normalisasi kerjasama indonesia australia
TRANSCRIPT
-
19
BAB II.
NORMALISASI KERJASAMA PERTAHANAN AUSTRALIA DAN
INDONESIA
II. 1. Hubungan Bilateral Australia - Indonesia
Hubungan antara Indonesia dan Australia dapat ditelusuri sejak kemerdekaan
Indonesia tahun 1945. Pada saat itu pemerintah Australia, yang dikuasai partai buruh
mendukung kelompok nasionalis Indonesia. Australia terlibat dalam Komisi Jasa
Baik yang terdir19i dari Australia, Belgia dan Amerika Serikat. Ketiga negara
tersebut merupakan mediator dalam perundingan Indonesia dan Belanda. Saat itu
Australia dan AS menolak Belanda mengambil alih Indonesia, sebagai bekas jajahan
Belanda, pasca kalahnya Jepang dalam perang dunia kedua. Dengan bantuan PBB
dan tentunya negara-negara tersebut, akhirnya Indonesia mendapatkan pengakuan
kedaulatan sebagai suatu negara dari Belanda.
Walaupun tahun 1949 diberikan pengakuan kedaulatan oleh Belanda, tapi ada
daerah yang belum masuk wilayah Indonesia yaitu Papua Barat. Di lain pihak
pemerintah Australia, yang telah diganti menjadi pemerintahan partai konservatif
Menzies, mendukung Belanda mempertahankan Papua Barat. Dengan alasan faktor
keamanan bagi wilayah Papua Nugini (PNG) yang merupakan wilayah dibawah
penguasaan Austalia berdasarkan mandat PBB tahun 1950.1
Pada tahun 1962, pemerintah Australia tidak bisa lagi mendukung Belanda
untuk mempertahankan Papua Barat karena AS menekan Belanda agar menyerahkan
Papua Barat ke Indonesia pada tahun 1963. Tekanan AS muncul terutama karena ada
kekhawatiran Indonesia bisa berpihak pada blok komunis.2 Melalui resolusi PBB
1 Allan Gyngell, Australia-Indonesia, dalam Brendan Taylor (ed), Australia as Asia Pacific regional power : Friendship in flux; Oxfod, Routledge, 2007. Hal. 98.2 Ibid. Hal. 98.
-
20
yang didukung AS, Indonesia mengadakan referendum tahun 1969 yang
mengesahkan bergabungnya Papua Barat ke Indonesia. Menurut Gyngell peristiwa
bergabungnya Papua Barat ini merupakan kejadian pertama bagi Australia dalam
memiliki perbatasan bersama dengan Indonesia.3
Kemudian pada akhir masa Presiden Soekarno yaitu 1965-1966, hubungan
Australia dan Indonesia hampir mengalami keretakan, yaitu saat Indonesia
melakukan kampanye anti imperialisme Inggris atau dikenal konfrontasi terhadap
Malaysia di Kalimantan. Saat itu terjadi perang tanpa deklarasi antara kedua negara.4
Pasukan khusus Angkatan Darat Australia, SASR, berada di perbatasan Malaysia-
Indonesia untuk membela Malaysia. Periode itu ditandai pula oleh transisi kekuasaan
di Indonesia dari Soekarno ke Soeharto. Perubahan rejim di Indonesia yang dipimpin
Soeharto adalah awal hubungan yang semakin baik antara kedua negara.
Untuk mengkaji hubungan bilateral antara Indonesia dan Australia sejak Orde
Baru hingga pasca Orde Baru paling tidak ada tiga isu yang menjadi sorotan yaitu isu
Timor-Timur (sekarang negara merdeka Timor Leste), isu terorisme dan kerjasama
pertahanan. Tiga isu ini akan dijelaskan dibawah untuk melihat sampai sejauh mana
hubungan kedua negara dari aspek politik dan keamanan. Dinamika hubungan dilihat
melalui perspektif tiga isu tersebut bisa menjadi tolok ukur posisi kedua negara
dalam konteks hubungan internasional.
II. 1.1. Timor Timur
Pada masa Orde Baru, ada masalah lain yang memiliki implikasi dalam
hubungan kedua negara yakni isu Timor Timur. Pada Desember 1975, Indonesia
mulai melakukan operasi militer ke Timor Timur. Ini menandakan dimulainya aksi
pendudukan yang diikuti proses integrasi Timor Timur ke Indonesia tahun 1977. Dua
bulan sebelum operasi militer dimulai, beberapa jurnalis asing termasuk dari
3 Ibid, hal. 98. 4 Desmond Ball, Indonesia and Australia: Strange Neighbours or Partner in Regional Resilience dalam Hadi Soesastro and Tim McDonalds (eds), Indonesia and Australia Relations; Diverse Interests and Converging issues. Jakarta; CSIS, 1995. Hal. 95. Dan juga Allan Gyngell. Op. cit. Hal. 98.
-
21
Australia terbunuh.5 Tragedi yang menimpa sejumlah jurnalis ini merupakan salah
satu ganjalan dalam hubungan Australia - Indonesia terutama antara pers Australia
dengan pemerintah Indonesia.
Sebagai kelanjutannya, soal Timor Timur sangat mewarnai hubungan kedua
negara baik dari aspek politik, ekonomi dan strategis. Pada tahun 1979, pemerintah
Australia mengakui inkorporasi Timor Timur ke Indonesia. Selama dua dekade ini
hubungan kedua negara mengalami naik turun, dan isu Timor Timur menjadi
semacam parameter dari dinamika hubungan ini. Hubungan ini dipengaruhi pula oleh
sorotan kelompok pers, kelompok hak asasi manusia dan gereja di Australia yang
merupakan kelompok penekan yang sering mengkritisi kebijakan dan tindak tanduk
dari aksi pendudukan tersebut.
Pada tahun 1991, terjadi insiden Santa Cruz, Dili yaitu ketika puluhan orang
tewas (termasuk seorang warga AS) akibat penembakan militer Indonesia terhadap
suatu aksi protes warga Timtim. Tentu saja kelompok pers, LSM dan para aktivis
politik di Australia, serta pemerintah Australia menyoroti insiden ini secara seksama.
Kemudian, tekanan dunia internasional terutama AS dan PBB membuat Indonesia
akhirnya membentuk tim investigasi atas insiden Dili. Pembentukan tim ini menjadi
sebuah preseden baru di Indonesia, karena berbagai kasus pelanggaran HAM yang
pernah terjadi sebelumnya tidak pernah ada pembentukan tim investigasi semacam
ini. Hal ini menunjukkan bahwa faktor tekanan internasional, khususnya Australia,
memiliki signifikansi dalam kasus di Timor Timur ini.
Setelah Habibie menjadi Presiden menggantikan Soeharto pada Mei 1998, isu
Timor TImur menjadi salah satu fokus utama Howard. Howard mendapatkan peluang
untuk menekan Jakarta saat Habibie memimpin, serta mendapatkan kepercayaannya
untuk memediasi persoalan Timor Timur. Akhirnya referendum Timtim berlangsung
dengan lancar, tapi hasilnya memicu kerusuhan akibat kekecewaan Jakarta.
Dengan mandat Dewan Keamanan PBB, Australia memimpin intervensi
kemanusiaan untuk mengatasi instabilitas di Timor Timur. Menurut Paul Kelly,
5 Terbunuhnya jurnalis menurut pemerintah Indonesia akibat baku tembak dengan Fretilin, tapi dari tulisan Aboerprijadi Santoso, berjudul, Hantu Balibo - Simbol Kelam di Hari Pers , dinyatakan ada kesengajaan dari TNI untuk menghilangkan saksi wartawan. Tulisan di akses pada 21 Mei 2011, dari http://m.politikana.com/baca/2009/07/25/balibo-tragedi-jurnalis
-
22
Howard berhasil memadukan dua kebijakan pemerintahannya yang saling
bertentangan yaitu disatu sisi mendukung kemerdekaan Timor Leste dan disaat yang
sama berupaya menghindari perang dengan Indonesia.6 John Howard, menurut Kelly,
berhasil mengatasi krisis politik di Timor Leste ini.
II. 2. Terorisme
Bom Bali I menjadi pendorong hubungan yang lebih dekat antara Indonesia dan
Australia dalam bidang kontra terorisme. Sejak saat itu hubungan antara Australia
dan Indonesia semakin membaik. Australia memberikan komitmen kuat dalam
kerjasama antara polisi kedua negara dan juga kerjasama antara institusi seperti
imigrasi, bea cukai, dan intelijen. Isu terorisme dan isu-isu keamanan lainnya
menjadi wacana yang sangat dominan dalam hubungan dua negara. Australia sangat
berkepentingan dalam soal keselamatan 10.000 warganya yang tinggal di Indonesia.
Bali sebagai daerah wisata internasional sudah menjadi rumah kedua bagi warga
Australia dan adalah kepentingan Australia untuk menjaga keselamatan mereka.7
Secara bilateral, Australia dan Indonesia sudah memiliki perjanjian bilateral yaitu
Memorandum of Understanding tentang kontra terorisme yang disepakati pada 2002.
MoU ditandatangani sebelum terjadinya Bom Bali I, sehingga tidak sulit bagi kedua
negara untuk melanjutkan dalam implementasi bidang operasional. Hal ini ditandai
dengan investigasi bersama antara Polri dan Australian Federal Police (AFP) dalam
mengungkap bom Bali.8
Dengan fakta ini, dapat dinyatakan kerjasama antara polisi kedua negara sudah
berada pada tingkat yang sangat baik. Ini diakui oleh Shane Castles, Manajer bidang
Internasional dari AFP yang menyatakan hubungan kedua negara sangat kuat.9 Tidak
sampai dua tahun sejak insiden bom Bali I, Indonesia dan Australia mendirikan
sebuah pusat pelatihan kontra terorisme regional (JCLEC) di Semarang.
II.3. Kerjasama Pertahanan
6 Paul Kelly, op.cit. hal. 41.
7 Advancing the National Interest, Op.cit. hal. xix.8 Transnational Terrorism: the Transnational Threat, Op.cit. Hal. 88.9 Joint Standing Committee on Foreign Affairs, Defense and Trade, (hearing 23 Juni 2003).Op.cit. Halaman 11.
-
23
Hubungan bilateral antara Indonesia Australia dalam bidang
pertahanan sudah berlangsung sejak awal tahun 1970an. Kerjasama awal ini lebih
banyak dilakukan dalam bidang bantuan alutsista dan pelatihan teknis terkait alutsista
yang diperuntukkan bagi pihak Indonesia. Kemudian ada pula kerjasama di bidang
pemetaaan antara kedua militer. Seiring dengan waktu, kerjasama militer makin
meningkat pada bidang pelatihan dan pendidikan yang sebagian besar diikuti oleh
personel TNI. Bahkan periode tahun 1990-an, kerjasama makin meningkat diantara
kedua negara.
Pada periode pemerintahan Paul Keating, hubungan antara kedua negara
cukup hangat. Ini ditandai dengan pandangan Keating atas posisi strategis Indonesia
yang sangat penting bagi Australia.10 Pemerintah Indonesia dibawah rejim Orde Baru
dianggap Keating memiliki manfaat bagi Australia, karena Indonesia melalui
ASEAN dapat menjaga stabilitas regional. Sebagai konsekuensi dari stabilitas
regional maka kegiatan ekonomi di kawasan Asia Timur mengalami kemajuan pesat.
Dengan keadaan wilayah sekitarnya yang aman membuat Australia tidak perlu
menghabiskan dana besar untuk anggaran militernya.11
Bahkan dalam penilaian Australia seperti tercantum dalam defense review
tahun 1993 menyatakan, Indonesia merupakan negara yang paling penting untuk
bekerjasama di kawasan ini dan apabila kerjasama diantara kedua sangat baik maka
sangat menunjang bagi keamanan Australia.12 Kerjasama dengan Indonesia
dianggap penting, karena secara geografis merupakan negara tetangga langsung.
Dengan argumen ini, maka tidak heran kalau Paul Keating merupakan perdana
menteri Australia pertama yang mengajukan ide soal kerjasama keamanan dengan
Indonesia.13 Sementara pada saat itu, Australia sudah memiliki kerjasama dan pakta
pertahanan dengan beberapa negara yaitu FPDA bersama Inggris, Selandia Baru,
Singapura dan Malaysia. Australia tergabung pula dalam pakta pertahanan ANZUS
bersama Amerika Serikat dan Selandia baru. Sedangkan kerjasama dengan Filipina
melalui Deklarasi Prinsip-Prinsip Bersama.
10 Allan Gyngell, op.cit. hal 101.11 Allan Gyngell, Op.cit. Hal. 101. 12 ibid. Hal. 101.13 Ibid, Hal 101.
-
24
Dapat dijelaskan disini, hubungan intensif antara Australia-Indonesia
terutama dibidang pertahanan telah dibangun sejak 1980an. Ddapat dilihat dari
intensitas kunjungan pejabat militer antara kedua negara selama kurun waktu 1989
hinggga 1994.15 Desmond Ball menyatakan dalam tulisannya bahwa kunjungan
antara pejabat militer kedua negara menyediakan suatu mekanisme saling terbuka,
mendekatkan hubungan personal dan meningkatkan saling pemahaman dan saling
percaya antara kedua negara.16
Fondasi hubungan kedua negara makin kuat sejak tahun 1990 hingga akhir
1998. Hubungan ini mengarah pada kerjasama pertahanan non tradisional, terutama
sejumlah isu seperti ancaman senjata musnah massal, isu maritim dan juga
penyelundupan.17
II. 2. Kebijakan Luar Negeri John Howard di Indonesia.
Pada tahun 1996, John Howard menjadi perdana menteri kalangan
konservatif yang berasal dari koalisi partai liberal dan national. Selama ini Howard
tidak terlalu dikenal dalam politik luar negeri, karena fokus utamanya adalah isu
dalam negeri. Howard merupakan anggota pralemen selama 22 tahun sebelum
terpilih menjadi perdana menteri. Bisa dianggap Howard adalah orang yang yang
tidak berpengalaman soal urusan luar negeri.22 Tetapi dia memiliki menteri luar negri
yang cakap yaitu Alexander Downer.
Downer dianggap mitra yang handal oleh Howard dalam menjalankan
kebijakan luar negeri. Salah satu prioritasnya dalam kebijakan luar negeri adalah
hubungan dengan negara Asia. Downer pernah menyatakan, kawasan Asia adalah
salah satu prioritas utama dari Australia. Kemakmuran Australia dan negara-negara
Asia adalah kesuksesan bersama.23 Upaya Australia untuk mendekati kawasan ini
15 Lebih lengkap soal saling berkunjung baca tulisan Desmond Ball, hal. 108. Dan juga tulisan BiIveer Singh. Hal 66.16 Ibid. hal. 108.17 Desmond Baall, Op.ct. Hal 100-101.
22 Paul Kelly, Op.cit. Hal. 3.
23 Bilveer Singh, Op.cit. Hal.
-
25
terutama menjaga stabilitas keamanan kawasan diwujudkan melalui kerjasama
dengan negara-negara di Asia Pasifik baik secara bilateral dan mutilateral.
Downer memaparkan sasaran kebijakan strategis jangka pendek Australia di
kawasan Asia Pasifik adalah menghindari timbulnya konfrontasi strategis di Asia
Pacifik. Sedangkan sasaran jangka panjang adalah meningkatkan lingkungan regional
yang bercirikan suatu keamanan sumber daya dan adanya pembangunan suasana
saling percaya dan saling berkonsultasi diantara negara di kawasan.24
John Howard sebagai perdana menteri dari Partai Liberal yang konservatif,
cenderung menyukai pendekatan bilateral daripada multilateral dalam hubungan luar
negeri.25 Dia lebih percaya pada kekuatan pemerintah nasional yang kompeten,
bertanggungjawab, dan tidak korup dari pada kemampuan organisasi internasional.26
Dia tidak pecaya pada pejanjian Kyoto dan sebenarnya tidak terlalu berharap banyak
pada mekanisme PBB.
Pendekatan bilateral yang dilakukan Australia terlihat dalam hubungan
dagang dengan negara Singapura, Jepang, China dan AS. Saat ini Jepang merupakan
mitra dagang utama Australia, bahkan volume perdagangan diantara kedua negara
dua kali lebih besar dari volume perdagangan Australia dengan mitra dagang terbesar
keduanya yaitu AS. Sedangkan AS adalah investor utama bagi Australia. Dengan
China, Australia mengakui bahwa peran negara besar ini di Asia Timur tidak bisa
diremehkan.
Dalam isu keamanan, Howard juga menyukai pendekatan bilateral sebagai
landasan kerjasama antar negara. Hal ini dia lakukan ketika bermitra dengan AS dan
Jepang. AS merupakan sekutu utama Australia,27 sejak perang dunia pertama hingga
saat ini. Jepang merupakan mitra bidang keamanan dan ekonomi sejak 1970-an yang
diatur dalam kerangka kerjasama bilateral. Australia selalu terlibat dalam perang
yang dipimpin AS, seperti perang Korea, perang Vietnam, Afghanistan dan Irak. Hal
24Alexander Downer speech, Security through Cooperation, Canberra; 2 Mei 1996; diakses di http://www.foreignminister.gov.au/speeches/1996/regsec5.html
25 Paul Kelly, Op.cit. Hal. 19. 26 Paul Kelly, Op.cit. Hal. 19-20.27 Advancing The National Interest, Australia Foreign Policy and Trade White paper, Commonwealth of Australia; Canbera, 2003. Hal.86-89.
-
26
ini merupakan kebijakan yang diambil pemerintah Australia sebagai bentuk
dukungan bagi sekutu utamanya.
Sebagai sekutu, tentunya hubungan kedua negara menjadi prioritas utama
dalam kebijakan luar negeri Australia. Dari buku putih luar negeri tahun 2003 yang
berjudul Advancing The National Interest, terlihat bahwa kedua negara memiliki
hubungan yang sangat erat karena AS menjamin keamanan di Asia Pasifik lewat
keberadaan militernya di Asia Timur dan Pasifik. AS juga menempatkan sejumlah
peralatan canggih di Pine Gap yang dapat mengawasi perkembangan dan informasi
pertahanan di berbagai kawasan dunia.28 AS adalah sekutu utama Australia di
wilayah Asia Pasifik, dan belum ada yang bisa menggantikan AS dalam
kontribusinya pada stabilitas keamanan di wilayah ini.
Dukungan AS juga terlihat saat kerusuhan di Timor Leste, saat itu Bill
Clinton mendukung penuh Australia untuk memimpin pasukan internasional dalam
operasi stabilisasi keamanan lewat mandat PBB. Kejadian lain yang makin
mempererat hubungan Australia dan AS adalah serangan teroris ke gedung World
Trade Center (WTC) dan Pentagon tahun 2001 (peristiwa 9/11). Sehari setelah
serangan itu, John Howard mengirim surat untuk Presiden George Bush Jr. yang
isinya menyatakan Australia akan berdiri disamping AS dan berupaya mendukung
AS untuk menghadapi terorisme sesuai kemampuannya.29
Dalam Buku Putih Pertahanan Australia 2000 dijelaskan bahwa tujuan
strategis jangka panjang Australia adalah kemampuan sendiri untuk mempertahankan
diri dari serangan eksternal. Memang dalam penjelasannya, potensi serangan dari
negara lain saat ini sangat minim. Namun, Australia tetap menganggap kemandirian
Austalia dalam bidang pertahanan adalah suatu keharusan dalam menghadapi
tantangan atau ancaman dari luar.
Beberapa isu regional yang menjadi perhatian Austalia adalah soal nuklir di
Korea Utara dan potensi konflik antara Cina dan Taiwan. Korea utara menjadi
perhatian karena rejim Korea Utara masih melanjutkan program nuklir. Australia
28 Advancing the National Interest. Australian Foreign Affairs and Trade White Papers. Canberra, Commonwealth of Australia, 2003. Hal. 86-88.29 Paul Kelly, Op.cit. hal. 51.
-
27
mendukung peran AS, China, Uni Eropa, Rusia dalam kelompok six party talks.
Kemungkinan konflik di semenanjung Korea menjadi kekhawatiran Australia karena
Asia Utara adalah wilayah pemasaran barang ekspor Australia. Menurut data tahun
2001, 40 persen ekspor Australia dikirim ke Jepang, Korea, dan China.30 Ini
menunjukkan bahwa antara keamanan dan kesejahteraan tidak terpisahkan dalam
kebijakan luar negeri Australia.
Sedangkan dengan negara negara di Asia Tenggara, Australia terlibat
sejumlah pengaturan seperti kerjasama keamanan Five Power Defense Arrangement
(FPDA). FPDA terdiri dari Australia, Inggris, New Zealand, Malaysia, dan Singapura
yang merupakan pakta pertahanan didirikan tahun 1968. Australia juga memiliki
sejumlah kerjasama pertahanan secara bilateral dengan Singapura, Malaysia,
Indonesia, Thailand dan Filipina. Australia juga terlibat dalam Asean Regional
Forum (ARF) suatu kerangka kerjasama keamanan di Asia Pasifik. Keterlibatan
Australia ini merupakan bagian dari kontribusinya dalam stabilitas keamanan
kawasan.31
Australia dalam era PM Howard menghadapi tiga peristiwa penting yaitu
pertama, krisis ekonomi di Asia Tenggara/Timur 1997; kedua, peristiwa kerusuhan
Timor Timur tahun 1999 pasca referendum; dan ketiga, serangan teroris di AS (2001)
dan Bali (2002). Dari ketiga peristiwa itu, Indonesia selalu menjadi negara yang tidak
pernah lepas dari sasaran kebijakan luar negeri Australia. Indonesia menjadi salah
satu negara Asia yang menjadi sasaran utama John Howard dalam kebijakan
strategisnya di Asia Pasfik seperti yang tercantum dalam Buku Putih Luar Negeri dan
Perdagangan 2003. Ketiga peristiwa ini menunjukkan kepemimpinan Howard cukup
tanggap dalam mengatasi krisis di luar negeri yang berimplikasi pada kepentingan
Australia.33
Dalam Buku Putih Luar Negeri 1997 secara garis besar kepentingan nasional
Australia terletak di Asia Pasifik. Kepentingan nasional Australia bukan hanya
melindungi integritas teritorial Australia, tetapi memperhatikan stabilitas politik dan
30 Op.cit. hal. 72. 31 Advancing the National Interest, Op.cit. Hal. 76.33 Paul Kelly, op. cit. Hal. 46.
-
28
keamanan negara tetangga khususnya Indonesia.34 Kebijakan Australia terhadap
Indonesia bisa dilihat dari tiga aspek yaitu bidang politik, keamanan serta ekonomi.
Dalam bidang politik, Australia berkepentingan pada stabilitas politik Indonesia yang
menopang integritas dan kesatuan wilayah Indonesia sebagai tujuan nasional
Indonesia. Australia melihat proses demokratisasi di Indonesia merupakan unsur
penting dalam mencapai tujuan nasional Indonesia tersebut.35 Bagi Australia,
ancaman terorisme dan radikalisme merupakan tantangan utama bagi transisi politik
Indonesia pasca rejim otoriter Orde Baru.36 Sehingga Australia menilai respon
Indonesia terhadap ancaman dan tantangan ini penting bagi kawasan Asia Tenggara.
Dengan kata lain stabilitas Indonesia berpengaruh pada stabilitas Asia Tenggara
khususnya dan dunia pada umumnya.
Pernyataan Prof. Jamie MacKie, salah satu ahli Indonesia berasal dari
Australia, mengatakan bahwa menjadi kepentingan Australia untuk tidak terlibat
konflik langsung dengan Indonesia menjadi salah satu prioritas utama politik luar
negerinya.37 Selanjutnya Prof. Jamie MacKie secara lugas melihat kepentingan
Australia pada Indonesia salah satunya sebagai berikut, It is clearly in Australias
interests that Indonesia should succeed in becoming a prosperous, politically stable
developing nation enjoying as much freedom for Indonesias citizens as can be
achieved. A relapse into political instability, authoritarianism, military dominance or
economic stagnation could create tremendous difficulties for Australia..38 Hal ini
menunjukkan bahwa dari kalangan akademis Australia melihat betapa pentingnya
posisi Indonesia bagi Australia. Secara logis bantuan dari Australia dalam bentuk
apapun merupakan bagian dari kebijakan Australia dalam melihat tetangganya
34 Advancing the National Interest, Op.cit. Hal. 81.35 Advancing National Interest, Op.cit. Hal. 81. Lihat pula tulisan Ikrar Nusa Bhakti, Merajut Jaring-jaring Kerjasama Keamanan Australia-Indonesia. Op.cit. Hal 14. 36 Ibid. Hal 81. 37 Jamie McKie, Australia and Indonesia: Current Problems and Future Prospects, Canberra; Lowy Institute, 2007. Hal. 22.38 Jamie McKie, Australia and Indonesia: Current Problems and Future Prospects, Canberra; Lowy Institute, 2007.Hal. 23.
-
29
menjadi mitra dalam mendorong stabilitas negara bersangkutan dan sekaligus juga
stabilitas keamanan kawasan.39
Salah satu langkah Australia untuk membantu Indonesia di bidang politik dan
keamanan adalah penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) soal
kerjasama kontra terorisme secara bilateral pada awal tahun 2002. Penandatanganan
MoU ini menjadi pintu masuk bagi terbukanya kerjasama di berbagai tingkat diantara
kedua negara. MoU ini sebenarnya terfokus pada kerjasama penegakan hukum
terutama kejahatan terorisme lintas negara.40 Kerjasama yang diadakan antara lain,
bidang kepolisian, keimigrasian, dan pencucian uang oleh teroris (terrorist
financing).
Sedangkan dalam aspek ekonomi, Buku Putih Luar Negeri dan Perdagangan
2003, dengan jelas menyatakan kepentingan Australia terhadap Indonesia adalah
karena Indonesia merupakan salah satu mitra dagang dari Australia. Pada tahun 2000,
Indonesia merupakan mitra dagang terbesar ke sepuluh bagi Australia.41 Selain itu
Indonesia merupakan pengirim pelajar/mahasiswa terbesar ke Australia, serta
Indonesia menjadi salah satu negara tujuan investor Australia yakni terdapat 400
perusahaan Australia berada di Indonesia.42 Stabilitas ekonomi Indonesia dianggap
penting bagi Australia, yang ditunjukkan melalui bantuan finansial pemerintah
Australia lewat skema IMF, di saat krisis ekonomi menimpa Indonesia pada tahun
1997-1998.
Pengamat Internasional LIPI Ikrar Nusa Bhakti dalam tulisannya (2006)
menyatakan Indonesia merupakan pasar yang prospektif bagi ekonomi Australia.
Sehingga membantu Indonesia dalam bidang ekonomi dan sumber daya manusia
adalah bagian dari kebijakan luar negeri Australia agar ekonomi Indonesia
39 Lihat Desmond Ball, Op.cit. Hal. 105-106. Desmond mengatakan hubungan bilateral di bidang keamanan yang meningkatkan saling percaya antara kedua negara akan memperkuat kerjasama multilateral di tingkat kawasan. 40 Transnational Terrorism: The Threat to Australia. Canberra; Commonwealth of Australia. Hal. 88.41 Ibid. Hal. 81.42 Ibid. Hal 81. Menurut Buku Putih DFAT 2003, Australia merupakan investor asing terbesar kedelapan di Indonesia. Ini menunjukkan Australia memiliki kepentingan ekonomi yang cukup signifikan di Indonesia.
-
30
berkembang pesat dan kemudian menyerap barang/jasa dari Australia.43 Menurut
Ikrar, Australia membantu Indonesia dalam rangka untuk membantu dirinya sendiri.
Ini menunjukkan dari aspek ekonomi, Indonesia menjadi sangat penting dimata
Australia.
Sedangkan dari aspek geografis, Indonesia menjadi sorotan penting karena
letaknya yang berada di utara Australia terutama adanya perbatasan laut bersama
(common border area) menjadi tantangan bersama dari kedua negara. Australia
kuatir tanpa penjagaan yang ketat di perbatasan maritim akan mengancam kedaulatan
Australia sebagai suatu negara.44 Diketahui pula kerjasama militer kedua negara pada
permulaannya (tahun 1970an) yakni dibidang pengawasan wilayah maritim.
Tentunya ini menjadi simbolisasi tentang pentingnya keamanan maritim bagi kedua
negara.
II. 3. Kerjasama Pertahanan 1972-1999.
Pasca perang dingin kerjasama pertahanan secara bilateral dan multilateral
merupakan fenomena yang umum. Ada beberapa alasan dari peningkatan kerjasama
ini yaitu faktor keamanan regional dan perkembangan ekonomi di Asia timur.
Australia melihat kawasan regional merupakan bagian dari keamanannya sebagai
negara maju.
Pada tahun 1970an, bentuk kerjasama pertahanan kedua negara antara lain
bantuan teknis untuk pesawat patroli, pelatihan bagi personel TNI, dan patroli
bersama. Bantuan hibah dan teknis dari Australia yaitu pemberian pesawat Nomad, 1
kapal serang dan 6 kapal patrol serta menempatkan beberapa penasehat dan teknisi
dari peralatan militer tersebut.45 Selain itu ada kerjasama dalam pembuatan peta di
sejumlah wilayah Indonesia. Pada saat yang sama kerjasama mulai meningkat
menjadi kerjasama bidang pendidikan dan latihan bersama.46 Latihan bersama lebih
banyak dilakukan antara angkatan laut kedua negara yaitu latihan bernama Southern
43 Ikrar Nusa Bhakti, Merajut Jaring-Jaring Keamanan Indonesia Australia, Op.cit. Hal. 21.44 Advancing the National Interest, Op.cit. Hal. 46-47. 45 Bilveer Singh, Defense Relations between Indonesia and Australia in post cold war, Greenwood, CT; 2002. Hal. 67 46 Ibid. hal. 100.
-
31
Cross (1972-1977) dan New Horizon (1980-1985).47 Latihan bersama ini diadakan di
perairan Indonesia dan Australia secara bergantian.
Pada tahun 1986-1990, sempat terjadi penghentian kerjasama dibidang latihan
bersama dan pendidikan. Hal ini karena disebabkan tulisan David Jenkins, April
1986, di harian The Sydney Morning Herald yang menyamakan Presiden Soeharto
dengan mantan presiden Filipina Ferdinand Marcos yang dijatuhkan oleh rakyatnya
dalam protes massif. Dihentikan kerjasama militer antara kedua negara adalah salah
satu dampak dari kemarahan Jakarta atas tulisan David Jenkins tersebut. Dampak lain
dari kasus ini adalah kunjungan antar menteri dihentikan, perwakilan pers Australia
dibatasi dan juga penghentian program bebas visa bagi warga Australia ke
Indonesia.48 Namun, kapal Royal Australian Navy (RAN) masih berkunjung ke
Indonesia dalam periode ini.
Setelah kasus ini, kunjungan Panglima ABRI Try Sutrisno pada tahun 1989
ke Australia menjadi kunjungan simbolik atas membaiknya hubungan militer kedua
negara.49 Membaiknya hubungan ini diikuti dengan penyelenggaraan beberapa forum
dialog yang disebut Bilateral Defense Discussion (BDD) antara tahun 1990-1993.
Forum ini menjadi suatu sarana yang efektif meningkatkan kepercayaan dan
kerjasama diantara pejabat militer kedua negara.
Pada periode 1991-1999, berbagai kegiatan latihan bersama dan pendidikan
kembali pulih.50 Karena pada saat itu kedekatan personal turut menyumbangkan bagi
pemulihan kerjasama pertahanan kedua negara. Hal ini ditunjukkan dengan
kehangatan hubungan antara Panglima ADF Peter Gration dan Panglima ABRI Try
Sutrisno.51 Kedua negara bersepakat bahwa kerjasama pertahanan kedua negara
diatur berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut, pertama, kerjasama pertahanan
tidak harus dilembagakan secara resmi; kedua, harus berdasarkan saling
47 Bilveer Singh, Defense Relations between Australia and Indonesia in Post Cold war: Greenwood, CT, USA, 2002. Hal. 67. 48 Ibid. hal 69. 49 Desmond Ball, Indonesia-Australia: Strange Neighbours or Partners in Regional Resilience. dalam Hadi Soesastro dan Paul. Op.cit. Hal. 70.50 Lihat tabel 1. 51 Bilveer Singh, Op.cit, hal, 69. Lihat juga Desmond Ball, op.cit., hal 107.
-
32
menguntungkan dan timbal balik; ketiga, kerjasama perlu dilakukan dalam jangka
panjang, bisa saja dalam jangka per lima tahunan.52 Prinsip kerjasama ini merupakan
pendekatan yang logis karena kedua negara memahami ada kebutuhan yang sama
untuk merespon tantangan yang ada saat itu.
Dengan respon yang baik dari phak Indonesia, maka Australia kemudian
membuat tim terdiri dari Panglima angkatan bersenjata Australia (ADF) Peter
Gration dan penasehat masalah internasional bagi PM Australia, Allan Gyngel saat
itu.53 Mereka berdua menyusun materi awal (nonpaper) untuk kesepakatan
pertahanan kedua negara. Materi ini kemudian menjadi awal dari konsep kerjasama
pertahanan tersebut.
Selama tahun 1994-1995, pejabat kedua negara melakukan negosiasi tentang
perjanjian kerjasama pertahanan. Yang menjadi masalah adalah prinsip politik luar
negeri Indonesia yakni bebas dan aktif secara implisit menolak terlibat dalam aliansi
militer dengan negara manapun. Sehingga perjanjian kerjasama pertahanan
digantikan dengan istilah Agreement on Maintaining Security (AMS).54 Selain itu
dalam klausul perjanjian ini ada sejumlah istilah yang diganti yaitu external threat
atau ancaman luar menjadi adverse challenge diartikan sebagai tantangan
bermusuhan. Ini menunjukkan bahwa kerjasama tidak hanya dibidang pertahanan,
namun menyangkut pula beberapa tantangan dan ancaman eksternal yang dapat
mempengaruhi kedua negara.55
Akhirnya pada 14 Desember 1995, perjanjian ini disahkan oleh kedua
Negara. Perjanjian ini berisi tiga paragraf utama yang merupakan prinsip dasar
kerjasama keamanan kedua negara. Perjanjian AMS ini juga menjadi landasan bagi
kerjasama pertahanan yang lebih erat bagi kedua negara. Terutama dalam klausul
saling berkonsultasi terkait adanya tantangan bermusuhan, dan bagaimana
meresponnya baik secara individu ataupun oleh kedua negara secara bersama.56
52 Op.cit. hal 70. 53 Ibid hal. 102. 54 Op.cit. hal. 10255 Allan Gyngell, Op.cit. hal. 10256 Ibid. hal. 103.
-
33
Setelah perjanjian pemeliharaan keamanan ditandatangani, terjadi peningkatan
kerjasama pertahanan kedua negara.
Periode 1995 hingga 1999 merupakan puncak dari hubungan kerjasama
pertahanan bagi kedua negara. Ini dapat dilihat dari berbagai bentuk kerjasama
militer antara lain, patroli bersama, latihan bersama, berbagai kursus lanjutan dan
pendidikan setingkat sekolah staf dan komando.57 Kerjasama ini terus berjalan
hingga masa pemerintahan Habibie tahun 1998-1999. Lihat kotak dibawah ini untuk
melihat bentuk dan tema dalam kerjasama pertahanan antara kedua negara selama
periode 1990-an.
Tabel 1. Latihan Militer Australia dan Indonesia Periode 1990-199958
No. Tahun Bidang Kerjasama
1. 1991-1992 New Horizon; latihan maritime dengan TNI AL
2. 1992-1993 Kakadu; latihan maritime dengan TNI AL
Ausindo; latihan taktis transportasi udara
3. 1993-1994 Night Mongoose; latihan pasukan khusus di Indonesia
Ausina Patrolex 2-93; latihan patroli maritim
Ausindo 93; seminar transportasi udara
Ausindo 9-93; latihan maritim
4. 1994-1995 Night Komodo; latihan dengan pasukan khusus (Kopassus) di Indonesia
Ausina 3-94; latihan pertahanan udara
Rajawali Ausindo 94; latihan pertahanan udara
Ausina Patrolex 94-1; latihan maritim
Elang Ausindo 94; latihan udara
5. 1995-1996 Swift Canopy 95; latihan di Teluk Shoalwater dengan TNI AD.
Indonex; latihan darat
Kakadu 2; latihan dengan armada AL negara-negara di kawasan asia pasifik
Ausina 95-1; latihan martime
57 Lihat Allan Gyngell, op.cit. hal.104-105. Dan Paul Kelly, Op.cit. Hal. 58 Dikutip dari tulisan Bilveer Singh, Op.cit. Hal 75.
-
34
Night Komodo; latihan pasukan khusus
6. 1997-1998 Ausindo Jaya; RAAF dan TNI AD menyalurkan suplai logistik untuk warga Papua.
Albatross Ausindo 97-2
Albatross Ausindo 98-3; pengawasan maritime dengan TNI AU.
Cassowary 97-2; RAN/RAAF dengan TNI AL/AU
Cassowary 98-1; RAN/RAAF dengan TN AL/AU
Elang Ausindo; diskusi antara pilot antara RAF dan TNI AU
New Horizon 98; latihan dengan TNI AL
Rajawali Ausindo; latihan pertahanan udara
7. 1998-1999 Cassowary 98; RAN/RAAF dan TNI AL
Cassowary 99; RAN/RAAF dan TNI AL
Albatross Ausindo 98-4; RAAF dan TNI AL
Rajawali Ausindo; RAAF dan TNI AU
Elang Ausindo 98-5; RAAF dan TNI AU
New Horizon; RAAF dan TNI AL
Trisetia 98/99; RAAF dan TNI AU
Albatross Ausindo 99-5; RAAF dan TNI AU
New Horizon; RAN dan TNI AL
8. 1999 FCP Kakadu IV ; RAN dan TNI AL dengan sejumlah AL dari negara kawasan aspac.
Albatross Ausindo 99-6; RAAF dan TNI AU
Elang Ausindo 99-6; RAAF dan TNI AU.
9. 1999-2000 Krisis Timor Leste menunda beberapa latihan seperti;
Tasmanex 2000
Cassowary 2000
Trisetia
Rajawali AUsindo 99-6
Pada masa pemerintahan Presiden Habibie adalah masa yang kritis dalam
hubungan kedua negara. Persoalan Timor Timur menjadi sumber ketegangan kedua
negara. Seperti diketahui, PM Australia John Howard mendorong Habibie untuk
segera menyelesaikan isu Timor Timur,59 serta Howard dapat melobi PBB untuk
59 Paul Kelly, Howards Decade: An Australian Foreign Policy Appraisal, Lowy Institute; Sydney, 2006. Hal. 41-42.
-
35
menjalankan mandat referendum tentang masa depan Timor Timur. Setelah
pelaksanaan referendum akhir Agustus 1999, kemudian pada tanggal 3 September
1999 diumumkan hasilnya yakni 78 persen warga Timor Timur memilih
kemerdekaan. Hasil yang mengecewakan Jakarta dan pihak militer Indonesia ini
berujung pada kerusuhan Timor Timur.60
Untuk mengatasi kerusuhan, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi
untuk melakukan operasi stabilisasi keamanan di Timor Timur yang kemudian
menunjuk Australia sebagai pimpinan pasukan perdamaian INTERFET (International
Forces in East Timor). Australia mengirimkan 5.500 pasukan ADF ke Timor Timur,
September 1999.61 Kerusuhan ini membuat Australia kecewa dengan Jakarta.
Pada tanggal 10 September 1999, pemerintah PM John Howard
mengumumkan pembatalan tiga latihan militer bersama dan melakukan kaji ulang
hubungan kerjasama pertahanan kedua negara.62 Hal ini ditegaskan pula oleh
Panglima ADF Laksamana Chris Barrie yang menyatakan anggaran kerjasama
militer dengan Indonesia sejumlah A$ 7,8 juta dikaji ulang, serta menyatakan
pembatalan suatu latihan bersama dan seminar peningkatan kapasitas di Jakarta pada
tahun itu.63
Indonesia yang tidak senang dengan tindakan Australia ini, akhirnya
membatalkan perjanjian AMS pada tanggal 16 September 1999.64 Reaksi Indonesia
terhadap Australia mungkin tidak disangka, namun sangat lumrah jika Jakarta
kecewa terhadap Australia dalam isu Timor Timur. Pembatalan kerjasama
pertahanan oleh Australia dan aksi pembatalan AMS oleh Indonesia ini merupakan
titik terendah dalam hubungan kedua negara sejak tahun 1945.
60 Ibid. Hal 43. Dalam tulisan Paul Kelly menurut intelijen Australia, militer Indonesia diindikasikan mendorong terjadi kekerasan menjelang referendum dan kerusuhan di Timor Timur setelah hasil yang mengecewakan Jakarta. Lihat juga Bilveer Singh, Op.cit. Hal 82. 61 Allan Gyngell, Op.cit. Hal. 105. 62 Bilveer Sing, Op.cit. Hal 82-83. 63 Ibid. Hal 83. 64 Allan Gyngell, Op.cit. Hal. 105.
-
36
II. 3. Normalisasi Hubungan Kerjasama Pertahanan Australia - Indonesia
Setelah krisis di Timor timur tahun 1999, hubungan Indonesia - Australia
berupaya diperbaiki. Tahun 2000, Menteri Pertahanan Indonesia Juwono Sudarsono
mengatakan satu delegasi pemerintah Australia sudah menawarkan pelatihan bagi
personel TNI. Upaya dibukanya kembali kerjasama militer ini diumumkan Juwono
Sudarsono dalam suatu resepsi kedatangan Menhan Bayangan dari Partai Buruh
Australia Steve Martin yang ditemani oleh Duta Besar Australia untuk Indonesia
John McCarthy.65 Sekretaris Martin menyatakan sebenarnya kerjasama pelatihan
tidak pernah berhenti, walaupun perjanjian kerjasama militer dibatalkan kedua
negara. Sementara sebelumnya pimpinan Partai Buruh Kim Beazley, saat berkunjung
ke Jakarta pada Mei 2000, mengatakan perlu ada kerjasama pertahanan antara kedua
negara.66
Dalam perkembangan lain ada upaya perbaikan hubungan pertahanan dengan
melakukan dialog bilateral. Pertemuan informal yang dinamakan Indonesia Australia
Defense Strategic Dialogue (IADSD) I diadakan di Bali, September 2001.67 Dalam
pertemuan ini kedua pihak sepakat untuk meningkatkan hubungan kerjasama
pertahanan. Ada beberapa kesimpulan dalam pertemuan ini yaitu; sejumlah isu
regional dan dunia menjadi perhatian kedua negara sehingga bisa mengganggu
kepentingan nasional kedua negara. Beberapa isu tersebut yaitu imigran gelap,
penyelundupan senjata dan obat terlarang, dan kegiatan kriminal antar negara
merupakan ancaman keamanan saat ini, serta perlu ditangani secara khusus pula.68
65 Australia Quietly Resume Military Aid to Indonesia, by Pip Hinman, Green left Weekly, Sydney; 2 Agustus 2000. Diakses dari http://etan.org/et2000c/august/1-5/02aust.htm66 Ibid.67 Jamie MacKie, Australia Indonesia, Op.cit. Hal. 33. Dalam tulisan McKie ini ada pernyataan dari Menhan Australia Robert Hill bahwa Australia perlu memulai kembali hubungan pertahanan dengan militer Indonesia. Argumen Hill saat itu yakni TNI merupakan aparat yang bisa menjaga stabilitas di Indonesia. Lihat pula hasil wawancara dengan Richard Brabin-Smith, saat dia menjabat Wakil Direktur Bidang Kebijakan Strategis Dephan Australia, yang memiliki inisiatif untuk mendorong dibukanya kembali kerjasama pertahanan dengan Indonesia.
68 Laporan Kemhan, Sekilas Hasil-hasil Pertemuan Informal Indonesia Australia (IADSD). Tahun 2009. Hal. 1.
-
37
Kemudian, persoalan memburuknya hubungan kedua negara banyak dipengaruhi
pers kedua negara; perlu ada pengurangan perbedaan persepsi seminimal mungkin.69
Menarik dalam pertemuan itu masih ada sejumlah persoalan yang mencuat
dalam kerjasama pertahanan kedua negara, yakni soal belum terlaksananya
pertemuan antara angkatan darat kedua negara. Padahal, pertemuan navy to navy talk
dan airman to arirman talk akandimulai. Yang kedua adalah, adanya penolakan dari
pihak Australia terhadap personel yang berasal dari Kopassus untuk mengikuti
pendidikan di Australia.70 Tapi, kedua negara sepakat bahwa upaya membangun
kepercayaan (CBM) adalah penting untuk mencegah timbulnya saling curiga diantara
kedua pihak.
Seperti diketahui tragedi bom Bali I tahun 2002 mengakibatkan kerugian bagi
kedua negara. Tak lama setelah itu PM John Howard berjanji akan memberikan
bantuan pada Indonesia dalam skema kontra terorisme.71 Jumlah bantuan yang
dijanjikan sebesar 10 juta dolar Australia dalam jangka waktu empat tahun, dimana
30 persen dialokasikan untuk kegiatan kontra terorisme Polri. Tragedi bom ini
menjadi titik awal dari kegiatan bilateral bidang kontra terorisme di semua lini
birokrasi termasuk diantaranya kerjasama dengan militer Indonesia. Tragedi bom
Bali merupakan blessing in disguise bagi kerjasama kedua negara.
Dalam dokumen resmi tahunan Defense Update 2003, Departemen
Pertahanan Australia telah mempertimbangkan untuk melakukan pembicaraan
dengan pemerintah Indonesia soal kerjasama dengan militer Indonesia dalam bidang
pembebasan sandera (hostage recovery) and anti pembajakan (counterhijacking).72
Hal ini dijelaskan oleh Ms. Jeniffer Rawson, Asisten Sekretaris I, bidang Asia
Selatan dan Asia Tenggara, Departemen Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT),
didepan Komite Bersama Hubungan Luar Negeri, Pertahanan dan Perdagangan
69 ibid. Hal. 1.70 Ibid. Hal. 1. 71 Joint Standing Commiittee on Foreign Affairs, Defence and Trade: on Australia relations with Indonesia, Op.cit. Hal. 6. Lihat juga Allan Gyngell, Op.cit. Hal. 108. 72 Defence Update 2003, CoA. Hal. 19-20. Dan lihat juga Joint Standing Committee Hearing on Foreign Affairs, Defense and Trade Subcommtee on Foreign Affairs: On Australia and Indonesia relations (1 May 2003); Commonwealth of Australia; Canberra, 2003. Hal. 21. Diakses di www.aph.gov.au/hansard. pada 4 mei 2011.
-
38
Parlemen Australia, pada 1 Mei 2003.73 Dia menjelaskan pelibatan Kopassus dalam
latihan bersama dengan Australia terakhir kali tejadi pada tahun 1997 dan terbuka
peluang untuk mengadakan latihan bersama lagi. Dia menjelaskan dalam situasi
adanya ancaman teroris terhadap keselamatan warga negara Australia, maka
kerjasama kedua negara dalam latihan kontra terorisme merupakan hal yang patut
didorong.74 Artinya sejak tahun 2003 secara konkret ada upaya dari pemerintah
Australia khususnya Departemen Pertahanan (DoD) untuk memulai inisiatif
pembicaraan latihan bersama dibidang kontra terorisme dengan pihak Indonesia.
Hal ini diperkuat oleh pernyataan Shane Carmody, Wakil Sekretaris
Direktorat Kebijakan Strategis, Departemen Pertahanan Australia pada Juni 2003.
Carmody menyatakan kemungkinan dimulai lagi kerjasama dengan pasukan
Kopassus dibidang pembebasan sandera dan penanganan pembajakan. Kopassus
dianggap sebagai unit militer yang paling mampu untuk melakukan operasi kontra
terorisme di Indonesia.75 Penegasan ini tentunya didasari kepentingan dari Australia
untuk mengamankan warga negaranya dari ancaman serangan teroris yang saat itu
menjadi ancaman utama.76
Pada bulan Juni 2004, personel TNI diundang ke Australia untuk menghadiri
konferensi Regional Pasukan Khusus dalam menghadapi Terorisme.77 Undangan
Australia kepada TNI dalam konferensi ini menandakan keseriusan Australia dalam
mengatasi ancaman terorisme di kawasan Asia Pasifik, serta menunjukkan perbaikan
hubungan antara kedua institusi militer.
Beberapa penjelasan diatas menunjukkan Australia berupaya melakukan
pendekatan pada Indonesia dalam kerjasama pertahanan, khususnya dengan
Kopassus. Kemudian dalam pertemuan IADSD yang kedua di Jogjakarta, 2004,
Australia kembali mengutarakan keinginan agar Kopassus terlibat dalam latihan
73 Ibid. Hal. 21
74 Ibid. Hal.21. 75 Joint Committee on Defense, Foreign Affairs and Trade: on Australian relations with Indonesia, (Hearing 23 Juni 2003). Commonwealth of Australia; Canberra, 2003. Hal. 29. 76 Australian National Security: A Defense Update 2003, Canberra; CoA. 2003. Hal. 20. Lihat pula Buku Putih Luar Negeri dan Perdagangan 2003 dan Buku Putih Kontra Terorisme 2004. Kedua buku putih ini menyebutkan serangan teroris sebagai ancaman utama bagi Australia.77 Defense Annual Report 2003-04, Commonwealth of Australia, Canberra; 2004. Hal. 174.
-
39
bersama di Canberra. 78 Pihak Indonesia merespon baik tawaran Australia ini, namun
Indonesia masih perlu menunggu komitmen pimpinan politik kedua belah pihak
sebagai landasan kerjasama tersebut.79
Sementara itu, Indonesia tetap terlibat dalam kerangka kerjasama pertahanan
multilateral yang melibatkan berbagai negara di kawasan Asia Pasifik seperti India,
Singapura, PNG, Vietnam, dan lainnya, walaupun hanya sebagai pengamat. Latihan
militer Kakadu 2003, yang merupakan latihan regional bersama Australia dan
Selandia Baru dengan sejumlah negara di Asia Pasifik. Latihan Kakadu adalah
latihan yang melibatkan angkatan laut dan angkatan udara dalam mengatasi ancaman
di laut.80
Akhir tahun 2004, wilayah propinsi Aceh mengalami gempa bumi dan
terjangan tsunami yang mengakibatkan 100 ribu orang tewas. Saat itu Indonesia yang
memiliki kekurangan dalam alutsista membutuhkan bantuan logistik dan sarana
angkutan udara dari negara asing terutama dalam menyalurkan bantuan logistik dan
obat-obatan serta tenaga medis. Australia adalah salah satu negara pertama yang
mengirimkan bantuan kemanusiaan yang melibatkan ribuan personel ADF. Pasca
bencana ini makin banyak kunjungan dari pejabat militer Australia ke Aceh dan ke
Jakarta.81 Hal ini bisa dianggap ini salah satu momen penting dalam hubungan
pertahanan kedua negara yang mengarah pada peningkatan kerjasama.82
Pada tahun 2005, Departemen Pertahanan Australia menyampaikan
pandangan bahwa secara resmi mereka ingin memulai kembali hubungan dengan
Kopassus dalam arti perlu diadakan latihan bersama dalam bidang anti terror.83 Yang
cukup penting dilihat pula adalah kunjungan dari Komandan Operasi Khusus
Australia ke Jakarta yang melakukan dialog dengan mitranya dalam upaya
78 Laporan Kemhan, Sekilas hasil Dialog informal Indonesia Australia. Jakarta; Kemhan, 2009. Hal. 4. 79 Laporan Kemhan, ibid. Hal. 4.80 Defense Annual Report 2003-2004, Commowealth of Australia, 2003.Hal. 175. 81 Annual Defense Report 2004-2005, Canberra; Commonwealth of Australia. Hal. 216. Disini disebutkan Menhan dan Panglima ADF Australia berkunjung ke Jakarta dalam rangka melihat operasi kemanusiaan dan juga peningkatan kerjasama kedua negara. 82 Sekilas Hasil Dialog informal Pertahanan, op.cit,. Hal 13. 83 Hasil wawancara dengan narasumber bekas penasehat di kantor atase pertahanan Australia di Jakarta, peremail tgl.??.. April 2011 hal. 1.
-
40
membicarakan rencana pelatihan kontra terorisme.84 Pada tahun yang sama, untuk
pertama kalinya latihan bersama dalam pengawasan udara dan laut yaitu Albatross
Ausindo antara kedua negara kembali digelar di sekitar laut Timor, pasca pembatalan
AMS tahun 1999.85 Latihan gabungan bersama ini secara simbolis merupakan
normalisasi kerjasama pertahanan antara kedua negara.
Periode 2004-2005, terjadi kunjungan enam kapal TNI AL ke Australia dan
sebaliknya kapal perang Royal Australian Navy (RAN) mengunjungi Indonesia.
Selain itu, ada sejumlah pelatihan bagi perwira senior, kursus singkat, maupun
sekolah staf dan pimpinan yang diadakan di Australia. Salah satu pelatihan yang
diberikan Australia adalah analisa informasi dibawah kerangka MoU tentang anti
terorisme internasional. Pendidikan non-tempur diberikan di bidang pengetahuan
umum dan bahasa Inggris.86 Kerjasama antara kedua negara dalam kurun 2004-2005
dalam bentuk seminar dan kursus yaitu bidang manajemen pertahanan, operasi
perdamaian, keamanan maritim, hukum militer dan keselamatan udara.87 Sedangkan
kerjasama latihan lebih banyak pada aspek pendidikan non-tempur yaitu pelatihan
bahasa Inggris dan sekolah tingkat strata dua (master degree).
Pada bulan Februari 2006, pasukan khusus kedua negara, Kopassus dan SAS,
melakukan latihan bersama untuk pertama kalinya sejak 1997. Latihan bernama
Exercise Dawn Kookabura merupakan pelatihan operasi khusus untuk membebaskan
sandera dan anti teror.88 Setelah beberapa tahun diupayakan, akhirnya latihan
bersama dibidang kontra terorisme bisa terwujud. Menariknya ini tidak diketahui
banyak di Indonesia, sementara reputasi Kopassus pada masa lalu tidak cukup baik.
Latihan dengan Kopassus menjadi suatu hal yang sangat kontroversial di Australia.
Karena tiga tahun sebelum normalisasi kerjasama dengan Kopassus, sejumlah
intelektual dan akademisi Australia menentang upaya normalisasi hubungan dengan
84 Ibid, Hal. 219. 85 Annual Defense Report 2004-2005, Commonwealth of Australia, Canberra; 2005.Hal. 219. Lihat Hansard Official. 86 Ibid. Hal 219. 87 Ibid, Hal 219. 88 Annual Defense Report 2005-06, Canberra; Commonwealth of Australia, 2006. Hal. 143.
-
41
Kopassus.89 Keinginan pihak Departemen Pertahanan Australia dalam kerjasama
dengan Kopassus ini tentunya terkait dengan isu teorisme seperti dijelaskan diatas.
Ditingkat lebih lanjut, kerjasama diantara kedua negara telah sampai pada
tahap yang sangat baik. Bulan November 2006, menteri Luar negeri kedua negara
menandatangani perjanjian Framework of Security Cooperation (FSC) atau di
Indonesia disebut sebagai Perjanjian Lombok. Perjanjian Lombok merupakan
kesepakatan kerjasama di bidang keamanan. Inti perjanjian Lombok ini merupakan
pejanjian untuk tidak boleh saling bermusuhan dan peningkatan kerjasama yang lebih
komprehensif.
Dalam pasal 2 dalam Perjanjian Lombok dinyatakan bahwa kedua negara
agar menahan diri untuk tidak menggunakan ancaman atau penggunaan kekerasan
terhadap pihak lain. Perjanjian ini juga menekankan untuk saling menghormati
integritas teritorial, kesatuan dan kemerdekaan masing-masing negara.90 Menurut
berbagai analisa, perjanjian ini sangat penting bagi Indonesia karena memasukkan
klausul yang menolak intervensi dari negara Australia terkait dengan isu separatisme.
Dan ini dianggap menjadi kemenangan Indonesia dalam diplomasi bilateral.
Australia juga menganggap perjanjian ini bagian yang tidak terlepaskan dari
kepentingan nasionalnya.
Perjanjian ini lebih komprehensif dari aspek isi, karena memasukan berbagai
aspek kerjasama yaitu penegakan hukum, kontraterorisme, pertahanan, intelijen,
keamanan maritim, keselamatan penerbangan dan lain-lain.91 Artinya dibanding
perjanjian AMS, perjanjian ini berupaya mencakup berbagai isu dan tematik. Secara
normatif ini merupakan kemajuan besar dari hubungan kedua negara dan
menandakan ada komitmen yang cukup serius dari kedua negara untuk memperbaiki
hubungan bilateral yang sempat menurun di masa lalu. Dengan demikian kedua
89 Joint Standing Committee on Foreign Affairs, Defense and Trade, 1 Mei 2003, Op.cit. Hal 47-48. Disini Prof .Jamie McKie dan Prof. Harold Crouch memberikan kesaksian bahwa pemulihan kerjasama militer dengan Kopassus merupakan opsi yang buruk bagi reformasi TNI. Tapi disisi lain, Harold Crouch menyatakan tetap harus ada dialog dengan TNI, dan menurutnya TNI dapat diberikan kesempatan untuk ikut dalam sekolah staf dan pimpinan bagi perwiranya di Australia sebagai bagian dari dialog itu.
90 Allan Gyngell, op.cit. hal 109. 91 Ibid. Hal. 110.
-
42
negara secara implisit mengakui bahwa mereka tidak bisa bekerja secara sendirian
menghadapi berbagai tantangan dan ancaman saat ini.
Selain itu perjanjian keamanan 2006 ini membuka peluang bagi
institusionalisasi kerjasama pertahanan. Sejak tahun 2007-2008, pihak Indonesia
sudah mengajukan suatu draft Defense Cooperation Agreement pada Australia.92
Hingga saat ini belum nampak finalisasi perjanjian kerjasama pertahanan antara
kedua negara tersebut. Beberapa tahun belakangan ini kerjasama pertahanan kedua
negara berlangsung dengan baik dan makin intensif. Ini bisa dilihat dari hubungan
antara pimpinan militer kedua negara yang akrab dan saling berkunjung yang cukup
sering antara kedua belah pihak.93 Peningkatan kerjasama kedua negara dapat dilihat
pula dari anggaran yang dialokasikan pemerintah Australia dalam Defense
Cooperation Program (DCP) dengan militer Indonesia, Lihat tabel 2 dibawah.
Angka dalam tabel ini menunjukkan kenaikan anggaran dari tahun ke tahun kecuali
periode tahun 2002/03 dan 2006/07.94
Tabel 2. Jumlah Anggaran DCP untuk Indonesia95
Tahun
Keterangan
2001/02 2002/03 2003/04 2004/05 2005/06 2006/07
Anggaran Kerjasama militer (dalam Australian $ dan hitungan 000).
5,131 4,583 5,048 6,060 6,130 5,426
Dalam konteks keamanan kawasan, kerjasama pertahanan kedua negara
menurut Richard Brabin- Smith, peneliti senior Australian National University
(ANU), lebih merupakan keberlanjutan dari kerjasama yang telah dilakukan
sebelumnya, serta turut menyumbang pada keamanan kawasan. Berikut penjelasan
92 Lihat laporan yang tidak dipublikasi, Kerjasama Bidang Pertahanan, Kemhan, Jakarta; 2010. Hal. 11.93 Lihat laporan Annual Defense report Australia, dari tahun 2003 hingga 2007. Lihat juga Sekilas Hasil Dialog IADSD. 2009. 94 Tahun 2002/03, Australia mengakui lebih fokus pada bantuan militer dalam pasukan koalisi AS yang melakukan invasi ke Irak. 95 Dirangkum dari laporan Australian Annual Defense Report dari tahun 2001 hingga 2007.
-
43
dari Richard, prinsip dasar kerjasama kedua negara pada periode 2000-2007 memiliki
kesamaan kepentingan yaitu, pertama untuk mendorong saling pemahaman antara
militer kedua negara dalam hal kebiasaan dan perspektif masing-masing yang dapat
mengurangi kesalahpahaman; kedua, untuk mendukung peningkatan kapasitas bagi
ketahanan kawasan; ketiga, untuk memperkuat kapasitas dalam keamanan maritim;
keempat, membangun kapasitas dalam kerjasama kontra terorisme.96
Kerjasama bilateral Australia Indonesia merupakan bagian dari kebijakan
Australia dalam tujuannya menjaga keamanan di kawasan Asia Pasifk. Ikrar Nusa
Bhakti menyatakan upaya Australia menjaga kawasan ini agar aman dan stabil adalah
untuk membantu diri sendiri dari berbagai ancaman. Ancaman dalam lingkup
regional dan global seperti terorisme transnasional, WMD dan imigran gelap adalah
isu dalam lingkungan strategis yang kemudian menjadi sasaran kebijakan luar negeri
Australia khususnya dalam normalisasi kerjasama dengan Indonesia.
96 Wawancara tertulis dengan Richard Brabin-Smith, Mei 2011. Email pertanggal 6 Mei 2011. Lihat
lampiran.