otonomi daerah dankonsolidasitanah -...

2
Senin o Selasa o Rabu o Kamis o Jumat o Sabtu o Minggu 2 3 4 5 6 78 9 @) 11 12 13 14 15 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 OJan OPeb o Mar OApr OMel OJun OJul OAgs .Sep OOkt ONov ODes Otonomi Daerah dan Konsolidasi Tanah BERNHARD LIMBONG K eputusan politik untuk menerapkan desentralisasi dan otonomi daerah di awal abad ke-21 ini ternyata mem- bawa implikasi luas di berbagai aspekkehi- dupan berbangsa dan bernegara,termasuk di bidang pertanahan. Kebijakan desentralisasi dan otonomi penuh te1ah menimbulkan ber- bagai perbedaan pemahaman dan pelaksana- an dalam bidang pengelolaan pertanahan, terutama di tingkat provinsi dan kabupa- ten/kota, Kebijakan desentraIisasi dan otonomi itu telah memuneulkan berbagai persoaIan di bi- dang pertanahan seperti perencanaan tataru- ang wilay~ (regional planning), kelembaga- an pertanahan, sumberdaya manusia, keuang- an, dan meneuatnya berbagai konflik tanah yang berakar pada kebijakan pada masa lalu, Lebih dari itu, laju urbanisasi yang tak terken- dali, banjir irnpor kebutuhan pangan dan an- eaman krisis pangan, serta kerusakan ling- kungan adaIah dampak nyata ketidakteraturan penataan penguasaan dan penggunaan tanah, terutama aIih fungsi lahari pertanian, hutan, dan daerah pesisir di perdesaan. Kontroversi yang sempat menyita perha- tian banyak pihak ialah soal reneana Pemda Bogor merevisi Perda Tata Ruang Wilayah Kabupat~~, Bogor 2005-2025 berdasarkan Perda Kabupaten Bogor No.19 Tahun 2008. Revisi itu mengundang polemik karena me- ngonversi hutan lindung di daerah Puneak menjadi hutan produksi, bahkan untuk per- kebunan, pemukiman, dan rekreasi akan mendegradasi kualitas lingkungan yang bisa berujung pada beneana longsor dan banjir di kawasan sekitar Puneak, Kota Bogor, hingga Jakarta. Dalam perspektif otonomi daerah, Pem- da Bogor memiliki kewenangan luas untuk mengatur dan mengarahkan pembangunan daerah dan kota Bogor. Termasuk mengaIih- fungsi hutan lindung/konservasi untuk me- ningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Namun, reneana itu berbenturan dengan Per- pres No.54 Tahun 2008 ten tang Penataan Ruang bagi kawasan Jabodetabek dan Perda Provinsi Jabar No.22 Tahun 2010 tentang RTRW Provinsi Jabar 2009-2029. Seharusnya tidak perlu terjadi ambiva- lensi, kebingungan, dan tarik-menarik daIam bidang pertanahan di daerah ataupun antara daerah dan pusat, karena sejak Januari 2001 pembangunan di bidang pertanahan telah· menjadi kewenangan daerah. Selain itu, ope- rasionaIisasi manajemen pertanahan telah la- ma didesentralisasikan, baik menyangkut prinsip, sistem, mekanisme, prosedur, atau- pun prosesnya. Semua yang dituntut oleh Pemkab/Kota serta pembentukan Dinas Per-. tanahari sudah lama terwujud. Konsolidasi Tanah Jika dicermati, akar persoalan bukan pa- da tuntutan PAD, tetapi pada penataan peng- gunaan tanah atau pereneanaan tata-guna-ta- nah (land-use planning) yang tidak pernah tuntas dan penguasaan tanah yang timpang. Kllplng Humas Unpad 2012

Upload: leminh

Post on 23-May-2018

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

• Senin o Selasa o Rabu o Kamis o Jumat o Sabtu o Minggu2 3 4 5 6 7 8 9 @) 11 12 13 14 15

17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31OJan OPeb oMar OApr OMel OJun OJul OAgs .Sep OOkt ONov ODes

Otonomi Daerah dan Konsolidasi Tanah

BERNHARDLIMBONG

Keputusan politik untuk menerapkandesentralisasi dan otonomi daerah diawal abad ke-21 ini ternyata mem-

bawa implikasi luas di berbagai aspekkehi-dupan berbangsa dan bernegara,termasuk dibidang pertanahan. Kebijakan desentralisasidan otonomi penuh te1ah menimbulkan ber-bagai perbedaan pemahaman dan pelaksana-an dalam bidang pengelolaan pertanahan,terutama di tingkat provinsi dan kabupa-ten/kota,

Kebijakan desentraIisasi dan otonomi itutelah memuneulkan berbagai persoaIan di bi-dang pertanahan seperti perencanaan tataru-ang wilay~ (regional planning), kelembaga-an pertanahan, sumberdaya manusia, keuang-an, dan meneuatnya berbagai konflik tanahyang berakar pada kebijakan pada masa lalu,Lebih dari itu, laju urbanisasi yang tak terken-dali, banjir irnpor kebutuhan pangan dan an-eaman krisis pangan, serta kerusakan ling-kungan adaIah dampak nyataketidakteraturanpenataan penguasaan dan penggunaan tanah,terutama aIih fungsi lahari pertanian, hutan,dan daerah pesisir di perdesaan.

Kontroversi yang sempat menyita perha-tian banyak pihak ialah soal reneana PemdaBogor merevisi Perda Tata Ruang WilayahKabupat~~, Bogor 2005-2025 berdasarkan

Perda Kabupaten Bogor No.19 Tahun 2008.Revisi itu mengundang polemik karena me-ngonversi hutan lindung di daerah Puneakmenjadi hutan produksi, bahkan untuk per-kebunan, pemukiman, dan rekreasi akanmendegradasi kualitas lingkungan yang bisaberujung pada beneana longsor dan banjir dikawasan sekitar Puneak, Kota Bogor, hinggaJakarta.

Dalam perspektif otonomi daerah, Pem-da Bogor memiliki kewenangan luas untukmengatur dan mengarahkan pembangunandaerah dan kota Bogor. Termasuk mengaIih-fungsi hutan lindung/konservasi untuk me-ningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).Namun, reneana itu berbenturan dengan Per-pres No.54 Tahun 2008 ten tang PenataanRuang bagi kawasan Jabodetabek dan PerdaProvinsi Jabar No.22 Tahun 2010 tentangRTRW Provinsi Jabar 2009-2029.

Seharusnya tidak perlu terjadi ambiva-lensi, kebingungan, dan tarik-menarik daIambidang pertanahan di daerah ataupun antaradaerah dan pusat, karena sejak Januari 2001pembangunan di bidang pertanahan telah·menjadi kewenangan daerah. Selain itu, ope-rasionaIisasi manajemen pertanahan telah la-ma didesentralisasikan, baik menyangkutprinsip, sistem, mekanisme, prosedur, atau-pun prosesnya. Semua yang dituntut olehPemkab/Kota serta pembentukan Dinas Per-.tanahari sudah lama terwujud.

Konsolidasi TanahJika dicermati, akar persoalan bukan pa-

da tuntutan PAD, tetapi pada penataan peng-gunaan tanah atau pereneanaan tata-guna-ta-nah (land-use planning) yang tidak pernahtuntas dan penguasaan tanah yang timpang.

Kllplng Humas Unpad 2012

Perencanaan dan pelaksanaan tata guna ta-nah di perkotaan dan perdesaan bertujuanuntuk meneiptakan keadilan agraria denganmenyelaraskan kepentingan individu dengankepentingan umum, meningkatkan daya gu-na dan hasil guna tanah, melestarikan kuali-tas lingkungan, dan pemeliharaan sumberdaya alam.

Penataan penguasaan dan penggunaanbumi, air, dan ruang angkasa merupakan pe-rintah Pasal 33 DUD 1945 yang diturunkandalam Pasal 14 ayat (1) dan (2) UUPA. Da-lam Penjelasan Umum angka ITpoin 8 DU-PA antara lain ditegaskan:

" ... untuk meneapai apa yang menjadicita-cita bangsa dan Negara di atas dalam bi-dang agraria, perlu adanya suatu reneana(planning) mengenai peruntukan, pengguna-an, dan persediaan bumi, air, dan ruang ang-kasa untuk pelbagai kepentingan hidup rak-yat dan Negara .... Dengan adanya planningitu, maka penggunaan tanah dapat dilakukanseeara terpimpin dan teratur hingga dapatmembawa manfaat yang sebesar-besarnyabagi Negara dan rakyat. "

Terkait amanat UUD 1945 dan UUPA1960 itu, Pemerintah sebenamya sudah me-miliki visi dan konsep hebat, yaitu Konsoli-dasi Tanah. Dalam Pasal 1 pp No. 4 Tahun1991 dikatakan: "Konsolidasi tanah adalahkebijakan pertanahan mengenai penataankembali penguasaan dan penggunaan tanahserta usaha pengadaan tanah untuk kepen-tingan pembangunan, untuk meningkatkankualitas lingkungan, dan pemeliharaan sum-ber daya alam dengan melibatkan partisipasiaktif masyarakat. "

Jadi, konsolidasi tanah dapat diartikansebagai penataan penguasaan dan penguatannilai serta fungsi tanah sebagai hasil penata-an bentuk, luas, dan letak sehingga menjaditertib dan teratur yang mendukung pernanfa-atan tanah seeara efektif, efisien, dan berke-lanjutan sesuai potensinya berdasarkanRTRW.

Dalam implementasinya, ada dua kebi-jakan pokok pembangunan pertanahan da-lam dua dekade terakhir, yaitu kebijakanpertanahan perkotaan (urban land policy)dan kebijakan pertanahan perdesaan ataupertanian (rural/agricultural land policy).Kedua kebijakan itu saling mengisi dan me-lengkapi dalam bentuk sinergi keterpaduanpemanfaatan tanah antara berbagai sektorpembangunan. Dalam proses pembangunan-nya, konsolidasi tanah dilengkapi pula de-ngan pereneanaan prasarana, sarana, fasilitasdan utilitas umum yang diperlukan sesuaipotensi lokasi yang bersangkutan, melaluiperanserta aktif para pemilik tanah ataupenggarap tanah maupun para stake holdersatau pihak lain untuk menunjang perwujud-an Reneana Pembangunan Daerah.

Konsolidasi tanah dilaksanakan di duakawasan utama, yaitu perkotaan dan perde-saan. Di perkotaan, konsolidasi tanah bertu-juan 'untuk menunjang pembangunan perko-taan dan kegiatan bersifat urban seperti per-mukiman, perniagaan, industri, implementa-si reneana jaringan jalan. Karena itu, konso-lidasi tanah perkotaan ditujukan pada wila-yah yang akan menjadi kota/permukimanbaru, yang sudah mulai tumbuh, dan permu-kiman yang tumbuh pesat.

Konsolidasi tanah perkotaan juga tertujukewilayah bagian pinggir kota yang telah a-da atau direneanakan jalan penghubung, wi-layah yang relatif kosong, wilayah yang be-lum teratur atau masih kumuh, wilayah yang

perlu renovasi/rekonstruksi karena kebakar-an dan beneana, wilayah yang direneanakanbagi pengembangan jalan lingkar/akses, wi-layah pengembangan industri, dan wilayahlain yang bereirikan kegiatan perkotaan.

Konsolidasi tanah perdesaan bertujuanuntuk menunjang pembangunan daerah per-desaan yang mengarah pada pengembangankawasan ·pertanian, petemakan, pertamba-kan, perkebunan, konservasi sumberdayaalam, dan sebagainya.

Paradigma BaruSeperti pengalaman di banyak negara di

dunia, pelaksanaan konsolidasi tanah di In-donesia menghadapi banyak kendala. Kare-na itu, konsolidasi tanah harus dilaksanakanseeara sistematis, metodologis, menyeluruh,dan sungguh-sungguh akan menciptakan ta-tanan penguasaan dan pemanfaatan perta-nahan yang baik dan teratur, adil, berkuali-tas, legal dan integral, efisien, dan berkelan-jutan.

Salah satu aspek penting adalah penera-pan paradigm baru dalam pembangunan per-tanahan. Di era otonomi daerah dan keterbu-kaan dituntut perubahan paradigma, dari pe-merintahan sentralistik yang otoriter menjadidesentralisasi yang demokratis. Konsekuen-sinya, perlu penyesuaian di sana-sini.

Produk hukum berupa undang-undangdilandasi argumentasi bahwa yang diaturadalah masalah sentral substansial bagi kehi-dupan rakyat banyak terkait dengan hak asa-si rakyat di bidang ekonomi, sosial, dan bu-daya. Hal ini juga memiliki landasan konsti-tusional (Pasal 33 UUD 1945) dan dituang-kan dalam 3 pasal uupA (Pasal 13, 14, dan15). DU Tata Guna Tanah akan memperkuatdan mengefektifkan pelaksanaan DU No. 24Tahun 1992 tentang Tata Ruang.

Sebagai komparasi, Malaysia terbilangsukses melaksanakan konsolidasi tanah me-lalui Land Readjustment yang dituangkanUU yang disebut Town and Country Plan-ning Aet 1976. Land Readjustment di Ma-laysia merupakan program pembangunanpertanahan yang berkelanjutan dengan peng-aturan yang terintegrasi pada semua aspekpembangunan lainnya. Land Readjustmentdisusun berdasarkan UU induk, yaitu KanunTanah Negara.

Dalam konteks pertanahan, pembuatanhukum dan kebijakan pertanahan (land lawand land policy) harus mengarah pada upayameningkatkan pemanfaatan dan penggunaantanah seeara adil, transparan dan produktif,dengan mengutamakan hak-hak rakyat se-tempat termasuk hak ulayat dan masyarakatadat. Dengan demikian, pembuatan DU TataGuna Tanah, Tata Ruang, termasuk Perdatentang Tata Ruang Wilayah, harus mampumenghasilkan rumusan yang serasi dan se-imbang antara tujuan pembangunan denganhak -hak rakyat di bidang sosial, ekonomi,budaya, dan ekologi.

Konsolidasi tanah perdesaan dan perko-taan teras a semakin mendesak di tengah an-eaman krisis pangan dunia, tingkat urbanisa-si yang kian tak terkendali, ketergantunganyang tinggi pada bahan pangan imp or, ke-rniskinan struktural di perdesaan, kesenjang-an sosial ekonorni yang kian melebar, ma-raknya konflik agraria.idan kerusakan ling-kungan yang terjadi seeara massif di seluruhwilayah hukum NKRI.

PENULIS ADALAH PAKAR HUKUM PERTANAHAN,

UNPAD, BANDUNG