opll 2

39
Laporan Kasus Osiifcation of Posterior Longitudinal Ligament VC3-VC6 Oleh: Mutiara Sundasari 1420221122 Pembimbing: Dr. Lukman Ma’ruf Sp. BS KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSPAD GATOT SOEBROTO PERIODE 10 AGUSTUS 17 OKTOBER 2015

Upload: mutiara-sundasari

Post on 31-Jan-2016

254 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

OPLL 2

TRANSCRIPT

Page 1: OPLL 2

Laporan Kasus

Osiifcation of Posterior Longitudinal Ligament

VC3-VC6

Oleh:

Mutiara Sundasari

1420221122

Pembimbing:

Dr. Lukman Ma’ruf Sp. BS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

RSPAD GATOT SOEBROTO

PERIODE 10 AGUSTUS – 17 OKTOBER 2015

Page 2: OPLL 2

1

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

NASIONAL VETERAN JAKARTA

RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT

SUBROTO

2015

KEPANITERAAN KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “Veteran” JAKARTA

Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus:

Nama : Mutiara Sundasari Tanda Tangan

Nim : 1420221122 ....................................

Dr. Pembimbing : dr. Lukman Ma’Ruf, Sp. BS

...................................

Page 3: OPLL 2

2

KATA PENGANTAR

Dalam kesempatan kali ini puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah

SWT atas rahmat, nikmat, karunia dan hidayah-Nya, dan tidak lupa sholawat serta

salam yang senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW dan keluarganya

serta para sahabatnya, laporan kasus yang berjudul “Osifikasi Ligamen

Longitudinal Posterior VC3-VC6” dapat diselesaikan.

Penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih kepada dr.

Lukman Ma’ruf Sp.BS selaku pembimbing yang dengan penuh dedikasi, kesabaran

dan keikhlasan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing penulis

sehingga hambatan dalam penulisan laporan kasus ini dapat teratasi.

Penulis juga ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada pasien dan

keluarga atas partisipasi dan kerjasamanya yang memperbolehkan pelaporan kasus

ini berlangsung dengan baik dan lancar. Atas hal tersebut penulis ucapkan

terimakasih.

Penulis menyadari bahwa tulisan dalam laporan kasus ini masih jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu penulis mohon maaf apabila terdapat kekurangan

pada laporan kasus. Penulis juga mengharapkan kritik serta saran yang membangun

dari semua pihak agar menjadi lebih baik. Semoga laporan kasus ini dapat

bermanfaat bagi para pembaca dan kemajuan ilmu pengetahuan khususnya

kedokteran dikemudian hari.

Jakarta, Agustus 2015

Penulis

Page 4: OPLL 2

3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 4

BAB II LAPORAN KASUS .................................................................................. 5

A. Identitias Pasien ..................................................................................... 5

B. Status Pasien .......................................................................................... 6

C. Prognosis .............................................................................................. 17

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 20

A. Anatomi dan Fisiologi ................................................................................ 20

1. Collumna Vertebralis ..................................................................... 20

2. Medula Spinalis..............................................................................24

B. Osification Posterior Longitudinal Ligament ............................................ 25

BAB IV ANALISA KASUS.................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 38

Page 5: OPLL 2

4

BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Gangguan ini terjadi karena proses penulangan pada ligamentum posterior

khususnya pada are servikal tengah penderitanya kebanyakan berusia diatas 40

tahun. Gangguan ini paling banyak ditemukan pada pria Asia dan pada orang tua.

Insidensi dari OPLL (Osification Posterior Longitudinal Ligament) sendiri sebesar

2,4% di populasi Asia dan sebsar 0,16% di populasi non-Asia. Penyakit ini sendiri

dapat berhubungan dengan penyakit musculoskeletal lainnya seperti diffuse

idiophatic skeletal hyperostosis, ankylosing spondylitis, dan spondiloartropati

lainnya.

Beberapa literatur di Jepang yang secara ekstensif mempelajari penyakit ini,

menyebutkan secara umum prevalensi OPLL sebanyak 1,9% sampai dengan 4,3%.

Pernah dianggap sebagai kasus yang langka pada orang keturunan Asia. Saat ini

pada masyarakat oriental tua, gejala sakit leher dengan kelemahan dan parastesia di

kaki serta kuadriparesis adalah gejala umum dari penyakit ini, namun lebih banyak

lagi yang tidak menunjukan berbagai gejala apapun. Faktor genetik dan lingkungan

ikut terlibat sebagai penyebab OPLL, tetapi sampai saat ini belum diketahui pasti

apakah penyebab dari OPLL itu sendiri.

Berdasarkan foto lateral cervical, OPLL diklasifikasikan kedalam OPLL

segmental, continuous, mixed dan tipe lainnya. Berdasarkan penelitian oleh

Tsuyama, sebanyak 39% dari seluruh penderita OPLL mengalami segmental

OPLL, sebanyak 27% mengalami continuous OPLL, sebanyak 29% mengalami

mixed OPLL dan sebanyak 7,5% mengalami OPLL dengan tipe lainya. Seringkali

OPLL ini tidak terdiagnosis karena bersifat asimtomatik. Dimana hanya dapat

didiagnosis dengan CT (Commputerized Tomography) – Scan.

Page 6: OPLL 2

5

BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama pasien : Tn. RH

Umur : 51 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Status perkawinan : Menikah

Agama : Kristen

Alamat : Jl. Angkasa Dalam II No.43

RM : 450xxx

II. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF

Dilakukan secara auto anamnesis pada hari 19 Agustus 2015, pukul 06.10 WIB.

a. Keluhan Utama:

Terasa kencang dan kaku tungkai serta lengan yang semakin parah semenjak

2 bulan lalu.

b. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien mengeluhkan kedua tungkainya terasa kencang dan kaku yang

dirasakanya semenjak 4 tahun lalu dan memiliki riwayat HNP. Keluhan tidak

berkurang dan muncul secara terus menerus-nerus. Semenjak 2 bulan lalu keluhan

semakin parah disertai dengan terasa kencang pada lengan. Tidak terdapat riwayat

trauma atau jatuh sebelumnya. Tidak ada keluhan sering mengompol. Tidak ada

keluhan sulit menelan. Tidak ada keluhan terasa kebas. Pasien mampu berjalan

dengan normal.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat diabetes mellitus disangkal

Riwayat trauma sebelumnya disangkal

Page 7: OPLL 2

6

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat diabetes mellitus disangkal

Riwayat penyakit yang sama disangkal

e. Riwayat Alergi

Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan tertentu.

III. PEMERIKSAAN OBYEKTIF

a. Status Generalis

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

GCS : E4 V5 M6

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Suhu : 36,2 oC

Nadi : 80x/menit

Pernapasan : 24x/menit

Kepala : Normocephal, distribusi rambut merata

Wajah : Simetris

Leher : Tidak ada perbesaran KGB dan tiroid

Jantung : BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

Paru : Suara napas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen : Datar, supel, bising usus (+), nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Edema (-), akral hangat (+/+)

b. Status gizi

Tinggi Badan : 168 cm

Berat Badan : 60 kg

BMI : 21,26

c. Status Psikikus

Cara berpikir : Realistik

Page 8: OPLL 2

7

Perasaan hati : Eutmik

Tingkah laku : Baik

Ingatan : Baik

Kecerdasan : Cukup

d. Status Neurologikus

1. Kepala

Bentuk : Normocephal

Nyeri tekan : Tidak ada

Simetris : Simetris

Pulsasi : (+)

2. Leher

Sikap : tidak dapat dinilai

Pergerakan : tidak dapat dinilai

e. Pemeriksaan Nervus Cranialis

N. I Kanan Kiri

Subjektif tidak mengalami gangguan penciuman

Dengan bahan tidak dilakukan tidak dilakukan

N. II Kanan Kiri

Tajam penglihatan visus 6/6 visus 6/6

Lapangan penglihatan normal normal

Melihat warna normal normal

Fundus okuli tidak dilakukan tidak dilakukan

N. III Kanan Kiri

Kelopak mata terbuka terbuka

Pergerakan mata

Superior normal normal

Inferior normal normal

Medial normal normal

Strabismus (-) (-)

Nistagmus (-) (-)

Page 9: OPLL 2

8

Exophtalmus (-) (-)

Endoftalmus (-) (-)

Diameter Pupil 3 mm 3 mm

Posisi pupil tengah tengah

Bentuk bulat bulat

Refleks cahaya langsung (+) (+)

Refleks cahaya tidak langsung (+) (+)

Reflex konvrgensi (+) (+)

N.IV Kanan Kiri

Gerak mata ke lateral bawah normal normal

Penglihatan ganda/ diplopia (-) (-)

N.V Kanan Kiri

Membuka mulut normal normal

Mengunyah normal normal

Mengigit normal normal

Refleks kornea tidak dilakukan tidak dilakukan

Sensibilitas wajah baik baik

N.VI Kanan Kiri

Pergerakan mata ke lateral normal normal

Melihat kembar (-) (-)

N.VII Kanan Kiri

Mengerutkan dahi (+)simetris (+)simetris

Menutup mata baik baik

Memperlihatkan gigi normal simetris

Menggembungkan pipi baik baik

Pengecapan 2/3 anterior tidak dilakukan tidak dilakukan

N.VIII Kanan Kiri

Suara berbisik normal normal

Sikap badan/berdiri tidak dilakukan tidak dilakukan

Tes schwabach tidak dilakukan tidak dilakukan

Tes rinne tidak dilakukan tidak dilakukan

Tes weber tidak dilakukan tidak dilakukan

Page 10: OPLL 2

9

N.IX Kanan Kiri

Pengecapan 1/3 posterior tidak dilakukan tidak dilakukan

Refleks muntah tidak dilakukan tidak dilakukan

N.X Kanan Kiri

Arcus faring normal normal

Uvula ditengah ditengah

Berbicara normal normal

Menelan normal normal

Disfagia (-) (-)

N.XI Kanan Kiri

Mengangkat bahu tidak dapat dinilai

Memalingkan kepala tidak dapat dinilai

N.XII Kanan Kiri

Pergerakan lidah normal normal

Papil atrofi (-) (-)

Tremor lidah (-) (-)

Julur lidah normal normal

Artikulasi normal normal

f. Pemeriksaan Badan dan Anggota Gerak

1. Badan

a. Motorik

Columna Vertebralis

Bentuk : Hipolordotik

Pergerakan : tidak dapat dinilai

b. Sensibilitas Kanan Kiri

Taktil : (+) (+)

Nyeri : (+) (+)

Suhu : Tidak dilakukan tidak dilakukan

Diskriminasi 2 titik : normal normal

Page 11: OPLL 2

10

2. Anggota Gerak Atas

a. Motorik Kanan Kiri

Pergerakan : (+) (+)

Kekuatan : 5 5

Tonus : (+) (+)

Atrofi : (-) (-)

b. Sensibilitas Kanan Kiri

Taktil : (+) (+)

Nyeri : (+) (+)

Suhu : tidak dilakukan tidak dilakukan

c. Refleks Kanan Kiri

Biceps : (+) (+)

Triceps : (+) (+)

Tromner : (-) (-)

Hoffman : (-) (-)

3. Anggota Gerak Bawah

a. Motorik Kanan Kiri

Pergerakan : (+) (+)

Kekuatan : 5 5

Tonus : (+) (+)

Atrofi : (-) (-)

b. Sensibilitas Kanan Kiri

Taktil : (+) (+)

Nyeri : (+) (+)

Suhu : Tidak dilakukan tidak dilakukan

c. Refleks Kanan Kiri

Patella : (+) (+)

Achilles : (+) (+)

Gonda : (-) (-)

Gordon : (-) (-)

Schaefer : (-) (-)

Page 12: OPLL 2

11

Oppenheim : (-) (-)

Babinski : (-) (-)

Chaddock : (-) (-)

Rosolimo : (-) (-)

4. Tes fungsi koordinasi

Tes Romberg : tidak dapat dinilai

Tes Hell-to-toe walking : tidak dapat dinilai

Disdiadokokinesia : normal

Dismetria : normal

Rebound phenomenon : normal

Arm bounce : normal

5. Gerakan-gerakan abnormal

Tremor : (-)

Khorea : (-)

Mioklonik : (-)

C. Resume

1. Pemeriksaan Subjektif

Pasien mengeluhkan kedua tungkainya terasa kencang dan kaku yang

dirasakanya semenjak 4 tahun lalu dan memiliki riwayat HNP. Keluhan tidak

berkurang dan muncul secara terus menerus-nerus. Semenjak 2 bulan lalu keluhan

semakin parah disertai dengan terasa kencang pada lengan. Tidak terdapat riwayat

trauma atau jatuh sebelumnya. Tidak ada keluhan sering mengompol. Tidak ada

keluhan sulit menelan. Tidak ada keluhan terasa kebas. Pasien mampu berjalan

dengan normal.

2. Pemeriksaan Objektif

Status lokalis

Kesadaran : compos mentis, GCS E4M6V5

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Page 13: OPLL 2

12

Suhu : 36,2 oC

Nadi : 80x/menit

Pernapasan : 24x/menit

Pemeriksaan saraf kranial : dalam batas normal

Pemeriksaan anggota gerak

Motorik

5 5

5 5

Refleks fisiologis

Kanan kiri

Biseps + +

Triceps + +

Patella + +

Achilles + +

D. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan darah, 13 Agustus 2015

Darah rutin Hasil Satuan Nilai Normal

Hemoglobin

Hematokrit

Eritrosit

Leukosit

Trombosit

MCV

MCH

MCHC

13,00

41

5,6

7270

235000

73

23

32

g/dL

%

juta

ribu

ribu

fl

pg

g/dL

14-18

42-52%

4,3-6,0

4800-10800

150000-400000

80-96

27-32

32-36

Koagulasi Hasil Satuan Nilai Normal

Bleeding time

Cloting time

2’00”

4’00”

Menit

menit

1-3 menit

1-6 menit

Kimia Klinik Hasil Satuan Nilai Normal

Page 14: OPLL 2

13

Albumin

Ureum

Kreatinin

SGOT

SGPT

4,8\5

35

0,9

13

22

g/dL

mg/dL

mg/dL

U/I

U/I

3,5-5,0

20-50

0,5-1,5

<35

<40

2. Pemeriksaan radiologi

a. Foto Cervikal

Page 15: OPLL 2

14

b. MRI

Page 16: OPLL 2

15

Hasil:

Lordosis kurvatura vertebra cervical berkurang. Tidak tampak listhesis.

Kolaps korpus C5 dan C6

Spur di antero-posterior korpus C2-C7, vertebare endpate reguler

Intenstitas signal bone marrow korpus vertebare cervical normal, homogen.

Intensitas signal diskus normal. Penipisan diskus C5-6 dan C6-7.

Penonjolan diskus C4-5 sampai C6-7.

Bulging diskus C4-5 sampai C6-7, menekan thecal sac dan foramen neural

bilateral.

Osifikasi ligamentum longitudinale posterior setinggi C2-3 sampai C6-7.

Intensitas signal medula spinalis sepanjang segmen cervical normal.

Tidak tampak lesi patologis intrameduler.

MR myelogram : Parsial stenosis canal spinal setinggi C4-5 sampai C6-7.

Page 17: OPLL 2

16

Kesan:

- Straight cervicalis

- Kolaps corpus C5 dan C6

- Spondyloarthorosis cervicalis

- Bulging diskus intervertebralis C4-5 sampau C6-7, menekan thecal sac dan

foramen neural bilateral

- OPLL setinggi C2-3 sampai C6-7

- Parsial stenosis canal spinal setinggi C4-5 sampai C6-7

E. Diagnosis

Osifikasi Ligamen Longitudinal Posterior V. C4-6

F. Penatalaksanaan

- Persiapan operasi

Dilakukan operasi pada hari Rabu tanggal 19 Agustus 2015

Page 18: OPLL 2

17

G. Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia

IV. FOLLOW UP

Rabu, 19 Agustus 2015 pukul 15.30 WIB

S: nyeri post operasi (+), tangan dan kaki dapat digerakkan

O: Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

GCS : E4M6V5

TD : 120/70

RR : 27x/menit

Nadi : 60x/menit

Suhu : 36,5oC

Ekstremitas : akral hangat, edem (-/-)

Motorik: 5 5 Sensorik: + +

5 5 + +

A: Post Laminoplasty V.C4-VC6

Kamis, 20 Agustus 2015 pukul 15.15 WIB

S: nyeri post operasi (+), tangan dan kaki dapat digerakkan

O: Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

GCS : E4M6V5

TD : 110/70

RR : 18x/menit

Nadi : 72x/menit

Suhu : 36,5oC

Page 19: OPLL 2

18

Ekstremitas : akral hangat, edem (-/-)

Motorik: 5 5 Sensorik: + +

5 5 + +

A: Post Laminoplasty V.C4-VC6, D +1

P:

- Ceftriaxone inj 2x2 gr, IV

- Metilprednisolon inj 3x125 mg, IV

- Ketorolac inj 3x 30 mg, IV

- Ranitidin 2x50 mg, IV

Jumat, 21 Agustus 2015 pukul 11.30 WIB

S: nyeri post operasi (+), tangan dan kaki dapat digerakkan

O: keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

GCS : E4M6V5

TD : 110/80

RR : 20x/menit

Nadi : 80x/menit

Suhu : 36,3oC

Motorik: 5 5 Sensorik: + +

5 5 + +

A: Post Laminoplasty V.C4-VC6, D +2

P:

- Ceftriaxone inj 2x2 gr, IV

- Metilprednisolon inj 3x125 mg, IV

- Ketorolac inj 3x 30 mg, IV

- Ranitidin 2x50 mg, IV

Page 20: OPLL 2

19

Senin, 24 Agustus 2015 pukul 06.10 WIB

S: Pasien tidak ada keluhan

O: keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

GCS : E4M6V5

TD : 125/75

RR : 20x/menit

Nadi : 78x/menit

Suhu : 36,5oC

Motorik: 5 5 Sensorik: + +

5 5 + +

A: Post Laminoplasty V.C4-VC6, D +5

P:

- Ceftriaxone inj 2x2 gr, IV

- Metilprednisolon inj 3x125 mg, IV

- Ketorolac inj 3x 30 mg, IV

- Ranitidin 2x50 mg, IV

Page 21: OPLL 2

20

BAB III

TINJAUAN PUSAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Vertebra

1. Kolumna Vertebralis

Kolumna Vertebralis terbentang dari cranium sampai ujung os coccygis dan

merupakn unsur utama kerangka aksial (ossa cranii, columna vertebralis, costae dan

sternum). Kolumna vertebralis merupakan poros tulang rangka tubuh yang

memungkinkan untuk bergerak. Kolumna vertebralis melindungi medula spinalis,

menyangga berat badan tubuh dan merupakan sumbu bagi tubuh yang untuk

sebagian kaku dan sebagian lentur, serta berfungsi sebagai poros untuk kepala

berputar.

Kolumna vertebralis terdiri dari 33 tulang vertebra yang teratur dalam 5

daerah, tetapi hanya 24 dari jumlah tersebut (7 vertebra cervicalis, 12 vertebra

thorakalis, dan 5 vertebra lumbalis) yang dapat digerakkan pada orang dewasa.

Sedangkan ke lima vertebra sakralis melebur untuk membentuk os sacrumdan

keempat vertebra coccygea melebur membentuk os coccygis. Korpus vertebra

Page 22: OPLL 2

21

berangsur menjadi lebih besar ke ujung kaudal kolumna vertebralis, dan kemudian

berturut-turut menjadi semakin kecil ke ujung os coccygis. Perbedaan struktural ini

berhubungan dengan keadaan bahwa daerah lumbal dan sakral menanggung beban

yang lebih besar daripada servikal dan torakal. Lengkung torakal dan

sakrokoksigeal mencekung ke arah ventral, sedangkan servikal dan lumbal

mencekung ke arah dorsal.

Vertebra dari berbagai daerah berbeda dalam ukuran dan sifat khas lainnya,

dan vertebra dalam satu daerah pun satu dengan yang lain memperlihatkan

perbedaan yang lebih kecil. Vertebra yang khas terdiri dari corpus vertebra dan

arcus vertebra berikut ini :

1. Corpus vertebrae adalah bagian ventral yang memberi kekuatan

kolumna vertebra dan menanggung berat tubuh. Korpus vertebra

terutama dari vertebra thorlakal IV ke kaudal berangsur bertambah

membesar agar dapat memikul beban yang semakin berat.

2. Arcus vertebra adalah bagian dorsal dari vertebra yang terdiri dari

peduculus dan lamina arcus vertebra.

3. Pediculus arcus vertebrae merupakan taju pendek yang kokoh dan

menghubungkan lengkung pada corpus vertebra.

4. Incisura verterbralis merupakan torehan pada pediculus arcus

vertebrae. Incisura vertebralis superior dan inferior pada vertebra yang

bertetangga membentuk sebuah foramen intervertebralis.

5. Lamina arcus vertebra adalah pediculus yang menjorok ke arah dorsal

untuk bertemu dengan dua lempeng tulang yang lebar dan gepeng.

6. Foramen vertebrale berurutan pada kolumna vertebralis yang utuh

membentuk canalis vertebralis yang berisi medulla spinalis, meningens,

jaringa lemak, akar saraf, dan pembuluh darah.

Page 23: OPLL 2

22

Terdapat penonjolan prossesus dari arcus vertebra, yaitu;

Prosesus spinosus menonjol dari tempat persatuan kedua lamina dan

bertumpang di sebelah dorsal pada prosseus spinosus vertebra dibawahnya.

Dia prossesus transversus menonjol ke arah dorsolateral dari tempat

persatuan pediculus dan lamina vertebra.

Prossesus articularis superior dan inferior, masing-masing terdapat di kanan

dan kiri juga berpangkal pada tempat persatuan pediculus dan lamina.

Sendi-sendi kolumna vertebralis terdiri dari sendi-sendi corpus vertebrae,

sendi-sendi arcus vertebare, articulationes craniovertebralis, articulatio

costovertebrales dan articulatio sacro-iliacae. Permukaan vertebrae-vertebrae

berdekatan dan melalui sebuah discus dan ligamentum. Berikut merupakan

uraianya :

1. Diskus vertebralis

Terdiri dari sebuah anulus fibrosus yangberinsersi pada tepi fascies

yang licin dan membulat. . Antara vertebra cervicalis I dan II tidak

terdapat discus intervertebralis. Ketebalan discus intervertebralis di

berbagai daerah berbeda-beda.

2. Ligamentum lognitudinal anterius

Adalah sebuah pita jaringan ikat yangkuat dan menutupi serta

menghubungkan bagian ventral corpus vertebrae dan discus

intervertebralis. Ligamen ini terbentang dari facies pelvia ossis sacralis

ke tuberculum anterius atlas dan os occipitale ventral terhadap foramen

magnum. Membantu mencegah hiperekstensi.

3. Ligamentum longitudinale posterius

Adalah seutas pit yang agak lebih lemah,terbentang di dalam canalis

vertebralis, dan melekat pada diskus intervertebralis dan tepi dorsal

corpus vertebrae dan vertebrae cervicalis II (axis) sampai os sacrum

4. Facet join

Adalah persendian kecil yang menghubungkan tulang vertebra dengan

yang lainnya. Sendi facet merupakan sendi diartrosis yang

Page 24: OPLL 2

23

membolehkan tulang belakang bergerak. Oleh karena kelenturan kapsul

sendi, tulang belakang mampu bergerak dalam batas wajar dengan arah

yang berbeda-beda.

Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut:

Vertebra cervicalis (atlas)

Vertebra cervicalis memiliki ciri aitu tidak memiliki corpus tetapi hanya

berupa cincin tulang. Vertebra cervicalis kedua (axis) ini memiliki dens,

yang mirip dengan pasak. Vertebra cervicalis ketujuh disebut dominan

karena memiliki prossesus spinosus paling panjang.

Vertebra thorakalis

Ukurannya semakin besar mulai dari atas kebawah. Corpus berjumlah 12

buah yang membentuk bagian belakang thoraks.

Vertebra lumbal

Corpus pada vertebra lumbalis berjumlah 5 buah dan mebentuk daerah

pinggang, memiliki corpus vertebra yang besar ukurannya sehingga

pergerakkannya lebih ke arah fleksi.

Os sacrum

Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sacrum, dimana ke 5 tulang ini

rudimenter yang bergabung yang membentuk tulang bayi.

Os coccygis

Terdiri dari 4 tulang yang disebut tulang ekor, dan mengalami rudimenter.

Page 25: OPLL 2

24

Vaskularisasi columna vertebralis adalah arteri spinalis yang mengantar

darah kepada vertebrae yang merupakan cabang dari arteria vertebralis dan arteria

cervicalis ascendens di leher serta arteri intercostalis posterior di daerah torakal,

arteria subcostalis dan arteria lumbalis di abdomen, arteri iliolumbalis dan arteri

sacralis lateralis. Arteri spinalis memasuki formaen intervertebrale dan bercabang.

Vena spinalis membentuk pleksus vena yang meluas sepanjang columna

vertebralis, di dalam (pleksus venosis vertebrales profundi) dan luar (pleksus

venosis vertebrales superficiales). Vena basivertebralis terletak dalam corpus

vertebrae.

3. Medula Spinalis

Medulla spinalis merupakan massa jaringan saraf yang berbentuk silindris

memanjang dan menempati 2/3 atas canalis vertebra yaitu dari atas atas superior

(C1) samapai batas atas vertebra lumbalis kedua (L2). Fungsi sumsum tulang

belakang adalah mengadakan komunikasi antara otak dan semua bagian tubuh

bergerak refleks.

Page 26: OPLL 2

25

Medulla spinalis terbagi ke dalam beberapa segmen, yaitu cervical (C1-C8),

segmen torakal (T1-T12), segmen lumbal (L1-L5), segmen sakral (S1-S5) dan 1

segmen coccygeal. Pada penampang transversal medula spinalis, dapat dijumpai

bagian sentral yang berwarna lebih gelap (abu-abu) yang dikenal dengan gray

matter. Gray matter mengandung badan sel neuruon beserta percabangan

dendritnya. Di area ini terdapat banyak serat-serat saraf yang tidak berselubung

myelin serta banyak emngandung kapiler-kapiler darah. sedangkan pada bagian

perifer tampak lebih cerah dan dikenal dengan white matter, yang terdiri atas serat-

serat saraf yang berselubung myelin dan berjalan dengan arah longitudinal.

B. Osification of Posterior Longitudinal Ligament ( OPLL )

1. Definisi

Adalah suatu kondisi dimana terdapat gangguan proses penulangan di ligamen

longitudinal posterior. Lokasi yang paling sering terkena adalah tulang servikal.

Dengan adanya kompresi pada medula spinalis yang disebabkan oleh OPLL akan

muncul suatu gejala defisit neurologis dimana terapi operatif sangat dibutuhkan.

Bagaimanapun patogenesis OPLL ini belum ditemukan secara pasti, tidak

terdaoat suatu standar khusus penanganan pada OPLL yang asimptomatik.

Page 27: OPLL 2

26

2. Epidemiologi

Prevalensi keseluruhan OLLP masih rendah, dewasa ini, namun telah

diperkirakan bahwa angkanya mencapai 25% dari populasi Amerika Utara dan

Jepang dengan karakteristik myelopathy servikal dari OLLP. Hal ini terutama

ditemukan pada daerah leher servikal tinggi (C2-4) dan terjadi hampir dua kali

lebih sering pada laki-laki dibandingkan pada wanita. Beberapa literatur di

Jepang, dimana penyakit ini telah dipelajari secara ekstensif, secara umum

prevalensi OLLP telah didokumentasikan sebanyak antara 1,9% sampai 4,3%.

Pada populasi kawasan Amerika Utara, prevalensi penyakit ini jauh

lebih rendah. Resnick dkk. menghitung bahwa rasio menderita penyakit klasik

pada orang Kaukasia dari Amerika Utara adalah sekitar 0,12%. Angka ini

menunjukkan bahwa presentasi utama dari penyakit ini memiliki angka yang

cukup sporadis. Bagaimanapun telah ditemukan kasus OLLP familial pada

populasi Kaukasia dan Eropa. Sama halnya dengan lokus genetik yang terkait

dengan kasus OLLP pada populasi Asia juga dikaitkan dengan populasi non

Asia familial Mediterania.

OPLL sering dikaitkan dengan penyakit muskuloskeletal lain diffuse

idiopathic skeletal hyperostosis (DISH), ankylosing spondylitis, dan

spondyloarthropathy lainnya. Menurut penelitian para ahli, beberapa pasien

non Asia dengan OLLP diketahui berasal dari keluarga di atau dekat dengan

garis keturunan Mediterania. Selain itu disebutkan fakta yang cukup penting,

bahwa persentase berbagai pasien dengan DISH, penyakit yang sangat lazim

dalam populasi Kaukasia, memiliki kecenderungan untuk menderita OPLL.

3. Pathogenesis

Patogenesis dari OPLL masih belum diketahui secara pasti. Beberapa

ditemukan bahwa pada ligamen terdapat suatu sel yang meiliki karateristik

mirip osteoblast. Suatu proses degenerasi atau herniasi nukleus pulposus telah

dilaporkan sebagai salah satu faktor yang memulai pembentukan OPLL.

Beberapa studi juga mengatakan ada berbagai faktor termasuk genetik,

hormonal, lingkungan, dan gaya hidup telah dilaporkan sebagai penyebab

Page 28: OPLL 2

27

patologi dan perkembangan OPLL. Berikut merupakan beberapafaktor yang

diduga mempengaruhi terjadinya OPLL :

a. Faktor Genetik

Penderita OPLL paling sering ditemukan pada populasi Asia,

sehingga faktor genetik dianggap menjadi faktor penting dalam

perkembangan OLLP. Faktor genetik diyakini memberikan kontribusi

terhadap perkembangan OLLP. Telah banyak gen kolagen dipelajari,

termasuk gen kolagen manusia α2 gene (COL11A2), ditemukan bahwa

pada gen ini, gen terletak di kromosom 6p dekat dengan wilayah antigen

leukosit manusia, sangat terkait dengan OLLP yang dapat memainkan

peran protektif dalam proses osifikasi tulang ektopik. Para ahli melaporkan

hubungan jenis kelamin tertentu dari haplotype COL11A2 dengan OLLP

pada pasien laki-laki. Namun, penelitian terbaru oleh Horikoshi dkk. tidak

dapat mereproduksi hubungan antara gen ini dan OPLL.

Nucleotide pyrophosphatase adalah glikoprotein membran terikat

yang diyakini menghasilkan pirofosfat anorganik, sebagai inhibitor utama

dari kalsifikasi dan mineralisasi. Beberapa bukti menunjukkan bahwa

mutasi gen NPPS ini terkait dengan pengembangan OLLP. Dalam sebuah

penelitian yang kemukakan oleh Tahara dkk. disebutkan bahwa NPPS dan

gen reseptor leptin tidak mempromosikan peningkatan kerentanan

terhadap terjadinya OLLP, tetapi berhubungan dengan tingkat osifikasi

heterotopik. Tidak bisa ditunjukkan hubungan antara gen NPPS dan

OPLL.

b. Faktor Hormonal

Protein morfogenetik tulang merangsang diferensiasi sel ligamen

pada pasien dengan OLLP dan menginduksi osifikasi dengan

meningkatkan aktivitas alkalin fosfatase dan merangsang DNA dan

sintesis jenis prokolagen karboksil terminal peptide.

Transforming growth factor-β telah dipelajari dalam literatur,

dimana Polimorfisme T869 C dari gen TGF β1 merupakan penentu genetik

kecenderungan untuk OLLP. Dalam studi berikutnya ditunjukkan bahwa

polimorfisme β1 TGF tidak terkait dengan pengembangan OLLP,

Page 29: OPLL 2

28

melainkan faktor yang berhubungan dengan tingkat osifikasi. Pasien

dengan alel C sering memiliki kecenderungan OLLP di tulang belakang

dan servikal.

Selain itu bagi penderita diabetes melitus yang non-insulin-

dependent merupakan faktor resiko untuk OPLL. Li et al, mengatakan

bahwa ekspresi dari reseptor insulin pada pasien OPLL menginduksi suatu

diferensiasi yang bersifat osteogenic pada percobaan ligament tulang

belakang tikus.

c. Faktor Lingkungan

Stres mekanik pada ligamen tulang belakang telah diteliti sebagai

penyebab perkembangan dan progresi OLLP. Tingkat sintase prostasiklin

pada sel ligamen dari pasien OLLP telah terbukti meningkat setelah

mengalami stres mekanik dan diinduksi diferensiasi osteogenik melalui

jalur monofosfat. Stres mekanik juga menginduksi ekspresi mRNA,

alkalin fosfatase dan osteopontin. Subtipe purinoceptor P2Y1, intensif

terlihat dalam sel OLLP, merespon stres mekanik disebabkan adenosin

trifosfat ekstraseluler, yang merangsang perkembangan OPLL.

Konsumsi sehari-hari non beras, keluarga riwayat infark miokard,

indeks massa tubuh tinggi pada usia 40, jam kerja yang panjang, dan

bekerja shift malam dikaitkan dengan peningkatan risiko OPLL. Di sisi

lain, seringnya mengonsumsi ayam dan produk kedelai dan kebiasaan tidur

yang baik (6-8 jam/malam) dapat menurunkan risiko.

4. Patologi

OPLL terbentuk terutama melalui osifikasi enchondral dan selanjutnya

berkembang melalui osifikasi membran. Osifikasi dimulai dari daerah

sambungan limbus lateralis corpus vertebral dan posterior ligamen

longitudinal, dan mulai berkembang atas dan ke bawah. Patogenesis

berlangsung secara lambat. Menunjukkan berbagai degenerasi neuronal

dengan mmenekan medula spinalis dan nerve root. Namun dalam beberapa

kasus, fungsi sumsum tulang belakang yang baik dapat dipertahankan tanpa

defisit neurologis.

Page 30: OPLL 2

29

Pada kondisi ini dapat terjadi hal-hal sebagai berikut yaitu compresi medula

spinalis, nekrosis gray matter, penurunan sel tanduk anterior, dan demielinisasi

dari white matter.

5. Manifestasi Klinis

- Tergantung pada ukuran diameter kanalis spinalis yang terkompresi dan

berbagai gerakan tulang belakang.

- Banyak pasien tidak menunjukan gejala.

- Beberapa pasien menunjukan gejala defisit neurologis yang ringan, rasa

nyeri dan kaku yang ringan.

- Pada kasusu berat mengalami gejala gangguan gastrointestinal dan kandung

kemih berupa inkontinensia.

- Timbul gejala bersifat bertahap lambat.

6. Klasifikasi

Terdapat 4 tiper OPLL, sebgaai berikut :

1. Segmental, diklasifikasikan sebagai satu atau beberpaa lesi yang

terpisah di belakang badan vertebralis.

2. Continuous, diklasifikasikan sebgai lesi yang panjang pada lebih dari

beberapa badan vertebrae.

3. Campuran, diklasifikasikan sebagai kombinasi dari tipe kontinyu dan

segmental.

4. Dan lainnya.

Page 31: OPLL 2

30

Sedangkan pada klasifikasi Ranawat dibagi dalam beberapa kelas, yaitu :

1. Kelas I : tidak terdapat defisit neurologis dan hanya terlihat pasca

operasi

2. Kleas II : radiculophaty atau myelophaty ringan

3. Kleas IIIA : myelophaty sedang sampai parah

4. Kelas IIIB : myelophaty parah atau tetraplegi

7. Diagnosis

Foto polos adalah metode paling sederhana untuk mendeteksi OLLP

tetapi memiliki beberapa keterbatasan. Para ahli melaporkan keandalan

radiografi lateral sebagai alat untuk klasifikasi OLLP, terutama untuk jenis

OLLP tipe kontinyu. Computed tomography (CT) dan/atau myelography

adalah alat berguna untuk mendeteksi dan secara akurat menemukan OLLP.

Dimensi yang tepat dan tingkat stenosis kanalis servikalis yang tepat

digambarkan pada CT.

Foto lateral cervical yang menunjukan OPLL dari VC3-VC6.

MRI tidak cukup kuat untuk mendiagnosis lesi osifikasi kecil di

kanalis spinalis, tetapi cukup sensitif untuk mendeteksi kelainan jaringan

lunak. Dalam sebuah studi dinyatakan terkait adanya tonjolan diskus

intervertebrae ditemukan pada tingkat kompresi maksimum pada 60% pasien

dengan OLLP servikal. Angka kejadian lebih sering terjadi pada OLLP

segmental, dengan kejadian 81%. Para peneliti menyimpulkan bahwa MRI

Page 32: OPLL 2

31

sangatlah membantu untuk menentukan tingkat sebenarnya dari kompresi saraf

tulang belakang dan atas saran metode yang optimal pengobatan adalah juga

merupakan fitur yang khas.

A). Preoperatif CT-Scan dan MRI, B). Follow up MRI setelah posterior laminektomi C3-C4, dan

C). Preoperative MRI dan postoperatif pasien open door laminoplasty.

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan utama untuk penyakit OLLP adalah dengan

dekompresi bedah. Meskipun telah ada banyak penelitian tentang

pembentukan OLLP dan perkembangannya, seperti studi genetik, faktor

pertumbuhan, sitokin dan faktor lingkungan, pengobatan efektif untuk OLLP

masih belum menunujukkan hasil optimal. Kebanyakan pengobatannya

hanya berupa pengobatan simptomatik seperti obat nyeri, agen topikal, obat

antiinflamasi, antidepresan, antikonvulsan, obat intiinflamasi nonsteroid, dan

opioid.

Page 33: OPLL 2

32

Indikasi pembedahan :

- Bagi pasien dengan OPLL servikal yang tidak berespon terhadap terapi

konservatif.

- Pada OPLL setempat, merupakan indikasi untuk dilakukan two-level

corpectomy dan fusi anterior.

- Pada OPLL yang ekstensif dan adanya penyempitan kanal spinalis

membutuhkan tindakan laminoplasty.

Berikut merupakan tehnik-tehnik pembedahan yang dapat dilakukan :

1. Anterior Corpectomy

Pertimbangan pendekatan anterior dilakukan apabila:

- Terdapat OPLL lokal membutuhkan corpectomy melibatkan dua level

vertebrae.

- Batas atas dari OPLL adalah di ujung bawah C2 dan batas bawah adalah

bagian atas dari vertebra T1.

Prosedur :

Sebuah sayatan melintang pada kulit dilakukan untuk corpectomy

tunggal. Sayatan miring mungkin lebih aman ketika dua atau lebih

corpectomy diperlukan. Diseksi jaringan lunak dilakukan antara omohyoid

dan otot sternocleidal dan kemudian antara trakea dan sebelah medial ke

tulang belakang leher ventral. Musculus longus colli di diseksi secara

bilateral dan menempatkan self-retaining retractor. Setelah menumukan

level target, dilakukan disektomi lengkap di tingkat atas dan bawah dari

corpectomy.

Corpectomy yang dilakukan haruslah cukup lebar, berdasarkan

rekomendasi lebar sayatan sebesar 18 – 20 mm selanjutnya dilakukan

pengeboran. Perdarahan yang harus dihindari adalah yang berasal dari

internal vertebral plexus di sebelah lateral di ligamen longitudinal posterior.

Setelah itu kurangi perdarahan dengan bipolar dan microfibrillar kolagen

hemostat. Setelah tulang semakin menipis mulai melakukan diseksi dan

diangkat. Bagaimanapun, ketika duramater terosifikasi dan menempel pada

ligamen longitudinal posterior, pengangkatan komplit dari lesi yang

Page 34: OPLL 2

33

terosifikasi akan mengeluarkan cairan LCS. Hal ini akan menjadi sangat

berbahaya. Ketika terjadi kebocoran dari LCS, gunakan lem fibrin untuk

menutup duramater.

-

A). Corpectomy lebar, B). Pengeboran OPLL, C). Mengangkat OPLL dengan teknik Kerrison

Digunakan illiac crest material sebagai implant. Untuk mencegah ekstrusi bone graft,

ditemukan bahwa anterior cervical plate graft juga efektif. Selain itu, dalam beberapa kasus

impaln titanium ditempatkan setelah corpectomy.

Page 35: OPLL 2

34

Komplikasi :

Komplikasi dari operasi OPLL pada khususnya, dan operasi servikal

pada umumnya, meningkatkan risiko myelopathy dan radikulopati. Dari 19

pasien yang menjalani operasi OPLL, 2 pasien (10,5 persen) mengalami

quadriplegia pasca operasi. Penelitian lain melaporkan kejadian 23 persen

lebih tinggi (3 pasien) mengalami disfungsi korda setelah operasi servikal

pada 13 pasien spondylotic, sedangkan Saunders et al. menemukan 2,2 persen

insiden cidera korda dalam 90 operasi multilevel corpectomies. Beberapa

penulis telah mencatat tingginya insiden komplikasi dengan ACC. Tingkat

dari semua komplikasi bedah (termasuk kebocoran CSF, ekstrusi cangkok,

atau fusi inkomplit) adalah 23%. Sekitar setengah dari pasien ini akhirnya

akan memerlukan operasi revisi. Pseudarthrosis setelah operasi revisi

dilaporkan terjadi sampai dengan 15% dari pasien setelah ACC untuk

OPLL dalam seri lain. Morbiditas jaringan lunak, termasuk disfagia

permanen atau disfonia, kebutuhan untuk intubasi berkepanjangan, dan arteri

vertebralis atau cedera kerongkongan tambahan dapat terjadi.

2. Laminektomi

Laminektomi adalah jenis operasi di mana dokter bedah menghapus

sebagian atau seluruh tulang belakang (lamina) untuk meringankan kompresi

tulang belakang atau akar saraf yang mungkin disebabkan oleh cedera,

herniated disk, stenosis tulang belakang (penyempitan kanal) , atau tumor.

Page 36: OPLL 2

35

Laminektomi umumnya digunakan hanya ketika terapi konservatif seperti

obat obatan dan terapi fisik telah gagal untuk meredakan gejala.

Laminektomi juga mungkin dianjurkan jika gejala yang parah atau

memburuk.

Laminektomi dapat dilakukan pada pasien dengan OPLL tingkat tiga

atau lebih, dan pasien yang tidak mungkin untuk mentoleransi prosedur

anterior bertingkat, seperti pasien dengan usia lebih dari 70 tahun. Sebuah

Laminektomi profilaksis, seperti yang dilakukan oleh Itoh dan Tsuji sebelum

melaksanakan AVF bertingkat pada pasien dengan stenosis servikal yang

parah yang mendasari, juga dapat dipertimbangkan. Prosedur umum

untuk Laminektomi servikal meliputi berikut,insisi kulit di garis tengah

bagian belakang leher dan sekitar 3 sampai 4 inci, otot para-spinal ini

kemudian diangkat dari beberapa tingkatan. LAM dimulai dengan

menggunakan bor udara berkecepatan tinggi untuk mencukur lamina bawah

di selokan lateralis. Lamina dengan proses spinosus kemudian dapat

dihilangkan sebagai salah satu bagian (seperti ekor lobster). Penghapusan

lamina dan proses spinosus memungkinkan korda spinalis melayang ke

belakang dan memberikan lebih banyak ruang.

LAM yang dilakukan untuk dekompresi OPLL dari belakang dapat

mengakibatkan korda intraoperatif yang ireversibel atau cedera akar saraf saat

gagal untuk meredakan korda ventral atau kompresi akar saraf. Cidera

radikuler, terutama yang melibatkan akar C5, dapat dikaitkan dengan

Page 37: OPLL 2

36

penekanan progresif akar saraf karena massa OPLL ventral. Sebuah

laminektomi yang menimbulkan deformitas leher angsa (swan neck),

kyphosis, membran Laminektomi yang tertekan, dan perkembangan OPLL

yang lebih cepat dapat menyebabkan kompresi dari korda dan akar saraf.

Saraf atau pembuluh darah di daerah operasi mungkin terluka, sehingga

terjadi kelemahan atau mati rasa. Rasa sakit tidak dapat dihilangkan dengan

pemdahan atau menjadi lebih buruk, meskipun hal ini jarang terjadi.

Page 38: OPLL 2

37

BAB IV

ANALISA KASUS

Tn. RH, 51 tahun menderita Osifikasi Ligamen Longitudinal Posterior

setingkat vertebare C3 – C6. Dimana pasien mengeluhkan rasa kencang atau kaku

pada tungkainya. Keluhan telah dirasakan semenjak 4 tahun lalu dan telah memiliki

riwayat HNP. Selama 2 bulan terakhir dirasakan semakin parah. Menurut literatur,

gejala klinis yang dapat timbul pada pasien OPLL sering tanpa gejala atau

asimptomatik, namun bisa juga terdapat gejala timbulnya defisit neurologis,

radikulopati atau mielopati dan lainnya. Pada pasien tidak didapatkan adanya suatu

gangguan pada motorik maupun sensoriknya. Selain itu, penyakit beerlangsung

lama seperti yang dialami oleh Tn.RH. Tidak mengeluhkan adanya disfagia ataupun

inkontinensia. Beberapa faktor yang mungkin mempengaruhi kondisi ini adalah

faktor genetik dan faktor hormonal seperti penderita DM, namun pada pasien ini

tidak terdapat riwayat DM.

Dari hasil pemerikasaan, pemeriksaan tanda vital tidak ditemukan adanya

kelainan. Pada pemeriksaan neurologis tidak ditemukan adanya tanda-tanda defisit

neurlogis. Pada pemeriksaan nervus cranialis tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan

reflek fisiologis Triceps mengalami sedikit penurunan namun refleks Biceps tetap

normal. Tidak ditemukan adanya suatu reflek patologis.

OPLL dapat didiagnosis dengan pemeriksaan penunjang radiologi. Setelah

dilakuakan foto lateral servikal dan MRI pada servikal ditemukan adanya bentuk

cervicalis yang lurus/ hipolordotik, kolaps corpus C5 dan C6, spondyloarthorosis

cervicalis, bulging diskus intervertebralis C4-5 sampau C6-7, menekan thecal sac

dan foramen neural bilateral, OPLL setinggi C2-3 sampai C6-7 dan parsial stenosis

canal spinal setinggi C4-5 sampai C6-7. Menurut literatur, osifikasi pada ligamen

longitudinal posterior dapat terjadi karena terdapat suatu sel pada ligamen yang

bersifat seperti osteoblas dan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti genetik dan

ras, lebih banyak terdapat pada orang Asia dan pria.

Penatalaksanaan terhadap pasien adalah dengan melakukan laminoplasty

setingkat level yang ligamen longitudinal posteriornya mengalami osifikasi.

Page 39: OPLL 2

38

DAFTAR PUSTAKA

Byung-Wan Choi1, Kyung-Jin Song2, Han Chang1 Ossification of the Posterior

Longitudinal Ligament: A Review of Literature1 Department of Orthopedic

Surgery, Haeundae Paik 2008

Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. Panduan praktis diagnosis dan

tatalaksana penyakit saraf. Jakarta: EGC; 2007.h.19-23

Evans, Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat;

2003.h. 35-36.

Hirai T, Korogi Y, Takahashi M, Shimomura O. Ossification of posterior

longitudinal ligament and ligamentum flavum: imaging features. Semin

Musculoskelet Radiol 2001;5:83-8.

http://www.medscape.com/viewarticle/739292_9

Jong, Syamsuhidayat, Buku Ajar Ilmu Bedah , EGC, Jakarta2.

Kazutoshi Hida, M.D., Ph.D., Shunsuke Yano, M.D., Ph.D., and Yoshinobu

Iwasaki, M.D., Ph.D. Considerations in the Treatment of Cervical

Ossification of. The Congress of Neurological Surgeons. Clinical Neurologi;

p55; 0148-703/08/5501-0126

Listiono, Djoko, Dr., 1998. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara , Edisi III , PT.

Gramedia, Jakarta.

Moore, Keith L. Agur,Anne M.R. 2002. Anatomi Klinis Dasar .Laksman,H. editors.

Jakarta: Hipokrates, p. 285-7