p2 eks2 (siap acc)
DESCRIPTION
mTRANSCRIPT
BAB II
EKSPERIMEN 2
RANGKAIAN TIGA FASA SERTA HUBUNGAN
Y (BINTANG) DAN DELTA (∆)
I. Tujuan
Untuk mempelajari hubungan arus dan tegangan pada hubungan Y dan
delta pada rangkaian tiga fasa.
II. Alat dan Bahan
1. Papan (mount) BR-3
2. Papan NO-11 (sambungan transformator tiga fasa)
3. Multimeter digital
4. Kabel koneksi masukkan tiga fasa
5. Kabel koneksi
III. Dasar Teori
3.1 Konstruksi Dan Prinsip Kerja Transformator Tiga Fasa
Sebuah transformator 3 fasa dapat diperoleh dari 3 buah transformator satu
fasa atau unit 3 fasa. Jika suplai 3 fasa yang digunakan adalah V1,V2, dan V3 dan
masing-masing menghasilkan fluks (φ1,φ2, dan φ3) yang masing-masing fluks
beda fasa 120º, maka berdasarkan hukum faraday pada lilitan primer dan lilitan
sekunder masing-masing akan menghasilkan ggl induksi dan masing-masing fasa
juga berjarak 120º.
3.2 Transformator hubungan segitiga-bintang (delta-wye)
Pada hubungan segitiga-bintang (delta-wye), tegangan yang melalui setiap
lilitan primer adalah sama dengan tegangan line masukan. Tegangan saluran
keluaran adalah sama dengan 1,73 kali tegangan sekunder yang melalui setiap
transformator. Arus line pada phasa A, B dan C adalah 1,73 kali arus pada lilitan
sekunder. Arus line pada fasa 1, 2 dan 3 adalah sama dengan arus pada lilitan
sekunder.
Gambar 2.2.1 Hubungan Segitiga-Bintang (Delta-wye)
Hubungan delta-bintang menghasilkan beda fasa 30° antara tegangan
saluran masukan dan saluran transmisi keluaran. Maka dari itu, tegangan line
keluaran E12 adalah 30° mendahului tegangan line masukan EAB, seperti dapat
dilihat dari diagram phasor. Jika saluran keluaran memasuki kelompok beban
terisolasi, beda fasanya tidak masalah. Tetapi jika saluran dihubungkan paralel
dengan saluran masukan dengan sumber lain, beda phasa 30° mungkin akan
membuat hubungan paralel tidak memungkinkan, sekalipun jika saluran
tegangannya sebaliknya identik
.Keuntungan penting dari hubungan bintang adalah bahwa akan
menghasilkan banyak isolasi/penyekatan yang dihasilkan di dalam transformator.
Lilitan HV (High Voltage/tegangan tinggi) telah diisolasi/dipisahkan hanya 1/1,73
atau 58% dari tegangan saluran
Gambar 2.2.2 Skema Diagram Hubungan Delta-Bintang dan Diagram Phasor
3.3 Sambungan Transformator 3 Fasa
Terdapat bermacam-macam kombinasi sambungan di dalam transformator
3 fasa. Kombinasi sambungan transformator tersebut dapat digunakan untuk
memindahkan daya dari daya 3 fasa ke daya 3 fasa, dari tiga fasa ke enam fasa,
dan sebagainya. Terdapat kombinasi sambungan transformator 3 fasa yaitu seperti
tabel berikut:
Tabel 2.2.1 Tabel Kombinasi Sambungan Transformator 3 Fasa
Dari bermacam-macam variasi kombinasi sambungan seperti tersebut diatas, yang
lazim digunakan sesuai dengan normalisasi pabrik (VDE 0532) adalah :
Primer : sambungan bintang (Y) dan segitiga (∆)
Sekunder : sambungan bintang (Y) dan segitiga (∆) dan liku-liku (Z)
Primer Sekunder PenulisanBintang Bintang YyBintang Segitiga YdBintang Zig-zag YzSegitiga Bintang DySegitiga Segitiga DdSegitiga Zig-zag Dz
Gambar 2.2.3 Hubungan Segitiga Primer - Sekunder
Tinjauan masing-masing sambungan baik pada sisi primer maupun sisi sekunder
adalah sebagai berikut:
3.3.1 Sambungan Bintang (Y)
Pada sambungan ini diperoleh persamaan :
Vfasa(Vf) = Vline / ………………………………………………………(2.2.1)
Ifasa (If) = I line (IL)………………………………………………………...(2.2.2)
Daya = VL*IL* ……………………………………………………..(2.2.3a)
= 3 * Vf * If* cos Ѳ …………………………………………...….(2.2.3b)
3.3.2 Sambungan Segitiga (∆)
Pada sambungan ini diperoleh persamaan :
Vfasa(Vf) = Vline (VL) …………………………………………………..(2.2.4)
Arus fasa (If) = I line(IL) * ..…………………………………….………..(2.2.5)
Daya = VL*IL* *cos Ѳ ………...……………….……………...(2.2.6a)
= 3 * Vf * If * cos Ѳ ……………………………….………...(2.2.6b)
IV. Langkah Percobaan
Adapun langkah percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. Pasang papan No-11 ke papan (mount). Pastikan saklar daya di
bagian kiri bawah papan dalam kondisi mati (lihat pada Gambar
4.1).
2. Konfigurasikan saklar primer dan sekunder ke “delta”.
3. Pastikan pemutus sirkuit utama dalam kondisi mati. Hubungkan
jalur Input ke terminal Input R, S, T pada papan NO-11.
Catatan :
Selalu berhati-hati dengan tegangan tinggi! Ketahuilah aturan keselamatan
sebelum menyentuh papan.
4. Hidupkan saklar daya dan ukur tegangan fase sekunder dan isi
tabel 4.1. Atur voltmeter ke kisaran paling sedikit 300V.
Tabel 2.2.2 Pengukuran Tegangan Fase.
Input/Output konfigurasi Tegangan fase
Primer Sekunder U-V V-W W-U
Delta
Delta
Y
Y
Delta
Y
Y
Delta
5. Matikan saklar daya. Konfigurasi ulang sekunder ke “Y”.
Hidupkan saklar daya. Ukur tegangan fase dan isilah Tabel 4.1.
6. Lanjutkan eksperimen untuk sisa kombinasi konfigurasi primer dan
sekunder. Selalu ingat untuk matikan saklar daya sebelum
membuat perubahan.
7. Bandingkan hasilnya dengan nilai yang diberikan pada tabel 4.1.
8. Konfigurasi kedua primer dan sekunder ke “Y” dan ukur tegangan
antara U, V, dan W ke N (netral). Jelaskan mengapa tegangan dari
fase ke netral bukanlah satu setengah dari fase ke fase tegangan.
V. Data Hasil Percobaan
Tabel 2.2.3 Koneksi 3 Fasa Transformator (Primer) Pengukuran Primary
INPUT/OUTPUT CONFIGURASI PHASE VOLTAGEPRIMER SEKUNDER U-V V-W W-U
Delta Delta 385,1 388,9 380,3Delta Y 385,1 388,9 380,3
Y Y 385,1 388,9 380,3Y Delta 385,1 388,9 380,3
Tabel 2.2.4(a) Koneksi 3 Fasa Transformator (Sekunder) Pengukuran Secondary
INPUT/OUTPUT CONFIGURASI PHASE VOLTAGEPRIMER SEKUNDER U-V V-W W-U
Delta Delta 367.5 379 357.9Delta Y 668 639 623
Y Y 384.3 385.4 377.7Y Delta 219.5 223.2 219.9
Tabel 2.2.4(b) Koneksi 3 Fasa Transformator dengan Netral (Sekunder) Pengukuran Secondary
INPUT/OUTPUT CONFIGURASI PHASE VOLTAGEPRIMER SEKUNDER U-N V-N W-N
Y Y 219.8 223.5 219.1
VI. Analisis Hasil Percobaan
Berdasarkan hasil pengukuran primer di dapat tegangan primer (Vp) antar
fasa sebagai berikut :
Tabel 2.2.5 Koneksi 3 Fasa Transformator (Primer) Pengukuran Primary
INPUT/OUTPUT CONFIGURASI PHASE VOLTAGEPRIMER SEKUNDER U-V V-W W-U
Delta Delta 385.1 388.9 380.3Delta Y 385.1 388.9 380.3
Y Y 385.1 388.9 380.3Y Delta 385.1 388.9 380.3
Sedangkan berdasarkan hasil pengukuran sekunder di dapat tegangan
sekunder (Vs) antar fasa sebagai berikut :
Tabel 2.2.6 Koneksi 3 Fasa Transformator (Sekunder) Pengukuran Secondary
INPUT/OUTPUT CONFIGURASI PHASE VOLTAGEPRIMER SEKUNDER U-V V-W W-U
Delta Delta 367.5 379 357.9Delta Y 668 639 623
Y Y 384.3 385.4 377.7Y Delta 219.5 223.2 219.9
Hubungan tegangan primer dan sekunder pada transformator 3 fasa
dirangkum dalam tabel di bawah ini :
Tabel 2.2.7 Hubungan Vs dan Vp Trafo 3 Fasa
Primer Sekunder Tegangan sekunder (Vs) dengan Np/Ns = 1
Delta Delta Vs=VpDelta Y Vs= 1,732xVpY Y Vs = VpY Delta Vs = Vp / 1,732
6.1 Sambungan Delta – Delta
6.1.1 Perhitungan Secara Teori
Sesuai dengan teori, sambungan Delta – Delta pada bagian primer dan
sekunder transformator adalah Vs = Vp , sehingga besarnya tegangan sekunder
antar fasa sama dengan tegangan primernya.
6.1.2 Tabel Perhitungan Secara Teori
Tabel 2.2.8 Tabel Perhitungan Secara Teori Sambungan Delta - Delta
Input / Output KonfigurasiHubungan Delta - Delta
Phase voltageSekunderVs = Vp
U-V 371V-W 379W-U 377
6.1.3 Tabel Perbandingan Secara Teori dan Pengukuran
Tabel 2.2.9 Tabel Perbandingan Secara Teori dan Pengukuran Sambungan Delta - Delta
Input / Output KonfigurasiHubungan Delta - Delta
Phase voltageTeori
Vs =VpPengukuran
Vs
U-V 371 367,5V-W 379 379W-U 377 357,9
6.1.4 Perhitungan Persentase Kesalahan
Pada hasil pengukuran tersebut besarnya Vs antar fasa tidak sepenuhnya
sama dengan Vp sehingga persentase kesalahan yang didapat adalah :
1. Fasa U-V
Secara teori Vs = Vp maka Vs teori adalah Vp pengukuran dengan fasa yang
bersesuaian.
% Kesalahan = Phase voltage Teori – Phase voltage Pengukuran x 100 % Phase voltage Teori
= 371 - 367,5 x 100 % = 0,94 % 371
2. Fasa V- W
Secara teori Vs = Vp maka Vs teori adalah Vp pengukuran dengan fasa yang
bersesuaian,
% Kesalahan = Phase voltage Teori – Phase voltage Pengukuran x 100 % Phase voltage Teori
= 379 - 379 x 100 % = 0 % 379
3. Fasa W – U
Secara teori Vs = Vp maka Vs teori adalah Vp pengukuran dengan fasa yang
bersesuaian,
% Kesalahan = Phase voltage Teori – Phase voltage Pengukuran x 100 % Phase voltage Teori
= 377 - 357,9 x 100 % = 5,06 % 377
6.1.5 Tabel Persentase Kesalahan
Tabel 2.2.10 Tabel Persentase Kesalahan Sambungan Delta - Delta
Input / Output KonfigurasiHubungan Delta - Delta
Phase voltageTeori
Vs = VpPengukuran
Vs%
Kesalahan
U-V 371 367,5 0,94%V-W 379 379 0,00%W-U 377 357,9 5,06%
6.1.6 Analisa Grafik
Dari ketiga fasa dalam hubungan delta - delta tersebut dapat dirangkum
phase voltage sekundernya dalam grafik berikut :
Gambar 2.2.5 Grafik Hubungan Delta – Delta
Dari grafik diatas diketahui pada sambungan Delta – Delta cenderung nilai
Vp (Tegangan Primer) lebih besar dibandingkan nilai Vs (Tegangan Sekunder).
Seharusnya pada sambungan delta – delta besarnya tegangan primer sama dengan
tegangan sekunder.
6.1.7 Kesimpulan
Besarnya Vs (tegangan sekunder) pada sambungan Delta - Delta untuk
berbagai fasa tegangan tidak sama dengan besarnya Vp (tegangan primer).
Persentase kesalahan terbesar yaitu terjadi pada fasa W – U yaitu 5.06 %. Hal ini
bisa saja disebabkan saat proses menginduksikan arus dari primer menuju
sekunder, terdapat tegangan yang hilang sehingga tegangan yang terukur pada Vs
tidak sama dengan Vp.
6.2 Sambungan Delta – Y
6.2.1 Perhitungan Secara Teori
Hubungan Vs dan Vp pada sambungan Delta – Y dirumuskan sebagai
berikut :
Vs = 1,732 x Vp
Sehingga di dapat besar Vs pengukuran dan Vs teori serta persentase
kesalahannya sebagai berikut :
1. Fasa U – V
Vs (teori) = 1,732 x 372 = 644,304
2. Fasa V - W
Vs (teori) = 1,732 x 379 = 656,428
3. Fasa W - U
Vs (teori) = 1,732 x 377 = 652,964
6.2.2 Tabel Perhitungan Secara Teori
Tabel 2.2.11 Tabel Perhitungan Secara Teori Sambungan Delta - Y
Input / Output KonfigurasiHubungan Delta - Y
Phase voltageTeori
Vs = 1,732xVp
U-V 644,304V-W 656,428W-U 652,964
6.2.3 Tabel Perbandingan Secara Teori dan Pengukuran
Tabel 2.2.12 Tabel Perbandingan Secara Teori dan Pengukuran Sambungan Delta - Y
Input / Output KonfigurasiHubungan Delta - Y
Phase voltageTeori Vs =
1,732xVp
Pengukuran Vs
U-V 644,304 668V-W 656,428 639W-U 652,964 623
6.2.4 Perhitungan Persentase Kesalahan
1. Fasa U – V
% Kesalahan = Phase voltage Teori – Phase voltage Pengukuran x 100% Phase voltage Teori
= 644,304 - 668 x 100 % = 0,82 % 644,304
2. Fasa V - W
% Kesalahan = Phase voltage Teori – Phase voltage Pengukuran x 100%
Phase voltage Teori
= 656,428 - 639 x 100 % = 2,65 % 656,428
3.Fasa W - U
% Kesalahan = Phase voltage Teori – Phase voltage Pengukuran x 100%
Phase voltage Teori
= 652,964- 623 x 100 % = 4,58 % 652,964
6.2.5 Tabel Persentase Kesalahan
Tabel 2.2.13 Tabel Persentase Kesalahan Sambungan Delta-Y
Input / Output KonfigurasiHubungan Delta - Y
Phase voltageTeori Vs =
1,732xVp
Pengukuran Vs
% Kesalahan
U-V 644,304 668 0,82%V-W 656,428 639 2,65%W-U 652,964 623 4,58%
6.2.6 Analisa Grafik
Dari ketiga fasa dalam hubungan delta - Y tersebut dapat dirangkum phase
voltage sekundernya dalam grafik berikut :
Gambar 2.2.6 Grafik Hubungan Delta – Y
Pada sambungan Delta – Y nilai Vp (Tegangan Primer) hampir 1.5 kali
lebih kecil dibandingkan nilai Vs (Tegangan Sekunder). Pada sambungan delta –
Y besarnya tegangan sekunder sama dengan 1.732 kali tegangan sekunder. Dari
grafik diatas dapat dilihat hasil secare teori yang di dapat lebih besar
dibandingkan dengan hasil secara pengukuran.
6.2.7 Kesimpulan
Persentase kesalahan terbesar yaitu terjadi pada fasa W – U yaitu 4.58 %.
Hal ini bisa saja disebabkan saat proses menginduksikan arus dari primer menuju
sekunder, terdapat tegangan yang hilang sehingga tegangan yang terukur pada Vs
tidak sama dengan 1.732 kali Vp.
6.3 Sambungan Y – Y
6.3.1 Perhitungan Secara Teori
Pada sambungan Y – Y pada bagian primer dan sekunder transformator
adalah Vs = Vp , sehingga besarnya tegangan sekunder antar fasa sama dengan
tegangan primernya.
6.3.2 Tabel Perhitungan Secara Teori
Tabel 2.2.14 Tabel Perhitngan Secara Teori Sambungan Y -Y
Input / Output KonfigurasiHubungan Y-Y
Phase voltageSekunderVs = Vp
U-V 372V-W 379W-U 377
6.3.3 Tabel Perbandingan Secara Teori dan Pengukuran
Tabel 2.2.15 Tabel Perbandingan Secara Teori dan Pengukuran Sambungan Y - Y
Input / Output KonfigurasiHubungan Y - Y
Phase voltage
Teori Vs = Vp
Pengukuran Vs
U-V 372 384,3V-W 379 385,4W-U 377 377,7
6.3.4 Perhitungan Persentase Kesalahan
Pada hasil pengukuran tersebut besarnya Vs antar fasa tidak sepenuhnya
sama dengan Vp sehingga persentase kesalahan yang didapat adalah :
1. Fasa U-V
Secara teori Vs = Vp maka Vs teori adalah Vp pengukuran dengan fasa
yang bersesuaian.
% Kesalahan = Phase voltage Teori – Phase voltage Pengukuran x 100% Phase voltage Teori
= 372- 384 , 3 x 100 % = 3,30 % 372
2. Fasa V - W
Secara teori Vs = Vp maka Vs teori adalah Vp pengukuran dengan fasa
yang bersesuaian.
% Kesalahan = Phase voltage Teori – Phase voltage Pengukuran x 100% Phase voltage Teori
= 379- 385 , 4 x 100 % = 1,68% 379
3. Fasa W - U
Secara teori Vs = Vp maka Vs teori adalah Vp pengukuran dengan fasa
yang bersesuaian.
% Kesalahan = Phase voltage Teori – Phase voltage Pengukuran x 100% Phase voltage Teori
= 377- 377 , 7 x 100 % = 0,18 % 377
6.3.5 Tabel Persentase Kesalahan
Tabel 2.2.16 Tabel Persentase Kesalahan Sambungan Y - Y
Input / Output KonfigurasiHubungan Y - Y
Phase voltageTeori
Vs = VpPengukuran
Vs%
Kesalahan
U-V 372 366 3,30%V-W 379 371 1,68%W-U 377 370 0,18%
6.3.6 Analisa Grafik
Dari ketiga fasa dalam hubungan Y - Y tersebut dapat dirangkum phase
voltage sekundernya dalam grafik berikut :
Gambar 2.2.7 Grafik Hubungan Y – Y
Pada sambungan Y – Y, secara teoritis nilai Vp (Tegangan Primer) sama
dengan tegangan sekundernya. Namun dari gambar grafik di atas diketahui bahwa
besarnya Vs secara teori lebih besar dibandingkan dengan Vs saat pengukuran.
6.3.7 Kesimpulan
Persentase kesalahan terbesar yaitu terjadi pada fasa V – W yaitu 3,30 %.
Hal ini bisa saja disebabkan saat proses menginduksikan arus dari primer menuju
sekunder, terdapat tegangan yang hilang sehingga tegangan yang terukur pada Vp
tidak sama dengan Vs.
6.4 Sambungan Y – Delta
6.4.1 Perhitungan Secara Teori
Hubungan Vs dan Vp pada sambungan Y – Delta dirumuskan sebagai
berikut :
Vs = Vp / 1,732
Sehingga di dapat besar Vs pengukuran dan Vs teori serta persentase
kesalahannya sebagai berikut :
1. Fasa U - V
Vs (teori) = Vp / 1,732
= 371 / 1,732 = 214,203233
2. Fasa V - W
Vs (teori) = Vp / 1,732
= 379 / 1,732 = 218,822171
3. Fasa W - U
Vs (teori) = Vp / 1,732
= 377 / 1,732 = 217,667436
6.4.2 Tabel Perhitungan Secara Teori
Tabel 2.2.17 Tabel Perhitungan Secara Teori Sambungan Y-Delta
Input / Output KonfigurasiHubungan Y - Delta
Phase voltageSekunder
Vs = Vp/1,732U-V 214,203233V-W 218,822171W-U 217,667436
6.4.3 Tabel Perbandingan Secara Teori dan Pengukuran
Tabel 2.2.18 Tabel Perbandingan Secara Teori dan Pengukuran Sambungan Y - Delta
Input / Output KonfigurasiHubungan Y - Delta
Phase voltage
Teori Vs = Vp/1,732
Pengukuran Vs
U-V 214,203233 219,5V-W 218,822171 223,2W-U 217,667436 219,9
6.4.4 Perhitungan Persentase Kesalahan
1.Fasa U - V
% Kesalahan = Phase voltage Teori – Phase voltage Pengukuran x 100 %
Phase voltage Teori
= 214,203233 - 219,5 x 100 % = 2,47 % 214,203233
2. Fasa V - W
% Kesalahan = Phase voltage Teori – Phase voltage Pengukuran x 100 %
Phase voltage Teori
= 218,822171 - 223,2 x 100 % = 2,00 % 218,822171
3. Fasa W - U
% Kesalahan = Phase voltage Teori – Phase voltage Pengukuran x 100 %
Phase voltage Teori
= 217,667436 - 219,9 x 100 % = 1,02 % 217,6674362
6.4.5 Tabel Persentase Kesalahan
Tabel 2.2.19 Tabel Persentase Kesalahan Hubungan Y - Delta
Input / Output KonfigurasiHubungan Y - Delta
Phase voltageTeori
Vs = Vp/1.732Pengukuran Vs % Kesalahan
U-V 214,203233 210 2,47 %V-W 218,822171 211 2,00 %W-U 217,667436 213 1,02 %
6.4.6 Analisa Grafik
Dari ketiga fasa dalam hubungan Y - Y tersebut dapat dirangkum phase
voltage sekundernya dalam grafik berikut :
Gambar 2.2.8 Grafik Hubungan Y – Delta
Pada sambungan Y – Delta, secara teoritis nilai Vs (Tegangan sekunder)
sama dengan tegangan primernya dibagi dengan 1.732. Dari grafik diatas
diketahui bahwa besarnya Vs secara teori lebih besar dibandingkan Vs secara
pengukuran.
6.4.7 Kesimpulan
Persentase kesalahan terbesar yaitu terjadi pada fasa V – W yaitu 2.47 %.
Hal ini bisa saja disebabkan saat proses menginduksikan arus dari primer menuju
sekunder, terdapat tegangan yang hilang sehingga tegangan yang terukur pada Vs
tidak sama dengan Vs dibagi 1.732.
VII. Kesimpulan
Dari hasil analisa tersebut didapat kesimpulan sebagai berikut :
1. Besarnya Vs (tegangan sekunder) pada sambungan Delta - Delta
untuk berbagai fasa tegangan tidak sama dengan besarnya Vp
(tegangan primer). Persentase kesalahan terbesar yaitu terjadi pada
fasa W – U yaitu 6.631%. Hal ini bisa saja disebabkan saat proses
menginduksikan arus dari primer menuju sekunder, terdapat
tegangan yang hilang sehingga tegangan yang terukur pada Vs
tidak sama dengan Vp. Dapat juga disebabkan ketidakakuratan alat
ukur dalam menunjukkan hasil pengukuran.
2. Pada sambungan Delta – Y, besarnya Vs hampir 1.732 kali Vp.
Namun pada hasil pengukuran besarnya Vs kurang lebih hanya 1.5
kali Vp. Persentase kesalahan terbesar yaitu terjadi pada fasa W –
U yaitu 5.66 %. Hal ini bisa saja disebabkan saat proses
menginduksikan arus dari primer menuju sekunder, terdapat
tegangan yang hilang sehingga tegangan yang terukur pada Vs
tidak sama dengan 1.732 kali Vp. Dapat juga disebabkan
ketidakakuratan alat ukur dalam menunjukkan hasil pengukuran.
3. Pada sambungan Y – Y, besarnya Vs sama dengan besarnya Vp.
Namun berdasarkan hasil pengukuran, besarnya Vs tidak sama
dengan Vp. Persentase kesalahan terbesar yaitu terjadi pada fasa V
– W yaitu 2.11 %. Hal ini bisa saja disebabkan saat proses
menginduksikan arus dari primer menuju sekunder, terdapat
tegangan yang hilang sehingga tegangan yang terukur pada Vp
tidak sama dengan Vs. Dapat juga disebabkan ketidak akuratan alat
ukur dalam menunjukkan hasil pengukuran.
4. Pada sambungan Y – Delta, besarnya Vs adalah Vp/1.732.
Persentase kesalahan terbesar yaitu terjadi pada fasa V – W yaitu
3.57 %. Hal ini bisa saja disebabkan saat proses menginduksikan
arus dari primer menuju sekunder, terdapat tegangan yang hilang