no.1 januari 2012

10
i

Upload: doxuyen

Post on 15-Jan-2017

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: no.1 Januari 2012

i

Page 2: no.1 Januari 2012

KATA PENGANTAR Pembaca yang terhormat,

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya, Jurnal Ecolab telah memperoleh status

akreditasi LIPI kategori B, dengan sertifikat No. 294/Akred-LIPI/P2MBI/08/2010. Harapan

kami ke depan Jurnal Ecolab dapat terus meningkatkan kualitas penyajiannya.

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Pusarpedal selalu berusaha meningkatkan mutu

layanan dan produknya khususnya dalam penerbitan Jurnal Ecolab. Setelah mendapatkan status

terakreditasi pada tahun 2010, mulai penerbitan Volume 4 Nomor 2 Tahun 2010, Jurnal Ecolab

mengalami beberapa perubahan.

Pertama, perubahan warna pada logo kalpataru disesuaikan dengan warna logo baru Kantor

Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Kedua, substansi tulisan yang dimuat tidak hanya

terbatas pada hasil pemantauan tetapi juga kajian ilmiah yang mencakup aspek lingkungan hidup.

Dalam penerbitan edisi ini, Jurnal Ecolab memuat lima tulisan dengan judul sebagai berikut:

• Kandungan Black Carbon pada Partikulat Udara Halus dan Kasar Dalam Udara

Ambien di Daerah Serpong - Tangerang

• Distribusi Unsur Makro dan Mikro Dalam Abu Gunung Merapi Yogyakarta

• Evaluasi Perubahan Lingkungan Wilayah Pesisir Surabaya Timur Sidoarjo

dengan Menggunakan Citra Satelit Multitemporal

• Peran Rhizobakteri Dalam Fitoekstrasi Logam Berat Kromium pada Tanaman

Jagung

• Pengaruh Percampuran Air Terhadap Oksigen Terlarut di Sekitar Karamba

Jaring Apung, Waduk Cirata, Purwakarta, Jawa Barat

Untuk penerbitan volume mendatang kami mengharapkan partisipasi para pembaca dan praktisi

di bidang lingkungan hidup untuk turut serta menyajikan tulisan mengenai kajian-kajian yang

berkaitan dengan aspek lingkungan hidup.

Terimakasih. Salam,

Redaksi

Page 3: no.1 Januari 2012

ISSN 1978-5860

Akreditasi No. 294/Akred-LIPI/P2MBI/08/2010

Jurnal Kualitas Lingkungan Hidup

Volume 6, Nomor 1, Januari 2012

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................................... i

Daftar Isi ............................................................................................................................. iii

Kandungan Black Carbon pada Partikulat Udara Halus dan Kasar

Dalam Udara Ambien di Daerah Serpong - Tangerang ....................................................... 1

Rita Mukhtar, Esrom Hamonangan, Hari Wahyudi, Muhayatun Santoso, dan Diah Dwiana Lestiani

Distribusi Unsur Makro dan Mikro Dalam Abu Gunung Merapi Yogyakarta.................... 12

Theresia Rina Mulyaningsih, Iman Kuntoro dan Alfian

Evaluasi Perubahan Lingkungan Wilayah Pesisir Surabaya Timur Sidoarjo

dengan Menggunakan Citra Satelit Multitemporal.............................................................. 23

Grace Idolayanti Moko dan Wiweka

Peran Rhizobakteri Dalam Fitoekstrasi Logam Berat Kromium

pada Tanaman Jagung .......................................................................................................... 38

Ali Pramono, MMA Retno Rosariastuti, Ngadiman dan Irfan D. Prijambada

Pengaruh Percampuran Air Terhadap Oksigen Terlarut

di Sekitar Karamba Jaring Apung, Waduk Cirata, Purwakarta, Jawa Barat ........................ 51

Hefni Effendi, Enan M. Adiwilaga, dan Agustina Sinuhaji

Page 4: no.1 Januari 2012

2,5

2,5

2.5

2.5

2.5

KANDUNGAN BLACK CARBON PADA PARTIKULAT UDARA HALUS DAN KASAR DALAM UDARA AMBIEN DI

DAERAH SERPONG - TANGERANG

Rita Mukhtar1), Esrom Hamonangan1), Hari Wahyudi1), Muhayatun Santoso2), Diah Dwiana Lestiani2)

(Diterima tanggal 15-11-2011; Disetujui tanggal 14-03-2012)

ABSTRAK

KANDUNGAN BLACK CARBON PADA PARTIKULAT UDARA HALUS DAN KASAR DALAM UDARA

AMBIEN DI DAERAH SERPONG – TANGERANG. Black carbon (BC) merupakan bentuk impuritas dari karbon

hasil pembakaran tidak sempurna bahan bakar fosil atau pembakaran biomassa. Black carbon memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap perubahan iklim melalui sifatnya yang mampu menyerap sinar matahari karena merupakan

gas rumah kaca. Sumber utama BC yaitu sumber antropogenik, termasuk pembakaran biomas pembakaran tidak

sempurna, kendaraan bermotor khususnya diesel serta sumber industri seperti pembakaran batu bara. Konsentrasi

BC pada partikulat halus yang berukuran kurang dari 2,5 μm (PM ) lebih dari 10% partikulat udara halus sehingga

sangat penting dilakukan penentuan secara tepat. Pada penelitian ini, metode penentuan BC pada partikulat udara

halus (PM ) dan partikulat udara kasar (PM 2.5-10

) berdasarkan metode reflektansi menggunakan alat EEL Smoke

Stain Reflectometer. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan Gent Stacked Filter Unit sampler, lima

kali seminggu di empat lokasi di daerah Serpong pada tahun 2008 yaitu di Batan Indah, BSD, Setu, dan Pusarpedal

serta pada tahun 2009 di daerah Tangerang, yaitu di Curug, Jatiuwung, Islamic Village Lippo Karawaci, dan Cikupa.

Hasil penentuan konsentrasi BC di daerah Serpong pada partikulat udara halus berkisar antara 2,31-3,76 µg/m3,

sedangkan pada partikulat udara kasar berkisar antara 0,72-1,54 µg/m3. Rasio konsentrasi BC terhadap konsentrasi

massa PM untuk daerah Serpong berkisar antara 13-20%, sedangkan rasio BC terhadap konsentrasi massa pada

partikulat udara kasar sekitar 3-5%. Jika dibandingkan konsentrasi BC di partikulat udara halus dan kasar maka

BC terkonsentrasi dominan pada partikulat udara halus, hal ini disebabkan karena BC umumnya berasal dari

sumber antropogenik/aktivitas manusia yang partikel berukuran kurang dari 2,5 um. Konsentrasi BC di Serpong

dan Tangerang masih dalam level yang sama dengan BC di Bandung dan Lembang. Perbandingan rasio BC di

Serpong terhadap partikulat massa dengan beberapa negara lain di Asia yang menggunakan metoda dan formula

yang sama, hal ini dilakukan untuk mengetahui distribusi tingkat pencemaran BC di Asia masih berada dibawah

BC di negara-negara lain.

Kata kunci: black carbon, PM

, PM

, reflektansi 2,5 2.5-10

ABSTRACT

BLACK CARBON CONCENTRATIONS IN FINE AND COARSE AMBIENT PARTICULATE MATTER COL-

LECTED IN SERPONG-TANGERANG. Black carbon (BC) is an impure form of carbon resulted from incomplete

combustion of fossil fuel or biomass burning. Black carbon has significant impacts on climate change due to its

light absorption capabilities which is green house gas. The main source of black carbon is anthropogenic source

including biomass burning, incomplete combustion, motor vehicles especially diesel and industrial emissions such

as coal combustion. Black carbon concentration in fine particulate matter which aerodinamic diameter less than

2.5 µm (PM ) usually more than 10% of the fine mass, therefore an accurate measurement of black carbon is im-

portant. In this study, BC of fine(PM ) and coarse particulate matter(PM ) was measured based on reflectance 2.5 2.5-10

method using EEL Smoke Stain Reflectometer. Sampling of airborne particulate matters were carried out using

Gent Stacked Filter Unit sampler, five times a week in four locations in Serpong area in 2008 covering Batan Indah,

BSD, Setu and Pusarpedal, while in 2009 in Tangerang area covering Curug, Jatiuwung, Islamic Village Lippo

Karawaci and Cikupa. BC concentrations in fine particulate matters collected in Serpong were ranged 2,31-3,76

µg/m3, while in coarse particulate matters were 0,72-1,54 µg/m3. The ratio of BC to fine particulate matter PM

1 PUSARPEDAL – Kementerian Lingkungan Hidup 2 PTNBR – Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri

BATAN Badan Tenaga Nuklir Nasional

Page 5: no.1 Januari 2012

2.5-10 in Serpong was 13-20%, while the ratio of BC to coarse particulate matter PM was 3 -5%. BC concentra-

tions were dominant in fine particulate matters compared to coarse particulate matters, because the BC is mainly

from anthropogenic sources/human activities which the particles size is less than 2.5 µm. BC concentrations in

Serpong and Tangerang is still the same level as in Bandung and Lembang area. Comparison of the ratio of BC

to fine particulate mass in Serpong with other countries in Asia that used the same method and formula were also

presented, to find the distribution level of BC pollution in Asia, which resulted that BC in Serpong and Tangerang

were lower than other countries.

Keyword: black carbon, PM

PM

reflectanc e 2,5 2.5-10

Page 6: no.1 Januari 2012

DISTRIBUSI UNSUR MAKRO DAN MIKRO DALAM

ABU GUNUNG MERAPI YOGYAKARTA

Theresia Rina Mulyaningsih1, Iman Kuntoro dan Alfian

(Diterima tanggal: 03-01-2011; Disetujui tanggal: 18-05-2011)

ABSTRAK

DISTRIBUSI UNSUR MAKRO DAN MIKRO DALAM ABU GUNUNG MERAPI YOGYAKARTA. Telah

dilakukan analisis kandungan unsur dalam abu Gunung Merapi pasca erupsi Oktober - Nopember 2010 dengan teknik

analisis aktivasi neutron (AAN). Pengambilan sampling dilakukan oleh peneliti PTAPB-BATAN pada tanggal 9 dan

10 Nopember 2010 di 10 titik sampling. Lokasi sampling sebanyak 4 titik di Kabupaten Sleman, 1 titik di Kabupaten

Magelang, 3 titik di Kabupaten Klaten dan 2 titik di Kabupaten Boyolali. Sampel abu vulkanik dikeringkan,diayak

lolos saring 200 mesh dan ditimbang 30-50 mg dalam vial polietilen. Iradiasi dilakukan pada fluks neutron termal

1013 n.cm-2.det-1 di fasilitas iradiasi Reaktor Serba Guna GA. Siwabessy, Serpong. Pencacahan cuplikan pasca

iradiasi dilakukan dengan detektor resolusi tinggi HPGe yang digabungkan dengan penganalisis puncak multi

saluran. Analisis data dilakukan dengan perangkat lunak GENIE 2000 dan k0-IAEA. Hasil analisis menunjukkan

bahwa unsur dalam abu vulkanik terdiri atas unsur makro (dalam persen) Al 10,45-13,37; Fe 4,44-8,79; Na 2,55-

3,35; Ca 1,03-8,82; Mg 0,61-1,75; Ti 0,31-0,58; dan Mn 0,12-0,17, unsur mikro (<500 mg/kg) Ba, Zn, Sb, Eu,

U, Hg, Hf, Ce, Yb, La, Sc, Co, Cs, Dy, Tb, Lu, Rb dan V. Distribusi unsur-unsur ini hampir merata di semua titik

lokasi sampling kecuali untuk unsur As, Zn dan Cr hanya ditemukan di beberapa lokasi sampling. Adanya logam

berat Hg, As, dan Cr, perlu mendapat perhatian khusus dalam kaitan pemanfaatan abu vulkanik dalam kehidupan

masyarakat yang mempunyai dampak terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Abu vulkanik dapat digunakan

sebagai bahan bangunan, bahan keramik dan lahan pertanian. ABSTRACT

DISTRIBUTION OF MACRO AND MICRO ELEMENTS IN THE ASH OF Mt. MERAPI YOGYAKARTA. The

elements content in the ash of Mt. Merapi after eruption on October – November 2010 have been analyzed by

neutron activation analysis technique. Sampling was taken by researcher of PTAPB BATAN Yogyakarta on the 9

and 10 of November 2010 in 10 location points. Four points in Sleman Regency, 1 point in Magelang Regency, 3

points in Klaten Regency and 2 points in Boyolali Regency. The samples of the volcanic ash were dried, filtered by

200 meshes and weighed 30-50 mg in the polyethylene vial. Irradiation have been done at thermal neutron flux of

about 1013 n.cm-2.det-1 in the irradiation facility of Multi Porpuse Reactor GA. Siwabessy in Serpong. Counting

of irradiated samples have been done by a high resolution HPGe detector couple to multi channal analyzer. Data

have been analyzed by GENIE 2000 and k0-IAEA sofware. The results shows that elements content in the volcanic

ash are macro elements (in percent) of Al 10,45-13,37; Fe 4,44-8,79; Na 2,55-3,35; Ca 1,03-8,82; Mg 0,61-1,75;

Ti 0,31-0,58; and Mn 0,12-0,17 and micro elements (<500 mg/kg) of Ba, Zn, Sb, Eu, U, Hg, Hf, Ce, Yb, La, Sc, Co,

Cs, Dy, Tb, Lu, Rb and V. Distribution of these elements are nearly similar at all of the sampling location points

except for the elements of As, Zn and Cr that were found out only at the certain sampling locations. The existence

of heavy elements of Hg, As and Cr shall be paid by high attention in relation to the utilization of the ash or sands

by the publics due to its impact to the health and environment. Volcanic ash can be used as building material,

material ceramics and agricultural land.

Keywords: element, volcanic ash, Mt. Merapi, eruption, NAA.

1 Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir BATAN Kawasan Puspiptek Gedung No. 43, Serpong, Tangerang, Banten 15310

e-mail : thrinam batan.go.id

Page 7: no.1 Januari 2012

EVALUASI PERUBAHAN LINGKUNGAN WILAYAH PESISIR

SURABAYA TIMUR SIDOARJO DENGAN MENGGUNAKAN

CITRA SATELIT MULTITEMPORAL

Grace Idolayanti Moko1, Wiweka2,

(Diterima tanggal : 14 Agustus 2011; Disetujui tanggal : 14 Desember 2011)

ABSTRAK

Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering

maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat – sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air

asin; sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses – proses

alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia

di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Surabaya Timur – Sidoarjo merupakan daerah yang relatif

mengalami perubahan. Di kawasan pesisir ini juga mengalami peristiwa penting yaitu peristiwa lumpur Lapindo.

Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk memantau perubahan pada wilayah pesisir. Salah satunya

menggunakan teknologi penginderaan jauh. Hal ini dilakukan karena data penginderaan jauh memilki wilayah

cakupan yang luas, cepat, serta efisien. Data yang digunakan adalah citra satelit ALOS/AVNIR-2 tahun 2006 dan

2008 serta SPOT-4 tahun 2009. Data tersebut digunakan untuk menganalisis perubahan tutupan lahan, garis pantai,

serta tingkat kekeruhan air laut. Metode klasifikasi terbimbing digunakan untuk mengetahui tutupan lahan di wilayah

pesisir Surabaya Timur – Sidoarjo, sedangkan kekeruhan air laut menggunakan algoritma Total Suspended Solid

(TSS). Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan perubahan tutupan lahan yang signifikan pada kelas pemukiman,

rumput/tanah kosong, dan empang. Dimana sejak tahun 2006 hingga 2009, luasan pemukiman selalu bertambah yaitu

184,7 ha , sedangkan empang dan rumput/tanah kosong mengalami penurunan luasan yaitu kelas empang sebesar

48,04 ha dan rumput/tanah kosong sebesar 199,31ha. Untuk tingkat kekeruhan air laut, nilai yang mendominasi

wilayah perairan Surabaya – Sidoarjo adalah 0-200mg/l. Sejak tahun 2006 hingga 2009 terjadi perubahan garis

pantai yang diikuti dengan terjadinya perubahan daratan. Pada tahun 2006 – 2008 perubahan daratan sebesar 51,01

ha sedangkan tahun 2008 – 2009 perubahannya sebesar 18,92 ha.

Kata kunci : Pesisir, Tutupan Lahan, Garis Pantai, Kekeruhan Air Laut, SPOT-4, ALOS/AVNIR-2

ABSTRACT

Coastal region is an area of encounter between land and sea; landward coastal areas include parts of the mainland,

either dry or submerged with water, which is still influenced by the characteristic of ocean such as tides, ocean

breezes, and salinity intrusion, while on the seaward coastal areas includes part of the sea that is still influenced by

natural process that occurs on land such as sedimentation and freshwater streams, as well as those caused by human

activities on land such as deforestation and pollution. East Surabaya - Sidoarjo is a coastal area that is relatively

unchanged. Also in this coastal region experienced many important events, one of this event called Lapindo mud.

There are several methods that can be used to monitor changes in coastal territory. One of them using a multitemporal

remote sensing technology. This is done because the remote sensing data has an extensive coverage area, quickly

and efficient. The data used is ALOS/AVNIR-2 satellite imagery in 2006 and 2008 and SPOT-4 in 2009. The data

is used to analyze changes in land cover, shoreline, and the level of sea water turbidity. Supervised classification

methods is used to determine land cover in coastal areas of Surabaya - Sidoarjo, while the turbidity of seawater

using an algorithm Total Suspended Solid (TSS).

Based on the results of the study, significant changes in land cover in the class settlement has been found, the grass

/ bare soil, and ponds. Where from 2006 to 2009, the residential area of 184.7 ha is always increasing, while the

ponds and the grass / bare soil decreased the area of 48.04 ha of ponds class and grass / bare soil of 199.31 ha.

For sea water turbidity levels, the class that dominated the territorial waters of Surabaya - Sidoarjo is 0-200mg / l.

From

2006 to 2009 changes in the coastline which was followed by changes in the mainland. In the year 2006 - 2008 The

land change alteration is 51,01ha while in 2008 to 2009 the alteration is 18.92.

Keywords: Coastal Area, Land Cover, Shorelines, Sea Water Turbidity, SPOT-4, ALOS/AVNIR-2

1Teknik Geomatika-ITS, Surabaya, 60111, Indonesia 2Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN, Jl. LAPAN 70 Pekayon-Pasar Rebo, Jakarta, Indonesia Email : [email protected]

Page 8: no.1 Januari 2012

PERAN RHIZOBAKTERI DALAM FITOEKSTRAKSI LOGAM BERAT

KROMIUM PADA TANAMAN JAGUNG

Ali Pramono1, MMA Retno Rosariastuti2, Ngadiman3 dan Irfan D. Prijambada3

(Diterima tanggal: 14 Juli 2011; Disetujui tanggal: 2 November 2011)

ABSTRAK

Logam berat bersifat persisten dalam lingkungan dan diketahui mengubah biodiversitas, struktur dan fungsi

ekosistem tanah. Remediasi tanah terkontaminasi logam menjadi penting, karena tanah sebagai media penghasil

bahan pangan. Pendekatan konvensional untuk remediasi tempat yang terkontaminasi logam meliputi fisika dan

kimia, namun aplikasi proses-proses ini terbatas karena kendala teknologi dan ekonomi. Oleh karena itu diperlukan

metode remediasi yang murah, aman dan ramah lingkungan seperti bioremediasi. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui kemampuan rhizobakteri dalam membantu fitoekstraksi logam berat kromium pada tanaman jagung.

Tahapan penelitian meliputi 1) uji toleransi bakteri terhadap Cr(VI), 2) uji reduksi Cr(VI), dan 3) uji serapan

Cr(VI) pada tanaman jagung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Isolat 27 toleran terhadap toksisitas Cr(VI)

pada konsentrasi 15 ppm. Isolat 27 mereduksi Cr(VI) secara sempurna dalam waktu 18 jam. Isolat 27 membantu

fitoekstraksi logam kromium pada tanaman jagung sebesar 241 kali dibandingkan kontrol. Perlu penelitian lebih

lanjut untuk mengetahui jenis asam yang berperan dalam mekanisme fitoekstraksi pada tanaman jagung. Isolat 27

dapat digunakan sebagai inokulan dalam fitoremediasi dan pemacu pertumbuhan tanaman.

Kata Kunci: Cr(VI), fitoekstraksi, rhizobakteri, tanaman jagung

ABSTRACT

Heavy metals are highly persistent in the environment and are known to alter soil ecosystem diversity, structure and

function. Remediation of soil contaminated of heavy metals is important caused soil as medium for food production.

Conventional methods for Cr(VI) remediation include physical and chemical. However, these methods were not

widely explored due to high technology and costly. Due to this, the cost-effective, safe and friendly technology for

in situ remediation is needed. The research was aimed to know the capability of rhizobacteria for phytoextraction of

chromium on maize plant. The stages of this research include 1) tolerance test of rhizobacteria to Cr(VI), 2)

reduction test of rhizobacteria to Cr(VI), and 3) Absorption test of Cr(VI) on maize plant. The results of this

research showed that Isolate 27 tolerated to 15 ppm of Cr(VI). Isolate 27 reduced 15 ppm of Cr(VI) within 18

hours completely. Isolate 27 helped the phytoextraction of chromium on maize plant up to 241 times. The

continuous research is needed to know what type of organic acids that role in mechanism of phytoextraction on

maize plant. Isolate 27 can be used as an inoculant in both phytoremediation protocols and in plant growth

promotion.

Keywords: Cr(VI), maize plant, phytoextraction, rhizobacteria

1Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jakenan-Pati, Jl. Raya Jakenan-Jaken Km.5 Jakenan Pati, Telp/Fax. 0295 381592, email: [email protected]

2Universitas Sebelas Maret Surakarta

3Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Page 9: no.1 Januari 2012

PENGARUH PERCAMPURAN AIR TERHADAP OKSIGEN TERLARUT

DI SEKITAR KARAMBA JARING APUNG, WADUK CIRATA,

PURWAKARTA, JAWA BARAT

Hefni Effendi1, Enan M. Adiwilaga2, Agustina Sinuhaji2

(Diterima tanggal: 2 Juni 2011; Disetujui tangal: 2 November 2011)

ABSTRAK

Penelitian dilakukan di sekitar keramba apung Waduk Cirata (KJA), Purwakarta, Jawa Barat. Penelitian bertujuan

untuk mengetahui fluktuasi ketersediaan oksigen terlarut dalam perairan, melalui percampuran massa air yang

diambil dari beberapa kedalaman. Konsentrasi DO di lokasi KJA di Waduk Cirata menurun seiring bertambahnya

kedalaman dengan kisaran rata-rata adalah 0,3 - 0,5 mg/l (lapisan dasar) hingga 8,0 - 8,4 mg/l (permukaan). Dis-

tribusi vertikal oksigen terlarut menggambarkan tipe perairan clinograde. Kedalaman zona eufotik mencapai 3,81

m. Terdapat variasi ketersediaan oksigen terlarut dari pencampuran massa air meromictic dan holomictic. Pada

perlakuan 1 (meromictic hingga 12 m) nilai rata-rata DO yaitu 7,00 - 7,41 mg/l. Perlakuan 2 (meromictic hingga 24

m) nilai rata-rata DO 5,28 - 5,48 mg/l. Perlakuan 3 (holomictic hingga 42 m) memiliki nilai rata-rata DO sebesar

2,44 - 2,84 mg/l. Jika terjadi percampuran meromictic hingga kedalaman 12 m dan 24 m maka kegiatan budidaya

ikan masih dianggap layak, karena nilai DO >5 mg/l. Akan tetapi, pencampuran holomictic mengakibatkan DO

melewati ambang batas, sehingga tidak dapat menopang budidaya perikanan.

Kata Kunci: oksigen terlarut, waduk, jaring apung, Waduk Cirata, Purwakarta

ABSTRACT

Research was performed at waters nearby floating cage culture, Cirata Reservoir, Purwakarta, West Java.

Research aims is to determine the variation of dissolved oxygen availability through the mixing of water masses

taken from several depths. The range of average DO decreased with increasing depth, namely 0.3 – 0.5 mg/l

(bottom) and 8.0

– 8.4 mg/l (surface). Type of vertical oxygen distribution of Cirata waters was clinograde. Euphotic zone reached

the depth of 3.81 m. The average range of DO at treatment 1 (meromictic, depth 12 m) was 7.00 – 7.41 mg/l. The

average range of DO at treatment 2 (meromictic, depth 24 m) was 5.28 - 5.48 mg/l. The average range of DO at

treatment 3 (holomictic, depth m) was 2.44 – 2.54 mg/l. If water column mixing (meromictic depth 12 m and 24

m) occurs, fish culture will still be survive, since DO is >5 mg/l. However, whole water column mixing (holomictic

depth 42 m) will result in almost anoxic DO, consequently jeopardize fish culture at floating cage.

Keywords: dissolved oxygen, reservoir, floating cage, Cirata Resevoir, Purwakarta

1 Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH), IPB, Darmaga, Bogor. Telp. 0251-8621262, Fax. 0251-8622134

Email: [email protected]

2 Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, Darmaga, Bogor. Telp/Fax 0251-8622932

Page 10: no.1 Januari 2012

UCAPAN TERIMA KASIH

Dewan Redaksi mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. RTM. Sutamihardja

2. Dr. Ir. Ning Purnomohadi, MS

3. Ir. Isa Karmisa Ardiputera

4. Dr. Yanni Sudiyani

Sebagai Mitra Bestari atas kesediaannya melakukan review pada Jurnal Ecolab Volume 6,

Nomor 1, Januari 2012.

Januari 2012

Dewan Redaksi

Ecolab Jurnal Kualitas Lingkungan Hidup