nyeri abdomen pada anak
DESCRIPTION
pembahasan nyeri abdomen baik akut atau kronik pada anakTRANSCRIPT
Sakit perut pada bayi dan anak, baik akut maupun kronis, sering dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari. Kadang-kadang timbulnya mendadak, tetapi sering pula perlahan-lahan. Rasa
sakitnya dapat bervariasi, dari yang paling ringan sampai yang paling berat, dapat terlokalisir
di suatu tempat atau di seluruh perut, bahkan dapat menjalar ke tempat lain. Rasa sakit dapat
pula hanya berupa nyeri tumpul (dull pain), seperti ditusuk-tusuk atau disayat-sayat, dan
dapat seperti dililit-lilit (kolik), yang tidak jarang menyebabkan penderita sampai berguling-
guling.
Penyebab nyeri perut dapat bermacam-macam, mulai yang berasal dari dalam perut sendiri
maupun di luar perut. Sebagian besar sakit perut pada anak tidak memerlukan tindakan
bedah, cukup dengan pengobatan medikamentosa. Pendekatan diagnosis nyeri perut pada
anak masih merupakan suatu masalah karena kriteria diagnosis yang digunakan belum
seragam, terutama untuk nyeri perut non organik.
Kriteria diagnosis nyeri perut yang banyak digunakan saat ini adalah kriteria Rome III.2
Patogenesis nyeri perut non organik atau fungsional belum diketahui secara pasti. Motilitas
saluran cerna dan hipersensitivitas viseral diduga sangat berperan terhadap kejadian nyeri
perut fungsional pada anak. Sebagian besar kasus nyeri perut pada anak merupakan nyeri
perut fungsional, oleh karena itu cukup bijaksana untuk tidak segera melakukan pemeriksaan
penunjang invasif. Nyeri perut yang berlangsung akut lebih sering dihubungkan dengan
kelainan organik, sedangkan nyeri perut yang berlangsung kronis atau berulang lebih sering
merupakan suatu kelainan non organik. Pada keadaan yang meragukan, alarm symptoms atau
signal sign dapat digunakan sebagai dasar pendekatan tatalaksana. Pendekatan diagnosis
yang cermat dan tepat sangat diperlukan untuk memberikan tatalaksana yang optimal.2
Apapun penyebabnya, hanya sebagian kecil dari sakit perut ini, baik akut maupun kronik
yang memerlukan tindakan bedah.
A. Definisi
Nyeri perut adalah nyeri yang dirasakan di antara dada dan regio inguinalis. Akut abdomen
didefinisikan sebagai serangan nyeri perut berat dan persisten, yang terjadi tiba-tiba serta
membutuhkan tindakan bedah untuk mengatasi penyebabnya. Dalam tulisan Markum Appley
mengatakan sakit perut berulang didefinisikan sebagai serangan sakit perut yang berlangsung
minimal 3 kali selama paling sedikit 3 bulan dalam kurun waktu 1 tahun terakhir dan
mengganggu aktivitas sehari-hari.
B. Klasifikasi
Pada garis besarnya, sakit perut dapat dibagi menurut datangnya serangan dan lamanya
serangan, yaitu akut atau kronik (berulang), yang kemudian dibagi lagi atas kasus bedah dan
pediatrik. Selain itu juga dibagi berdasarkan umur penderita, yaitu umur di bawah 2 tahun
dan di atas 2 tahun, yang masing-masing dapat dikelompokkan berdasarkan penyebab, yaitu
penyebab yang berasal dari gastrointestinal dan luar gastrointestinal
C. Anatomi dan Fisiologi
Perkembangan dari anatomi rongga perut dan organ-organ visera mempengaruhi
manifestasi, patogenesis dan klinis dari penyakit abdominal peritoneum dan persarafan
sensoris viseral sangat penting untuk evaluasi acute abdominal disease (Gray SW, 1997).
Setelah 3 minggu perkembangan janin, usus primitif terbagi menjadi foregut, midgut, dan
hindgut. Arteri mesenterika superior menyuplai dari ke midgut (bagian keempat duodenum
sampai midtransversal kolon). Foregut meliputi faring, esofagus, lambung, dan proksimal
duodenum, sedangkan hindgut terdiri dari kolon distal dan rektum. Serabut aferen yang
menyertai suplai vaskuler memberikan persarafan sensoris pada usus dan terkait peritoneum
viseral. Sehingga, penyakit pada proksimal duodenum (foregut) merangsang serabut aferen
celiac axis menghasilkan nyeri epigastrium. Rangsangan di sekum atau apendiks (midgut)
mengaktifkan saraf aferen yang menyertai arteri mesenterika superior menyebabkan rasa
nyeri di periumbilikalis, dan penyakit kolon distal menginduksi serabut saraf aferen sekitar
arteri mesenterika inferior menyebabkan nyeri suprapubik. Saraf prenikus dan serabut saraf
aferen setinggi C3, C4, dan C5 sesuai dermatom bersama-sama dengan arteri prenikus
mempersarafi otot-otot diafragma dan peritoneum sekitar diafragma. Rangsangan pada
diafragma menyebabkan nyeri yang menjalar ke bahu. Peritoneum parietalis, dinding
abdomen, dan jaringan lunak retroperitoneal menerima persarafan somatik sesuai dengan
segmen nerve roots.( . Diethelm et al,1997) .
Peritoneum parietalis kaya akan inervasi saraf sehingga sensitif terhadap rangsangan.
Rangsangan pada permukaan peritoneum parietal akan menghasilkan sensasi yang tajam dan
terlokalisir di area stimulus. Ketika peradangan pada viseral mengiritasi pada peritoneum
parietal maka akan timbul nyeri yang terlokalisir. Banyak "peritoneal signs" yang berguna
dalam diagnosis klinis dari acute abdominal pain. Inervasi dual-sensorik dari kavum
abdomen yaitu serabut aferen viseral dan saraf somatik menghasilkan pola nyeri yang khas
yang membantu dalam diagnosis. Misalnya, nyeri pada apendisitis akut nyeri akan muncul
pada area periumbilikalis dan nyeri akan semakin jelas terlokalisir ke kuadran kanan bawah
saat peradangan melibatkan peritoneum parietal. Stimulasi pada saraf perifer akan
menghasilkan sensasi yang tajam, tiba-tiba, dan terlokalisir dengan baik. Rangsangan pada
saraf sensorik aferen intraperitoneal pada acute abdominal pain menimbulkan nyeri yang
tumpul (tidak jelas pusat nyerinya), nyeri tidak terlokalisasi dengan baik, dengan onset
gradual/ bertahap dan durasi yang lebih lama. Nervus vagus tidak mengirimkan impuls nyeri
dari usus. Sistem saraf aferen simpatik mengirimkan nyeri dari esofagus ke spinal cord. Saraf
aferen dari kapsul hepar, ligamen hepar, bagian central dari diafragma, kapsul lien, dan
perikardium memasuki sistem saraf pusat dari C3 sampai C5. Spinal cord dari T6 sampai T9
menerima serabut nyeri dari bagian diafragma perifer, kantong empedu, pankreas, dan usus
halus. Serabut nyeri dari colon, appendik, dan visera dari pelvis memasuki sistem saraf pusat
pada segmen T10 sampai L11. Kolon sigmoid, rektum, pelvic renalis beserta kapsulnya,
ureter dan testis memasuki sistem saraf pusat pada T11 dan L1. Kandung kemih dan kolon
rektosigmoid dipersarafi saraf aferen dari S2 sampai S4. Pemotongan, robek, hancur, atau
terbakar biasanya tidak menghasilkan nyeri di visera pada abdomen. Namun, peregangan atau
distensi dari peritoneum akan menghasilkan sensasi nyeri. Peradangan peritoneum akan
menghasilkan nyeri viseral, seperti halnya iskemia. Kanker dapat menyebabkan
intraabdominal pain jika mengenai saraf sensorik. Abdominal pain dapat berupa viseral pain,
parietal pain, atau reffered pain. Visceral pain bersifat tumpul dan kurang terlokalisir dengan
baik, biasanya di epigastrium, regio periumbilikalis atau regio suprapubik. Pasien dengan
nyeri viseral mungkin juga mengalami gejala berkeringat, gelisah, dan mual. Nyeri parietal
atau nyeri somatik yang terkait dengan gangguan intraabdominal akan menyebabkan nyeri
yang lebih inten dan terlokalisir dengan baik. Referred pain merupakan sensasi nyeri
dirasakan jauh dari lokasi sumber stimulus yang sebenarnya. Misalnya, iritasi pada diafragma
dapat menghasilkan rasa sakit di bahu. Penyakit saluran empedu atau kantong empedu dapat
menghasilkan nyeri bahu.
Distensi dari small bowel dapat menghasilkan rasa sakit ke bagian punggung bawah. Selama
minggu ke-5 perkembangan janin, usus berkembang diluar rongga peritoneal, menonjol
melalui dasar umbilical cord, dan mengalami rotasi 180○ berlawanan dengan arah jarum jam.
Selama proses ini, usus tetap berada di luar rongga peritoneal sampai kira-kira minggu 10,
rotasi embryologik menempatkan organ-oragan visera pada posisi anatomis dewasa, dan
pengetahuan tentang proses rotasi semasa embriologis penting secara klinis untuk evaluasi
pasien dengan acute abdominal pain karena variasi dalam posisi ( misalnya, pelvic atau
retrocecal appendix) (Buschard K, Kjaeldgaard A,1993).
D. Jenis Nyeri perut
Keluhan yang paling menonjol pada gawat perut adalah nyeri. Nyeri perut ini dapat
berupa nyeri viseral maupun nyeri somatik, dan dapat berasal dari berbagai proses pada
berbagai organ di rongga perut atau diluar rongga perut, misalnya di rongga dada.
Nyeri viseral
Nyeri viseral terjadi bila terdapat rangsangan pada organ atau struktur dalam rongga
perut, misalnya cedera atau radang. Peritoneum viserale yang menyelimuti organ perut
dipersarafi oleh sistem saraf otonom dan tidak peka terhadap perabaan, atau pemotongan.
Dengan demikian sayatan atau penjahitan pada usus dapat dilakukan tanpa rasa nyeri pada
pasien. Akan tetapi bila dilakukan penarikan atau peregangan organ atau terjadi kontraksi
yang berlebihan pada otot sehingga menimbulkan iskemik, misalnya pada kolik atau radang
pada appendisitis maka akan timbul nyeri. Pasien yang mengalami nyeri viseral biasanya
tidak dapat menunjukkan secara tepat letak nyeri sehingga biasanya ia menggunakan seluruh
telapak tangannya untuk menunjuk daerah yang nyeri. Nyeri viseral kadang disebut juga
nyeri sentral (Sjamsuhidajat et all,2004).
Penderita memperlihatkan pola yang khas sesuai dengan persarafan embrional organ
yang terlibat. Saluran cerna berasal dari foregut yaitu lambung, duodenum, sistem
hepatobilier dan pankreas yang menyebabkan nyeri di ulu hati atau epigastrium. Bagian
saluran cerna yang berasal dari midgut yaitu usus halus usus besar sampai pertengahan kolon
transversum yang menyebabkan nyeri di sekitar umbilikus. Bagian saluran cerna yang
lainnya adalah hindgut yaitu pertengahan kolon transversum sampai dengan kolon sigmoid
yang menimbulkan nyeri pada bagian perut bawah. Jika tidak disertai dengan rangsangan
peritoneum nyeri tidak dipengaruhi oleh gerakan sehingga penderita biasanya dapat aktif
bergerak(Sjamsuhidajat , dkk., 2004).
Nyeri somatik
Nyeri somatik terjadi karena rangsangan pada bagian yang dipersarafi saraf tepi,
misalnya regangan pada peritoneum parietalis, dan luka pada dinding perut. Nyeri dirasakan
seperti disayat atau ditusuk, dan pasien dapat menunjuk dengan tepat dengan jari lokasi nyeri.
Rangsang yang menimbulkan nyeri dapat berupa tekanan, rangsang kimiawi atau proses
radang (Sjamsuhidajat dkk., 2004).
Gesekan antara visera yang meradang akan menimbulkan rangsang peritoneum dan
dapat menimbulkan nyeri. Perdangannya sendiri maupun gesekan antara kedua peritoneum
dapat menyebabkan perubahan intensitas nyeri. Gesekan inilah yang menjelaskan nyeri
kontralateral pada appendisitis akut. Setiap gerakan penderita, baik gerakan tubuh maupun
gerakan nafas yang dalam atau batuk, juga akan menambah intensitas nyeri sehingga
penderita pada akut abdomen berusaha untuk tidak bergerak, bernafas dangkal dan menahan
batuk (Sjamsuhidajat, dkk., 2004).
Letak nyeri perut
Nyeri viseral dari suatu organ biasanya sesuai letaknya sama dengan asal organ
tersebut pada masa embrional, sedangkan letak nyeri somatik biasanya dekat dengan organ
sumber nyeri sehingga relatif mudah menentukan penyebabnya. Nyeri pada anak presekolah
sulit ditentukan letaknya karena mereka selalu menunjuk daerah sekitar pusat bila ditanya
tentang nyerinya. Anak yang lebih besar baru dapat menentukan letak nyeri (Sjamsuhidajat,
dkk., 2004).
Sifat nyeri
Berdasarkan letak atau penyebarannya nyeri dapat bersifat nyeri alih, dan nyeri yang
diproyeksikan. Untuk penyakit tertentu, meluasnya rasa nyeri dapat membantu menegakkan
diagnosis. Nyeri bilier khas menjalar ke pinggang dan ke arah belikat, nyeri pankreatitis
dirasakan menembus ke bagian pinggang. Nyeri pada bahu kemungkinan terdapat rangsangan
pada diafragma (Sjamsuhidajat, dkk., 2004).
Nyeri alih
Nyeri alih terjadi jika suatu segmen persarafan melayani lebih dari satu daerah.
Misalnya diafragma yang berasal dari regio leher C3-C5 pindah ke bawah pada masa
embrional sehingga rangsangan pada diafragma oleh perdarahan atau peradangan akan
dirasakan di bahu. Demikian juga pada kolestitis akut, nyeri dirasakan pada daerah ujung
belikat. Abses dibawah diafragma atau rangsangan karena radang atau trauma pada
permukaan limpa atau hati juga dapat menyebabkan nyeri di bahu. Kolik ureter atau kolik
pielum ginjal, biasanya dirasakan sampai ke alat kelamin luar seperti labia mayora pada
wanita atau testis pada pria (Sjamsuhidajat, dkk., 2004).
Nyeri proyeksi
Nyeri proyeksi adalah nyeri yang disebabkan oleh rangsangan saraf sensoris akibat
cedera atau peradangan saraf. Contoh yang terkenal adalah nyeri phantom setelah amputasi,
atau nyeri perifer setempat akibat herpes zooster. Radang saraf pada herpes zooster dapat
menyebabkan nyeri yang hebat di dinding perut sebelum gejala tau tanda herpes menjadi
jelas (Sjamsuhidajat, dkk., 2004).
Hiperestesia
Hiperestesia atau hiperalgesia sering ditemukan di kulit jika ada peradangan pada
rongga di bawahnya. Pada gawat perut, tanda ini sering ditemukan pada peritonitis setempat
maupun peritonitis umum. Nyeri peritoneum parietalis dirasakan tepat pada tempat
terangsangnya peritoneum sehingga penderita dapat menunjuk dengan tepat lokasi nyerinya,
dan pada tempat itu terdapat nyeri tekan, nyeri gerak, nyeri batuk serta tanpa rangsangan
peritoneum lain dan defans muskuler yang sering disertai hipersetesi kulit setempat. Nyeri
yang timbul pada pasien akut abdomen dapat berupa nyeri kontinyu atau nyeri kolik
(Sjamsuhidajat, dkk., 2004).
Nyeri kontinyu
Nyeri akibat rangsangan pada peritoneum parietal akan dirasakan terus menerus
karena berlangsung terus menerus, misalnya pada reaksi radang. Pada saat pemeriksaan
penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot dinding perut menunjukkan
defans muskuler secara refleks untuk melindungi bagian yang meraadang dan menghindari
gerakan atau tekanan setempat (Sjamsuhidaja, dkk., 2004).
Nyeri kolik
Kolik merupakan nyeri viseral akibat spasme otot polos organ berongga dan biasanya
diakibatkan oleh hambatan pasase dalam organ tersebut (obstruksi usus, batu ureter, batu
empedu, peningkatan tekanan intraluminer). Nyeri ini timbul karena hipoksia yang dialami
oleh jaringan dinding saluran. Karena kontraksi berbeda maka kolik dirasakan hilang timbul
(Sjamsuhidajat, dkk., 2004).
Kolik biasanya disertai dengan gejala mual sampai muntah. Dalam serangan,
penderita sangat gelisah. Yang khas ialah trias kolik yang terdiri dari serangan nyeri perut
yang hilang timbul mual atau muntah dan gerak paksa.
Nyeri iskemik
Nyeri perut juga dapat berupa nyeri iskemik yang sangat hebat, menetap, dan tidak
mereda. Nyeri merupakan tanda adanya jaringan yang terancam nekrosis. Lebih lanjut akan
tampak tanda intoksikasi umum seperti takikardia, keadaan umum yang jelek dan syok
karena resorbsi toksin dari jaringan nekrosis.
Nyeri pindah
Nyeri dapat berubah sesuai dengan perkembangan patologi. Misalnya pada tahap awal
appendisitis, sebelum radang mencapai permukaan peritoneum, nyeri viseral dirasakan di
sekitar pusat disertai rasa mual. Setelah radang mencapai diseluruh dinding termasuk
peritoneum viserale, terjadi nyeri akibat rangsangan yang merupakan nyeri somatik. Nyeri
pada saat itu dirasakan tepat pada peritoneum yang meradang, yaitu perut kuadran kanan
bawah. Jika appendiks mengalami nekrosis dan ganggren nyeri berubah lagi menjadi nyeri
yang hebat menetap dan tidak mereda. Penderita dapat jatuh pada keadaan yang toksis.
Pada perforasi tukak peptikduodenum, isi duodenum yang terdiri dari cairan asam garam
empedu masuk ke rongga abdomen sehingga merangsang peritoneum setempat. Pasien akan
merasakan nyeri pada bagian epigastrium. Setelah beberapa saat cairan duodenum mengalir
ke kanan bawah, melalui jalan di sebelah lateral kolon ascendens sampai sekitar caecum.
Nyeri akan berkurang karena terjadi pengenceran. Pasien sering mengeluh nyeri berpindah
dari ulu hati pindah ke kanan bawah.proses ini berbeda dengan yang terjadi pada appendisitis
akut. Akan tetapi kedua keadaan ini, appendisitis akut maupun perforasi duodeum akan
mengakibatkan general peritonitis jika tidak segera ditangani dengan baik.
Permulaan nyeri dan intensitas nyeri
Bagaimana bermulanya nyeri pada akut abdomen dapat menggambarkan sumber
nyeri. Nyeri dapat tiba-tiba hebat atau secara cepat berubah menjadi hebat, tetapi dapat pula
bertahap menjadi semakin nyeri. Misalnya pada perforasi organ berongga, rangsangan
peritoneum akibat zat kimia akan dirasakan lebih cepat dibandingkan proses inflamasi.
Demikian juga intensitas nyerinya. Sesorang yang sehat dapat pula tiba-tiba langsung
merasakan nyeri perut hebat yang disebabkan oleh adanya sumbatan, perforasi atau pluntiran.
Nyeri yang bertahap biasanya disebabkan oleh proses radang, misalnya pada kolesistitis atau
pankreatitis.
Posisi pasien
Posisi pasien dalam mengurangi nyeri dapat menjadi petunjuk. Pada pankreatitis akut pasien
akan berbaring ke sebelah kiri dengan fleksi pada tulang belakang, panggul dan lutut. Kadang
penderita akan duduk bungkuk dengan fleksi sendi panggul dan lutut. Pasien dengan abses
hati biasanya berjalan sedikit membungkuk dengan menekan daerah perut bagian atas
seakan-akan menggendong absesnya. Appendisitis akut yang letaknya retrosaekum
mendorong penderitanya untuk berbaring dengan fleksi pada sendi panggul sehingga
melemaskan otot psoas yang teriritasi. Gawat perut yang menyebabkan diafragma teritasi
akan menyebabkan pasien lebih nyaman pada posisi setengah duduk yang memudahkan
bernafas. Penderita pada peritonitis lokal maupun umum tidak dapat bergerak karena nyeri,
sedangkan pasien dengan kolik terpaksa bergerak karena nyerinya (Sjamsuhidajat, dkk.,
2004).
E. Alur Diagnosis
Anamnesis
Dalam anamnesis perlu ditanyakan dahulu permulaan nyerinya (kapa mulai,
mendadak atau berangsur), letaknya (menetap, berpindah), keparahannya dan sifatnya
(seperti ditusuk, tekanan, terbakar, irisan atau bersifat kolik), perubahannya (bandingkan
dengan permulaanya), lamanya dan faktor yang mempengaruhinya (memperingan atau
memperberat seperti sikap tubuh, makanan, minuman, nafas dalam, batuk, bersin, defekasi,
miksi). Apakah pasien pernah mengalami nyeri seperti ini.
Muntah sering didapatkan pada pasien akut abdomen. Pada obstruksi usus tinggi,
muntah tidak akan berhenti dan bertambah berat. Konstipasi didapatkan pada obstruksi usus
besar dan pada peritonitis umum. Nyeri tekan didapatkan pada iritasi peritoneum. Jika ada
radang peritoneum setempat ditemukan tanda rangsang peritoneum yang sering disertai
defans muskuler.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan keadaan umum, wajah, denyut nadi,
pernafasan, suhu badan dan sikap berbaring. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok
dan infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan. Pada pemeriksaan perut inspeksi merupakan
bagian yang penting. Auskultasi dilakukan sebelum perkusi dan palpasi. Lipat paha dan
tempat hernia lain diperiksa secara khusus. Umumnya diperlukan colok dubur untuk
membantu penegakan diagnosis.
Pemeriksaan perut yang sukar dicapai seperti daerah retoperitoneal, regio subfrenik
dan panggul dapat dicapai secara tidak langsung dengan uji tertentu. Dengan uji iliopsoas
diperoleh informasi mengenai regio retroperitoneal, dengan uji obturator diperoleh informasi
mengenai panggul dan dengan perkusi tinju didapat informasi dari subfrenik. Dengan
menarik testis ke arah kaudal dapat dicapai daerah dasar panggul.
Nyeri yang difus pada lipatan peritoneum di kavum douglas kurang memberikan
informasi pada peritonitis murni, nyeri pada satu sisi menunjukan kelainan di daerah panggul.
Colok dubur dapat membedakan antara obstruksi usus dengan paralisis usus karena pada
paralisis dijumpai ampula rekti yang melebar, sedangkan pada obstruksi usus ampulanya
kolaps. Pemeriksaan vagina menambah informasi kemungkinan kelainan di organ
ginekologis (Sjamsuhidajat, dkk., 2004).
Pemeriksaan fisik meluputi inspeksi auskultasi perkusi dan palpasi. Tanda-tanda
khusus pada trauma daerah abdomen adalah penderita kesakitan. Pernafasan dangkal karena
nyeri didaerah abdomen. Penderita pucat, keringat dingin. Bekas-bekas trauma pada dinding
abdomen, memar, luka, prolaps omentum atau usus. Kadang-kadang pada trauma tumpul
abdomen sukar ditemukan tanda-tanda khusus, maka harus dilakukan pemeriksaan berulang
oleh dokter yang sama untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya perubahan pada
pemeriksaan fisik. Pada ileus obstruksi terlihat distensi abdomen bila obstruksinya letak
rendah, dan bila orangnya kurus kadang-kadang terlihat peristalsis usus (Darm-steifung).
Palpasi pada kasus akut abdomen memberikan rangsangan peritoneum melalui
peradangan atau iritasi peritoneum secara lokal atau umum tergantung dari luasnya daerah
yang terkena iritasi. Palpasi akan menunjukkan 2 gejala yaitu nyeri dan muscular rigidity/
defense musculaire. Nyeri yang memang sudah dan akan bertambah saat palpasi sehingga
dikenal gejala nyeri tekan dan nyeri lepas. Pada peitonitis lokal akan timbul rasa nyeri di
daerah peradangan dan daerah penekanan dinding abdomen. defense musculaire/ muscular
rigidity ditimbulkan karena rasa nyeri peritonitis diffusa dan rangsangan palpasi bertambah
sehingga terjadi defense musculaire. Perkusi pada akut abdomen dapat menunjukkan 2 hal
yaitu perasaan nyeri oleh ketokan jari yang disebut sebagai nyeri ketok dan bunyi timpani
karena meteorismus disebabkan distensi usus yang berisikan gas karena ileus obstruksi letak
rendah. Auskultasi tidak memberikan gejala karena pada akut abdomen. Pemeriksaan rectal
toucher atau perabaan rektum dengan jari telunjuk juga merupakan pemeriksaan rutin untuk
mendeteksi adanya trauma rektum atau keadaan ampulla recti apakah berisi faeces atau teraba
tumor.
Pemerikasaan Penunjang
Setelah data-data pemeriksaan fisik terkumpul diperlukan juga pemeriksaan tambahan
berupa Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan darah rutin Pemeriksaan Hb diperlukan
untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan
pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya
infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak terutama pada kemungkinan ruptura
lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas
atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pads
hepar. Pemeriksaan urine rutin menunjukkan adanya trauma pads saluran kemih bila dijumpai
hematuria. Urin yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran
urogenital. Pemeriksaan radiologi foto thorak Selalu harus diusahakan pembuatan foto thorak
dalam posisi tegak untuk menyingkirkan adanya kelainan pada thoraks atau trauma pads
thoraks. Harus juga diperhatikan adanya udara bebas di bawah diafragma atau adanya
gambaran usus dalam rongga thoraks pada hernia diafragmatika.
Plain abdomen akan memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara
bebas retroperitoneal dekat duodenum, corpus alienum, perubahan gambaran usus.
Intravenous Pyelogram karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan
trauma pada ginjal. Pemeriksaan Ultrasonografi dan CT-scan Bereuna sebagai pemeriksaan
tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar
dan retroperitoneum. Pemeriksaan khusus abdominal paracentesis Merupalcan pemeriksaan
tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya perdarahan dalam rongga
peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga
peritoneum setelah dimasukkan 100-200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit, merupakan
indikasi untuk laparotomi. Pemeriksaan laparoskopi Dilaksanakan bila ada akut abdomen
untuk mengetahui langsung sumber penyebabnya. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu
dilakukan rektosigmoidoskopi. Pemasangan nasogastric tube (NGT) untuk memeriksa cairan
yang keluar dari lambung pada trauma abdomen. Dari data yang diperoleh melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan tambahan dan pemeriksaan khusus dapat
diadakan analisis data untuk memperoleh diagnosis kerja dan masalah-masalah sampingan
yang perlu diperhatikan. Dengan demikian dapat ditentukan tujuan pengobatan bagi penderita
dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan pengobatan.
F. Penyakit dengan Gejala Nyeri Abdomen pada Anak
Terdapat beberapa penyakit yang dapat menyebabkan sakit perut pada anak. Di bawah ini
merupakan tabel yang menyajikan penyakit yang dapat menyebabkan sakit perut pada anak
yang tidak memerlukan tindakan bedah. Berikut adalah nyeri perut akut pada anak yang tidak
memerlukan tindakan bedah :
Berikut adalah penyakit dengan gejala sakit perut berulang pada anak,
G. Penatalaksanaan
Pengobatan diberikan sesuai etiologi. Tujuan pengobatan ialah memberikan rasa aman
serta edukasi kepada penderita dan keluarga sehingga kehidupan keluarga menjadi normal
kembali dan dapat mengatasi rasa sakit sehingga efeknya terhadap keaktifan sehari-hari
dapat seminimal mungkin. Berikut alur penatalaksanaan secara umum pada sakit perut
mendadak,
Berikut penatalaksaan secara umum pada nyeri perut berulang,
DAFTAR PUSTAKA
Cornbluth A, Sachar DB, Salomon P. 1998. Crohn's disease. Sleisenger & Fordtran's
Gastrointestinal and Liver Disease: Pathophysiology, Diagnosis, and Management. Vol 2.
6th. Philadelphia, Pa: WB Saunders Co.
D'Haens G, Baert F, van Assche G, et al. 2008. Early combined immunosuppression or
conventional management in patients with newly diagnosed Crohn's disease: an open
randomised trial (http://www.ncbi..nlm.nih.gov/pubmed/18295023, diakses pada tanggal
25 Juni 2011)
Holder, Andre. 2011. Dysmenorrhea in Emergency Medicine
(http://emedicine.medscape.com/ article/795677, diakses pada tanggal 27 Juni 2011)
Mudgil, Shikha. 2009. Tubo Ovarian Abscess ( http://emedicine.medscape.com/article/
404537-overview, diakses pada tanggal 28 Juni 2011)
Panes J, Gomollon F, Taxonera C, et al. 2007. Crohn's disease: a review of current
treatment with a focus on biologics (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18034589,
diakses pada tanggal 25 Juni 2011)
Swierzewski, Stanley J. 2011. Acute Urinary Retention
(http://www.healthcommunities.com/ acute-urinary-retention/overview-of-acute-urinary-
retention.shtml, diakses pada tanggal 27 Juni 2011)
Tessy, Agus dkk. 2003. Sistitis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
Thoreson R, Cullen JJ.2007. Pathophysiology of inflammatory bowel disease: an
overview (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17560413, diakses pada tanggal 25 Juni
2011).
Tierney LM. 2001. Crohn's disease. Current Medical Diagnosis and Treatment. 40th ed.
New York, NY: McGraw-Hill Professional Publishing.
Widjarnako, B. 2009. Endometriosis. (http://obfkumj.blogspot.com/ Endometriosis.html,
diakses pada tanggal 27 Juni 2011).
Daftar pustaka
R,Sjamsuhidajat, Wim de jong. Buku ajar ilmu bedah.Jakarta: EGC,2004
Brewer BJ, Golden GT, Hitch DC, et al: Abdominal pain: An analysis of 1,000 consecutive cases in a University Hospital emergency room. Am J Surg 131:219-223, 1999.
Graff LG, Robinson D: Abdominal pain and emergency department evaluation. Emerg Med Clin North Am 19:123-136, 2001.
Cordell WH, Keene KK, Giles BK, et al: The high prevalence of pain in emergency medical care. Am J Emerg Med 20:165-169, 2002.
Gray SW, Skandalakis JE: Embryology for Surgeons: The Embryological Basis for the Treatment of Congenital Defects. Philadelphia, WB Saunders, 1997).
Diethelm AG, Stanley RJ, Robbin ML: The acute abdomen. In Sabiston DC (ed): Textbook of Surgery: The Biological Basis of Modern Surgical Practice, 15th ed. Philadelphia, WB Saunders, 1997, pp 825-846.
Buschard K, Kjaeldgaard A: Investigation and analysis of the position, fixation, length, and embryology of the vermiform appendix. Acta Chir Scand 139:293-298, 1993.