nothing
DESCRIPTION
nothingTRANSCRIPT
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Isolasi dan Indentifikasi bakteri Uji
Hasil kultur inkubasi dari saliva pada Lempeng Agar Darah (LAD) selama 24
jam pada suhu 37oC dalam suasana fakultative anaerob menunjukan pertumbuhan
koloni bakteri yang berbeda. Beberapa kolonni menunjukan reaksi hemolisis yang
menunjukan formasi zona hijau disekeliling koloni bakteri, hal ini menunjukan bahwa
bakteri tersebut hanya mampu mereduksi Hb (hemoglobin) pada eritrosit menjadi
metHb (methemoglobin), yang merupakan ciri dari Streptococcus α hemolyticus.
Koloni bakteri dilakukan pengecatan gram dan diperikasa secara mikroskopis
dengan pembesaran 10x 100. Penmeriksaan menunjukan Gram positif kokus dengan
formasi rantai. Gambaran tersebut menunjukan dugaan bahwa koloni tersebut
Streptococcus ssp.
Identifikasi koloni bakteri menunjukan rekasi negatif dengan larutan H2O2 3%
yaitu tidak terdapat gelembung gas pada suspensi bakteri. Hal ini menunjukan dugaan
bahwa koloni tersebut Streptococcus bukan Staphylococcus karena Streptococcus
tidak memiliki enszim katalase untuk mengubah H2O2 menjadi H2O dan O2.
Identifikasi melalui tes biokimia , bakteri pada medium yang berisi fenol merah
berupa ranifose tidak menunjukan adanya perubahan warna menjadi kuning, dimana
warna medium tetap berwarna merah. Sehingga hasil ini menandakan bahwa hasil tes
1
fermentasi negatif karena bakteri ini tidak memfermentasi karbohidrat. Pada medium
inulin menunjukan perubahan warna dimana medium berubah dari warna merah
menjadi kuning karena bakteri tersebut memfermentasi karbohidrat inulin dan
menghasilkan asam. Asam ini mengubah warna indikator merah menjadi kuning.
Koloni hemodigesti tersebut dapat disimpulkan sebagai Streptococcus sanguis
(Cappuccino & Sherman, 2001; Lamont et al., 2006).
Gambar 4.1 Pengecatan Gram Streptococcus
Gambar 4.2 Hasil identifikasi biokimia Streptococcus sanguis
2
Gambar 4.3 Hasil Biakan Streptococcus sanguis
4.2. Hasil Pemeriksaan Daya hambat dengan Metode Difusi Agar
Pemeriksaan daya hambat ekstrak etanol daun selasih terhadap Streptococcus
sanguis menggunakan metode difusi agar, yang diinkubasi selama 24 jam pada suhu
37oC, menghasilkan daerah hambat pada biakan. Daerah hambat tersebut terlihat
sebagai daerah bening yang tidak ditumbuhi bakteri uji disekeliling ekstrak etanol
daun selasih. Hal ini menunjukan bahwa ekstrak etanol daun selasih memiliki daya
hambat antibakteri terhadap Streptococcus sanguis.
3
Gambar 4.4 Daerah Hambat Ekstrak Etanol Daun Selasih yang Terbentuk Terhadap Streptococcus sanguis.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil data perhitungan
daerah hambat dari setiap sampel . Daerah hambat itu ditabulasi dan diuji statistik
berupa nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata, modus, median, dan simpangan
baku jumlah ekstrak daun selasih dengan berbagai konsentrasi dari 8 (delapan)
sampel yang tersedia.
4.2.1 Jumlah Rata-Rata Diameter Penghambat Ekstrak Daun Dengan
Berbagai Konsentrasi
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diperoleh data jumlah rata-rata diameter
penghambat dengan berbagai konsentrasi. Masing-masing dari sampel yang berbeda
4
memberikan pula hasil yang berbeda diantara keduanya. Gambaran data
selengkapnya disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 4.2.1 Jumlah Rata-Rata Diameter Penghambat Ekstrak Daun Selasih Dengan Berbagai Konsentrasi
Persentase
Pengulangan
Daerah hambat (mm)
1 2 3 4 5 6 7 8Kontro
l
161,00 14,5
11,83
10 13,3 14,511,8
39,3
37 0
2,00 8,5 8,33 10,133
13,3 8,5 8,33 10 15,3
0
81,00 8
7,133
4,833 6,833
87,13
37 5,8
30
2,00 4,66 4,5 7 7,833
4,66 4,5 6,33
8,66
0
41,00
3,833
2,66 3,833 5,833
3,833 2,66 2,66
4,83
0
2,002,83
32,83
35,133 5,66 2,833
2,833
3 3,66
0
21,00 2,5 1 3 2,5 2,5 1 1,8
33,1
30
2,00 2,332,13
33,133 2,83
32,33
2,133
1,33
1,5 0
11,00 0 0 1 0 0 0 0 1,1
30
2,00 0 0,5 1,5 1,5 0 0,5 0 0 0
Grafik 4.2.1 Persen Rata-Rata Daerah Hambat Tiap Sampel
5
1 2 3 4 5 6 7 8Sampel
0
5
10
15
20
25
30
23
20.163 20.133
26.6
23
20.163 19.33
22.33
12.66 11.633 11.833
14.66612.66 11.633
13.3314.49
6.6665.493
8.96600000000001
11.493
6.6665.493 5.66
8.493
4.833.133
6.133 5.333 4.833.133 3.163
4.633
0 0.52.5 1.5
0 0.5 01.13
16%8%4%2%1%
Diagram 4.2.1 Persen Rata-Rata Daerah Hambat Tiap Sampel
Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk rata-rata daerah hambat tiap
sampel diketahui bahwa pada konsentrasi 16% cenderung daerah hambat mengalami
6
penurunan pada sampel ke 2, 3 dan meningkat lagi pada sampel ke 4, setelah itu
menurun terus sampai sampel 7 dan meningkat lagi pada sampel ke 8. Begitu pula
untuk konsetrasi 4%, 2%, dan 1% mengalami penurunan seperti konsentrasi 16%. Hal
ini menunjukkan bahwa konsentrasi tersebut memberikan efek terhadap daerah
hambat pada tiap sampel yang terjadi. Ini artinya bahwa semakin besar konsentrasi
maka akan semakin besar diameter penghambatnya
Pengaruh antara konsentrasi terhadap diameter penghambat dapat diperoleh
data jumlah 8 sampel diameter penghambat untuk setiap konsentrasi. Gambaran data
selengkapnya disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.2 Jumlah Konsetrasi Dengan Diameter Penghambat
ANOVA
Daerah_hambat
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 106.835 4 26.709 147.472 .000
Within Groups .906 5 .181
Total 107.740 9
Ket: = 5% (0,05)Ho diterima jika F hitung < F tabel = 3,48Ho ditolak jika F hitung > F tabel = 3,48
Uji statistik ANAVA daerah hambat, maka diperoleh hasil perhitungan statistik
uji ANAVA dengan F hitung sebesar 147,472 dan P-value=0,000. Oleh karena nilai
P-value lebih kecil dibandingkan 5% (0,000<0,05) atau Fhitung= 147,472> Ftabel
=5,19 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada
masing-masing konsentrasi terhadap daerah hambat yang diukur. Hal ini berarti
7
bahwa setiap konsentrasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap daerah
hambat dengan taraf kepercayaan 95%.
Berdasarkan hasil tersebut dapat diihat bahwa pada konsentrasi 16%
menunjukkan perbedaan bermakna secara statistik dengan konsentrasi 8%, 4%, 2%,
dan 1% dengan taraf signifikansi 0,00. Pada konsentrasi 8% menunjukkan perbedaan
bermakna secara statistik dengan konsentrasi 16%, 4%, 2%, dan 1% dengan taraf
signifikansi 0,00. Pada konsentrasi 4% menunjukkan perbedaan bermakna secara
statistik dengan konsentrasi 16%, 8%, 2%, dan 1% dengan taraf signifikansi 0,00.
Pada konsentrasi 4% menunjukkan perbedaan bermakna secara statistik dengan
konsentrasi 16%, 8%, 2%, dan 1% dengan taraf signifikansi 0,00. Pada konsentrasi
2% menunjukkan perbedaan bermakna secara statistik dengan konsentrasi 16%, 8%,
4%, dan 2% dengan taraf signifikansi 0,00 dan pada konsentrasi 1% menunjukkan
perbedaan bermakna secara statistik dengan konsentrasi 16%, 8%, 4%, dan 2%
dengan taraf signifikansi 0,00.
Daya hambat yang terbentuk menunjukan semakin besar konsentrasi ekstrak
etanol daun selasih, semakin besar daya hambat yang terbentuk, sehingga semakin
besar konsentrasi ekstrak etanol daun selasih maka semakin besar pula daya
antibakterinya.
4.3 Pembahasan
8
Pada penelitian ini dilakukan uji aktivitas antibakteri daun selasih (Ocimum
basilicum L.). Ekstrak daun selasih (Ocimum basilicum L) diuji terhadap
Streptococcus sanguis. Hasil determinasi menunjukkan daun selasih termasuk
kedalam famili Lamiaceae dan species Ocimum basilicum L (Cronnquist, 1951;
Backer, 1965; Hutapea, 1991). Berdasarkan kandungan metabolitnya, tanaman uji
daun selasih (Ocimum basilicum L) mengandung adanya minyak atsiri, flavanoid,
tertepenoid dan tanin, yang mempunyai aktivitas sebagai antibakteri (Rostinawati,
2009).
Diagram 4.2.2 Rata-Rata Diameter Penghambat Ekstrak Daun Selasih Dengan Berbagai Konsentrasi
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1% 2% 4% 8% 16%0.3
1.76
2.95
5.18
8.78
KonsentrasiDiameter
Pada diagram 4.2.2 dijelaskan bahwa dari jumlah 8 sampel penelitian untuk
rata-rata daerah hambat terbesar pada konsentrasi 16 % yaitu sebesar 10,92,
kemudian konsentrasi 8% dengan rata-rata sebesar 6,43, konsentrasi 4% rata-rata
9
sebesar 3,68, konsentrasi 2% dengan rata-rata sebesar 2,2 dan konsentrasi 1% dengan
rata-rata sebesar 0,38.
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan rata-rata hasil pengamatan yang
diperoleh, pada konsentrasi yang lebih pekat bila dihubungkan dengan luas daerah
hambat yang dihasilkan diduga bahwa kandungan zat yang berkhasiat dalam ekstrak
etanol daun selasih. Selasih mempunyai komposisi kimia yang kuat. Berdasarkan
beberapa penelitian, aktivitas biologi tidak hanya dilihat berdasarkan struktur
tumbuhan akan tetapi musim juga mempengaruhi komposisi kimia di dalam selasih
(Nour et al.,2009)
Minyak atsiri adalah salah satu komposisi kimia yang kuat dan merupakan
metabolit sekunder yang mudah menguap, memberikan rasa, tidak dapat bercampur
dengan air, dan bau spesifik pada tanaman. Minyak atsiri biasa didapatkan di dalam
bunga daun dan biji. Banyak penelitian melaporkan bahwa antibakteri selasih
dihubungkan dengan kandungan linalool yang tinggi (Juliani dan Simon, 2002;
Suppakul et al, 2003;. Sartoratotto et al, 2004; Koutsoudaki et al, 2005; Maryati et
al.,;2005) Linalool adalah senyawa fenol terpena ditemukan pada rempah-rempah
dan bunga. Linalool banyak digunakan dalam produk kosmetik dan pembersih
karena aroma yang menyengat seperti sabun, detergen, sampo dan pelembab. Selain
itu linalool juga dapat digunakan sebagai pengurang stress (Ahmed et al., 2000; Hanif
et al., 2007; Klimánková et al., 2008; Nakamura et al., 2009). Menurut penelitian
Nour et al.,( 2009), Geraniol adalah salah satu komponen utama minyak selasih yang
10
diduga dapat menghambat pertumbuhan Salmonella typhimurium. Mekanisme
antibakteri masih belum diketahui (Nour et al.,2009)
Selain minyak atsiri, terdapat senyawa tannin, flavonoid, tertepenoid, alkaloid
yang merupakan senyawa fenol. Senyawa fenol mampu mendenaturasi protein dan
bersifat lipophilic yaitu dapat mengganggu integritas membran sel karena beraupa
molekul lipid. Hal ini menimbulkan kerusakan membrane sel dan menyebabkan
keluarnya komponen sel bakteri seperti protein, asam bukleat, nukleotida dan lainnya
sehingga dapat menghambat metabolisme dan transport zat yang dapat menyebabkan
kematian bakteri (Cowan, 1999; Jawetz et al.,2005).
Aktivitas antibakteri tannin dengan cara membentuk komplek dengan substrat
bakteri dengan cara melewati dinding sel bakteri untuk mencapai membrane sel.
Dinding sel bakteri mengandung polisakarida dan protein yang berbeda yang
memungkinkan bagian dari tannin masuk. Gugus tannin memiliki lebih dari dua grup
o-difenol pada molekulnya, yang dapat membentuk kompleks dengan ion metal
seperti Cu dan Fe sehingga tannin dapat mereduksi ketersediaan ion metal esensial
untuk bakteri (Scalbert, 1991; Hagerman,2002).
Mekanisme antibakteri flavonoid dengan menghambat sistesis asam nukleat,
menghambat fungsi membran sitoplasma dan metabolism eneri (Tim Cushnie and
Lamb, 2005).
Berdasarkan keterangan diatas maka ekstrak etanol dapat dinyatakan
mempunyai daya antibakteri yang mampu menghambat pertumbuhan Streptococcus
sanguis sebagai bakteri pelopor pembentukan plak. Hal ini memungkinkan bagi
11
ekstrak etanol daun selasih sebagai bahan dasar obat kumur setelah melalui penelitian
secara in vivo.
12
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
Ekstrak etanol daun seslasih (Ocimum basilicum L) mempunyai daya
antibakteri terhadap Streptococcus sanguis sebagai bakteri pelopor
pembentukan plak gigi.
5.2. Saran
1} Ekstrak etanol daun selasih memungkinkan untuk digunakan sebagai bahan
dasar obat kumur yang bermamfaat bagi masyarakat setelah melalui
penelitian secara in vivo karena penelitian secara in vitro ekstrak tersebut
dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus sanguis.
2} Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai daya antibakteri ekstrak
etanol daun selasih secara in vitro khususnya mencari nilai Konsentrasi
Hambat Minimal dan Waktu Kontak.
13