nosokomia

41
BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan diberikan di berbagai fasilitas kesehatan, mulai dari fasilitas yang mempunyai peralatan yang sangat sederhana, sampai yang memiliki teknologi modern. Meskipun telah ada perkembangan dalam pelayanan di rumah sakit, dan fasilitas kesehatan lainya, infeksi terus pula berkembang terutama pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Infeksi yang terjadi di rumah sakit disebut juga “Infeksi Nosokomial”, yaitu infeksi yang diperoleh ketika seseorang dirawat di rumah sakit, tanpa adanya tanda-tanda infeksi sebelumnya dan minimal terjadi 3 x 24 jam sesudah masuk kuman. Survey prevalensi yang dilakukan oleh WHO terhadap 55 rumah sakit di 14 negara mewakili 14 daerah WHO (Eropa, Mediterania timur, Asia Selatan – Timur, dan Pasifik Barat) menunjukkan rata-rata 8,7% pasien di rumah sakit menderita infeksi nosokomial. Tingkat infeksi nosokomial di Asia dilaporkan lebih dari 40% (Alvarado 2000). Sebagian besar infeksi nosokomial dapat dicegah dengan strategi- strategi yang sudah ada: Menaati praktek-praktek pencegahan infeksi yang direkomendasikan, khususnya cuci tangan dan pemakaian sarung tangan. Page 1

Upload: whis

Post on 28-Apr-2015

21 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

Page 1: nosokomia

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Pelayanan kesehatan diberikan di berbagai fasilitas kesehatan, mulai dari fasilitas yang

mempunyai peralatan yang sangat sederhana, sampai yang memiliki teknologi modern. Meskipun

telah ada perkembangan dalam pelayanan di rumah sakit, dan fasilitas kesehatan lainya, infeksi

terus pula berkembang terutama pada pasien yang dirawat di rumah sakit.

Infeksi yang terjadi di rumah sakit disebut juga “Infeksi Nosokomial”, yaitu infeksi yang

diperoleh ketika seseorang dirawat di rumah sakit, tanpa adanya tanda-tanda infeksi sebelumnya

dan minimal terjadi 3 x 24 jam sesudah masuk kuman.

Survey prevalensi yang dilakukan oleh WHO terhadap 55 rumah sakit di 14 negara mewakili 14

daerah WHO (Eropa, Mediterania timur, Asia Selatan – Timur, dan Pasifik Barat) menunjukkan rata-

rata 8,7% pasien di rumah sakit menderita infeksi nosokomial.

Tingkat infeksi nosokomial di Asia dilaporkan lebih dari 40% (Alvarado 2000).

Sebagian besar infeksi nosokomial dapat dicegah dengan strategi-strategi yang sudah ada:

Menaati praktek-praktek pencegahan infeksi yang direkomendasikan, khususnya cuci tangan

dan pemakaian sarung tangan.

Memperhatikan proses dekontaminasi dan pembersihan alat-alat kotor yang diikuti dengan

sterilisasi dan desinfeksi.

Meningkatkan keamanan pada area-area yang beresiko tinggi terjadi infeksi nosokomial.

B. Terminologi

Infeksi adalah proses dimana seseorang yang rentan terkena invasi mikro organisme pathogen,

berkembang biak dan menyebabkan sakit.

Mikro organisme, adalah agen penyebab infeksi berupa bakteri, virus, jamur, ricketsia, dan parasit.

Page 1

Page 2: nosokomia

Infeksi Nosokomial, yaitu infeksi yang diperoleh ketika seseorang dirawat di rumah sakit, tanpa

adanya tanda-tanda infeksi sebelumnya dan minimal terjadi 3x24 jam sesudah masuk kuman.

Page 2

Page 3: nosokomia

BAB II

SUB PEMBAHASAN

II.1. Learning Objective

Mampu mengetahui dan menjelaskan :

1. Defenisi infeksi nosokomial

2. Gejala nosokomial

3. Patofisiologi nosokomial

4. Penatalaksanaan nosokomial

5. Prevalensi nosokomial

Page 3

Page 4: nosokomia

BAB III

PEMBAHASAN

A. PatogenesisInteraksi antara pejamu (pasien, perawat, dokter, dll), agen (mikroorganisme pathogen) dan

lingkungan (lingkungan rumah sakit, prosedur pengobatan, dll) menentukan seseorang dapat terinfeksi atau tidak.

Untuk bakteri, virus, dan agen infeksi lainya agar bertahan hidup dan menyebabkan penyakit tergantung dari factor-faktor kondisi tertentu harus ada:

AgenLingkungan

Pejamu

AGEN

Orang yang dapat terinfeksi

WADUK

TEMPAT

KELUAR

CARAPENGELUARAN

PEJAMU YANGRENTAN

TEMPATMASUK

Agen meninggalkan pejamu

Bagaimana agen berpindah dari tempat lain

Agen memasuki pejamu

Tempat hidup agen

Page 4

Page 5: nosokomia

Sebagaimana tampak pada gambar ini, suatu penyakit memerlukan keadaan tertentu untuk

dapat menyebar ke orang lain:

Harus ada agen

Harus ada waduk / pejamu : manusia, binatang, tumbuhan-tumbuhan, tanah, udara, dan air.

Harus ada lingkungan yang cocok di luar pejamu untuk dapat hidup.

Harus ada orang untuk dapat terjangkit. Untuk dapat terjangkit penyakit infeksi harus rentan

terhadap penyakit itu.

Agen harus punya jalan untuk dapat berpindah dari pejamunya untuk menulasi pejamu

berikutnya, terutama melalui: udara, darah atau cairan tubuh, kontak, fektal-oral, makanan,

binatang atau serangga.

Mikroorganisme menjadi penyebab infeksi nosokomial tergantung dari factor dalam agen:

Kemampuan menempel pada permukaan sel pejamu

Dosis yang tidak efektif

Kemampuan untuk invasi dan reproduksi

Kemampuan memproduksi toksin

Kemampuan menekan system imun pejamu

Sedangkan factor dalam pejamu yang mempengaruhi timbulnya infeksi nosokomial adalah:

Usia

Penyakit dasar

System imun

Dan factor lingkungan:

Factor fisik : suhu, kelembaban, lokasi (ICU, ruang rawat jangka panjang, sarana air).

Factor biologik : serangga perantara

Factor social : status ekonomi, perilaku, makanan dan cara penyajian.

B. Sumber Infeksi

Sumber infeksi nosokomial dapat dibagi dalam 4 bagian:

Page 5

Page 6: nosokomia

a. Petugas rumah sakit (perilaku)

Kurang memahami cara penularan penyakit

Kurang memperhatikan kebersihan

Kurang atau tidak memperhatikan teknik aseptic dan antiseptic

Menderita penyakit tertentu

Tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan

b. Alat yang dipakai

Kotor

Rusak

Penyimpanan kurang baik

Dipakai berulang-ulang

Kadaluarsa

c. Pasien

Kondisi yang sangat lemah

Kebersihan kurang

Menderita penyakit kronis

Menderita penyakit menular

d. Lingkungan

Tidak ada sinar matahari / penerangan yang masuk

Ventilasi udara kurang baik

Ruangan lembab

Banyak serangga.

C. Transmisi Mikroorganisme

Transmisi mikroorganisme di rumah sakit dapat terjadi dengan berbagai cara, bias lebih dari satu

cara. Ada lima cara terjadinya trasmisi mikroorganisme yaitu: contact, droplet, airbone, common

vehicle, dan vertorborne.

Contact transmission

Page 6

Page 7: nosokomia

Contact transmission adalah yang paling sering pada infeksi nosokomial, dibagi dalam dua grup;

direct contact, dan indirect contact.

Direct contact (kontak langsung): transmisi mikroorganisme langsung permukaan tubuh ke

permukaan tubuh, seperti saat memandikan, membalikkan pasien, kegiatan asuhan keperawatan

yang menyentuh permukaan tubuh pasien, dapat juga terjadi di antara dua pasien.

Indirect contact (kontak tidak langsung): kontak dengan kondisi orang yang lemah melalui

peralatan yang terkontaminasi, seperti peralatan instrument yang terkontaminasi : jarum, alat

dressing, tangan yang terkontaminasi tidak dicuci, dan sarung tangan tidak diganti di antara pasien.

Droplet transmission (Percikan)

Secara teoritikal merupakan bentuk kontak transmisi, namun mekanisme transfer

mikroorganisme pathogen ke pejamu agak ada jarak dari transmisi kontak. Mempunyai partikel

sama atau lebih besar dari 5 mikron. Droplet transmisi dapat terjadi ketika batuk, bersin, beribicara,

dan saat melakukan tindakan khusus, seperti saat melakukan pengisapan lendir, dan tidakan

broschoskopi.

Transmisi terjadi ketika droplet berisi mikroorganisme yang berasal dari orang terinfeksi dalam

jarak dekat melalui udara menetap / tinggal pada konjunctiva, mukosa, hidung, dan mulut yang

terkena. Karena droplet tidak meninggalkan sisa di udara, maka penangan khusus udara dan

ventilasi tidak diperlukan untuk mencegah droplet transmisi.

Airbone transimisi (melalui udara)

Transimisi melalui udara yang terkontaminasi dengan mikroorganisme pathogen, memiliki

partikel kurang atau sama dengan 5 mikron. Transmisi terjadi ketika menghirup udara yang

mengandung mikroorganisme pathogen. Mikroorganisme dapat tinggal di udara beberapa waktu

sehingga penanganan khusus udara dan ventilasi perlu dilakukan. Mikroorganisme yang ditransmisi

melalui udara adalah mycrobacterium tubercolusis, rubeola, dan varicella virus.

Page 7

Page 8: nosokomia

Common Vehicle Transmission

Transmisi mikroorganisme melalui makanan, minuman, alat kesehatan, dan peralatan lain yang

terkontaminasi dengan mikroorganisme pathogen.

Vectorborne transmission

Transmisi mikroorganisme melalui vector seperti nyamuk, lalat, tikus, serangga lainya.

Page 8

Page 9: nosokomia

D. UPAYA PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL

Pengendalian infeksi nosokomial merupakana kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,

dan pembinaan denga tujuan untuk menurunkan kejadian infeksi nosokomial.

Pengendalian infeksi sudah dilakukan sejak lama di AS sedangkan di Indonesia baru mulai dilakukan

pada tahun 1980an dan dianggap sebagai salah satu managemen resiko dan kendali mutu pelayanan

rumah sakit.

Upaya pengendalian / pemberantasan infeksi nosokomial terutama ditujukan pada penurunan laju

infeksi (VAP, ISK, decubitus, MRSA, dll). Untuk itu perlu disusun pedoman standar / kebijakan

pengendalian infeksi nosokomial, meliputi:

1. Penerapan standar precaution (cuci tangan dan penggunaan alat pelindung)

2. Isolasi precaution

3. Antiseptik dan aseptic

4. Desinfeksi dan sterilisasi

5. Edukasi

6. Antibiotik

7. Survelians

Tujuan pengendalian infeksi nosokomial ini terutama :

1. Melindungi pasien

2. Melindungi tenaga kesehatan, pengunjung

3. Mencapai cost effective

Dampak yang dapat dirasakan apabila terjadi infeksi nosokomial adalah sebagai berikut:

1. Bagi pasien

LOS lebih panjang

Cost / pembiayaan meningkat

Penyakit lain yang mungkin lebih berbahaya daripada penyakit dasarnya

Page 9

Page 10: nosokomia

GDR meningkat

2. Bagi staff: medis dan non medis

Beban kerja bertambah

Terancam rasa aman dalam menjalankan tugas / pekerjaan

Memungkinkan terjadi tuntutan malpraktek

E. Penerapan Standar Precaution

Standar precaution pertama kali disusun pada tahun 1985 oleh CDC dengan tujuan untuk

melindungi petugas kesehatan dari terinfeksi HIV dan infeksi melalui darah, seperti hepatitis virus.

Standar precaution adalah petunjuk untuk mencegah penularan infeksi melalui darah dan cairan

tubuh tanpa memandang diagnosa medisnya atau dengan kata lain diterapkan pada semua pasien

yang berobat / dirawat di rumah sakit.

Prinsip Dasar Standar Precaution:

Bahwa darah dan semua jenis cairan tubuh, secret, eksreta, kulit yang tidak utuh dan selaput

lendir penderita dianggap sebagai sumber potensial untuk penularan infeksi termasuk HIV.

Komponen utama standar precaution :

1. Cuci tangan

2. Penggunaan alat pelindung: sarung tangan, masker, kaca mata, apron, sepatu bot.

1. Cuci tangan

Pedoman mencuci tangan telah memberikan anjuran tentang kapan dan bagaimana

melakukan cuci tangan atau menggosok tangan untuk pembedahan, telah mengalami

perubahan secara cepat pada masa 15 tahun terakhir, dengan munculnya AIDS pada tahun 1980

an.

Page 10

Page 11: nosokomia

Cuci tangan dengan sabun biasa dan air sama efektifnya dengan cuci tangan memakai

sabun antimicrobial (Pereira, Lee dan Wade 1990).

Pittet dan kawan-kawan pada tahun 2000, melaporkan hasil penelitian tentang

kepatuhan tenaga kesehatan dalam mencuci tangan, bahwa ada 4 alasan mengapa kepatuhan

mencuci tangan masih kurang, yaitu:

Skin irritation

Inaccessible handwashing supplies

Being too bussy

No thinking abut it

Kepatuhan mencuci tangan di ICU (Spraot, I,J, 1994) kurang dari 50%, sedangkan Galleger 1999

melaporkan bahwa kepatuhan mencuci tangan tersebut :

Individu Patuh % Tidak Patuh %

Dokter 33 67

Perawat 36 64

Tenaga kesehatan lainya 43 57

Mahasiswa perawat 0 100

Kegagalan untuk melakukan kebersihan dan kesehatan tangan yang tepat dianggap

sebagai sebab utama infeksi nosokomial yang menular dan penyebaran mikroorganisme

multiresisten serta diakui sebagai kontributor yang penting terhadap timbulnya wabah (Boyce

dan Pittet, 2002), hal ini disebabkan karena pada lapisan kulit terdapat flora tetap dan

sementara yang jumlahnya sangat banyak.

Flora tetap hidup pada lapisan kulit yang lebih dalam dan juga akar rambut, tidak dapat

dihilangkan sepenuhnya, walaupun dengan dicuci dan digosok keras. Flora tetap,

berkemungkinan kecil menyebabkan infeksi nosokomial, namun lapisan dalam tangan dan kuku

Page 11

Page 12: nosokomia

jari tangan sebagian besar petugas dapat berkolonisasi dengan organisme yang dapat

menyebabkan infeksi seperti : s.Auresus, Basili Gram Negative, dan ragi. Sedangkan flora

sementara, ditularkan melalui kontak dengan pasien, petugas kesehatan lainya, atau permukaan

yang terkontaminasi. Organisme ini hidup pula pada permukaan atas kulit dan sebagian besar

dapat dihilangkan dengan mencucinta memakai sabun biasa dan air. Organisme inilah yang

sering menyebabkan infeksi nosokomial (JHPIEGO, 2004).

Secara umum langkah cuci tangan dikenal dengan seven step cuci tangan :

1) Telapak tangan dengan telapak tangan

2) Telapak kanan di atas punggung tangan kiri dan sebaliknya

3) Jari saling berkaitan

4) Punggung jari pada telapak tangan lainya

5) Jempol digosok memutar oleh telapak tangan lainya

6) Jari-jari menguncup digosokkan memutar pada telapak tangan lainya

7) Cuci pergelangan tangan

Cuci tangan digolongkan atas 3 bagian :

1) Cuci tangan rutin / social

2) Cuci tangan procedural

3) Cuci tangan pembedahan

Ketiga bagian cuci tangan di atas dilakukan sesuai “seven step” cuci tangan.

Cuci tangan rutin dilakukan dengan tujuan cuci tangan adalah proses pembuangan

kotoran dan debu secara mekanis dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air.

Prosedur cuci tangan rutin :

Basahi tangan seluruhnya di bawah air mengalir

Gunakan sabun biasa (bahan antiseptic tidak perlu) yang memiliki pH normal di telapak

tangan yang sudah dibasahi.

Buat busa secukupnya.

Page 12

Page 13: nosokomia

Gosok kedua tangan termasuk kuku dan sela jari dengan sabun ikuti 7 langkah (seven

step) selama 10 – 15 detik dengan memperhatikan daerah di bawah kuku tangan dan di

antara jari-jari.

Bilas dengan air bersih

Tutup kran dengan siku / tissue (hindarkan menyentuh benda di sekitar / kran setelah

cuci tangan )

Keringkan dengan handuk kering / kertas tissue.

Cuci tangan rutin bagi tenaga kesehatan, sebaiknya dilakukan pada :

Waktu tiba di RS

Sebelum masuk ruang rawat dan setelah meninggalkan ruang rawat

Di antara 2 tindakan atau pemeriksaan

Di antara pasien

Setelah melepas sarung tangan

Sebelum dan sesudah makan

Setelah membersihkan sekresi hidung

Jika tangan kotor

Setelah ke kamar kecil

Sebelum meninggalkan rumah sakit

Cuci tangan antiseptic dilakukan dengan tujuan menghilangkan kotoran, debu serta

mengurangi baik flora sementara maupun flora tetap menggunakan sabun yang mengandung

antiseptic (klorheksidin, iodofor, atau triclosan) selain sabun biasa.

Prosedur cuci tangan antiseptic:

Basahi tangan seluruhnya di bawah air mengalir

Gunakan sabun anti microbial di telapak tangan yang sudah dibasahi

Buat busa secukupnya

Gosok kedua tangan termasuk kuku dan sela jari dengan sabun ikuti 7 langkah cuci

tangan selama 1 menit (60 detik)

Bilas dengan air bersih

Page 13

Page 14: nosokomia

Tutup kran dengan siku / tissue

(hindarkan menyentuh benda di sekitar / kran setelah cuci tangan )

Keringkan dengan handuk kering / tissue.

Cuci tangan procedural / antiseptic dilakukan pada waktu :

Memeriksa / merawat pasien yang rentan (mis. Bayi premature, pasien manula,

penderita AIDS stadium lanjut)

Melakukan prosedur inversive. Seperti pemasangan IV line, kateter, dll)

Meninggalkan ruang isolasi (mis. Hepatitis atau penderita yang kebal terhadap obat

seperti MRSA).

Cuci tangan bedah yaitu menghilangkan kotoran, debu, organisme sementara secara

mekanikal dan mengurangi flora tetap selama pembedahan. Tujuanya adalah mencegah

kontaminasi luka oleh mikroorganisme dari kedua belah tangan dan lengan dokter bedah dan

asistenya.

Selama bertahun-tahun tangan pra bedah menghendaki sekurang-kurangnya 6-10 menit

penggosokan dengan sikat / spon antiseptic namun sejumlah penelitian melaporkan bahwa

iritasi kulit akibat penggosokan dapat mengakibatkan meningkatnya pergantian bacteri dari

kedua telapak tangan (Dineen, 1966; Kakuchi-Numagami dkk, 1999)

Sikat dan spon tidak dapat mengurangi jumlah bakteri pada kedua telapak tangan

petugas hingga tingkat yang dapat diterima. Misalnya cuci tangan selama 2 menit dengan sabun

dan air bersih diikuti dengan penggunaan khlorheksidin 2 – 4% atau povidon iodine 7,5 – 10%

sama efektifnya dengan cuci tangan selama 5 menit dengan sabun antiseptic (Deshmukh,

Kramer, dan Kjellberg 1996; Pereira, Lee dan Weda 1997)

Prosedur cuci tangan pembedahan:

Pakailah tutup kepala dan masker

Lepaskan semua perhiasan yang ada di tangan

Basahi tangan seluruhnya di bawah air mengalir sampai siku

Gunakan sabun anti microbial 2 – 5 cc di telapak tangan yang sudah dibasahi

Page 14

Page 15: nosokomia

Buat busa secukupnya

Gosok tangan termasuk kuku dan sela jari dengan sabun ikuti 7 langkah cuci tangan

selama 5 menit pertama kemudian di ulang selama 3 menit

Usahakan posisi tangan lebih tinggi dari pada siku

Bilas dengan air bersih dengan tetap posisi tangan lebih tinggi dari siku

Tutup kran dengan siku

Hindarkan menyentuh benda di sekitar setelah mencuci tangan

Keringkan dengan handuk / tissue steril

Penggosok Antiseptik Tangan

Bukan pengganti cuci tangan, akan tetapi antiseptis tangan dilakukan hanya dengan

tujuan mengurangi baik flora sementara atau tetap. Teknik antiseptic tangan sama dengan

teknik mencuci tangan biasa.

Penggosok antiseptic tangan yang dianjurkan adalah larutan berbasisi alcohol 60 – 90%

(Larson, 1990; Pierce, 1990)

Teknik melakukanya adalah :

Gunakan cairan antiseptis secukupnya untuk melumuri seluruh permukaan tangan dan

jari tangan

Gosokkanlah larutan tersebut dengan cara menekan pada kedua belah telapak tangan

khususnya di antara jari-jari dan bawah kuku hingga kering.

Isu – isu dan pertimbangan lain yang berkaitan dengan kesehatan dan kebersihan tangan :

1) Sarung tangan : bahwa tangan tidak memberikan perlindungan penuh terhadap

kontaminasi tangan, bakteri dan pasien ditemukan hingga 30% petugas yang memakai

sarung tangan sewaktu merawat pasien. (Kotilanen dkk, 1989). Doubeling dan koleganya

pada tahun 1988 menemukan bahwa sejumlah bakteri yang cukup banyak pada kedua

tangan petugas yang tidak mengganti sarung tangan di antara pasien dengan pasien

lainya, tetapi hanya mencuci tangan memakai sarung tangan.

2) Pelumas dan krim tangan.

Page 15

Page 16: nosokomia

Dalam upaya untuk meminimalkan dermatitis kontak akibat seringkali mencuci tangan

(>30 kali per shift) pelembab / sabun antiseptis (alcohol 60 – 90%) kurang mengiritasi

kulit. Penggunaan pelumas tangan atau krim pelembab pada kulit. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pemakaian pelumas atau krim yang teratur (sekurang-kurangnya 2

kali sehari) dapat membantu mencegah dan merawat dermatitis kontak (McCormickk

dkk, 2000).

3) Kulit pecah dan lesi lainya

Kulit kuku, tangan, dan lengan bawah harus bebas lesi dan pecah kulit. Luka dan lecet

harus ditutup dengan pembalut tahan air. Apabila tidak mungkin membalut, bagi

petugas bedah dengan lesi di kulit tangan / lengan bawah sebaiknya tidak melakukan

pembedahan hingga lesi tersebut sembuh.

4) Kuku jari :

Penelitian membuktikan bahwa di sekitar pangkal kuku (ruang subungal) mengandung

jumlah mikrobia terbanyak dari seluruh bagian tangan (McGinley, Larson dan Leydon

1988), kuku panjang dapat berfungsi sebagia waduk bagi basil gram negative

(P.Aeruginosa), ragi dan pathogen lainya (Hedderwick, 2000)

5) Kuku palsu yang dipakai oleh petugas kesehatan dapat menambah penularan infeksi

nosokomial (Hedderwick, 2000)

6) Cat kuku: tidak ada larangan untuk memakai cat kuku, tetapi tenaga kesehatan

sebaiknya memakai cat kuku cerah yang baru dipoles, cat kuku yang berwarna gelap

akan menghalangi penglihatan dan pembersihan terhadap kotoran dan debu di bawah

kuku jari.

7) Perhiasan:

Sejumlah studi telah mengungkapkan bahwa kulit di balik cincin lebih banyak

terkontaminasi daripada arua kulit yang sama tanpa cincin (Jacobson dkk, 1985), tetapi

pada saat ini belum diketahui apakah memakai cincin akan menyebabkan penularan

pathogen yang besar atau tidak.

F. Alat Pelindung diri

a. Sarung Tangan

Page 16

Page 17: nosokomia

Cuci tangan dan penggunaan sarung tangan merupakan komponen kunci (penerapan

standar precaution standar kewaspadaan) dalam menimialkan penularan penyakit serta

mempertahankan lingkungan bebas infeksi (Garner dan Favero 1986).

Ada tiga alasan petugas kesehatan menggunakan sarung tangan, yaitu :

Mengurangi resiko petugas terkena infeksi bacterial dari pasien

Mencegah penularan flora kulit petugas kepada pasien

Mengurangi kontaminasi tangan petugas kesehatan dengan mikroorganisme yang dapat

berpindah dari satu pasien ke lainya (kontaminasi langsung)

Sarung tangan dipakai pada waktu melakukan kontak langsung dengan benda / alat

yang diduga / terbukti secara nyata terkontaminasi oleh cairan tubuh penderita (darah, pus,

urine, faeces dan muntahan), melakukan tidakan-tindakan invasive.

Penggunaan sarung tangan bukan pengganti cuci tangan.

Sarung tangan terdiri dari 2 macam :

1) Steril

2) Non steril / re-use

Sarung tangan steril dipakai pada waktu melakukan tindakan invasive. Sedang sarung tangan

non steril digunakan pada waktu melakukan tindakan non invasive yang diduga atau secara

nyata terdapat cairan tubuh, sebelum kontak dengan alat / benda yang terkontaminasi

cairan tubuh . lihat table penerapan standar precaution

b. Masker, pelindung mata dan wajah

1) Memakai masker selama melakukan tindakan atau perawatan pasien yang

memungkinkan terkena percikan darah / cairan tubuh pasien

2) Melepaskan masker setelah dipakai dan segera mencuci tangan.

c. Gaun / apron

Page 17

Page 18: nosokomia

Memakai gaun selama melakukan tindakan atau perawatan pasien yang memungkinkan

terkena percikan darah atau cairan tubuh pasien.

Segera melepas gaun dan cuci tangan untuk mencegah berpindahnya mikroorganisme

ke pasien dan lingkunganya.

d. Kegiatan lainya tentang kapan cuci tangan dan penggunaan alat pelindung dilakukan ?

No

.

Kegiatan Cuci

tangan

Sarung

tangan

Jubah/

Celemek

Masker/

Google

Steril biasa

Perawatan umum

1. Tanpa luka

Memandikan /

bedding

√ √

Reposisi √ √

2. Luka terbuka

Memandikan /

bedding

√ √ K/P

Reposisi √ √ K/P

3. Perawatan perianal √ √ √

4. Perawatan mulut √ √ K/P K/P

5. Pemeriksaan fisik √ K/P

6. Penggantian balutan

Luka operasi √ √ K/P K/P

Page 18

Page 19: nosokomia

Luka decubitus √ √ K/P K/P

Central line √ √ K/P K/P

Arteri line √ √ K/P K/P

Cateter intravena √ √ K/P K/P

Tindakan Khusus.

7. Pasang cateter urine √ √ K/P K/P

8. Ganti bag urine / ostomil √ √ K/P K/P

9. Pembilasan lambung √ √ K/P K/P

10. Pasang NGT √ √ √ K/P

11. Mengukur suhu axilia √ K/P

12. Mengukur suhu rectal √ √

13. Kismia √ √ K/P K/P

14. Memandikan jenazah √ √ K/P K/P

Perawatan saluran nafas

15. Tubbing ventilator √ √ K/P

16. Suction √ √ K/P √ K/P

17. Mengganti plaster ETT √ √ K/P √ K/P

18. Perawatan TT √ K/P √√

19. PF dengan stethoscope √ K/P

Page 19

Page 20: nosokomia

20. Resusitasi √ √ √ √√

21. Airway management √ √ √

Perawatan Vasculer

22. Pemasangan infuse √ Lebi

h

baik

√ K/P K/P

23. Pengambilan darah vena √ Lebi

h

baik

√ K/P K/P

24. Punksi arteri √ Lebi

h

baik

√ K/P K/P

25. Penyuntikan IM / IV / SC √ √

26. Penggantian botol infuse √

27. Pelesapan dan penggantian

selang infuse

√ √

28. Percikan darah / cairan tubuh √ √ √

29. Membuang sampah medis √ √ √

30. Penanganan alat tenun. √ √ √ K/P

Kesehatan karyawan dan daerah yang terinfeksi pathogen

Untuk mencegah luka tusuk benda tajam :

Page 20

Page 21: nosokomia

Berhati-hati saat menangani jarum , scapel, instrument yang tajam atau alat kesehatan

lainya yang menggunakan permukaan tajam.

Jangan pernah menutup kembali jarum bekas pakai atau memanipulasinya dengan kedua

tangan

Jangan pernah membengkokkan / mematahkan jarum

Buanglah benda tajam atau jarum bekas pakai ke wadah yang tahan tusuk dan air, dan

tempatkan pada area yang mudah dijangkau dari area tindakan.

Gunakan mouthpieces, resusitasi bags, atau peralatan ventilasi lain sebagai alternative

mulut ke mulut.

G. Isolasi Precaution

Early Isolation Practise

Isolation precaution pertama kali dipublikasikan di AS pada tahun 1877, dimana pada waktu itu

buku pegangan rumah sakit merekomendasikan penempatan pasien infeksi di fasilitas terpisah.

Penempatan pasien penyakit infeksi pada fasilitas terpisah pada akhirnya menjadi dikenal sebagai

rumah sakit penyakit infeksi. Walaupun demikian pasien penyakit infeksi dipisahkan dari pasien

penyakit non infeksi, transmisi infeksi nosokomial berlangsung terus, sebab pasien penyakit infeksi

tidak dipisahkan menurut jenis penyakit infeksinya.

Selanjutnya petugas di rumah sakit penyakit infeksi mulai memikirkn masalah transmisi penyakit

infeksi nosokomial, dengan menata menempatkan pasien penyakit infeksi yang sama jenisnya dan

melakukan teknik aseptic pada prosedur tindakan pada tahun 1890 – 1900.

Pada tahun 1910 praktek isolasi di AS diubah dengan memperkenalkan system kubikel, dimana

pasien pada system kubikel ini pasien penyakit infeksi ditempatkan di ruang multiple bed. Pada

system kubikel petugas rumah sakit memakai gaun terpisah dan mencuci tangan dengan larutan

antiseptic setelah kontak dengan pasien dan melakukan desinfeksi peralatan yang terkontaminasi

dengan pasien. Prosedur perawatan ini dilakukan untuk mencegah transmisi mikroorganisme

pathogen kepada pasien lain dan petugas rumah sakit dan akhirnya prosedur ini dikenal sebagai

“barrier nursing”.

Dengan menggunakan isolasi system kubikel dan prosedur “barrier nursing” maka rumah sakit

umum mulai mengambil alternative menempatkan beberapa pasien di rumah sakit penyakit infeksi.

Page 21

Page 22: nosokomia

Sepanjang tahun 1950 di AS rumah sakit penyakit infeksi mulai tutup kecuali khusus untuk

pasien infeksi tuberculosis. Pada pertengahan tahun 1960 rumah sakit penyakit infeksi tuberculosis

juga mulai tutup, Karena pasien-pasien tuberculosis lebih menyukai rumah sakit umum dan rawat

jalan. Akhirnya pada tahun 1960 pasien penyakit infeksi ditempatkan di rumah sakit umum dengan

menempatkan di ruang isolasi satu kamar atau multiple-patient room.

CDC Isolation Manual

Pada tahun 1970 di Centers of Dissease Control (CDC) mempublikasikan secara detail menual

isolasi “isolation techniques for Use in Hospital” untuk membantu rumah sakit umum dalam isolation

precaution. Direvisi pada tahun 1975. manual ini dapat diaplikasikan pada rumah sakit kecil dengan

sumber-sumber terbatas.

Manual ini memperkenalkan isolation precaution dengan system kategori. Direkomendasikan

bajwa rumah sakit menggunakan satu dari tujuh kategori isolasi. Ketujuh kategori isolasi adalah:

Stric Isolation, Respiratory Isolation, Protective isolation, Enteric Isolation, Wound and Skin

Precaution, Discharge precaution, dan Blood Precaution. Pada pertengahan tahun 1970, 93% rumah

sakit di US mengadopsi Isolation Manual ini.

Pada tahun 1980 rumah sakit mengalami endemic dan epidemic masalah infeksi nosokomial,

beberapa disebabkan oleh multi-drug resistant mikroorganisme, adanya pathogen yang baru

dikenal, yang memerlukan isolation precaution yang berbeda dari kategori isolasi yang ada. Adanya

peningkatan kebutuhan isolasi precaution ditunjukkan lebih spesifik pada transmisi nosokomial di

unit perawatan khusus / intensif. Selanjutnya sesuai dengan epidemiologi dan metode transmisi

beberapa penyakit infeksi, CDC perlu merevisi isolation manual.

Pada tahun 1981 – 1983 CDC Hospital Infection Program bersama spesialis penyakit infeksi,

pediatric bedah, epidemiologi rumah sakit, petgas pengendalian infeksi melakukan revisi Isolation

Manual.

CDC Isolation Guideline

Page 22

Page 23: nosokomia

Pada tahun 1983 “CDC guideline for Isolation Practice in Hospital” dipublikasikan. Pada Isolation

Guideline, ada beberapa kategori yang dimodifikasi. Kategori Blood Precaution yang pada awalnya

hanya ditujukan pada pasien dengan kronik Hepatitis B virus diubah menjadi Blood and Body Fluid

Precaution dan diperluas dengan memasukkan AIDS dan cairan tubuh. Kategeri Protective Isolation

dihapus, sehingga Isolation Guideline terdiri dari strict Isolation, Contact Isolation, Respiratory

Isolation, Tuberculosis Isolation, Enteric Isolation, Drainage / Secretion Precaution, dan Blood and

Body Fluid Precaution.

A New Isolation Guideline

Guideline for Isolation Precaution in Hospital telah direvisi pata tahun 1990. Revisi Isolation

Guideline terdiri dari dua baris precaution yaitu standard precaution, dan Transmission based

Precaution.

H. Penerapan Isolasi Precaution di Rumah Sakit

Isolation precaution merupakan bagian integral dari program pengendalian infeksi nosokomial

Tujuan

Isolation Precaution bertujuan untuk mencegah transmisi mikroorganisme pathogen dari satu

pasien ke pasien lain dan dari pasien ke petugas kesehatan atau sebaliknya. Karena agen dan host

lebih sulit dikontrol maka pemutusan mata rantai infeksi dengan cara Isolation Precaution sangat

diperlukan.

Airborne Precaution

a. Penempatan pasien

Tempatkan pasien di kamar tersendiri yang mempunyai persyaratan sebagai berikut:

Tekanan udara kamar negative dibandingkan dengan area skitarnya.

Page 23

Page 24: nosokomia

Pertukaran udara 6 – 12 kali/jam.

Pengeluaran udara keluar yang tepat mempunyai penyaringan udara yang efisien sebelum

udara dialirkan ke area lain di rumah sakit.

Selalu tutup pintu dan pasien berada di dalam kamar

Bila kamar tersendiri tidak ada, tempatkan pasien dalam satu kamar dengan pasien lain

dengan infeksi mikroorganisme yang sama atau ditempatkan secara kohort.

Tidak boleh menempatkan pasien satu kamar dengan infeksi berbeda.

b. Respiratory Protection

Gunakan perlindungan pernapasan (N 95 respirator) ketika memasuki rungan pasien yang

diketahui infeksi pulmonary tuberculosis

Orang yang rentan tidak diberarkan memasuki ruang pasien yang diketahui atau diduga

mempunyai measles (rubeola) atau varicella, mereka harus memakai respiratory protection

(N 95) respirator.

Orang yang immune terhadap measles (rubeola), atau varicella tidak perlu memakai

perlindungan pernafasan.

c. Patient Transport

Batasi area gerak pasien dan transportasi pasien dari kamar, hanya tujuan yang penting saja.

Jika berpindah atau transportasi gunakan masker bedah pada pasien

Droplet Precaution

a. Penempatan Pasien

Tempatkan pasien di kamar tersendiri

Bila pasien tidak mungkin di kamar tersendiri, tempatkan pasien secara kohart

Bila hal ini tidak memungkinkan, tempatkan pasien dengan jarak 3 ft dengan pasien lainya

b. Masker

Gunakan masker bila bekerja dengan jarak 3 ft

Beberapa rumah sakit menggunakan masker jika masuk ruangan

c. Pemindahan pasien

Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar pasien, kecuali untuk tujuan yang

perlu

Page 24

Page 25: nosokomia

Untuk meminimalkan penyebaran droplet selama transportasi, pasien dianjurkan pakai

masker

Contact Precaution

a. Penempatan pasien

Tempatkan pasien di kamar tersendiri

Bila tidak ada kamar tersendiri, tempatkan pasien secara kohart

b. Sarung tangan dan cuci tangan.

Gunakan sarung tangan sesuai prosedur

Ganti sarung tangan jika sudah kontak dengan peralatan yang terkontaminasi dengan

mikroorganisme

Lepaskan sarung tangan sebelum meninggalkan ruangan

Segera cuci tangan dengan antiseptic / antimicrobial atau handscrub

Setelah melepas sarung tangan dan cuci tangan yakinkan bahwa tangan tidak menyentuh

peralatan atau lingkungan yang mungkin terkontaminasi, untuk mencegah berpindahnya

mikroorganisme ke pasien atau lingkungan lain.

c. Gaun

Pakai gaun bersih / non steril bila memasuki ruang pasien bial diantisipasi bahwa pakaian

akan kontak dengan pasien, permukaan lingkungan atau peratalan pasien di dalam kamar

atau jika pasien menderita inkontaneia, diare, fleostomy, colonostomy, luka terbuka

Lepas gaun setelah meninggalkan ruangan.

Setelah melepas gaun pastikan pakaian tidak mungkin kontak dengan permukaan

lingkungan untuk menghindari berpindahnya mikroorganisme ke pasien atau lingkungan lain

d. Transportasi pasien

Batasi pemindahan pasien dan transportasi pasien dari kamar, hanya untuk tujuan yang

penting saja. Jika pasien harus pindah atau keluar dari kamarnya, pastikan bahwa tindakan

pencegahan dipelihara untuk mencegah dan meminimalkan resiko transmisi

mikroorganisme ke pasien lain atau permukaan lingkungan dan peralatan.

Peralatan Perawatan Pasien

Page 25

Page 26: nosokomia

Jika memungkinkan gunakan peralatan non kritikal kepada pasien sendiri, atau secara kohort

Jika tidak memungkinkan pakai sendiri atau kohort, lakukan pembersihan atau desinfeksi

sebelum dipakai kepada pasien lain.

Recommendation Isolation Precaution

“administrative Controls”

1. Pendidikan

Mengembangkan system pendidikan tentang pencegahan kepada pasien, petugas, dan

pengunjung rumah sakit untuk meyakinkan mereka dan bertanggung jawab dalam

menjalankanya.

Adherence to Precaution (ketaatan terhadap tindakan pencegahan)

2. Secara periodic menilai ketaatan terhadap tindakan pencegahan dan adanya perbaikan

langsung.

Page 26

Page 27: nosokomia

I. PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL

Hemodialisis merupakan pilihan pengobatan bagi pasien yang mengalami gagal ginjal tahap

akhir, selain itu juga merupakan metode awal pengobatan sampai menjalani transplantasi atau

peritoneal dialysis (PD).

Untuk fasilitas HD, vascular akses melalui autologus arteriovenous (AV) Fistula, CVC External Cuff

merupakan jalan masuknya infeksi aliran darah (BSIs : Blood Stream Infections). 11 rumah sakit dari 9

propinsi di AS dilakukan surveillance dari Desember 1998 – Mei 1999, dari 233.158 prosedur dialysis

selama 6 bulan ditemukan 184 BSIs (0,14%). 57 menunjukkan BSIs dan 127 menunjukkan masalah HD

melalui AV Fistula seperti demam (45,9% dari prosedur dialisisi).

Melalui kultur darah ditemukan 4 mikroorganisme dari 184 BSIs yakni : S.Aureus (36,8%),

Coaulosis Negative Staphylococus (35,1%), Enterococus species (98%), 10 % dari S.Aureus menunjukkan

MRSA, tidak ditemukan VRE.

Dalam diskusi, infeksi yang didapat merupakan masalah kesehatan yang penting di berbagai

Negara.

Infeksi nosokomial merupakan kontributror penting pada morbiditas dan mortalitas. Infeksi

akan lebih penting sebagai masalah kesehatan masyarakat dengan dampat ekonomis dan manusiawi

karena:

Peningkatan jumlah dan kepadatan penduduk

Semakin seringnya masalah dengan gangguan imunitas

Meningkatnya resistensi bakteri terhadap antibiotika (Ducci 1995).

Infeksi nosokomial merupakan focus penting pencegahan infeksi di negara berkembang. Infeksi ini

adalah penyebab utama penyakit dan kematian yang dapat dicegah, yang paling penting adalah:

Infeksi aliran darah

Peritonitis (CAPD)

Hepatitis (HD)

Page 27

Page 28: nosokomia

Pengelolaan benda-benda tajam

Benda-benda tajam yang sering dijumpai adalah :

1. Jarum suntik / jarum hipodermik

2. Jarum jahitan

3. Silet

4. Pisau scapel

Memerlukan penanganan khusus karena benda-benda tajam ini dapat menyebabkan luka bagi

petugas kesehatan, dan juga masyarakat sekitar jika sampah dibuang di tempat sampah umum.

Enkapsulasi

Enkapsulasi dianjurkan sebagai cara termudah membuang benda-benda tajam, benda tajam

dikumpulkan dalam wadah tahan tusukan dan antibocor. Sesudah ¾ penuh, bahan seperti semen,

pasien, atau bubuk plastic dimasukkan dalam wadah sampai penuh. Sesudah bahan menjadi padat dan

kering, wadah ditutup, disebarkan pada tanah rendah, ditimbun dan dapat dikuburkan. Bahan sisa kimia

dapat dimasukkan bersama dengan benda-benda tajam. (WHO 1999).

Pembuangan di daerah tindakan

Ingat:

Untuk menghindari luka tertusuk jarum, jangan membengkokkan, mematahkan, atau

menyarugkan jarum ketika akan membuang.

Page 28

Page 29: nosokomia

Tempatkan container di tempat yang mudah dicapai, sehingga petugas kesehatan tidak perlu

membawa-bawa benda tajam.

Langkah-langkah:

1. Jangan menyarungkan kembali penutup atau melepaskan jarum spuit

2. Masukkan benda-benda tajam tersebut dalam wadah yang tahan tusukan misalnya kotak kardus

tebal, botol plastic, atau kaleng berpenutup. Bukaan penutup harus cukup lebar untuk mudah

memasukkan benda-benda tersebut, tatapi cukup kecil supaya sukar untuk dikeluarkan lagi.

(botol cairan infuse intravena dapat digunakan tetapi mudah pecah).

3. Jika wadah sudah terisi ¾, pindahkan dari area tindakan untuk dibuang.

4. Waktu membuang benda-benda tajam:

a. Pakailah sarung tangan rumah tangga yang tebal

b. Jika container sudah ¾ penuh, tutup/sumbat atau plaster dengan rapat. Pastikan tidak

ada bagian benda tajam yang menonjol keluar wadah.

c. Buanglah wadah benda tajam tersebut secara dibakar, enkasulasi, atau dikubur.

d. Lepaskan sarung tangan (cuci setiap hari atau setiap kali terlihat kotor dan keringkan)

e. Cuci tangan dan keringkan dengan kain atau handuk bersih atau alat pengering lainya.

Page 29

Page 30: nosokomia

BAGIAN IV

PENUTUP

Infeksi nosokomial merupakan masalah serius dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit, yang

perlu mendapat perhatian khusus dalam pelayanan rumah sakit secara keseluruhan

Upaya untuk mencegah kejadian infeksi nosokomial yang penting adalah penerapan standar

precaution baik bagi pasien, petugas, lingkungan dan alat kesehatan, dengan tujuan untuk memutuskan

rantai penularanya.

Pendidikan bagi tenaga kesehatan sangat mendukung dalam upaya pengendalian infeksi, untuk

itu pendidikan infeksi harus diberikan secara terus menerus.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi peserta maupun pembaca.

Page 30

Page 31: nosokomia

DAFTAR PUSTAKA

1. Tietjen, L.,dkk (terj. Saifuddin, AB,dkk): Panduan Pencegahan Infeksi : Untuk Fasilitas Pelayanan

Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas

2. Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi di ICU , Dep.Kes.RI, Jakarta 2004

3. Kumpulan Makalah Kursus Dasar : Pengendalian Infeksi Nosokomial, PERDALIN JAYA, Jakarta,

Februari 2005

4. Panduan Bagi Pengendalian Infeksi, www.ansellhealthcare.com, Ansell, 2002

5. Australian Dendal Association, Systemic Operating Procedures, ADA,2003

6. Larson, Elaine L,. RN, Phd, FAAN, CIC,. APIC Guidline for Handwashing and Hend Antiseptic in Healt

Care Setting, Washington, 1995.

Page 31

Page 32: nosokomia

NAMA ANGGOTA KELOMPOK

TUTOR : dr. Alfi Dewi

ANGGOTA :

1. Tania Dwi Prastiti

2. Hot Parsaulian Siregar

3. Ariwan Selian

4. Syifa Nurlatifah

5. Natasha Citra Yudita

6. Dwi Utami

7. Ridha Widya Ray

8. Liany Rizky

9. Pipit Indah Wati

10. Suhaili Amri

11. Siti Aisyah SItompul

12. Ade Panca Putra

Page 32