documentot

60
MAKALAH KONSEP HERBAL INDONESIA KEAMANAN OBAT HERBAL Disusun oleh: Arnita Yeyen 1106027586 Caroline 1106027655 Dwi Handayani 1106106722 Munawarohthus Sholikha 1106107126 Pulan Widyanati 1106107214 Wina Sundari 1106107561

Upload: indah-safitri

Post on 27-Jan-2016

260 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

just share

TRANSCRIPT

Page 1: Documentot

MAKALAH KONSEP HERBAL INDONESIA

KEAMANAN OBAT

HERBAL

Disusun oleh:

Arnita Yeyen 1106027586

Caroline 1106027655

Dwi Handayani 1106106722

Munawarohthus Sholikha 1106107126

Pulan Widyanati 1106107214

Wina Sundari 1106107561

PROGRAM MAGISTER HERBAL

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2011

Page 2: Documentot

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sudah menjadi opini medis yang umum bahwa tidak mungkin bila suatu obat

memiliki efek terapi namun tidak memiliki efek samping. Jika herbal diklaim

aman/bebas dari efek samping maka kemungkinan herbal tersebut tidak efektif. Hal ini

merupakan pandangan yang rasional. Suatu intervensi pada suatu loka aksi selalu

mengarah pada terjadinya reaksi pada loka aksi yang lain, baik karena koneksi

fungsional atau struktural maupun karena kesamaan sensitivitas.

Di sisi lain, ada kepercayaan populer yang bertahan bahwa herbal itu aman.

Kemungkinan alasan utama mengapa pasien selalu menggunakan herbal adalah karena

mereka mengasumsikan bahwa herbal tidak mempunyai efek samping, tidak seperti

obat konvensional. Banyak herbalis yang memiliki pendapat yang sama. Mereka

merujuk pada penggunaan dari banyak obat tradisional yang sudah digunakan oleh

banyak orang sejak jaman prasejarah. Mereka juga menggunakan obat herbal untuk

tujuan yang berbeda dengan obat konvensional, yaitu untuk meningkatkan respons

penyembuhan daripada menargetkan patologi atau gejala, dimana obat herbal

merupakan sebuah paket yang kompleks yang mengandung senyawa-senyawa aktif.

Efek toksik dari herbal jarang sekali terdokumentasikan, walaupun ada beberapa

kasus yang perlu mendapat perhatian serius. Masalah utama dari penggunaan obat

herbal adalah perlunya informasi yang dapat menjamin keamanan dan menghindari

bahaya yang tersembunyi. Hal ini terutama perlu diatur oleh pemerintah selaku

regulator untuk menjamin keamanan masyarakat dengan membatasi akses terhadap

setiap herbal yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat.

1

Page 3: Documentot

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

a. Mengetahui manfaat dan keamanan penggunaan obat herbal

b. Mengetahui cara penggunaan obat herbal dengan tepat

c. Mengetahui penyalahgunaan yang terjadi di masyarakat

2

Page 4: Documentot

BAB II

OBAT HERBAL

2.1. Obat Herbal

Indonesia merupakan sumber tumbuhan obat di dunia. Sebanyak 40.000 jenis

flora yang ada di dunia, 30.000 jenis dijumpai di Indonesia dan 940 jenis di antaranya

diketahui berkhasiat sebagai obat. Keanekaragaman hayati ini merupakan aset nasional

yang bernilai tinggi untuk pengembangan industri agromedisin di dunia. Adanya

kecenderungan pola hidup kembali ke alam (back to nature) dengan keyakinan bahwa

mengkomsumsi obat alami relatif lebih aman dibanding dengan obat sintetik, maka

berdampak pada peningkatan permintaan dunia akan obat alami sehingga prospek pasar

tumbuhan obat Indonesia di dalam maupun di luar negeri peluangnya semakin besar.

Menurut Undang-Undang Kesehatan No.36 Tahun 2009 Obat Tradisional (OT)

adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan

mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun

temurun telah digunakan untuk pengobatan dan dapat diterapkan sesuai dengan norma

yang berlaku di masyarakat. Obat herbal terstandar (OHT) adalah sediaan obat bahan

alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik

dan bahan bakunya telah di standarisasi.

Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan

oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad yang lalu terbukti dari adanya naskah lama

pada daun lontar Husodo (Jawa), Usada (Bali), Lontarak pabbura (Sulawesi Selatan),

dan dokumen Serat Primbon Jampi.

Menurut WHO, negara-negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin menggunakan

obat herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terima. Bahkan di

Afrika, sebanyak 80% dari populasi menggunakan obat herbal untuk pengobatan primer

(WHO, 2003). Faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat herbal di

negara maju adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi

penyakit kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit

tertentu di antaranya kanker serta semakin luas akses informasi mengenai obat herbal di

seluruh dunia. WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk herbal

3

Page 5: Documentot

dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit,

terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker. Penggunaan obat

tradisional secara umum dinilai lebih aman dari pada penggunaan obat modern. Hal ini

disebabkan karena obat tradisional memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit dari

pada obat modern (Oktora, 2006).

2.2. Klasifikasi Obat Herbal

Menurut peraturan BPOM RI nomor : HK.00.05.41.1384 tentang kriteria dan

tata laksana pendaftaran obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka, yang

dimaksud dengan obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan

tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari

bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan

berdasarkan pengalaman. Obat bahan alam yang ada di Indonesia saat ini dapat dibagi

ke dalam tiga kategori, yaitu jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka.

2.3. Kelebihan Obat Herbal dibandingkan dengan Obat Konvensional

Dibandingkan obat-obat modern, memang obat tradisional (OT) memiliki

beberapa kelebihan, antara lain : efek sampingnya relatif rendah, dalam suatu ramuan

dengan komponen berbeda memiliki efek saling mendukung, pada satu tanaman

memiliki lebih dari satu efek farmakologi serta lebih sesuai untuk penyakit-penyakit

metabolik dan degeneratif.

1). Efek samping obat tradisional (OT) relatif kecil bila digunakan secara benar

dan tepat

OT akan bermanfaat dan aman jika digunakan dengan tepat, baik takaran, waktu

dan cara penggunaan, pemilihan bahan serta penyesuai dengan indikasi tertentu.

a. Ketepatan dosis

Daun seledri (Apium graviolens) telah diteliti dan terbukti mampu menurunkan

tekanan darah, tetapi pada penggunaannya harus berhati-hati karena pada dosis

berlebih (over dosis) dapat menurunkan tekanan darah secara drastis sehingga

jika penderita tidak tahan dapat menyebabkan syok. Oleh karena itu dianjurkan

untuk tidak mengkonsumsi lebih dari 1 gelas perasan seledri untuk sekali

4

Page 6: Documentot

minum. Demikian pula mentimun, takaran yang diperbolehkan tidak lebih dari 2

buah untuk sekali makan. Untuk menghentikan diare memang bisa digunakan

gambir, tetapi penggunaan lebih dari 1 ibu jari, bukan sekedar menghentikan

diare bahkan akan menimbulkan kesulitan buang air besar selama berhari-hari

(konstipasi). Sebaliknya penggunaan minyak jarak (Oleum ricini) untuk diare

yang tidak terukur akan menyebabkan iritasi saluran pencernaan. Demikian juga

dengan pemakaian keji beling (Strobilantus crispus) untuk batu ginjal melebihi

2 gram serbuk (sekali minum) bisa menimbulkan iritasi saluran kemih.

b. Ketepatan waktu penggunaan

Sekitar tahun 1980-an terdapat suatu kasus di salah satu rumah sakit bersalin,

beberapa pasien mengalami kesulitan persalinan akibat mengkonsumsi jamu cabe

puyang sepanjang masa (termasuk selama masa kehamilan). Setelah dilakukan

penelitian, ternyata jamu cabe puyang mempunyai efek menghambat kontraksi

otot pada binatang percobaan. Oleh karena itu kesulitan melahirkan pada ibu-ibu

yang mengkonsumsi cabe puyang mendekati masa persalinan karena kontraksi

otot uterus dihambat terus-menerus sehingga memperkokoh otot tersebut dalam

menjaga janin didalamnya. Sebaliknya jamu kunir asem bersifat abortivum

sehingga mungkin dapat menyebabkan keguguran bila dikonsumsi pada awal

kehamilan. Sehubungan dengan hal itu, seyogyanya bagi wanita hamil minum

jamu cabe puyang di awal kehamilan (antara 1-5 bulan) untuk menghindari resiko

keguguran dan minum jamu kunir asem saat menjelang persalinan untuk

mempermudah proses persalinan. Kasus lain adalah penggunaan jamu sari rapet

yang terus menerus dapat menyebabkan kesulitan memperoleh keturunan bagi

wanita yang kurang subur karena ada kemungkinan dapat memperkecil rahim.

c. Ketepatan cara penggunaan

Daun kecubung (Datura metel L.) telah diketahui mengandung alkaloid turunan

tropan yang bersifat bronkodilator (dapat memperlebar saluran pernafasan)

sehingga digunakan untuk pengobatan penderita asma. Penggunaannya dengan

cara dikeringkan lalu digulung dan dibuat rokok serta dihisap (seperti merokok).

Akibat kesalahan informasi yang diperoleh atau kesalahfahaman, secara umum

penggunaan OT secara tradisional adalah direbus lalu diminum air seduhannya;

5

Page 7: Documentot

maka jika hal itu diperlakukan terhadap daun kecubung, akan terjadi keracunan

karena tingginya kadar alkaloid dalam darah. Orang Jawa menyebutnya

‘mendem kecubung’ dengan salah satu tandanya midriasis (mata membesar).

d. Ketepatan pemilihan bahan secara benar

Berdasarkan pustaka, tanaman lempuyang ada 3 jenis, yaitu lempuyang emprit

(Zingiber amaricans L), lempuyang gajah (Zingiber zerumbert L.) dan

lempuyang wangi (Zingiber aromaticum L.). Lempuyang emprit dan lempuyang

gajah berwarna kuning berasa pahit dan secara empiris digunakan untuk

menambah nafsu makan; sedangkan lempuyang wangi berwarna lebih putih

(kuning pucat) rasa tidak pahit dan berbau lebih harum, banyak digunakan

sebagai komponen jamu pelangsing. Kenyataannya banyak penjual simplisia

yang kurang memperhatikan hal tersebut, sehingga kalau ditanya jenisnya hanya

mengatakan yang dijual lempuyang tanpa mengetahui apakah lempuyang wangi

atau yang lain. Kerancauan serupa juga sering terjadi antara tanaman ngokilo

yang dianggap sama dengan keji beling, daun sambung nyawa dengan daun

dewa, bahkan akhir-akhir ini terhadap tanaman kunir putih, dimana 3 jenis

tanaman yang berbeda (Curcuma mangga, Curcuma zedoaria dan Kaempferia

rotunda) seringkali sama-sama disebut sebagai ‘kunir putih’ yang sempat

mencuat ke permukaan karena dinyatakan bisa digunakan untuk pengobatan

penyakit kanker.

e. Ketepatan pemilihan OT untuk indikasi tertentu

Kenyataan di lapangan ada beberapa OT yang memiliki khasiat empiris serupa

bahkan dinyatakan sama (efek sinergis). Sebaliknya untuk indikasi tertentu

diperlukan beberapa jenis OT yang memiliki efek farmakologis saling

mendukung satu sama lain (efek komplementer). Walaupun demikian karena

sesuatu hal, pada berbagai kasus ditemui penggunaan OT tunggal untuk tujuan

pengobatan tertentu. Misalnya seperti yang terjadi sekitar tahun 1985, terdapat

banyak pasien di salah satu rumah sakit di Jawa Tengah yang sebelumnya

mengkonsumsi daun keji beling. Pada pemeriksaan laboratorium dalam urinnya

ditemukan adanya sel-sel darah merah dalam jumlah melebihi normal. Hal ini

sangat dimungkinkan karena daun keji beling merupakan diuretik kuat sehingga

6

Page 8: Documentot

dapat menimbulkan iritasi pada saluran kemih. Akan lebih tepat bagi mereka

jika menggunakan daun kumis kucing (Ortosiphon stamineus) yang efek

diuretiknya lebih ringan dan dikombinasi dengan daun tempuyung (Sonchus

arvensis) yang tidak mempunyai efek diuretik kuat tetapi dapat melarutkan batu

ginjal berkalsium. Penggunaan daun tapak dara (Vinca rosea) untuk mengobati

diabetes bukan merupakan pilihan yang tepat, sebab daun tapak dara

mengandung alkaloid vinkristin dan vinblastin yang dapat menurunkan jumlah

sel darah putih (leukosit). Jika digunakan untuk penderita diabetes yang

mempunyai jumlah leukosit normal akan membuat penderita rentan terhadap

serangan penyakit karena terjadi penurunan jumlah leukosit yang berguna

sebagai pertahanan tubuh.

2). Adanya efek komplementer dan atau sinergisme dalam ramuan obat

tradisional

Dalam suatu ramuan OT umumnya terdiri dari beberapa jenis OT yang memiliki

efek saling mendukung satu sama lain untuk mencapai efektivitas pengobatan hal ini

disebabkan oleh komponen bioaktif tanaman obat yang majemuk. Formulasi dan

komposisi ramuan tersebut dibuat setepat mungkin agar tidak menimbulkan kontra

indikasi, bahkan harus dipilih jenis ramuan yang saling menunjang terhadap suatu

efek yang dikehendaki. Sebagai ilustrasi dapat dicontohkan bahwa suatu formulasi

terdiri dari komponen utama sebagai bahan berkhasiat, bahan penunjang sebagai

unsur pendukung atau penunjang, ajuvan untuk membantu menguatkan efek serta

bahan tambahan sebagai pelengkap atau penyeimbang dalam formulasi. Setiap unsur

bisa terdiri lebih dari 1 jenis TO sehingga komposisi OT lazimnya cukup komplek.

Misalnya suatu formulasi yang ditujukan untuk menurunkan tekanan darah,

komponennya terdiri dari : daun seledri (sebagai vasodilator), daun alpukat atau akar

teki (sebagai diuretika), daun murbei atau besaren (sebagai kalsium antagonis) serta

biji pala (sebagai sedatif ringan). Formulasi lain dimaksudkan untuk pelangsing,

komponennya terdiri dari : kulit kayu rapet dan daun jati belanda (sebagai pengelat),

daun jungrahap (sebagai diuretik), rimpang kunyit dan temulawak (sebagai peluruh

saluran cerna sekaligus bersifat pencahar). Dari formulasi ini walaupun nafsu makan

ditingkatkan oleh temulawak dan kunyit, tetapi penyerapan sari makanan dapat

ditahan oleh kulit kayu rapet dan jati belanda. Pengaruh kurangnya defekasi

7

Page 9: Documentot

dinetralisir oleh temulawak dan kunyit sebagai pencahar, sehingga terjadi proses

pelangsingan sedangkan proses defekasi dan diuresis tetap berjalan sebagaimana

biasa.

Terhadap ramuan tersebut seringkali masih diberi bahan-bahan tambahan (untuk

memperbaiki warna, aroma dan rasa) dan bahan pengisi (untuk memenuhi

jumlah/volume tertentu). Bahan tambahan sering disebut sebagai koringensia, yaitu

korigensia saporis (sebagai penyedap rasa, misalnya menta atau kayu legi), korigensia

odoris (penyedap aroma/bau, misalnya biji kedawung atau buah adas) dan korigensia

coloris (memperbaiki warna agar lebih menarik, misalnya kayu secang, kunyit atau

pandan). Untuk bahan pengisi bisa digunakan pulosari atau adas, sekaligus ada

ramuan yang disebut ‘adas-pulowaras’ atau ‘adas-pulosari’.

Untuk sediaan yang berbentuk cairan atau larutan, seringkali masih diperlukan

zat-zat atau bahan yang berfungsi sebagai stabilisator dan solubilizer. Stabilisator

adalah bahan yang berfungsi menstabilkan komponen aktif dalam unsur utama,

sedangkan solubilizer untuk menambah kelarutan zat aktif. Sebagai contoh,

kurkuminoid, yaitu zat aktif dalam kunyit yang bersifat labil (tidak stabil) pada

suasana alkalis atau netral, tetapi stabil dalam suasana asam, sehingga muncul ramuan

‘kunir-asem’. Demikian juga dengan etil metoksi sinamat, suatu zat aktif pada kencur

yang agak sukar larut dalam air; untuk menambah kelarutan diperlukan adanya

‘suspending agent’ yang berperan sebagai solubilizer yaitu beras, sehingga dibuat

ramuan ‘beras-kencur’.

Selain itu beberapa contoh OT yang memiliki efek sinergis, misalnya untuk

diuretik bisa digunakan daun keji beling, daun kumis kucing, akar teki, daun alpokat,

rambut jagung dan lain sebagainya. Sedangkan efek komplementer (saling

mendukung) beberapa zat aktif dalam satu tanaman, contohnya seperti pada herba timi

(Thymus serpyllum atau T.vulgaris) sebagai salah satu ramuan obat batuk. Herba timi

diketahui mengandung minyak atsiri (yang antara lain terdiri dari : timol dan

kalvakrol) serta flavon polimetoksi. Timol dalam timi berfungsi sebagai ekspektoran

(mencairkan dahak) dan kalvakrol sebagai anti bakteri penyebab batuk; sedangkan

flavon polimetoksi sebagai penekan batuk non narkotik, sehingga pada tanaman

tersebut sekurang-kurangnya ada 3 komponen aktif yang saling mendukung sebagai

8

Page 10: Documentot

anti tusif. Demikian pula efek diuretik pada daun kumis kucing karena adanya

senyawa flavonoid, saponin dan kalium.

3). Pada satu tanaman bisa memiliki lebih dari satu efek farmakologi

Zat aktif pada tanaman obat umumnya dalam bentuk metabolit sekunder,

sedangkan satu tanaman bisa menghasilkan beberapa metabolit sekunder; sehingga

memungkinkan tanaman tersebut memiliki lebih dari satu efek farmakologi. Efek

tersebut adakalanya saling mendukung, tetapi ada juga yang seakan-akan saling

berlawanan atau kontradiksi. Sebagai contoh, misalnya pada rimpang temulawak

(Curcuma xanthorriza) yang disebutkan memiliki beberapa efek farmakologi, antara

lain : sebagai anti inflamasi (anti radang), anti hiperlipidemia (penurun lipida darah),

kolagogum (merangsang pengeluaran produksi cairan empedu), hepatoprotektor

(mencegah peradangan hati) dan juga stomakikum (memacu nafsu makan). Jika

diperhatikan setidak-tidaknya ada 2 efek yang kontradiksi, yaitu antara anti

hiperlipidemia dan stomakikum. Bagaimana mungkin bisa terjadi pada satu tanaman,

terdapat zat aktif yang dapat menurunkan kadar lemak/kolesterol darah sekaligus

dapat bersifat memacu nafsu makan.

Hal serupa juga terdapat pada tanaman kelembak (Rheum officinale) yang telah

diketahui mengandung senyawa antrakinon bersifat non polar dan berfungsi sebagai

laksansia (urus-urus/pencahar); tetapi juga mengandung senyawa tanin yang bersifat

polar dan berfungsi sebagai astringen (pengelat) dan bisa menyebabkan konstipasi

untuk menghentikan diare. Lain lagi dengan buah mengkudu (Morinda citrifolia) yang

pernah populer karena disebutkan dapat untuk pengobatan berbagai macam penyakit.

Kenyataan seperti itu disatu sisi merupakan keunggulan produk OT, tetapi disisi lain

merupakan bumerang karena alasan yang tidak rasional untuk bisa diterima dalam

pelayanan kesehatan formal.

4). Obat tradisional lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan

degeneratif

Pola penyakit di Indonesia (bahkan di dunia) telah mengalami pergeseran dari

penyakit infeksi (yang terjadi sekitar sebelum tahun 1970) ke penyakit-penyakit

metabolik degeneratif (sesudah tahun 1970 hingga sekarang). Hal ini seiring dengan

laju perkembangan tingkat ekonomi dan peradaban manusia yang ditandai dengan

9

Page 11: Documentot

pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi dengan berbagai penemuan baru yang

bermanfaat dalam pengobatan dan peningkatan kesejahteraan umat manusia.

Pada periode sebelum tahun 1970-an banyak terjangkit penyakit infeksi yang

memerlukan penanggulangan secara cepat dengan mengunakan antibiotika (obat

modern). Pada saat itu jika hanya mengunakan OT atau Jamu yang efeknya lambat,

tentu kurang bermakna dan pengobatannya tidak efektif.

Akan tetapi timbul penyakit baru yang bukan disebabkan oleh jasad renik,

melainkan oleh gangguan metabolisme tubuh akibat konsumsi berbagai jenis makanan

yang tidak terkendali serta gangguan faal tubuh sejalan dengan proses degenerasi.

Penyakit ini dikenal dengan sebutan penyakit metabolik dan degeneratif. Jenis penyakit

metabolik antara lain : diabetes (kencing manis), hiperlipidemia (kolesterol tinggi),

asam urat, batu ginjal dan hepatitis; sedangkan penyakit degeneratif di antaranya :

rematik (radang persendian), asma (sesak nafas), ulkus (tukak lambung), haemorrhoid

(ambaien/wasir) dan pikun (lost of memory). Untuk menanggulangi penyakit tersebut

diperlukan pemakaian obat dalam waktu lama sehingga jika mengunakan obat modern

dikhawatirkan adanya efek samping yang terakumulasi dan dapat merugikan kesehatan.

Maka lebih sesuai bila menggunakan OT, walaupun penggunaannya dalam waktu lama

tetapi efek samping yang ditimbulkan relatif kecil sehingga dianggap lebih aman.

2.4. Kekurangan Obat Herbal dibandingkan dengan Obat Konvensional

Disamping berbagai keuntungan, bahan obat alam juga memiliki beberapa

kelemahan yang juga merupakan kendala dalam pengembangan obat tradisional

(termasuk dalam upaya agar bisa diterima pada pelayanan kesehatan formal). Adapun

beberapa kelemahan tersebut antara lain : efek farmakologisnya yang lemah, bahan

baku belum terstandar dan bersifat higroskopis serta volumines, belum dilakukan uji

klinik dan mudah tercemar berbagai jenis mikroorganisme.

Menyadari akan hal ini maka pada upaya pengembangan OT ditempuh berbagai

cara dengan pendekatan-pendekatan tertentu, sehingga ditemukan bentuk OT yang telah

teruji khasiat dan keamanannya, bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah serta

memenuhi indikasi medis; yaitu kelompok obat fitoterapi atau fitofarmaka. Proses untuk

meningkat menjadi produk fitofarmaka, tentu melalui beberapa tahap (uji farmakologi,

10

Page 12: Documentot

toksisitas dan uji klinik) hingga bisa menjawab dan mengatasi berbagai kelemahan

tersebut.

Efek farmakologis yang lemah dan lambat karena rendahnya kadar senyawa aktif

dalam bahan obat alam serta kompleknya zat balas/senyawa banar yang umum terdapat

pada tanaman. Hal ini bisa diupayakan dengan ekstrak terpurifikasi, yaitu suatu hasil

ekstraksi selektif yang hanya mencari senyawa-senyawa yang berguna dan membatasi

sekecil mungkin zat balas yang ikut tersari. Sedangkan standarisasi yang komplek

karena terlalu banyaknya jenis komponen OT serta sebagian besar belum diketahui zat

aktif masing-masing komponen secara pasti, jika memungkinkan digunakan produk

ekstrak tunggal atau dibatasi jumlah komponennya tidak lebih dari 5 jenis OT.

Disamping itu juga perlu diketahui tentang asal-usul bahan, termasuk kelengkapan data

pendukung bahan yang digunakan; seperti umur tanaman yang dipanen, waktu panen,

kondisi lingkungan tempat tumbuh tanaman (cuaca, jenis tanah, curah hujan, ketinggian

tempat dll.) yang dianggap dapat memberikan solusi dalam upaya standarisasi bahan

baku dan OT. Demikian juga dengan sifat bahan baku yang higroskopis dan mudah

terkontaminasi mikroba, perlu penanganan pasca panen yang benar dan tepat (seperti

cara pencucian, pengeringan, sortasi, pengubahan bentuk, pengepakan serta

penyimpanan).

Efek Samping Tanaman Obat/Obat Tradisional

Berdasarkan data dari beberapa jurnal ilmiah memang ada bahan ramuan OT yang

diketahui berbahaya, setelah melewati beragam penelitian, demikian juga adanya

ramuan bahan-bahan yang bersifat keras dan jarang digunakan selain untuk penyakit-

penyakit tertentu dengan cara-cara tertentu pula. Secara toksikologi bahan yang

berbahaya adalah suatu bahan (baik alami atau sintesis, organik maupun anorganik)

yang karena komposisinya dalam keadaan, jumlah, dosis dan bentuk tertentu dapat

mempengaruhi fungsi organ tubuh manusia atau hewan sedemikian sehingga

mengganggu kesehatan baik sementara, tetap atau sampai menyebabkan kematian.

Akan tetapi bahan yang aman pada dosis kecil kemungkinan dapat berbahaya atau

toksis jika digunakan dalam dosis besar dan atau waktu lama, demikian juga bila tidak

tepat cara dan waktu penggunaannya. Jadi tidak benar, bila dikatakan OT itu tidak

11

Page 13: Documentot

memiliki efek samping, sekecil apapun efek samping tersebut tetap ada; namun hal itu

bisa diminimalkan jika diperoleh informasi yang cukup.

Ada beberapa contoh, antara lain merica (Piperis sp.) pada satu sisi baik untuk

diabetes, tetapi merica juga berefek menaikkan tekanan darah. Oleh karena itu bagi

penderita diabet sekaligus hipertensi dianjurkan tidak memasukkan merica dalam

ramuan jamu/OT yang dikonsumsi. Kencur (Kaempferia galanga) memang bermanfaat

menekan batuk, tetapi juga berdampak meningkatkan tekanan darah; sehingga bagi

penderita hipertensi sebaik-nya tidak dianjurkan minum beras-kencur. Demikian juga

dengan brotowali (Tinospora sp.) yang dinyatakan memiliki efek samping dapat

mengganggu kehamilan dan menghambat pertumbuhan plasenta.

Walaupun demikian efek samping OT tentu tidak bisa disamakan dengan efek

samping obat modern. Pada OT terdapat suatu mekanisme yang disebut sebagai

penangkal atau dapat menetralkan efek samping tersebut, yang dikenal dengan SEES

(Side Effect Eliminating Subtances). Sebagai contoh di dalam kunyit terdapat senyawa

yang merugikan tubuh, tetapi di dalam kunyit itu juga ada zat anti untuk menekan

dampak negatif tersebut. Pada perasan air tebu terdapat senyawa saccharant yang

ternyata berfungsi sebagai antidiabetes, maka untuk penderita diabetes (kencing manis)

bisa mengkonsumsi air perasan tebu, tetapi dilarang minum gula walaupun gula

merupakan hasil pemurnian dari tebu.

Beberapa tanaman yg telah diketahui mengandung bahan yang berbahaya

1. Dari suku Euphorbiaceae

a. Phylanthus sp.

mengandung ester phorbol yang dinyatakan dapat merangsang virus Epstein-Borr

(dalam waktu lama menyebabkan karsinoma)

b. Ricinus comunis

bijinya mengandung protein risin, yang apabila diabsorpsi dalam bentuk asli, akan

menghambat sintesis protein, karena dapat mengacaukan proses metabolisme)

c. Croton tiglium L.

bijinya mengandung crotin (suatu protein fitotoksin), fraksi resinnya

menyebabkan radang kulit

d. Minyak croton

12

Page 14: Documentot

mengandung suatu zat karsinogenik yang dapat merangsang karsinogen lemah,

sehingga memacu terjadinya kanker

2. Dari suku Rutaceae

Ruta graveolens L. : mengandung glukosida kumarin (rutarin/marmesin)

- mengiritasi kulit (bagi yang peka) dan demam

- jika infusa terminum kemungkinan bisa menimbulkan peradangan usus

2.5 Aksi dan Interaksi Obat Herbal

Umumnya obat herbal memiliki beberapa khasiat, maka obat herbal harus

dipertimbangkan sebagai obat herbal ketika menyebabkan interaksi. Sama seperti ketika

mengkonsumsi obat keras atau OTC (Over The Counter), harus dipastikan tidak

berinteraksi satu sama lain.

a. Herbal dengan Sifat Sedatif

Beberapa tumbuhan bertindak sebagai obat penenang (mendorong relaksasi dan

kantuk) dan dapat memiliki efek aditif yaitu, akan meningkatkan aksi agen lain bila

dikombinasikan dengan obat penenang lain, termasuk alkohol. Hindari

menggabungkan obat penenang seperti antihistamin (termasuk dalam antimotion)

atau obat insomnia dengan herbal seperti pegagan (Centella asiatica), kava (Piper

methysticum), atau valerian (Valeriana officinalis). Herbal dengan efek penenang

yaitu : Ashwagandha (Withania somnifera), Calendula (Calendula officinalis),

Chamomile (Matricaria recutita), Eleuthero (Eleutherococcus senticosus), pegagan

(Centella asiatica), Hops (Humulus lupulus), Kava (Piper methysticum), Lemon

balm (Melissa officinalis), Passion flower (Passiflora incarnata), Sage (Salvia

officinalis, S. lavandulaefolia), Valerian (Valeriana officinalis).

b. Herbal Stimulan

Beberapa herbal mengandung bahan kimia kafein atau lainnya yang merangsang

sistem saraf pusat. Herbal tersebut dapat memiliki efek aditif bila dikombinasikan

dengan stimulan lainnya, yaitu : Asian ginseng (Panax ginseng), Cocoa

(Theobroma cacao), Kopi (Coffea arabica), Guarana (Paullinia cupana), Mate

(Ilex paraguariensis), Teh (Camellia sinensis).

13

Page 15: Documentot

c. Herbal dan Gula Darah

Beberapa herbal bekerja untuk menurunkan kadar glukosa, tetapi dapat mengurangi

gula darah terlalu banyak bila dikombinasikan dengan obat diabetes. Herbal

dengan potensi hipoglikemik meliputi : Alfalfa (Medicago sativa), Aloe (Aloe

vera), Asian ginseng (Panax ginseng), Bilberry (Vaccinium myrtillus), Cinnamon

(Cinnamomum verum, C. aromaticum), Eleuthero (Eleutherococcus senticosus),

Eucalyptus (Eucalyptus globulus), Fenugreek (Trigonella foenum-graecum), Flax

(Linum usitatissimum), Jahe (Zingiber officinale), Horse chestnut (Aesculus

hippocastanum), Konjac (Amorphophallus konjac, A. rivieri), Kudzu (Pueraria

lobata), Nettle (Urtica dioica), Onion (Allium cepa), Sage (Salvia officinalis, S.

lavandulaefolia), Tinospora (Tinospora cordifolia).

d. Herbal Kardioaktif

Beberapa tumbuhan memberikan efek langsung pada fungsi jantung, diantaranya :

Asian ginseng (Panax ginseng), Coleus (Coleus forskohlii, Plectranthus barbatus),

Danshen (Salvia miltiorrhiza), Devil's claw (Harpagphytum procumbens),

Hawthorn (Crataegus monogyna, C. oxyacantha).

e. Antikoagulan/antiplatelet

Beberapa herbal berdampak agregasi platelet, atau pembekuan darah, sehingga

harus dihindari jika menggunakan obat yang sama, seperti clopidogrel (Plavix) dan

warfarin (Coumadin). Pemakain obat harus dihentikan setidaknya dua minggu

sebelum operasi apapun, herbal tersebut yaitu : Andrographis (Andrographis

paniculata), Asian ginseng (Panax ginseng), Borage (Borago officinalis), Cayenne

(Capsicum annuum, C. frutescens), Chamomile (Matricaria recutita), Coleus

(Coleus forskohlii, Plectranthus barbatus), Danshen (Salvia miltiorrhiza), Dong

quai (Angelica sinensis), Eleuthero (Eleutherococcus senticosus), Evening primrose

(Oenothera biennis), Fenugreek (Trigonella foenum-graecum), Feverfew

(Tanacetum parthenium), Flax (Linum usitatissimum), bawang putih (Allium

sativum), Jahe (Zingiber officinale), Ginkgo (Ginkgo biloba), Horse chestnut

(Aesculus hippocastanum), Kudzu (Pueraria lobata), Licorice (Glycyrrhiza

glabra), bawang merah (Allium cepa), nanas (Ananas comosus), Red clover

(Trifolium pratense), Reishi (Ganoderma lucidum), Turmeric (Curcuma longa),

Willow (Salix alba).

14

Page 16: Documentot

2.6 Penyalahgunaan Obat Herbal

Sebagaimana halnya obat-obat sintesis, obat herbal atau tanaman obat pun

seringkali disalahgunakan oleh oknum tertentu baik untuk pemakaian sendiri maupun

ditujukan kepada orang lain dengan maksud-maksud tertentu. Bila pada obat-obat

sintesis sering diinformasikan adanya penyalahgunaan obat-obat golongan psikotropika

(obat tidur, penenang/tranquilizer), maka pada obat herbal penyalahgunaan itu juga

dilakukan dengan berbagai kasus, seperti kasus penyalahgunaan cara pemakaian, ini

merupakan kasus yang sering terjadi. Misalnya pada penggunaan daun ganja, candu

untuk dicampur dengan rokok, seduhan kecubung dan sebagainya.

Kasus penyalahgunaan tujuan pemakaian, misalnya jamu ‘terlambat datang bulan’

dicampur dengan jamu pegal linu untuk abortus dan yang lebih luas lagi adalah

penyalahgunaan pada proses penyiapan/produksi dengan cara menambahkan zat kimia

tertentu/obat keras untuk mempercepat dan mempertajam khasiat/efek farmakologisnya

sehingga dikatakan jamunya ‘lebih manjur, mujarab, ces-pleng’ dan sebagainya.

Sejumlah obat-obat keras yang sering ditambahkan pada jamu/OT antara lain :

fenilbutazon, antalgin, deksametason (untuk jamu pegal linu); parasetamol, CTM,

kafein (untuk jamu masuk angin dan sejenisnya); teofilin, prednison (untuk sesak

nafas), furosemid (sebagai pelangsing) dan lain sebagainya. Zat-zat kimia tersebut dapat

menimbulkan dampak negatif yang membahayakan kesehatan. Fenilbutazon dapat

menyebabkan pendarahan lambung dan merusak hati, antalgin bisa menyebabkan

granulositosis atau kelainan darah dan prednison menyebabkan pembengkakan wajah

dan gangguan ginjal. Pada kasus lain, ada juga penyalahgunaan OT dengan cara dioplos

bersama produk lain yang beralkohol (seperti konsumsi anggur jamu yang umumnya

dilakukan oleh para remaja). Hal ini bukan hanya menyebabkan penyakit hati yang

parah, tetapi dapat menyebabkan kematian karena dicampur bahan lain yang berbahaya.

Demikian juga dengan minum jamu ‘terlambat datang bulan’ pada dosis berlebih

(seperti yang sering dilakukan sebagian remaja putri untuk abortus).

15

Page 17: Documentot

BAB III

KEAMANAN OBAT HERBAL

Bahayakah, atau amankah obat herbal? Untuk menjawab pertanyaan tersebut,

dilihat apa yang dikatakan bahaya dalam rangka obat herbal ini, apa yang dapat

menyebabkan atau apa bahan yang berbahaya itu, dan apa akibatnya bila menggunakan

bahan yang dikatakan berbahaya.

Secara toksikologik bahan yang berbahaya adalah suatu bahan yang karena

komposisinya, dalam keadaan tertentu, dan dalam jumlah tertentu atau dosis tertentu,

serta dalam bentuk tertentu dapat mempengaruhi fungsi satu atau beberapa organ tubuh

manusia atau hewan sedemikian sehingga mengganggu kesehatan, baik sementara,

tetap, atau sampai menyebabkan kematian. Tiap bahan dapat membahayakan manusia

atau hewan, apakah ia suatu bahan organik, bahan anorganik, yang berasal dari alam

atau secara sintetik. Tiap bahan yang dapat merusak kesehatan secara tetap ataupun

sementara, meskipun belum mematikan dapat digolongkan bahan berbahaya.

Sebenarnya semua bahan yang ada di sekitar kita dapat dikatakan membahayakan

manusia, seperti perkataan filsuf ternama Paracelsus (1493–1541); ia berkata: “All

things are poison and nothing is without poison. The dose alone decides that a thing is

not a poison”. Dengan demikian sesuatu bahan yang dalam dosis kecil sudah

menyebabkan gangguan lebih berbahaya daripada bahan yang baru dapat mengganggu

kesehatan dalam dosis besar. Tetapi sesuatu bahan meskipun aman dalam dosis kecil

jika digunakan dalam waktu yang lama atau dosis tertentu dapat juga mengganggu

kesehatan pada akhirnya.

Risiko penggunaan obat herbal sebagaimana juga dengan manfaatnya, harus

dipertimbangkan sebelum digunakan. Bagaimanapun juga, penelitian manfaat risiko

untuk obat herbal cukup sulit karena kurangnya informasi yang berkaitan dengan

keamanan obat herbal tersebut.

Secara umum informasi yang kurang pada obat herbal adalah:

Kandungan kimia yang aktif; metabolit

Farmakokinetik

Farmakologi

Toksikologi

16

Page 18: Documentot

Efek samping dan efek penggunaan jangka panjang

Interaksi obat dengan obat herbal; interaksi dengan makanan, alkohol

Penggunaan pada kelompok pasien tertentu: anak-anak, orang tua, individu

dengan penyakit ginjal atau hati, pengaruh jenis kelamin, individu dengan

perbedaan profil genetik

Kontraindikasi dan peringatan; penggunaan pada wanita hamil dan wanita

menyusui

Kurangnya informasi tersebut sehingga kesulitan untuk membandingkan profil

manfaat-risiko obat herbal dengan obat konvensional, bila ada kesamaan manfaat. Pada

data uji klinik, beberapa obat herbal menunjukkan profil keamanan yang lebih baik

dibandingkan dengan obat konvensional yang mempunyai kesamaan manfaat. Sebagai

contoh, pada uji klinik dengan desain acak dengan kontrol (randomized controlled

trials) pada pasien depresi, frekuensi efek samping penggunaan ekstrak St John’s wort

secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan obat antidepresan yang

konvensional. Selain itu dilaporkan bahwa penggunaan ekstrak saw palmetto

mempunyai frekuensi efek samping yang lebih rendah dibandingkan dengan finasteride,

pada uji klinik acak dengan kontrol (randomized controlled trials) pada pria dengan

benign prostatic hyperplasia (BPH). Bagaimanapun juga dari data tersebut, tidak dapat

disimpulkan bahwa semua obat herbal aman dibandingkan dengan obat konvensional:

perbandingan manfaat risiko harus dibuat untuk tiap kasus. Selain itu tidak dapat

disimpulkan, bahwa analisis manfaat risiko dapat digunakan untuk semua sediaan pada

obat herbal. Seperti bukti manfaat, bukti keamanan juga harus diperhatikan dalam

bentuk ekstrak atau dalam bentuk yang lebih sederhana.

3.1. Keamanan obat herbal terbagi atas 5 kategori utama, yaitu :

Penggunaan obat herbal secara swamedikasi pada semua terapi lebih dipilih

daripada pengobatan konvensional dapat menunda pasien mendapatkan saran

yang terbaik pada pengobatan, atau menyebabkan pasien meninggalkan

pengobatan konvensional tanpa terlebih dahulu mencari saran yang tepat.

Pasien dapat terpapar oleh zat potensial toksik yang ada dalam komposisi obat

herbal (contoh: zat toksik intrinsik).

17

Page 19: Documentot

Pasien berisiko mengalami toksisitas sebagai hasil terpaparnya kontaminan yang

ada dalam produk obat herbal (contoh: isu hubungan antara kualitas dan

keamanan).

Produk obat herbal dalam beberapa kasus mempunyai efek yang lebih baik

dibandingkan dengan obat konvensional

Kelompok pasien spesifik yang berisiko, contoh wanita hamil atau ibu

menyusui, anak-anak, orang tua.

3.2. Keamanan obat herbal tergantung dari :

Kandungan kimia dari tanaman yang digunakan

Beberapa herbal mengandung bahan yang berbahaya dan beracun sehingga tidak

dapat digunakan untuk pengobatan. Penggolongan herbal istimewa yang telah

diduga menunjukan jenis spesifik toksisitas dengan beberapa dukungan ilmiah.

Sebagai contoh hepatotoksisitas dari pirolizidin (tanaman yang mengandung

alkaloid seperti comfrey). Selain itu Senecio species yang digunakan pada

pengobatan tradisional cina/Traditional Chinesse Medicine (TCM) yang dapat

menyebabkan toksisitas pada liver atau kanker liver. Jarak (Ricinus communis

L.), famili Euphorbiaceae dikenal sebagai pencahar. Bahan yang berbahaya

dalam biji jarak adalah suatu protein ricin. Bahan ini mungkin merupakan bahan

yang paling berbahaya dari alam; 0,25 mg sudah dapat mematikan manusia.

Ricin diabsorpsi dalam bentuk asli, ricin menghambat sintesa protein dan

mengacaukan proses metabolisme. Sepuluh biji dapat mematikan manusia

dewasa dan 2–3 biji dapat mematikan seorang anak. Kematian disebabkan

kegagalan pernafasan dan terhentinya denyut jantung.

LD50 yang telah diketahui

Sebagai contoh, nagasari yang merupakan bunga Mesua ferrae L. dari famili

Guttifereae mempunyai LD50 20.930 (18.550 – 23.380) mg/kg BB. Tikus bila

diberikan secara oral. Dosis lazim nagasari dihitung pada tikus secara oral

adalah 315 mg/kg bb. Melihat LD50 sebesar 18.550 mg/kg bb., angka ini dekat

dengan patokan dad Gleason, maka nagasari berbahaya. Meskipun demikian

18

Page 20: Documentot

karena LD50 masih lebih besar dari patokan Gleason maka nagasari dianggap

Practically Non Toxic. Perhatikan besarnya perbedaan dosis lazim dan LD50.

Indeks terapi

Beberapa herbal dengan indeks terapi sempit. Contohnya adalah Atropa

belladonna, Arnica sp, Aconitum sp, Digitalis sp. Di sejumlah negara

ketersediaan tumbuhan ini dibatasi oleh hukum. Peraturannya bervariasi pada

masing-masing Negara. Penggunaannya diperingatkan untuk dihindari pada

anak-anak.

Efek/aksi yang kuat

Herbal jenis ini benar-benar aman bila digunakan pada kondisi yang tepat.

Beberapa tumbuhan ini dilarang di beberapa negara namun ada juga negara yang

tidak melarang penggunaannya. Contohnya adalah Lobelia dan Eonymus sp.

Ada beberapa ketidakkonsistenan, misalnya di Inggris, Ephedra dilarang

digunakan, tetapi di Amerika Serikat tersedia secara bebas.

Penggunaan obat herbal

a. Penyimpanan daftar obat herbal yang digunakan

Penulisan daftar obat herbal terdiri dari nama produk, dosis penggunaan,

tujuan penggunaan, waktu memulai penggunaan.

b. Mengikuti aturan penggunaan

Tidak mengikuti dosis penggunaan dapat mengakibatkan efek serius dari

obat herbal yang digunakan. Jika tidak yakin dengan dosis dan aturan

penggunaan, konsultasikan kepada dokter atau apoteker.

c. Selalu waspada dengan gejala yang timbul pada penggunaan obat herbal

yang kemungkinan adalah efek samping dari obat herbal tersebut.

Jika gejala yang kemungkinan efek samping obat herbal timbul,

konsultasikan kepada dokter atau apoteker untuk melihat apakah gejala

19

Page 21: Documentot

tersebut karena penggunaan obat herbal tersebut atau kombinasi obat herbal

yang digunakan.

d. Selalu waspada terhadap obat herbal yang kadaluarsa atau obat herbal yang

sudah tidak digunakan.

Sebagian besar obat herbal tidak ada potensinya setelah kadaluarsa dan tidak

lagi efektif, sementara sedikit obat herbal berpotensi menjadi toksik.

Sebagai tambahan, menyimpan obat herbal yang sudah tidak digunakan

dapat membuat bingung dan masalah yang berhubungan dengan

pengobatan.

e. Swaedukasi sebelum swamedikasi

Banyak obat-obat herbal yang beredar di pasaran, konsumen harus cermat

dalam melakukan swamedikasi, sehingga harus mempunyai pengetahuan

yang baik dalam menentukan obat herbal yang akan digunakan.

Konsultasikan ke dokter atau apoteker untuk mengetahui keamanan,

interaksi obat konvensional-obat herbal dan efek samping obat herbal

tersebut.

Swamedikasi dalam menggunakan obat herbal adalah:

i. Menggunakan tumbuhan yang direkomendasi dalam acuan herbal

terstandar.

ii. Menghindari penggunaan herbal baru yang belum terbukti secara ilmiah.

iii.Tidak bertahan dengan obat herbal jika tidak memperoleh manfaat atau hasil

setelah periode yang telah ditentukan, dan jika terjadi efek samping,

menghentikan pengobatan dan meminta saran dari yang berpengalaman.

iv. Tidak melakukan swamedikasi dalam kondisi yang kompleks tanpa nasehat

orang yang berpengalaman karena interaksi obat dan kontraindikasi harus

dipertimbangkan secara individual.

.

20

Page 22: Documentot

BAB IV

KLASIFIKASI EFEK SAMPING OBAT HERBAL

Efek samping obat-obat herbal dapat diakibatkan oleh sebab-sebab intrinsik

maupun ekstrinsik. Umur penderita, genetika, kondisi gizi, adanya penyakit yang pernah

diderita dan pengobatan yang sedang dijalani dapat mempengaruhi risiko dan tingkat

keparahan efek samping yang ditimbulkan, sebagaimana yang muncul pada penggunaan

obat herbal dalam jumlah besar atau sangat beragam atau penggunaan dalam jangka

panjang.

Klasifikasi efek samping terkait dengan pengobatan herbal sebagai berikut:

4.1. Efek yang berasal dari faktor endogen/efek intrinsik

Efek yang berasal dari faktor endogen disebabkan oleh adanya potensi toksisitas

pada obat herbal yang digunakan.

4.1.1. Alkaloid pirolizidin

Alkaloid ini hanya pernah dilaporkan terdapat dalam famili tumbuhan

Boraginaceae, Asteraceae, Leguminosae, Apocynaceae, Ranunculaceae, dan

Scrophulariaceae, dan tidak terdapat dalam semua spesies. Herbal yang

mengandung alkaloid ini antara lain comfrey (Symphytum spp.), butterbur

(Petasites hybridus), alkanet (Alkanna tinctoria, Boraginaceae), coltsfoot

(Tussilago farfara), dan hemp agrimony (Eupatorium cannabicum, Asteraceae).

Tidak semua alkaloid pirolizidin bersifat toksik, hanya yang tidak jenuh pada

posisi 1,2 (misalnya senesionin). Alkaloid-alkaloid ini merupakan toksin hati

dan dapat menimbulkan penyakit veno-oklusif pada vena hati dan juga bersifat

hepatokarsinogenik, dan efeknya bersifat kumulatif. Meskipun sangat toksik,

senyawa tersebut secara kimia cukup labil sehingga tidak memiliki resiko serius

seperti dugaan awal, setidaknya dalam obat-obat herbal yang telah mengalami

proses panjang dengan menggunakan panas. Sebagai contoh, ketika enam

sampel daun comfrey yang diperdagangkan diuji, tak satupun alkaloid ini yang

terdeteksi; namun, dalam bahan tumbuhan segar, dan juga contoh akar, alkaloid

tersebut terdapat dalam jumlah yang banyak. Dosis maksimum total alkaloid ini

yang dianjurkan adalah kurang dari 1 µg per hari selama kurang dari enam

minggu per tahun. Jika produk herbal yang mengandung alkaloid ini akan

21

Page 23: Documentot

digunakan, kandungannya harus diperkirakan dan jika perlu alkaloid tersebut

harus dihilangkan sebelum digunakan.

4.1.2. Asam aristolokat

Kebanyakan spesies birthworth (Aristolochia, dikenal sebagai akar ular)

mengandung senyawa asam aristolokat dan aristolaktam. Senyawa-senyawa ini

dulu digunakan sebagai obat antiradang dan juga sebagai kontrasepsi di India,

dan telah ditemukan sebagai salah satu bahan dalam formula pelangsing badan

bersama dengan deksfenfluramin. Senyawa-senyawa ini tidak lagi digunakan

dalam pengobatan herbal dan dilarang diperdagangkan di Eropa dan Amerika

Serikat, tetapi mungkin terdapat dalam obat-obatan yang diimpor dari Cina, dan

A. fangchi telah diketahui menggantikan Stephania tetranda. Asam aristolokat A

bersifat nefrotoksik dan telah menyebabkan beberapa kematian akibat gagal

ginjal. Herba yang mengandung zat-zat ini harus dihindari.

4.1.3. Monoterpen dan fenilpropanoid

Kebanyakan monoterpen dan seskuiterpen yang ditemukan dalam minyak atsiri

cukup aman, tetapi menyebabkan iritasi jika digunakan tanpa diencerkan, dan

alergi pada orang-orang yang peka. Namun beberapa senyawa ini telah terbukti

karsinogenik, contohnya safrol (dari kulit kayu Sassafras), dan β-asaron (dari

Acorus calamus). Senyawa tersebut ternyata tidak menimbulkan masalah jika

terdapat dalam jumlah yang sedikit dalam minyak lain. Metistisin, dari pala,

bersifat toksik jika dosisnya besar, dan kemungkinan dimetabolisme secara in

vivo menjadi bentuk metilen dioksimetamfetamin yang bersifat halusinogenik.

Tujon, yang terdapat dalam wormwood (Artemisia absinthium) dan dalam

liqueur absinthe, juga bersifat toksik dan halusinogenik.

4.1.4. Lakton seskuiterpen

Senyawa ini terdapat dalam banyak tumbuhan Asteraceae, dan sering

menghasilkan aktivitas biologis herba. Sebagian senyawa ini bersifat sitotoksik

dan sebagian lagi sangat alergenik. Hal ini dapat menimbulkan masalah jika

terdapat kesalahan identifikasi pada, misalnya, mayweed (Anthemis cotula) yang

salah diidentifikasi sebagai salah satu kamomil (Anthemis nobilis atau

Matricaria chamaemelum). Antekotulida adalah salah satu alergen tersebut, dan

terdapat dalam beberapa spesies Compositae.

22

Page 24: Documentot

4.1.5. Ester diterpen

Ester-ester forbol, dafnan, dan ingenol ditemukan dalam tumbuhan

Euphorbiaceae dan Thymeliaceae. Beberapa ester sangat proinflamasi dan

diketahui mengaktifkan protein kinase C, dan juga memiliki aktivitas

peningkatan tumor (co-carcinogenetic). Senyawa yang terpenting adalah

tetradekanoil forbol asetat (dulu dikenal sebagai forbol miristat asetat), yaitu

salah satu senyawa yang penting dalam pemeriksaan biokimia yang digunakan

dalam penelitian farmakologis. Beberapa tumbuhan ini dulu digunakan sebagai

laksatif drastik (misalnya croton oil, dari Croton tiglium, Euphorbiaceae),

namun kini tidak boleh ada dalam produk herbal.

4.1.6. Lektin dan aglutinin dalam tumbuhan

Biji jarak, yang digunakan untuk menghasilkan minyak jarak digunakan dalam

obat-obatan dan kosmetik, mengandung lektin yang toksik, yaitu risin. Senyawa

ini didenaturasi selama pembuatan minyak, tetapi minyak tersebut, dan batang

tunas yang tersisa (yang digunakan sebagai pakan hewan) tidak boleh digunakan

sebelum diolah dengan panas. Pokeweed (Phytolacca americana), yang

terkadang digunakan sebagai herba antiradang, mengandung fitoaglutinin yang

disebut mitogen pokeweed. Mitogen ini telah diketahui menyebabkan gangguan

gastrointestinal jika digunakan dalam bentuk herba segar, tetapi karena labil

terhadap panas, senyawa tersebut dapat terdenaturasi selama pengolahan.

4.1.7. Furanokumarin

Beberapa furanokumarin (misalnya psoralen, xantotoksin, dan imperatorin),

yang ditemukan dalam giant hogweed (Heracleum mantegazzianum) dan

tumbuhan Umbeliferae lainnya, serta dalam beberapa kulit jeruk, bersifat

fototoksik dan menyebabkan fotodermatitis dan ruam ketika berkontak.

Senyawa ini memiliki sedikit penggunaan yang resmi pada terapi PUVA

(psoralen plus radiasi UV-A) dalam pengobatan psoriasis, tetapi ini merupakan

suatu terapi yang tak lazim yang hanya digunakan di klinik rumah sakit

spesialis. Senyawa-senyawa ini diketahui membentuk produk adisi dengan

DNA.

23

Page 25: Documentot

4.1.8. Turunan urusiol

Senyawa urusiol, asam anakardat, dan asam ginkgolat merupakan senyawa

fenolat dengan rantai samping yang panjang. Senyawa urusiol ditemukan dalam

poison ivy (Toxicodendron radicans) dan pohon ek beracun (T. quercifolium)

dan dapat menyebabkan eksim yang parah. Hal ini adalah masalah yang banyak

terjadi di Amerika Serikat, namun lebih sedikit terjadi di Eropa. Asam anakardat

kurang toksik; ditemukan dalam cairan yang melapisi kacang mede

(Anacardium occidentale). Asam ginkgolat terkadang diduga menyebabkan

reaksi alergi; namun senyawa ini lebih banyak terdapat dalam buah Ginkgo

biloba daripada di dalam daunnya, yang merupakan bagian yang bermanfaat

sebagai obat. Ginkgo jarang menyebabkan jenis reaksi ini sehingga dalam

praktiknya dianggap tidak membahayakan kesehatan.

Tabel 4.1. Kandungan Herbal yang Berpotensi Menimbulkan Efek Samping

24

Page 26: Documentot

4.2. Efek yang berasal dari faktor eksogen/efek ekstrinsik

Efek yang berasal dari faktor eksogen dapat disebabkan oleh adanya cemaran pada

saat kultivasi, baik berupa cemaran kimia, maupun cemaran mikrobiologis; cemaran

berupa obat konvensional/bahan kimia obat; ataupun adanya kegagalan dalam

memenuhi persyaratan cara pembuatan yang baik/Good Manufacturing Practice

(GMP).

4.2.1. Kesalahan dalam identifikasi

Sebelum menggunakan sediaan herbal sebagai obat harus dipastikan bahwa

tidak menggunakan bahan tanaman yang salah. Menggunakan sediaan herbal

yang salah dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan atau keracunan.

Sulitnya melakukan penelusuran dan identifikasi efek samping komposisi herbal

dapat disebabkan karena tanaman memiliki nama dalam empat cara berbeda –

nama inggris yang umum, nama terjemahan, nama latin farmasetikal, dan nama

ilmiah. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk merujuk genus dan spesiesnya

ke dalam nama latin binomial tanaman. Kesalahan identifikasi dapat terjadi

ketika digunakan nama lainnya. Kesalahan dalam mengidentifikasi dapat

berakibat pada kesalahan-kesalahan lain yang terkait, dan sangat mungkin

menyebabkan implikasi klinik. Tanaman dapat salah diidentifikasi mulai dari

saat masa pembelian tanaman untuk produksi maupun mulai dari saat

pemanenan tanaman.

Contoh kasus nama sains untuk herbal Cina yang diterjemahkan secara luas

sebagai "dong quai", "dong guai", "danggui" dan "tang kuei" adalah Angelica

polymorpha (dahulu sinensis). Nama Inggris umumnya adalah “angelica” dan

nama yang dilatinkan adalah “Angelica Radix”, yang juga digunakan di

Australia. Apabila di Eropa dapat berarti spesies Angelica archangelica. Hal ini

menggambarkan bahwa penamaan tanaman herbal juga bergantung pada asal

negaranya. Contoh lain star anise Cina (Illicium verum Hook.f.) dan star anise

Jepang (Illicium anisatum L.), telah dikenal selama bertahun-tahun sebagai buah

kering yang tidak dapat dibedakan melalui pemeriksaan visual. Star anise

Jepang mirip dengan star anise Cina tetapi dapat menyebabkan toksisitas

neurologis dan pencernaan karena adanya anisatin. Pada tahun 2001 kasus

25

Page 27: Documentot

keracunan star anise Jepang dilaporkan di Belanda, Spanyol dan Perancis.

Lempuyang di pasaran ada beberapa macam yang agak sulit untuk dibedakan

satu dengan yang lain. Lempuyang emprit (Zingiber amaricans) memiliki

bentuk yang relatif lebih kecil, berwarna kuning dengan rasa yang pahit.

Lempuyang emprit ini berkhasiat sebagai penambah nafsu makan. Jenis yang

kedua adalah lempuyang gajah (Zingiber zerumbet) yang memiliki bentuk lebih

besar dan berwarna kuning, jenis ini pun berkhasiat sebagai penambah nafsu

makan. Jenis yang ketiga adalah lempuyang wangi (Zingiber aromaticum) yang

memiliki warna agak putih dan berbau harum. Tidak seperti kedua jenis

lempuyang sebelumnya, jenis ini memiliki khasiat sebagai pelangsing

(Sastroamidjojo S, 2001). Kerancuan serupa juga sering terjadi antara tanaman

ngokilo yang dianggap sama dengan keji beling, daun sambung nyawa dengan

daun dewa, bahkan akhir-akhir ini terhadap tanaman kunir putih, dimana 3 jenis

tanaman yang berbeda (Curcuma mangga, Curcuma zedoaria dan Kaempferia

rotunda) seringkali sama-sama disebut sebagai ‘kunir putih’ yang sempat

mencuat ke permukaan karena dinyatakan bisa digunakan untuk pengobatan

penyakit kanker. Di Belgia, 70 orang harus menjalani dialisis atau transplantasi

ginjal akibat mengkonsumsi pelangsing dari tanaman yang keliru (WHO, 2003).

4.2.2. Kurangnya standarisasi

Standarisasi dapat diartikan sebagai penetapan mutu farmasetik yang dapat

direproduksi dengan cara membandingkan suatu produk terhadap baku

pembanding dan dengan menentukan jumlah minimum satu atau lebih senyawa

atau kelompok senyawa.

Standardisasi dapat juga diartikan memberikan efek biologis yang konsisten,

profil kimia yang konsisten, atau program jaminan kualitas untuk produksi.

Bagaimana proses standarisasi diterapkan tergantung pada kandungan aktif

dalam tanaman. Di bidang fitomedis, standardisasi hanya ditujukan untuk

ekstrak.

Standarisasi ekstrak terdiri dari:

Ekstrak Terstandar (Tipe A): ekstrak distandardisasi terhadap senyawa

berkhasiatnya

26

Page 28: Documentot

Ekstrak Terkuantifikasi (Tipe B): ekstrak distandardisasi terhadap

kandungan yang ikut berperan dalam khasiatnya

Ekstrak Lain (Tipe C): ekstrak yang distandisasi terhadap senyawa penuntun

(secara farmakologi tidak diketahui)/marker

Misalnya, pada minyak atsiri yang mengandung obat mungkin dibutuhkan

jumlah minimum minyak atsiri atau senyawa tunggal yang ditentukan dengan

suatu metode yang ditentukan secara universal dan memberikan konsumen atau

pasien suatu produk bermutu tinggi yang dapat direproduksi.

Diagram 4.1. Contoh Standarisasi Ekstrak

27

Page 29: Documentot

Beberapa alasan penggunaan ekstrak yang teridentifikasi dengan baik, antara

lain:

Produk yang dihasilkan dapat direproduksi dan biasanya memiliki mutu

lebih tinggi. Untuk standardisasi, jumlah bahan yang tidak diinginkan di

dalam ekstrak tidak boleh melewati batas tertentu, sedangkan zat aktif harus

berada di atas konsentrasi minimum.

Karena produk harus terdaftar, statusnya menjadi obat yang harus memenuhi

standar dasar yang harus dimiliki semua obat

Standardisasi memungkinkan pembandingan efektivitas klinis, efek

farmakologis dan efek samping sejumlah produk (misalnya terhadap

plasebo)

Produk tersebut memberikan pasien keamanan yang lebih baik (obyektif dan

subyektif) sehingga meningkatkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap

obat herbal.

Di Jerman, produsen obat herbal dituntut standar lebih tinggi daripada di

Amerika Utara. Menurut Undang-Undang Obat Jerman (Arzneimittelgesetz),

herbal "obat" (persiapan) harus memenuhi standar yang sama seperti obat kimia

seperti kualitas farmasi, khasiat dan keamanan, sedangkan di Amerika Serikat

dianggap sebagai suplemen diet. Contoh kasus kandungan ginsenoside, steroid

terglikosilasi yang merupakan senyawa aktif biologis dari ginseng (Panax

ginseng), diperiksa terhadap 50 merek komersial ginseng yang terjual di 11

negara. Pada 44 produk diantaranya, konsentrasi ginsenoside yang terkandung

yaitu sekitar 1,9% sampai 9% b/b; 6 produk diantaranya tidak mengandung

ginsenoside, dan 1 dari enam produk ini mengandung sejumlah besar efedrin.

4.2.3. Kontaminasi

Kontaminasi bahan awal atau produk oleh bahan atau produk lain harus

dihindarkan. Risiko kontaminasi silang ini dapat timbul akibat tidak terkendali

penyebaran debu, gas, uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk

yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan dari pakaian kerja

operator. Tingkat risiko kontaminasi ini tergantung dari jenis pencemar dan

produk yang tercemar. Selama masa pertumbuhan tanaman, tanaman dapat

28

Page 30: Documentot

tercemar oleh pestisida, mikroorganisme, senyawa radioaktif, maupun logam

berat. Seperti yang terjadi pada musim panas 1997, ketika sebuah produk pisang

ditemukan terkontaminasi oleh foxglove, tanaman dimana digitalis diisolasi

(Blumenthal, 1997). Contoh lain, skullcap terkontaminasi oleh germander dan

akar ginseng Siberia terkontaminasi oleh akar Periploca sepium (McGuffin,

2000). Beberapa obat herbal yang diimpor dari Cina mengandung diazepam,

kamper, dan merkuri. Kontaminasi juga disebabkan oleh pestisida, jamur, dan

kotoran.

Kontaminasi mikroorganisme

Tiap bahan alam secara alami membawa sejumlah besar spora dan

mikroorganisme lain. Jumlah maksimum mikroorganisme yang

diperbolehkan diatur dalam European Pharmacopoeia tahun 2002, yaitu

sebagai berikut:

Hingga 105 mikroorganisme aerob per g atau ml, termasuk:

Hingga 103 ragi dan fungi per g atau ml dan

Hingga 103 enterobakteri per g atau ml

Tidak terdeteksi ada Escherichia coli (dalam 1 g atau ml)

Tidak terdeteksi ada Salmonella sp. (dalam 10 g atau ml)

Residu pestisida

Pestisida banyak digunakan untuk mencegah ditumbuhinya tanaman oleh

sejumlah besar spesies tanaman, serangga atau hewan yang tidak diinginkan.

Hal ini dapat membahayakan atau mengganggu produksi, penyimpanan,

pemrosesan, transpor dan pemasaran obat bahan alam. Batas yang dapat

ditoleransi tercantum dalam European Pharmacopoeia tahun 2002, yang

dapat dilihat pada tabel 4.2. Impor herba dari negara dengan peraturan

pestisida yang kurang ketat mengakibatkan herba tersebut harus diperiksa

dengan sangat seksama.

29

Page 31: Documentot

Tabel 4.2. Batas Residu Pestisida Pada Sediaan Herbal Menurut

European Pharmacopoeia 2002

Logam berat

Survei produk TCM (Traditional Chinese Medicine) yang dilakukan di

Singapura antara tahun 1990 dan 1997 melaporkan bahwa 42 produk yang

berbeda ditemukan mengandung jumlah logam berat berlebihan (merkuri,

30

Page 32: Documentot

timbal, arsenik). Survei dari 70 produk obat herbal Ayurvedic yang tersedia

di Boston (AS) menemukan bahwa 20% berpotensi mengandung

konsentrasi timah, dan merkuri / atau arsen. Kasus toksisitas terkait dengan

logam berat terjadi pada seorang pasien dari Taiwan yang mengalami

sindrom unik disfungsi tubulus ginjal setelah mengkonsumsi TCM yang

terkontaminasi dengan kadmium. Di Amerika Serikat, dua kasus alopecia

dan polineuropati sensori telah dilaporkan karena kandungan talium dalam

produk TCM. Di Inggris, telah dilaporkan kasus dua pasien intoksikasi

logam berat setelah menelan obat India yang mengandung arsen dan

merkuri anorganik dan pasien keracunan timah setelah paparan obat India

yang mengandung timbal, arsen dan merkuri. Di Makau, kematian seorang

gadis 13 tahun dari keracunan arsenik telah dikaitkan dengan produk herbal

Niu China Huang Tu Chieh Pien.

4.2.4. Substitusi

Substitusi spesies Aristolochia beracun dalam TCM telah mengakibatkan kasus

toksisitas ginjal yang serius dan kanker ginjal di Eropa, Cina dan Amerika.

Toksisitas juga terjadi dari substitusi batang Aristolochia manshuriensis untuk

batang spesies Clematis dan Akebia. Dilaporkan pertama kali dari produk yang

mengandung asam aristolochic di Belgia, sejak 1993, lebih dari 100 kasus

nefropati ireversibel dilaporkan pada wanita muda yang menggunakan sediaan

yang diklaim untuk membantu menurunkan berat badan. Nefrotoksisitas itu

ditelusuri karena penggunaan tidak disengaja akar Aristolochia fangchi beracun

dalam formulasi sebagai substitusi Stephania tetrandra. Asam aristolokat,

komponen beracun spesies aristolochia, diketahui nefrotoksik, karsinogenik dan

mutagenik. Badan Penelitian Kanker Internasional mengklasifikasikan produk

yang mengandung spesies Aristolochia sebagai karsinogen. Beberapa

Pasien di Belgia dilaporkan terkena kanker urothelial akibat dari paparan asam

aristolochic beracun. Kasus aritmia jantung dilaporkan di Amerika Serikat pada

tahun 1997 setelah substitusi tanpa sengaja plantain dengan Digitalis lanata.

Empat belas kasus keracunan podofilum telah dilaporkan dari Hongkong setelah

31

Page 33: Documentot

penggunaan tidak disengaja dari akar Podofilum hexandrum bukan Gentiana dan

spesies Clematis, karena kesamaan morfologi.

4.2.5. Adulterasi

Adulterasi adalah penambahan secara ilegal bahan kimia obat dalam sediaan

herbal. Penggunaan bahan kimia obat yang tidak tepat dapat meningkatkan

risiko efek samping bahkan menimbulkan kematian. Tidak hanya dilakukan oleh

suatu produsen sediaan herbal, adulteran dapat pula ditambahkan oleh herbalis

pada sediaan ramuan herbal untuk pengobatan pasien secara individual. Survei

di USA pada tahun 1998 melaporkan inkonsistensi luas dan

adulterations dalam obat impor dari Asia. Dari 260. produk yang diuji,

setidaknya 83 (32%) mengandung bahan baku farmasi (paling sering efedrin,

chlorphenamine, metiltestosteron dan fenasetin) atau logam berat (timbal, arsen

atau merkuri). Badan POM telah mengeluarkan public warning terkait obat

tradisional yang mengandung bahan kimia obat yaitu Nomor

HM.03.03.1.43.08.10.8013 tanggal 13 Agustus 2010 (terlampir).

4.2.6. Ketidaktepatan sediaan dan/atau penyiapan

Pemrosesan bahan mentah tanaman yang dilakukan oleh suatu industri, praktisi

pengobatan alternatif, atau bahkan pasien mempengaruhi aktivitas terapetik dari

produk akhir. Hal lain yang perlu dipertimbangkan yaitu bahwa aktivitas

kandungan bahan mentah tanaman mungkin berbeda dari kandungan bahan yang

telah dimurnikan. Contoh kasus kardioksisitas terjadi dari konsumsi spesies

Aconitum dalam TCM telah dilaporkan dari Hongkong. Dalam TCM, batang

Aconitum diproses dengan merendam atau merebus dalam air untuk

menghidrolisis alkaloid aconite aconine yang kurang beracun. Di Inggris,

penggunaan internal aconite dibatasi hanya untuk resep.

4.2.7. Ketidaktepatan pelabelan dan/atau pengiklanan

Perkembangan teknologi informasic saat ini mendorong derasnya arus informasi

yang mudah untuk diakses. Informasi yang tidak didukung oleh pengetahuan

dasar yang memadai dan telaah atau kajian yang cukup seringkali mendatangkan

32

Page 34: Documentot

hal yang menyesatkan. Ketidaktahuan bisa menyebabkan obat tradisional

berbalik menjadi bahan membahayakan. Contoh kasus salah satu jenis rumput

laut, Fucus vesiculosus, dalam bentuk sediaan transdermal (patch) mengandung

iodium dan diklaim dapat mengatasi hipotiroid dengan melepas iodium ke dalam

tubuh, mempercepat metabolisme tubuh dan mengakibatkan turunnya berat

badan. Klaim ini tidak terbukti. Dampaknya, jika iodium diabsorbsi secara

transdermal, akan menyebabkan hipertiroid pada individu yang peka.

Contohnya, informasi di media massa menyebutkan bahwa biji jarak (Ricinus

communis L) mengandung risin yang jika dimodifikasi dapat digunakan sebagai

antikanker (Wang WX, et al., 1998). Risin sendiri bersifat toksik / racun

sehingga jika biji jarak dikonsumsi secara langsung dapat menyebabkan

keracunan dan diare ((Audi J, et al., 2005), (Sastroamidjojo, 2001)). Contoh

lainnya adalah tentang pare. Pare, yang sering digunakan sebagai lalapan

ternyata mengandung khasiat lebih bagi kesehatan. Pare alias paria (Momordica

charantia) kaya mineral nabati kalsium dan fosfor, juga karotenoid. Pare

mengandung alpha-momorchorin, beta-momorchorin dan MAP30 (Momordica

Antiviral Protein 30) yang bermanfaat sebagai anti HIV-AIDS ((Grover JK dan

Yadav SP, 2004), (Zheng YT, et al., 1999)). Akan tetapi, biji pare juga

mengandung triterpenoid yang mempunyai aktivitas anti spermatozoa, sehingga

penggunaan biji pare secara tradisional dengan maksud untuk mencegah AIDS

dapat mengakibatkan infertilitas pada pria ((Girini MM, et al., 2005), (Naseem

MZ, et al., 1998)). Konsumsi pare dalam jangka panjang, baik dalam bentuk jus,

lalap atau sayur, dapat mematikan sperma, memicu impotensi, merusak buah

zakar dan hormon pria, bahkan berpotensi merusak liver ((Basch E, et al., 2003),

(Lord MJ, et al., 2003)). Bagi wanita hamil, sebaiknya konsumsi pare dibatasi

karena percobaan pada tikus menunjukkan pemberian jus pare menimbulkan

keguguran.

4.2.8. Ketidaktepatan penggunaan

Satu tanaman obat dapat memiliki banyak zat aktif yang berkhasiat di dalamnya.

Masing-masing zat berkhasiat kemungkinan membutuhkan perlakuan yang

berbeda dalam penggunaannya. Sebagai contoh adalah daun kecubung jika

33

Page 35: Documentot

dihisap seperti rokok bersifat bronkodilator dan digunakan sebagai obat asma.

Tetapi jika diseduh dan diminum dapat menyebabkan keracunan/mabuk

(Patterson S, dan O’Hagan D., 2002). Spesies Ephedra yang digunakan sebagai

bronkodilator, simpatomimetik, stimulan SSP dan jantung sering disalahgunakan

sebagai obat pelangsing padahal berbahaya apabila digunakan dalam dosis tinggi

untuk jangka panjang. Hipertensi dan kardiovaskuler lain serta kasus hepatitis

yang semakin memburuk pernah ditemukan.

4.2.9. Ketidaktepatan pemilihan obat untuk indikasi tertentu

Dalam satu jenis tanaman dapat ditemukan beberapa zat aktif yang berkhasiat

dalam terapi. Rasio antara keberhasilan terapi dan efek samping yang timbul

harus menjadi pertimbangan dalam pemilihan jenis tanaman obat yang akan

digunakan dalam terapi. Contoh, daun tapak dara mengandung alkaloid yang

bermanfaat untuk pengobatan diabetes. Akan tetapi daun tapak dara juga

mengandung vinkristin dan vinblastin yang dapat menyebabkan penurunan

leukosit (sel-sel darah putih) hingga ± 30%., akibatnya penderita menjadi rentan

terhadap penyakit infeksi.

((Bolcskei H, et al., 1998), (Lu Y, et al., 2003), (Noble RL, 1990), (Wu ML, et

al., 2004)). Padahal pengobatan diabetes membutuhkan waktu yang lama

sehingga daun tapak dara tidak tepat digunakan sebagai antidiabetes melainkan

lebih tepat digunakan untuk pengobatan leukemia. Misalnya seperti yang terjadi

sekitar tahun 1985, terdapat banyak pasien di salah satu rumah sakit di Jawa

Tengah yang sebelumnya mengkonsumsi daun keji beling. Pada pemeriksaan

laboratorium dalam urin-nya ditemukan adanya sel-sel darah merah (dalam

jumlah) melebihi normal. Hal ini sangat dimungkinkan karena daun keji beling

merupakan diuretik kuat sehingga dapat menimbulkan iritasi pada saluran

kemih. Akan lebih tepat bagi mereka jika menggunakan daun kumis kucing

(Ortosiphon stamineus) yang efek diuretiknya lebih ringan dan dikombinasi

dengan daun tempuyung (Sonchus arvensis) yang tidak mempunyai efek diuretik

kuat tetapi dapat melarutkan batu ginjal berkalsium.

34

Page 36: Documentot

BAB V

KESIMPULAN

Terdapat opini populer di masyarakat bahwa obat herbal itu aman dan tanpa efek

samping. Kenyataannya obat herbal, sama seperti obat apapun, juga memiliki efek

samping. Jika suatu obat diklaim tidak memiliki efek samping, maka kemungkinan

besarr obat tersebut juga tidak memiliki efek menyembuhkan. Namun, untuk

menghindari efek samping yang negatif diperlukan pengetahuan mengenai hal-hal yang

berkaitan dengan keamanan suatu obat herbal.

Perlu diketahui bahwa suatu tanaman dapat memiliki lebih dari

satu efek farmakologis, dan efek tersebut bisa jadi bertolak belakang

sesuai dengan dosis. Sehingga dalam mengkonsumsi dan atau

memproduksi obat herbal perlu diperhatikan mengenai:

Informasi dosis

Ada beberapa obat herbal yang bersifat toksik sampai sangat toksik. Meskipun

tanaman ini memiliki khasiat, untuk menggunakannya diperlukan pengetahuan

mengenai dosis yang aman dikonsumsi dengan efek farmakologis yang sesuai

dengan tujuan konsumsi obat. Dan perlu juga diketahui ada beberapa tanaman

yang berkhasiat namun terlalu sempit indeks terapi-nya yang akhirnya dilarang

digunakan untuk pengobatan.

Waktu penggunaan

Perlu dicermati kapan seseorang membutuhkan obat herbal tertentu. Lagi-lagi

hal ini sebaiknya dikonsultasikan pada dokter atau herbalis yang kompeten di

bidangnya untuk menghindari munculnya efek yang sesuai dengan kegunaan

herbal namun bertentangan dengan keinginan pengguna.

Cara penggunaan

Seperti telah dikatakan sebelumnya, beberapa herbal memiliki sifat amat toksik.

Untuk menghindari keracunan namun tetap bisa mendapat manfaat obat herbal,

terdapat cara tertentu untuk mempersiapkan dan mengkonsumsi obat herbal

tertentu. carilah informasi mengenai cara penggunaan obat herbal yang aman

untuk dikonsumsi dan atau diproduksi.

35

Page 37: Documentot

Pemilihan OT untuk indikasi tertentu

Telah dikatakan bahwa obat herbal dapat memiliki lebih dari satu efek

farmakologis, sehingga dalam memilih obat herbal yang seolah-olah memiliki

khasiat sama, konsultasikanlah dahulu kepada dokter atau herbalis yang

kompeten di bidangnya untuk menghindari timbulnya efek samping yang pasti

berbeda-beda apabila mengkonsumsi tanaman yang berbeda pula.

Pemilihan bahan secara benar

Obat herbal lebih rentan terhadap cemaran-cemaran mikroba dan logam berat.

Cemaran ini dapat terjadi saat proses pengolahan bahan baku, penyimpanan

maupun saat, persiapan untuk dikonsumsi. Sehingga perlu diperhatikan

standardisasi dari obat herbal yang akan dikonsumsi dan atau diproduksi.

Selain itu, perlu diperhatikan mengenai obat herbal yang dicampur dengan obat

konvensional/bahan kimia obat dengan tujuan untuk membuat obat tersebut

lebih ‘ces-pleng’.

Singkatnya, masalah utama dari penggunaan obat herbal

adalah perlunya informasi yang dapat menjamin keamanan dan

menghindari bahaya yang tersembunyi. Hal ini terutama perlu diatur

oleh pemerintah selaku regulator untuk menjamin keamanan

masyarakat dengan membatasi akses terhadap setiap herbal yang

dapat membahayakan kesehatan masyarakat.

36

Page 38: Documentot

DAFTAR PUSTAKA

A Senior's Guide to the Safe Use of Medications and Herbs. (2006) [cited 2011

Desember 17]; Available from: www.herbalsafety.utep.edu.

Anonim. 2002. European Pharmacopoeia, 4th ed. Strasbourg: European Pharmacopoeia

2002 Council of Europe, Directorate for the Quality of Medicines.

Aronson, J.K (Ed.). 2009. Meyler’s Side Effects of Herbal Medicines. Oxford: Elsevier.

Barnes, J.. 2003. Quality, efficacy and safety of complementary medicines: fashions,

facts and the future. Part II: Efficacy and safety. Br J Clin Pharmacol. 55: p.

331–40.

Barrett, Marilyn (Ed). 2004.The Handbook of Clinically Tested Herbal Remedies,

Volume 1, New York, Pharmaceutical Products Press, hal.77-80

Bascom, Angella. 2002. Incorporating Herbal Medicine Into Clinical Practice,

Philadelphia, F. A. Davis Company, hal. 10-12.

Dorly. 2005. Potensi Tumbuhan Obat Indonesia dalam Pengembangan Industri

Agromedisin. Makalah Pribadi Pengantar falsafah Sains (pps 702) sekolah pasca

sarjana/S3. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Dzulkarnain, B. 1989. Obat Tradisional tidak tanpa bahaya. Cermin Dunia Kedokteran.

59: p. 8-11.

Heinrich, M., et al. 2009. Farmakognosi dan Fitoterapi, terj. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

http://www.pom.go.id/public/peringatan_publik diunduh tanggal 19 Desember 2011

jam 6.17 WIB

http://pom.go.id/public/hukum_perundangan diunduh tanggal 19 Desember 2011 jam

06.30 WIB

Joanne Barnes, Linda A Anderson and J David Phillipson. (2007). Herbal Medicines,

Third Edition, Germany, Pharmaceutical Press, hal. 7 – 23

37

Page 39: Documentot

Katno, dan S. Pramono. Tingkat Manfaat dan Keamanan Tanaman Obat dan Obat

Tradisional. Yogyakarta : Balai Penelitian Tanaman Obat Tawangmangu,

Fakultas Farmasi, UGM. http://cintaialam.tripod.com

Kumala Sari, Lusia Oktora Ruma (2006) Pemanfaaatan Obat Tradisional dengan

Pertimbangan Manfaat dan Keamanannya, Majalah Ilmu Kefarmasian, Volume

III No. 1.

Public Health Risk With Herbal Medicines: An Overview. 2008. Medicines and

Healthcare Products Regulatory Agency: London.

Martha Schindler Connors. 2011. Action and Interactions. Book :The Everithing Guide

To Herbal Remedies. New York Times Company.

http://www.netplaces.com/herbal-remedies-guide

Mills, S. & K. Bone. 2000. Principles and Practice of Phytotherapy: Modern Herbal

Medicine. London: Churchill Livingstone.

Safety of Herbal Medicinal Products. 2002. Medicines Control Agency: London.

Sukandar E Y. Tren dan Paradigma Dunia Farmasi, Industri-Klinik-Teknologi

Kesehatan. Disampaikan dalam orasi ilmiah Dies Natalis ITB,

http://itb.ac.id/focus/focus_file

38