p2 eks2 (siap acc)

29
BAB II EKSPERIMEN 2 RANGKAIAN TIGA FASA SERTA HUBUNGAN Y (BINTANG) DAN DELTA (∆) I. Tujuan Untuk mempelajari hubungan arus dan tegangan pada hubungan Y dan delta pada rangkaian tiga fasa. II. Alat dan Bahan 1. Papan (mount) BR-3 2. Papan NO-11 (sambungan transformator tiga fasa) 3. Multimeter digital 4. Kabel koneksi masukkan tiga fasa 5. Kabel koneksi III. Dasar Teori 3.1 Konstruksi Dan Prinsip Kerja Transformator Tiga Fasa Sebuah transformator 3 fasa dapat diperoleh dari 3 buah transformator satu fasa atau unit 3 fasa. Jika suplai 3 fasa yang digunakan adalah V1,V2, dan V3 dan masing-masing menghasilkan fluks (φ1,φ2, dan φ3) yang masing-masing fluks beda fasa 120º, maka berdasarkan hukum faraday pada lilitan primer dan lilitan sekunder

Upload: arya-buy

Post on 07-Dec-2015

229 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

m

TRANSCRIPT

BAB II

EKSPERIMEN 2

RANGKAIAN TIGA FASA SERTA HUBUNGAN

Y (BINTANG) DAN DELTA (∆)

I. Tujuan

Untuk mempelajari hubungan arus dan tegangan pada hubungan Y dan

delta pada rangkaian tiga fasa.

II. Alat dan Bahan

1. Papan (mount) BR-3

2. Papan NO-11 (sambungan transformator tiga fasa)

3. Multimeter digital

4. Kabel koneksi masukkan tiga fasa

5. Kabel koneksi

III. Dasar Teori

3.1 Konstruksi Dan Prinsip Kerja Transformator Tiga Fasa

Sebuah transformator 3 fasa dapat diperoleh dari 3 buah transformator satu

fasa atau unit 3 fasa. Jika suplai 3 fasa yang digunakan adalah V1,V2, dan V3 dan

masing-masing menghasilkan fluks (φ1,φ2, dan φ3) yang masing-masing fluks

beda fasa 120º, maka berdasarkan hukum faraday pada lilitan primer dan lilitan

sekunder masing-masing akan menghasilkan ggl induksi dan masing-masing fasa

juga berjarak 120º.

3.2 Transformator hubungan segitiga-bintang (delta-wye)

Pada hubungan segitiga-bintang (delta-wye), tegangan yang melalui setiap

lilitan primer adalah sama dengan tegangan line masukan. Tegangan saluran

keluaran adalah sama dengan 1,73 kali tegangan sekunder yang melalui setiap

transformator. Arus line pada phasa A, B dan C adalah 1,73 kali arus pada lilitan

sekunder. Arus line pada fasa 1, 2 dan 3 adalah sama dengan arus pada lilitan

sekunder.

Gambar 2.2.1 Hubungan Segitiga-Bintang (Delta-wye)

Hubungan delta-bintang menghasilkan beda fasa 30° antara tegangan

saluran masukan dan saluran transmisi keluaran. Maka dari itu, tegangan line

keluaran E12 adalah 30° mendahului tegangan line masukan EAB, seperti dapat

dilihat dari diagram phasor. Jika saluran keluaran memasuki kelompok beban

terisolasi, beda fasanya tidak masalah. Tetapi jika saluran dihubungkan paralel

dengan saluran masukan dengan sumber lain, beda phasa 30° mungkin akan

membuat hubungan paralel tidak memungkinkan, sekalipun jika saluran

tegangannya sebaliknya identik

.Keuntungan penting dari hubungan bintang adalah bahwa akan

menghasilkan banyak isolasi/penyekatan yang dihasilkan di dalam transformator.

Lilitan HV (High Voltage/tegangan tinggi) telah diisolasi/dipisahkan hanya 1/1,73

atau 58% dari tegangan saluran

Gambar 2.2.2 Skema Diagram Hubungan Delta-Bintang dan Diagram Phasor

3.3 Sambungan Transformator 3 Fasa

Terdapat bermacam-macam kombinasi sambungan di dalam transformator

3 fasa. Kombinasi sambungan transformator tersebut dapat digunakan untuk

memindahkan daya dari daya 3 fasa ke daya 3 fasa, dari tiga fasa ke enam fasa,

dan sebagainya. Terdapat kombinasi sambungan transformator 3 fasa yaitu seperti

tabel berikut:

Tabel 2.2.1 Tabel Kombinasi Sambungan Transformator 3 Fasa

Dari bermacam-macam variasi kombinasi sambungan seperti tersebut diatas, yang

lazim digunakan sesuai dengan normalisasi pabrik (VDE 0532) adalah :

Primer : sambungan bintang (Y) dan segitiga (∆)

Sekunder : sambungan bintang (Y) dan segitiga (∆) dan liku-liku (Z)

Primer Sekunder PenulisanBintang Bintang YyBintang Segitiga YdBintang Zig-zag YzSegitiga Bintang DySegitiga Segitiga DdSegitiga Zig-zag Dz

Gambar 2.2.3 Hubungan Segitiga Primer - Sekunder

Tinjauan masing-masing sambungan baik pada sisi primer maupun sisi sekunder

adalah sebagai berikut:

3.3.1 Sambungan Bintang (Y)

Pada sambungan ini diperoleh persamaan :

Vfasa(Vf) = Vline / ………………………………………………………(2.2.1)

Ifasa (If) = I line (IL)………………………………………………………...(2.2.2)

Daya = VL*IL* ……………………………………………………..(2.2.3a)

= 3 * Vf * If* cos Ѳ …………………………………………...….(2.2.3b)

3.3.2 Sambungan Segitiga (∆)

Pada sambungan ini diperoleh persamaan :

Vfasa(Vf) = Vline (VL) …………………………………………………..(2.2.4)

Arus fasa (If) = I line(IL) * ..…………………………………….………..(2.2.5)

Daya = VL*IL* *cos Ѳ ………...……………….……………...(2.2.6a)

= 3 * Vf * If * cos Ѳ ……………………………….………...(2.2.6b)

IV. Langkah Percobaan

Adapun langkah percobaan ini adalah sebagai berikut :

1. Pasang papan No-11 ke papan (mount). Pastikan saklar daya di

bagian kiri bawah papan dalam kondisi mati (lihat pada Gambar

4.1).

2. Konfigurasikan saklar primer dan sekunder ke “delta”.

3. Pastikan pemutus sirkuit utama dalam kondisi mati. Hubungkan

jalur Input ke terminal Input R, S, T pada papan NO-11.

Catatan :

Selalu berhati-hati dengan tegangan tinggi! Ketahuilah aturan keselamatan

sebelum menyentuh papan.

4. Hidupkan saklar daya dan ukur tegangan fase sekunder dan isi

tabel 4.1. Atur voltmeter ke kisaran paling sedikit 300V.

Tabel 2.2.2 Pengukuran Tegangan Fase.

Input/Output konfigurasi Tegangan fase

Primer Sekunder U-V V-W W-U

Delta

Delta

Y

Y

Delta

Y

Y

Delta

5. Matikan saklar daya. Konfigurasi ulang sekunder ke “Y”.

Hidupkan saklar daya. Ukur tegangan fase dan isilah Tabel 4.1.

6. Lanjutkan eksperimen untuk sisa kombinasi konfigurasi primer dan

sekunder. Selalu ingat untuk matikan saklar daya sebelum

membuat perubahan.

7. Bandingkan hasilnya dengan nilai yang diberikan pada tabel 4.1.

8. Konfigurasi kedua primer dan sekunder ke “Y” dan ukur tegangan

antara U, V, dan W ke N (netral). Jelaskan mengapa tegangan dari

fase ke netral bukanlah satu setengah dari fase ke fase tegangan.

Gambar 2.2.4 NO-11 Papan Rangpkaian Transformasi Tiga Fasa

V. Data Hasil Percobaan

Tabel 2.2.3 Koneksi 3 Fasa Transformator (Primer) Pengukuran Primary

INPUT/OUTPUT CONFIGURASI PHASE VOLTAGEPRIMER SEKUNDER U-V V-W W-U

Delta Delta 385,1 388,9 380,3Delta Y 385,1 388,9 380,3

Y Y 385,1 388,9 380,3Y Delta 385,1 388,9 380,3

Tabel 2.2.4(a) Koneksi 3 Fasa Transformator (Sekunder) Pengukuran Secondary

INPUT/OUTPUT CONFIGURASI PHASE VOLTAGEPRIMER SEKUNDER U-V V-W W-U

Delta Delta 367.5 379 357.9Delta Y 668 639 623

Y Y 384.3 385.4 377.7Y Delta 219.5 223.2 219.9

Tabel 2.2.4(b) Koneksi 3 Fasa Transformator dengan Netral (Sekunder) Pengukuran Secondary

INPUT/OUTPUT CONFIGURASI PHASE VOLTAGEPRIMER SEKUNDER U-N V-N W-N

Y Y 219.8 223.5 219.1

VI. Analisis Hasil Percobaan

Berdasarkan hasil pengukuran primer di dapat tegangan primer (Vp) antar

fasa sebagai berikut :

Tabel 2.2.5 Koneksi 3 Fasa Transformator (Primer) Pengukuran Primary

INPUT/OUTPUT CONFIGURASI PHASE VOLTAGEPRIMER SEKUNDER U-V V-W W-U

Delta Delta 385.1 388.9 380.3Delta Y 385.1 388.9 380.3

Y Y 385.1 388.9 380.3Y Delta 385.1 388.9 380.3

Sedangkan berdasarkan hasil pengukuran sekunder di dapat tegangan

sekunder (Vs) antar fasa sebagai berikut :

Tabel 2.2.6 Koneksi 3 Fasa Transformator (Sekunder) Pengukuran Secondary

INPUT/OUTPUT CONFIGURASI PHASE VOLTAGEPRIMER SEKUNDER U-V V-W W-U

Delta Delta 367.5 379 357.9Delta Y 668 639 623

Y Y 384.3 385.4 377.7Y Delta 219.5 223.2 219.9

Hubungan tegangan primer dan sekunder pada transformator 3 fasa

dirangkum dalam tabel di bawah ini :

Tabel 2.2.7 Hubungan Vs dan Vp Trafo 3 Fasa

Primer Sekunder Tegangan sekunder (Vs) dengan Np/Ns = 1

Delta Delta Vs=VpDelta Y Vs= 1,732xVpY Y Vs = VpY Delta Vs = Vp / 1,732

6.1 Sambungan Delta – Delta

6.1.1 Perhitungan Secara Teori

Sesuai dengan teori, sambungan Delta – Delta pada bagian primer dan

sekunder transformator adalah Vs = Vp , sehingga besarnya tegangan sekunder

antar fasa sama dengan tegangan primernya.

6.1.2 Tabel Perhitungan Secara Teori

Tabel 2.2.8 Tabel Perhitungan Secara Teori Sambungan Delta - Delta

Input / Output KonfigurasiHubungan Delta - Delta

Phase voltageSekunderVs = Vp

U-V 371V-W 379W-U 377

6.1.3 Tabel Perbandingan Secara Teori dan Pengukuran

Tabel 2.2.9 Tabel Perbandingan Secara Teori dan Pengukuran Sambungan Delta - Delta

Input / Output KonfigurasiHubungan Delta - Delta

Phase voltageTeori

Vs =VpPengukuran

Vs

U-V 371 367,5V-W 379 379W-U 377 357,9

6.1.4 Perhitungan Persentase Kesalahan

Pada hasil pengukuran tersebut besarnya Vs antar fasa tidak sepenuhnya

sama dengan Vp sehingga persentase kesalahan yang didapat adalah :

1. Fasa U-V

Secara teori Vs = Vp maka Vs teori adalah Vp pengukuran dengan fasa yang

bersesuaian.

% Kesalahan = Phase voltage Teori – Phase voltage Pengukuran x 100 % Phase voltage Teori

= 371 - 367,5 x 100 % = 0,94 % 371

2. Fasa V- W

Secara teori Vs = Vp maka Vs teori adalah Vp pengukuran dengan fasa yang

bersesuaian,

% Kesalahan = Phase voltage Teori – Phase voltage Pengukuran x 100 % Phase voltage Teori

= 379 - 379 x 100 % = 0 % 379

3. Fasa W – U

Secara teori Vs = Vp maka Vs teori adalah Vp pengukuran dengan fasa yang

bersesuaian,

% Kesalahan = Phase voltage Teori – Phase voltage Pengukuran x 100 % Phase voltage Teori

= 377 - 357,9 x 100 % = 5,06 % 377

6.1.5 Tabel Persentase Kesalahan

Tabel 2.2.10 Tabel Persentase Kesalahan Sambungan Delta - Delta

Input / Output KonfigurasiHubungan Delta - Delta

Phase voltageTeori

Vs = VpPengukuran

Vs%

Kesalahan

U-V 371 367,5 0,94%V-W 379 379 0,00%W-U 377 357,9 5,06%

6.1.6 Analisa Grafik

Dari ketiga fasa dalam hubungan delta - delta tersebut dapat dirangkum

phase voltage sekundernya dalam grafik berikut :

Gambar 2.2.5 Grafik Hubungan Delta – Delta

Dari grafik diatas diketahui pada sambungan Delta – Delta cenderung nilai

Vp (Tegangan Primer) lebih besar dibandingkan nilai Vs (Tegangan Sekunder).

Seharusnya pada sambungan delta – delta besarnya tegangan primer sama dengan

tegangan sekunder.

6.1.7 Kesimpulan

Besarnya Vs (tegangan sekunder) pada sambungan Delta - Delta untuk

berbagai fasa tegangan tidak sama dengan besarnya Vp (tegangan primer).

Persentase kesalahan terbesar yaitu terjadi pada fasa W – U yaitu 5.06 %. Hal ini

bisa saja disebabkan saat proses menginduksikan arus dari primer menuju

sekunder, terdapat tegangan yang hilang sehingga tegangan yang terukur pada Vs

tidak sama dengan Vp.

6.2 Sambungan Delta – Y

6.2.1 Perhitungan Secara Teori

Hubungan Vs dan Vp pada sambungan Delta – Y dirumuskan sebagai

berikut :

Vs = 1,732 x Vp

Sehingga di dapat besar Vs pengukuran dan Vs teori serta persentase

kesalahannya sebagai berikut :

1. Fasa U – V

Vs (teori) = 1,732 x 372 = 644,304

2. Fasa V - W

Vs (teori) = 1,732 x 379 = 656,428

3. Fasa W - U

Vs (teori) = 1,732 x 377 = 652,964

6.2.2 Tabel Perhitungan Secara Teori

Tabel 2.2.11 Tabel Perhitungan Secara Teori Sambungan Delta - Y

Input / Output KonfigurasiHubungan Delta - Y

Phase voltageTeori

Vs = 1,732xVp

U-V 644,304V-W 656,428W-U 652,964

6.2.3 Tabel Perbandingan Secara Teori dan Pengukuran

Tabel 2.2.12 Tabel Perbandingan Secara Teori dan Pengukuran Sambungan Delta - Y

Input / Output KonfigurasiHubungan Delta - Y

Phase voltageTeori Vs =

1,732xVp

Pengukuran Vs

U-V 644,304 668V-W 656,428 639W-U 652,964 623

6.2.4 Perhitungan Persentase Kesalahan

1. Fasa U – V

% Kesalahan = Phase voltage Teori – Phase voltage Pengukuran x 100% Phase voltage Teori

= 644,304 - 668 x 100 % = 0,82 % 644,304

2. Fasa V - W

% Kesalahan = Phase voltage Teori – Phase voltage Pengukuran x 100%

Phase voltage Teori

= 656,428 - 639 x 100 % = 2,65 % 656,428

3.Fasa W - U

% Kesalahan = Phase voltage Teori – Phase voltage Pengukuran x 100%

Phase voltage Teori

= 652,964- 623 x 100 % = 4,58 % 652,964

6.2.5 Tabel Persentase Kesalahan

Tabel 2.2.13 Tabel Persentase Kesalahan Sambungan Delta-Y

Input / Output KonfigurasiHubungan Delta - Y

Phase voltageTeori Vs =

1,732xVp

Pengukuran Vs

% Kesalahan

U-V 644,304 668 0,82%V-W 656,428 639 2,65%W-U 652,964 623 4,58%

6.2.6 Analisa Grafik

Dari ketiga fasa dalam hubungan delta - Y tersebut dapat dirangkum phase

voltage sekundernya dalam grafik berikut :

Gambar 2.2.6 Grafik Hubungan Delta – Y

Pada sambungan Delta – Y nilai Vp (Tegangan Primer) hampir 1.5 kali

lebih kecil dibandingkan nilai Vs (Tegangan Sekunder). Pada sambungan delta –

Y besarnya tegangan sekunder sama dengan 1.732 kali tegangan sekunder. Dari

grafik diatas dapat dilihat hasil secare teori yang di dapat lebih besar

dibandingkan dengan hasil secara pengukuran.

6.2.7 Kesimpulan

Persentase kesalahan terbesar yaitu terjadi pada fasa W – U yaitu 4.58 %.

Hal ini bisa saja disebabkan saat proses menginduksikan arus dari primer menuju

sekunder, terdapat tegangan yang hilang sehingga tegangan yang terukur pada Vs

tidak sama dengan 1.732 kali Vp.

6.3 Sambungan Y – Y

6.3.1 Perhitungan Secara Teori

Pada sambungan Y – Y pada bagian primer dan sekunder transformator

adalah Vs = Vp , sehingga besarnya tegangan sekunder antar fasa sama dengan

tegangan primernya.

6.3.2 Tabel Perhitungan Secara Teori

Tabel 2.2.14 Tabel Perhitngan Secara Teori Sambungan Y -Y

Input / Output KonfigurasiHubungan Y-Y

Phase voltageSekunderVs = Vp

U-V 372V-W 379W-U 377

6.3.3 Tabel Perbandingan Secara Teori dan Pengukuran

Tabel 2.2.15 Tabel Perbandingan Secara Teori dan Pengukuran Sambungan Y - Y

Input / Output KonfigurasiHubungan Y - Y

Phase voltage

Teori Vs = Vp

Pengukuran Vs

U-V 372 384,3V-W 379 385,4W-U 377 377,7

6.3.4 Perhitungan Persentase Kesalahan

Pada hasil pengukuran tersebut besarnya Vs antar fasa tidak sepenuhnya

sama dengan Vp sehingga persentase kesalahan yang didapat adalah :

1. Fasa U-V

Secara teori Vs = Vp maka Vs teori adalah Vp pengukuran dengan fasa

yang bersesuaian.

% Kesalahan = Phase voltage Teori – Phase voltage Pengukuran x 100% Phase voltage Teori

= 372- 384 , 3 x 100 % = 3,30 % 372

2. Fasa V - W

Secara teori Vs = Vp maka Vs teori adalah Vp pengukuran dengan fasa

yang bersesuaian.

% Kesalahan = Phase voltage Teori – Phase voltage Pengukuran x 100% Phase voltage Teori

= 379- 385 , 4 x 100 % = 1,68% 379

3. Fasa W - U

Secara teori Vs = Vp maka Vs teori adalah Vp pengukuran dengan fasa

yang bersesuaian.

% Kesalahan = Phase voltage Teori – Phase voltage Pengukuran x 100% Phase voltage Teori

= 377- 377 , 7 x 100 % = 0,18 % 377

6.3.5 Tabel Persentase Kesalahan

Tabel 2.2.16 Tabel Persentase Kesalahan Sambungan Y - Y

Input / Output KonfigurasiHubungan Y - Y

Phase voltageTeori

Vs = VpPengukuran

Vs%

Kesalahan

U-V 372 366 3,30%V-W 379 371 1,68%W-U 377 370 0,18%

6.3.6 Analisa Grafik

Dari ketiga fasa dalam hubungan Y - Y tersebut dapat dirangkum phase

voltage sekundernya dalam grafik berikut :

Gambar 2.2.7 Grafik Hubungan Y – Y

Pada sambungan Y – Y, secara teoritis nilai Vp (Tegangan Primer) sama

dengan tegangan sekundernya. Namun dari gambar grafik di atas diketahui bahwa

besarnya Vs secara teori lebih besar dibandingkan dengan Vs saat pengukuran.

6.3.7 Kesimpulan

Persentase kesalahan terbesar yaitu terjadi pada fasa V – W yaitu 3,30 %.

Hal ini bisa saja disebabkan saat proses menginduksikan arus dari primer menuju

sekunder, terdapat tegangan yang hilang sehingga tegangan yang terukur pada Vp

tidak sama dengan Vs.

6.4 Sambungan Y – Delta

6.4.1 Perhitungan Secara Teori

Hubungan Vs dan Vp pada sambungan Y – Delta dirumuskan sebagai

berikut :

Vs = Vp / 1,732

Sehingga di dapat besar Vs pengukuran dan Vs teori serta persentase

kesalahannya sebagai berikut :

1. Fasa U - V

Vs (teori) = Vp / 1,732

= 371 / 1,732 = 214,203233

2. Fasa V - W

Vs (teori) = Vp / 1,732

= 379 / 1,732 = 218,822171

3. Fasa W - U

Vs (teori) = Vp / 1,732

= 377 / 1,732 = 217,667436

6.4.2 Tabel Perhitungan Secara Teori

Tabel 2.2.17 Tabel Perhitungan Secara Teori Sambungan Y-Delta

Input / Output KonfigurasiHubungan Y - Delta

Phase voltageSekunder

Vs = Vp/1,732U-V 214,203233V-W 218,822171W-U 217,667436

6.4.3 Tabel Perbandingan Secara Teori dan Pengukuran

Tabel 2.2.18 Tabel Perbandingan Secara Teori dan Pengukuran Sambungan Y - Delta

Input / Output KonfigurasiHubungan Y - Delta

Phase voltage

Teori Vs = Vp/1,732

Pengukuran Vs

U-V 214,203233 219,5V-W 218,822171 223,2W-U 217,667436 219,9

6.4.4 Perhitungan Persentase Kesalahan

1.Fasa U - V

% Kesalahan = Phase voltage Teori – Phase voltage Pengukuran x 100 %

Phase voltage Teori

= 214,203233 - 219,5 x 100 % = 2,47 % 214,203233

2. Fasa V - W

% Kesalahan = Phase voltage Teori – Phase voltage Pengukuran x 100 %

Phase voltage Teori

= 218,822171 - 223,2 x 100 % = 2,00 % 218,822171

3. Fasa W - U

% Kesalahan = Phase voltage Teori – Phase voltage Pengukuran x 100 %

Phase voltage Teori

= 217,667436 - 219,9 x 100 % = 1,02 % 217,6674362

6.4.5 Tabel Persentase Kesalahan

Tabel 2.2.19 Tabel Persentase Kesalahan Hubungan Y - Delta

Input / Output KonfigurasiHubungan Y - Delta

Phase voltageTeori

Vs = Vp/1.732Pengukuran Vs % Kesalahan

U-V 214,203233 210 2,47 %V-W 218,822171 211 2,00 %W-U 217,667436 213 1,02 %

6.4.6 Analisa Grafik

Dari ketiga fasa dalam hubungan Y - Y tersebut dapat dirangkum phase

voltage sekundernya dalam grafik berikut :

Gambar 2.2.8 Grafik Hubungan Y – Delta

Pada sambungan Y – Delta, secara teoritis nilai Vs (Tegangan sekunder)

sama dengan tegangan primernya dibagi dengan 1.732. Dari grafik diatas

diketahui bahwa besarnya Vs secara teori lebih besar dibandingkan Vs secara

pengukuran.

6.4.7 Kesimpulan

Persentase kesalahan terbesar yaitu terjadi pada fasa V – W yaitu 2.47 %.

Hal ini bisa saja disebabkan saat proses menginduksikan arus dari primer menuju

sekunder, terdapat tegangan yang hilang sehingga tegangan yang terukur pada Vs

tidak sama dengan Vs dibagi 1.732.

VII. Kesimpulan

Dari hasil analisa tersebut didapat kesimpulan sebagai berikut :

1. Besarnya Vs (tegangan sekunder) pada sambungan Delta - Delta

untuk berbagai fasa tegangan tidak sama dengan besarnya Vp

(tegangan primer). Persentase kesalahan terbesar yaitu terjadi pada

fasa W – U yaitu 6.631%. Hal ini bisa saja disebabkan saat proses

menginduksikan arus dari primer menuju sekunder, terdapat

tegangan yang hilang sehingga tegangan yang terukur pada Vs

tidak sama dengan Vp. Dapat juga disebabkan ketidakakuratan alat

ukur dalam menunjukkan hasil pengukuran.

2. Pada sambungan Delta – Y, besarnya Vs hampir 1.732 kali Vp.

Namun pada hasil pengukuran besarnya Vs kurang lebih hanya 1.5

kali Vp. Persentase kesalahan terbesar yaitu terjadi pada fasa W –

U yaitu 5.66 %. Hal ini bisa saja disebabkan saat proses

menginduksikan arus dari primer menuju sekunder, terdapat

tegangan yang hilang sehingga tegangan yang terukur pada Vs

tidak sama dengan 1.732 kali Vp. Dapat juga disebabkan

ketidakakuratan alat ukur dalam menunjukkan hasil pengukuran.

3. Pada sambungan Y – Y, besarnya Vs sama dengan besarnya Vp.

Namun berdasarkan hasil pengukuran, besarnya Vs tidak sama

dengan Vp. Persentase kesalahan terbesar yaitu terjadi pada fasa V

– W yaitu 2.11 %. Hal ini bisa saja disebabkan saat proses

menginduksikan arus dari primer menuju sekunder, terdapat

tegangan yang hilang sehingga tegangan yang terukur pada Vp

tidak sama dengan Vs. Dapat juga disebabkan ketidak akuratan alat

ukur dalam menunjukkan hasil pengukuran.

4. Pada sambungan Y – Delta, besarnya Vs adalah Vp/1.732.

Persentase kesalahan terbesar yaitu terjadi pada fasa V – W yaitu

3.57 %. Hal ini bisa saja disebabkan saat proses menginduksikan

arus dari primer menuju sekunder, terdapat tegangan yang hilang

sehingga tegangan yang terukur pada Vs tidak sama dengan Vs

dibagi 1.732.