obat gangguan afektif.doc

20
MAKALAH FARMAKOLOGI DAN TERAPI KEDOKTERAN II OBAT GANGGUAN AFEKTIF OLEH KELOMPOK V YULI ASTIKA I1A002035 PUTRI KUSUMA DEWI I1A002015 IRMA FAKHROZA I1A002044 MEI VITA ARIYANI I1A002039 ANNE DWI SARI I1A002057 NURYANTI I1A002051 M. WELLY DAFIF I1A002068 H.M IRWAN A.E I1A002080 HARRY ADI WIDODO I1A099027

Upload: alul847474

Post on 12-Jul-2016

17 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: OBAT GANGGUAN AFEKTIF.doc

MAKALAH FARMAKOLOGI DAN TERAPI KEDOKTERAN II

OBAT GANGGUAN AFEKTIF

OLEH

KELOMPOK V

YULI ASTIKA I1A002035

PUTRI KUSUMA DEWI I1A002015

IRMA FAKHROZA I1A002044

MEI VITA ARIYANI I1A002039

ANNE DWI SARI I1A002057

NURYANTI I1A002051

M. WELLY DAFIF I1A002068

H.M IRWAN A.E I1A002080

HARRY ADI WIDODO I1A099027

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2005

Page 2: OBAT GANGGUAN AFEKTIF.doc

BAB I

PENDAHULUAN

Afek adalah perasaan menyenangkan atau tidak (seperti kebanggan,

kekecawaan, kasih sayang) yang menyertai suatu pikiran dan biasanya berlangsung lama

serta kurang disertai oleh komponene fisiologik (1).

Gangguan afektif adalah gangguan dengan gejala utama adanya perubahan

suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya ke arah depresi dengan atau tanpa ansietas

yang menyertainya, atau ke arah elasi (suasana perasaan meningkat) (2).

Gangguan afektif dibedakan atas (2) :

Episode tunggal atau multiple

Tingkat keparahan gejala

- Mania dengan gejala psikotik, mania tanpa gejala psikotik, hipomania

- Depresi ringan, sedang, berat tanpa gejala psikotik, berat dengan gejala

psikotik

Dengan atau tanpa gejala somatik

Depresi dan mania merupakan manifestasi klinis dari gangguan afektif. Depresi

adalah salah satu gangguan psikiatrik yang paling umum. Sekitar 5-6 % dari populasi

memiliki kemungkinan mengalami depresi, dan diperkirakan sekitar 10 % dari

masyarakat dapat mengalami depresi selama hidupnya. Depresi merupakan suatu

penyakit yang heterogen yang telah digolongkan dan diklasifikasikan dengan berbagai

macam cara. Berdasarkan edisi keempat Asosiasi Psikiatris Amerika (American

Psychiatric Association) tahun 1994 tentang Diagnostic Statistical Manual of Mental

Disorders (DSM-IV) , beberapa diagnosis gangguan afek adalah mungkin (3).

Menurut klasifikasi tersebut depresi major dan distimia (minor) merupakan

sindrom depresi murni, sedangkan gangguan bipolar dan gangguan siklotimik

memperlihatkan depresi yang diselingi dengan mania (4).

Page 3: OBAT GANGGUAN AFEKTIF.doc

Klasifikasi sederhana depresi adalah sebagai berikut (4) :

1. Depresi reaktif / sekunder

Paling umum dijumpai sebagai respons terhadap penyebab nyata, misalnya :

penyakit dan kesedihan. Dulu dikenal sebagai depresi eksogen

2. Depresi endogen

Merupakan gangguan biokimia yang ditentukan secara genetic, bermanifestasi

sebagai ketidak mampuan untuk mengatasi stress yang biasa

3. Depresi yang berhubungan dengan gangguan afektif bipolar, yaitu depresi dan

mania yang terjadi bergantian

Pada mania terdapat afek yang meningkat , disertai peningkatan dalam jumlah

dan kecepatan aktivitas fisik dan mental, dalam berbagai derajat keparahan, termasuk

gangguan afektif bipolar, episode manik tunggal. Episode mania terbagi atas hipomania,

mania tanpa gejala psikotik dan mania dengan gejala psikotik (2).

Adapun pedoman terapi untuk gangguan afektif adalah sebagai berikut (5) :

1. Tidak semua gejala-gejala depresi memerlukan antidepresan. Antidepresan

hanya digunakan pada depresi yang parah

2. Antidepresan memerlukan waktu untuk menimbulkan efek (2-3 minggu), perlu

pendidikan yang baik pada pasien

3. Antidepresan trisiklik dan atipik adalah pilihan pertama untuk terapi depresi ,

MAO inhibitor hanya digunakan bila gagal dengan kedua terapi di atas

4. Pada gangguan bipolar fase depresi , penggunaan ADT merupakan

kontraindikasi karena dikhawatirkan penderita berubah ke fase manik

5. Penggunaan lithium pada pasien mania akut tidak efektif . Pada fase awal dapat

deberikan neuroleptik atau sedative, saat kondisi pasien sudah memungkinkan

dapat dimulai pemberian lithium.

Page 4: OBAT GANGGUAN AFEKTIF.doc

BAB II

OBAT GANGGUAN AFEKTIF

2.1 Anti Depresi

Mekanisme Obat antidepresi adalah 1) Menghambat re-uptake aminergic

neurotransmitter dan 2) Menghambat penghancuran oleh enzim Monoamin Oxidase

sehingga terjadi peningkatan jumlah neurotransmitter pada sinaps neuron di SSP [6].

Efek samping obat-obat anti depresan dapat berupa [6]:

1. Sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun,

kemampuan kognitif menurun, dll)

2. Efek Antikolinergik (mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur, konstipasi

dll)

3. Efek Antiadrenergik alfa (perubahan EKG, hipotensi)

4. Efek neurotoksik (tremor halus, gelisah, agitasi, insomnia)

Ada 5 proses dalam pengaturan dosis obat antidepresan, yaitu ;

1. Initiating Dosage (untuk mencapai dosis anjuran selama minggu pertama)

2. Titrating Dosage (dosis optimal) yaitu mulai dosis anjuran sampai mencapai

dosis efektif

3. Stabilizing Dosage yaitu dosis optimal dipertahankan selama 2-3 bulan

4. maintaining Dosage yaitu selama 3-6 bulan, biasanya dosis pemeliharaan ini

besarnya = setengah dari dosis optimal

5. Tapering Dosage yaitu selama 1 bulan, kebalikan dari dosis pertama.

2.1.1 Penghambat Monoamin Oksidase

Dari data yang tersedia, efek anti depresinya Penghambat mono amin

oksidase (MAO) dalam tubuh berfungsi dalam proses deaminasi oksidatif

katekolamin di mitokondria. Proses ini dihambat oleh penghmabtan MAO karena

terbentuk suatu kompleks antara penghambat MAO dan MAO. Akibatnya kadar

epinefrin, norepinefrin dan 5-HT dalam otak naik. Hubungan antara fakta ini dengan

efek stimulasi psike belum terpecahkan [4].

Page 5: OBAT GANGGUAN AFEKTIF.doc

Penghambat MAO tidak hanya menghambat MAO, tetapi juga enzim-

enzim lain, karena itu obat ini mengganggu metabolisme banyak obat di hati.

Penghambat enzim ini sifatnya irreversible. Penghambat ini mencapai puncaknya

dalam beberapa hari, tetapi efek antidepresinya baru terlihat setelah 2-3 minggu.

Sedangkan pemulihan metabolisme katekolamin baru terjadi setelah obat dihentikan

1-2 minggu [4].

Penghambat MAO digunakan untuk mengatasi depresi, teetapi

penggunaannya sangat terbatas karena toksik. Kadang-kadang dapat dicapai efek

yang baik, penderita menjadi aktif dan mau bicara. Keadaan ini mungkin berubah

menjadi suatu keadaan mania. Hasil stimulasi psike oleh penghambat MAO tidak

selalu baik, banyak keadaan depresi yang tidak dapat diubah sama sekali [4].

Hipotensi dan hipertensi, kedua-duanya dapat terjadi. Hipertensi dapat

disebabkan oleh tertimbunnya katekolamin. Hipotensi mungkin terjadi karena

penghambat MAO mencegah terlepasnya norepinefrin dari ujung saraf. Efek

samping penghambat MAO merangsang SSP berupa gejala tremor, insomnia, dan

konvulsi. Penghambat MAO dapat merusak sel hati. Penghambat MAO jangan

diberikan bersama makanan mengandung tiramin, fenilpropanolamin, amfetamin,

norepinefrin, dopamin, obat antihipertensi, dan levodopa. Golongan obat ini tidak

banyak digunakan lagi karena telah ada obat yang lebih aman [4].

SEDIAAN DAN POSOLOGI [4]

Isokarboksazid sebagai tablet 10 mg dosis isokarboksazid 3 x 10 mg sehari.

Efek terapi baru terlihat setelah 1-4 minggu.

Nialamid sebagai tablet 25-100 mg. Siaft obat ini kurang toksik, tetapi juga

kurang efektif.

Saat ini telah dikembangkan penghambat MAO tipe A yang lebih selektif

untuk pengobatan depresi, misalnya moklobemid.

Moklobemid penghambat MAO-A secara spesifik dan reversibel. 90%

aktivitas MAO usus ialah tipe A. Jadi moklobemid menghambat deaminasi

katekolamin. Setelah pemberian 100 mg, 3,4-dihidroksifenil glikol dalam plasma

Page 6: OBAT GANGGUAN AFEKTIF.doc

jelas turun. Dalam uji klinik efek anti depresi obat ini terlihat mulai hari ke 7, dosis

rata-rata ± 300 mg perhari.

Berbeda dengan MAO yang tidak selektif, misalnya tranilsipromin,

moklobemid menyebabkan fenomena tiramin. Fenomena ini berupa terjadinya krisis

hipertensi pada pasien yang sedang diobati dengan MAO (yang tidak selektif) yang

makan makanan kaya tiramin misalnya keju. Tiramin yang masuk melalui makanan

biasanya diaktifkan oleh MAO yang terdapat di mukosa usus dan hati. Pemberian

penghambat MAO akan mengakibatkan tiramin makanan mencapai kadar tinggi dan

terjadilah fenomena tersebut [4].

Pada uji klinik terbatas makanan yang mengandung sampai 150 mg tiramin

yang diberikan bersama moklobemid tidak membahayakan. Dalam dosis terapi, obat

ini tidak mempengaruhi sekresi GH (gonadotropik hormon) dan kortisol. Dosis yang

umum digunakan adalah 150 mg oral 2-3 x sehari. Belum cukup data untuk

menentukan status obat ini dalam pengobatan depresi. sebanding dengan

antidepresan trisiklik [4].

2.1.2 Antidepresan Trisiklik

Amitriptilin merupakan antidepresan klasik yang karena struktur kimianya

disebut sebagai antidepresan trisiklik. Obat lain yang termasuk antidepresan trisklin

adalah Imipramin. Kedua obat ini banyak digunakan untuk terapi depresi sebagai

pengganti MAO inhibitor yang tidak banyak digunakan lagi [4].

Perbaikan pada keadaan depresi berwujud sebagai perbaikan suasana perasaan

(mood), bertambahnya aktivitas fisik, kewaspadaan mental, perbaikan nafsu makan

dan pola tidur yang lebih baik [4].

Efek psikologik

Pada manusia normal Imipramin menimbulkan rasa lelah, obat ini tidak

meningkatkan alam perasaan, dan meningkatnya rasa cemas disertai gejala yang

menyerupai efek atropin. Pemberian berulang selama beberapa hari akan

memperberat gejala ini dan menimbulkan gangguan konsentrasi dan berfikir [4].

Page 7: OBAT GANGGUAN AFEKTIF.doc

Pemberian jangka lama pada penderita depresi akan menimbulkan peningkatan

alam perasaan. Hilangnya gejala depresi baru terlihat setelah penggunaan sekitar 2-3

minggu [4]

.

Susunan Saraf Otonom

Imipramin memperlihatkan efek antimuskarinik dan menyebabkan penglihatan

kabur, mulut kering, obstipasi dan retensi urin. Obat ini juga menghambat efek

spasmogen histamin [4].

Kardiovaskuler

Pemberian Imipramin dalam dosis terapi sering menimbulkan hipotensi

ortostatik. Infark jantung dan presipitasi gagal jantung pernah dihubungkan dengan

pemberian Imipramin. Dalam dosis toksik obat ini dapat menimbulkan aritmia dan

takikardi [4].

Dosis

Dosis Imipramin yang diberikan ditentukan untuk setiap kasus. Biasanya

dimulai dengan 75 – 100 mg dalam beberapa kali pemberian untuk 2 hari pertama,

kemudian 50 mg tiap hari sampai dicapai dosis total harian 200-250 mg. Dosis yang

memberikan efek antidepresan dipertahankan selama beberapa minggu. Kemudian

dosis diturunkan sampai 50-100 mg sehari dan dipertahankan selama 2-6 bulan [4].

Amitriptilin tersedia dalam bentuk tablet 10 dan 25 mg dan dalam bentuk

larutan suntik 100 mg/10 ml. Dosis permulaan 75 mg/hari. Dosis ini ditingkatkan

sampai timbul efek terapeutik, biasanya antara 150-300 mg sehari [4].

Efek Samping

Obat ini harus hati-hati digunakan pada penderita glukoma atau hipertropi

prostat. Penderita usia lanjut sering mengalami pusing, hipotensi postural, sembelit,

sukar berkemih, udem dan tremor [4].

Efek toksik Imipramin akut ditandai dengan hiperpireksia, hipertensi, konvulsi,

dan koma. Pada keracunan dapat menimbulkan gangguan konduksi jantung dan

aritmia [4].

Page 8: OBAT GANGGUAN AFEKTIF.doc

2.1.3 Senyawa Lain

FLUOKSETIN

Obat ini merupakan obat golongan obat yang secara spesifik menghambat

ambilan serotonin [4].

Farmakologi

Fluoksetin ialah penghambat ambilan 5-HT yang sangat selektif dan poten.

Efek ini terlihat pada trombosit dan jaringan otak. Tetapi hubungannya dengan efek

terapi obat tidak jelas [4].

Obat ini diabsorpsi secara baik pada pemberian per oral, bioavailabilitasnya

tidak dipengaruhi makanan. Fluoksetin dimetabolisme terutama dengan N-demetilasi

menjadi norfluoksetin yang sama potennya. Waktu paruh plasma setelah pemberian

dosis tunggal ialah 48-72 jam, sedangkan bila ditambah metabolit menjadi 7-15 hari.

Obat ini terikat protein sebanyak 80-95%. Tidak ada hubungan antara kadar plasma

fluoksetin dengan efek terapinya. Gangguan fungsi ginjal ringan tidak

mempengaruhi kinetic fluoksetin secara bermakna. Bersihan fluoksetin dan

norfluoksetin berkurang pada pasien dengan gangguan faal hati yang berat.

Fluoksetin diekskresi dalam air susu, tetapi belum diketahui apakah dapat menembus

plasenta atau tidak [4].

Efek Samping

Efek samping fluoksetin yang berbahaya jarang terjadi, tetapi pernah

dilaporkan terjadinya vaskulitis, eritema multiforme dan serum sickness. Vaskulitis

jika mengenal organ penting misalnya paru-paru, ginjal atau hati dapat berakibat

fatal.fluoksetin yang digunakan dalam dosis tunggal berlebihan, bersama obat lain

atau alkohol pernah dilaporkan mengakibatkan kematian [4].

Penggunaan fluoksetin dalam dosis tinggi juga dapat menimbulkan mual,

muntah, agitasi, kegelisahan, hipomania, dan gejala-gejala perangsangan SSP. Tidak

ada antidotum spesifik untuk keracunan fluoksetin. Penanganan keracunan karena

kelebihan dosis dilakukan secara simtomatik (oksigenasi, ventilasi, pemberian

karbon aktif, bilas lambung, dsb) [4].

Page 9: OBAT GANGGUAN AFEKTIF.doc

Efek samping fluoksetin pada dosis biasa berupa : keluhan SSP (cemas,

insomnia, mengantuk, lelah, asthenia, tremor), berkeringat, gangguan saluran cerna

(anoreksia, mual, muntah, diare), sakit kepala, dan “rash” kulit. Gejala lain juga

dapat berupa demam, leukositosis, artralgia, edema, sindrom karpal, gangguan faal

hati, dsb [4].

Kontraindikasi

Fluoksetin tidak boleh diberikan bersama penghambat MAO. Walaupun tidak

menimbulkan kelainan reproduktif pada hewan coba, fluoksetin sebaiknya tidak

diberikan pada wanita hamil karena data pada manusia belum cukup. Obat ini tidak

dianjurkan penggunaannya pada anak dan usia lanjut. Fluoksetin dapat berinteraksi

dengan obat lain yaitu antidepresan, lithium, diazepam, warfarin, digitoksin, obat-

obat SSp, sehingga penggunaannya bersamaan harus dilakukan secara lebih berhati-

hati. Penggunaanya harus dilakukan secara hati-hati pada penyakit kardiovaskular,

penyakit hati dan Diabetes Mellitus [4].

Indikasi

Fluoksetin diindikasikan pada depresi mental terutama bila sedasi tidak

diperlukan atau pasien bulimia [4].

2.2 Anti Mania

2.2.1 Lithium Carbonat

Kimia

Litium (Li) merupakan logamn alkali yang paling ringan. Garam-garam logam

ini sifatnya mirip garam-garam natrium dan kalium. Obat ini mudah ditera dari

cairan biologik dengan menggunakan flame photometer dan atomic`absorption

spectrophotomete. Dalam jumlah kecil Li terdapat dalam jaringan hewan, namun

tidak diketahui peran fisiologiknya [4].

Farmakologi

Li tidak bersifat sedatif, depresi atau suatu euforian. Dalam kadar terapi Li

hampir tidak menunjukkan efek psikotropik pada manusia normal [4].

Page 10: OBAT GANGGUAN AFEKTIF.doc

Mekanisme kerjanya mood stabilizing agent belum diketahui dengan pasti

walaupun ada dugaan berefek terhadap membran biologik. Sifat Li yang penting

adalah tingkat penyebarannya menembus membran relatif kecil, tidak seperti

naatrium dan kalium. Li dapat mengganti natrium dalam membantu suatu potensial

aksi sel neuron, etapi Li bukan merupakan substrat yang adekuat untuk pompa Na

karena itu Li tidak dapat mempertahankan potensial membran. Li sangat toksik

untuk kelenjar tiroid, SSP dan ginjal. Obat ini juga mempengaruhi metabolisme

karbohidrat, menyebabkan perubahan pada EKG dan EEG, menyebabkan

leukositosis dan reaksi alergi [4].

Litium diberikan dalam dosis terbagi untuk mencapai kadar yang dianggap

aman, yaitu berkisar antara 0,8 dan 1,25 mEq per liter. Ini dicapai dengan pemberian

900-1500 mg Li Carbonat sehari pada penderita berobat jalan dan 1200-2400 mg

sehari untuk penderita yang dirawat [4].

2.2.2 Carbamazepin [3]

Indikasi pada remaja berikan 100-200 mg 1x sehari atau 2x sehari, naikkan dosisnya

perlahan sampai 400 mg 2-3x sehari. Pada beberapa pasien 1600-2000 mg

sehari dapat memberikan hasil maksimal. Pada anak-anak 10-2o mg/kgBB

setiap hari.

Pada Mania dan profilaksis penyakit manik-depresif dosis diberikan 400-1600

mg sehari, biasanya 400-600 mg sehari dalam 2-3 dosis.

Trigeminal neuralgia, tingkatkan dosis perlahan dari 200-400 mg sehari.

Neuropati diabetik, 200 mg 2-4x sehari.

Kontraindikasi : Riwayat depresi sumsum tulang atau porphyria akut

Perhatian : Hati – hati penggunaan obat ini pada wanita hamil, menyusui,

penyakit jantung, gangguan hepar dan ginjal.

Page 11: OBAT GANGGUAN AFEKTIF.doc

Efek samping : Ataksia, reaksi alergi pada kulit, leukopenia, diplopia, muntah,

trombositopenia, hiponatremia

Jarang Terjadi : dermatitis, Stevens-Johnson Sindrom, Jaundice,

hepatitis, SLE- like sindrom.

Dapat juga terjadi neuritis, halusinasi , agitasi, depresi, diskrasia

darah reaksi anafilaktik, blok AV, gagal jantung kongestif,

tromboembolism, osteomalacia, disfungsi renal nefritis interstitial.

Page 12: OBAT GANGGUAN AFEKTIF.doc

BAB III

PENUTUP

Gangguan afektif adalah gangguan dengan gejala utama adanya perubahan

suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya ke arah depresi dengan atau tanpa ansietas

yang menyertainya, atau ke arah elasi (suasana perasaan meningkat).

Gangguan afektif terbagi 2, yaitu depresi dan mania. Obat gangguan depresi

antara lain monoamin oksidase inhibitor, antidepresan trisiklik, senyawa lain

(fluoksetin). Adapun obat gangguan mania antara lain Litium carbonate dan

carbamazepine.

Mekanisme Obat antidepresi adalah 1) Menghambat re-uptake aminergic

neurotransmitter dan 2) Menghambat penghancuran oleh enzim Monoamin Oxidase

sehingga terjadi peningkatan jumlah neurotransmitter pada sinaps neuron di SSP.

Obat anti mania salah satunya yaitu litium carbonate.Sifat Li adalah tingkat

penyebarannya menembus membran relatif kecil, tidak seperti naatrium dan kalium. Li

dapat mengganti natrium dalam membantu suatu potensial aksi sel neuron, etapi Li

bukan merupakan substrat yang adekuat untuk pompa Na karena itu Li tidak dapat

mempertahankan potensial membran. Li sangat toksik untuk kelenjar tiroid, SSP dan

ginjal.

Page 13: OBAT GANGGUAN AFEKTIF.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Maramis WF. 1998. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press, Surabaya

2. Mansjoer Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran.Jilid 1. Edisi Ketiga.Media Aesculapius. FK UI, Jakarta

3. Katzung, Bertram G. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 1. Salemba Medika, Jakarta

4. Ganiswara, 2003. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UI, Jakarta

5. Anonymous. 2005. Diktat Farmakologi /Terapi II. Bagian Farmakologi FK UNLAM, Banjarbaru

6. Rusli, Maslan. 1997. Obat-Obat Psikotropik. Gaya Baru Medika, Jakarta