oral immunology
TRANSCRIPT
PETA KONSEP ORAL IMMUNOLOGY
HIV
SISTEM IMUN RONGGA MULUT
BARRIER PERTAHANAN RONGGA MULUT
EPITEL JARINGAN LIMFOID KOMPONEN SALIVA GCF
ODHA
( IMUNOKOMPROMISE )
XEROSTOMIA
2.1 Barrier Pertahanan Rongga Mulut
Rongga mulut merupakan pintu masuk utama mikroorganisme. Oleh karena itu
banyak faktor yang terlibat dalam oragnisasi pertahanan terhadap kuman
patogen.
Faktor barier anatomi dan fisiologi, seperti
a. Epitel
b. Aliran air liur atau anatomi gigi
c. Pertahanan seluler misalnya fagositosis oleh lekosit dan
makrofag
d. Imunitas humoral melalui antibodi di dalam air liur dan
cairan celah gusi.
Komponen jaringan:
a. Membran mukosa
Barier protektif mukosa mulut terlihat berlapis-lapis yang terdiri dari air liur
pada permukaannya, lapisan keratin, lapisan granular, membran basal, dan
komponen seluler serta homoral yang berasal dari pembuluh darah.
b. Air liur (saliva)
Disekresi oleh kelenjar-kelenjar parotis, subamndibularis, submaxilaris dan
beberapa kelenjar kecil pada permukaan mukosa. Aliran air liur sangat
berperan dalam membersihakn rongga mulut dari mikroorganisme. Air liur
bertindak sebagai pelumas aksi otot-otot lidah, bibir dan pipi. Fungsi air liur
adalah sebagai proteksi, buffer, pembentukan pelikel, mempertahankan
integritas gigi, antimikroba, perbaikan jaringan, pencernaan dan pengecapan.
c. Cairan celah gusi (GCF)
Pengetahuan tentang struktur dan fungsi epitel jungsional yang terletak di
celah gusi, berguna untuk memahami hubungan biologik antara komponen
vaskular dan struktur periodontal. Epitel ini mempunyai 2 lamina basalis, yaitu
yang melekat pada jaringan konektif dan pada permukaan gigi.
Komponen sel humoral
Ada 4 prinsip sistem imunitas yaitu melalui sekresi lokal dan sistemik antibodi
serum serta melalui imunitas seluler baik lokal maupun sistemik. Repon imun di
dalam rongga mulut ini meliputi 3 kompartmen cairan yang 1 dengan yang
lainnya saling berhubungan yaitu saliva GCF dan darah.
2.2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Mekanisme Proteksi Epitel Mukosa
Mulut
Deskuamasinya yang konstan sehingga bakteri sulit melekat pada sel-
sel epitel dan derajat keratinisasinya yang menyebabkan mukosa rongga
mulut sangat efisien sebagai barier. Kedua hal ini haruslah seimbang.
Derajat Keratinisasinya. Keratinisasi palatum keras dan gusi sangat
baik, sedangkan keratinisasi epitel kantong gusi kurang baik, karena
merupakan barier pertahanan yang agak lemah.
Di dalam lapisan granular, membran yang dilapisi granular dikeluarkan
ke dalam ruang antar sel dan ini merupakan barier pergerakan substansi-
subsatansi semacam mikroorganisme / antigen melewati epitel.
Membran basal epitel juga merupakan barier untuk mempertahankan
penetrasi mikrobial dan bahan-bahan lainnya.
2.3 Jaringan Limfoid Mulut
• Jaringan limfoid dan antibodi terdapat di dalam lamina propria dekat membran
basal
• Merupakan pertahanan berikutnya jk mikroorganisme melewati membran
basal epitel
• Jaringan lunak rongga mulut berhubungan dengan nodus limfatik ekstraoral
dan agregasi limfoid intraoral. Suatu jaringan halus kapiler limfatik yang
terdapat pada permukaan mukosa lidah, dasar mulut, palatum, pipi dan bibir,
yang berasal dari gusi dan pulpa gigi
• Agregasi limfoid intraoral yang terorganisasi dengan baik masing-masing
melakukan fungsi pengawasan respon imun pada jaringan mulut. Baik tonsil
palatal, lingual, maupun faringeal merupakan massa limfoid dengan struktur
folikel limfoid klasik, banyak mengandung sel B dan sel T
2.4 Saliva
• Saliva disekresikan oleh tiga pasang kelenjar besar saliva yaitu kelenjar
parotis, submandibularis, dan sublingualis
• Mengeluarkan IgA SigA
• Fungsi saliva adalah lubrikasi dan proteksi, buffering action dan clearance,
perlindungan integritas gigi, antibakteri, serta berperan dalam proses
pengecapan dan pencernaan
• Komponen Saliva
a. Lisozim / muramidase efek bakteriosid
• Memecah ikatan antara N-asetil glukosamin dan asam N-asetil
muramat dalam mukopeptida dinding sel.
b. Peroksidase
• Membunuh Lactobacillus acidophilus
c. Laktoferin efek bakteriostatik
• Mekanisme : menurunkan zat besi di lingkungan yg berguna bagi
pertumbuhan bakteri
d. Komponen komplemen : C3 dari GCF
e. Komponen selular : Leukosit (PMN Netrofil, limfosit, monosit, eosinofil)
f. Antibodi sIgA sedikit Ig G dan Ig M yang berasal dari GCF
2.5 Struktur SIgA, Definisi dan Tujuan Dibentuknya Komponen Sekretori,
Mekanisme Induksi respon IgA Saliva Terhadap Antigen Oral Dan
Mekanisme Proteksi SigA
2.5.1 Struktur SigA
SIgA berbentuk molekul polimerik dan terdiri dari 2 (atau lebih)
monomer IgA (300,000 Da), J rantai penghubung (15,600 Da), dan
secretory component [(SC), 70,000 Da]. Tiap monomer IgA dibentuk dari 4
polipeptida, 2 rantai α berat dan 2 rantai ringan (kappa atau lambda) yang
terikat secara kovalen oleh 2 ikatan disulfida. Rantai J dan SC adalah
disulfida yang terhubung dengan bagian Fc dari molekul IgA. Rantai J
adalah polipeptida yang disintesa di dalam sel plasma dan terlibat dalam
mengawali polimerisasi IgA. Secretory component adalah protein glikosilasi
berat yang dihasilkan oleh sel epitel mukosa. Secretory component
menstabilkan struktur polimerik IgA dan melindungi molekul dari serangan
proteolitik pada sekresi.
2.5.2 Definisi dan Tujuan Dibentuknya Komponen Sekretori
SIgA merupakan isotope imunoglobuline utama yang ditemukan di
saliva dan sekresi kelenjar lainnya (air mata, sekresi nasal, mukus
saluran pencernaan dan bronkial, dan sekresi kelenjar payudara).
Tujuan dibentuknya SIgA
Sebagai lini pertahanan pertama untuk melawan pathogen yang
mengkolonisasi dan menginvasi permukaan yang dibasahi oleh
sekresi.
2.5.3 Mekanisme induksi respon IgA saliva terhadap antigen oral
Respons IgA saliva terhadap antigen oral dapat diinduksi oleh 2
mekanisme. Pertama, antigen oral dapat menstimulasi proliferasi dan
diferensiasi sel limfoid secara lokal di kelenjar saliva. Kelenjar saliva
mengandung jaringan limfoid yang terdiri dari makrofag, sel T, dan sel B,
yang dapat berkontak langsung dengan antigen oral. Antigen oral masuk
ke duktus kelenjar melalui flow retrogade alami dan masuk ke sel sistem
imun di bawahnya melalui endositosis pada epitel duktus. Antigen
ditangkap oleh makrofag, dibawa ke sel T dan sel B.
Mekanisme kedua melibatkan migrasi antigen-sensitized IgA prekursor
sel B dari GALT (gut-associated lymphoid tissue) ke kelenjar saliva. GALT,
termasuk beberapa nodul limfoid soliter dan Peyer’s patches, adalah
sumber yang kaya akan sel B prekursor IgA yang memiliki potensi untuk
mengumpulkan jaringan limfoid yang berjauhan. Folikula limfoid ini ditutupi
oleh epitel khusus yang dinamai follicle-associated epithelial cell (sel FAE)
atau microfold cell (sel M) yang mengambil dan mentransportasikan
antigen dari lumen intestinal ke dalam jaringan limfoid di bawahnya.
Setelah antigen dipresentasikan oleh sel aksesori, maka sel B prekursor
IgA dan sel T meninggalkan GALT melalui limfatik eferen dan mencapai
darah perifer melalui thoracic duct. Sel B dan T yang bersirkulasi kemudian
bermigrasi ke lamina propria intestinal, paru-paru, traktus genital, dan
kelenjar sekretorik yang akan dipertahankan secara selektif. Pada kelenjar
mukosa dan glandular tersebut sel B prekursor IgA akan berkembang dan
menjadi IgA plasma di bawah pengaruh sel T. Jalur distribusi sel dari
jaringan induktif seperti GALT ke jaringan mukosa dan glandular yang
berjauhan disebut sebagai sistem imun mukosa umum.
2.5.4 Mekanisme Proteksi SigA
Membunuh mikroorganisme secara langsung ( dirrect killing )
Aglutinasi
Inhibisi perlekatan dan penetrasi mikroorganisme. Immunoglobulin A
dianggap sebagai mekanisme pertahanan paling penting melawan invasi
bakteri mukosa, karena IgA mengganggu perlekatan bakteri ke permukaan
host dengan mencegah interaksi nonspesifik dan stereokimia.
Inaktivasi enzim bakteri dan toksin. Imunoglobulin gA dapat menetralisir
toksin dengan cara menghalangi perlekatannya ke reseptor sel. Selain itu
dapat menghambat serangkaian enzim, mungkin dengan menghalangi
perlekatannya ke substrat atau melakukan destabilisasi komplek substrat-
enzim.
Netralisasi enzim. Imunoglobulin A memegang peranan penting dalam
imunitas viral karena keberadaannya pada tempat kontak awal antara virion
dan sel host. Mekanisme yang terlibat dalam inaktivasi virus adalah kompleks
dan tidak sepenuhnya dimengerti. Diduga SigA mencegah penetrasi virion ke
dalam sel epitel dengan menghalangi adhesinya.
Aktivasi komplemen. Kemampuan SigA untuk mengaktivasi komplemen
masih kontroversial. Dibanding dengan IgG dan IgM. IgA adalah aktifator
komplemen yang buruk dan dan tidak jelas apakah IgA dapat memicu
kematian complement- mediated bacterial melalui opsonisasi atau lisis sel.
Fungsi IgA-dependent cell-mediated. Reseptor untuk bagian F dari IgA (Fc
R) terdapat pada beberapa tipe sel, termasuk polymorphonuclear ( PMN ),
monosit dan makrofag, eosinofil, dan limfosit. Dikeluarkannya Fc sepertinya
dipengaruhi oleh jumlah IgA pada lingkungan di sekeliling sel. Proporsi PMN
dan monosit yang mengeluarkan Fc lebih tinggi pada rongga mulut
dibandingkan dengan pada darah perifer. Tetapi peran pasti IgA sebagai
modulator fungsi leukosit efektor masih belum jelas. Beberapa penelitian
menemukan IgA mampu memicu fagositosis dan keluarnya monosit,
makrofag, dan PMN di respiratori. Sebaliknya, penelitian lain juga
menemukan bahwa interaksi antara IgA dan Fc memicu penghambatan
fagositosis, kemotaksi, dan antibody-dependent celluler cytotoxicity ( ADCC ).
2.6 Definisi, Fungsi, Arah Aliran, Dan Komponen Cairan Sulkus Gingiva ( GFC )
2.6.1 Definisi Cairan Sulkus Gingiva ( GFC ):
Sebagai serum transundat atau eksudat inflamasi, berasal dariserum
darah, jaringan konektif, atau epithelium melalui perjalanan GCF menuju
sulcus ginggiva, serta sel-sel inflamasi dan bakteri yang ada dalam jaringan
dan sulcus ginggiva.
2.6.2 Fungsi Cairan Sulkus Gingiva ( GFC ):
Marker kondisi jaringan periodonsium pada saat fungsi fisiologis gigi
Contoh : pergerakan gigi ortodontik
Mengetahui keadaan gigi pada saat inflamasi
Contoh : periodontitis, ginggivitis
Penelitian
2.6.3 Arah aliran Cairan Sulkus Gingiva ( GFC )
2.6.4 Komponen Cairan Sulkus Gingiva ( GFC )
Kandungan Protein :
Serum protein-albumin, transferin, complement components
Antibodies-IgG, IgA, IgM
Prostaglandins-PG E2
Proteases inhibitor-alfa1-antitrypsin, alfa1-anitchymotrypsin, alfa2-
makroglobulin
Phosphatases-alkaline phosphatase, acid phosphatase
B-glucuronidase
Lysozyme
Proteases-chathepsin D and G, neutrophil elastase, collagenase,
trypsin-like protease and chymotrypsin-like protease.
Lactate dehydrogenase
Komponen Sistem Imun GCF
Jalur klasik dan jalur alternatif komplemen dapat teraktifasi
Ditemukan Ig G, Ig A, Ig M, dan beberapa komponen komplemen
seperti C3, C4, C5 dan proaktivator C3 serta berbagai macam enzim
Elemen selular yang paling banyak ditemukan adalah PMN neutrofil
yaitu sebanyak 92%
Selain itu terdapat sel-sel mononuklear seperti makrofag, sel limfosit B
dan sel limfosit T
Sel-sel akan bermigrasi dari darah secara terus menerus ke junctional
ephitelium untuk memakan bakteri ke dalam sulcus ginggiva
Peningkatan netrofil dalam GCF (92%) dari kadar normalnya dalam darah
(70%) dipengaruhi oleh adanya bahan-bahan kemotaktik yang dibentuk
oleh plak menyebabkan neutrofil migrasi menuju permukaan gigi
netrofil dalam sulcul 80% dalam keadaan fungsional, namun yang
bertugas memakan bakteri hanya 40%.
2.7 Perbedaan Sistem Imun Di Dalam Saliva Dan GFC
Domain Air Liur Domain Gusi ( GCF )
Lokasi
Bukolingual dan
permukaan oklusal, tidak
termasuk daerah servical
Servical dan aproksimal
gigi
Sumber Kelenjar air liur Cairan celah gusi
Komponen Ig
Utama SigA IgA, IgM, IgA
Komplemen Praktis tidak ada C3, C4, C5
PMN
Leukosit
Dari domain gusi dan 60%
tidak aktif
Dari daerah tepi 80%
aktif, mampu
memfagositosis
Makrofag Tidak diteliti
Sekitar 18% sel
mononuclear
Limfosit Tidak diteliti Limfosit-T dan limfosit-B
Stimulasi
Antigen Antigen local lewat usus Antigen local dan mitogen
Kemotaksis
PMNL dan
Makrofag Tidak diteliti
Kedua sel ditarik secara
local oleh induksi plak
gigi dan factor inhibisi
migrasi leukosit
Homing
Limfosit
Sirkulasi sel blast IgA dari
gut associated lymphoid
tissue
Sirkulasi sel blast IgC
( beberapa oleh IgA dan
IgM ) dari modus limfatik
Imunitas
Humoral Sekretori local
Sisemik dan komponen
IgG local 20%
Imunitas
Seluler Tidak diteliti
Sel T, sel B, blast, dan
makrofag
Fungsi
Menghambat perlekatan
mikroorganisme
Opsonisasi oleh IgG dan
C3b ; fagositosis, lisis
oleh komplemen ; inhibisi
perlekatan kuman
2.8 Definisi, Faktor Penyebab Imunokompromise, Faktor Predisposisi, dan
Dampak Beserta Penyakit Infeksinya
2.8.1 Definisi Imunokompromise
Imunokompromise adalah suatu kondisi dimana satu atau lebih defek
terdapat pada respon imun alami dan adaptive yang mengakibatkan
kerentanan pada infeksi yang dapat berubah menjadi bahaya pada
pasien.
2.8.2 Faktor Penyebab Imunokompromise
Defek pada respon imun humoral, defisiensi komplemen dan antibodi,
menyebabkan gangguan pada opsonifikasi dan bakterisidal.
Defek pada sistem imun seluler, gangguan pada sistem fagosit ( netrofil
dan makrofag ) dan imun seluler spesifik.
Status imun dasar : Perbedaan pada capabilitas alami dalam
memproduksi TNF.
Penggunaan imunosupresan.
Kanker dan penyakit auto imun, diabetes, sirosis hepatis, dan CRF.
2.8.3 Faktor Predisposisi dan Dampak Beserta Penyakit Infeksinya.
Faktor PredisposisiDampak Pada
System ImunTipe Infeksi
Obat-obatan sinar X
yang imun
osupresif, allografi
recipients ( ginjal,
sumsum tulang, hati
), dan terapi kanker
Penurunan imunitas
seluler dan hormonal
Infeksi pulmonal,
bacteremia, fungsi
infection. ISK
Virus ( rubella,
herpes, EB Virus,
hepatitis virus, HIV )
Replikasi virus pada
sel lymphoid
menyebabkan
gangguan fisiologis
Infeksii bacterial,
sekunder ( fungal
dan protozoa ) pada
AIDS
Malnutrisi
Hipoplasi limfoid,
penurunan limfosid
dalam sirkulasi
penurunan
kemampuan
fagositosis
Campak, TBC,
ISPA, infeksi
gastrointestinal
TumorPerubahan pada sel
imun
Bacteremia,
pneumonia, ISK
Asap rokok, partikel
inhalasi ( silika,
spora jamur )
Inflamasi pulmonal,
pengendapan imun
komplek
ISPA, respon alergi
Penyakit endokrin
kronis ( diabetes )
Gangguan
kemampuan
fagositosis
Infeksi
sthapylococcus,
TBC, ISPA,
bacteremia
Defisiensi imun
primer
Penurunan imun
seluler dan humoral
Infeksi
sthapylococcus,
TBC, ISPA,
bacteremia
2.9 Penyebab Faktor, Virulensi, dan ImunopatogenesisInfeksi HIV
2.9.1 Penyebab Faktor
Serupa dg retrovirus, vision HIV-1 berbentuk bola dan mempunyai inti
berbentuk conus, padat dengan elektron dikelilingi selubung lipid yang didapat
dari membran sel host.
Inti virus mengandung :
a. protein kapsid mayor-> 2 copies genom RNA
b. protein nukleokapsid P7/P9 -> 3 enzim virus (protease,integrase, reverse
transkriptase)
Protein P24 adalah antigen virus yang paling banyak dideteksi dan merupakan
target dari antibodi yang digunakan untuk menegakkan diagnosis HIV pada
ELIZA.
Antivirus dikelilingi oleh protein matriks yang dinamakan P17 berada di bawah
selubung virion. Pada selubung terdapat 2 glikoprotein yaitu GP-110 dan GP-
41 yang penting untuk infeksi HIV pada sel host.
2.9.2 Virulensi
Hubungan seks sesama jenis
Penggunaan narkoba
Ibu hamil yang dapat menular pada bayinya
Transfusi darah, tetapi jarang terjadi
Jarum suntik yang tidak steril
Kontak fisik tidak menyebabkan penularan
2.9.3. Patogenesis infeksi HIV
Deplesi Sel T helper CD4+ merpakan jalur patogenik sentral bagi
penyakit HIV. Antigen CD4 merupakan reseptor dengan afinitas tinggi
untuk protein gp120 pada HIV 1. Di samping CD4, protein gp120 harus
terikat pula dengan koreseptor pada sel target untuk mempengaruhi
masukmya ke dalam sel. Koreseptor utamanya adalah reseptor kemokin
CCR5 dan CXCR4; individu yang memiliki mutasi pada reseptor kemokin
CCr5 bersifat resisten terhadap virus infeksi HIV.
Setelah terjadi pengikatan gp120 pada CD4 dan selanjutnya pada
salah satu koreseptor kemokin, protein gp41 yang terikat secara
nonkovalen akan mengalami perubahan struktural untuk memungkinkan
internalisasi virus.
Genome mengalami reserve transcription dan kemudian DNA proviral
terintegrasi ke dalam genom sel hospes.
Transkripsi/translasi dan propagasi virus selanjutnya hanya bisa terjadi
dengan aktifasi sel T. Tanpa adanya aktifasi sel T, infeksi tersebut akan
masuk fase laten
Pada awal perjalanan penyakitnya, HIV melakukan kolonisasi di dalam
organlimfoid, meliputi infeksinya pada monosit dan makrofag yang
resistenterhadap efek sitopstik HIV; monosit dan makrofag yang terinfeksi
tersebut dapat bertindak sebagai resevoir HIV disamping sebagai
kendaraaan untuk transportasi virus.
Di samping sel makrofag, sel dendrit folikuler dalam germinal centers
limfonodi juga merupakan resevoir HIV yang penting. Partikel virus yang
terbungkus dengan antibodi anti HIV terikat dengan reseptor Fe pada sel
dendrit folikuler. Virion HIV ini secara kontinu menginfeksi sel T ketika
mereka mengalami kontak yang erat dengan sel dendrit folikuler pada
saaat melintas lewat limfonodi.
Terjadi deplesi sel T. Mayoritas hilangnya sel disebabkan oleh replikasi
virus intrasel dengan lisis sel yang kemudian terjadi. Lebih kurang 1 milyar
hingga 2 milyar sel T CD4+ mengalami lisis setiap harinya. Akan tetapi
sebagian besar kehilangan sel T pada awal penyakit ini akan digantikan
lewat regenerasi dan kehilangan sel T tersebuat seolah olah amat sedikit.
Kehilangan sel T juga terjadi lewat :
1. Destruksi progesif arsitektur dan komposisi seluler organ limfoid yang
meliputi sel yang penting untuk mempertahankan lingkungan sitokin
yang kondusif bagi maturasi CD4+.
2. Aktifasi kronik sel yang tidak terinfeksi yang akhirnya menyebabkan
kematian sel yang ditimbulkan oleh aktifasi.
3. Fusi sel yang teribfeksi dan tidak terinfeksi lewat gp120 sehingga terjadi
kematian sel.
4. Pengikatan gp120 yang solubel pada sel T CD4+ tak terinfeksi yang
menyebabkan aktifasi jalur apoptosis atau pembunuhan yang dimediasi
sel T sitotoksik.
2.10 Imunopatogenesis Xerostomia Pada Pasien Imunokompromise.
Xerostomia adalah factor utama kerusakan gigi pada penderita HIV. Lebih
dari 400 obat-obatan dapat menyebabkan terjadinya xerostomia. Perubahan
kuantitas dan kualitas saliva termasuk berkurangnya sifat antimikroba dapat
mempercepat terjadinya kerusakan gigi dan jaringan periodontal.
Gangguan fungsi saliva menyebabkan reduksi sekresi saliva pada pasien
HIV/AIDS. Sekresi kelenjar saliva dan komposisi saliva berubah akibat infeksi
HIV. Walaupun patofisiologi musin belum jelas, tetapi terdapat dugaan bahwa
kelainan kelenjar saliva antara lain karena adanya :
1. Lesi limfoepitelial
2. Infiltrasi inflamatori seperti yang terlihat pada Sjogren’s Syndrome
3. Infiltrasi limfositik pada kelenjar saliva mayor
4. Replikasi HIV dapat mempengaruhi sel endotel dan menyebabkan
obstruksi saluran kapiler yang menyuplai darah kepada sel sekresi kel
saliva. Akibatnya, sekresi saliva rendah, xrostomia, meningkatkan
kerentanan terhadap lesi atau ko-infeksi oral
5. Pengaruh HAART berhubungan dengan efek-efek anti sekretori pada sel
asinar yang di sebabkan oleh bahan kimia atau refleksi dari kemungkinan
perubahan jaringan limfotik pada struktur kelenjar saliva.