetapan kadar Cu dalam CuSO4 dengan metode iodometri adalah 3,73 % ± 0,15,
penetapan kadar vitamin C dengan metode iodimetri adalah 775,573 % ± 23,117, dan
penetapan kadar metampiron dengan metode iodimetri adalah 2.354, 11 % ± 21, 85.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.1979.Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen kesehatan RI. Jakarta .
Anonim.1995.Farmakope Indonesia Edisi IV . Departemen kesehatan RI. Jakarta .
Basset. J etc. 1994. Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Day, R.A. dan A.L. Underwood. 1981. Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi Keempat. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Day.R.A dan Underwood A.L.2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi VI. Erlangga. Jakarta.
Khopkar, S. M. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Penerbit UI. Jakarta.
Vogel, Arthur I.; Svehla, G. 1979. Vogel's Textbook of Macro and Semimicro Qualitative
Inorganic Analysis (5th ed.). Longman. London.