p u t u s a n - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · graha surveyor...

38
Hal. 1 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006 P U T U S A N No. 03 K/KPPU/ 2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara : KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK INDONESIA, berkedudukan di Jalan Ir.H.Juanda No.36, Jakarta Pusat, yang diwakili oleh : Dr. SYAMSUL MAARIF, SH.,LLM., Ketua KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK INDONESIA, dan dalam hal ini memberi kuasa kepada R.KURNIA SYA’RANIE, SH., MH., Direktur Penegakan Hukum pada Sekretariat Komisi Pengawas Persaingan Usaha, dan kawan-kawan, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 13 April 2006, Pemohon Kasasi dahulu Termohon ; m e l a w a n : 1. PT. SURVEYOR INDONESIA (PERSERO) , berkedudukan di Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING COMPANY OF INDONESIA , berkedudukan di Graha Sucofindo, Jalan Raya Pasar Minggu Kav.34, Jakarta, dan dalam hal ini keduanya memberi kuasa kepada Prof.Dr.MARIAM DARUS, SH., Advokat, dan kawan-kawan, berkantor di Gedung Manggala Wanabakti Blok IV Lantai 8 Wing B, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Senayan, Jakarta, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 12 Mei 2006, para Termohon Kasasi dahulu para Pemohon I dan II ; Mahkamah Agung tersebut ; Membaca surat-surat yang bersangkutan ; Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang para Termohon Kasasi dahulu sebagai para Pemohon I dan II telah mengajukan keberatan terhadap putusan Pemohon Kasasi dahulu sebagai Termohon di muka persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada pokoknya atas dalil-dalil :

Upload: vantram

Post on 30-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 1 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

P U T U S A N

No. 03 K/KPPU/ 2006

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

M A H K A M A H A G U N G

memeriksa perkara perdata dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai

berikut dalam perkara :

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK

INDONESIA, berkedudukan di Jalan Ir.H.Juanda No.36, Jakarta

Pusat, yang diwakili oleh : Dr. SYAMSUL MAARIF, SH.,LLM.,

Ketua KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK

INDONESIA, dan dalam hal ini memberi kuasa kepada

R.KURNIA SYA’RANIE, SH., MH., Direktur Penegakan Hukum

pada Sekretariat Komisi Pengawas Persaingan Usaha, dan

kawan-kawan, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 13 April

2006,

Pemohon Kasasi dahulu Termohon ;

m e l a w a n :

1. PT. SURVEYOR INDONESIA (PERSERO) , berkedudukan di

Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto,

Kav.56, Jakarta,

2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING COMPANY OF

INDONESIA , berkedudukan di Graha Sucofindo, Jalan Raya

Pasar Minggu Kav.34, Jakarta, dan dalam hal ini keduanya

memberi kuasa kepada Prof.Dr.MARIAM DARUS, SH.,

Advokat, dan kawan-kawan, berkantor di Gedung Manggala

Wanabakti Blok IV Lantai 8 Wing B, Jalan Jenderal Gatot

Subroto, Senayan, Jakarta, berdasarkan surat kuasa khusus

tanggal 12 Mei 2006,

para Termohon Kasasi dahulu para Pemohon I dan II ;

Mahkamah Agung tersebut ;

Membaca surat-surat yang bersangkutan ;

Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang

para Termohon Kasasi dahulu sebagai para Pemohon I dan II telah

mengajukan keberatan terhadap putusan Pemohon Kasasi dahulu sebagai

Termohon di muka persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada

pokoknya atas dalil-dalil :

Page 2: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 2 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

bahwa pada tanggal 30 Desember 2005, KPPU/Termohon telah

menjatuhkan Putusan No. 08/KPPU-I/2005 dengan diktum sebagai berikut :

1. Menyatakan bahwa Terlapor I dan Terlapor II terbukti secara sah dan

meyakinkan melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No.5

Tahun 1999 ;

2. Menyatakan bahwa Terlapor I dan Terlapor II terbukti secara sah dan

meyakinkan melanggar ketentuan Pasal 17 Undang-Undang No.5 Tahun

1999 ;

3. Menyatakan bahwa Terlapor I dan Terlapor II terbukti secara sah dan

meyakinkan melanggar ketentuan Pasal 19 huruf a Undang-Undang No.5

Tahun 1999 ;

4. Memerintahkan kepada Terlapor I dan Terlapor II untuk membatalkan

Kesepakatan Kerjasama antara PT. Surveyor Indonesia (Persero) dan PT

Superintending Company of Indonesia (Persero) mengenai Pelaksanaan

Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor Gula No.

MOU-01/SP-DRU/IX/2004.

B05.1/DRU-IX/SPMM/2004

tanggal 24 September 2004 dan menghentikan seluruh kegiatan verifikasi

atau penelusuran teknis impor guIa melalui KSO selambat-lambatnya 30

(tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya pemberitahuan putusan ini ;

5. Memerintahkan kepada Terlapor I dan Terlapor II untuk membayar denda

masing-masing sebesar Rp. 1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta

rupiah) dan disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran penerimaan negara

bukan pajak Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran Kantor

Perbendaharaan dan Kas Negara Jakarta I beralamat di Jalan Ir. H. Juanda

Nomor 19 melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan

harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung

sejak diterimanya pemberitahuan putusan ini ;

6. Memerintahkan kepada Terlapor I dan Terlapor II untuk tidak menunjuk SGS

Jenewa maupun perwakilan atau anak perusahaan SGS Geneva di negara

lain sebagai pelaksana verifikasi atau penelusuran teknis impor guIa di

negara asal barang dalam kaitannya dengan proses verifikasi impor gula

selama 1 (satu) tahun terhitung sejak diterimanya pemberitahuan Putusan

ini ;

7. Memerintahkan kepada Terlapor I dan Terlapor II untuk menerapkan praktek

persaingan usaha sehat dalam penentuan afiliasi di luar negeri dalam

pelaksanaan verifikasi atau penelusuran teknis impor gula terhitung sejak

Page 3: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 3 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

diterimanya pemberitahuan Putusan ini ;

8. Memerintahkan kepada Terlapor I dan Terlapor II untuk tidak memungut

biaya jasa verifikasi impor gula dari Importir Gula sebelum pungutan tersebut

mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

(DPR-RI) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku

terhitung sejak diterimanya pemberitahuan Putusan ini ;

Adapun dasar-dasar Keberatan dalam Permohonan ini dapat dikemukakan

sebagai berikut :

1. KEBERATAN MEMENUHI SYARAT FORMIL YANG DITENTUKAN OLEH

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.

Para Terlapor/Para Pemohon menjelaskan bahwa Keberatan yang diajukan

dalam kasus ini telah memenuhi syarat-syarat formil yang ditentukan

peraturan perundang-undangan sebagai berikut :

1.1 Keberatan Didasarkan Atas Hak Yang Ditentukan Pasal 44 Ayat (2)

Undang-Undang No.5 Tahun 1999 Jo. Pasal 1 Ayat (1) Perma No.3

Tahun 2005.

Pasal 44 ayat (2) Undang-Undang No.5 Tahun 1999 berbunyi sebagai

berikut :

"Pelaku Usaha dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri

selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah menerima

pemberitahuan Putusan tersebut ".

Selanjutnya Pasal 1 ayat (1) Perma No.3 Tahun 2005 (Bukti P-1)

berbunyi sebagai berikut :

"Keberatan adalah upaya hukum bagi Pelaku Usaha yang tidak

menerima Putusan KPPU".

Dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang disebut di atas,

Pelaku Usaha yang didudukkan sebagai Terlapor dalam Putusan KPPU

dapat dan berhak mengajukan keberatan terhadap Putusan KPPU

apabila Terlapor tidak menyetujui Putusan tersebut.

1.2. Tenggang Waktu Permohonan Keberatan Yang Diajukan Memenuhi

Syarat Formil Pasal 44 ayat (2) Undang-Undang No.5 Tahun 1999 Jo.

Pasal 4 Ayat (1) Perma No.3 Tahun 2005.

Mengenai tenggang waktu pengajuan Keberatan diatur dalam 2 (dua)

ketentuan sebagai berikut :

1) Pasal 44 ayat (2) Undang-Undang No.5 Tahun 1999 menyebutkan :

- Tenggang waktu untuk mengajukan Keberatan adalah paling lam-

bat 14 (empat belas) hari ;

Page 4: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 4 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

- Cara menghitung tenggang waktu adalah 14 (empat belas) hari

dari tanggal Pemberitahuan Putusan KPPU secara resmi kepada

Terlapor.

2) Pasal 4 ayat (1) Perma No.3 Tahun 2005 juga menegaskan :

Keberatan diajukan dalam waktu 14 (empat belas) hari ;

Perhitungan dimulai sejak Pelaku Usaha menerima pemberitahuan

Putusan KPPU ;

Bertitik tolak dari ketentuan tenggang waktu yang disebut di atas, in

casu, pemberitahuan Putusan KPPU No. 08/KPPU-1/2005 tanggal 30

Desember 2005 kepada Para Terlapor/Para Pemohon adalah tanggal

30 Desember 2005, sesuai dengan Berita Acara Penyerahan Petikan

Putusan KPPU Perkara No. 08/KPPU-I/2005 tanggal 30 Desember

2005 (Bukti P-2).

Sedangkan Keberatan terhadap Putusan KPPU diajukan pada tanggal

13 Januari 2006, sehingga dengan demikian berdasar fakta datum yang

dijelaskan di atas :

- Keberatan yang diajukan oleh Para Terlapor/Para Pemohon masih

dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang yaitu

14 (empat belas) hari ;

- Oleh karena itu, Keberatan yang diajukan oleh Para Terlapor/Para

Pemohon sah menurut hukum (Lawful) dan sesuai dengan tata

tertib beracara (due process of Law).

1.3. Pengajuan Keberatan Kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Se-

suai Dengan Jurisdiksi Relatif Yang Ditentukan Dalam Pasal 1 Angka

19 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 Jo. Pasal 2 Ayat (1) PERMA

No.3 Tahun 2005.

Bertitik tolak dari kedua ketentuan yang disebut diatas telah digariskan

secara tegas yurisdiksi/kompetensi relatif Pengadilan Negeri yang

berwenang menerima dan memeriksa keberatan terhadap putusan

KPPU yakni Pengadilan Negeri ditempat kedudukan hukum Pelaku

usaha.

In casu para Terlapor/para Pemohon berkedudukan atau beralamat di

wilayah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Dengan demikian, pengajuan Keberatan yang dilakukan para

Terlapor/para Pemohon kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

telah memenuhi ketentuan Yurisdiksi Relatif yang ditentukan peraturan

perundang-undangan. Oleh karena itu, Permohonan Keberatan ini sah

Page 5: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 5 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

(Lawful) dan sesuai dengan tata tertib beracara (due process of Law).

2. PUTUSAN KPPU NO.08/KPPU-I/2005 TANGGAL 30 DESEMBER 2005 ME-

LANGGAR PASAL 50 huruf a UNDANG-UNDANG NO.5 TAHUN 1999.

Menurut pertimbangan dan kesimpulan serta diktum Putusan KPPU

tersebut, para Terlapor/para Pemohon telah melanggar Pasal 5 ayat (1),

Pasal 17 dan Pasal 19 huruf a Undang-Undang No.5 Tahun 1999.

Atas pertimbangan dan kesimpulan serta diktum Putusan KPPU tersebut,

para Terlapor/para Pemohon menganggap hal itu salah (wrong) dan keliru

(mistake) dengan alasan Putusan KPPU tersebut telah melanggar (breach)

dan bertentangan (contrary) dengan ketentuan Pasal 50 huruf a Undang-

Undang No.5 Tahun 1999, karena tindakan dan kewenangan melakukan

verifikasi atau penelusuran teknis impor gula yang dilaksanakan oleh para

Terlapor/para Pemohon semata-mata untuk :

- Memenuhi perintah ketentuan peraturan perundang-undangan (to fullfil

statutory order) ;

- Perintah itu dilaksanakan para Terlapor/para Pemohon dalam rangka

mengawasi penertiban Tata Niaga Impor Gula demi kepentingan umum

sesuai dengan Kep.Menperindag No.527/MPP/Kep/9/2004 tanggal 17

September 2004 tentang Ketentuan Impor Gula ;

- Dengan demikian, tindakan melakukan verifikasi atau penelurusan teknis

impor gula yang dilakukan oleh para Terlapor/para Pemohon berada

dalam kerangka melaksanakan kebijakan publik (Public Policy) yang

didelegasikan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan kepada

para Terlapor/para Pemohon berdasar Kep.Menperindag No.527/

MPP/Kep/9/2004 tanggal 17 September 2004 dan Kep.Menperindag No.

594/MPP/Kep/9/2004 tanggal 23 September 2004.

2.1. Pengertian Peraturan Perundang-undangan, Diatur Dalam Pasal 7 Ayat

(1) Jo Pasal 7 Ayat (4) Dan Penjelasan Pasal 7 Ayat (4) Undang-Undang

No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan.

Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No.10 Tahun 2004 (Bukti P-3) berbunyi

sebagai berikut :

"Jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan adalah sebagai

berikut :

a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 ;

b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ;

Page 6: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 6 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

c. Peraturan Pemerintah ;

d. Peraturan Presiden ;

e. Peraturan Daerah"

Demikian hirarki peraturan perundang-undangan an sich berdasar Pasal

7 ayat (1) Undang-Undang No.10 Tahun 2004.

Akan tetapi, apa yang ditentukan dalam Pasal 7 ayat (1) tersebut tidak

bersifat final dan tidak bersifat limitatif karena terdapat jenis peraturan

perundang-undangan lain yang diakui keberadaannya dan mempunyai

kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi sebagaimana yang disebut dalam

Pasal 7 ayat (4) dan Penjelasan Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang

No.10 Tahun 2004.

Pasal 7 ayat (4), berbunyi sebagai berikut :

"Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum

mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan

yang lebih tinggi".

Selanjutnya Penjelasan Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang No.10 Tahun

2004, berbunyi sebagai berikut :

"Jenis peraturan perundang-undangan selain dalam ketentuan ini, antara

lain peraturan yang dikeluarkan oleh MPR dan DPR, Dewan Perwakilan

Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, BPK, Bank Indonesia,

Menteri, Kepala Badan, Lembaga atau Komisi yang setingkat yang

dibentuk oleh Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-

Undang..."

Bertitik tolak dari Pasal 7 ayat (4) dan penjelasan Pasal 7 ayat (4)

Undang-Undang No.10 Tahun 2004 tersebut, dengan tegas dinyatakan

bahwa Keputusan Menteri termasuk dalam kategori peraturan

perundang-undangan. Oleh karena Kep.Menperindag No. 527/MPP/

Kep/9/2004 dan Kep.Menperindag No. 594/MPP/Kep/9/2004 termasuk

peraturan perundang-undangan yang sah dan mengikat, maka tindakan,

tugas dan kewenangan yang dilimpahkan atau diberikan berdasarkan

Keputusan Menteri tersebut kepada para Terlapor/para Pemohon

termasuk dalam lingkup yang ditentukan Pasal 50 huruf a Undang-

Undang No.5 Tahun 1999.

Pasal 50 huruf a Undang-Undang No.5 Tahun 1999 berbunyi sebagai

berikut :

Page 7: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 7 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

Yang dikecualikan dari ketentuan Undang-Undang ini adalah :

a. Perbuatan dan atau Perjanjian yang bertujuan melaksanakan

peraturan perundang-undangan yang berlaku ;..."

2.2.Kep.Menperindag No.527/MPP/Kep/9/2004 Dan Kep.Menperindag No.

594/MPP/Kep/9/2004 Merupakan Rangkaian Pelaksanaan Peraturan

Perundang-undangan Yang Mengatur Kebijaksanaan Penetapan Gula

Sebagai Barang Dalam Pengawasan Dapat Para Terlapor/Para Pemohon

jelaskan fakta dan dasar hukum yang menjelaskan bahwa Kep.

Menperindag No.527/MPP/Kep/9/2004 dan Kep.Menperindag No.594/

MPP/Kep/9/2004 yang melimpahkan pendelegasian tugas dan ke-

wenangan publik kepada Para Terlapor/Para Pemohon melakukan

verifikasi atau penelusuran teknis impor gula di negara asal gula

merupakan rentetan rangkaian yang berkesinambungan dari peraturan

perundang-undangan, yang dapat dideskripsi sebagai berikut :

1) Undang-Undang No.8 Prp Tahun 1962 tentang Perdagangan Barang

Dalam Pengawasan (Bukti P-4),

Undang-Undang ini antara lain memberikan kewenangan kepada

Pemerintah untuk mengawasi barang-barang tertentu yang dapat

mempengaruhi kepentingan masyarakat.

2) Undang-Undang No.7 Tahun 1996 tentang Pangan (Bukti P-5).

Undang-Undang ini memberikan kewenangan kepada Pemerintah

untuk melakukan pengawasan terhadap pangan.

3) Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan

Pangan (Bukti P-6).

Peraturan Pemerintah ini memberikan kewenangan Pemerintah untuk

menjaga kelangsungan dan kemampuan masyarakat untuk

menyediakan pangan.

4) Peraturan Pemerintah No.11 Tahun 1962 tentang Perdagangan

Barang-Barang Dalam Pengawasan (Bukti P-7A), sebagaimana telah

diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2004 (Bukti P-

7B)

Peraturan Pemerintah ini memerintahkan dan memberikan

wewenang kepada Presiden untuk menetapkan komoditas apa saja

yang akan ditetapkan sebagai barang dalam pengawasan.

5) Keputusan Presiden No. 57 Tahun 2004 tentang Penetapan Gula

sebagai Barang dalam Pengawasan (Bukti P-8)

Keppres ini menetapkan secara spesifik bahwa Gula menjadi salah

Page 8: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 8 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

satu komoditas yang berada dalam pengawasan Pemerintah. Hal ini

ditegaskan dalam konsideran huruf a yang berbunyi sebagai berikut :

"Bahwa gula merupakan komoditas yang mempunyai nilai strategis

bagi ketahanan pangan dan peningkatan pertumbuhan perekonomian

masyarakat Indonesia sehingga perdagangan gula di dalam negeri

menjadi kegiatan yang penting, dan oleh karenanya perlu diawasi. "

Selain itu, Pasal 2 Keppres ini juga menegaskan :

"Gula ditetapkan sebagai barang dalam pengawasan, sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang No.8 Prp Tahun 1962 tentang

Perdagangan Barang dalam Pengawasan. "

Pasal 3 menegaskan hal sebagai berikut :

"Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan perdagangan gula

diatur oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang perdagangan".

Bertitik tolak dari rangkaian ketentuan tersebut di atas, terlihat

dengan jelas bahwa Keppres ini merupakan satu kesatuan yang tak

terpisahkan dari ketentuan peraturan perundang-undangan di

atasnya.

6) Keputusan Presiden No. 58 Tahun 2004 tentang Penanganan Gula

yang Diimpor secara Tidak Sah (Bukti P-9)

Dalam Keppres ini, terdapat 2 hal yang sangat fundamental hal itu

diatur dalam Pasal 2 Keppres ini mengenai pengawasan terhadap

gula.

Pasal 2 berbunyi sebagai berikut :

(1) Gula yang ditetapkan sebagai barang dalam pengawasan

berdasar Keppres No. 57 Tahun 2004 tentang Penetapan Gula

sebagai Barang dalam Pengawasan, pengadaan melalui impor

dibatasi.

(2) Gula yang pengadaannya melalui impor tidak sesuai dengan

ketentuan pembatasan impor sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) dinyatakan sebagai gula yang diimpor secara tidak sah."

Kedua Keppres tersebut diatas menegaskan bahwa Impor gula harus

dibatasi dan diawasi oleh Pemerintah, dalam hal ini Menteri

Perindustrian dan Perdagangan sedangkan ketentuan teknisnya

diatur oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan.

7) Kep.Menperindag No.527/MPP/Kep/9/2004 tanggal 17 September

2004 tentang Ketentuan Impor Gula (Bukti P-10A) Jo.Kep.

Menperindag No.02/M/Kep/XII/2004 Tentang Perubahan Atas

Page 9: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 9 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan No. 527/MPP/

Kep/9/2004 Tentang Ketentuan Impor Gula, Tanggal 7 Desember

2004 (Bukti P-10B).

Motivasi dibuatnya Kep. Menperindag No.527/MPP/Kep/9/2004 Jo.

No. 02/M/Kep/XII/2004 adalah Pemerintah membatasi masuknya gula

impor karena komoditas gula termasuk dalam kategori barang yang

sensitif, dalam arti masuknya komoditas gula impor kepasar dalam

negeri akan mengganggu stabilitas harga gula yang dapat merugikan

para petani tebu sehingga Pemerintah memandang perlu untuk

mengatur tata niaga Impor Gula.

Adapun ketentuan-ketentuan pokok yang digariskan pada Kep.

Menperindag tersebut antara lain sebagai berikut :

- Pembatasan jenis dan kualitas gula yang dapat diimpor ;

- Pembatasan gula yang diimpor yang dilarang diperdagangkan di

pasar dalam negeri ;

- Persyaratan dan pembatasan Importir Gula ;

- Kewajiban yang harus dipenuhi Importir Gula ;

- Pemerintah berwenang untuk melakukan verifikasi atau

penelusuran teknis impor gula. Pelaksanaannya dilakukan oleh

surveyor yang ditunjuk oleh Menteri.

8) Kep.Menperindag No. 594/MPP/Kep/9/2004 Tanggal 23 September

2004 tentang Penunjukan Surveyor Sebagai Pelaksana Verifikasi Atau

Penelusuran Teknis Impor Gula (Bukti P-11).

Keputusan Menperindag ini merupakan pelaksanaan dari peraturan

perundang-undangan yang disebut diatas, khususnya Kep. Menperin-

dag No. 527/MPP/Kep/9/2004, yang diktumnya :

"PERTAMA :

menunjuk Surveyor :

1. PT. (Persero) Sucofindo.

2. PT. (Persero) Surveyor Indonesia.

Sebagai pelaksana verifikasi atau penelusuran teknis impor gula.

KEDUA :

Kedua Surveyor sebagaimana dimaksud dalam Diktum Pertama

mempunyai tugas :

1. melakukan verifikasi atau penelusuran teknis yang meliputi data

atau keterangan mengenai :

a. negara asal muat gula ;

Page 10: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 10 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

b. spesifikasi gula yang mencakup Nomor HS, Nilai ICUMSA dan

uraian gula ;

c. jumlah dan jenis gula ;

d. waktu pengapalan dalam rangka penyesuaian masa berlaku

persetujuan impor ;

e. pelabuhan tujuan ;

2. Menuangkan hasil verifikasi atau penelusuran teknis sebagaimana

dimaksud dalam butir 1 ke dalam Laporan Surveyor uang digunakan

sebagai dokumen impor ;

3. Menyampaikan laporan tertulis tentang kegiatan verifikasi atau pe-

nelusuran teknis impor gula secara periodik setiap bulan pada

minggu pertama bulan berikutnya kepada Dirjen Daglu cq. Direktur

Impor Departemen Perindustrian Perdagangan.

KETIGA :

Keterlambatan atau kesalahan lainnya dalam penerbitan Laporan

Surveyor yang disebabkan oleh kelalaian surveyor baik disengaja

ataupun tidak disengaja, menjadi tanggung jawab surveyor, sesuai

ketentuan yang berlaku dalam organisasi Surveyor Internasional

(International Federation of Inspection Agency/IFIA).

KEEMPAT :

Dalam melaksanakan verifikasi atau penelusuran teknis impor gula,

Surveyor dapat memungut imbalan jasa atas jasa yang diberikan

dari importir gula yang besarnya disesuaikan dengan azas manfaat.

KELIMA :

Segala biaya yang dikeluarkan berkaitan dengan pelaksanaan

Keputusan ini menjadi tanggung jawab surveyor.

KEENAM :

Penunjukan Surveyor sebagaimana dimaksud dalam Diktum

Pertama tidak menghapus kewenangan Menteri Perindustrian dan

Perdagangan untuk mencabut, mengganti dan menambah

penunjukan Surveyor sebagai pelaksana verifikasi atau penelusuran

teknis impor gula.

KETUJUH :

Ketentuan teknis yang berkaitan dengan pelaksanaan Keputusan ini

ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri,

Departemen Perindustrian dan Perdagangan.

Page 11: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 11 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

KEDELAPAN :

Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan".

9) Keputusan Direktur Jendral Perdagangan Luar Negeri No.31/

DAGLU/KP/Xl2004 tanggal 4 Oktober 2004 tentang Ketentuan Teknis

Pelaksanaan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan

Nomor : 527/MPP/Kep/9/2005 Serta Prosedur dan Tata Cara

Verifikasi Atau Penelusuran Teknis Impor Gula (Bukti P-12).

Berdasar fakta-fakta ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut

di atas, Para Terlapor/Para Pemohon dapat membuktikan bahwa

tindakan, tugas dan kewenangan maupun fungsi yang diberikan

Kep.Menperindag No.594/MPP/Kep/9/2004 adalah semata-mata

melaksanakan peraturan perundang-undangan dalam rangka fungsi

pelayanan publik (public service) yang semestinya dilakukan oleh

Deperindag) namun di delegasikan kepada Para Terlapor/Para Pemonon.

Fakta-fakta dan dasar hukum serta ketentuan peraturan perundang-

undangan, gula sebagai barang dalam pengawasan yang didalamnya

meliputi pelaksanaan verifikasi atau penelusuran teknis impor gula, inilah

yang tidak disinggung, tidak dianalisis dan tidak dipertimbangkan secara

obyektif dan argumentatif dalam Putusan KPPU No. 08/KPPU-I/2005

yang mengakibatkan Putusan tersebut secara diameteral bertentangan

dengan Pasal 50 huruf a Undang-Undang No.5 Tahun 1999.

2.3. Bahkan Setelah Putusan KPPU No.08/KPPU-I/2005 Tanggal 30 De-

sember 2005 Dijatuhkan, Menteri Perdagangan Berdasar Surat No.12/M-

Dag/1/2006 Tanggal 6 Januari 2006 Masih Tetap Mempertahankan

Pelimpahan Kewenangan, Tugas Dan Fungsi Verifikasi Atau Penelusuran

Teknis Kepada Para Terlapor/Para Pemohon.

Sedemikian rupa tegasnya dan kuatnya pelimpahan kewenangan, tugas dan

fungsi pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang dilimpahkan atau

didelegasikan oleh Menteri Perdagangan kepada Para Terlapor/Para Pemohon

untuk melakukan verifikasi atau penelusuran impor gula, hal ini dipertegas lagi

dalam Surat Menteri Perdagangan pada tanggal 6 Januari 2006, No.12/M-

Dag/1/2006, perihal : Verifikasi/penelusuran Teknis Importasi Gula (Bukti P-

13), yang isi pokoknya berbunyi sebagai berikut :

- Para Importir Gula agar tetap tunduk dan mengikuti segala ketentuan

impor gula sebagaimana yang diatur dalam Keputusan Menperindag No.

527/MPP/Kep/9/2004 ;

- Surveyor yang melaksanakan verifikasi dan penelusuran teknis importasi

Page 12: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 12 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

gula adalah PT. Surveyor Indonesia (Persero) dan PT. (Persero) Sucofindo

sebagaimana telah ditunjuk berdasar Keputusan Menperindag No.

594/MPP/Kep/2004 Tentang Penunjukan Surveyor Sebagai Pelaksanaan

Verifikasi Atau Penelusuran Teknis Impor Gula.

Berdasar fakta diatas, benar-benar Para Terlapor/Para Pemohon melaksanakan

peraturan perundang-undangan sehingga kewenangan, tugas dan fungsi

verifikasi yang dilakukan Para Terlapor/Para Pemohon adalah dalam kerangka

Pasal 50 huruf a Undang-Undang No.5 Tahun 1999, sehingga pertimbangan

dan pendapat dalam Putusan KPPU No. 08/KPPU-I/2005 yang menyatakan

kegiatan yang dilakukan Para Terlapor/Para Pemohon melanggar Pasal 5 ayat

(1), Pasal 17 dan Pasal 19 huruf a Undang-Undang No.5 Tahun 1999 adalah

salah dan keliru.

3. KARENA KEWENANGAN YANG DITUGASKAN KEPADA PARA TER-

LAPOR/PARA PEMOHON DALAM RANGKA MELAKSANAKAN

KEBIJAKAN PENGUASA BERDASAR PERATURAN PERUNDANG-

UNDANGAN, FUNGSI DAN TUGAS ITU SEMATA-MATA MERUPAKAN

PELAYANAN PUBLIK, DAN BERADA DILUAR KEGIATAN USAHA

PERDAGANGAN.

Berikut ini akan dijelaskan hal-hal sebagai berikut :

3.1. Kewenangan Dan Fungsi Verifikasi Atau Penelurusan Teknis Impor Gula

Yang Dilimpahkan Pemerintah Menperindag Adalah Pelayanan Publik

(Public Service).

Berdasar Diktum Pertama Kep. Menperindag No. 594/MPP/Kep/9/2004

telah ditentukan bahwa Para Terlapor/Para Pemohon ditunjuk sebagai

pelaksana Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor Gula.

Selanjutnya di dalam Pasal 14 ayat (1) dan (2) Kep.Menperindag No.

527/MPP/Kep/9/2004 menggariskan ketentuan sebagai berikut :

(1) Setiap pelaksanaan importasi gula kristal mentah/gula kasar, gula

rafinasi dan gula kristal putih oleh IP dan IT Gula wajib terlebih dahulu

dilakukan verifikasi atau penelusuran tehnis yang mencakup

pemeriksaan :

a) Dokumen perizinan dan persyaratan administratif ;

b) Teknis di negara muat barang

(2) Pelaksanaan verifikasi atau penelusuran tehnis sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Surveyor yang ditunjuk oleh

Menteri.

Berdasar fakta-fakta diatas, kewenangan dan pelimpahan tugas yang

Page 13: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 13 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

dipikulkan kepada Para Terlapor/Para Pemohon oleh Menperindag :

- Mutlak (absolut) melaksanakan kebijakan Pemerintah/Menperindag

dalam rangka mengatur, mengawasi impor gula sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku ;

- Kewenangan dan tugas yang dilimpahkan itu menurut hukum tata

negara dan tata usaha negara (TUN) adalah melaksanakan fungsi

pelayanan publik (public service) terhadap impor gula agar terlaksana

kegiatan impor gula yang memenuhi perlindungan kepentingan umum

tanpa mengurangi perlindungan kepentingan importir gula.

3.2. Karena Kewenangan Dan Tugas Melakukan Verifikasi Atau Penelusuran

Teknis Merupakan Pelayanan Publik Terhadap Impor Gula, Maka Fungsi

Yang Dilakukan Oleh Para Terlapor/Para Pemohon Bukan Kegiatan

Usaha Perdagangan.

Seperti yang dijelaskan di atas, fungsi yang dilakukan oleh Para

Terlapor/Para Pemohon adalah pelayanan publik dan bukan kegiatan

usaha perdagangan, maka :

- Kegiatan verifikasi atau penelusuran teknis terhadap impor gula bukan

merupakan jasa yang diperdagangkan di Pasar ;

- Oleh karena itu, tidak ada permasalahan hukum yang menyangkut

monopoli atau persaingan usaha antara Terlapor I dan Terlapor II.

Yang ada dan terjadi pada diri Para Terlapor/Para Pemohon secara

bersama semata-mata murni melakukan pelayanan publik dalam

kegiatan verifikasi atau penelusuran teknis impor gula untuk dan atas

nama Pemerintah, dalam hal ini Menperindag cq. Dirjen Perdagangan

Luar Negeri.

3.3. Penunjukan Para Terlapor/Para Pemohon Didasarkan Atas Pengalaman,

Sumber Daya Manusia, Peralatan dan Kompetensi Yang Mereka Miliki.

Pada Pasal 14 ayat (5) Kep.Menperindag No.527/MPP/Kep/9/2004

ditentukan kualifikasi persyaratan yang ditunjuk sebagai pelaksana

verifikasi impor gula. Pasal tersebut berbunyi :

"Untuk dapat ditunjuk sebagai pelaksana verifikasi atau penelusuran

teknis pelaksanaan importasi gula, surveyor harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut :

a) Berpengalaman sebagai surveyor minimal 5 tahun ; dan

b) Memiliki cabang atau perwakilan atau afiliasi di luar negeri.

Dari ketentuan pasal di atas, dapat dijelaskan :

- Penunjukan Para Terlapor/Para Pemohon berdasarkan kebutuhan

Page 14: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 14 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

pemerintah ; dan

- Ternyata Para Terlapor/Para Pemohon telah memenuhi kualifikasi

persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan ;

- Dengan ditunjuknya Para Terlapor/Para Pemohon berdasarkan

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan ipso jure mereka

memiliki kapasitas sebagai aparatur negara dalam hal ini bertindak

untuk dan atas nama Menperindag.

3.4. Yang Dipikulkan Kepada Para Importir Dalam Pelayanan Verifikasi Atau

Penelusuran Teknis Impor Gula Adalah Biaya Pelaksanaan Fungsi

Publik

Setiap kegiatan yang dilakukan pejabat TUN di lingkungan cabang

pemerintahan (government agency) pada umumnya, hukum

membenarkan pemungutan biaya resmi, contohnya : biaya pembuatan

SIM, PASPOR, SERTIFIKAT, dan sebagainya.

Hal itulah yang terjadi dalam kasus ini yakni biaya yang dikenakan

kepada para importir gula oleh Para Terlapor/Para Pemohon melakukan

verifikasi atau penelusuran teknis impor gula dalam rangka fungsi

pelayanan publik.

Kebolehan memungut itu oleh Para Terlapor/Para Pemohon ditegaskan

pada Pasal 14 ayat (4) Kep. Menperindag No.527/MPP/Kep/9/2004

yang berbunyi :

"Atas pelaksanaan verifikasi atau penelusuran teknis yang dilakukannya

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Surveyor dapat memungut

imbalan jasa yang diberikannya dari IP gula dan IT gula atau dari

pemberi hibah dalam hal importasi dilaksanakan dalam rangka

pemberian hibah."

Selanjutnya dalam Kep. Menperindag No. 594/MPP/Kep/9/2004 diatur

lagi hal tersebut dalam Diktum KEEMPAT yang berbunyi :

Dalam melaksanakan verifikasi atau penelusuran teknis impor gula,

Surveyor dapat memungut imbalan jasa atas jasa yang diberikan dari

importir gula yang besarnya disesuaikan dengan asas manfaat."

Kenapa kebolehan memungut biaya itu bisa terjadi ?

Karena Depperindag tidak memiliki biaya yang akan dibayarkan kepada

Para Terlapor/Para Pemohon, maka agar fungsi pelayanan publik

berjalan sebagaimana mestinya, diaturlah suatu penggarisan kebijakan

yaitu :

- Yang harus memungut biaya pelaksanaan verifikasi pada prinsipnya

Page 15: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 15 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

adalah Depperindag cq. Dirjen Daglu, baru setelah itu diberikan

kepada Para Terlapor/Para Pemohon sebagai pengganti biaya yang

telah mereka keluarkan ;

- Akan tetapi untuk efektifitas dan efisiensi kerja, birokrasi itu

dipersingkat dengan cara yang ditentukan oleh Pasal 14 ayat (4) Kep.

Menperindag No. 527/MPP/Kep/9/2004 jo. diktum KEEMPAT Kep.

Menperindag No. 594/MPP/Kep/9/2004 yang melimpahkan hak

pemungutan biaya tersebut langsung diberikan kepada Para

Terlapor/Para Pemohon ;

- Penetapan biaya yang dijadikan patokan oleh Para Terlapor/Para

Pemohon didasarkan pada hasil komitmen antara Para Terlapor/Para

Pemohon dengan Importir Gula/Asosiasi Industri Pengguna Gula

(Bukti P-17A, P-17B, P-17C dan P-17D).

Hal seperti ini dalam alam reformasi dan transparansi untuk

menentukan biaya lazim dilakukan pembicaraan mengenai biaya

dengan Pelaku Usaha, contohnya penetapan Tarif Angkutan Umum di

Propinsi DKI Jakarta oleh Pemerintah Propinsi DKI Jakarta dengan

Organda. Dengan demikian, tidak terjadi Penetapan Harga (Price

Fixing) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang

No.5 Tahun 1999.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas dihubungkan dengan Pasal

50 huruf a Undang-Undang No.5 Tahun 1999 bukan hanya penetapan

biaya secara sepihak oleh Para Terlapor/Para Pemohon yang sah dan

dibolehkan Undang-Undang, tetapi menurut penggarisan dan

penegasan Pasal 50 huruf a Undang-Undang, dimungkinkan dan

dibolehkan penetapan harga berdasar kesepakatan, sepanjang hal itu

melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hal itu ditegaskan dalam Pasal 50 huruf a Undang-Undang No.5 Tahun

1999 yang berbunyi sebagai berikut :

"Yang dikecualikan dari ketentuan Undang-Undang ini adalah :

a. Perbuatan dan atau Perjanjian yang bertujuan melaksanakan

peraturan perundang-undangan yang berlaku,"

Mengenai pengertian "disesuaikan dengan Asas Manfaat” berarti

patokan biaya pelayanan publik yang dapat dipungut oleh Para

Terlapor/Para Pemohon sebatas biaya riil yang wajar (reasonable cost).

Jadi sangat keliru Putusan KPPU yang menganggap dan mem-

pertimbangkan pembayaran biaya pelaksanaan pelayanan verifikasi

Page 16: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 16 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

impor gula sebagai jasa dalam dunia bisnis (commercial activities) yang

berlaku di Pasar, karena kegiatan verifikasi atau penelusuran teknis

impor gula adalah kewenangan Pemerintah yang didelegasikan

wewenangnya , kepada Para Terlapor/Para Pemohon.

4. KSO MERUPAKAN PERWUJUDAN PELAKSANA TEKNIS FUNGSI

PELAYANAN VERIFIKASI IMPOR GULA YANG BERSIFAT UNIFIKASI

DIANTARA TERLAPOR I DAN TERLAPOR II AGAR PELAKSANAAN

KEPUTUSAN MENPERINDAG DAPAT DILAKSANAKAN SECARA

EFEKTIF DAN EFISIEN.

Seperti yang telah dijelaskan berulang kali di atas, demi untuk memenuhi

pelaksanaan tugas peraturan perundang-undangan, Pasal 50 huruf a

Undang-Undang No.5 Tahun 1999, membolehkan dan membenarkan

mengadakan Perjanjian yang bersifat kontraktual dalam rangka

melaksanakan pelayanan publik berdasarkan peraturan perundang-

undangan. Oleh karena itu, KSO yang dibentuk oleh Terlapor I dan Terlapor

II tidak bertentangan dengan Pasal 50 huruf a Undang-Undang No.5 Tahun

1999.

Memang pelaksanaan teknis terhadap impor gula yang diatur oleh Kep.

Menperindag No. 527/MPP/Kep/9/2004 telah diatur lebih rinci oleh

Keputusan Dirjen Daglu No.31/DAGLU/KP/X/2004, namun pelaksanaannya

dilapangan akan sangat berbeda berdasarkan :

- waktu pelaksanaan verifikasi ;

- tempat pelaksanaan verifikasi ; dan

- cara yang dilakukan oleh tiap Surveyor.

Hal itupun telah disampaikan oleh Saksi I (PT Rajawali Nusantara

Indonesia) dan Saksi IX (PT Pan Superintendence) sebagaimana tercantum

dalam Putusan KPPU No. 08/KPPU-I/2005 angka 1.4.7. halaman 15.

Sehubungan dengan itu, adalah proporsional dan rasional jika dibentuk

KSO supaya tidak terjadi hal-hal yang bersifat disparitas pelayanan

verifikasi impor dan jumlah biaya yang menghambat pelaksanaan fungsi

pelayanan publik. Sehingga pertimbangan Putusan KPPU yang menyatakan

bahwa KSO telah melanggar Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No.5 Tahun

1999 adalah salah dan keliru yang dikategorikan salah dalam menerapkan

hukum.

4.1. Para Terlapor/Para Pemohon, Dalam Pelayanan Verifikasi Impor Gula

Bukan Pelaku Usaha, Namun Menjalankan Fungsi Pemerintah Dalam

Pelayanan Publik.

Page 17: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 17 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

Bertitik tolak dari penegasan tersebut di atas, KSO yang dibuat Para

Terlapor/Para Pemohon selain tidak bertentangan dengan Pasal 5

ayat (1) Undang-Undang No.5 Tahun 1999 juga tidak bertentangan

dengan Pasal 17 dan Pasal 19 huruf a Undang-Undang No.5 Tahun

1999, karena :

- Undang-Undang No.5 Tahun 1999 memperbolehkan Para

Terlapor/Para Pemohon membuat Perjanjian KSO sepanjang

melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku (vide

Pasal 50 huruf a Undang-Undang No.5 Tahun 1999 jo. Pasal 5 ayat

(2) Undang-Undang No.5 Tahun 1999) ;

- Kegiatan verifikasi atau penelusuran teknis, khusus impor gula,

bukan jasa yang termasuk dalam kegiatan yang dilakukan Pelaku

Usaha di Pasar tetapi semata-mata melaksanakan peraturan

perundang-undangan sehingga tidak dapat dikualifikasi sebagai

tindakan monopoli, oleh karena itu tindakan verifikasi impor gula

yang dilakukan oleh Para Terlapor/Para Pemohon berdasar KSO

tidak bertentangan dengan Pasal 17 Undang-Undang No.5 Tahun

1999, karena termasuk hal yang dikecualikan dalam Pasal 50 huruf

a Undang-Undang No.5 Tahun 1999 ;

- Dalam menjalankan tugas verifikasi atau penelusuran teknis impor

gula, Para Terlapor/Para Pemohon bukan Pelaku Usaha yang

bersaing baik diantara diri mereka maupun dengan Pelaku Usaha

lain, karena status hukum mereka semata-mata melaksanakan

peraturan perundang-undangan berdasarkan penunjukan dalam

Kep.Menperindag No.594/MPP/Kep/9/2004, sehingga tindakan

mereka yang membuat KSO tidak dapat dikategorikan sebagai

tindakan yang menghalangi persaingan usaha sehingga tidak

bertentangan dengan Pasal 19 Undang-Undang No.5 Tahun 1999.

4.2. Kedua Keputusan Menperindag Tersebut Tidak Melarang Dibentuk-nya

KSO Oleh Terlapor I Dan Terlapor II.

Didalam kedua Keputusan Menperindag tersebut, tidak ada suatu

larangan yang tegas bagi Para Terlapor/Para Pemohon yang ditunjuk

sebagai pelaksana verifikasi impor gula untuk membentuk KSO.

Ditinjau dari segi doktrin hukum (legal doctrin approach) maupun

penafsiran a contrario (a contrario interpretation approach), apa yang

tidak dilarang secara tegas oleh ketentuan peraturan perundang-

undangan memberikan hak diskresi (discretion right) untuk mengatur

Page 18: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 18 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

kebijakan sendiri sepanjang hal itu memberikan manfaat dalam

pelaksanaan tugas dan pelayanan kepada masyarakat.

4.3.Pembentukan KSO Tidak Dilarang Oleh Pemberi Tugas Dan

Wewenang.

Sesuai dengan ketentuan angka 3 Diktum KEDUA Kep.Menperindag

No. 594/MPP/Kep/9/2004, Para Terlapor/Para Pemohon diwajibkan

untuk menyampaikan Laporan Tertulis tentang kegiatan verifikasi atau

penelusuran teknis impor gula secara periodik setiap bulan kepada

Dirjen Daglu cq. Direktur Impor Depperindag. Ternyata berdasarkan

laporan rutin bulanan yang disampaikan kepada Depperindag sejak

bulan Desember 2004 sampai dengan Desember 2005 tersebut,

dilakukan oleh Para Terlapor/Para Pemohon secara bersama dengan

identitas atas nama KSO (Bukti P-14A, P-14B dan P-14C).

Meskipun laporan rutin bulanan verifikasi atau penelusuran teknis impor

gula yang disampaikan kepada Dirjen Daglu tersebut :

1) Jelas-jelas identitasnya KSO bukan masing-masing Terlapor I dan

Terlapor II ; dan

2) Pada alinea ke 3 (tiga) Ringkasan Eksekutif Laporan telah

memberitahukan bahwa kedua perusahaan (Para Terlapor/Para

Pemohon) telah membentuk Kerjasama Operasi (KSO) untuk

melaksanakan kegiatan verifikasi dimaksud.

Ternyata Pihak pemberi tugas dan wewenang (dalam hal ini Pemerintah

cq. Depperindag) tidak melarang atau menolak laporan dari KSO

tersebut.

4.4.Berdasar Surat Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen

Perdagangan Tanggal 16 Desember 2005 No. 1692/M-DAG/12/2005,

Pada Tembusan Angka 8 Diakui Secara Tegas Eksistensi Dan Validitas

KSO Surat Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen

Perdagangan pada tanggal 16 Desember 2005 No. 1692/M-DAG/

12/2005, yang ditujukan kepada Associate Director PT. Jawamanis

Rafinasi (Bukti P-15) isi pokoknya, antara lain :

- Kepada PT.Jawamanis Rafinasi dapat disetujui melakukan verifikasi

oleh surveyor di pelabuhan tujuan untuk satu kali saja ;

- Untuk selanjutnya sesuai Keputusan Menteri Perindustrian dan

Perdagangan No. 527/MPP/Kep/9/2004 tanggal 17 September 2004

pemeriksaan gula harus dilakukan di negara muat gula.

Pada tembusan angka 8 Surat tersebut ditujukan juga kepada KSO

Page 19: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 19 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

Sucofindo-Surveyor Indonesia, yang berbunyi :

"8. KSO Sucofindo -Surveyor Indonesia"

Berdasar fakta tembusan angka 8 surat dimaksud, Pemerintah dalam

hal ini Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri cq Departemen

Perdagangan secara tegas (expressis verbis) dan administratif telah

mengakui dan tidak melarang eksistensi dan validitas dari KSO

Sucofindo -Surveyor Indonesia.

Dengan demikian, KSO tersebut tidak melanggar ketentuan Pasal 5

ayat (1), Pasal 17 dan Pasal 19 huruf a Undang-Undang No.5 Tahun

1999 karena pembentukan KSO antara Terlapor I dan Terlapor II dalam

kerangka melaksanakan tugas peraturan perundang-undangan

sebagaimana disebut dalam Pasal 50 huruf a Undang-Undang No.5

Tahun 1999.

5. DIKTUM 8 PUTUSAN KPPU ADALAH SUATU PUTUSAN YANG BERSIFAT

ULTRA VIRES.

Bahwa Para Terlapor/Para Pemohon keberatan atas Diktum 8 Putusan

KPPU No. 08/KPPU-I/2005 yang berbunyi sebagai berikut :

Memerintahkan kepada Terlapor I dan Terlapor II untuk tidak memungut

biaya jasa verifikasi impor gula dari Importir gula sebelum pungutan

tersebut mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia (DPR-RI) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

yang berlaku terhitung sejak diterimanya pemberitahuan Putusan ini.

Diktum tersebut ultra vires karena KPPU mengeluarkan perintah .yang

melampaui batas kewenangannya (beyond his authority), berdasar alasan

keberatan sebagai berikut :

5.1.Berdasarkan Pasal 36 Huruf L Jo. Pasal 47 Ayat (2) Undang-Undang

No.5 Tahun 1999, KPPU Hanya Diberikan Wewenang Secara Limitatif

(Restrictive) Untuk Menjatuhkan Sanksi Administratif.

Pasal 36 huruf I Undang-undang No.5 Tahun 1999 berbunyi sebagai

berikut :

" Wewenang Komisi meliputi :

I. menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada Pelaku

Usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini. "

Sanksi administratif yang menjadi kewenangan KPPU secara limitatif

telah ditentukan dalam Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang No.5 Tahun

1999. Sanksi administratif yang dapat dijatuhkan adalah sebagai berikut :

a. Penetapan pembatalan Perjanjian yang dilarang ;

Page 20: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 20 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

b. Perintah untuk menghentikan integrasi vertikal ;

c. Perintah untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan

praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha dan atau

merugikan masyarakat ;

d. Perintah untuk menghentikan penyalahgunaan Posisi Dominan ;

e. Penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan

usaha dan pengambilalihan saham ;

f. Penetapan pembayaran ganti rugi ;

g. Pengenaan denda ;

Dalam kasus ini, Putusan KPPU dalam Diktum 8 yang memerintahkan

Para Terlapor/Para Pemohon untuk tidak memungut biaya sampai

adanya persetujuan DPR ternyata tidak termasuk pada salah satu

kategori sanksi administratif tersebut di atas.

5.2. Yang Berwenang Memerintahkan Penghentian Pemungutan Biaya

Pelayanan Publik Sesuai Hukum Tata Negara, In Casu Pemungutan

Biaya Verifikasi Impor Gula, Adalah Pemerintah Dalam Hal ini

Departemen Perdagangan.

Di dalam konstelasi ketatanegaraan, penyelenggaraan pelayanan publik

merupakan hak monopoli negara (monopoly by law). Oleh karena itu,

yang berhak dan berwenang untuk menetapkan, melarang atau

menghentikan atau menangguhkan pungutan biaya atas pelayanan

publik adalah penguasa/pemerintah.

Dalam kasus ini, Diktum 8 Putusan KPPU yang memerintahkan Para

Terlapor/Para Pemohon untuk tidak memungut biaya verifikasi impor gula

ditinjau dari segi konstelasi yuridis tata negara sebagaimana yang

dijelaskan diatas, telah mengambil alih fungsi dan kewenangan

pemerintah (government authority) dalam hal inl Departemen

Perdagangan.

Konsekuensi langsung maupun tidak langsung dengan adanya Putusan

KPPU tersebut, adalah :

a. Ketentuan Pasal 14 ayat (4) Kep.Menperindag No.527/MPP/Kep/

9/2004 dianulir oleh KPPU ;

b. Dengan dianulirnya ketentuan Pasal 14 ayat (4) Kep.Menperindag

No. 527/MPP/Kep/9/2004, maka Para Terlapor/Para Pemohon tidak

dapat melaksanakan tugasnya sebagaimana mestinya, sehingga

dapat mengakibatkan :

- Kegiatan verifikasi atau penelusuran impor gula terhenti ;

Page 21: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 21 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

- Tugas pengawasan komoditas gula impor yang diamanatkan

peraturan perundang-undangan tidak berjalan sebagaimana

mestinya ;

- Tujuan regulasi tata niaga impor gula tidak tercapai ; dan

- Hancurnya (distortion) daya saing dan pendapatan petani tebu dan

industri gula di Indonesia.

6. PADA PRINSIPNYA, SGS DITUNJUK SEBAGAI PELAKSANA VERIFIKASI

DI LUAR NEGERI, SESUAI DENGAN PERSYARATAN YANG

DITENTUKAN OLEH MENTERI KEPADA PARA TERLAPOR/PARA

PEMOHON BERDASAR KEPUTUSAN MENPERINDAG No.

527/MPP/Kep/9/2004

Dalam Kep.Menperindag No.527/MPP/Kep/9/2004, diatur ketentuan dalam

Pasal 14 ayat (5) yang berbunyi sebagai berikut :

"Untuk dapat ditunjuk sebagai pelaksana verifikasi atau penelusuran teknis

pelaksanaan importasi gula, surveyor harus memenuhi persyaratan sebagai

berikut :

a. berpengalaman sebagai surveyor minimal 5 tahun ; dan

b. memiliki cabang atau perwakilan atau afiliasi di luar negeri."

Dari ketentuan di atas, dapat dikemukakan konstruksi hukum sebagai beri-

kut :

- Syarat pertama yang harus dipenuhi, pelaksana verifikasi atau

penelusuran teknis impor gula adalah surveyor yang memiliki pengalaman

minimal 5 tahun ;

- Syarat kedua yang bersifat imperatif adalah keharusan memiliki cabang

atau perwakilan atau afiliasi di luar negeri.

Dengan demikian, kedua syarat ini bukan bersifat alternatif namun bersifat

kumulatif, sehingga kedua syarat tersebut mutlak harus dipenuhi oleh

surveyor yang ditunjuk oleh Depperindag.

Secara obyektif, kenapa Menperindag menunjuk Para Terlapor/Para

Pemohon sebagai pelaksana pelayanan publik melakukan verifikasi atau

penelusuran teknis impor gula, karena :

1) Para Terlapor/Para Pemohon memiliki pengalaman lebih dari 5 tahun ;

2) Para Terlapor/Para Pemohon juga memiliki afiliasi di luar negeri yaitu

Societe Generale de Surveillance Holding S.A ("SGS"), sebab SGS

adalah pemegang saham dari Terlapor I dan Terlapor II.

Berdasar fakta-fakta di atas, tindakan Para Terlapor/Para Pemohon

melimpahkan kewenangan kepada SGS Technical Assurance Services

Page 22: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 22 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

Division (SGS TAS) melakukan verifikasi adalah dalam rangka melaksanakan

pelayanan publik untuk memenuhi pelaksanaan perintah peraturan

perundang-undangan (to fullfil statutory order) yang diperintahkan Kep.

Menperindag No. 527/MPP/Kep/9/2004.

Sebenarnya Putusan KPPU sendiri pada Diktum 6 mengakui bahwa

kedudukan SGS sebagai pelaksana di luar negeri bukan berdasar

kesepakatan yang bersifat kontraktual seperti yang dipertimbangkannya

pada butir 9.3.3 halaman 30 Putusan KPPU, tetapi semata-mata penunjukan

berdasar kewenangan publik karena pada Diktum tersebut terdapat kalimat

yang berbunyi :

"...untuk tidak menunjuk SGS Jenewa maupun perwakilan atau anak

perusahaan SGS Geneva di negara lain sebagai pelaksana verifikasi

atau penelusuran teknis impor gula di negara asal barang ..."

Dari kalimat tersebut, sadar atau tidak sadar (knowing or unknowingly),

Putusan KPPU mengakui dan membenarkan kedudukan SGS bukan

berdasar kesepakatan dalam arti kontraktual yang diatur dalam Hukum

Perjanjian, tetapi semata-mata berdasar kewenangan publik dalam

pelaksanaan Tata Usaha Negara, karena memang dalam hal ini berdasar

pelimpahan kewenangan yang diberikan oleh Menperindag melalui Kep.

Menperindag No. 527/MPP/Kep/9/2004 dalam pelayanan verifikasi atau

penelusuran teknis impor gula, Para Terlapor/Para Pemohon telah

didudukkan sebagai Pejabat TUN berdasar pendelegasian atau pelimpahan

wewenang.

Meskipun seandainya penugasan itu dituangkan dalam bentuk Perjanjian

antara Para Terlapor/Para Pemohon dengan SGS yang bersifat kontraktual

seperti yang dikemukakan dalam Pertimbangan angka 9.3.3 halaman 30

Putusan KPPU, namun hal itu tidak bertentangan dengan Pasal 5 ayat (1)

dan Pasal 19 huruf a Undang-Undang No.5 Tahun 1999 karena hal itu

dilakukan dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan yang

berlaku (to fullfil statutory order) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50

huruf a Undang-Undang No.5 Tahun 1999.

Dengan demikian, tidak benar (untrue) dan sangat keliru (mistake)

pertimbangan KPPU angka 9.3.3 dan 9.3.4. Oleh karena itu, Diktum 6

Putusan KPPU tidak dapat dipertahankan, sehingga mesti dibatalkan

(vernietig/unnull).

Selain dari yang telah dijelaskan di atas, putusan tersebut juga keliru karena

di dalam pertimbangan dan diktumnya mengatakan hubungan hukum Para

Page 23: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 23 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

Terlapor/Para Pemohon adalah dengan SGS Geneva. Padahal yang

sebenarnya hubungan hukum (legal relationship) yang berkaitan dengan

verifikasi atau penelusuran teknis impor gula antara Para Terlapor/Para

Pemohon dengan SGS TAS bukan dengan SGS Geneva.

7. SEKIRANYA DALAM PELAKSANAAN VERIFIKASI ATAU

PENELUSURAN TEKNIS IMPOR GULA TERDAPAT PERTENTANGAN

ANTARA UNDANG-UNDANG DENGAN UNDANG-UNDANG DASAR

ATAU ANTARA UNDANG-UNDANG DENGAN PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN YANG LEBIH RENDAH, MAKA FORUM

PENYELESAIANNYA BUKAN MELALUI KPPU NAMUN MELALUI

MAHKAMAH KONSTITUSI ATAU MAHKAMAH AGUNG.

Jika dicermati dengan teliti dan seksama pertimbangan, kesimpulan dan

diktum Putusan KPPU No. 08/KPPU-I/2005, tersembunyi suatu pengakuan

bahwa :

1) Pelaksanaan tugas oleh Para Terlapor/Para Pemohon itu berada dalam

domain hukum publik dan untuk melaksanakan tugas dan kewajiban

Pemerintah cq. Menperindag untuk mengawasi dan mengatur tata niaga

impor gula sebagaimana tercantum dalam pertimbangan butir 6.2.1

halaman 26 Majelis KPPU yang berbunyi sebagai berikut :

"Bahwa berdasarkan fakta yang diuraikan dalam butir 1.4.3, Terlapor I

dan Terlapor II ditunjuk oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan

sebagai surveyor pelaksana jasa verifikasi atau penelusuran teknis impor

gula melalui Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan

No.S94/MPP/Kep/9/2004 tentang Penunjukan Surveyor Sebagai

Pelaksana Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor Gula" ;

Dengan demikian, KPPU/Termohon Keberatan mengakui bahwa tugas

yang dimiliki oleh Para Terlapor/Para Pemohon adalah melaksanakan

fungsi publik berdasarkan penunjukan yang dilakukan oleh Menperindag.

2) Secara langsung dan tidak langsung, Putusan KPPU tersebut juga

mengakui bahwa perlu diatur ketentuan peraturan perundang-undangan

yang dapat melindungi pelaksanaan tata niaga impor gula dalam

pengawasan dan mengakui eksistensi peraturan perundang-undangan

yaitu Undang-Undang No.8 Prp Tahun 1962, Undang-Undang No.7

Tahun 1996, Peraturan Pemerintah No.11 Tahun 1962 sebagaimana

telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2004 dan

Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002 serta Keputusan Presiden No.

57 Tahun 2004 dan Keputusan Presiden No. 58 Tahun 2004, Kep.

Page 24: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 24 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

Menperindag No.527/MPP/Kep/9/2004 dan Kep.Menperindag

No.594/MPP/Kep/9/2004 ;

3) Pertimbangan, kesimpulan dan diktum KPPU secara terang dan

tersembunyi mengandung atau memuat pernyataan bahwa Kep.

Menperindag No.527/MPP/Kep/9/2004 dan Kep.Menperindag No. 594/

MPP/Kep/9/2004 bertentangan dengan Undang-Undang tentang Pabean,

Keuangan Negara serta ketentuan Pasal 23 huruf A UUD 1945.

Pernyataan hukum di atas, secara tersirat dan tersurat dalam pertimbangan

Putusan KPPU butir 10 halaman 31 yang berbunyi :

". ..Departemen Perdagangan Republik Indonesia agar memperhatikan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai

kepabeanan, Keuangan Negara Serta Pasal 23 a UUD 1945."

Selanjutnya dalam pertimbangan Majelis KPPU butir 13.1 halaman 32

berbunyi sebagai berikut :

"Bahwa setiap biaya yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan tugas

negara dibebankan kepada negara dan oleh karenanya setiap

pungutan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas negara harus

diatur dengan jelas dalam Undang-Undang "

Bertitik tolak dari fakta-fakta di atas, dikaitkan dengan pernyataan hukum

angka 3 di atas, dihubungkan dengan pertimbangan dan pendapat KPPU

secara terang atau tersembunyi KPPU mengatakan bahwa terdapat

pertentangan antara Undang-Undang dengan UUD 1945 atau antara

Undang-Undang dengan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah

di bawahnya, maka :

- Jika memang benar ada pertentangan antara Undang-Undang yang

mengatur Pangan dan Barang dalam Pengawasan dengan UUD 1945

(qoud non rectum) karena Undang-Undang Pangan dan Barang dalam

Pengawasan yang mengatur tentang gula tidak ada yang bertentangan

dengan Pasal 23 a UUD 1945, maka yang berwenang untuk

menyelesaikannya , adalah Mahkamah Konstitusi sesuai Pasal 24 C ayat

(1) UUD 945 jo. Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang No. 24 Tahun 2003

tentang Mahkamah Konstitusi, bukan kewenangan KPPU untuk

mengujinya ;

- Jika sekiranya benar Kep.Menperindag No.527/MPP/Kep/9/2004 dan

Kep. Menperindag No. 594/MPP/Kep/9/2004 bertentangan dengan

Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1962 sebagaimana telah diubah

dengan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2004 dan Peraturan

Page 25: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 25 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

Pemerintah No. 68 Tahun 2002 serta Keputusan Presiden No. 57 Tahun

2004 dan Keputusan Presiden No. 58 Tahun 2004, Undang-Undang

tentang Pabean dan Keuangan Negara, maka kewenangan untuk

menguji adanya pertentangan itu adalah menjadi kewenangan

Mahkamah Agung sesuai dengan Pasal 24 A ayat (1) UUD 1945 jo.

Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang

Mahkamah Agung sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No.5

Tahun 2004.

Dari penjelasan di atas, adalah sangat keliru tindakan KPPU yang

secara tersembunyi telah melakukan uji materiil dan atau uji formil antara

Kep. Menperindag No. 527/MPP/Kep/9/2004 dan Kep. Menperindag

No. 594/ MPP/Kep/9/2004 dengan peraturan perundang-undangan yang

lebih tinggi yang disebut di atas, sehingga KPPU telah menjadikan dan

menempatkan dirinya sebagai badan yang menggantikan kedudukan dan

fungsi dari Mahkamah Agung untuk melakukan Hak Uji Materil (Judicial

Review) antara undang-undang dengan peraturan perundang-undangan

yang lebih rendah.

8. KESIMPULAN

Bertitik tolak dari uraian yang dikemukakan diatas, dapat disimpulkan hal-hal

berikut :

1. Keberatan yang diajukan memenuhi Syarat Formil yang ditentukan oleh

peraturan perundang-undangan dari segi hak berdasarkan Pasal 44 ayat

(2) Undang-Undang No.5 Tahun 1999 jo. Pasal 1 ayat (1) Perma No.3

Tahun 2005, dari segi tenggang waktu berdasarkan Pasal 44 ayat (2)

Undang-Undang No.5 Tahun 1999 jo. Pasal 4 ayat (1) Perma No.3

Tahun 2005, maupun dari segi kompetensi (kewenangan) relatif ;

2. Putusan KPPU No. 08/KPPU-I/2005 tanggal 30 Desember 2005

melanggar Pasal 50 huruf a Undang-Undang No.5 Tahun 1999 atas

alasan :

a. Karena tugas dan kewenangan yang dilaksanakan oleh Para Terlapor/

Para Pemohon adalah dalam rangka melaksanakan fungsi Kebijakan

Pemerintah (Depperindag) berdasar peraturan perundang-undangan,

sehingga fungsi dan tugas itu semata-mata merupakan Pelayanan

Publik;

b. Yang dimaksud dengan Peraturan Perundang-undangan berdasar

Pasal 7 ayat (1) Jo. Pasal 7 ayat (4) dan Penjelasan Pasal 7 ayat (4)

Undang-Undang No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Page 26: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 26 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

Perundang- undangan, maka Keputusan Menteri dalam hal ini Kep.

Menperindag No. 527/MPP/Kep/9/2004 dan Kep.Menperindag

No.594/MPP/Kep/9/2004 termasuk kategori peraturan perundang-

undangan ;

c. KSO merupakan perwujudan Pelaksana Teknis Fungsi Pelayanan

Publik untuk melakukan verifikasi atau penelusuran teknis impor gula

yang bersifat Unifikasi diantara Terlapor I dan Terlapor II agar

pelaksanaan Keputusan Menperindag dapat dilaksanakan secara

efektif dan efisien, bahkan Pasal 50 huruf a Undang-Undang No.5

Tahun 1999 membolehkan Pelaku Usaha untuk mengadakan

Perjanjian sepanjang hal itu untuk melaksanakan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku ;

d. Pada prinsipnya, SGS TAS ditunjuk sebagai Pelaksana Verifikasi di

Luar Negeri sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Menteri

Perindustrian dan Perdagangan kepada para Terlapor/para Pemohon

berdasarkan Keputusan Menperindag No. 527/MPP/Kep/9/2004,

bahkan Pasal 50 huruf a membolehkan Pelaku Usaha untuk

mengadakan Perjanjian sepanjang hal itu untuk melaksanakan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Diktum 8 Putusan KPPU adalah suatu Putusan yang bersifat Ultra Vires

atas alasan :

a. Berdasarkan Pasal 36 huruf I jo. Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang

No.5 Tahun 1999, kepada KPPU hanya diberikan wewenang secara

limitatif (restrictive) untuk memberikan sanksi administratif, oleh

karena itu diktum 8 Putusan KPPU yang memerintahkan para

Terlapor/para Pemohon untuk tidak memungut biaya sampai adanya

persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat berada diluar batas

kewenangan (beyond his authority) ;

b. Yang berwenang memerintahkan penghentian pemungutan biaya

pelayanan publik sesuai Hukum Tata Negara, in casu pemungutan

biaya verifikasi atau penelusuran teknis impor gula, adalah

Pemerintah dalam hal ini Depperindag.

4. Sekiranya dalam pelaksanaan verifikasi atau penelusuran teknis impor

gula terdapat pertentangan antara Undang-Undang dengan Undang-

Undang Dasar atau antara Undang-Undang dengan Peraturan

Perundang-undangan yang lebih rendah, maka forum penyelesaiannya

bukan melalui KPPU melainkan melalui Mahkamah Konstitusi dan/atau

Page 27: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 27 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

Mahkamah Agung :

a. Jika memang benar ada pertentangan antara Undang-Undang yang

mengatur Pangan dan Barang dalam Pengawasan dengan UUD 1945

(qoud non rectum) karena Undang-Undang Pangan dan Barang

dalam Pengawasan yang mengatur tentang gula tidak ada yang

bertentangan dengan Pasal 23 a UUD 1945, maka yang berwenang

untuk menyelesaikannya adalah Mahkamah Konstitusi sesuai

dengan Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945 jo. Pasal 10 ayat (1) Undang-

Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, bukan

kewenangan KPPU untuk mengujinya ;

b. Jika sekiranya benar Kep. Menperindag No. 527/MPP/Kep/9/2004 dan

Kep.Menperindag No.594/MPP/Kep/9/2004 bertentangan dengan

Peraturan Pemerintah No.11 Tahun 1962 sebagaimana telah diubah

dengan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2004 dan Peraturan

Pemerintah No. 68 Tahun 2002 serta Keputusan Presiden No. 57

Tahun 2004 dan Keputusan Presiden No. 58 Tahun 2004, Undang-

Undang tentang Pabean dan Undang-Undang Keuangan Negara,

maka kewenangan untuk menguji adanya pertentangan itu adalah

menjadi kewenangan Mahkamah Agung sesuai dengan Pasal 24 A

ayat (1) UUD 1945 jo. Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang No. 14

Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana diubah dengan

Undang-Undang No.5 Tahun 2004.

Berdasarkan hal-hal terurai di atas para Terlapor/para Pemohon mohon

kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan agar memberikan putusan

sebagai berikut :

1.Menyatakan Permohonan Keberatan para Terlapor/para Pemohon sebagai

Permohonan yang benar (Goed Opposant) ;

2.Menerima permohonan keberatan para Terlapor/para Pemohon terhadap

Putusan KPPU No.08/KPPU-I/2005 tanggal 30 Desember 2005 ;

3.Menyatakan para Terlapor/para Pemohon (Terlapor I dan Terlapor II) tidak

melanggar Pasal 5 ayat (1), Pasal 17 dan Pasal 19 huruf a Undang-

Undang No.5 Tahun 1999 serta menyatakan KPPU dan Putusan KPPU

melanggar ketentuan Pasal 50 huruf a Undang-Undang No.5 Tahun 1999

serta melakukan tindakan Ultra Vires dan melakukan tindakan yang

melampaui batas kewenangan ;

4.Membatalkan Putusan KPPU No.08/KPPU-I/2005 tanggal 30 Desember

2005 ;

Page 28: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 28 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

5.Menyatakan Putusan KPPU No.08/KPPU-I/2005 tanggal 30 Desember

2005 tidak mengikat dan tidak mempunyai akibat hukum terhadap Para

Terlapor/Para Pemohon ;

6.Menyatakan Putusan KPPU No.08/KPPU-I/2005 tanggal 30 Desember

2005 tidak mempunyai kekuatan eksekutorial ;

7.Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara dalam semua

tingkat peradilan.

Subsider :

Apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon untuk memberikan Putusan

secara ex aequo et bono.

bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

telah mengambil putusan, yaitu putusan No. 01/KPPU/2006/PN.Jak.Sel.

tanggal 04 April 2006 yang amarnya sebagai berikut :

1. Menyatakan Permohonan Keberatan Para Terlapor/Para Pemohon sebagai

Permohonan yang benar (Goed Opposant) ;

2. Menerima permohonan keberatan Para Terlapor/Para Pemohon terhadap

Putusan KPPU No. 08/KPPU-I/2005 tanggal 30 Desember 2005 :

3. Menyatakan KPPU dan Putusan KPPU melanggar ketentuan Pasal 50

huruf a Undang-Undang No.5 Tahun 1999 ;

4. Membatalkan Putusan KPPU No. 08/KPPU-I/2005 tanggal 30 Desember

2005 ;

5. Menyatakan Putusan KPPU No. 08/KPPU-I/2005 tanggal 30 Desemher

2005 tidak mengikat dan tidak mempunyai akibat hukum terhadap Para

Terlapor/Para Pemohon ;

6. Menyatakan Putusan KPPU No. 08/KPPU-I/2005 tanggal 30 Desember

2005 tidak mempunyai kekuatan eksekutorial ;

7. Menghukum Termohon untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara

ini yang hingga putusan ini dianggarkan sebesar Rp. 194.000,- (seratus

sembilan puluh empat ribu rupiah) ;

Menimbang, bahwa sesudah putusan tersebut diucapkan dalam

persidangan yang terbuka untuk umum dengan dihadiri oleh kuasa Pemohon

dan kuasa Termohon pada tanggal 04 April 2006, kemudian terhadapnya oleh

Termohon (dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan surat kuasa khusus

tanggal 13 April 2006 ) diajukan permohonan kasasi secara lisan pada tanggal

13 April 2006 sebagaimana ternyata dari akte permohonan kasasi No.

01/KPPU/2006/PN.Jak.Sel. yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri

Page 29: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 29 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

Jakarta Selatan, permohonan mana diikuti oleh memori kasasi yang memuat

alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri tersebut pada

tanggal 26 April 2006 ;

bahwa setelah itu oleh para Pemohon I dan II yang pada tanggal 11 Mei

2006 telah diberitahu tentang memori kasasi dari Termohon diajukan jawaban

memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta

Selatan pada tanggal 19 Mei 2006 ;

Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasannya

telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan seksama, diajukan dalam

tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang,

maka oleh karena itu permohonan kasasi tersebut formal dapat diterima ;

Menimbang, bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon

Kasasi/Termohon dalam memori kasasinya tersebut pada pokoknya ialah :

Bahwa Putusan Judex Facti yang dimohonkan kasasi secara nyata salah dalam

menerapkan hukum yang berlaku. Hal tersebut terbukti dari uraian dan fakta

sebagai berikut :

1. Bahwa Pemohon Kasasi tidak sependapat dan menolak secara tegas

pertimbangan hukum putusan Judex Facti pada halaman 50 alinea 2 dan

alinea 3 yang memberikan kesimpulan pada pokoknya menyatakan bahwa:

"Menimbang, bahwa oleh karena perbuatan para Pemohon bertujuan untuk

melaksanakan peraturan perundang-undangan, maka berdasarkan

ketentuan Pasal 50 huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 perbuatan

para Pemohon tersebut merupakan pengecualian "

"Menimbang bahwa oleh karena perbuatan para Pemohon tersebut

merupakan pengecualian maka para Pemohon tidak dapat dinyatakan

bersalah melanggar Pasal 5 ayat (1) Pasal 17 dan Pasal 19 huruf a Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999"

Terhadap pertimbangan hukum Judex Facti di atas, Pemohon Kasasi sangat

keberatan dan menolak dengan alasan hukum sebagai berikut :

1.1. Dalam Putusan Pemohon Kasasi No. 08/KPPU-I/2005 tanggal 30

Desember 2005 tidak membatalkan Keputusan Menteri

Perindustrian dan Perdagangan Nomor 527/MPP/Kep/9/2004 tanggal

17 September 2004 tentang Ketentuan Impor Gula (selanjutnya

disebut dengan Kep. Menperindag No. 527/2004) dan Keputusan

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 594/MPP/Kep/9/2004

tanggal 23 September 2004 tentang penunjukan surveyor sebagai

pelaksana verifikasi atau penelusuran teknis impor gula (selanjutnya

Page 30: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 30 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

disebut dengan Kep. Menperindag No. 594/2004).

Namun yang menjadi permasalahan adalah :

a. pembentukan Kerja Sama Operasi (KSO) karena pembentukan

KSO oleh Para Termohon Kasasi adalah suatu tindakan "lessen

competition" (tidak ada lagi/hilangnya persaingan diantara mereka

yang seharusnya bersaing) ;

b. penetapan besaran jasa verifikasi (surveyor fee) ; dan

c. penunjukan Societe Generale de Surveillance Holding S.A., (SGS)

Jenewa,oleh Para Termohon Kasasi yang kemudian berdasarkan

hasil penyelidikan dan pemeriksaan yang dilakukan oleh Majelis

Komisi Pemohon Kasasi, terbukti bahwa para Termohon Kasasi

melanggar Pasal 5 ayat (1), Pasal 17 dan Pasal 19 huruf a

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5 Tahun

1999).

1.2. Putusan Pemohon Kasasi tidak mempermasalahkan dan tidak

bersinggungan dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang

No. 10 Tahun 2004 tentang Tata Urutan Peraturan Perundang-

Undangan sebagaimana diuraikan dalam pertimbangan hukum

putusan Judex Facti.

Putusan Pemohon Kasasi juga tidak pernah mempersoalkan

penjelasan Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang No. 10 Tahun 2004.

Selanjutnya, dalam Putusan Pemohon Kasasi sama sekali tidak

mempermasalahkan Kep.Menperindag No.527/2004 dan Kep.

Menperindag No. 594/2004 dan terakhir perlu juga disampaikan

bahwa Putusan Pemohon Kasasi tidak mempersoalkan

kewenangan Para Termohon Kasasi yang ditunjuk sebagai surveyor

untuk melaksanakan verifikasi atau penelusuran teknis impor gula.

Atas dasar uraian dan fakta tersebut di atas, maka telah sangat jelas

bahwa pertimbangan hukum Judex Facti terbukti salah dalam

menerapkan hukumnya, karena pertimbangan hukumnya tidak

relevan, tidak sinkron dan tidak terkait atau menyimpang dari fokus

pokok permasalahan yang dipertimbangkan dalam Putusan

Pemohon Kasasi. Dengan demikian terbukti bahwa ternyata sudah

tidak ada relevansinya untuk mempermasalahkan Putusan

Pemohon Kasasi dengan ketentuan pasal 50 huruf a UU No.5

Tahun 1999.

Page 31: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 31 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

1.3. Selain daripada itu, menurut Kep. Menperindag No. 594/2004 seca-

ra tegas menyebutkan dalam diktumnya bahwa para Termohon

Kasasi ditunjuk hanya untuk melakukan verifikasi atau

penelusuran teknis impor gula. Dengan demikian telah terbukti

bahwa Kep. Menperindag No.594/2004 tersebut tidak memberikan

dasar kewenangan bagi para Termohon Kasasi untuk mengadakan

pembentukan kerjasama operasi (KSO), penetapan besaran jasa

verifikasi (surveyor fee), dan penunjukan Societe Generale de

Surveillance Holding S.A. (SGS) Jenewa.

Bukti-bukti yang dipergunakan oleh para Termohon Kasasi adalah

peraturan-peraturan tentang kebijakan pemerintah untuk verifikasi

gula yang tidak ada kaitannya dengan pokok permasalahan dan

bukan kebijakan pemerintah tentang perintah untuk melakukan

KSO.

1.4. Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa Putusan Pemohon

Kasasi tidak mempermasalahkan Keputusan Menperindag yang

menunjuk para Termohon Kasasi untuk melakukan verifikasi atau

penelusuran teknis impor gula. Yang menjadi pokok pertimbangan

hukum dalam putusan Pemohon Kasasi adalah bahwa

pelaksanaan verifikasi oleh para Termohon Kasasi tidak boleh

bertentangan dengan UU No.5 Tahun 1999.

1.5. Kep. Menperindag No. 594/2004 secara tegas tidak memberikan

dasar kewenangan terhadap kegiatan-kegiatan para Termohon

Kasasi untuk mengadakan kerjasama operasi (KSO), penetapan

besaran jasa verifikasi (surveyor fee), dan penunjukan Societe

Generale de Surveillance Holding S.A (SGS) Jenewa.

Terlebih lagi berdasarkan hasil penyelidikan dan pemeriksaan yang

dilakukan oleh Majelis Komisi Pemohon Kasasi ternyata kegiatan-

kegiatan yang dilakukan oleh para Termohon Kasasi tersebut

terbukti telah melanggar Pasal 5 ayat (1), Pasal 17 dan Pasal 19

huruf a UU No.5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli

dan persaingan usaha tidak sehat, maka dengan demikian telah

sangat jelas bahwa kegiatan-kegiatan para Termohon Kasasi

mengadakan kerjasama operasi (KSO), penetapan besaran jasa

verifikasi (surveyor fee), dan penunjukan Societe Generale de

Surveillance Holding S.A (SGS) Jenewa tersebut terbukti bukan

bertujuan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan

Page 32: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 32 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

yang merupakan pengecualian berdasarkan ketentuan Pasal 50

huruf a UU No.5 Tahun 1999 tetapi murni merupakan aktifitas

"business to business” oleh pelaku usaha.

2. Bahwa selain daripada tersebut di atas, fakta membuktikan bahwasanya

para Termohon Kasasi sebenarnya telah mengakui ketidakbenaran

kegiatannya membentuk kerjasama operasi (KSO), penetapan besaran

jasa verifikasi (surveyor fee), dan penunjukan Societe Generale de

Surveillance Holding S.A (SGS) Jenewa. Hal tersebut terungkap

berdasarkan surat dari Termohon Kasasi, PT. Surveyor Indonesia

(Persero) No.Srt-02/PDR-X/CSR/2005 tanggal 3 Oktober 2005, dan surat

dari Termohon Kasasi, PT. Sucofindo No.800/DRU-X/SPMM/2005

tanggal 3 Oktober 2005 yang disampaikan kepada Pemohon Kasasi yang

isinya pada pokoknya para Termohon Kasasi telah menyepakati untuk

mengakhiri KSO terhitung sejak tanggal 3 Oktober 2005 dan sampai

akhir Putusan diselesaikan oleh Pemohon Kasasi belum ada tindak lanjut

dari para Termohon Kasasi (vide, Putusan Pemohon Kasasi pada

halaman 32 angka 13).

3. Bahwa Pemohon Kasasi disamping menyampaikan alasan-alasan

keberatannya terhadap pertimbangan Judex Facti, dalam kesempatan ini

juga Pemohon Kasasi menyampaikan uraian fakta-fakta pendukung dan

terkait dengan pertimbangan hukum Putusan Pemohon Kasasi. Fakta-

fakta dimaksud adalah sebagai berikut :

3.1. Kegiatan para Termohon Kasasi berdasarkan UU No.5 Tahun 1999

termasuk dalam kegiatan usaha perdagangan.

Fokus penyelidikan dan pemeriksaan yang dilakukan oleh Pemohon

Kasasi adalah berkaitan dengan permasalahan : apakah ketika

para Termohon Kasasi setelah menerima penunjukan melalui Kep.

Menperindag No. 594/2004 sebagai surveyor pelaksana verifikasi

gula impor, dalam menjalankan kegiatannya tersebut melanggar UU

No.5 Tahun 1999 atau tidak.

Dengan demikian, fokus permasalahan dalam Putusan Pemohon

Kasasi No. 08/KPPU-I/2005 bukanlah apakah para Termohon

Kasasi melakukan kegiatan pelayanan publik ataukah tidak.

Kegiatan yang dilakukan oleh para Termohon Kasasi adalah

sebagai suatu kegiatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal ini

jelas tertuang dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun

2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang berbunyi "Badan

Page 33: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 33 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan

usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh

negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari

kekayaan negara yang dipisahkan”.

Kegiatan para Termohon Kasasi sebagai Badan Hukum (BUMN)

merupakan kegiatan perusahaan perseroan dimana tunduk pada

Pasal 11 Undang-Undang No. 19 Tahun 2003, yang berbunyi :

"Terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip

yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan

Terbatas” ;

sehingga kegiatan yang dilakukan oleh para Termohon Kasasi

adalah sebagai suatu Badan Hukum (BUMN) termasuk ruang

lingkup kegiatan usaha jasa yaitu berupa jasa verifikasi yang dapat

diperdagangkan, hal ini jelas tertuang dalam akta pendirian

perusahaan dan ijin usahanya.

Kegiatan tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 17 UU

No.5 Tahun 1999, yang berbunyi "setiap layanan yang berbentuk

pekerjaan atau prestasi yang diperdagangkan dalam masyarakat

untuk dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha”, sehingga

kegiatan tersebut adalah aktifitas bisnis murni.

Seandainya pun -quad non- yang menjadi permasalahan adalah :

apakah para Termohon Kasasi menjalankan pelayanan publik atau

tidak, dan para Termohon Kasasi mendapatkan penunjukan,

bukan berarti pemerintah melimpahkan kewenangan pelayanan

publik kepada para Termohon Kasasi, karena fungsi pengaturan

dan pengawasan impor gula tetap berada di Pemerintah, sehingga

para Termohon Kasasi hanya ditugasi untuk melakukan verifikasi

saja sebagaimana tertuang dalam Kep.Menperindag No. 594/2004

dan dalam melaksanakan verifikasi adalah merupakan aktifitas

"business to business" yang seharusnya tidak melakukan aktifitas

yang melanggar UU No.5 Tahun 1999.

Disamping itu, para Termohon Kasasi dalam melakukan pekerjaan

memberikan jasa verifikasi gula impor, kemudian memungut biaya

atas jasa verifikasinya. Pekerjaan verifikasi tersebut dimanfaatkan

oleh konsumennya yang merupakan pelaku usaha dalam bidang

importir gula (pasar bersangkutan).

Page 34: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 34 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

Hal tersebut secara jelas telah diuraikan dalam Putusan Pemohon

Kasasi No. 08/KPPU-I/2005 pada halaman 26 butir 6.3.3. sampai

dengan halaman 27 butir 6.3.4. yang berbunyi sebagai berikut :

6.3.3. Bahwa berdasarkan fakta yang diuraikan dalam butir 1.4

sampai dengan butir 1.6., kegiatan verifikasi atau

penelusuran teknis impor gula yang dilakukan oleh

Terlapor I dan Terlapor II merupakan layanan yang

berbentuk pekerjaan yang diperdagangkan dan

dimanfaatkan oleh para importir gula ;

6.3.4. Bahwa Terlapor I dan Terlapor II memperoleh imbalan a-

tas pekerjaan verifikasi atau penelusuran teknis impor

gula yang dilakukannya, dan oleh karenanya kegiatan

verifikasi atau penelusuran teknis impor gula ini dapat

dikategorikan sebagai jasa ;

Dengan demikian, sesuai uraian tersebut diatas, maka telah jelas

bahwa kegiatan para Termohon Kasasi berupa jasa verifikasi

impor gula merupakan kegiatan usaha jasa yang

diperdagangkan dalam pasar. Disamping hal tersebut, bukanlah

merupakan fokus Putusan Pemohon Kasasi.

Hal tersebut sesuai pula dengan tugas yang diberikan oleh

Menperindag kepada Para Termohon Kasasi yang hanya

terbatas pada memberikan jasa verifikasi impor gula kepada

para importir gula.

3.2. Kerjasama operasi (KSO) antara Para Termohon Kasasi terbuk-ti

melanggar UU No.5 Tahun 1999.

Sebagaimana hasil penyelidikan dan pemeriksaan Majelis

Komisi Pemohon Kasasi, ternyata hanya 1 (satu) hari setelah

diterbitkannya Kep.Menperindag No. 594/2004, para Termohon

Kasasi kemudian membentuk KSO yang justru mengakibatkan

hilangnya persaingan diantara para Termohon Kasasi untuk

memberikan jasa dan pelayanan yang sebaik-baiknya dengan

biaya yang kompetitif kepada para konsumennya yang dalam hal

ini adalah para importir gula.

Kemudian melalui KSO tersebut, terbukti secara sepihak Para

Termohon Kasasi kemudian menetapkan besaran surveyor fee

atas jasa verifikasi kepada para importir gula yang ternyata pada

pelaksanaannya, surveyor fee tersebut memberatkan para

Page 35: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 35 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

importir gula, namun terpaksa diterima karena para importir gula

tidak punya pilihan dan khawatir akan mengalami kesulitan untuk

mengimpor gula (vide B12, B13, B14, B15, B16, C14, dan C15).

Dalam prakteknya, besaran biaya pelaksanaan kegiatan jasa 4

verifikasi akan sangat terpengaruh pada beberapa hal, antara

lain menyangkut waktu, tempat dan cara pelaksanaan. Kondisi

tersebut secara tertulis telah diakui oleh Para Termohon Kasasi

dalam Keberatannya terhadap Putusan No.08/KPPU-I/2005

pada halaman 22 paragraf kedua yang berbunyi sebagai berikut:

"Memang pelaksanaan teknis terhadap impor gula yang diatur

oleh Kep. Menperindag No.527/MPP/Kep/9/2004 telah diatur

secara rinci oleh Keputusan Dirjen Daglu No.31/DAGLU/KP-

/X/2004, namun pelaksanaannya dilapangan akan sangat

berbeda berdasarkan :

- Waktu pelaksanaan verifikasi ;

- Tempat pelaksanaan verifikasi ; dan

- Cara yang dilakukan oleh tiap surveyor

Dengan demikian, seharusnya tercipta adanya persaingan

diantara para Termohon Kasasi dalam menawarkan jasanya.

Namun pada kenyataannya justru Para Termohon Kasasi secara

sengaja dan sadar membentuk KSO dengan tujuan untuk :

- menghilangkan persaingan diantara mereka ;

- memaksimalkan keuntungan melalui penetapan besaran sur-

veyor fee yang dirasa memberatkan para importir gula ; dan

- menunjuk hanya kepada SGS Jenewa sebagai pelaksana

verifikasi terhadap gula di negara asal.

Terlebih lagi hasil penyelidikan dan pemeriksaan Pemohon

Kasasi telah menemukan fakta hukum dan membuktikan bahwa

perilaku Para Termohon Kasasi berupa pembentukan KSO dan

tindakan-tindakan selanjutnya telah memenuhi seluruh unsur

pelanggaran terhadap Pasal 5 ayat (1), Pasal 17 dan Pasal 19

huruf a UU No.5 Tahun 1999 (vide Putusan No.08/KPPU-1/2005

halaman 25 butir 6 sampai dengan halaman 29 butir 7).

Terlebih lagi, sebagaimana telah diakui sendiri oleh Para

Termohon Kasasi dalam Sidang Pemeriksaan Perkara No.

08/KPPU-I/2005, bahwa Kep. Menperindag No. 594/2004 "tidak

memberikan kewenangan dan dasar hukum bagi Para Termohon

Page 36: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 36 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

Kasasi" untuk membentuk KSO (vide Bl, B2, dan C3).

Selain dari itu, seharusnya para Termohon Kasasi tidak lagi

mempermasalahkan mengenai KSO ini, karena para Termohon

Kasasi sebenarnya telah mengakui bahwa Pembentukan KSO

melanggar UU No.5 Tahun 1999, hal tersebut ditunjukkan

dengan adanya surat pernyataan yang disampaikan oleh

Termohon Kasasi tentang upaya pengakhiran KSO yang pada

prakteknya tidak ada upaya pengakhiran kegiatan KSO

tersebut (vide Putusan No. 08/KPPU-I/2005 halaman 32 butir

13.2. sampai dengan butir 13.5., A50, A51, A59, A60, C64, dan

C65).

Dengan demikian, telah terbukti bahwa tindakan para Pemohon

Keberatan dengan membentuk KSO telah melanggar UU No.5

Tahun 1999 karena mengakibatkan praktek monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat.

3.3. Penunjukan SGS di luar negeri mengakibatkan praktek monopoli

dan persaingan usaha tidak sehat.

Perlu Pemohon Kasasi tegaskan lagi, bahwa dalam Putusan

No.08/KPPU-I/2005, Pemohon Kasasi tidak mempermasalahkan

Kep. Menperindag No. 527/2004, namun salah satu yang

dipermasalahkan adalah bahwa penunjukan SGS sebagai

pelaksana verifikasi di luar negeri tersebut telah mengakibatkan

praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Tindakan Para Termohon Kasasi yang menunjuk SGS Jenewa

atau yang ditunjuk oleh SGS Jenewa sebagai pelaksana verifikasi

di negara asal gula, dan adanya fakta hukum bahwa para

Termohon Kasasi tidak pernah menunjuk surveyor selain SGS

Jenewa, sehingga secara langsung telah menutup kemungkinan

bagi surveyor lain untuk dapat ditunjuk sebagai pelaksana verifi

kasi.

Fakta tersebut telah terbukti dalam pemeriksaan Pemohon Kasasi

yang termuat dalam Putusan No. 08/KPPU-I/2005 pada halaman

29 butir 9 sampai dengan halaman 31 butir 10 bahwa seluruh

unsur pelanggaran terhadap Pasal 19 huruf a UU No.5 Tahun

1999 telah terpenuhi.

Adanya penunjukan yang hanya kepada SGS Jenewa juga

membuktikan adanya konflik kepentingan antara Para Termohon

Page 37: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 37 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

Kasasi dengan SGS Jenewa sebagai afiliasinya, karena sebagian

saham Para Termohon Kasasi dimiliki oleh SGS Jenewa, yaitu

dengan komposisi sebagai berikut :

a.Termohon Kasasi PT. Surveyor Indonesia (persero) dimiliki oleh:

i. Negara Republik Indonesia sebesar 85,1 % ;

ii. SGS Jenewa sebesar 10,4% ; dan

iii.Termohon Kasasi PT. Superintending Company of Indonesia

sebesar 4,5%.

b.Termohon Kasasi PT. (persero) Superintending Company of

Indonesia dimiliki oleh :

i. Negara Republik Indonesia sebesar 95% ; dan

ii. SGS Jenewa sebesar 5%.

Selain hal tersebut diatas, dalam Kep. Menperindag No. 527/2004

maupun Kep.Menperindag No. 594/2004 tidak memberikan

kewenangan bagi para Termohon Kasasi untuk menentukan siapa

yang menjadi pelaksana verifikasi di negara asal gula.

Dengan demikian telah jelas dan nyata bahwa penunjukan kepada

SGS Jenewa atau yang ditunjuk oleh SGS Jenewa sebagai

pelaksana verifikasi telah terbukti mengakibatkan persaingan usaha

tidak sehat karena berakibat pada tertutupnya kemungkinan

surveyor lain untuk dapat ditunjuk sebagai pelaksana verifikasi di

negara asal gula.

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung

berpendapat :

mengenai alasan-alasan ad 1 sampai dengan ad 3 :

bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena Judex

Facti tidak salah menerapkan hukum ;

bahwa oleh karena perbuatan dan perjanjian yang dilakukan oleh para

Termohon Kasasi/para Pemohon adalah didasarkan pada Keputusan Menteri

Perindustrian dan Perdagangan No.527/MPP/Kep/9/2004 tanggal 17 September

2004 tentang Ketentuan Impor Gula, dan Keputusan Menteri Perindustrian dan

Perdagangan No.594/MPP/Kep/9/2004 tanggal 23 September 2004 tentang

Penunjukan Surveyor sebagai Pelaksana Verifikasi Atau Penelusuran Teknis

Impor Gula, dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan maka

berdasarkan Pasal 50 huruf a Undang-Undang No.5 Tahun 1999, ketentuan

dalam undang-undang tersebut tidak dapat diterapkan terhadapnya ;

Page 38: P U T U S A N - hukum.unsrat.ac.idhukum.unsrat.ac.id/ma/ma_03_k_kppu_2005.pdf · Graha Surveyor Indonesia Lt.4-11, Jalan Jend.Gatot Subroto, Kav.56, Jakarta, 2. PT. (PERSERO) SUPERINTENDING

Hal. 38 dari 38 hal. Put. No. 03 K/KPPU/2006

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata

bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum

dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh

Pemohon Kasasi : KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK

INDONESIA tersebut harus ditolak ;

Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon

Kasasi ditolak, maka biaya perkara dalam tingkat kasasi ini dibebankan

kepadanya ;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang No. 4 Tahun 2004,

Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dan

ditambah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 dan peraturan perundang-

undangan lain yang bersangkutan ;

M E N G A D I L I :

Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : KOMISI

PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK INDONESIA tersebut ;

Menghukum Pemohon Kasasi/Termohon untuk membayar biaya perkara

dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah ) ;

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah

Agung pada hari SENIN tanggal 22 JANUARI 2007 oleh MARIANNA SUTADI,

SH., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai

Ketua Majelis, SUSANTI ADI NUGROHO, SH.,MH., dan Dr.H.HARIFIN

A.TUMPA, SH.,MH., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota, dan diucapkan

dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta

Hakim-Hakim Anggota tersebut dan dibantu oleh NANI INDRAWATI,

SH.,M.Hum., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak ;

Hakim-Hakim Anggota Ketua ttd./ Susanti Adi Nugroho, SH.,MH. ttd./ ttd./ Dr.H.Harifin A.Tumpa, SH.,MH. Marianna Sutadi, SH. Panitera Pengganti ttd./ Nani Indrawati, SH., M.Hum. Biaya-Biaya : 1.M e t e r a i ……………… Rp. 6.000,- 2.R e d a k s i …………….. Rp. 1.000,- Untuk Salinan 3.Administrasi kasasi…….. Rp.493.000,- MAHKAMAH AGUNG RI J u m l a h …………… Rp. 500.000,- an. Panitera =========PANITERA MUDA PERDATA KHUSUS

H.PARWOTO WIGNJOSUMARTO, SH.

NIP.040018142