analisa kerjasama impor daging sapi indonesia dari australia tahun 2012
DESCRIPTION
the timeTRANSCRIPT
“Analisa Kerjasama Impor Daging Sapi Indonesia dari Australia Tahun 2012”
PROPOSAL SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Hubungan
Internasional Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan Minat Utama Global
Political Economy
Oleh:
DINDA DWI BUDI LESTARI
115120401111013
PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya kebutuhan akan protein hewani di Indonesia cukup besar, hal ini
dikarenakan sekian banyak jumlah penduduk yang bertempat tinggal di Indonesia. Selain itu
protein hewani seperti daging, telur, dan susu merupakan makanan komoditas pangan yang
memiliki nilai protein yang tinggi dibanding dengan makanan yang lainnya. Oleh karena itu
adanya pertumbuhan ekonomi penduduk serta peningkatan populasi penduduk dan perbaikan
taraf hidup masyarakat Indonesia akan mendorong peningkatan kebutuhan pangan, dan
konsumsi menu makanan rumah tangga juga semakin hari semakin mengalami perubahan
untuk mengkonsumsi protein hewani . Maka dari itu adanya pertumbuhan ekonomi penduduk
Indonesia nyatanya berpengaruh terhadap permintaan daging nasional1.
Selama 12 tahun terakhir, produksi daging sapi di Indonesia cenderung mengalami
kenaikan sebesar 37 persen, yakni dari 339.941 ton menjaddi 465.823 ton2. Sedangkan rata-
rata kenaikan produksinya per tahun sebesar 3,6 persen dengan kenaikan tertinggi terjadi
pada tahun 2004, yakni sebesar 21,06 persen dengan total produksi sebesar 447.573 ton3.
Untuk tahun 2011 produksi daging sapi mencapai 490.000 ton, pada 2012 turun menjadi
420.000 ton dan pada 2013 produksinya kembali meningkat 2% yakni sebesar 430.000 ton4.
1 Tribun Network. Kebutuhan Daging Sapi 2015 Mencapai 640.000 Ton. http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/10/28/kebutuhan-daging-sapi-2015-mencapai-640000-ton diakses pada 30 Juni 2015.2Daging Sapi. Analisis ketersediaan dan kebutuhan daging sapi (part II). 2012. http://analisisdagingsapi.com/2012/11/analisis-haga-daging-sapi-part-2.html diakses pada 04-Juli 20153 ibid4 Detik Finance. Mentan Suswono: Daging Sapi Mengalami Defisit Sepanjang 2013.(2013). http://finance.detik.com/read/2013/12/30/124140/2453929/4/mentan-suswono-daging-sapi-mengalami-defisit-sepanjang-2013 diakses pada 04 Juli 2014.
Kemudian menurut Menteri Pertanian Suswono, pertumbuhan produksi daging sapi di tahun
2014 sebesar 23 persen, tahun ini produksi daging sapi sebesar 430.000 ton, dan tahun depan
produksinya ditargetkan 530.000 ton5.
Maka dari itu dengan adanya peningkatan rata-rata konsumsi tersebut memerlukan
tambahan pasokan sapi yang sangat besar. Namun sayangnya potensi pasar yang besar
tersebut ternyata belum dapat diimbangi dengan kemampuan pasokan dari dalam negeri.
Maka dari itu dengan adanya kondisi seperti ini pemerintah Indonesia menempuhnya dengan
melakukan kerjasama dengan Australia untuk mengimpor daging sapi dari negara tetangga
tersebut.Kerjasama tersebut dilakukan dalam rangka mempertahankan penyediaan daging
sapi yang dari tahun ketahun mengalami peningkatan diakibatkan kurangnya pasokan daging
nasional.Dalam upaya mempertahankan persediaan daging sapi di Indonesia, pemerintah
Indonesia melakukan hubungan kerjasama Impor daging sapi dengan Australia.
Hubungan kerjasama impor daging sapi yang dilakukan oleh Indonesia dengan Australia
ini sebenarnya sudah berlangsung sejak lama yaitu sejak tahun 1990, dan semenjak tahun
1995 Indonesia menjadi negara tujuan ekspor yang paling penting bagi Australia6.Menurut
data dari Badan Karantina Pertanian (Baratan), Kementrian Pertanian bahwa 3 tahun terakhir
ini menunjukkan bahwa terjadi kenaikan impor sapi ke Indonesia yaitu pada tahun 2012
sebanyak 283.000 ekor, 2013 naik menjadi 409.137 ekor sapi, dan 2014 merupakan puncak
tertinggi dari tahun-tahun sebelumnya yaitu sebanyak 697.550 ekor sapi7. dari data tersebut
dapat diartikan bahwa Indonesia semakin tergantung dengan sapi Impor dari Australia.
Menyikapi kenaikan tingkat produksi serta impor daging dari Australia, Indonesia
sebenarnya telah melakukan rencana strategis melalui kebijakan pembangunan peternakan 5 Harian Kompas.(2015).2014, Indonesia Kekurangan 40.000 Ton Daging Sapi. http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/12/30/1338243/2014.Indonesia.Kekurangan.40.000.Ton.Daging.Sapi diakses pada 30 Juni 2015.6 Sapi bagus. (2015). Sulitnya melepas imporsapi dari Australia. http://sapibagus.com/2015/02/28/sulitnya-melepas-impor-sapi-dari-australia/ diakses pada 01 Juli 20157 ibid
nasional menuju swasembada daging. Tujuan dari adanya kebijakan konsepsi swasembada
daging ini yaitu untuk meningkatkan atau terpenuhinya konsumsi daging sapi masyarakat
yang berasal dari sumber daya lokal sebesar 90%, dan untuk 10% disisakan untuk impor baik
sapi bakalan maupun daging8. Konsep yang dilakukan ini bukan merupakan kebijakan
penerapan “kuota” namun dengan maksud meningkatkan produksi dalam negeri. Produksi
tersebut juga di iringi dengan kebijakan lain yang bersifat teknis maupun ekonomi yang
mencakup langkah operasional peningkatan populasi dan produksi serta penjajakan kenaikan
tarif bea masuk dan langkah penerapan SPS (Sanitary Phyto Sanitary)9. Namun langkah yang
diambil oleh pemerintah Indonesia dalam upaya mewujudkan swasembada daging tersebut
sudah tiga kali gagal yaitu tahun 2000-2005, kemudian 2007-2010 dan terakhir 2010-201410.
Akibatnya sampai saat ini posisi Indonesia sebagai negara pengimpor terbesar sapi
Australia masih belum tergoyahkan. Mengapa demikian tak lain karena alasan ekonomilah
yang membuat Indonesia lebih memilih Australia sebagai negara pengimpor daging sapi yang
utama. Pusat keberadaan sapi di Australia salah satunya yaitu di kota Darwin, sangat dekat
dengan NTT. Maka dari itu sapi-sapi tersebut dapat dikapalkan ke pulau Jawa atau Lampung
hanya butuh waktu beberapa hari saja11.
Berbicara mengenai hubungan bilateral Indonesia dengan Australia, hubungan antar
kedua negara ini memiliki sejarah yang cukup panjang sejak kemerdekaan Indonesia12.
Namun dalam perkembangannya, hubungan bilateral kedua negara ini mengalami pasang
surut13. Hal ini terjadi karena terdapat berbagai perbedaan diantara kedua negara yang
8 Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. (2011). Rencana Strategis dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Nasional Menuju Swasembada Daging. http://ditjennak.pertanian.go.id/berita-256-rencana-strategis-dan-kebijakan-pembangunan-peternakan-nasional-menuju-swasembada-daging.html diakses pada 04 Juli 20159 ibid10 ibid11 ibid12 Profil Negara Australia. http://www.kemlu.go.id/pages/IFPDisplay.aspx?Name=BilateralCooperation&IDP=56&P=Bilateral&l=id diakses pada 01 Juli 201513 ibid
berkaitan dengan kondisi politik, sosial budaya, serta ekonomi. Hubungan diplomatik antara
Indonesia dengan Australia sering kali mengalami pasang surut terkait beberapa masalah,
seperti kasus penyadapan yang dilakukan oleh Australia pada tahun 201314. Dalam kasus
penyadapan yang dilakukan oleh Australia ini merupakan bentuk penyusupan asing terhadap
Indonesia yang nantinya akan mengancam keberadaan dan keamanan Indonesia15. Bahkan
sebelumnya, di tahun yang sama kedua negara ini juga sedang mengalami ketegangan akibat
pengambilan kebijakan pemerintah Australia dibawah PM Tony Abbot dalam menangani
meningkatnya pencari suaka ke Australia dengan menghalau setiap kapal pencari suaka (stop
the boats) sehingga mereka menuju perairan Indonesia16. Kebijakan pemerintah Australia
dibawah pemerintah Tony Abbot ini telah memicu ketegangan dengan Indonesia. Ketegangan
kedua negara yang dipicu oleh kasus penyadapantelepon sejumlah pejabat indonesia pada
akhirnya menyulitkan kedua negara untuk dapat duduk bersama membahas persoalan pencari
suaka17.
Menyikapi masalah tersebut Indonesia tidak tinggal diam. Pasca terungkapnya kasus
penyadapan yang dilakukan oleh Australia pada tahun 2013 ini pemerintah Indonesia segera
mengambil tindakan yang dapat melindungi keberadan serta keamanan negara yaitu
menghentikan sementara beberapa kerjasama bilateral dengan Australia. adapun beberapa
kerjasama yang diberhentikan semetara oleh Indonesia yaitu kerjasama pertukaran informasi,
pertukaran intelijen, kerjasama bidang militer. Selain itu Presiden SBY juga telah menarik
duta besarnya dan menyatakan “menurunkan” tingkat hubungan dengan Canberra serta
menangguhkan kerjasama mengenai penyelundupan manusia18.
14 VOA Berita/Indonesia. Kasus Penyadapan Telepon Hambat Penyelesaian Masalah Pencari Suaka RI-Australia. http://www.voaindonesia.com/content/kasus-penyadapan-telepon-hambat-penyelesaian-masalah-pencari-suaka-ri-australia/1855411.html diakses pada 01 Juli 2015.15 ibid16 ibid17 ibid18 ibid
Memburuknya hubungan antar kedua negara ini tidak menyurutkan niat kedua negara
untuk memutuskan hubungan perdagangan khususnya impor daging sapi ke Asutralia. Kedua
negara tersebut lebih memilik untuk tetap bekerja sama di bidang ekonomi khususnya
dibidang ekspor impor daging, sehingga hal tersebut menurut penulis perlu untuk diteliti
mengingat memburuknya hubungan antara kedua negara akan berdampak pada
memburuknya kerjasama dibidang lain seperti ekonomi, politik, sosial budaya,dll. Namun
apabila ditelusuri lebih lanjut, mungkin dapat terkuak faktor-faktor yang mempengaruhi
Indonesia tetap bergantung dengan Australia dalam impor daging sapi. Sehingga hasil dari
penelitian ini nantinya dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian berikutnya.
1.2. Rumusan Masalah
Dari pembahasan yang telah penulis uraikan melalui latar belakang diatas, maka dalam
rumusan masalah ini penulis akan berusaha untuk menjawab pertanyaan : Mengapa Indonesia
bergantung terhadap Australia dalam impor daging sapi?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan penulis diatas, maka tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah “Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi
Indonesia tetap bergantung terhadap Australia dalam impor daging sapi”.
1.4. Manfaat Penelitian
Penulis berharap dari penelitian ini dapat memberikan kontribusi, baik dari segi akademis
maupun segi praktik, antara lain :
1. Segi Akademis
a. Sebagai bahan kajian dan membangun pemikiran dalam pengembangan ilmi
Hubungan Internasional, terkhusus bidang pertahanan nasional.
b. Memberi sumbangan informasi bagi peneliti berikutnya yang berminat melakukan
penelitian yang sama, dan
c. Sebagai bekal wawasan dan pengetahuan peneliti dalam mengembangkan
kemampuan berpikir dalam belajar menganalisis permasalahan yang ada.
2. Segi Praktik
a. Sebagai penyumbang gambaran dan informasi serta memungkinkan sebagai
masukan bagi pemerintah Indonesia terkait topik yang dibahas.
BAB II
KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Studi Terdahulu
Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua studi terdahulu. Yang pertama yaitu
penulis menggunakan Jurnal yang ditulis oleh Atiqah, Drs Tri Joko Waluyo, M.Si dengan
judul “Kerjasama Perdagangan Rumput Laut Indonesia Dengan Jepang tahun 2008-2012”.
Lalu yang kedua penulis menggunakan Thesis yang ditulis oleh Nkemjika E. Kalu yang
berasal dariUniversity of Nebraska-Lincoln dengan judul Understanding Africa ’s China
Policy: A Test of Dependency Theory and a Study of African Motivations in Increasing
Engagement with China.
Pada Studi terdahulu yang pertama yang di tulis oleh Atiqah, Drs Tri Joko Waluyo,
M.Si dengan judul “Kerjasama Perdagangan Rumput Laut Indonesia Dengan Jepang tahun
2008-2012”, dalam penelitiannya mereka menekankan pembahasannya mengenai hubungan
kerjasama perdagangan yang dilakukan oleh Indonesia dan Jepang yang nantinya akan
menguntungkan kedua negara dalam hal ekspor impor dan investasi19. Hubungan kerjasama
antar negara sudah merupakan hubungan yang wajar guna meningkatkan perekonomian suatu
negara. Dalam hal ini Indonesia dan Jepang telah lama menjalin kerjasama dan hubungan
diplomatik yaitu sejak 1958, hal ini terlihat dengan adanya penandatanganan perjanjian
perdamaian antara negara Indonesia dan Jepang yang tentunya memberikan keuntungan bagi
kedua negara20. Bekerjasama dengan Australia merupakan suatu langkah yang diambil oleh
Indonesia untuk mendapatkan investor dalam pembangunan perekonomiannya yaitu dengan
melakukan kerjasama perdagangan dengan salah satu negara pengimpor laut sekaligus negara
yang perkembangan tekhnologinya sangat maju21. Jepang merupakan salah satu negara
industri di dunia yang mampu bersaing dengan negara industri lainnya seperti Eropa Barat
dan Amerika Serikat. Kebutuhan akan rumput laut tidak selalu terpenuhi meskipun Jepang
19 Atiqah, Drs Tri Joko Waluyo, M. Si : Kerjasama perdagangan rumput laut Indonesia dengan Jepang tahun 2008-2012.20 ibid21 ibid
merupakan negara kepulauan, maka dari itu Jepang masih membutuhkan impor rumput laut
dari negara lain yaitu Indonesia.
Maka dalam hal ini Jepang dimanfaatkan oleh Indonesia sebagai negara produsen
untuk melakukan kerjasama. Kerjasama yang dilakukan oleh Indonesia dan Jepang dalam
perdagangan rumput laut ini yaitu untuk meningkatkan ODA (Official Development
Assistance) Jepang di Indonesia, FDI (Foreign Direct Investment) Jepang di Indonesia.
Kerjasama yang dilakiukan Jepang dengan Indonesia ini sebagai salah satu pendapatan
nasional, serta meningkatkan akses pasar bagi produk ekspor Indonesia di pasar Jepang,
proses alih tekhnologi Jepang di Indonesia serta kerjasama ini dapat menyamankan
kedudukan Indonesia dengan negara ASEAN lainnya22.
Dari studi terdahulu pertama tersebut penulis menemukan kesamaan kasus dari
penelitian tersebut.penelitian tersebut membahas tentang hubungan kerjasama perdagangan
yang dilakukan oleh Indonesia dan Jepang yang nantinya akan menguntungkan kedua negara
dalam hal ekspor impor dan investasi. Pembahasan tersebut hampir sama dengan tujuan
pembahasan penulis, bahwa penulis bertujuan untuk membahas tentang hubungan kerjasama
suatu negara dengan negara lain yang mana di dalam kerjasama tersebut terdapat keuntungan
yang sama-sama didapat oleh masing-masing negara hingga pada akhirnya menimbulkan
ketergantungan diantara keduanya.
Berdasarkan studi terdahulu yang pertama yang telah penulis cantumkan diatas, posisi
penulis terhadap studi terdahulu tersebut adalah sebagai referensi kasus bagi penulis.
Mengapa demikian karena penelitian penulis dengan Atiqah, Drs Tri Joko Waluyo, M.Si
memiliki kesamaan fokus dan masalah yaitu membahas tentang bagaimana suatunegara
melakukan hubungan kerjasama dengan negara lain sehingga dari hubungan yang terjalin
tersebut menimbulkan keuntungan yang sama-sama dirasakan oleh kedua negara yang
22 ibid
melakukan hubungan kerjasama. Sedangkan perbedaannya yaitu penulis dalam penelitiannya
lebih fokus terhadap apa yang menyebabkan suatu negara memiliki ketergantungan dalam
bekerjasama dengan negara lain sehingga kerjasama perdagangan masih tetap terlaksana
dengan baik meskipun disisi lain hubungan kedua negara yang bersangkutan sedang
mengalami suatu masalah, dan hal tersebut tidak mempengaruhi kerjasama ekonomi yang
sedang berjalan.
Maka dari itu, dengan adanya perbedaan tersebut penulis bermaksud untuk meneliti
lebih jauh dari penelitian yang sudah dibuat oleh Atiqah, Drs Tri Joko Waluyo, M.Si. penulis
akan mencoba menelusuri lebih lanjut tentang faktor-faktor yang menyebabkan suatu negara
tetap melakukan hubungan kerjasama perdagangan dengan negara lain yaitu antara Indonesia
dengan Australia dalam bidang impor daging sapi.
Studi terdahulu yang kedua yang penulis gunakan adalah Thesis yang ditulis oleh oleh
Nkemjika E. Kalu yang berasal dari University of Nebraska-Lincoln dengan judul
Understanding Africa ’s China Policy: A Test of Dependency Theory and a Study of African
Motivations in Increasing Engagement with China. Dalam tesisnya tersebut Kalu berusaha
untuk memahami motivasi Afrika,khususnya Nigeria yang memilik untuk terlibat dengan
Cina. Tujuan dari dilakukannya penelitian ini tidak hanya untuk perluasan informasi dan
pengetahuan, namun juga untuk mempelajari ilmu pengetahuan politik serta mengetahui
bagaimana cara suatu negara dan pemerintahannya dalam berinteraksi dengan negara lain.
Negara-negara Afrika melakukan kerjasama dengan Cina baik dalam bidang politik,
sosial, dan ekonomi. Kerjasama yangdilakukan oleh Afrika dan Cina lebih terikat sejak
dibentuknya Forum for China-Africa Cooperation (FOCAC) yang didalamnya berisikan
kerjasama Afrika dengan China. Dalam melakukan hubungan kerjasama dengan Cina, pada
dekade sebelum dibentuknya FOCAC dan 10 tahun berikutnya masih belum menunjukkan
kerugian dalam hal pembangunan ekonomi yang didapat oleh Afrika dalam melakukan
peningkatan kerjasamanya dengan China. Lalu dengan dibentuknya FOCAC, Afrika sebagai
mitra kerjasama Cina melaporkan tingkat pertumbuhan GDP dan PDB yang secara signifikan
naik lebih tinggi23. Selain itu negara-negara Afrika dan Cina mengalami arus perdagangan
yang seimbang. Sudah jelas bahwa dengan terjalinnya hubungan kerjasama dengan Cina ini
memberikan manfaat yang positif bagi negara-negara Afrika.
Selain itu sebuah studi kasus Nigeria pada tahun 2011 mengungkapkan bahwa Nigeria
bersedia mengalami defisit perdagangan dengan Cina selama beberapa tahun tidak lain hanya
untuk mewujudkan tujuan kepentingannya yang lain. Investasi Cina dalam pembangunann
infrastruktur Nigeria dan Afrika dianggap signifikan dan relaevan untuk pembangunan
ekonomi dan sosial. Hal ini terbukti dengan naiknya perekonomian Afrika serta
mengurangnya tingkat kemiskinan di negara tersebut. Selain itu dengan masuknya barang-
barang Cina yang terjangkau telah meningkatkan daya beli dari Negeria dan meningkatkan
keuntungan tersendiri bagi pengecer Nigeria.
Dengan adanya isu tersebut Kalu mencoba untuk menganalisis masalah dengan
mengadopsi Teori Ketergantungan, karena Kalu menganggap bahwa Afrika telah melakukan
hubungan kerjasama dengan Cina serta tunduk terhadap tuntutan dominan dan ekploitasi
Cina tidak lain karena Afrika memiliki motif tersendiri di dalamnya. Selain itu peneliti juga
menemukan bahwa keterlibatan Nigeri dalam bekerjasama dengan Cina ini memiliki
kepentingan lain didalamnya. Dalam tesisnya ini Kalu juga menyoroti kebutuhan Nigeria
dalam upaya berkoordinasi dengan Cina untuk memaksimalkan peluang-peluang yang
tersedia dari keterlibatannya dengan Cina.
23 Nkemjika Eke Kalu, Ph.D. University of Nebraska. 2012. Linkoln. Understanding Africa’s China Policy: A Test of Dependency Theory and a Study of African Motivations in Increasing Engagement with China.
Berdasarkan studi terdahulu kedua tersebut penulis menemukan kesamaan yaitu
dalam penggunaan teori. Dalam tesisnya tersebut Kalu menggunakan teori ketergantungan.
Sedangkan perbedaannya yaitu terdapat pada kasus yang diteliti. Melalui tulisannya Kalu
berusaha untuk memahami motivasi Afrika,khususnya Nigeria yang memilik untuk terlibat
dengan Cina. Tujuan dari dilakukannya penelitian ini tidak hanya untuk perluasan informasi
dan pengetahuan, namun juga untuk mempelajari ilmu pengetahuan politik serta mengetahui
bagaimana cara suatu negara dan pemerintahannya dalam berinteraksi dengan negara lain.
Sedangkan penulis dalam penelitiannya lebih fokus terhadap apa yang menyebabkan suatu
negara memiliki ketergantungan dalam bekerjasama dengan negara lain sehingga kerjasama
perdagangan masih tetap terlaksana dengan baik meskipun disisi lain hubungan kedua negara
yang bersangkutan sedang mengalami suatu masalah, dan hal tersebut tidak mempengaruhi
kerjasama ekonomi yang sedang berjalan. Dalam pandangan tersebut, Indonesia mengalami
devisit perdagangan disetiap tahunnya, namun Indonesia masih tetap bersedia
mengimpordaging sapi dari Australia. Untuk menganalisis fenomena ini, penulis
menggunakan teori dependensi untuk mengetahui ketergantungan yang terjadi di Indonesia
yang menyebabkan Indonesia masih tetap mau mempertahankan kerjasama perdagangan
terutama bidang impor daging sapi dengan Australia.
2.2. Kajian Teoritis
2.2.1. Teori Dependensi
Sejak tahun 1970 gap antara negara maju dan negara berkembang telah menjadi fokus
utama bagi penelitian para ilmuan sosial didalam artikel yang berjudul Global Crisis and
Transformer (1983), menurut Andre Gunder Frank padatahun 1980 telah terjadi
restrukturisasi dalam sistem ekonomi dunia terhadap krisis global. Salah satu bentuk dari
restrukturisasi tersebut yaitu dengan dilakukannya relokasi industri dari negara maju ke
negara dunia ketiga. Korporasi besar memiliki ketertarikan untuk memindahkan industrinya
ke negara dunia ketiga karena di negara dunia ketiga tersebut tidak hanya menyediakan buruh
yang murah namun juga pemerintah yang memberikan kelonggaran pajak.
Restrukturisasi tersebut telah mengakibatkan negara dunia ketiga yang merupakan
negara miskin dan terbelakang akibat adanya akses yang terbatas terhadap modal, sumber
daya, tekhnologi, dan pengetahuan telah dimanfaatkan negara maju untuk memenuhi
kebutuhannya. Karena kemiskinan yang terjadi di negaranya, negara dunia pada akhirnya
selalu mengharapkan bantuan dari negara maju. Namun dari adanya pola hubungan ini, justru
mengakibatkan ketergantungan dari negara dunia ketiga terhadap supply dari negara maju.
Maka dari itu, dari sinilah terbentuk suatu teori yang dinamakan teori dependensi
(Dependency Theory)24.
Beberapa para ahli telah merumuskan teori dependensi, diantaranya yaitu Theotonio
Dos Santos, Raul Prebisch, James A. Corporaso, dan lainnya. Namun dalam tulisan ini
penulis menggunakan teori dependensi yang dikemukakan oleh Yusif A. Sayigh dalam
bukunya yang berjudul Elusive Development : From Dependence to Self-Reliance in Arab
Region. Dalam bukunya, Sayigh mengacu pada pernyataan Prebish mengenai adanya struktur
dalam ekonomi dunia dan pola hubungan antar kelompok negara. Menurut Prebish struktur
adalah salah satu unit pengaturan dalam politik internasional yang berupa kelompok kecil
negara maju yang disebut sebagai center atau core dan kelompok negara terbelakang yang 24 Andre Gunder Frank. 1983. Global Crisis and Transformation (online). http://onlinelibrary.wiley.com/dol/10.1111/j.1467-7660.1983.tb00156.x/pdf. Diakses pada 05 Juli 2015.
disebut sebagai negara periphery. Adanya struktur tersebut merupakan produk dari
perkembangan kapitalis dunia dan ditunjang oleh adanya kolonialisme yang dilakukan oleh
negara maju terhadap negara dunia ketiga25.
Dengan adanya struktur yang terbentuk dari adanya hubungan negara core dan
periphery ini telah memunculkan dominasi negara core terhadap negara periphery hingga
berakhir dengan ketergantungan terhadap negara core26. Ini semua terjadi karena adanya
kebutuhan periphery terhadap supply dari negara core, baik berupa barang ataupun jasa27.
Ketergantungan dalam kasus ini pada umumnya terjadi karena negara core menerapkan
mekanisme baru luntuk mengukuhkan dominasi ekonominya, salah satunya yaitu dengan
memanfaatkan organisasi internasional atau regional untuk menciptakan ketergantungan
keuangan dan teknologi di negara periphery28.
Adapun bentuk dari dominasi ekonomi yaitu dengan adanya dominasi yang dilakukan
oleh negara core terhadap negara periphery dalam perdagangan laur negeri, investasi asing,
bantuan luar negeri, dan hutang luar negeri. Dominasi yang dilakukan tersebut ditunjukkan
dengan adanya jumlah rata-rata impor yang lebih besar dari jumlah rata-rata ekspor.
Dominasi terhadap investasi asing yang masuk ke negara periphery ditunjukkan dengan
masuknya investasi asing baik berupa modal maupun Multinational Corporation (MNCs)
yang berasal dari negar core. Dominasi dalam bantuan luar negeri ditunjukkan dengan
bantuan luar negeri yang diberikan oleh negara core yang telah mendominasi bnatuan
terhadap negara periphery, sehingga sebagian besar bantuan yang diterima oleh negara
periphery tidak lain berasal dari supply negara core. Sedangkan dominasi terhadap hutang
25 R. Prebisch. 1962. The Economic Development of Latin and its Pricipal Problem dalam Vincent Ferraro (ed). Dependency Theory: An Introduction (online). Http://www.mtholyoke.edu/acad/intre/depend.htm. Diakses pada 05 Juli 201526 ibid27 ibid28 Yusif A. Sayigh. 1991. Elusive Development: From Dependence to Self Reliance in Arab Region. London: Routledge
luar negeri ditunjukkan dengan hutang yang diberikan oleh negara core merupakan hutang
terbesar yang diberikan dari pada negara lain yang telah diberikan kepada negara periphery29.
Untuk menjaga kelangsungandominasi ekonominya, negara core berusaha untuk
menciptakan ketergantungan poilitik di negara periphery30. Ketergantungan politik diciptakan
dengan adanya penguasaan dan peran negara core yang besar terhadap reformasi politik di
negara periphery. Negara core yang memiliki kekuasaan yang besar menciptakan ruang yang
besar bagi pemimpin partai maupun kaum intelektual di negara periphery untuk melakukan
reformasi moral dan ideologi sejalan dengan kepentingan negara core31. Adapun tujuan dari
adanya dominasi politik yang dilakukan oleh negar core adalah untuk menciptakan
kesepahaman sehingga dapat mendukungberjalannya politik negara core di negara periphery.
Penjelasan diatas merupakan faktor politik yang merupakan faktor eksternal sehingga
menciptakan ketergantungan. Menurut Sayigh, dengan adanya pandangan dari negara
periphery bahwa penting untuk melakukan hubungan dengan negara core ini juga dapat
menimbulkan ketergantungan yang terjadi dari sisi politik internal32. Suatu sistem
ketergantungan yang dicipatakan oleh negara core telah mengakibatkan negara periphery
tetap mengalami ketergantungan. Sistem ini diperkuat dengan didirikannya suatu lembaga
yang ditugaskan untuk melayani periphery secara tersirat. Lembaga tersebut juga
menanamkan nilai-nilai yang dianut secara bersama bahwa akan tercipatanya suatu
kemakmuran apabila terus melakukan hubungan dengan negara core. Maka dari itu dengan
adanya penanaman nilai-nilai tersebut nantinya akan mempengaruhi kelompok kepentingan
dan kelas sosial yang ada di negara periphery sehingga dengan tetap menjalin hubungan
dengan negara core nantinya muncul harapan merekauntuk mendapatkan keuntungan dari
29 Vincent A. Mahler. Dependency Approachess to International Political Aconomi : A Cross National Study (online). https://www.books.google.co.id/books?isbn=023104836X. Diakses pada 05 Juli 2015.30 Yusif A. Sayigh. Ibid.31 J. Hoffman. 1984. The Gramscian. Chailenge, Coercion and Consent in Marxist Political Theory, Oxford: Blackwell32Yusif A. Sayigh. Ibid.
adanya hubungan tersebut. Namun kenyataannya, lembaga tersebut justru menjadi alat bagi
core untuk mencapai kepentingannya di negara periphery33.
Selain ekonomi dan politik, ketergantungan juga terjadi dalam penguasaan tekhnologi
dan kebudayaan. Adapunm bentuk dari ketergantungan tekhnologi yaitu digambarkan dalam
situasi dimana sumber utama tekhnologi suatu negara berasal dari luar negeri. Suatu negara
bisa dikatakan memiliki ketergantungan yang tinggi dalam bidang tekhnologi apabila negara
tersebut mengimpor barang-barang tekhnologi dari negara lain. Dalam kasus negara industri
baru, ketergantungan tekhnologi adalah suatu fenomena yang mutlak terjadi. Ketergantungan
tersebut dapat dilihat paling besar dalam penggunaan perangkat keras industri, selain itu juga
terdapat ketergantungan tekhnologi dalam sistem manajemen kewarganegaraan serta input
pembiayaan negara34.
Salah satu bentuk dari ketergantungan kebudayaan dapat dilihat dari adanya
penguasaan negara core terhadap media komunikasi. Negara core yang menguasai Trans
National Corporation (TNC) terus berkembang dan mendominasi perekonomian global.
Tidak hanya itu, karya-karya lain yang menunjukkan dominasi negara core menggunakan
imperialisme budaya dapat terlihat dalam Hollywood di pasar film Eropa. Pengaruh Ekspor
televisi negara core sangatlah besar terhadap kehidupan di negara periphery, contohnya yaitu
adanya komik Disney yang telah berkontribusi dalam mempromosikan nilai-nilai kiapitalis
serta adanya industri perikanan yang telah memainkian peran untuk mempengaruhi
ideologis35.
33Yusif A. Sayigh. Ibid.34 Anonim. Technological Dependence: Nature and Consequences (online). http://archive.unu.edu/unupress/unupbooks/uu04te0o.htm. Diakses pada 07 Juli 201535 Thussu, D. K. 2006. Approaches to Theorizing International Communication dalam International Communication- Continuity and Change (2nd Ed) Great Britain: Hodder Education
Dari berbagai uraian yang telah dijelaskan diatas, variabel dan indikator teori
dependensi Yusif A. Sayigh yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa tabel
berikut:
Teori
Dependensi
Variabel Indikator
Jika negara core
mempunyai
power yang
besar, maka
negara periphery
menjadi refleksi
dari power
tersebut
Ekonomi Menggunakan organisasi
regional/internasional untuk:
Perdagangan luar negeri
Investasi asing
Bantuan luar negeri
Hutang luar negeri
Jumlah impor lebih
besar daripada ekspor
Modal dan MNCs
Bantuan negara core
mendominasi
Hutang dari negara
core sangat
diperlukan bagi
negara periphery
Politik Penguasaan dan peran
negara core yang besar
terhadap reformasi
terhadap negara periphery
Negara periphery
menganggap penting
untuk melakukan
hubungan dengan negara
core
Menciptakan ruang di
negara periphery
untuk melakukan
reformasi moral dan
ideologi sejalan
dengan kepentingan
negara core.
Negara periphery
tergabung dalam
organisasi yang
didirikan oleh negara
core
Teknologi Penguasaan tekhnologi
negara core terhadap
periphery sehingga negara
periphery selalu
Penggunaan
tekhnologi dari negara
core didalam
perangkat industri dari
mengimpor tekhonologi
dari negara core.
sistem manajemen
negara periphery
Kebudayaan Negara core
mengembangkan dan
mengendalikan sistem
komunikasi baru berbasis
elektronik secara global.
Adanya imperialis
budaya negara core
terhadap negara
periphery
2.3. Operasionalisasi Konsep
2.3.1. Definisi Konseptual
2.3.1.1. Negara Core
Negara Core merupakan negara maju, negara kaya, negara dominant,
metropolitan atau negara dunia pertama adalah negara atau wilayah yang memiliki
karakter positif dari adanya dampak globalisasi, seperti terhubungnya dalam jaringan
transnasional, pembangunan yang modern, tingkat upah yang tinggi, memiliki akses
yang mudah terhadap fasilitas pendidikan, kesehatan, makanan dan air bersih, selalu
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, tingkat kemakmuran ekonomi yang terus
naik serta memiliki kwmajuan industri yang selalu tumbuh. Negara yang termasuh
dalam kategori peringkat 20 besar dalam The United Nations Development Index
adalah merupakan negara dalam kategori negara core, seperti Amerika Serikat,
Kanada, Australia, Jepang, dan sebagainya36.
2.3.1.2. Negara Periphery
Negara periphery merupakan negara miskin, negara terbelakang, satelit,
negara dependent atau negara dunia ketiga adalah negara dengan karakteristik standar
hidup rendah, mengalami kemiskinan yang parah, memiliki akses yang sulit untuk
menjangkau fasilitas kesehatan dan air bersih, tingkat pertumbuhan penduduk yang
36 Colin Steif. 2008. Core and Periphery: The Countries of the World Can be Divided into a Core and a Periphery (online). http://geography.about.com/od/politicalgeography/a/coreperiphery.htm. Diakses pada 08 Juli 2015.
tinggi, tingkat pendidikan yangrendah, banyak pengangguran, banyak terdapat
pemukiman kumuh, masyarakat banyak yang bekerja di sektor informal, serta industri
yang berada dalam negara tersebutb sebagian besar merupakan industri bahan baku
bagi negara core. Negara yang termasuk dalam kategori periphery adalah negara rest
seperti Asia (kecuali Cina, Jepang, India, dan Korea Selatan), Afrika dan Amerika
Selatan37.
2.3.2. Definisi Operasional
dengan adanya kedua konsep dalam definisi konseptual diatas, maka penulis dapat
melakukan operasional ke dalam suatu konsep yang berkaitan dengan penelitian ini. Dalam
penelitian ini terdapat konsep ketergantungan, yaitu ketergantungan Indonesia terhadap
Australia. Ketergantungan merupakan suatu hubungan yang terjadi antar negara atau
sekelompok negara dengan negara core sebagai pengendali dari hubungan yang terjalin dan
negara periphery sebagai refleksi dari hubungan tersebut. Adanya hubungan dari kedua
kelompok negara tersebut bersifat uniqual exchange, yaitu ketika negara core memilih
berhubungan dengan negara periphery hanya dengan tujuan memanfaatkan negara periphery
sesuai dengan kepentingan negaranya disisi lain negara periphery tidak dapat melepaskan diri
dari hubungan yang telah dijalin dengan negara core karena negara core tidak hanya
menguasai ekonomi negara periphery namun juga menguasai politiknya sehingga
mengakibatkan ketergantungan pada negara periphery terhadap negara core38.
Ketergantungan impor sapi yang terjadi di Indonesia terhadap Australia dimulai sejak adanya
upaya pengembangbiakkan sapi yang dilakukan sejak awal dekade 1950-an39. Awalnya ketika
Presiden Sukarno menggarap tahapan pembangunan bernama Rencana Kesejahteraan
37 Colin Steif. ibid38Yusif A. Sayigh. Ibid.39Historia. Sejarah sapi di Indonesia. http://historia.id/sains-teknologi/sejarah-sapi-di-indonesia. Diakses pada 08 Juli 2015
Istimewa. Dan pada saat itu ahli ternak asal Denmark Prof. B. Seit tengah memperkenalkan
metode inseminasi buatan kepada dokter hewan di Indonesia. Dalam program inseminasi ini
para dokter hewan dilatih seit lantas berpencar diberbagai daerah di Jawa dan Bali untuk
mendirikan stasiun inseminasi buatan. Namun program Rencana Kerjasama Istimewa
tersebut tidak berjalan sesuai harapan dan hanya berlaku selama dua tahun saja. Sedangkan
program inseminasi ini tak intensif sehingga tidak cukup memberikan kepercayaan kepada
masyarakat. Namun demikian program inseminasi yang didirikan telah berjasa untuk
membantu mengembangbiakkan sapi, meskipun sebatas sapi penghasil susu.
Makadari itu pemerintah orde baru menganggap bahwa program inseminasi buatan
merupakan langkah strategis untuk mendongkrak perkembangbiakkan sapi peternak rakyat.
Keberhasilan pada sektor ekspor telah memicu pemerintah untuk menyediakan lebih banyak
sapi yang siap dipasok ke luar negeri. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa program inseminasi
buatan ini telah mendongkrak perkembangbiakkan sapi dalam negeri sejak 196040. Sejak saat
itu usaha mengimpor sapi unggulan kembali dilakukan oleh presiden Soeharto dengan
mendatangkan sapi-sapi unggul dari luar negeri terutama dari Australia. tujuan dari
dilakukannya impor tersebut tidak lain hendak dikawinkan dengan sapi-sapi lokal Indonesia
sehingga nantinya akan didapatkan bibit berjenis sapi unggul.
Tahun 1978 merupakan tahun terakhir Indonesia mengekspor sapi potong. Dwngan jumlah
hanya 400 ekor41. Maka sejak saat itu peternakan rakyat lebih banyak memasok kebutuhan
daging dalam negeri saja, bahkan keran impor daging dari Australia mulai terbuka. Tercatat
mulai 1990 Indonesia melakukan impor sapi bakalan sejumlah 8/061 ekor, lalu dua belas
tahun kemudian angka ini melonjak darstis hingga 429.615 ekor42. Dan pada periode 1997-
2001 pemerintah pernah mengurangi impor sapi bakalan karena terseret krisis ekonomi. Dan
40ibid41ibid42ibid
hasilnya sapi-sapi lokal terkuras oleh pemerintah sehingga dalam waktu yang tidak lama,
populasi sapi menurun drastis. Dan seperti tidak punya pilihan lain, bahwa padatahun 2002
Indonesia kembali mengimpor sapi bakalan guna memenuhi kebutuhan konsumsi daging
sapi43. Indonesia sangat bergantung dengan impor daging asal Australia.
Australia menjadi negara core yang memiliki pengaruh di Indonesia karena Australia
merupakan negara sumber impor utama. Indonesia bisa saja mencari sumber baru untuk
pengimpor daging sapi, namun tidak semua sapi dari negara pengimpor sapi seperti Selandia
Baru, India dan Brasil terbebebas dari penyakit mulut dan kuku (PMK). Dan di Indonesia
sudah diberlakukan aturan sesuai Undang-Undang Nomor 18 tahun 2009 tentang peternakan
dan kesehatan yang menggugat aturan hanya membolehkan impor sapi berdasarkan based
zone. Akibatnya tidak ada celah lain yang bisa dilakukan oleh Indonesia selain mengimpor
daging dari Australia.
2.4. Hipotesis
Indonesia mengalami ketergantungan terhadap perdagangan khususnya impor daging dengan
Australia disebabkan adanya penguasaan Australia di Indonesia berupa penguasaan ekonomi
yang meliputi perdagangan luar negeri, oinvestasi, bantuan dan hutang, kerjasama dalam
bidang pembangunan di Indonesia serta bantuan atas sarana dan prasarana pendidikan. Dan
tidak hanya itu, didirikannya lembaga Australia di Indonesia gsebagai fasilitas hubungan
Australia dengan Indonesia.
43ibid