orangutan tapanuli pongo tapanuliensis · spesifik mikrosatelit) populasi orangutan sumatera di...

4
Orangutan Tapanuli: Pongo tapanuliensis Berawal dari kerjasama antara Universitas Nasional, Institut Pertanian Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, University of Zurich , Switzerland, Yayasan Ekosistem Lestari ( Sumatran Orangutan Conservation Programme ), dan Yayasan Orangutan Sumatera Lestari ( Orangutan Information Center ) mengenai konservasi Orangutan Sumatera selama delapan tahun; tim peneliti di bidang genetika kami berhasil mengungkapkan adanya keunikan dari populasi Orangutan Sumatera yang berhabitat di Ekosistem Batang Toru (Nater et al. 2011; 2012; 2015). Spesies kera besar terbaru, “Orangutan Tapanuli” baru-baru ini berhasil dideskripsikan, dengan nama latin “ Pongo tapanuliensis (Nater et al. 2017. In press)*. Spesies baru ini hanya ditemukan di Ekosistem Batang Toru, yang meliputi hutan dataran tinggi yang tersebar di tiga kabupaten Tapanuli, Sumatera Utara, Indonesia. Orangutan Tapanuli baru ditemukan kembali di akhir tahun 1990an (Meiijard 1997). Hingga saat itu, populasi liar Orangutan Sumatera dianggap hanya tersebar di wilayah utara dari Danau Toba (Wich et al. 2003). Awalnya, Orangutan Tapanuli dianggap sebagai populasi orangutan paling selatan dari spesies Orangutan Sumatera, Pongo abelii (Wich et al. 2003; Utami-Atmoko et al. 2017). Di tahun 2015, berdasarkan studi sebagian bahan genetik (polimorfisme nukleotida tunggal daerah d-loop mitokondria dan alel spesifik mikrosatelit) populasi Orangutan Sumatera di Batang Toru menunjukkan besarnya perbedaan dengan populasi orangutannya di utara Danau Toba (Rianti et al. 2015, Rianti et al. in prep.) sehingga cukup diarahkan menjadi rujukan subspesies baru untuk spesies Orangutan Sumatera ( Pongo abelii tapanuliensis; Rianti 2015). Namun berdasarkan kerjasama penelitian secara lebih mendalam oleh kelompok peneliti Indonesia dan mancanegara dalam bidang genomik, morfologi, ekologi, dan perilaku, dihasilkan fakta bahwa Orangutan Tapanuli secara taksonomi lebih dekat dengan Orangutan Kalimantan, Pongo pygmaeus dan perbedaan yang cukup besar terhadap populasi Pongo abelii, populasi Orangutan Sumatera di Batang Toru diajukan sebagai spesies baru bernama Pongo tapanuliensis (Nater et al. 2017. in press.). Penelitian juga mengindikasikan bahwa Orangutan Tapanuli merupakan moyang dari semua kera besar ini (Nater et al. 2011; 2012; 2015). Seekor jantan dewasa Orangutan Tapanuli sedang berisrahat Fakta-fakta tentang Pongo tapanuliensis : Kurang dari 800 ekor yang tersisa Luas total persebaran hanya 110.000 ha Tahun 1997 baru ditemukan kembali Hanya ditemukan di ketiga kabupaten Tapanuli Sebagian besar sisa habitatnya berada di atas 850 m di atas permukaan laut (dpl) Ditetapkan sebagai jenis kera besar baru berdasarkan penelitian genetika, morfologi dan perilaku Jenis kera besar yang terlangka dan terancam di dunia (Meijaard 1997; Nater et al. 2017. in press.; Utami-Atmoko et al. 2017; Wich et al. 2003; 2014; 2016)

Upload: dangtu

Post on 16-Sep-2018

239 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Orangutan Tapanuli Pongo tapanuliensis · spesifik mikrosatelit) populasi Orangutan Sumatera di Batang Toru menunjukkan besarnya perbedaan dengan populasi orangutannya di utara Danau

Orangutan Tapanuli: Pongo tapanuliensisBerawal dari kerjasama antara Universitas

Nasional, Institut Pertanian Bogor, Lembaga

Ilmu Pengetahuan Indonesia, University

of Zurich, Switzerland, Yayasan Ekosistem

Lestari (Sumatran Orangutan Conservation

Programme), dan Yayasan Orangutan

Sumatera Lestari (Orangutan Information

Center) mengenai konservasi Orangutan

Sumatera selama delapan tahun; tim peneliti di

bidang genetika kami berhasil mengungkapkan

adanya keunikan dari populasi Orangutan

Sumatera yang berhabitat di Ekosistem Batang

Toru (Nater et al. 2011; 2012; 2015).

Spesies kera besar terbaru, “Orangutan

Tapanuli” baru-baru ini berhasil dideskripsikan,

dengan nama latin “Pongo tapanuliensis”

(Nater et al. 2017. In press)*. Spesies baru

ini hanya ditemukan di Ekosistem Batang

Toru, yang meliputi hutan dataran tinggi yang

tersebar di tiga kabupaten Tapanuli, Sumatera

Utara, Indonesia. Orangutan Tapanuli baru

ditemukan kembali di akhir tahun 1990an

(Meiijard 1997). Hingga saat itu, populasi liar

Orangutan Sumatera dianggap hanya tersebar di

wilayah utara dari Danau Toba (Wich et al. 2003).

Awalnya, Orangutan Tapanuli dianggap sebagai

populasi orangutan paling selatan dari spesies

Orangutan Sumatera, Pongo abelii (Wich et al. 2003;

Utami-Atmoko et al. 2017). Di tahun 2015, berdasarkan

studi sebagian bahan genetik (polimorfisme

nukleotida tunggal daerah d-loop mitokondria dan alel

spesifik mikrosatelit) populasi Orangutan Sumatera

di Batang Toru menunjukkan besarnya perbedaan

dengan populasi orangutannya di utara Danau Toba

(Rianti et al. 2015, Rianti et al. in prep.) sehingga

cukup diarahkan menjadi rujukan subspesies baru

untuk spesies Orangutan Sumatera (Pongo abelii

tapanuliensis; Rianti 2015). Namun berdasarkan

kerjasama penelitian secara lebih mendalam oleh

kelompok peneliti Indonesia dan mancanegara dalam

bidang genomik, morfologi, ekologi, dan perilaku,

dihasilkan fakta bahwa Orangutan Tapanuli secara

taksonomi lebih dekat dengan Orangutan Kalimantan,

Pongo pygmaeus dan perbedaan yang cukup besar

terhadap populasi Pongo abelii, populasi Orangutan

Sumatera di Batang Toru diajukan sebagai spesies

baru bernama Pongo tapanuliensis (Nater et al. 2017.

in press.). Penelitian juga mengindikasikan bahwa

Orangutan Tapanuli merupakan moyang dari

semua kera besar ini (Nater et al. 2011; 2012; 2015).

Seekor jantan dewasa Orangutan Tapanuli sedang beristirahat

Fakta-fakta tentang Pongo tapanuliensis:

• Kurang dari 800 ekor yang tersisa

• Luas total persebaran hanya 110.000 ha

• Tahun 1997 baru ditemukan kembali

• Hanya ditemukan di ketiga kabupaten Tapanuli

• Sebagian besar sisa habitatnya berada di atas 850 m diatas permukaan laut (dpl)

• Ditetapkan sebagai jenis kera besar baru berdasarkanpenelitian genetika, morfologi dan perilaku

• Jenis kera besar yang terlangka dan terancam di dunia

(Meijaard 1997; Nater et al. 2017. in press.; Utami-Atmoko et al. 2017; Wich et al. 2003; 2014; 2016)

Page 2: Orangutan Tapanuli Pongo tapanuliensis · spesifik mikrosatelit) populasi Orangutan Sumatera di Batang Toru menunjukkan besarnya perbedaan dengan populasi orangutannya di utara Danau

Mengapa Orangutan Tapanuli dipisahkan dari jenis orangutan yang

lain?

Gambar sebelah kanan menunjukkan

foto dari masing-masing jenis orangutan

serta perkiraan perkembangan perbedaan

genetikanya, dimana pemisahan genetika

antara Orangutan Tapanuli dan Orangutan

Sumatera sudah terjadi sekitar 3,38 juta tahun

silam.

Perbedaan fisik antara Orangutan Tapanuli

dan kedua jenis yang lain adalah:

• Warna rambut dan bentuk badan secara

umum sama dengan Orangutan Sumatera

tetapi bulu cenderung lebih keriting;

• Orangutan Tapanuli jantan memiliki

kumis yang menonjol dengan bantalan

pipi berbentuk datar yang dipenuhi oleh

rambut halus berwarna putih; namun

jantan tua dapat memiliki ukuran bantalan

pipi yang lebih besar sehingga mirip

dengan Orangutan Kalimantan;

• Orangutan Tapanuli yang betina memiliki

rambut pada bagian dagu wajah (janggut)

yang lebih mirip dengan Orangutan

Sumatera dan berbeda dengan Orangutan

Kalimantan;

• Tengkorak dan tulang rahang Orangutan

Tapanuli lebih halus (gracile) daripada

yang dimiliki Orangutan Sumatera dan

Orangutan Kalimantan;

• Gigi mereka juga berbeda dengan

material fosil orangutan (berasal dari

jaman Pleistosen akhir) yang ditemukan

di dataran tinggi Sumatera Barat

berdasarkan ukuran gigi geraham yang

relatif lebih kecil.

(SOCP-YEL. 2017. Data belum dipublikasikan)

Berapa Orangutan Tapanuli yang tersisa saat ini dan

dimana mereka hidup?

Hasil survei populasi terakhir menunjukkan adanya kurang

dari 800 Orangutan Tapanuli yang tersisa di Ekosistem

Batang Toru (Wich et al. 2016). Hal ini menjadikan Orangutan

Tapanuli sebagai spesies kera besar terlangka di dunia.

Oleh karena itu, konservasi jenis ini menjadi perhatian

dunia, dimana fokus utamanya adalah mempertahankan

habitatnya saat ini. Orangutan Tapanuli akan dimasukkan ke

dalam daftar spesies “sangat terancam punah” (Critically

Endangered) berdasarkan IUCN Red List.

Berdasarkan catatan sejarah, Orangutan Tapanuli dulu

tersebar meluas ke bagian selatan Pulau Sumatera, namun

saat ini hanya hidup di Ekosistem Batang Toru yang terletak

di kabupaten Tapanuli Tengah, Utara, dan Selatan, Propinsi

Sumatera Utara, Indonesia.

Total luas Ekosistem Batang Toru adalah 150.000 hektar,

namun wilayah yang didiami oleh orang Orangutan Tapanuli

kurang dari 110.000 hektar (1.100 km2). Populasi Orangutan

Page 3: Orangutan Tapanuli Pongo tapanuliensis · spesifik mikrosatelit) populasi Orangutan Sumatera di Batang Toru menunjukkan besarnya perbedaan dengan populasi orangutannya di utara Danau

Tapanuli terpecah ke dalam dua kawasan hutan utama

(blok barat dan timur) oleh lembah patahan Sumatera, dan masih ada populasi kecil lainnya yang tersisa di

dalam Cagar Alam Sibualbuali.

Ekosistem Batang Toru berada di pusat gempa, dengan

geologi vulkanik yang rumit, dan curah hujan tinggi

sampai 4000 mm per tahun. Hutan yang menyelimuti

Ekosistem Batang Toru merupakan mosaik beragam

tipe hutan tergantung pada tipe tanah, ketinggian,

kemiringan, ketersedian air, dan faktor-faktor biofisik

lain. Sebagian besar sisa habitat Orangutan Tapanuli

berada di atas 850 m dpl. Hutan dataran rendah terakhir

di pinggiran Sungai Batang Toru di Tapanuli Selatan

memiliki kepadatan populasi orangutan tertinggi di

Ekosistem Batang Toru.

Apakah mereka berperilaku sama seperti spesies orangutan lainnya?

Seperti kedua jenis orangutan lainnya, Orangutan

Tapanuli menghabiskan waktu keseharian mereka

dengan mencari makan (60%). Jenis pakan utama

mereka adalah buah-buahan (60%) sedangkan pakan

yang lain termasuk kulit kayu, liana, dedaunan, kuncup

bunga, bunga, semut, rayap, ulat, serta bagian tumbuhan

lainnya. Orangutan Tapanuli memakan jenis spesies

tumbuhan yang sebelumnya belum pernah tercatat

sebagai jenis pakan, termasuk aturmangan, sampinur

tali, sampinur bunga (Podocarpaceae) dan agatis.

Orangutan jantan melakukan “long calls” (panggilan jarak

jauh) dengan durasi panjang dan keras; panggilan jarak

jauh Orangutan Tapanuli memiliki teriakan yang berbeda

dari panggilan jarak jauh yang dilakukan oleh Orangutan

Sumatera dan Orangutan Kalimantan. Sedangkan

frekwensi pembuatan sarang untuk istirahat atau tidur

malam lebih rendah daripada Orangutan Sumatera dan

hampir sama dengan Orangutan Kalimantan.

Apakah hutan mereka terlindungi?

Sekitar 85% dari kawasan ekosistem Batang Toru

berstatus “Hutan Lindung”. Sayangnya, area hutan

terpenting dengan populasi Orangutan Tapanuli

tertinggi belum memiliki status perlindungan dari

pemerintah. Melindungi area ini sesungguhnya sangat

penting untuk membangun kembali wilayah yang

dapat menghubungkan ketiga populasi yang saat

ini terfragmentasi. Konektivitas antara populasi ini

sangat penting bagi keberlangsungan hidup Orangutan

Tapanuli karena hanya tersisa 800 ekor.

Mengapa keberadaan Orangutan Tapanuli terancam?

Orangutan bereproduksi secara lambat dengan

jangka waktu 5 hingga 7 tahun antar kelahiran, artinya

kehilangan beberapa individu dalam suatu populasi

dapat mengancam kelangsungan hidup jangka panjang

mereka. Kehilangan 1% populasi dalam satu tahun

dapat berakibat fatal bagi keberlangsungan satu populasi

orangutan di masa depan. Untungnya sebagian besar

hutan dataran tinggi dimana Orangutan Tapanuli hidup

sangatlah terjal dan tidak sesuai untuk pengembangan

pertanian dan perkebunan. Namun demikian habitatnya

terancam proyek pembangunan dan gangguan di

beberapa lokasi.

Page 4: Orangutan Tapanuli Pongo tapanuliensis · spesifik mikrosatelit) populasi Orangutan Sumatera di Batang Toru menunjukkan besarnya perbedaan dengan populasi orangutannya di utara Danau

Untuk keterangan lebih lanjut hubungi: [email protected] atau kunjungi: www.batangtoru.org

Daftar Pustaka

Meijaard, E. 1997. A survey of some forested areas in South and Central Tapanuli, North Sumatra; new

chances for orangutan conservation. Tropenbos and the Golden Ark, Wageningen.

Nater A., P. Nietlisbach, N. Arora, et al. 2011. Sex-biased dispersal and vol-canic activities shaped

phylogeographic patterns of extant orangutans (genus: Pongo). Mol Biol Evol. 28:2275–2288.

Nater A., N. Arora, M.P. Greminger, C.P. van Schaik, I Singleton, S.A. Wich, G.M. Fredriksson, D. Perwitasari-

Farajallah, J. Pamungkas, M. Krützen, 2012. Marked population structure and recent migration in the

critically endangered Sumatran orangutan (Pongo abelii). J. Hered. 104(1):2–13. doi:10.1093/jhered/

ess065.

Nater A., M.P. Greminger, N. Arora, C.P. van Schaik, B. Goossens, I. Singleton, E.J. Verschoor, K.S. Warren, M.

Krützen, 2015. Reconstructing the demographic history of orang-utans using Approximate Bayesian

Computation. Mol. Ecol. 24:310–327. doi:10.1111/mec.13027.

Nater, A., M.P. Greminger, A. Nurcahyo, M.G. Nowak, M. de Manuel Montero, T. Desai, C.P. Groves, M.

Pybus, T.B. Sonay, C. Roos, A.R. Lameira, S.A. Wich, J. Askew, M. Davila-Ross, G.M. Fredriksson,

G. de Valles, F. Casals, J. Prado-Martinez, B. Goossens, E.J. Verschoor, K. S. Warren, I. Singleton, D.

A. Marques, J. Pamungkas, D. Perwitasari-Farajallah, P. Rianti, A. Tuuga, I.G. Gut, M. Gut, P. Orozco-

terWengel, C.P. van Schaik, J. Bertranpetit, M. Anisimova, A. Scally, T. Marques-Bonet, E. Meijaard,

and M. Krützen. 2017. in press. Morphometric, behavioural, and genomic evidence for a new orang-

utan species. Current Biology.

Nurcahyo, A., E. Meijaard, M.G. Nowak, G.M. Fredriksson, C.P. Groves, 2017. Pongo tapanuliensis: IUCN.

In prep.

Rianti, P. 2015. Conservation Genetics of Sumatran Orangutans [Dissertation]. Bogor: Bogor Agricultural

University, Indonesia.

Rianti, P., D. Perwitasari-Farajallah, D. Sajuthi, J. Pamungkas, A. Nater, M. Krützen. 2015. Identification of

diagnostic mitochondrial DNA single nucleotide polymorphisms specific to sumatran orangutan

(Pongo abelii) populations. HAYATI Journal of Biosciences. 22:149-156.

Utami-Atmoko, S., K. Rifqi, M.A., Siregar, P.G., Achmad, B., Priadjati, A., Husson, S., Wich, S., Hadisiswoyo,

P., Saputra, F., Campbell-Smith, G., Kuncoro, P., Russon, A., Voigt, M., Santika, T., Nowak, M.,

Singleton, I., Sapari, I., Meididit, A., Chandradewi, D.S., Ripoll Capilla, B., Ermayanti, Lees, C.M. (eds.)

(2017) Orangutan Population and Habitat Viability Assessment: Final Report. IUCN/SSC Conservation

Breeding Specialist Group, Apple Valley, MN.

Wich, S. A., G. M. Fredriksson, G. Usher, H. H. Peters, D. Priatna, F. Basalamah, W. Susanto, and H. Kuhl.

2012. Hunting of Sumatran orang-utans and its importance in determining distribution and density.

Biological Conservation 146:163-169.

Wich, S. A., I. Singleton, M. G. Nowak, S. S. Utami Atmoko, G. Nisam, S. M. Arif, R. H. Putra, R. Ardi, G.

Fredriksson, G. Usher, D. L. A. Gaveau, and H. S. Kühl. 2016b. Land-cover changes predict steep

declines for the Sumatran orangutan (Pongo abelii). Science Advances 2:e1500789.

Wich, S. A., I. Singleton, S. S. Utami-Atmoko, M. L. Geurts, H. D. Rijksen, and C. P. van Schaik. 2003. The

status of the Sumatran orang-utan Pongo abelii: an update. Oryx 37:49-54.

Wich, S. A., G. Usher, H. H. Peters, M. F. R. Khakim, M. G. Nowak, and G. M. Fredriksson. 2014. Preliminary

Data on the Highland Sumatran Orangutans (Pongo abelii) of Batang Toru. Pages 265-283 in N. B.

Grow, S. Gursky-Doyen, and A. Krzton, editors. High Altitude Primates. Springer New York, New York,

NY.

Wich, S. A., E. R. Vogel, M. D. Larsen, G. Fredriksson, M. Leighton, C. P. Yeager, F. Q. Brearley, C. P. van

Schaik, and A. J. Marshall. 2011. Forest Fruit Production Is Higher on Sumatra Than on Borneo. PLoS

ONE 6:e21278.