optimalisasi pengelolaan padi sawah tadah hujan melalui...

10
648 Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3 Pendahuluan Indonesia mempunyai lahan sawah ta- dah hujan yang sangat luas dan tersebar di beberapa wilayah. Produktivitas padi pada la- han ini umumnya lebih rendah dari hasil padi di lahan sawah irigasi dan di tingkat petani produktivitas padi sawah tadah hujan berkisar 3,0 3,5 t/ha (Fagi, 1995; Setiobudi and Supri- hatno, 1996). Introduksi varietas padi yang adaptif dan berpotensi hasil tinggi untuk agro- ekosistem lahan sawah tadah hujan merupa- kan teknologi yang paling murah bagi petani. Optimalisasi Pengelolaan Padi Sawah Tadah Hujan Melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu Widyantoro dan Husin M.Toha Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Jalan Raya 9 Sukamandi, Subang 41256; Telp.0260.520157; Fax.0260.520158 Email: [email protected] Abstrak Lahan tadah hujan merupakan lumbung padi kedua setelah lahan irigasi, namun demikian sampai saat ini produksi rata-rata padi baru mencapai 3,0-3,5 t/ha. Kendala produksi yang umum dijumpai pada lahan ini antara lain: curah hujan yang tidak menentu, kesuburan tanah rendah, dan gulma yang padat. Salah satu strategi untuk memperbaiki produktivitas lahan sawah tadah hujan adalah melalui pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT). Tujuan yang ingin dicapai adalah mengidentifikasi komponen pengelolaan tanaman terpadu untuk peningkatan hasil padi lahan sawah tadah hujan. Penelitian dilaksanakan di Desa Sidadadi, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu pada MK 2009 (April Juli 2009). Model pendekatan PTT padi sawah tadah hujan musim kemarau dirakit secara insitu den- gan melibatkan petani setempat yang sekaligus menjadi petani pelaksana atau petani kooperator. Kegiatan penelitian dimulai dengan kajian kebutuhan dan peluang (KKP) untuk mengidentifikasi po- tensi, kendala, dan peluang pengembangan padi lahan sawah tadah hujan. Berdasarkan hasil KKP kemudian disusun paket teknologi utama bersama petani, penyuluh, dan peneliti yang kemudian diteliti dan dipraktekkan. Paket teknologi yang telah menjadi kesepakatan bersama tersebut, ke- mudian diaplikasikan di lahan petani dalam bentuk demonstrasi plot seluas 2,0 ha dan dilaksanakan oleh petani dengan didampingi oleh peneliti dan penyuluh. Jumlah petani pelaksana ditentukan se- banyak 10 orang dan setiap petani melaksanakan dua perlakuan di setiap lahannya, yaitu perlakuan pendekatan PTT dan perlakuan cara/kebiasaan petani. Paket teknologi utama yang diintegrasikan pada pendekatan PTT tersebut adalah: (1) penggunaan varietas unggul baru, toleran kekeringan, dan berumur genjah, (2) benih berkualitas dan bermutu tinggi, (3) olah tanah minimum dan pesemaian culikan, (4) cara tanam sistem legowo 2:1 dan/atau tegel 25 cm x 25 cm, (5) pengelolaan hara terpadu (pupuk N berdasarkan BWD, pupuk P dan K berdasarkan status hara tanah/PUTS), dan (6) pengendalian hama dan penyakit terpadu. Sedangkan komponen pelengkap/pilihan ( supplement) ditentukan bersama-sama dengan petani pada saat sebelum pelaksanaan penelitian dimulai, ber- dasarkan kesepakatan bersama dengan penyuluh dan peneliti. Berdasarkan hasil KKP diperoleh empat skala prioritas yang akan dipecahkan dan diteliti bersama-sama petani, penyuluh, dan peneliti antara lain: I. Benih, II. Gulma/penyiangan, III. Penyakit kresek dan kekurangan air MK, dan IV. Pupuk, tenaga kerja tanam, dan panen. Hasil percobaan demplot menunjukkan melalui pendekatan PTT hasil gabah dan pendapatan petani lebih tinggi dibandingkan dengan cara petani. Rata-rata hasil padi sawah tadah hujan melalui pendekatan PTT mencapai 6,95 t/ha GKG atau meningkat 11,9% lebih tinggi dibandingkan dengan cara petani yang mencapai 6,22 t/ha t/ha GKG. Melalui pendekatan PTT padi sawah tadah hujan pendapatan usahatani meningkat 21,2% lebih tinggi dibandingkan dengan cara petani. Kata kunci : Sawah tadah hujan, PTT, padi, usahatani

Upload: truongmien

Post on 06-Feb-2018

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Optimalisasi Pengelolaan Padi Sawah Tadah Hujan Melalui ...balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/12/p83.pdf · pada lahan ini antara lain: curah hujan yang tidak

648

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3

Pendahuluan

Indonesia mempunyai lahan sawah ta-

dah hujan yang sangat luas dan tersebar di

beberapa wilayah. Produktivitas padi pada la-

han ini umumnya lebih rendah dari hasil padi

di lahan sawah irigasi dan di tingkat petani

produktivitas padi sawah tadah hujan berkisar

3,0 – 3,5 t/ha (Fagi, 1995; Setiobudi and Supri-

hatno, 1996). Introduksi varietas padi yang

adaptif dan berpotensi hasil tinggi untuk agro-

ekosistem lahan sawah tadah hujan merupa-

kan teknologi yang paling murah bagi petani.

Optimalisasi Pengelolaan Padi Sawah Tadah Hujan Melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu

Widyantoro dan Husin M.Toha Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

Jalan Raya 9 Sukamandi, Subang 41256; Telp.0260.520157; Fax.0260.520158 Email: [email protected]

Abstrak

Lahan tadah hujan merupakan lumbung padi kedua setelah lahan irigasi, namun demikian sampai saat ini produksi rata-rata padi baru mencapai 3,0-3,5 t/ha. Kendala produksi yang umum dijumpai pada lahan ini antara lain: curah hujan yang tidak menentu, kesuburan tanah rendah, dan gulma yang padat. Salah satu strategi untuk memperbaiki produktivitas lahan sawah tadah hujan adalah melalui pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT). Tujuan yang ingin dicapai adalah mengidentifikasi komponen pengelolaan tanaman terpadu untuk peningkatan hasil padi lahan sawah tadah hujan. Penelitian dilaksanakan di Desa Sidadadi, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu pada MK 2009 (April – Juli 2009). Model pendekatan PTT padi sawah tadah hujan musim kemarau dirakit secara insitu den-gan melibatkan petani setempat yang sekaligus menjadi petani pelaksana atau petani kooperator. Kegiatan penelitian dimulai dengan kajian kebutuhan dan peluang (KKP) untuk mengidentifikasi po-tensi, kendala, dan peluang pengembangan padi lahan sawah tadah hujan. Berdasarkan hasil KKP kemudian disusun paket teknologi utama bersama petani, penyuluh, dan peneliti yang kemudian diteliti dan dipraktekkan. Paket teknologi yang telah menjadi kesepakatan bersama tersebut, ke-mudian diaplikasikan di lahan petani dalam bentuk demonstrasi plot seluas 2,0 ha dan dilaksanakan oleh petani dengan didampingi oleh peneliti dan penyuluh. Jumlah petani pelaksana ditentukan se-banyak 10 orang dan setiap petani melaksanakan dua perlakuan di setiap lahannya, yaitu perlakuan pendekatan PTT dan perlakuan cara/kebiasaan petani. Paket teknologi utama yang diintegrasikan pada pendekatan PTT tersebut adalah: (1) penggunaan varietas unggul baru, toleran kekeringan, dan berumur genjah, (2) benih berkualitas dan bermutu tinggi, (3) olah tanah minimum dan pesemaian culikan, (4) cara tanam sistem legowo 2:1 dan/atau tegel 25 cm x 25 cm, (5) pengelolaan hara terpadu (pupuk N berdasarkan BWD, pupuk P dan K berdasarkan status hara tanah/PUTS), dan (6) pengendalian hama dan penyakit terpadu. Sedangkan komponen pelengkap/pilihan (supplement) ditentukan bersama-sama dengan petani pada saat sebelum pelaksanaan penelitian dimulai, ber-dasarkan kesepakatan bersama dengan penyuluh dan peneliti. Berdasarkan hasil KKP diperoleh empat skala prioritas yang akan dipecahkan dan diteliti bersama-sama petani, penyuluh, dan peneliti antara lain: I. Benih, II. Gulma/penyiangan, III. Penyakit kresek dan kekurangan air MK, dan IV. Pupuk, tenaga kerja tanam, dan panen. Hasil percobaan demplot menunjukkan melalui pendekatan PTT hasil gabah dan pendapatan petani lebih tinggi dibandingkan dengan cara petani. Rata-rata hasil padi sawah tadah hujan melalui pendekatan PTT mencapai 6,95 t/ha GKG atau meningkat 11,9% lebih tinggi dibandingkan dengan cara petani yang mencapai 6,22 t/ha t/ha GKG. Melalui pendekatan PTT padi sawah tadah hujan pendapatan usahatani meningkat 21,2% lebih tinggi dibandingkan dengan cara petani.

Kata kunci : Sawah tadah hujan, PTT, padi, usahatani

Page 2: Optimalisasi Pengelolaan Padi Sawah Tadah Hujan Melalui ...balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/12/p83.pdf · pada lahan ini antara lain: curah hujan yang tidak

649

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3

Curah hujan merupakan faktor pemba-

tas yang menentukan keberhasilan padi sawah

tadah hujan. Pada padi gogo rancah seringkali

setelah hujan 2-3 kali turun dan tanah sudah

diolah serta cukup lembab untuk ditanami, pe-

tani biasanya segera menanam benih padi.

Namun setelah benih berkecambah hujan

lama tidak turun sehingga benih banyak yang

mati akibat kekeringan. Sedangkan pada padi

walik jerami karena ditanam menjelang mu-

sim hujan berakhir, maka seringkali pada sta-

dia berbunga atau pada stadia pengisian di-

mana tanaman pada saat tersebut sangat

membutuhkan air justru hujan sudah ber-

kurang atau jarang turun karena musim kema-

rau yang datang lebih awal. Akibatnya tana-

man padi walik jerami menderita kekeringan

dan produksi padi menjadi sangat rendah. Hal

inilah yang mengakibatkan produktivitas ta-

naman padi walik jerami jadi tidak stabil (Fagi

et al., 1986). Menurut Goswarni et al. (1986)

produktivitas padi walik jerami dapat diting-

katkan melalui peningkatan efisiensi peng-

gunaan faktor produksi, khususnya pupuk ni-

trogen (N) dan memperbaiki sifat fisik tanah

di sekitar perakaran.

Ketidakpastian intensitas dan distri-

busi hujan yang sering terjadi perlu di antisi-

pasi melalui pengembangan teknologi budi-

daya padi di lahan sawah tadah hujan melalui

pola tanam padi sistem gogo rancah yang di-

tanam saat awal musim hujan dan dapat di-

panen lebih awal, sehingga memungkinkan

musim berikutnya untuk ditanami padi kedua

sebagai walik jerami dengan varietas berumur

pendek dan terhindar dari kekeringan sebe-

lum waktunya dipanen. Penyakit bercak daun

coklat Helminthosporium oryzae dan bercak

daun bergaris Cercospora oryzae merupakan

penyakit utama padi sawah tadah hujan

(Suparyono et al. 1992). Cara pengendalian

penyakit yang paling efektif dan efisien adalah

dengan menanam varietas padi yang tahan.

Sedangkan penggunaan fungisida harus dila-

kukan secara hati-hati, karena kemampuan

ekonomi petani rendah, mahal dan dapat men-

cemari lingkungan. Tanaman padi sawah ta-

dah hujan dengan pengairan tergantung air

hujan sangat respon terhadap pemupukan

kalium. Menurut Wiharjaka (1999) dengan

pengembalian jerami atau pemberian pupuk

kandang ke dalam tanah dapat mengurangi

pencucian unsur kalium dalam tanah. Ke-

mudian ditambah lagi dengan unsur N, P dan

K, terbukti hasil padi meningkat secara nyata.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk men-

gidentifikasi komponen pengelolaan tanaman

terpadu untuk peningkatan hasil padi lahan

sawah tadah hujan.

Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Si-

dadadi, Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten In-

dramayu, pada MK 2009 (April – Juli). Model

pendekatan PTT padi sawah tadah hujan

musim kemarau dirakit secara insitu dengan

melibatkan petani setempat yang sekaligus

menjadi petani pelaksana atau petani kopera-

tor dalam susunan rancangan lingkungan acak

kelompok dimana petani sebagai ulangan.

Kegiatan penelitian dimulai dengan

kajian kebutuhan dan peluang (KKP) untuk

mengidentifikasi potensi, kendala, dan pe-

luang pengembangan padi lahan sawah tadah

hujan. Kunci dari metode ini adalah kelompok

sasaran berperan aktif dalam menganalisis

sumberdaya, potensi dan permasalahannya

sendiri dan sekaligus dapat merencanakan

dan mengambil tindakan untuk memecahkan

masalahnya. Tahapan dari kegiatan ini adalah:

Page 3: Optimalisasi Pengelolaan Padi Sawah Tadah Hujan Melalui ...balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/12/p83.pdf · pada lahan ini antara lain: curah hujan yang tidak

650

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3

a) pemetaan agroekosistem dengan informan

kunci dan observasi lapangan, b) identifikasi

dan diagnosis masalah, c) penelusuran penge-

tahuan asli petani (farmer indigenous knowl-

edge), dan d) verifikasi informasi yang telah

dihimpun.

Berdasarkan hasil KKP kemudian dis-

usun paket teknologi utama yang kemudian

diteliti dan dipraktekkan bersama antara pet-

ani, penyuluh, dan peneliti. Paket teknologi

yang telah menjadi kesepakatan bersama ter-

sebut, kemudian di aplikasikan di lahan petani

dalam bentuk demonstrasi plot seluas 1,0 –

2,0 ha dan dilaksanakan oleh petani dengan

didampingi oleh peneliti dan penyuluh. Jumlah

petani pelaksana ditentukan sebanyak 10

orang dan setiap petani melaksanakan dua

perlakuan di setiap lahannya, yaitu perlakuan

pendekatan PTT dan perlakuan cara/kebia-

saan petani.

Paket teknologi utama yang di integra-

sikan pada pendekatan PTT tersebut ialah:

Penggunaan varietas unggul baru, toleran

kekeringan, dan berumur genjah.

Benih berkualitas dan bermutu tinggi.

Olah tanah minimum dan pesemaian cu-

likan.

Cara tanam sistem legowo 2:1 dan/atau

tegel (25 x 25) cm.

Pengelolaan hara terpadu (pupuk N ber-

dasar BWD, pupuk P dan K berdasar status

hara tanah/PUTS).

Pengendalian hama dan penyakit terpadu.

Sedangkan komponen pelengkap/pi-

lihan (suplement) ditentukan bersama-sama

dengan petani pada saat sebelum pelaksanaan

penelitian dimulai, berdasarkan kesepakatan

bersama dengan penyuluh dan peneliti. Untuk

perlakuan cara petani (kontrol), disesuaikan

dengan kebiasaan petani setempat yang me-

nyangkut varietas, pemupukan dan teknik

budidaya.

Data yang dikumpulkan meliputi (1)

hasil panen (ubinan 2 m x 5 m dan riil); (2) data

input-output (kebutuhan tenaga kerja, sarana

produksi pertanian, upah tenaga kerja dan harga

yang berlaku) yang dikumpulkan melalui farm

record keeping.

Hasil dan Pembahasan

Pelaksanaan KKP dilakukan pada per-

tengahan bulan Maret 2009 dengan melibat-

kan peneliti dan penyuluh sebagai fasilitator

serta petani sebagai pelaksana kegiatan PTT

padi sawah tadah hujan. Hasil KKP adalah

sebagai berikut:

Identifikasi masalah

Berdasarkan identifikasi masalah de-

ngan cara diskusi dengan petani dan kelom-

pok tani yang hadir pada pertemuan di Desa

Sidadadi dan hasil pengamatan lapang dengan

cara berjalan di sawah calon lokasi penelitian

(transect walk), diperoleh beberapa masalah

pada pelaksanaan budidaya padi sawah tadah

hujan musim kemarau, antara lain:

1. Benih

Pada musim kemarau petani meng-

gunakan dan menanam benih asalan dari hasil

tukar menukar antar petani atau mengguna-

kan benih dari hasil panen sebelumnya. Benih

berlabel yang dibeli petani biasanya diguna-

kan dan ditanam untuk dua kali musim tanam.

Sebagian besar petani hanya mengenal padi

varietas Ciherang, kendala yang dihadapi

adalah masih kurangnya informasi mengenai

benih-benih dari varietas unggul baru.

Page 4: Optimalisasi Pengelolaan Padi Sawah Tadah Hujan Melalui ...balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/12/p83.pdf · pada lahan ini antara lain: curah hujan yang tidak

651

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3

2. Gulma dan penyiangan

Gulma umumnya merupakan masalah

serius yang sering dihadapi petani padi sawah

tadah hujan utamanya di musim kemarau

(Pane, et al., 1999). Kondisi ini disebabkan

karena dari petakan basah pada saat tanam

menjelang berakhirnya musim hujan ber-

angsur-angsung kering seiring dengan sema-

kin jarang turun hujan. Oleh karena itu peta-

kan sawah jarang atau tidak pernah sekalipun

tergenang air, atau kondisi air di petakan sa-

wah sering berubah-rubah dari mulai basah

atau lembab ke kering karena tidak ada hujan.

Kondisi ini menyebabkan tumbuhnya gulma

semakin padat jikalau tidak segera dilakukan

penyiangan. Dibutuhkan penyiangan 2-3 kali

untuk mengendalikan gulma, sehingga tenaga

kerja yang dibutuhkan sangat banyak dengan

biaya yang cukup besar. Petani belum terbiasa

menggunakan herbisida dengan alasan takut

tanaman padinya keracunan. Keterbatasan pe-

ngetahuan petani tentang penggunaan herbis-

ida, baik jenis maupun waktu aplikasinya

menyebabkan penyiangan kurang intensif. Na-

mun ada beberapa petani yang sudah men-

coba dengan herbisida pasca tumbuh (Metsul-

furon 20 WDG dan 2,4 D) dan dapat menekan

infestasi gulma serta mengurangi biaya peny-

iangan.

3. Pupuk

Petani biasanya hanya menggunakan

dua jenis pupuk saja yaitu urea dan SP18

dengan dosis per hektar 250-300 kg urea +

150 kg SP18. Pupuk urea diberikan dua kali,

yaitu pada saat umur 14-21 HST (150-200 kg/

ha) dan umur 36-42 HST (100 kg/ha), sedang-

kan SP18 semuanya diberikan bersamaan

dengan pupuk urea yang pertama. Pupuk KCL

tidak atau jarang sekali digunakan dengan ala-

san harga mahal dan sulit didapat di kios pu-

puk serta menambah biaya. Namun dari hasil

penelusuran dan wawancara dengan beberapa

petani, sudah dua musim terakhir ada be-

berapa petani yang sudah menggunakan pu-

puk majemuk NPK dengan dosis per hektar

100-150 kg/ha ditambah urea 200-250 kg/ha.

4. Tenaga kerja tanam

Padi sawah tadah hujan di musim ke-

marau ditanam secara tanam pindah dari bibit

tanaman padi umur 21-25 hari. Bibit padi

berasal dari pesemaian padi yang dilakukan

pada saat tanaman padi musim sebelumnya

(musim penghujan) menjelang dipanen (pese-

maian culikan). Biasanya antara 10-15 hari

sebelum tanaman padi musim sebelumnya di-

panen, petani sudah memanen sebagian kecil

lahannya untuk digunakan sebagai tempat pe-

semaian padi musim berikutnya (musim ke-

marau). Dengan demikian percepatan tanam

dimulai sejak petani mulai melakukan pese-

maian, sehingga pada saat musim tanam pet-

ani kesulitan mencari tenaga kerja tanam

karena petani melakukan kegiatan tanam

pada waktu hampir bersamaan. Keadaan ini

yang menyebabkan tenaga kerja tanam sulit

dicari atau jika ada dilakukan secara ber-

giliran dengan biaya tanam secara borongan.

Jumlah tenaga kerja tanam padi sekitar 50-60

HOK wanita @ 4-5 jam/HOK.

5. Kekurangan air

Kekurangan air pada pertanaman padi

musim kemarau sering terjadi pada saat men-

jelang berakhirnya musim penghujan (April/

Mei), sehingga petani menyiasati dengan

membuat sumur pantek di sekitar lahan pad-

inya atau dengan cara menyedot air dari sun-

gai. Biaya yang dikeluarkan petani untuk

membuat sumur pantek ini sangat besar, ter-

gantung kedalaman air tanah dan pompa/di-

esel penyedot air yang digunakan. Biaya sewa

pompa air ini sebesar Rp 15.000 - Rp 20.000/

jam dengan diameter pipa 3 - 4 inci.

Page 5: Optimalisasi Pengelolaan Padi Sawah Tadah Hujan Melalui ...balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/12/p83.pdf · pada lahan ini antara lain: curah hujan yang tidak

652

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3

6. Penyakit kresek

Penyakit kresek umumnya muncul

setelah pertanaman padi berumur lebih dari

60 hari setelah tanam. Penyakit ini muncul

pada pertanaman padi sawah tadah hujan

yang sering mengalami kekeringan pada awal

pertumbuhan, bahkan penyebarannya sema-

kin meluas. Petani kesulitan mengendalikan

penyakit ini, bahkan dengan penggunaan fu-

ngisidapun penyakit ini masih banyak dite-

mukan di petakan sawah.

7. Panen

Seperti halnya pada saat tanam, tenaga

kerja panen juga sulit dicari. Petani terpaksa

menggunakan jasa tenaga kerja panen dengan

upah yang mahal. Pola pengaturan tanam dan

panen masih sulit dilakukan di wilayah sawah

tadah hujan khususnya pada padi musim ke-

marau, dikarenakan petani mengejar waktu

untuk bisa tanam seawal mungkin agar tana-

man padinya bisa tercukupi oleh air hujan

yang masih ada.

b. Prioritas masalah

Penilaian dilakukan oleh petani ber-

sama-sama penyuluh dan peneliti dilaksana-

kan di rumah ketua kelompok tani yang di-

hadiri oleh 10 orang petani dan 1 orang pe-

nyuluh serta 3 orang peneliti. Penilaian di-

lakukan dengan sistem skoring, dimana skor 1

(tidak bermasalah), skor 2 (kurang berma-

salah), skor 3 (sedang), skor 4 (bermasalah),

dan skor 5 (sangat bermasalah). Masalah po-

kok kemudian dijadikan dasar untuk meran-

cang penelitian lebih lanjut yaitu PTT padi

sawah tadah hujan di musim kemarau.

c. Analisis masalah dan pemecahan masalah

Berdasarkan kriteria luas cakupan, fre-

kuensi kejadian, dan tingkat keparahan, maka

ke 7 masalah pokok kemudian dibuat skala

prioritas. Skala prioritas dilakukan melalui

skoring dengan nilai 1 – 5. Untuk kriteria luas

cakupan: 1 = sangat tidak luas, 2 = tidak luas

(kecil), 3 = sedang, 4 = luas, dan 5 = sangat

luas. Kriteria frekuensi, 1= tidak ada, 2=

pernah ada, 3= kadang-kadang, 4= ada, dan 5=

selalu ada serangan dan kriteria keparahan, 1

= sangat tidak parah, 2 = tidak parah, 3 =

sedang, 4 = parah, dan 5 = sangat parah.

Hasil analisis berdasarkan skala priori-

tas permasalahan yang dikemukakan petani di

Desa Sidadadi, Kecamatan Haurgeulis, diper-

oleh empat skala prioritas yang disajikan pada

Tabel 1, antara lain: I. Benih, II. gulma/pe-

nyiangan, III. penyakit kresek dan kekurangan

air MK, dan IV. pupuk, tenaga kerja tanam dan

panen. Dari hasil skala prioritas tersebut me-

nunjukan bahwa benih menempati urutan

pertama karena pengaruhnya terhadap hasil

padi. Masalah gulma dan penyiangan dapat di-

dekati dengan pengendalian gulma terpadu,

sedang kekurangan air di musim kemarau da-

pat didekati dengan tanam lebih awal dengan

sistem pesemaian culikan. Penyakit kresek

merupakan penyakit yang mengganggu per-

tumbuhan padi di sawah tadah hujan musim

kemarau, sehingga perlu dicari sistem pengen-

dalian yang tepat. Masalah pupuk, tenaga ker-

ja tanam dan panen perlu koordinasi dan mu-

syawarah kelompok agar dapat mengatasi

permasalahan tersebut.

Melihat hasil skala prioritas di desa

tersebut, maka masalah utama yang dihadapi

petani padi sawah tadah hujan di musim

kemarau adalah benih bermutu tinggi, pen-

gendalian gulma, penyakit kresek dan ke-

kurangan air di MK, serta masalah pupuk, te-

naga kerja tanam dan panen. Dengan demi-

kian perlu di identifikasi pemecahan masalah

yang lebih mendalam pada permasalahan

tersebut.

Page 6: Optimalisasi Pengelolaan Padi Sawah Tadah Hujan Melalui ...balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/12/p83.pdf · pada lahan ini antara lain: curah hujan yang tidak

653

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3

Hasil pemecahan masalah yang dilaku-

kan bersama petani, peneliti, dan penyuluh

tersebut kemudian disepakati untuk diterap-

kan dalam penelitian bersama di lahan petani

dalam bentuk demonstrasi plot (demplot). Ha-

sil pemecahan masalah disajikan pada Tabel 2.

Hasil Demplot

Sebagai penciri PTT padi sawah tadah

hujan musim kemarau, komponen utama yang

disepakati bersama antara petani, penyuluh,

dan peneliti antara lain: 1. Olah tanah mini-

mum dan pesemaian culikan, 2. Penggunaan

varietas unggul baru toleran kekeringan dan

umur genjah, 3. Benih berkualitas, 4. Penge-

lolaan hara tanaman (N berdasar BWD, P dan

K berdasar status hara tanah), 5. Pengendalian

gulma terpadu, dan 6. PHT terutama penyakit

kresek. Pelaksanaan demplot dilakukan pada

awal bulan April - Juli 2009 di lahan petani

dan varietas yang ditanam sebanyak 10

varietas, yaitu Inpari1, Inpari 2, Inpari 3,

Inpari 6, Inpari 10, Dodokan, Silugonggo,

Ciherang, Mekongga, dan Situ Bagendit serta 5

galur toleran kekeringan umur ultra genjah

sebagai super impose, yaitu OM5240, OM4495,

OM1490, BP1979, dan S4616.

Tabel 1. Analisa masalah budidaya tanaman padi walikjerami menurut petani di Desa Sidadadi, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, MK 2009

Masalah Luas yang dipengaruhi

Frekuensi Keparahan Jumlah Skala prioritas

1. Benih 5 4 4 13 I

2. Tanam 3 3 2 8 IV

3. Pupuk 3 3 2 8 IV

4. Gulma/penyiangan 4 4 3 11 II

5. Penyakit kresek 3 3 3 9 III

6. Kekurangan air MK 3 3 3 9 III

7. Panen 3 3 2 8 IV

Tabel 2. Pemecahan masalah budidaya padi sawah tadah hujan musim kemarau menurut petani di Desa Sidadadi, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu. MK 2009

Masalah Pemecahan Masalah

1. Benih Benih unggul baru bermutu tinggi (berlabel)

2. Gulma/penyiangan Aplikasi herbisida selektif

3. Tenaga kerja tanam Sistem ceblokan atau bagi hasil

4. Pupuk Pemupukan spesifik lokasi

5. Kekurangan air MK Tanam awal dengan menggunakan pesemaian culikan

6. Penyakit kresek Penggunaan bakterisida prinsip PHT dan varietas tahan

7. Tenaga kerja panen Penerapan alsintan

Page 7: Optimalisasi Pengelolaan Padi Sawah Tadah Hujan Melalui ...balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/12/p83.pdf · pada lahan ini antara lain: curah hujan yang tidak

654

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3

Rata-rata hasil gabah pertanaman dem

-plot PTT padi sawah tadah hujan mencapai

7,63 t/ha GKP atau setara dengan 6,95 t/ha

GKG dengan kisaran hasil 6,50 t/ha GKP sam-

pai 8,26 t/ha GKP atau setara dengan 5,98 t/

ha GKG sampai 7,60 t/ha GKG (Tabel 3). Bila

dibandingkan dengan varietas Ciherang seba-

gai pembanding dan yang biasa ditanam peta-

ni setempat, maka pertanaman padi demplot

PTT kecuali varietas Dodokan dan Inpari 2,

dapat meningkatkan hasil gabah antara 6 -

22%.

Hasil gabah pertanaman super impose

galur-galur toleran kekeringan dan umur gen-

jah juga menunjukkan hasil yang baik dan co-

cok ditanam di lahan sawah tadah hujan mu-

sim tanam II 2009 (kemarau). Rata-rata hasil

gabah pertanaman super impose galur-galur

padi mencapai 7,35 t/ha GKP atau setara de-

ngan 6,49 t/ha GKG. Kisaran hasil gabah galur-

galur tersebut antara 6,26 t/ha sampai 6,78 t/

ha GKG dengan hasil gabah terendah dicapai

pada galur S4616 dan OM1490 dan tertinggi

OM5240 (Tabel 4).

Dibandingkan dengan varietas Cihe-

rang sebagai pembanding (pertanaman peta-

ni), maka pertanaman padi super impose dapat

meningkatkan hasil gabah 1 - 9%.

Analisis usahatani

Hasil analisis usahatani padi sawah

tadah hujan di musim kemarau menunjukkan

pendapatan bersih pertanaman padi demplot

PTT 21,2% lebih tinggi bila dibandingkan de-

ngan cara petani. Dilihat dari nisbah penda-

patan bersih dan jumlah biaya, maka usahata-

ni padi sawah tadah hujan di musim kemarau

demplot PTT maupun cara petani sama-sama

layak diusahakan. Hal ini ditunjukkan dengan

Tabel 3. Rata-rata hasil gabah beberapa varietas pertanaman demplot pendekatan PTT padi sawah tadah hujan di Desa Sidadadi, Kec.Haurgeulis, Indramayu. MK 2009

Varietas Rata-rata hasil (t/ha)

GKP Indeks GKG Indeks

Inpari 1 8,26 122 7,60 122

Inpari 2 6,62 98 6,11 98

Inpari 3 8,10 120 7,14 115

Inpari 6 7,72 114 7,02 113

Inpari 10 8,21 121 7,40 119

Dodokan 6,50 96 5,98 96

Silugonggo 7,89 117 7,17 115

Ciherang 7,33 108 6,62 106

Mekongga 7,76 115 7,15 115

Situ Bagendit 7,74 114 7,07 114

Rata-rata 7,63 - 6,95 -

Ciherang (cara petani) 6,77 100 6,22 100

Page 8: Optimalisasi Pengelolaan Padi Sawah Tadah Hujan Melalui ...balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/12/p83.pdf · pada lahan ini antara lain: curah hujan yang tidak

655

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3

nilai B/C rasio demplot PTT sebesar 1,57 dan

cara petani sebesar 1,31. Marginal B/C pada

demplot PTT padi sawah tadah hujan musim

kemarau dan cara petani adalah 18,0 (Tabel

5).

Persepsi petani

Pelaksanaan demplot PTT padi sawah

tadah hujan menimbulkan persepsi petani

yang beragam tentang pendekatan PTT yang

sedang diteliti bersama, namun dapat dipa-

hami oleh petani. Persepsi tersebut selengkap-

nya disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 4. Rata-rata hasil gabah galur harapan padi pertanaman demplot pendekatan PTT padi sawah tadah hujan di Desa Sidadadi, Kec. Haurgeulis, Indramayu. MK 2009

Rata-rata hasil (t/ha) Galur harapan

GKP Indeks GKG Indeks

OM5240 7,65 113 6,78 109

OM4495 7,48 111 6,76 108

OM1490 7,43 110 6,26 101

BP1979 7,40 109 6,41 103

S4616 6,79 100 6,26 101

Rata-rata 7,35 - 6,49 -

Ciherang (cara petani) 6,77 100 6,22 100

Tabel 5. Analisa usahatani per hektar padi sawah tadah hujan musim kemarau, Desa Sidadadi, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu. MK 2009

Uraian PTT Cara petani

Biaya upah tenaga kerja (Rp/ha) 4.598.625 4.446.375

Biaya sarana produksi (Rp/ha) 1.609.000 1.501.500

Biaya lain-lain (Rp/ha) 624.000 780.000

Total biaya (Rp/ha) 6.831.625 6.727.500

Pendapatan kotor (Rp/ha) 17.549.000 15.571.000

Pendapatan bersih (Rp/ha) 10.717.375 8.843.500

B/C ratio 1,57 1,31

Marginal B/C 18,0 -

Page 9: Optimalisasi Pengelolaan Padi Sawah Tadah Hujan Melalui ...balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/12/p83.pdf · pada lahan ini antara lain: curah hujan yang tidak

656

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3

Kesimpulan

1. Masalah utama yang dihadapi petani padi

sawah tadah hujan pada musim kemarau

adalah benih bermutu, gulma, penyakit

kresek, dan kekurangan air.

2. Komponen utama PTT padi sawah tadah

hujan pada musim kemarau adalah: olah

tanah minimum dan pesemaian culikan,

penggunaan varietas unggul baru toleran

kekeringan dan umur genjah, benih ber-

kualitas, pengelolaan hara tanaman, pe-

ngendalian gulma terpadu, dan PHT pe-

nyakit kresek.

3. Rata-rata hasil demplot PTT padi sawah

tadah hujan dapat meningkatkan hasil ga-

bah 11,9% dan pendapatan usahatani se-

besar 21,2% lebih tinggi bila dibanding-

kan dengan cara petani.

Daftar Pustaka

Fagi, A.M., 1995. Strategies for improving rain-fed lowland rice production systems in Central Java. p.:189-199 In Rainfed Lowland rice. Agricultural Research for High-Risk Environments. IRRI. Phi-lippines.

Fagi, A.M., S.I. Bhuiyan and J.L. McIntosh, 1986. Efficient use of water for rainfed low-land rice. In: Progress in rainfed low-land rice. IRRI. Los Banos, Philip-pines.

Goswarni, NN., S.K. De Datta and M.V. Rao, 1995. Soil fertility and fertilizer management for rainfed lowland rice. In: Progress in rainfed lowland rice. IRRI. Los Banos, Philippines.

Pane, H., P. Bangun dan S.Y. Jatmiko, 1999. Pengendalian gulma pada pertanamn padi gogorancah dan walikjerami di lahan sawah tadah hujan. p.: 150-159 Dalam Menuju Sistem Produksi Padi

Tabel 6. Persepsi petani terhadap demplot PTT padi sawah tadah hujan

Uraian Persepsi

Varietas unggul baru dan benih berlabel

Petani meyakini varietas unggul baru dan benih berlabel bermutu baik dan dapat meningkatkan hasil padi.

Tanam legowo 2:1 Pada awalnya petani khawatir populasi tanaman berkurang akibat banyaknya ruang kosong yang tidak ditanami sehingga akan mengu-rangi produksi. Tenaga kerja tanam pada awalnya merasa kesulitan dan meminta upah lebih tinggi. Petani merasa lega setelah melihat pertanaman padi menjelang panen tidak ada bedanya dengan tanam tegel (25x25) cm.

Pupuk lengkap dan berimbang

Pemupukan lengkap dan berimbang diyakini petani dapat mening-katkan hasil gabah, terlebih apabila jumlah dan waktu pemberiannya tepat.

Penggunaan herbis-ida

Awalnya petani khawatir tanaman padi akan keracunan dan mati, namun setelah mengetahui jenis herbisida yang digunakan petani memahami herbisida pra tumbuh dapat menekan gulma dan mengu-rangi biaya penyiangan.

Page 10: Optimalisasi Pengelolaan Padi Sawah Tadah Hujan Melalui ...balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/12/p83.pdf · pada lahan ini antara lain: curah hujan yang tidak

657

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 978-979-8940-29-3

Berwawasan Lingkungan. Risalah Se-minar Hasil Penelitian Emisi Gas Ru-mah Kaca dan Peningkatan Produk-tivitas Padi di Lahan Sawah (S. Parto-hardjono, J. Soejitno dan Hermanto, ed.). Puslibang Tanaman Pangan. Bogor.

Setiobudi, D. and B. Suprihatno, 1996. Res-ponse of flooding in gogorancah rice and moisture stress effect at repro-ductive stage in walik jerami rice. p.: 80-90 In Physiology of Stress Toleran-ce in Rice (V.P. Singh, R.K. Singh, B.B. Sing and R.S. Zeigler, ed.). NDUAT, India – IRRI, Philippines.

Suparyono, S. Kartaatmadja dan A.M. Fagi., 1992. Relationship between potassium

and development of several major rice diseases. Prosseding Seminar Nasional Kalium. Jakarta 4 Agustus 1992.: 155-162.

Wihardjaka, A., S. Abdulrachman, Susanto, and C.P. Mamaril, 1999. Potassium dy-namic under intensified and diversi-fied rice-based cropping system. p.: 170-182 Dalam Menuju Sistem Pro-duksi Padi Berwawasan Lingkungan. Risalah Seminar Hasil Penelitian Emisi Gas Rumah Kaca dan Peningkatan Pro-duktivitas Padi di Lahan Sawah (S. Par-tohardjono, J. Soejitno dan Hermanto, ed.). Puslibang Tanaman Pangan Bo-gor.