nilaiestetika zenbuddhisme kaligrafijepang ...repository.ub.ac.id/1012/1/ahrozu junda mudafi’ul...

88
NILAI ESTETIKA ZEN BUDDHISME KALIGRAFI JEPANG (SHODO) PADA ANIME BARAKAMON KARYA SUTRADARA MASAKI TACHIBANA SKRIPSI Ditujukan Kepada Universitas Brawijaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Disusun Oleh: AHROZU JUNDA MUDAFI’UL ISLAM 125110600111022 PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN BAHASA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Upload: others

Post on 23-Jan-2021

33 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

NILAI ESTETIKA ZEN BUDDHISME KALIGRAFI JEPANG (SHODO)PADA ANIME BARAKAMON KARYA SUTRADARAMASAKI

TACHIBANA

SKRIPSI

Ditujukan Kepada Universitas Brawijayauntuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun Oleh:AHROZU JUNDA MUDAFI’UL ISLAM

125110600111022

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN BAHASA JEPANGFAKULTAS ILMU BUDAYAUNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG2017

Page 2: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

ii

PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini saya :

Nama : Ahrozu Junda Mudafi’ul IslamMIM : 125110600111022Program Studi : Pendidikan Bahasa Jepang

Menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini adalah benar-benar karya saya, bukan merupakan jiplakandari karya orang lain, dan belum pernah digunakan sebagai syaratdalam mendapatkan gelar kesarjanaan dari perguruan tinggi manapun

2. Jika dikemudian hari ditemukan bahwa skripsi ini merupakan jiplakan,saya bersedia menanggung segala konsekuensi hukum yang diberikan

Malang, 7 Juni 2017

Ahrozu Junda Mudaf’ul IslamNIM. 125110600111022

Page 3: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

iii

LEMBAR PERSETUJUAN

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi Sarjana atas nama Ahrozu Junda Mudafi’ulIslam telah disetujui oleh pembimbing untuk diujikan.

Malang, 7 Juni 2017

Ulfah Sutiyarti, M.Pd.NIK. 201508 740319 2 001

Page 4: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

iv

LEMBAR PENGESAHAN

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi Sarjana atas nama Ahrozu Junda Mudafi’ulIslam telah disetujui oleh Dewan Penguji sebgaia syarat untuk mendapatkan gelarSarjana.

Rike Febriyanti, M.A, PengujiNIP. 19810227 200502 2 005

Ulfah Sutiyarti, M.Pd., PembimbingNIK. 201508 740319 2 001

Mengetahui MenyetujuiKetua Program Studi Wakil Dekan IPendidikan Bahasa Jepang Bidang Akademik

Ulfah Sutiyarti, M.Pd.NIK. 201508 740319 2 001 NIP. 19751101 200312 1 001

Page 5: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala nikmat dankarunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “NilaiEstetika Zen Buddhisme Kaligrafi Jepang dalam Anime Barakamon KaryaSutradara Masaki Tachibana” ini sebagi syarat memperoleh gelar Sarjana diuniversitas Brawijaya.

Penyusunan skripsi ini tidak mungkin dapat diselesaikan dengan baiktanpa kontribusi dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis inginmenyampaikan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Ir. Ratya Anindita, MS., Ph.D. selaku dekan Fakultas IlmuBudaya.

2. Bapak Syariful Muttaqin, M.A. selaku wakil dekan I bagian akademik.3. Ibu Ulfah Sutiyarti M.Pd. selaku Ketua Program Studi serta dosen

pembimbing skripsi yang senantiasa membimbing penulis selama penulismenempuh pendidikan di jurasan Pendidikan Bahasa Jepang

4. Ibu Rike Febriyanti, M.A. selaku dewan penguji yang selalu memberikanmasukan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Retno Dewi Ambarastuti, M.Si. selaku dosen pembimbing akademikyang telah memberikan bimbingan selama penulis belajar di program studiPendidikan Bahasa Jepang.

6. Seluruh dosen pengajar program studi S1 Pendidikan Bahasa Jepang yangtelah memberikan ilmu yang bermanfaat sehingga dapat menjadi bekal dalampenyusuna skripsi ini.

7. Azukawa Junko sensei dan teman saya Faizzurrahman yang telah membantuproses validasi data pada penelitian kali ini.

8. Teman-teman seperjuangan, Mbak Asih, Darliyah, Feri, Azizi, Izzudin, Izzi,Imam, Alfian, Adis, Arifin dan yang lainnya yang bersama-sama berjuanguntuk lulus semester ini.

9. Seluruh teman-teman KAMMI 2012, KAMMI FIB, PH GK Jatim, GK, Gen-Q, NIKOGA, dan seluruh teman-teman penulis yang tidak dapat penulissebutkan satu-persatu karena telah mensuport dan mendoakan penulis untukmenyelesaikan skripsi ini.

10. Seluruh pihak yang juga ikut membantu mensukseskan terselesaikannyaskripsi ini baik berupa dukungan doa maupun bantuan secara langsung yangtidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Skripsi ini penulis persembahkan untuk keluarga tercinta, terutama keduaorang tua penulis Sidiq Heri Susanto dan Siti Nurhayati serta adik-adik penulisDek Bannan, Dek Hana, dan Dek Naim, yang senantiasa memberikan dukungandan doa sehingga penulis berhasil mencapi gelar Sarjana.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunanskripsi ini. Oleh karena itu segala bentuk kritik dan masukan yang membangun

Page 6: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

vi

sangat penulis harapakan untuk dapat menyempurnakan penelitan-penelitianberikutnya. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca danpenulis khususnya.

Malang, 17 Juli 2017

Penulis

Page 7: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

vii

ABSTRAK

Islam, Ahrozu Junda Mudafi’ul. 2017. Nilai Estetika Zen Buddhisme KaligrafiJepang dalam Anime Barakamon (Shodo) Karya Sutradara MasakiTachibana: Program Pendidikan Bahasa Jepang, Fakultas Ilmu Budaya,Universitas Brawijaya. Pembimbing: Ulfah Sutiyarti, M.Pd

Kata Kunci: Estetika Zen, Zen Buddhisme, Kaligrafi Jepang, Shodo, Anime Bara-kamon.

Karya sastra merupakan cerminan ekspresi dari pengarang untukmembangkitkan pesona dengan alat bahasa. Karya sastra yang digunakan dalampenelitian kali ini adalah anime yang diproduksi dari negara Jepang pada tahun2014 dengan judul Barakamon karya Sutradara Masaki Tachibana. Anime inibercerita tentang seorang kaligrafer profesional yaitu Handa yang tengah mencaritulisan Shodo sesuai dengan ciri khas diri Handa. Penelitian kali ini bertujuanuntuk mengetahui tujuh nilai estetika Zen Buddhisme yaitu Fukinsei, Kanso,Kokou, Shizen, Yuugen, Datsuzoku, Seijaku yang ditampilkan dalam KaligrafiJepang atau Shodo di dalam anime Barakamon.

Penelitian ini dilakukan dengan melihat anime Barakamon, kemudianmengidentifikasi Shodo yang terdapat di dalam anime Barakamon. Shodo yangditemukan selanjutnya diklasifikasikan ke dalam nilai Zen Buddhisme. Danmelakukan proses analisa dan validasi.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari tujuh nilai estetika ZenBuddhisme ditemukan keseluruhannya di dalam Shodo yang ditampilkan padaanime Barakamon. Karakteristik dari Shodo dalam anime Barakamon yangmencerminkan nilai estetika Zen ditunjukkna oleh bentuk, ukuran, perbedaanwarna, teknik menulis yang kemudian di dukung oleh dialog karakter dalamanime barakamon. Untuk penelitian selanjutnya dapat mengembangkan penelitianini dengan menggunakan teori resepsi sastra.

Page 8: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

viii

要旨

イスラム・アーロズジュンダムダフィウル.2017.立花・正樹の映画「ば

らかもん」における書道の禅美学点.ブラウィジャヤ大学日本語教育学科.

指導教官 :ウルファ・ステイヤルテイ

キーワード : 禅美学、禅、書道、アニメ「ばらかもん」

文学作品で蠱惑やお礼などが表現されている。本研究は「ばらかも

ん」という2014に橘正樹が作ったアニメを文学作品として調べる研究

である。このアニメは自分らしい書道を探す半田というプロ書道家のスト

ーリである。本研究は書道の禅美学「不均斉、官署、枯高、自然、幽玄、

脱俗、静寂」を調べる研究である。

本研究の方法はアニメ「ばらかもん」にある書道を探す。見つけた

書道を七つの禅美学に識別する。それから書道をよく分かる人に確認する。

結果として、「ばらかもん」というアニメの書道には七つの禅美学

全部がある。「ばらかもん」というアニメにある書道の性質は形や大きさ

や色や書き方などである。この結果は「ばらかもん」というアニメの登場

人物の会話で確認をできる。次の研究者に提案として学知覚活動で発展し

て欲しい。

Page 9: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................... iPERNYATAAN KEASLIAN................................................................................iiLEMBAR PERSETUJUAN.................................................................................iiiLEMBAR PENGESAHAN.................................................................................. ivKATA PENGANTAR............................................................................................vABSTRAK............................................................................................................ viiDAFTAR ISI..........................................................................................................ixDAFTAR GAMBAR.............................................................................................xiDAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xiiDAFTAR TRANSLITERASI............................................................................ xiii

BAB I PENDAHULUAN.....................................Error! Bookmark not defined.1.1 Latar Belakang.............................................Error! Bookmark not defined.1.2 Rumusan Masalah........................................Error! Bookmark not defined.1.3 Tujuan..........................................................Error! Bookmark not defined.1.4 Manfaat Penelitian.......................................Error! Bookmark not defined.1.5 Ruang Lingkup Penelitian............................Error! Bookmark not defined.1.6 Definisi Istilah Kunci...................................Error! Bookmark not defined.

BAB II KAJIAN PUSTAKA............................... Error! Bookmark not defined.2.1 Pengertian dan Sejarah Shodo......................Error! Bookmark not defined.2.2 Gaya Tulisan Shodo.....................................Error! Bookmark not defined.2.2.1 Gaya Tensho.........................................Error! Bookmark not defined.2.2.2 Gaya Reisho..........................................Error! Bookmark not defined.2.2.3 Gaya Kaisho......................................... Error! Bookmark not defined.2.2.4 Gaya Gyosho.........................................Error! Bookmark not defined.2.2.5 Gaya Sosho...........................................Error! Bookmark not defined.

2.3 Perlengkapan Shodo.....................................Error! Bookmark not defined.2.3.1 Fude (Kuas)..........................................Error! Bookmark not defined.2.3.2 Sumi (Tinta Cair)..................................Error! Bookmark not defined.2.3.4 Hanshi (Kertas).....................................Error! Bookmark not defined.2.3.5 Shitajiki (Alas)......................................Error! Bookmark not defined.2.3.6 Bunchin (Batu Penahan).......................Error! Bookmark not defined.2.3.7 Segel dan Stempel................................ Error! Bookmark not defined.

2.4 Zen Buddhisme Jepang.................................Error! Bookmark not defined.2.5 Sejarah Zen Budhisme..................................Error! Bookmark not defined.2.6 Masuknya Ajaran Zen Buddhisme di JepangError! Bookmark not defined.2.7 Nilai-Nilai Estetika Zen Buddhisme.............Error! Bookmark not defined.2.7.1 Fukinsei (不均斉).................................Error! Bookmark not defined.2.7.2 Kanso (簡素)........................................ Error! Bookmark not defined.2.7.3 Kokou (枯高)........................................Error! Bookmark not defined.2.7.4 Shizen (自然)........................................Error! Bookmark not defined.2.7.5 Yuugen (幽玄).......................................Error! Bookmark not defined.

Page 10: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

x

2.7.6 Datsuzoku (脱俗)..................................Error! Bookmark not defined.2.7.7 Seijaku (静寂).......................................Error! Bookmark not defined.

2.8 Teori Film.................................................... Error! Bookmark not defined.2.8.1 Mise-en-scene.......................................Error! Bookmark not defined.2.8.2 Sinematografi........................................Error! Bookmark not defined.

2.9 Penelitian Terdahulu....................................Error! Bookmark not defined.

BAB III METODE PENELITIAN..................... Error! Bookmark not defined.3.1 Jenis Penelitian.............................................Error! Bookmark not defined.3.2 Sumber Data.................................................Error! Bookmark not defined.3.3 Teknik Pengumpulan Data...........................Error! Bookmark not defined.3.4 Analisis Data................................................Error! Bookmark not defined.3.5 Sistematika Penulisan.................................. Error! Bookmark not defined.

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN........ Error! Bookmark not defined.4.1 Sinopsis Anime Barakamon.........................Error! Bookmark not defined.4.2 Temuan........................................................ Error! Bookmark not defined.4.3 Pembahasan..................................................Error! Bookmark not defined.4.3.1 Fukinsei................................................ Error! Bookmark not defined.4.3.2 Kanso....................................................Error! Bookmark not defined.4.3.3 Kokou....................................................Error! Bookmark not defined.4.3.4 Shizen....................................................Error! Bookmark not defined.4.3.5 Yuugen..................................................Error! Bookmark not defined.4.3.6 Datsuzoku............................................. Error! Bookmark not defined.4.3.7 Seijaku.................................................. Error! Bookmark not defined.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN............... Error! Bookmark not defined.5.1 Kesimpulan..................................................Error! Bookmark not defined.5.2 Saran............................................................ Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA........................................... Error! Bookmark not defined.LAMPIRAN..........................................................Error! Bookmark not defined.

Page 11: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1.1Mu “Nothingnes” karya Kita KamakuraError! Bookmark not defined.Gambar 2.2.1Macam macam gaya tulisan Shodo.......Error! Bookmark not defined.Gambar 4.3.1Warga desa membantu Handa dan Shodo Tanoshii. Error! Bookmarknot defined.Gambar 4.3.2 Kaligrafi nama-nama warga desa......... Error! Bookmark not defined.Gambar 4.3.3 Shodo Tai atau kakap merah.................Error! Bookmark not defined.Gambar 4.3.4 Shodo banner restoran Jepang...............Error! Bookmark not defined.Gambar 4.3.5 Shodo nama orang yang membantu membangun kuil.Error!Bookmark not defined.Gambar 4.3.6 Pergerakan Tangan Handa dan Shodo Tanoshi..Error! Bookmark notdefined.Gambar 4.3.7 Proses pembeuatan Shodo Yuigadokuson-maru.Error! Bookmark notdefined.Gambar 4.3.8 Handa menulis Shodo Hoshi dan hasil seseudah menulisError!Bookmark not defined.Gambar 4.3.9 Shodo hasil latihan Handa.....................Error! Bookmark not defined.Gambar 4.3.10 Handa melihat bintang dan Shodo Hoshi Error! Bookmark notdefined.Gambar 4.3.11 Shodo Kuchi, Renge dan Hane........... Error! Bookmark not defined.Gambar 4.3.12 Tulisan Shodo di atas lambung kapal. Error! Bookmark not defined.Gambar 4.3.13 Shodo Tai atau ikan kakap merah.......Error! Bookmark not defined.Gambar 4.3.14 Kyousuke sedang melihat Shodo Handa. Error! Bookmark notdefined.Gambar 4.3.15 Shodo hasil latihan Handa...................Error! Bookmark not defined.

Page 12: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Curriculum Vitae......................................Error! Bookmark not defined.Lampiran 2. Sinopsis Anime Barakamon......................Error! Bookmark not defined.Lampiran 3. Biodata Validator..................................... Error! Bookmark not defined.Lampiran 4. Validasi Data............................................Error! Bookmark not defined.Lampiran 5. Validasi Abstrak Bahasa Jepang..............Error! Bookmark not defined.Lampiran 6. Berita Acara Seminar Proposal dan Seminar Hasil.Error! Bookmarknot defined.Lampiran 7. Berita Acara Bimbingan Skripsi...............Error! Bookmark not defined.

Page 13: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

xiii

DAFTAR TRANSLITERASI

あ (ア) a い (イ) i う (ウ) u え (エ) e お (オ) o

か (カ) ka き (キ) ki く (ク) ku け (ケ) ke こ (コ) ko

さ (サ) sa し (シ) shi す (ス) su せ (セ) se そ (ソ) so

た (タ) ta ち (チ) chi つ (ツ) tsu て (テ) te と (ト) to

な (ナ) na に (二) ni ぬ (ヌ) nu ね (ネ) ne の (ノ) no

は (ハ) ha ひ (ヒ) hi ふ (フ) fu へ (へ) he ほ (ホ) ho

や (ヤ) ya ゆ (ユ) yu よ (ヨ) yo

ら (ラ) ra り (リ) ri る (ル) ru れ (レ) re ろ (ロ) ro

わ (ワ) wa を (ヲ) wo

が (ガ) ga ぎ (ギ) gi ぐ (グ) gu げ (ゲ) ge ご (ゴ) go

ざ (ザ) za じ (ジ) ji ず (ズ) zu ぜ (ゼ) ze ぞ (ゾ) zo

だ (ダ) da ぢ (ヂ) ji づ (ヅ) dzu で (デ) de ど (ド) do

ば (バ) ba び (ビ) bi ぶ (ブ) bu べ (べ) be ぼ (ボ) bo

ぱ (パ) pa ぴ (ピ) pi ぷ (プ) pu ぺ (ペ) pe ぽ (ポ) po

きゃ (キャ) kya きゅ (キュ) kyu きょ (キョ) kyo

しゃ (シャ) sha しゅ (シュ) shu しょ (ショ) sho

ちゃ (チャ) cha ちゅ (チュ) chu ちょ (チョ) cho

にゃ (ニャ) nya にゅ (ニュ) nyu にょ (ニョ) nyo

ひゃ (ヒャ) hya ひゅ (ヒュ) hyu ひょ (ヒョ) hyo

みゃ (ミャ) mya みゅ (ミュ) myu みょ (ミョ) myo

りゃ (リャ) rya りゅ (リュ) ryu りょ (リョ) ryo

Page 14: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

xiv

ぎゃ (ギャ) gya ぎゅ (ギュ) gyu ぎょ (ギョ) gyo

じゃ (ジャ) ja じゅ (ジュ) ju じょ (ジョ) jo

ぢゃ (ヂャ) ja ぢゅ (ヂュ) ju ぢょ (ヂョ) jo

びゃ (ビャ) bya びゅ (ビュ) byu びょ (ビョ) byo

ぴゃ (ピャ) pya ぴゅ (ピュ) pyu ぴょ (ピョ) pyo

ん (ン) :ditulis n, diucapkan N, apabila huruf berikutnya setelah huruf Nadalah huruf (n, s,t,dan d). Contoh:せんせい (sensei)

Diucapkan M, apabila huruf berikutnya setelah huruf N adalah (p, b,dan m). Contoh:しんぶん(shinbun)

Diucapkan Ng, apabila huruf berikutnya setelah huruf N adalah (k, g)dan konsonan N terletak di akhir kata. Contoh:りんご (ringo)

つ (ツ) :menunjukkan konsonan rangkap. Contoh: にっけい(nikkei)

Bunyi panjang ditulis dengan tanda vokal rangkap, seperti:

あ aa; Contoh:おかあさん (okaasan)

い ii; Contoh:ちいさい(chiisai)

う uu; Contoh:ゆうめい (yuumei)

え ee; Contoh:おねえさん (oneesan)

お oo/ou; Contoh:おおきい (ookii)じゅうよう (juuyou)

Partikelは (ha) dibaca (wa)

Partikelを (wo) dibaca (o)

Partikelへ (he) dibaca (e)

Contoh:ジュンださんは饂飩を食べています。

Junda san wa udon o tabeteimasu.

Page 15: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

15

Page 16: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

pemikiran, perasaan, ide, semangat keyakinan, dalam suatu bentuk gambaran

konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa (Sumardjo dan Saini

dalam Rokhmansyah, 2014:2). Di dalam sastra terdapat tiga genre utama, yaitu

puisi, prosa, dan drama. Dalam perkembangannya, puisi, prosa dan drama

memiliki berbagai macam cara untuk menampilkan dan menyampaikan isi dari

ketiga genre sastra tersebut. Misalnya drama yang sudah seringkali ditampilkan

langsung ataupun di media elektronik seperti televisi.

Berbicara tentang drama, pada mulanya drama lebih sering ditampilkan

melalui pementasan secara langsung. Namun seiring dengan perkembangan

zaman, ada berbagai macam cara untuk menampilkan sebuah drama, salah

satunya melalui media elektronik baik radio maupun televisi. Drama sendiri

memiliki beberapa unsur pembentuk, antara lain tokoh, amanat, bahasa, dialog,

alur, latar, tema, dan petunjuk teknis. Menurut Rokhmansyah (2014:40) drama

berati perbuatan, tindakan atau aksi.

Dewasa ini, drama ada juga yang ditampilkan dalam bentuk animasi.

Animasi adalah serangkaian gambar yang bergerak dengan cepat secara

berkelanjutan yang memiliki hubungan antara satu dan yang lainnya (Yudhistira

Page 17: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

2

dan Adjie, 2007: 143). Banyak negara yang sudah menghadirkan pertunjukan

drama dalam bentuk animasi, salah satunya adalah negara Jepang. Di Jepang,

animasi lebih dikenal dengan sebutan anime.

Anime di Jepang pertama kali hadir pada tahun 1960 dengan tayangan

perdana berjudul Mitsu no Hanashi yang merupakan sebuah cerita antologi dan

terdiri dari 3 cerita dongeng. Meskipun pada dasarnya anime bukanlah produk asli

Jepang, namun sekarang anime sudah dianggap sebagai salah satu kebudayaan

modern khas Jepang. Dikatakan khas Jepang, karena walaupun telah tercampur

dengan perkembagan teknologi yang membuat anime kini kian berisikan konten

modern, anime tetap membudidayakan kebudayaan Jepang yang digunakan juga

untuk mempromosika kultur Jepang di dalam anime (Bitteraty, 2016:64). Karena

anime telah menjadi salah satu industri yang memegang peranan penting dalam

perekonomian Jepang. Pemerintah Jepang melalui kementrian kebudayaan rela

menggelontorkan dana sebesar 500.000 USD sebagai dana pendidikan dan

pengembangan anime, agar anak-anak Jepang mampu dan terus kreatif dalam

memberikan sumbangsih terhadap perkembangan anime di dunia (Rido dkk,

2015:83)

Kebudayaan Jepang sangatlah beragam, baik kebudayaan modern maupun

tradisional. Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary

Japanese Culture, sejarah kebudayaan Jepang selalu ditandai dengan Iitoko-Dori,

yaitu kemampuan mengadopsi kebudayaan asing yang selanjutnya berasimilasi

menjadi budaya setempat yang unik (Maulana, 2007:14). Impor kebudayaan

mulai terjadi di Jepang dari benua Asia Timur sejak tahun 300 SM, dimulai dari

Page 18: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

3

penggunaan besi dan cara bercocok tanam. Kebudayaan menurut Ienaga Saburo

(dalam Simutorang dan Hamazon, 2009:3) terdiri dari ilmu pengetahuan, sistem

kepercayaan dan seni.

Hubungan antara agama dan kebudayaan sepanjang sejarah tidak pernah

statis, sebaliknya selalu dinamis (Schumann, 2003:434). Begitu juga kebudayaan

Jepang, sebagian besar kebudayaan dipengaruhi oleh agama dan kepercayaan

bangsa Jepang. Ada beberapa agama salah satunya adalah agama Buddha. Agama

Buddha merupakan agama yang berasal dari India. Ajaran ini dibawa oleh seorang

bernama Sidrata Gautama. Agama Buddha kemudian berkembang dengan cepat di

dataran Asia, mulai dari China, Korea, hingga Jepang. Pada perkembangannya,

agama Buddha terbagi menjadi tiga aliran utama, yaitu Hinayana, Mahayana dan

Vajrana. Agama Buddha masuk ke Jepang pada pertengahan abad ke-6 M dari

Cina karena adanya gelombang kedua impor kebudayaan. Agama Buddha

akhirnya menjadi agama mayoritas penduduk Jepang dan berpengaruh kuat pada

seni dan arsitektur Jepang (Maulana, 2007:14).

Seni merupakan salah satu hasil kebudayaan yang diciptakan manusia

untuk dapat memenuhi kebutuhan manusia akan keindahan (Nurintan, 2010:1).

Seni Murni atau Pure Art adalah seni yang terutama menghasilkan karya-karya

dengan kepentingan estetis seperti seni lukis, seni pahat, seni kriya, seni musik

dan sebagainya (Dharmawan, 1987:1). Menurut Kartika dan Perwira (2004:3) ada

tiga macam pengertian keindahan, yaitu:

Page 19: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

4

1. Keindahan dalam arti luas segala sesuatu yang di dalamnya terdapat nilai

kebaikan.

2. Keindahan dalam arti estetika murni menyangkut pengalaman estetis dari

seseorang dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang dicerapnya.

3. Keindahan dalam arti terbatas lebih disempitkan sehingga hanya

menyangkut benda-benda yang dicerap dengan pengelihatan, yakni berupa

keindahan bentuk dan warna secara kasat mata.

Masyarakat umum masing-masing memiliki pandangan tentang estetika

yang berbeda-beda tergantung faktor yang mempengaruhinya, antara lain: agama,

sosial, ekonomi, budaya.

Berbicara mengenai kesenian Jepang, Kaligrafi Jepang atau Shodo adalah

salah satu kesenian yang senantiasa dilestarikan oleh masyarakat Jepang, sehingga

masih bisa dijumpai pada zaman modern. Shodo memiliki banyak peminat tidak

hanya di negara Jepang sendiri, namun hampir di seluruh dunia termasuk

Indonesia. Dewasa ini, di Jepang Shodo telah diperkenalkan sejak usia sekolah

dasar hingga tingkat perguruan tinggi. Shodo begitu diminati oleh sebagian orang

karena selain menyuguhkan keindahan sebuah tulisan, juga menyimpan sebuah

pesan atau makna. Salah satu contohnya adalah Shodo “Mu” karya Kita Kamakura.

“Mu” melambangkan ideologi Zen Buddhisme paling fundamental. Bagi

kebanyakan master Zen dan seniman Zengo, “Mu” merupakan jantung dari Zen

dan perwujudan dari ajaran Zen Buddhisme (Sato, 2013:38). Pembuatan sebuah

karya Shodo yang begitu unik juga menjadi tontonan hiburan bagi masyarakat

Jepang dan penikmat Shodo yang ada di berbagai penjuru dunia. Berbeda dengan

Page 20: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

5

kesenian yang lain, seperti menari, memahat, bela diri, yang notabennya memiliki

tingkat kesulitan untuk diikuti, Kaligrafi justru dapat dengan mudah diterapkan

oleh masyarakat pada umumnya. Hal ini dikarenakan kegiatan menulis sudah

mengakar dan menjadi kebiasan setiap orang.

Shodo adalah salah satu kesenian Jepang yang juga memiliki nilai estetika

tinggi. Shodo lahir dari asimilasi kebudayaan dan mendapat pengaruh dari unsur

keagamaan. Dalam proses pembuatan Shodo, seorang Shodoka harus

memperhatikan detail penulisannya. Tidak hanya sekedar menulis di atas kertas

dengan tinta, melainkan ada tata cara bagaimanan sebuah tulisan Shodo dihasilkan,

mulai dari persiapan, proses ketika menulis Shodo, dan juga hasil akhir dari Shodo

itu sendiri. Untuk menciptakan Sho sebagai bagian seni tidak hanya membutuhkan

persiapan fisik, melainkan juga persiapan jiwa. Seseorang pencipta sho, dengan

konsentrasi dan pemusatan energi, dapat mengambil kuas dan dalam jangka waktu

yang cepat mengeksekusi sebuah huruf (Sato, 2013:10). Artinya perlu ada

pengendalian antar fisik dan jiwa dalam menulis sebuah karya Shodo. Hal ini

selaras dengan prinsip Zen Buddhisme.

Zen Buddhisme merupakan faktor agama yang juga memiliki peranan

penting dalam pembentukan sebuah nilai estetika. Zen Buddhisme sendiri adalah

salah satu sekte dari Buddha Mahayana. Sekte ini menitikberatkan ajarannya pada

cara hidup yang benar atau disiplin dan melatih diri (Djatiprambudi, 2012:2).

Tujuannya satu, yaitu untuk mencapai pencerahan. Metode yang digunakan

adalah Zazen atau meditasi.

Page 21: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

6

Gambar 1.1.1 Mu “Nothingnes” karya Kita Kamakura

Kebudayaan Jepang sudah banyak yang telah dipromosikan melalui anime.

Salah satu anime yang mengenalkan kebudayaan Jepang dengan latar kesenian

Shodo adalah anime Barakamon. Barakamon sendiri bercerita tentang seorang

kaligrafer profesional bernama Seishu Handa yang mengalami krisis kepercayaan

terhadap hasil tulisan Shodo yang dimiliki. Hal itu lantaran adanya kritik dari

direktur pemilik sekaligus penyelenggara pameran Eika, yang juga dari sana

terjadilah sebuah insiden pemukulan yang dilakukan Handa kepada direktur

pengelola pameran Eika. Untuk menenangkan diri akibat kalah dari perlombaan

dan juga insiden pemukulan ketua pelaksana pameran Shodo, Handa pergi ke

pulau Goto atas saran ayah Handa. Masyarakat di pulau Goto banyak membantu

Handa dalam menemukan gaya menulis Shodo yang Handa inginkan. Handa

tinggal di sebuah rumah milik kepala desa yang dulu menjadi tempat tinggal ayah

Handa. Di pulau Goto, Handa bertemu dengan anak kecil bernama Naru serta

anak pulau Goto lainnya yang senantiasa menemani di manapun Handa berada

dan selalu membantu Handa ketika Handa mengalami kesulitan. Selain

menemukan gaya tulisan yang diinginkan, interaksi sosial yang Handa alami

Page 22: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

7

ketika berada di pulau Goto dapat merubah sikap yang Handa miliki menjadi lebih

baik.

Penulis mengamati bahwa Shodo merupakan kebudayaan Jepang yang

masih dilestarikan, dan juga memiliki peminat yang semakin bertambah, termasuk

di Indonesia. Anime Barakamon sendiri juga mampu menyajikan poin agama dan

juga kesenian Shodo. Penulis ingin menjadikan penelitian ini sebagai sebuah

bentuk perkenalan terkait kesenian Shodo dengan faktor agama sebagai

pendukungnya dan juga memberi informasi bagi setiap orang yang ingin belajar

Shodo. Maka dari itu penulis tertarik untuk mengambil skripsi dengan judul “Nilai

Estetika Zen Buddhisme Kaligrafi Jepang (Shodo) dalam Anime Barakamon

Karya Masaki Tachibana”.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Nilai estetika Zen Buddhisme apa saja yang terkandung di dalam kaligrafi

Jepang (Shodo) pada anime Barakamon Karya sutradara Masaki

Tachibana?

1.2.2 Bagaimana representasi nilai estetika Zen Buddhisme kaligrafi Jepang

(Shodo) pada anime Barakamon Karya sutradara Masaki Tachibana?

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui jenis-jenis estetika Zen Buddhisme kaligrafi Jepang

(Shodo) pada anime Barakamon karya sutradara Masaki Tachibana.

1.3.2 Untuk mengetahui representasi nilai estetika Zen Buddhisme pada

kaligrafi Jepang (Shodo) pada anime Barakamon karya sutradara Masaki

Tachibana.

Page 23: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

8

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadikan tambahan ilmu bagi penulis

terkait Shodo. Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangsih ilmu baru

dalam bidang kesusastraan. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat

menjadi sumber referensi untuk penelitian skripsi yang akan datang mengenai

Shodo. Dalam bidang kebudayaan penelitian ini diharapkan dapat menjadi

penghubung pertukaran budaya antara masyarakat Indonesia dengan masyarakat

Jepang terkait hal-hal yang terdapat dalam Shodo

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Sesuai dengan judul skripsi yaitu “Nilai Estetika Zen Buddhisme Kaligrafi

Jepang (Shodo) dalam Anime Barakamon Karya Sutradara Masaki Tachibana”

maka penelitian kali ini membahas mengenai nilai Zen Buddhisme apa saja yang

terkandung pada Shodo yang terdapat dalam anime Barakamon. Penelitian ini

hanya berfokus pada setiap adegan dalam anime Barakamon yang berkaitan

dengan proses pembuatan Shodo dan juga karya Shodo yang dihasilkan. Adapun

teori yang digunakan, penulis memilih teori dari Hisamatsu Shin’ichi sebagai

dasar nilai estetika Zen Buddhisme, yang terdiri dari Fukinsei, Kanso, Kokou,

Shizen, Yuugen, Datsuzoku ,dan Seijaku. Selain itu penelitian ini hanya berfokus

untuk memberikan gambaran setiap karakteristik Zen Buddhisme saja, dan tidak

menganalisis nilai keseluruhan setiap Shodo, karena adegan pembuatan Shodo

yang ditampilkan dalam anime ini tidak menyeluruh dari awal hingga akhir.

1.6 Definisi Istilah Kunci

Page 24: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

9

Estetika:

Merupakan suatu cabang filsafat yang mengartikan atau berhubungan

dengan gejala yang indah pada alam dan seni. Estetika berasal dari bahasa Yunani

“aisthetika” yang berarti hal-hal yang dapat diserap panca indra. Dengan demikian,

estetika dapat dikatakan sebagai presepsi indra.

Shodo:

Kesenin khas Jepang berupa seni menulis huruf Jepang yaitu kanji serta

hiragana dan katakana atau perpaduan keduanya di atas kertas dengan

menggunakan tinta.

Zen Buddhisme:

Cabang ajaran Buddha dari aliran Buddha Mahayana yang mulai

berkembang di Jepang pada era Kamakura, setelah dua orang pendeta Zen asli

Jepang yaitu Eisei dan Dogen mulai memperkenalkan ajaran Zen kepada

masyarakat Jepang. Ajaran Zen menekankan pada realitas dan pengalaman serta

interaksi secara langsung melalui hati ke hati untuk mencapai pencerahan.

Page 25: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Sejarah Shodo

Menurut Sato (2013:10) kombinasi dari sumi (tinta hitam) dan kuas untuk

menciptakan huruf-huruf China disebut Shodo atau Jalan (do) dan Menulis (sho).

Shodo merupakan salah satu bentuk asimilasi kebudayaan dari negara China.

China telah mengenal cara menulis semenjak 3500 tahun yang lalu. Pada mulanya

bangsa China menulis di atas permukaan tulang hewan, kulit kura-kura dan batu

untuk meyediakan dokumen demi kepentingan administrasi serta perkataan dan

prediksi dari Tuhan. Penemuan kuas (pit) pada abad ke-3 SM memberikan

perubahan besar, dan secara revolusioner melahirkan karakter aksara China. Pada

mula abad masehi (tahun 320), kemampuan untuk menulis aksara yang menjadi

dasar kaligrafi China tidak dikenal luas oleh masyarakat, melainkan hanya

menjadi konsumsi bagi keluarga kerajaan saja (Subarna. Dkk, 2006:100). Selain

untuk kepentingan pendidikan keluarga kerajaan, berkembangnya sistem

administrasi kerajaan terkait pencatatan data, kegiatan dan pelayanan kerajaan

merupakan faktor-faktor yang mendukung perkembangan kaligrafi China.

Kaligrafi dari tradisi China mulai diperkenalkan kepada bangsa Jepang

sekitar tahun 600 M yang diawali dengan masuknya aksara China ke Jepang.

Sama seperti halnya di China, awal mula perkembangan seni kaligrafi Jepang

dimulai dari keluarga kekaisaran Jepang. Kaligrafi menjadi bagian yang sangat

Page 26: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

11

penting bagi pendidikan keluarga kekaisaran Jepang. Keluarga kekaisaran dan

para bangsawan mempelajari kaligrafi dari puisi China dengan cara yang artistik,

sehingga berkembang menjadi sebuah kesenian yang sangat halus. Pada saat yang

sama sebuah gaya kaligrafi yang unik muncul di Jepang, terutama untuk

berurusan dengan unsur-unsur pengucapan yang tidak dapat ditulis dengan

karakter yang dipinjam dari Cina. Kaligrafer Jepang sendiri selain mencoba

menyesuaikan dengan karakter dasar, yaitu kanji yang sudah ditentukan berabad-

abad sebelumnya, juga mengembangkan karakter baru yang lebih fleksibel dan

bebas, sesuai dengan kondisi masyarakat Jepang yang disebut karakter hiragana

dan katakana. Selama berabad-abad, ada sebuah pengaruh yang menopang

kaligrafi Jepang. Salah satunya tulisan indah Zen Buddhisme yang dimulai pada

zaman Kamakura (1185-1333 M) dan pada saat itu kaligrafi Zen mulai diajarkan

oleh para pendeta Buddha (Sato, 2014:12)

Pada zaman Heian, banyak terjadi pemberontakan kepada kekaisaran

Jepang. Akhirnya untuk meredam pemberontakan, Kaisar Shotoku memerintahkan

untuk membuat ribuan kaligrafi dari kata-kata bijaksana Buddha yang kemudian

disebarkan ke seluruh penjuru istana (Subarna dkk, 2006:102). Kaligrafi yang

digunkan pada saat itu masih menggunakan aksara China. Sedangkan penulisan

kaligrafi yang menggabungkan antra aksara China atau yang disebut kanji dengan

huruf hiragana maupun katakana dimulai pada abad ke-17 dan ke-18. Seperti

halnya kebudayaan Jepang lainnya, pembelajaran Shodo juga menduplikat atau

mengikuti seorang master Shodo. Di sekolah-sekolah, para pelajar menggunakan

Page 27: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

12

buku panduan idiogram dan saat para pelajar mengambil pelajaran tambahan

Shodo di luar sekolahpun menggunakan buku panduan (Sato, 2013:12).

2.2 Gaya Tulisan Shodo

Sato (2013:18) dalam bukunya “Shodo: The Quiet Art of Japanese Zen

Calligraphy” membagi gaya penulisan Shodo ke dalam 5 karakter utama, yaitu:

Tensho, Reisho, Kaisho, Shoso dan yang terakhir Gyosho. Kelima gaya tulisan

Shodo ini diguakan dalam waktu yang berbeda-beda.

2.2.1 Gaya Tensho

Gaya Tensho merupakan gaya tulisan tertua yang terdapat dalam Shodo.

Gaya Tensho dikenal juga dengan tulisan segel, sebuah gaya kaligrafi formal yang

diciptakan generasi awal untuk digunakan dengan cara diukir di atas lembaran

batu, atau monumen dan juga pada hiasan stempel atau segel untuk menandakan

kepemilikan. Pada masa sekarang gaya ini lebih banyak digunakan pada segel

atau stempel untuk menandakan siapa penulis dari sebuah karya Shodo.

2.2.2 Gaya Reisho

Reisho terkadang juga bisa disebut tulisan administrasi atau karakter ahli

kitab. Pada tahun 221 SM kaisar China dari dinasty Tsin yaitu kaisar Shin Huan

Ti memerintahkan diadakan pertemuan untuk membahas gaya tulisan huruf-huruf

yang sudah ada agar dirubah ke dalam bentuk Reisho. Hal ini bertujuan untuk

membuat tulisan lebih mudah diakses masyarakat banyak. Gaya ini sangat

dipengaruhi oleh gaya Tensho yang mana dibuat oleh generasi awal. Walaupun

Page 28: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

13

aspek hiasan dari gaya Tensho telah diadaptasi oleh gaya Reisho, namun gaya

Reisho tetap lebih sederhana, dengan lebih sedikit goresan, sehingga mampu

untuk dibaca oleh kebanyakan orang. Huruf-huruf dalam gaya Reisho selalu lebih

panjang secara horisontal. Yang unik dari gaya Reisho adalah ketika membuat

sebuah garis horisontal, dimulai dengan bulatan, tetapi kemudian ketika sampai di

akhir garis menjadi seperti anjungan kapal. Namun pada hari ini, para kaligrafer

akan menulis gaya Reisho dengan lebih bebas dari sebelumnya sesuai dengan

karater pribadi masing-masing. Gaya Reisho masih tetap digunakan pada zaman

sekarang, khususnya ketika pameran Shodo yang dikombinasikan dengan puisi

China. Kemudian sebagai nama produk atau perusahaan, karena lebih sederhana

dan lebih mudah dibaca. Selain itu, gaya Reisho juga digunakan oleh pekerja

pembuat ukiran stempel batu, khususnya stempel kantor, yang mana berfungsi

sebagai tanda tangan kantor di Asia (Sato, 2013:18).

2.2.3 Gaya Kaisho

Kaisho secara harfiah berarti “menulis benar”. Gaya Kaisho merupakan

bentuk sederhana dari gaya Reisho dan gaya yang digunakan di China dan Jepang

untuk menulis sehari-hari. Sering disebut sebagai “tulisan blok” gaya Kaisho

merupakan gaya termudah untuk membaca karena sifatnya yang tepat. Karena

memang faktanya bentuk dan jumlah goresan ditempatkan pada tempat yang telah

ditentukan dan juga urutannya yang sama. Menulis dengan gaya Kaisho sama

halnya kita menaiki tangga satu langkah pada satu waktu. Urutan dari goresan

yang akan ditempatkan harus diikuti dengan baik goresan demi goresan. Pada

buku panduan, goresan-goresan huruf diberi nomer, sehingga setiap goresan harus

Page 29: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

14

diikuti dengan benar sesuai urutan. Karena itu, setiap pelajar yang baru belajar

Shodo akan mengawali dengan menggunakan gaya Kaisho, karena itu memberi

kesempatan bagi para pemula untuk melatih urutan goresan ketika mereka

menggunakan kuas. Gaya Kaisho sendiri memang mulai dikembangkan ketika

kuas yang terbuat dari bahan bulu hewan mulai tersedia (Sato, 2013:19).

2.2.4 Gaya Gyosho

Gyosho merupakan tulisan “semi fleksibel” yang secara harfiah berarti

“tulisan perjalanan.” Menulis dengan gaya Gyosho menggunakan tempo yang

lebih cepat dari pada menulis dengan gaya Kaisho. Gaya Gyosho juga merupakan

gaya yang semi-formal, sehingga penampilan huruf lebih lembut, bulat dan

disertai goresan individu yang mengalir bersama. Ketika menulis dengan gaya

Kaisho, pergerakan kuas berhenti ketika berada di akhir setiap goresan.

Sedangkan gaya Gyosho bertujuan untuk membuat sebuah peralihan yang lembut

antara goresan sebelumnya dengan goresan selanjutnya. Dengan demikian awalan,

akhiran, dan pembentukan sudut goresan tidak diberi penekanan yang sama

seperti gaya Kaisho, begitu juga akhir dari goresan gaya Gyosho, yaitu meruncing

seperti sebuah untaian yang halus. Selain itu, garis-garis kompleks pada huruf

Kaisho telah disederhanakan atau bahkan berkurang sehingga menghasilkan

tulisan yang halus dan lebih cepat. Namun pada dasarnya, formasi huruf gaya

Gyosho terlihat mirip dengan gaya Kaisho. Dengan demikian semua orang yang

dapat membaca huruf Kaisho dapat juga membaca huruf dengan gaya Gyosho.

(Sato, 2013:20)

Page 30: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

15

Satu hal yang sangat penting sebagai syarat untuk menulis dengan gaya

Gyosho adalah seseorang harus mengetahui urutan goresan dan juga bentuk dari

huruf dalam gaya Kaisho, jika tidak huruf tersebut tidak dapat dibaca. Penting

dalam seni Shodo adalah seseorang harus dapat membaca sebuah huruf yang

dihasilkan dari gaya tulisan tertentu. Jika tidak, sebagus apapun sebuah tulisan

yang dihasilkan, hanya akan menjadi sebuah karya seni yang abstrak. Kemudian,

karena gaya Gyosho memberikan sensasi kecepatan dan fleksibilitas pada

pergerakan kuas dibandingkan dengan gaya Kaisho, memungkinkan seseorang

untuk menciptakan gaya sesuai dengan kepribadian dalam membentuk huruf yang

ditulis. Perubahan dalam urutan goresan dapat diterima, seperti halnya

menyesuaikan goresan kuas yang sesuai dengan gaya sendiri dan untuk kreativitas

yang memiliki nilai seni. Fleksibilitas pada gaya Gyosho juga memungkinkan

seorang Shodoka untuk meghasilkan karya-karya yang luar biasa. Alasan ini juga

yang membuat kebanyakan kaligrafi Jepang ditulis menggunakan gaya Gyosho,

termasuk tulisan Bokuseki oleh pendeta Zen (Sato, 2013:20).

2.2.5 Gaya Sosho

Gaya Sosho merupakan gaya paling tidak formal dalam penulis huruf

Jepang. Gaya ini seperti layaknya seseorang menulis miring di daerah Barat.

Goresan kuas dan aliran pergerakan lebih diminimalkan pada setiap garisnya,

seperti rumput yang tertiup angin di padang rumput atau air mengalir yang

menggerakkan tanaman di sungai. Oleh karena itu gaya Sosho sering disebut

sebagai “tulisan rumput.” Gaya Sosho lebih seperti komunikasi sehari-hari yang

santai atau digunakan sebagai catatan pribadi, sehingga dari sana dapat terlihat

Page 31: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

16

dengan jelas seperti apa kepribadian seorang penulis Shodo. Aspek ini

menyebabkan gaya Sosho sangat artistik atau memiliki nilai seni yang tinggi dan

merupakan gaya tulisan ringkas pada zaman kontemporer (Sato, 2013:21).

Tidak semua orang dapat menulis dengan gaya Sosho. Untuk menulis

dengan gaya Sosho harus benar-benar memahami urutan goresan dari gaya Kaisho

dan Gyosho. Tanpa pengetahuan yang kuat akan syarat menulis gaya Sosho,

tujuan dan efek dari kesederhanaan yang tinggi dari garis gaya Sosho tidak akan

dapat diciptakan oleh seorang kaligrafer, dan keseluruhan improvisasi visual yang

penting untuk menunjukkan ekspresi pribadi tidak akan berhasil dicapai. Karena

gaya Sosho telah menjadi begitu personal, orang-orang jepang tidak menggunakan

gaya Sosho untuk menulis sehari-hari. Faktanya gaya Sosho sangat abstrak, dan

hanya dapat dibaca oleh orang yang telah berpengalaman dalam bidang kaligrafi

yang mampu menghargai nilai estetika dan gaya artistik aliran bebas (Sato,

2013:21).

Sepanjang zaman Heian (794-1185 M) sistem fonetik hiragana mulai

dikembangkan dari gaya Sosho dan dianggap sebagai gaya menulis wanita.

Sekarang, kaligrafer profesional dan juga pendeta Zen selalu menggunakan gaya

Sosho untuk menulis huruf-huruf China. Namun karena fokusan utama pada

kuwalitas penampakan garis dan karena inofasi serta modifikasi dapat merubah

bentuk huruf, masyarakat pada umumnya selalu menemukan kesulitan untuk

membaca kaligrafi gaya Sosho. Berikut adalah contoh tulisan Shodo dari gaya

Tensho hingga Sosho

Page 32: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

17

Tensho Reisho Kaisho Gyosho Sosho

Gambar 2.2.1 Macam-macam gaya tulisan Shodo

2.3 Perlengkapan Shodo

Zen Buddhisme masuk dan mulai berkembang di Jepang saat zaman

Kamakura (1185-1333) yang menggabungkan antara dua paham yaitu

Konfusianisme dan Taoisme. Sejalan dengan itu, para tentara yang telah pensiun

dan juga pedagang kaya membentuk kelompok yang mengatasnamakan diri

mereka sebagai Bunjin (bun=literatur; jin=orang). Kelompok ini sangat mahir

dalam membaca dan menulis. Lebih khusus lagi, kelompok Bunjin ini juga terlibat

dalam pembuatan lukisan yang disertai dengan puisi China atau Jepang. Beberapa

kesenian juga turut dilestarikan, seperti kaligrafi, melukis, dan upacara minum teh

yang kemudian menjadi sebuah hiburan yang sangat penting. Empat harta karun

dari peradaban China kuno menjadi barang yang sangat dihormati oleh para

anggota Bujin. Keempat alat ini digunakan untuk menulis Shodo atau lukisan

(Sato, 2013:26) . Selain itu ada beberapa alat lainnya yang digunakan sebagai

pendukung untuk menulis khususnya Shodo dan melukis yang masih digunakan

hingga sekarang. Alat-alat tersebut sangat identik dengan unsur alam, karena

memang bahan dasar pembuatan alat-alat menulis dan melukis tersebut

menggunakan material alam. Alat-alat tersebut adalah:

Page 33: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

18

2.3.1 Fude (Kuas)

Huruf-huruf China telah mengalami perubahan gaya penulisan dari masa

ke masa. Setiap gaya baik Tensho, Reisho, Kaisho, Gyosho, Sosho memiliki kuas

khusus untuk menulis. Sekarang ini, kuas Shodo terbuat dari berbagai macam bulu

hewan, namun pada zaman dahulu kuas terbuat dari akar kering tumbuhan, serat

halus rumput savana, atau jerami padi. Ada juga yang terbuat dari bambu yang

mana ujung bambu dibuat seperti serabut. Kuas dari bambu ini masih digunakan

oleh kaligrafer untuk menulis hingga sekarang (Sato, 2013:26-27).

2.3.2 Sumi (Tinta Cair)

Sumi atau tinta terbuat dari pembakaran beberapa jenis minyak dan

mineral. Ketika jelaga yang merupakan hasil dari pembakaran dicampur dengan

perekat Nikawa, akan menghasilkan tinta berwarna coklat yang mana tinta coklat

paling cocok dengan kaligrafi pada umumnya. Kemudian ketika jelaga hasil dari

pembakaran getah cemara dicampur dengan Nikawa, maka akan menghasilkan

tinta berwarna biru. Begitu juga dengan tinta berwarna hitam, keseluruhannya

juga mengandung bahan perekat (Sato, 2013:27-28).

2.3.3 Suzuri (Tinta batu)

Suzuri merupakan jenis tinta padat yang dihasilkan dari batuan sedimen

dengan cara digosok pada bagian permukaannya kemudian dilarutkan

menggunakan air.

2.3.4 Hanshi (Kertas)

Page 34: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

19

Orang yang baru belajar Shodo pada umumnya dapat menggunakan koran

bekas yang sudah tidak terpakai sebagai media untuk berlatih. Tetapi ketika

seseorang sudah mencapai level yang lebih tinggi dalam menulis Shodo, seperti

dapat membuat efek nijimi atau efek kuas kering, disarankan mengguanakan

kertas yang memiliki kuwalitas baik. Kertas latihan Shodo pada umumnya disebut

sebagai Hanshi yang memiliki berbagai macam variasi pada kuwalitas dan juga

harga. Hanshi sendiri terbuat dari serat pohon Cedar. Lembaran yang besar

kemudian dipotong pada bagian tengahnya, maka dari itu disebut Hanshi

(han=setengah; shi=kertas). Biasanya ukuran Hanshi adalah 33 x 24 cm (Sato,

2013:29).

2.3.5 Shitajiki (Alas)

Shitajiki merupakan alas untuk kertas Shodo, yang mana berfungsi sebagai

alat penahan tinta agar tidak sampai menembus lantai.

2.3.6 Bunchin (Batu Penahan)

Bunchin adalah batu yang diletakkan diatas Hanshi untuk membuat

Hanshi tetap pada posisi semula ketika menulis Shodo.

2.3.7 Segel dan Stempel

Tanda tangan digunakan untuk menghubungkan antara sebuah karya seni

dengan seorang seniman tertentu di daerah barat. Namun di Jepang, Seorang

Shodoka baik laki-laki atau perempuan, menggunakan segel Inkan atau sebuah

“cap.” Biasanya, huruf untuk nama seorang Shodoka ditulis dengan warna putih

Page 35: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

20

dengan latar belakang warna merah. Ada pula beberapa pilihan warna yang

digunakan sebagai pigmen pada lapisan stempel (Shuniku) yaitu kisaran warna

merah hingga jingga, atau warna merah hingga merah tua, tergantung dari efek

yang diinginkan, apakah efek modern atau efek klasik (Sato, 2013:29).

2.4 Zen Buddhisme Jepang

Banyak orang beranggapan bahwa Zen merupakan suatu hal yang sulit.

Padahal huruf China yang digunakan untuk kata Zen memiliki arti “menunjukkan

kesederhanaan”. Seperti yang tercermin dalam huruf Zen sendiri, Zen adalah

ajaran yang jelas dan singkat (Harada dalam Nurintan, 2009:31). Zen setidaknya

memiliki tiga arti yang berbeda namun masih saling berhubungan. Seperti yang

diungkapkan Chrismas Humpreys (dalam Nurintan, 2009:31) bahwa:

1. Zen berati meditasi. Zen adalah istilah Jepang untuk mengungkapkan Chan

dalam bahasa China yang bila ditelusuri berasal dari bahasa Sansekerta

Dhyana.

2. Zen dalam arti khusus, adalah nama dari kekuatan absolut atau realitas

tinggi, yang tidak dapat disebutkan dengan kata-kata.

3. Zen dalam arti umum adalah pengalaman mistis akan keabsolutan

kekuatan tersebut, suatu kesadaran, tiba-tiba dan di luar batas. Pengalaman

mistis ini dikenal dengan istilah Satori atau Kensho dalam bahasa Jepang

dan Wu dalam bahasa China.

Ketiga arti Zen ini saling berkaitan satu sama lain. Meditasi secara umum

adalah cara utama untuk mendapatkan pengalaman langsung dengan realitas

Page 36: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

21

tinggi. Selain meditasi untuk mencapai realitas tertinggi, orang yang melakukan

meditasi mungkin akan mengalami pemahaman realitas kosmis ini dalam situasi

yang penuh inspirasi saat mengalami kesadaran spiritual (Nurintan, 2009:31).

Zen Buddhisme, seperti yang diketahui, merupakan ajaran yang lebih

menekankan pada interaksi dari hati ke hati dalam setiap aktivitasnya, sehingga

tidak terlalu bergantung kepada buku-buku, dokumen-dokumen ataupun teori-

teori. Bodhidharma menekankan bahwa dalam pembinaan spiritual, intinya adalah

pada pengalaman langsung, bukan belajar melalui buku (Kiew Kit dalam Nurintan,

2010:36). Pengajaran Zen tidak akan mudah dipahami jika hanya melalui kata

atau bahasa, namun perlu adanya pengalaman pribadi. Meskipun demikian,

seseorang bukan tidak mungkin belajar pemahaman Zen melaui sebuah buku

ataupun teori-teori yang sudah ada, karena melalui buku seseorang dapat

dipersiapkan untuk memperoleh pencerahan (Nurintan, 2009:36).

Ajaran Zen Buddhisme tidak hanya berfokus pada urusan agama saja,

melainkan mencakup seluruh aspek kehidupan sehari-hari dalam penerapannya.

Para rahib Zen dikatakan tidak pernah berdoa untuk dirinya sendiri, tetapi juga

selalu mendoakan seluruh umat manusia dan makhluk hidup lainnya. Jikalau

pernah, hal itu hanyalah sebuah bentuk penyesalan atas setiap kesalahan yang

pernah para rahib lakukan dan bukan meminta pertolongan (Nurintan, 2009:36).

2.5 Sejarah Zen Budhisme

Zen Buddhisme merupakan salah satu aliran utama Buddhisme Mahayana.

Mahayana sendiri memiliki dua pandangan bagaimana cara agar setiap manusia

Page 37: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

22

dapat memperoleh keselamatan, yaitu Jiriki (upaya sendiri) dan Tariki (upaya dari

yang lain). Zen menganut pandangan yang pertama yaitu Juriki, bahwa untuk

memperoleh keselamatan, manusia harus berupaya dengan usaha mereka sendiri.

Zen Buddhisme awalnya berkembang di daratan China. Pertama kali

diperkenalkan oleh seorang bernama Bodhidharma (440-528), seorang biarawan

India yang kemudian disebut Patriaki Pertama dalam penyebaran ajaran Zen di

China. Bodhidharma pertama kali tiba di Jepang pada tahun 520, kemudian

diundang oleh kaisar China yang berkuasa saat itu untuk berdiskusi terkait ajaran

Zen. Bodhidharma mengajarkan bahwa dalam ajaran Zen perbuatan baik saja

tidak cukup, tetapi dengan perbuatan baik akan mendorong kemurnian moral,

suatu syarat mutlak untuk mencapai pencerahan (Nurintan, 2009:32).

Bodhidharma selanjutnya pergi menuju kuil Shaolin untuk menyebarkan

ajaran Zen pada tahun 527. Para rahib di kuil Shaolin diajarkan tentang

pentingnya menjaga kebugaran tubuh, emosi dan mental untuk pengembangan

spiritual. Oleh karena itu Bodhidharma mengajarkan dua bentuk latihan, yaitu

Delapan Belas Tangan Lohan dan Metamorfosis Otot, yang akhirnya berkembang

menjadi Kungfu Shaolin dan Chi Kung Shaolin. Ajaran Zen sejatinya tidak

bergantung kepada kitab-kitab, dokumen-dokumen atau teori-teori keagamaan

dalam penyebarannya. Ajaran Zen lebih menekankan kepada interaksi personal,

yaitu dari hati ke hati. Pengganti Bodhidharma sebagai Patriaki kedua, ketiga,

keempat, kelima dan keenam berturut-turut adalah Ji Guang, Seng Chan, Dao Xin,

Hong Jen dan Hui Neng (Nurintan, 2009:32-33).

2.6 Masuknya Ajaran Zen Buddhisme di Jepang

Page 38: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

23

Zen Buddhisme mulai berkembang di Jepang pada zaman Kamakura

setelah dua orang guru asli Jepang yaitu Eisai (1141-1215) yang mendirikan sekte

Rinzai dan Dogen yang mendirikan sekte Soto mulai mengenalkan ajaran Zen

kepada masyarakat Jepang. Ajaran Zen pertama kali dikembangkan oleh Eisai di

Kamakura dan mendapat dukungan dari Shogun sehingga membuat ajaran Zen

sangat terkenal dikalangan samurai. Banyak pembangunan kuil Zen dilakukan di

Jepang yang disebut sistem Gozai. Diantaranya adalah Kuil Rinjai di Shofukuji

Hakata (sekarang prefektur Fukuoka). Para pendeta Zen tersebut sering mendapat

tugas untuk menjadi penasehat Ke-shogun-an Muromachi dalam bidang politik,

urusan luar negri, dan perdagangan. Selain itu para pendeta Zen juga sangat

berpengaruh dalam bidang seni, ilmu pengetahuan juga kesusastraan (Nurintan,

2009:34).

Dogen pendiri sekte Soto berkebalikan dengan Eisai. Dogen berasal dari

keluarga bangsawan, belajar Zen ke China tahun 1223. Dogen tidak seperti Eisai

yang dekat sekali dengan penguasa militer, sebaliknya berusaha menghindari

pengaruh penguasa dalam ajaran Zen yang dianutnya. Dogen memilih tinggal di

propinsi Echizen tempat dibangunnya kuil Eiheiji. Perbedaan pailng penting

antara ajaran Eisai dan Dogen adalah dalam segi pendekatan untuk mencapai

pencerahan. Ajaran Eisai yang berkarakteristik Rinzai Zen menekankan

penggunaan Koan (cerita), sementara ajaran Dogen yang berkarakteristik Soto Zen

menekankan pada Zazen atau meditasi duduk. Meskipun demikian ajaran Soto

tidak menolak Koan untuk mencapai pencerahan (Kiew Kit, 2004:1997 dalam

Nurintan, 2009:34).

Page 39: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

24

Periode Muromachi (1333-1573) merupakan era di mana pengaruh Zen

Buddhisme di Jepang mencapai level tertinggi. Pada saat itu Zen dapat menyebar

luas hingga di kalangan Bushi yang menjadi penguasa Jepang. Ajaran Zen juga

menjadi dasar moral dan filosofi utama para prajurit Jepang hingga masuk zaman

modern. Bahkan sebelum perang, para prajurit memasuki kuil Zen terlebih dahulu

untuk mendisiplinkan diri dalam menghadapai para musuh. Masiko Hane

(1991:80) mengatakan “Tendai untuk keluarga kerajaan, Shingon untuk

bangsawan, Zen untuk prajurit dan Jodo untuk masyarakat” (Nurintan, 2009:35).

Zaman Edo (1615-1868) menghasilkan perdamaian dan dukungan kepada

ajaran Zen. Kemudian pada zaman Meiji, pemerintah Jepang lebih mendukung

agama Shinto dari pada agama Buddha. Kendati demikian ajaran Zen tetap

berkembang (Nurintan, 2009:35-36).

2.7 Nilai-Nilai Estetika Zen Buddhisme

Estetika secara sederhana adalah ilmu yang mempelajari tentang

keindahan, bagaimana keindahan itu terbentuk, serta bagaimana seseorang dapat

merasakan nilai estetika yang terkandung (Nurintan, 2010:1). Jepang adalah salah

satu bangsa yang menganggap penting sebuah nilai estetika antara seni, kehidupan

dan alam. Menurut Sutrisno (1993:111) orang Jepang senang dengan pergantian

alam dan berharap dapat menikmatinya dalam media seni. Dengan demikian alam

di Jepang menjadi titik nilai estetika. Alam pulalah yang mempengaruhi hampir

seluruh kesenian dan kebudayaan jepang. Jika berbicara tentang estetika Jepang,

Page 40: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

25

ada satu fenomena yang terus mengalir menembus alur kemajuan zaman yaitu

alam (Sutrisno, 1993:118)

Adapun salah satu faktor yang juga berpengaruh penting dalam

pembentukan nilai estetika Jepang adalah faktor agama, yaitu Zen Buddhisme

(Nurintan, 2010: 3). Ajaran Zen sangat menonjolkan nilai kesederhanan dan juga

kealamian yang mengikuti garis alam serta tidak adanya unsur buatan. Pandangan

Zen dalam memandang keindahan juga demikian, yaitu untuk merasakan sebuah

nilai estetika, seseorang harus masuk sendiri ke inti realitas suatu “objek” dan

merasakan serta melihat sendiri dari dalam. Pendekatan ini menegaskan bahwa

Zen Buddhisme memiliki pengaruh spiritual yang besar dalam memahami estetika.

Seorang filsuf bernama Hisamatsu Shim’ichi (dalam Azhar, 2008: 51)

membagi ciri-ciri nilai estetika Jepang ke dalam tujuh karakteristik. Nilai ajaran

ini berakar dari ajaran Buddha Zen yang mengutamakan Satori, yaitu untuk

mencapai pencerahan harus dilakukan dengan usaha sendiri. Ketujuh nilai estetika

tersebut antara lain:

2.7.1 Fukinsei (不均斉)

Karakteristik yang pertama adalah Fukinsei atau asimetris yang

mengandung pengertian tidak beraturan. Hal ini merupakan salah satu

karakteristik ajaran Zen. Dari segi bentuk asimetris berati bentuk yang tidak sama,

tidak lurus, tidak rata, dan tidak seimbang dalam kata lain bentuk yang apa adanya

(Hisamatsu, 1974: 29 dalam Azhar, 2008:51). Sedangkan di dalam prinsip seni

asimetris bisa jadi diartikan tidak sama tetapi seimbang, dan ketidak seimbangan

Page 41: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

26

tersebut dapat terjadi karena perbedaan ukuran, warna, bentuk, tekstur, ruang, dan

pencahayaan. Hisamatsu mencontohkan asimetris sebagai komposisi informal

dalam seni ikebana dan kaligrafi yang memiliki tiga komposisi yaitu formal, semi-

formal, dan informal, sedangkan formal merupakan bentuk dalam komposisi yang

mempunyai susunan simetris (Hisamatsu, 1974: 31 dalam Azhar, 2008:52)

2.7.2 Kanso (簡素)

Karakteristik yang kedua adalah Kanso, yaitu kesederhanaan. Hisamatsu

menjelaskan bahwa Kanso bukan berarti kesederhanaan yang bernuansa melarat,

melainkan kesederhanaan dalam konteks berhemat. Menurut Hisamatsu, nilai

tertinggi dari kesederhanaan adalah sesuatu yang dapat mewakili atau

mencerminkan sifat dari suatu benda secara utuh yang diekspresikan melalui garis,

warna atau unsur-unsur lainnya (Azhar, 2008:52).

Hisamatsu mencontohkan warna yang sederhana adalah warna yang tidak

mencolok atau tidak memiliki perbedaan warna yang tajam. Contohnya dalam

suatu lukisan, warna yang paling sederhana adalah tinta China hitam (Hisamatsu,

1974:31 dalam Azhar, 2008:52). Cahaya dan bayangan berasal dari satu warna

tinta, Tidak ada perbedaan warna yang mencolok, hanya ada gradasi warna hitam.

Menurut Hisamatsu lukisan tersebut mengandung banyak hal yang tidak dapat

diekspresikan oleh lukisan dengan banyak warna. Kesederhanaan juga dapat

dilihat dari desain interior dan eksterior ruang upacara minum teh.

2.7.3 Kokou (枯高)

Page 42: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

27

Karakteristik yang ketiga adalah Kokou, yang dapat diartikan menjadi

kering, ciut, gersang, atau layu. Secara singkat, Kokou mempunyai arti telah

berpengalaman menempuh waktu kehidupan. Hisamatsu menjelaskan bahwa

Kokou memperlihatkan unsur kematangan yang jauh dari kesan ketidakterampilan

atau telah dimakan usia dan yang tinggal hanya intisarinya saja (Hisamatsu, 1974:

31 dalam Azhar, 2008:52). Gambaran tentang Kokou dapat dilihat pada pohon

cemara tua yang telah didera waktu dan cuaca. Karena terpaan panas, badai dan

salju, cabang pohonnya telah kehilangan kehijauan dan kesegaran kulitnya.

Namun justru hal terebut menampilkan keindahan kekeringan yang agung.

Hisamatsu juga menambahkan bahwa dalam kesenian Jepang, kondisi

telah dimakan usia menggambarkan karakteristik keindahan Zen Buddhisme.

Istilah ini mengandung berhentinya atau hilangnya kesegaran. Dalam konsep

keindahan Zen Buddhisme, tua berarti mencapai tingkat tertinggi dalam seni, yang

mana hal tersebut hanya bisa dicapai oleh seorang master dan tidak oleh seorang

pemula atau orang yang belum matang dalam bidangnya (Hisamatsu, 1974:31

dalam Azhar, 2008:53). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, Kokou

adalah seseuatu yang sudah lama, tidak baru, dan juga telah berumur.

2.7.4 Shizen (自然)

Karakteristik keempat adalah Shizen, yang berarti sesuatu yang bersifat

alami, wajar, natural dan bukan artifisial. Alami berarti sesuatu yang bukan buatan

dan mengacu pada hal yang tidak dipaksakan. Shizen juga tidak lahir dari sesuatu

yang diawali dengan pemikiran dan tujuan tertentu. Hisamatsu menjelaskan

Page 43: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

28

bahwa gambaran alami ini seperti halnya dalam istilah teh. Menurutnya sesuatu

yang memiliki kualitas sabi adalah bagus, tetapi sesuatu yang dipaksakan untuk

mendapat kualitas tersebut adalah buruk (Hisamatsu, 1974: 32 dalam Azhar,

2008:53).

Menurut Hisamatsu kemurnian sabi dalam Zen Buddhime adalah sesuatu

yang alami, sesuatu yang tidak pernah dipaksakan. Namun bukan berati sabi

merupakan fenomena alam yang terjadi dengan sendirinya tanpa ada campur

tangan manusia, Justru sebaliknya, sabi merupakan kreasi manusia yang

dikerjakan dengan sungguh-sungguh, dengan kesengajaan, yaitu untuk

menghindari sesuatu yang bersifat artifisial dan dipaksakan. Sebagai contoh pada

mangkuk teh yang asimetris atau tepinya yang sedikit retak-retak,

keasimetrisannya terlihat wajar dan tidak dipaksakan. Mangkuk teh yang tidak

beraturan dan asimetris secara alami, lebih disukai dari pada yang berbentuk

simetris atau baru sekalipun. Karena disitulah terletak nilai keindahan yang telah

melewati waktu yang panjang.

2.7.5 Yuugen (幽玄)

Karakteristik kelima adalah Yuugen yang memiliki arti kedalaman esensi,

makna yang dalam, kegelapan atau kesuraman. Ciri dari karateristik ini adalah

kegelapan. Suasana gelap biasanya memberi kesan seram, mencekam,

menakutkan, mistik, kekejaman maupun ancaman. Namun menurut Hisamatsu

kegelapan mempunyai makna untuk menumbuhkan konsentrasi dan menciptakan

suasana hening dan cerah (Hisamatsu, 1974: 34-35 dalam Azhar, 2008:54).

Page 44: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

29

Kegelapan ini tidak menimbulkan rasa seram maupun ancaman, melainkan

menentramkan dan menenangkan pikiran. Contohnya adalah kegelapan dari ruang

upacara minum teh. Pada ruang tersebut cahaya hanya masuk melalui layar kertas

yang menempel pada jendela kecil. Desain ruangan seperti itu sengaja

dimunculkan agar dapat menghindari gangguan, menghadirkan suasana tenang

yang mengarah pada ketentraman fikiran. Oleh karena itu, orang tidak merasa

terancam ataupun ketakutan karena merasa seram, justru menenangkan pikiran

walaupun suasana ruangan yang cenderung gelap.

Hisamatsu (1974: 33 dalam Azhar, 2008:54) mengatakan pembawaan

manusia yang tidak secara terang-terangan memperlihatkan kemampuannya

kepada orang lain, dalam artian mencoba menyembunyikan kemampuan yang

dimiliki, juga merupakan salah satu cerminan karakteristik Yuugen yang tercermin

pada diri manusia. Bila dalam lukisan, Yuugen terletak pada pengekspresian

obyek secara simbolis dalam hal ini tanpa melukiskan secara detail pohon, sungai,

lembah, bukit, rumah dan sebagainya, namun cukup dengan goresan arang yang

pudar atau kasureta sumi. Dalam unsur yang tidak tersurat atau tidak ternyatakan

dalam lukisan tersebut, menurut Hisamatsu terdapat kualitas Yuugen yang

mengandung makna yang dalam.

2.7.6 Datsuzoku (脱俗)

Karakteristik keenam yaitu Datsuzoku yang menekankan pada kebebasan

atau tidak berpaku pada pola-pola, rumus, kebiasaan, aturan, dan yang lainnya.

Bagi Zen Buddhisme, kreativitas akan terhalang dengan adanya berbagai macam

Page 45: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

30

peraturan dan rumus (Hisamatsu, 1974: 35 dalam Azhar, 2008:55). Datsuzoku

berarti sebuah kebebasan yang tidak dibatasi untuk berfikir maupun bertindak.

Cerminan Datsuzoku yaitu dapat berupa kreativitas dari seorang seniman

dalam mengekspresikan pemahaman diri ke dalam karya seni tentang alam

sebagai kehidupan yang senantiasa bergerak. Karya seni yang dimaksud adalah

karya yang dihasilkan dari sebuah kebebasan dalam mengekspresikan bentuk

maupun tatanan unsur-unsur seni, termasuk kebebasan dan keberanian berekspresi

dalam melukiskan suatu objek yang tidak dibatasi dengan keterbatasan pandangan

mata manusia (Hisamatsu, 1974: 35dalam Azhar, 2008:55).

2.7.7 Seijaku (静寂)

Karakteristik yang terakhir yaitu Seijaku, atau ketenangan yang diartikan

sebagai tidak terganggu. Contoh ketenangan yang dimaksud terdapat pada youkyu

dalam anime Noh Youkyu yaitu sebuah musik vokal yang diiringi oleh flute, drum

dan alat musik lainnya. Walaupun musik tersebut terdengar bising, namun musik

ini tidak menggelisahkan tetapi justru menimbulkan keheningan yang

menenangkan pikiran (Hisamatsu, 1982:36 dalam Azhar, 2008:55)

2.8 Teori Film.

2.8.1 Mise-en-scene

Teori film yang digunakan pada penelitian kali ini adalah teori mise-en-

scene (baca: mis on sin). Mise-en-scene berasal dari bahasa Prancis yang berarti

meletakkan dalam scene. Mise-en-scene adalah segala sesuatu yang terletak di

Page 46: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

31

depan kamera yang akan diambil gambarnya dalam sebuah produksi film agar

tercipta suasana yang diinginkan (Pratista, 2008:61). Dalam film, mise-en-scene

tidak dapat berdiri sendiri, melainkan saling berkaitan dengan unsur-unsur lainnya

seperti sinematografi, suara, dan editing. Adapun aspek utama yang terdapat

dalam mise-en-scene adalah sebagai berikut:

1. Seting (Latar)

Seting adalah seluruh latar dan propertinya (Pratista, 2008:62). Properti

yang dimaksudkan di sini adalah seperti pintu, jendela, lemari, TV dan yang

lainnya. Seting memiliki kemampuan untuk mendukung arti dalam cerita, yang

memberikan gambaran lebih spesifik terhadap adegan-adegan sebuah film.

Adapun fungsi lainnya yaitu sebagai penunjuk ruang dan wilayah, waktu, status

sosial, pembangun mood, penunjuk motif tertentu dan pendukung aktif adegan.

2. Kostum

Kostum, pakaian atau aksesoris juga merupakan elemen visual yang

penting dalam sebuah film. Kostum mengacu pada segala hal yang dikenakan

pemain bersama seluruh aksesorisnya serta riasan para aktor. Kostum dapat

memberikan narasi singkat terkaiat kondisi sosial dari seorang karakter. Kostum

juga sebagai penunjuk ruang dan waktu, kepribadian karakter, sebagai bentuk

simbol-simbol tertentu terutama dengan pemilihan warna kostum yang digunakan,

sebagai penunjuk kekhasan karakter dan yang lainnya (Pratista. 2008:71-73). Tata

rias wajah secara umum memiliki dua fungsi yaitu sebagai penunjuk usia dan

menggambarkan wajah nonmanusia.

Page 47: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

32

3. Lighting

Pencahayaan dapat menggambarkan sebuah karakter dengan berbagai

macam cara. Pencahayan memiliki peran penting karena mendukung suasana

yang terjadi pada adegan sebuah film. Objek maupun adegan dapat disinari

dengan cara buatan menggunakan lampu, ataupun cara alami dengan

menggunakan sinar matahari. Kualitas pencahayaan dalam sebuah film dapat

mempengaruhi pemahaman penonton terhadap sebuah film.

4. Akting

Akting menunjukkan ekspresi dan postur dari seorang aktor, termasu aksi

dan bahasa tubuh aktor tersebut. Dua faktor yang paling penting dalam sebuah

studi film adalah kelayakan dari ekspresi seorang aktor dan pengaturan seorang

direktur dalam akting seorang aktor.

Penelitian kali ini menggunakan tiga elemen dalam teori mise-en-scene

yaitu seting, akting dan pencahayaan. Seting bertujuan untuk mencari tahu seperti

apa latar tempat yang digunakan dalam penulisan Shodo dan juga mencari tahu

tempat di mana Shodo diletakkan. Selain itu seting juga mengarah kepada

penampakan sebuah objek dalam hal ini karya tulisan Shodo pada anime

Barakamon, bagaimana bentuknaya, penampilannya, dan warna tulisannya.

Akting bertujuan untuk mengetahui ekspresi tokoh utama ketika tengah menulis

Shodo. Terakhir, adalah pencahayaan yang juga digunakan untuk melihat

bagaimana kondisi pencahayaan dalam tempat penyimpanan karya Shodo dalam

anime Barakamon.

Page 48: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

33

2.8.2 Sinematografi

Sinematografi merupakan ilmu yang membahas tentang Film.

Sinematografi berasal dari bahasa Yunani yaitu kinema yang berarti gerakan dan

graphoo yang berarti menulis. Artinya sinematografi merupakan bidang yang

membahas tentang teknik menangkap gambar dan menggabungkan gambar

tersebut sehingga menjadi sebuah cerita. Dalam sebuah ilmu sinematografi,

seorang pembuat film selain mengambil gambar, juga dituntut untuk mengontrol

dan mengatur setiap adegan yang diambil, seperti jarak, ketinggian, sudut, lama

pengambilan, dan lain-lain (Pratista, 2008:89). Proporsi kamera dan teknik

pengambilan gambar sangat dibutuhkan dalam pembuatan film agar dapat

dihasilkan kuwalitas film yang bagus, serta agar berbagai situasi maupun adegan-

adegan di dalamnya dapat mengena dengan narasi cerita.

Menurut Bruce (2013:4-10) terdapat tiga teknik dasar pengambilan

gambar dalam sebuah produksi film:

1. Long Shot

Teknik ini bisa diartikan dengan pengambilan jauh, adalah teknik yang

digunakan untuk menampilkan seluruh atau lebih tubuh manusia atau objek

tertentu. Teknik pengambilan gambar untuk orang dari kepala sampai kaki

disebut full-body shot atau full shot. Sementara teknik pengambilan untuk

objek dari jarak jauh disebut extreme long shot (ELS).

2. Medium Shot

Page 49: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

34

Medium Shot (MS) adalah teknik pengambilan gambar yang dilakukan untuk

menampilkan orang dari pinggang ke atas. Teknik ini lebih detail dari pada

full-body shot dan netral secara keseluruhan dalam mempresentasikan subjek.

Medium Shot (MS) mencerminkan bagaimana seseorang berinteraksi dengan

seseorang.

3. Close Up

Close Up mengutamakan pengambilan gambar di bagian kepala, biasanya

gambar diambil dari atas kancing baju teratas. Pengambilan gambar yang

lebih dekat dari itu adalah extreme close up (ECU). Medium close up juga

sering digunakan untuk pengambilan gambar dari tengah dada ke atas.

Pembuatan sebuah film juga menggunakan sudut pengambilan gambar

yang dibagi menjadi enam macam, yaitu:

1. Low Angel Shot

Posisi ini menempatkan kamera berada pada titik yang lebih rendah dari

objek dan kemudian bergerak naik. Cenderung untuk membuat karakter atau

lingkungan lebih terlihat superior, dominan dan menekan.

2. High Angel Shot

Pengambilan gambar dengan posisi ini meletakkan kamera berada di atas

objek, kemudian bergerak menuju ke bawah. Tipe shot ini cenderung

membuat subjek lebih terlihat terintimidasi dan tertekan.

3. Eye Level Shot

Page 50: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

35

Angel ini memposisikan kamera sejajar dengan ketinggian mata karakter atau

objek yang diambil dalam sebuah film. Eye level shot cenderung netral dan

membuat penonton berkedudukan sama dengan objek.

4. Bird’s Eye View

Pengambilan gambar dengan menangkap langsung gambar dari atas dan

cenderung untuk membuat seperti Tuhan dan manusia seperti semut.

5. Oblique Shot

Pengambilan gambar dengan posisi kamera menyamping menggunakan

tripod. Angel ini digunakan untuk menggambarkan dunia yang memiliki

kesan melimpah atau mengalami kerusakan.

6. Point of View Shot

Pengambilan gambar berusaha melibatkan penonton pada peristiwa dalam

sebuah film. Teknik pengambilan ini membuat seolah-olah lensa kamera

berperan sebagai mata penonton atau salah satu pelaku dalam adegan.

2.9 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang dijadikan acuan pada penelitian kali ini adalah

penelitian dari saudari Elita Fitria Azhar dari program studi Sastra Jepang

Universitas Indonesia yang terbit pada tahun 2008 dengan judul Nilai-nilai

Estetika pada Taman Jepang khususnya Taman Karesansui: Dianalisis

berdasarkan teori Estetika Wabi dan Sabi menurut Terao Ichimaru dan Teori

Page 51: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

36

Estetika Zen Buddhisme menurut Hisamatsu Shin’ichi. Penelitian ini

menggunakan metode diskriptif analitis, yaitu melalui studi kepustakaan, untuk

mendapatkan data-data yang relefan terhadap penelitian dan kemudian dianalisa.

Kemudian Teori yang digunakan adalah teori Estetika Wabi Sabi dan Estetika Zen

Buddhisme. Hasil dari penelitian ini adalah, bahwa nilai Estetika Wabi dan Sabi

serta Estetika Zen Buddhisme terdapat pada tama Karesansui yang ditunjukkan

melalui ciri-ciri seperti sederhana, alami, asimetris, tenang, memiliki makna yang

dalam, dan mencerminkan esensi waktu.

Persaman penelitian kali ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama

sama menggunakan metode penelitian yang sama yaitu diskriptif analitis.

Selanjutnya, penelitian ini dan penelitian terdahulu sama-sama membahas tentang

Zen Buddhisme. Sementara perbedaannya adalah penelitian kali ini menggunakan

objek Shodo yang terdapat dalam anime, sedangkan penelitian terdahulu

menggunakan taman Karesansui sebagai objek. Teori yang digunakan pada

penelitian ini hanya Estetika Zen Buddhisme Hisamatsu Shin’ichi, sementara

penelitian terdahulu selain menggunakan teori Estetika Zen Buddhisme Hisamatsu

Shin’ichi juga menggunakan teori Estetika Wabi dan Sabi.

Penelitian berikutnya yaitu penelitian dari saudari Eva Nurintan dari Sastra

Jepang Universitas Sumatra Utara yang terbit pada tahun 2009 dengan judul

Nilai-nilai Ajaran Zen Buddhisme dalam Estetika Kramik Tradisional Jepang.

Penelitian ini merupakan penelitian diskriptif analitis dengan pengumpulan data

menggunakan teknik studi kepustakaan. Teori yang digunakan adalah teori

estetika Wabi dan Sabi. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat empat

Page 52: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

37

karakteristik nilai estetika Zen Buddhisme di dalam keramik tradisional Jepang

yaitu: ketidaksimetrisan, kealamian, kesederhanaan dan kedalaman rasa.

Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan metode

penelitian deskriptif dan juga sama-sama membahas nilai estetika Zen Buddhisme.

Sedangkan perbedaannya yaitu terletak dari objek penelitian. Penelitian terdahulu

menggunakan keramik tradisional Jepang, sedangkan penelitian ini menggunakan

objek Shodo yang ada di dalam anime Barakamon.

Page 53: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

38

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penlitian yang dilakukan oleh penulis kali ini merupakan penelitian

Kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang

apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, presepsi, motivasi,

tindakan dan lain sebagainya (Moleong, 2005: 6). Penulis menggunakan metode

penelitian deskriptif analitis yaitu mendeskripsikan unsur-unsur yang terdapat

pada objek penelitian, kemudian melakukan analisis. Menurut Ratna (2011:53)

metode deskriptif analitis adalah salah satu metode penelitian sastra dengan cara

mendiskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Fakta yang

dimaksud adalah terkait kata kunci yang sering muncul berkaitan dengan teori

yang digunakan. Dalam hal ini penulis akan mendeskripsikan dan menganalisis

Shodo yang berkaitan dengan teori estetika Zen Buddhisme Hisamatsu Shin’ichi.

3.2 Sumber Data

Arikunto (2012:172) menjelaskan bahwa sumber data penelitian

merupakan sumber dari subjek di mana data bisa didapatkan. Sumber data yang

dipakai dalam penelitian ini adalah anime Barakamon yang dirilis pada tahun

2014. Anime ini mempunyai 12 episode, dan masing-masing episode berdurasi 21-

25 menit. Penulis memilih anime ini dikarenakan anime ini menunjukkan karya

Shodo dengan cukup jelas dengan berbagai macam unsur pendukung yang ada

Page 54: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

39

Oleh karena itu sangat memungkinkan untuk bisa diteliti dengan menggunakan

teori yang penulis gunakan.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Siswanto (2012:65) menjelaskan bahwa teknik pengumpulan data dapat

dilakukan dengan tiga cara yaitu observasi langsung, tidak langsung dan

partisispasi. Peneliti di sini menggunakan observasi langsung untuk mendapatkan

data primer yaitu anime Barakamon. Untuk mempermudah proses pengumpulan

data peneliti melakukan teknik pengkodean pada anime ini, seperti

(BK/01/00:21:26) dengan rincian BK menunjukkan judul film yaitu Barakamon

01 menunjukkan episode gambar dan 00:21:26 menunjukkan waktu pengambilan

gambar dan percakapan anime yaitu menit ke-dua puluh satu detik ke-dua puluh

enam.

3.4 Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data yang telah dikumpulkan

adalah sebagai berikut:

1. Mengamati gambar Shodo dan unsur pendukungnya atau percakapan yang

mendukung adanya nilai estetika Zen Buddhisme pada bulan Agustus 2016.

2. Menandai bagian film yang terdapat nilai estetika Zen Buddhisme pada

bulan Oktober 2016 sampai Januari 2017.

3. Mengklasifikasi nilai Zen Buddhisme apa saja yang terkandung pada

potongan anime Barakamon pada bulan Februari 2017.

Page 55: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

40

4. Melakukan analisis pada potongan gambar dengan menggunakan teori

estetika Zen Buddhisme Hisamatsu Shin’ichi pada bulan Februari 2017

sampai Mei 2017.

5. Melakukan validasi kepada orang Jepang yang paham terkait Shodo pada

bulan Maret 2017 sampai Mei 2017.

6. Menarik kesimpulan pada bulan Juni 2017.

3.5 Sistematika Penulisan

Sisitematika penulisan diterapkan untuk menyajikan gambaran singkat

mengenai permasalahan yang akan dibahas oleh peneliti. Penulisan skripsi ini

tersusun sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan bagian pendahuluan yang terdiri dari latar

belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat, ruang lingkup

penelitian, dan yang terakhir definisi istilah kunci.

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan mengenai subjek penelitian yaitu Shodo serta

unsur pendukung pembentuk Shodo. Selain itu terdapat juga teori

yang penulis gunakan untuk membahas penelitian ini yaitu Zen

Buddhisme dan nilai estetika Zen Buddhisme. Pada bagian akhir

terdapat teori mengenai film dan juga Penelitihan terdahulu yang

digunakan penulis sebagai refrensi.

Page 56: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

41

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan mengenai metode penelitian yang penulis

gunakan yaitu jenis penelitian, sumber data, teknik pengumpulan

data, analisis data dan sistematika penulisan

BAB IV : TEMUAN DAN PEMBAHASAN

Bagian ini akan menjelaskan tentang sinopsis dari anime

Barakamon, temuan gambar yang mengandung nilai estetika Zen

Buddhisme dan juga hasil analisa teori estetika Zen Buddhisme

pada gambar.

BAB V : PENUTUP

Bagian ini akan berisi tentang kesimpulan dari penelitian dan saran untuk

penelitian selanjutnya.

Page 57: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

42

BAB IV

TEMUAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Sinopsis Anime Barakamon

Anime Barakamon bercerita tentang seorang kaligrafer profesional

bernama Seishu Handa yang mengasingkan diri ke pulau Goto untuk

menenangkan pikiran dan juga belajar serta mencari gaya tulisan yang sesuai atau

mencerminkan diri seorang Handa. Di pulau Goto Handa bertemu dengan orang-

orang yang membantu Handa untuk menemukan gaya tulisan yang diinginkan,

dengan didukung oleh suasana pulau Goto serta pemandangan alamnya. Handa

menulis beberapa Shodo penting ketika berada di pulau Goto antara lain: Shodo

Raku, Shodo untuk banner rumah makan, Shodo Kyoku, Shodo Yuigadokuson-

maru, Shodo Tai, Shodo Kuchi, Renge dan Hane, Shodo Hoshi, Shodo nama

warga yang membangun kuil, serta Shodo untuk perlombaan Naruka

4.2 Temuan

Anime Barakamon menampilkan empat belas Shodo namun yang dapat

ditemukan nilai Zen Buddhisme hanya sebelas karya Shodo dengan rincian

sebagai berikut: enam Shodo yang hanya terdiri dari satu kata atau satu kanji yaitu:

1) Raku (楽), 2) Hoshi (星), 3) Tai (鯛), 4) Shodo Kuchi, 5) Renge dan 6) Hane,

Shodo Kyoku (極). Selanjutnya lima karya Shodo yang berupa kata-kata atau lebih

dari satu kanji yaitu: 1) tulisan banner rumah makan, 2) Tulisan Yuigadokuson-

maru (唯我独尊) di lambung kapal milik ayah miwa, 3) Tulisan Shodo Handa

Page 58: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

43

yang dilihat oleh Kyousuke, 4) Tulisan nama warga desa yang ikut membangun

kuil, 5) Tulisan Handa dalam pameran dan perlombaan Naruka. Anime ini

menampilkan keseluruhan nilai estetika Zen Buddhisme yang dikemukakan oleh

Hisamatsu Shin’ichi yaitu Fukinsei, Kanso, Kokou, Shizen, Yuugen, Datsuzou,

dan Seijaku pada kesenian Shodo yang ada. Namun setiap Shodo tidak

mengandung keseluruhan nilai estetika Zen Buddhisme. Melainkan satu Shodo

hanya merepresentasikan beberapa karakteristik nilai estetika Zen Buddhisme.

Kemudian Shodo Konomon dan Rakushin tidak termasuk yang dianalisa, karena

minimnya keterangan yang menunjukkan adanya nilai estetika Zen Buddhisme.

4.3 Pembahasan

Hubungan antara Kesenian Jepang yang diwakili Shodo dengan

kepercayaan yang diwakili oleh nilai Zen Buddhisme sangat terasa dalam anime

Barakamon. Shodo yang terdapat di dalam anime Barakamon pada pembahasan

kali ini dikelompokan sesuai dengan nilai estetika Zen Buddhisme menurut

Hisamatsu Shin’ichi. Berikut adalah pembahasan tentang nilai estetika Zen

Buddhisme Shodo yang terdapat dalam anime Barakamon:

4.3.1 Fukinsei

Fukinsei seperti yang sudah dijelaskan mempunyai makna tidak seimbang,

baik bentuk atau ukuran yang ditampilkan. Bentuk memainkan peran penting

untuk memunculkan arti di dalam sebuah objek (Berger, 2010:50). Jadi, bentuk

yang asimetris dapat diartikan juga untuk menegaskan makna yang terkandung di

dalam sebuah karya Shodo. Sebuah karya Shodo yang menggunakan gaya Gyosho

Page 59: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

44

dan Sosho cenderung memiliki bentuk tulisan yang asimetris. Namun tidak

menutup kemungkinan gaya Kaisho juga dapat memiliki bentuk yang asimetris.

Hal yang mempengaruhi sebuah Shodo memiliki bentuk yang simetris atau tidak

adalah cara bagaimana seorang Shodoka dalam menulis Shodo. Jika seorang

Shodoka menulis dengan sangat cepat, hasil tulisan akan cenderung tidak

beraturan. Ditambah lagi ukuran kuas, semakin memiliki ukuran yang besar, maka

akan lebih sulit untuk membuat tulisan yang rapi atau simetris dengan pergerakan

tangan yang cepat. Fukinsei biasanya lahir dari sebuah tulisan yang alami atau

(Shizen) sehingga menghasilkan tulisan dengan bentuk apa adanya, tanpa dibuat-

buat. Gambaran asimetris dalam anime Barakamon kali ini ditunjukan karya

Shodo yang Handa tulis seperti pada Gambar berikut ini:

Data 1.

(BK/01/00:19:42) (BK/01/00:19:46)

(BK/01/00:21:00)

Gambar 4.3.1 Warga desa membantu Handa dan Shodo Tanoshii.

Shodo Tanoshii pada Gambar 4.3.1 memiliki nilai Fukinsei yang

ditunjukkan oleh letak Shodo yang lebih ke kiri. Kemudian tebal tipis garis dan

Page 60: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

45

panjang pendek goresan yang tidak sama. Tinta yang menetes ke bawah tidak

terdapat pada seluruh bagian Shodo, melainkan hanya di beberapa sisi saja.

Pengambilan gambar dengan teknik Long Shot memberikan penampakan yang

sangat jelas bagaimana bentuk Shodo dari kanji Tanoshii. Gaya tulisan dari Shodo

Raku ini adalah gaya Kaisho. Gaya ini terbentuk dari ukuran kuas Shodo yang

besar sehingga memiliki bentuk tulisan yang tidak asimetris, karena untuk

menulis Shodo dengan rapi menggunakan kuas besar sangatlah sulit. Pun jika

ingin menulis gaya Gyosho ataupun Sosho juga tidak mudah, karena memang

kuas yang digunakan bukan diperuntukkan untuk menulis kedua gaya tersebut.

Shodo Raku atau Tanoshii ini secara harfiah memiliki arti kesenangan.

Nilai Fukinsei dalam Shodo ini terbentuk karena cara menulis Handa yang cepat,

sehingga menghasilkan tulisan seperti Gambar 4.3.1 di mana tampilan Shodo

sedikit berantakan. Shodo ini menegaskan perasaan Handa yang sangat senang

saat pertama kali datang ke pulau Goto. Handa disambut dengan hangat oleh

penduduk Goto ketika baru tiba dari Tokyo. Perasaan senang tersebut kemudian

oleh Handa dikonversikan ke dalam bentuk tulisan Shodo Tanoshii .

Data 2.

(BK/12/00:19:54)

Gambar 4.3.2 Kaligrafi nama-nama warga desa

Page 61: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

46

Shodo ini merupakan karya Handa dalam perlombaan Naruka. Handa

mendapat inspirasi dari warga pulau Goto yang menelfon Handa ketika Handa

belum dapat menulis kaligrafi untuk dikirimkan ke perlombaan Naruka,

sedangkan batas waktu pengumpulan karya sudah dekat. Dari sini dapat dilihat

bahwa interaksi sosial yang diperoleh Handa selama di pulau Goto dengan warga

setempat, khususnya anak-anak pulau Goto, menjadi sebuah hal yang sangat

berarti bagi Handa, sehingga mampu menginspirasi Handa untuk menciptakan

sebuah karya Shodo. Seperti yang ditunjukkan dalam percakapan antara Handa

dengan Miwa:

美和さん :そんぐらい教えてくれてよかじゃんねー。

半田さん :強いて言うなら 今俺が一番大切に思ってる

もんだ。

Miwa san : Songurai oshietekurete yokajannee.

Handa san : Shiite iiunara, ima ore ga ichiban taisetsu ni omotteru

monda.

Miwa san : Tadi bilangnya hasilnya lumayan kan?

Handa : Iya deh, pokoknya isinya tentang hal yang berharga

untukku saat ini.

Nila Fukinsei pada kaligrafi Gambar 4.3.2 terdapat pada ukuran kanji

nama orang yang bebeda. Terdapat kanji yang berukuran besar di antara kanji

yang berukuran kecil. Kanji nama orang yang berukuran besar di antaranya adalah:

Kotoishi Naru (琴石なる), Arai Tamako (洗井珠子), Yamamura Miwa (山村美

和), Kido Hiroshi (木戸浩志 ), Kubota Hina (窪田陽菜). Kelima orang ini

Page 62: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

47

merupakan orang-orang yang paling dekat dengan Handa selama berada di pulau

Goto. Melalui tulisan Shodo di atas, Handa ingin menunjukkan bahwa di antara

warga desa lainnya, ke-lima orang ini merupakan orang yang paling penting

sekaligus berharga bagi Handa.

Shodo ini memiliki gaya tulisan Kanso. Dilihat dari bentuk Shodo yang

memang masih susuai dengan bentuk kanji aslinya. Walaupun sedikit berantakan

namun masih mudah untuk dibaca, karena memang penulisan Shodo pada gambar

4.3.2 urutan serta penempatan goresan diletakkan pada tempat yang telah

ditentukan. Jika ditulis dalam buku kotak, maka goresan pertama hingga terakhir

akan berada pada kotak yang memang menjadi tempat urutan penulisan, sehingga

bentuk yang dihasilkan tampak jelas. Untuk menambah nilai keindahan pada

tulisan Shodo yang Handa inginkan, walaupun menggunakan gaya Kaisho, Handa

menulis Shodo dengan sedikit berantakan tanpa memperhatikan tebal tipis goresan.

Data 3

(BK/07/00:13:07) (BK/07/00:13:48)

Gambar 4.3.3 Shodo Tai atau kakap merah

Shodo di atas merupakan Shodo dengan Kanji Tai yang memiliki arti

kakap merah. Shodo tersebut dibuat oleh Handa menggunakan ikan makarel yang

permukaan badannya dicelupkan ke dalam tinta kemudian ditempelkan pada

Page 63: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

48

kertas hingga membentuk Kanji Tai. Nilai Fukinsei pada tulisan Shodo di atas

terlihat pada warna ikan yang ketebalannya tidak sama. Ada yang memiliki warna

hitam, karena ikan yang ditempelkan baru dicelupkan dari tinta, sehingga tinta

yang terdapat pada badan ikan masih banyak. Kemudian ada juga yang memiliki

warna abu-abu karena tinta yang berada di badan ikan sudah hampir habis. Pun

posisi ikan juga sedikit berantakan. Namun jika sudah menyatu dalam wujud

Shodo Tai seolah dapat terlihat bentuk yang seimbang dan warnanya sama. Hal ini

seperti yang dikatakan Hisamatsu (1974:69) bahwa di dalam prinsip seni,

asimetris bisa jadi diartikan tidak sama tetapi seimbang, dan ketidak seimbangan

tersebut dapat terjadi karena perbedaan ukuran, warna, bentuk, tekstur, ruang, dan

pencahayaan. Keindahan pada Shodo Tai semakin jelas karena dipertegas dengan

pernyataan Miwa berikut:

美和 :よかやん、あたしはもともと先生ん字好きやけど、こ

れは最高よ

Miwa : Yokayan, atashi ha moto moto sensein ji sukiyakedo, kore

ha saikou yo.

Miwa : Cantiknya, saya selalu suka kaligrafi sensei, tapi ini yang

terbaik

Shodo Tai di atas memiliki gaya tulisan Kaisho. Bentuk yang sangat jelas

seperti Kanji aslinya, urutan goresan yang sesuai, mempertegas bahwa Kanji

tersebut ditulis dengan menggunakan gaya Kaisho. Walaupun demikian, karena

cara penulisan yang tidak lazim, yaitu dengan menggunakan ikan yang di

Page 64: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

49

celupkan pada tinta, Shodo Tai mampu mencerminkan keindahan Fukinsei seperti

yang sudah dijelaskan pada paragraf di atas.

4.3.2 Kanso

Data 1

(BK/02/00:05:36)

Gambar 4.3.4 Shodo banner restoran Jepang

Kanso berati kesederhanaan yang dapat mewakili atau mencerminkan sifat

dari suatu benda secara utuh yang diekspresikan melalui garis, warna, atau unsur

yang lain. Artinya seseorang yang menikmati sebuah karya seni dapat memahami

dengan baik makna dari sebuah karya seni. Tulisan Shodo di atas dapat dikatakan

memiliki nilai Kanso atau kesederhanan. Nilai Kanso di dalam Shodo banner

rumah makan dapat dilihat dari tidak adanya penggunaan aksesoris atau hiasan

yang berlebihan. Seperti background yang bermacam-macam, tulisan yang

bervariasi, foto makanan, dan sebagainya. Namun di dalam banner tersebut hanya

digunakan tulisan kanji dan hiragana dengan background berwarna putih polos

saja. Uniknya lagi kata serapan esunikku yang terdapat dalam banner rumah

makan tidak ditulis menggunakan katakana, melainkan hiragana. Pada dasarnya

banner sebuah rumah makan dibuat sangat menarik dengan desain yang bervariasi.

Page 65: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

50

Tujuannya adalah agar pengunjung penasaran dan tertarik untuk membeli

makanan yang di jual.

Tulisan pada banner rumah makan tersebut juga menggunakan kata yang

menjurus langsung kepada makanan apa yang disajikan, yaitu makanan etnik.

Kata etnik memberikan pemahaman yang mudah bagi para pengunjung. Karena

semakin mudah seseorang memahami sebuah karya Shodo, menandakan Shodo

tersebut memiliki nilai kesederhanaan yang tinggi. Kemudian Shodo pada banner

ini ditulis dengan mengguanakn gaya Kaisho. Seperti yang sudah dijelaskan, gaya

Kaisho merupakan gaya yang paling sederhana dan mudah dibaca. Sehingga

semakin jelas nilai kesederhanaan yang dapat terlihat dari Shodo banner rumah

makan tersebut.

4.3.3 Kokou

Data 1

(BK/10/00:21:06) (BK/10/00:06:26)

Gambar 4.3.5 Shodo nama orang yang membantu membangun kuil

Shodo di atas merupakan nama-nama warga desa yang membantu

pembangunan kuil di desa tempat Handa tinggal. Handa sangat terkesan dengan

tulisan tersebut, karena tampak seperti barang antik. Seperti percakapan antara

Handa dengan kakek Naru berikut:

Page 66: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

51

半田さん :神社で俺のやることって何ですか。お祓い?

お祖父さん :ほれ こっば見てみれ

神社ん建った時に 寄付してくれた人の名前

Handa san : Jinja de ore no yarukototte nandesuka? Oharai?

Oji san : Hore, kobba mitemire.

Jinjan tattatoki ni, kibunshitekureta hito no namae.

Handa san : Apa yang harus aku lakukan di kuil? Pemurnian?

Oji san : Coba lihat itu.

Ini adalah nama orang yang membantu dalam pendirian

kuil.

Kemudian pada percakapan selanjutnya Handa sangat kagum dengan

Shodo yang ada pada kuil tersebut. Seperti yang terlihat dalam percakapan antara

Handa dengan Kakek Naru berikut:

お祖父さん :そろそろ書き直さんばち思ってな。はい、これ名

簿。市の業者に頼んで書き直してもらおうち思っ

ちょったけど。先生のほう上手やろ。

ほれ。

半田さん :うわー、すごいですね。年代もの。

Ojii san : Soro soro kakinaosanbachato omottena. Hai, kore meiba.

Ichi no gyousha ni tanonde kakinaoshite moraochi omo-

cchottakedo. Sensei no hou jouzu yaro. Hore.

Handa san : Uwaa, sugoi desune. Menbai mono.

Ojii san : Kami berpikir ulang untuk menulis itu. Ini ambilah daftar

nama. Sebenarnya kami akan mempekerjakan orang kota

untuk menulis ulang, tapi. Sensei lebih baik kan? Ini.

Handa san : Wow, barang antik yang menakjubkan.

Page 67: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

52

Kekaguman Handa kepada tulisan Shodo yang ada di dalam kuil

dikarenakan Shodo tersebut layaknya barang antik. Dilihat dari sudut pandang

mise-en-scene yaitu seting yang mana menggambarkan rupa dari sebuah objek,

kayu dari tempat Shodo yang Handa pegang tampak terlihat berwarna coklat

kusam dan terdapat banyak garis-garis. Kusam dan garis di sini menunjukkan

bahwa kayu tersebut sudah tua atau dimakan usia dan sedikit lapuk. Jika

dibandingkan dengan Shodo yang baru Handa tulis terlihat jelas perbedaan

penampakan dari kayu yang digunakan. Kayu yang baru dilambangkan dengan

warna yang lebih cerah dan terlihat lebih halus permukaannya.

Keseluruhan hal tersebut membuktikan bahwa Shodo nama orang desa

pendiri kuil memiliki krakteristik nilai keindahan Kokou. Seperti yang dijelaskan

sebelumnya bahwa Kokou dapat diartikan menjadi kering, ciut, gersan, atau layu.

Secara singkat, Kokou mempunyai arti telah berpengalaman menempuh waktu

kehidupan. Kayu yang lapuk menggambarkan bahwa Shodo tersebut sudah

melewati waktu yang panjang, sehingga penampakannya terdapat kerutan pada

permukaan kayu, seperti sudah berumur lama. Hal ini menjadikan nilai keindahan

Shodo tersebut dapat terpancar dan dapat membuat Handa terkesan. Handa pun

menilai bahwa Shodo tersebut merupakan menbai mono atau barang antik. Jika di

lihat di kehidupan nyata, sebuah barang antik akan dapat bernilai sangat tinggi,

khususnya dalam segi nilai ekonomis.

Shodo yang terdapat pada kuil ini ditulis menggunaka gaya Gyosho. Dapat

dilihat dari ujung goresan yang seperti menyambung antara goresan sebelum dan

sesudah. Peralihan dari goresan satu ke goresan setelahnya terlihat lembut, karena

Page 68: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

53

pada dasarnya gaya Gyosho ditulis dengan pergerakan tangan yang sedikit cepat

dan lebih fleksibel.

4.3.4 Shizen

Shizen dapat diartikan sebuah kealamian. Kealamian yang dimaksud

adalah proses yang terjadi dengan sendirinya, tanpa dibuat-buat, mengalir dengan

sendirinya karena tidak diawali dengan sebuah pemikiran dan sebuah tujuan

sehingga menghasilkan objek yang apa adanya. Nilai Shizen tanpak pada Shodo di

bawah ini:

Data 1

(BK/01/00:00:08) (BK/01/00:00:12)

(BK/01/00:21:00)

Gambar 4.3.6 Pergerakan Tangan Handa dan Shodo Tanoshi

Pada Shodo Tanoshii di atas dapat terlihat Handa menulis dalam keadaan

senang, karena menulis Shodo sambil tertawa. Dalam kondisi demikian Handa

seolah tidak dapat mengontrol diri sendiri saat meluapkan kesenangan yang

diperoleh. Handa seolah dapat melakukan sebuah aktivitas yang tanpa sadar dan

Page 69: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

54

dengan spontanitas terjadi begitu saja. Seperti tidak ada beban yang dirasakan

dalam aktivitas yang dilakukan.

Nilai kealamian tulisan Shodo Tanoshi muncul akibat perasaan Handa

menjadi senang. Sehingga berpengaruh pada saat Handa menulis Shodo.

Pergerakan tangan Handa yang tidak terkontrol, seolah bergerak dengan cepat dan

tanpa pikir panjang, seperti tidak ada jeda yang diperlihatkan antara goresan satu

ke goresan selanjutnya. Hal ini ditunjukkan oleh bulu kuas dan tinta yang

digambarkan seolah melambai dan terbang. Sumi yang tercecer di mana-mana,

baik di pintu, lantai, dinding kayu dan yang mengalir menetes ke bawah dengan

sendirinya, seperti menunjukkan pergerakan tangan yang tidak terkontrol. Semua

ini dilakukan Handa dengan spontan, sehingga cenderung menghasilkan tulisan

yang apa adanya dan tidak dipaksakan mengikuti bentuk tertentu. Hal ini seperti

perkataan Handa berikut ini yang mengakui bahwa tulisan Shodo Tanoshii ini

merupakan bentuk spontanitas:

半田さん :この島に来て一週間。まだ納得した字は書けていな

い。あれは勢いだけで書いた書。

Handa san : Kono shima ni kite isshukan. Mada nattokushita aza ha

kaketeinai. Are ha ikioi dake de kaita sho

Handa san : Sudah satu minggu semenjak aku datang ke pulau ini, aku

masih belum menghasilkan karya yang bagus. Waktu itu

hanya spontanitas saja.

Dialog di atas ditampilkan dalam anime Barakamon episode berikutnya yang

menunjukkan bahwa Handa sudah berada di pulau Goto selama satu minggu.

Page 70: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

55

Data 2

(BK/04/00:18:06) (BK/04/00:18:35)

(BK/04/00:19:47) (BK/04/00:19:51)

Gambar 4.3.7 Proses pembeuatan Shodo Yuigadokuson-maru

Shodo di atas menceritakan Handa yang sedang membantu ayah Miwa

untuk membuat tulisan Shodo di atas perahu. Pada saat Handa akan menulis, tiba-

tiba menjadi ragu, karena belum memperhitungkan kelengkungan dari lambung

kapal, sehingga takut Shodo yang dihasikan tidak sesuai. Seketika Naru maju

kemudian menempelkan tangan yang sudah dilumuri cat ke lambung kapal,

tempat Handa akan menulis Shodo. Spontan apa yang dilakukan Naru membuat

Handa terkejut. Anak-anak lainnya yang berada di pelabuhan juga mengikuti apa

yang Naru lakukan. Untuk menutupi cetakan tangan yang anak-anak buat, Handa

memutuskan untuk mulai menulis. Nilai Shizen kemudian dapat terlihat dari sini.

Shodo Yuigadokuson-maru terbentuk dari unsur kesengajaan yang dilakukan Naru

dan anak-anak lainnya yang menempelkan cetakan tangan di atas perahu. Namun

dari kesengajaan itu timbul nilai kealamian di dalamnya yang ditunjukkan saat

Handa berusaha menutup cetakan tangan tersebut dengan Shodo yang Handa tulis

untuk menghilangkan kesengajaan yang dibuat, sehingga terlihat alami. Ketika

Page 71: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

56

menulis Handa juga tidak berpikir banyak, seperti menghitung kelengkungan

lambung kapal, agar jarak antar Shodo sama. Karena cetakan kecil tersebut justru

membuat Handa mudah untuk menulis. Hal ini Handa ungkapkan dalam

lamunannya sebagai berikut:

半田さん :不思議なもんだ。さっきまであんなに怖かったの

に。重圧が全く無くなって。筆の走りが軽い。小さ

い手形があるだけ それだけなのに。

Handa san : Fushigina monda. Saki made anna ni kowakatta noni.

Juuatsu ga mattaku nakunatte. Fude no hashiri ga karui.

Chiisai tegata aru dake, sore dake nanoni.

Handa san : Ini aneh. Beberapa saat lalu aku takut. Tapi tekanan ben-

ar-benar hilang, dan kuas mudah untuk digerakkan. Ha-

nya karena cetakan tangan kecil

Shodo yang Handa buat juga tidak dipaksakan mengikuti bentuk sebuah cetakan

yang pada awalnya ingin Handa buat, melainkan tulisan yang apa adanya,

mengikuti bentuk kuas yang digunakan.

Shodo Yuigadokuson-maru ini ditulis menggunaka gaya Kaisho. Selain

kuas yang digunakan yaitu kuas cat, yang memang bukan diperuntukkan untuk

menulis Shodo, apalagi menulis Shodo dengan gaya Gyoso atau Sosho , tulisan

Shodo ini diakhir goresan seperti ditekan dan tidak terhubung dengan goresan

selanjutnya. Selain itu Shodo ini masih berusaha mempertahankan bentuk aslinya,

sehingga mudah dibaca oleh siapa saja.

Page 72: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

57

Data 3

(BK/09/00:20:43) (BK/09/00:21:00)

Gambar 4.3.8 Handa menulis Shodo Hoshi dan hasil seseudah menulis

Shodo Hoshi di atas juga terdapat nilai kealamian di dalamnya. Hal ini

dikarenakan dalam proses pembuatannya dilakukan dengan cepat. Gambar 4.3.8

pada scene episode 9 menit ke 20 detik ke 43 merupakan teknik pengambilan

gambar Hight Angel Shot yang menjadikan kamera bergerak dari atas ke bawah.

Teknik Hight Angel Shot kemudian dipadukan dengan teknik Close Up di mana

sorotan kamera terfokus pada tangan Handa. Sehingga terlihat pergerakan tangan

Handa yang bergerak cepat. Pergerakan tangan yang cepat menandakan untuk

menulis Shodo Handa tidak berfikir terlebih dahulu, sehingga dihasilkan tulisan

Shodo yang apa adanya. Ketika mendapat sebuah inspirasi, Handa segera

mengkonversikan inspirasi yang didapat ke dalam sebuah karya Shodo.

4.3.5 Yuugen

Yuugen meiliki arti kedalaman esensi atau kedalaman makna. Karakteristik

Yuugen yaitu kegelapan. Kegelapan di sini dapat diidentifikasikan dengan

keadaan yang minim cahaya atau warna yang berwarna gelap yang dapat

memunculkan makna yang terkandung di dalam sebuah objek, kemudian

memberikan ketenangan pikiran.

Page 73: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

58

Data 1

(BK/02/00:10:06) (BK/02/00:10:27)

(BK/02/00:11:11)

Gambar 4.3.9 Shodo hasil latihan Handa.

Gambar 4.3.9 menampilkan latar tempat yang cukup berantakan, karena

banyaknya kertas dengan tulisan Shodo hasil latihan Handa. Sebuah kaligrafi yang

merupakan kanji “kyoku no kyokugen” yang memiliki arti sepenuhnya atau

bersungguh-sungguh ditampilkan dalam ukuran besar. Suasana ruangan pada

Gambar 4.3.9 juga terlihat gelap, tanpa ada penerangan lampu. Adegan di dalam

gambar diceritakan bahwa Naru dan Hiroshi tengah masuk ke dalam kamar Handa

yang merupakan tempat menaruh hasil latihan Shodo Handa. Pada saat itu Handa

tengah pingsan akibat kelelahan berlatih Shodo. Dalam kamar Handa, Hiroshi

tertegun melihat tulisan Shodo Handa yang begitu banyak.

Shodo hasil latihan Handa pada Gambar 4.3.9 mewakili nilai estetika Zen

Buddhisme yaitu Yuugen. Yuugen yang memiliki karakteristik kegelapan

ditunjukkan oleh keadaan kamar yang gelap. Walaupun gelap tidak menjadikan

Naru yang masih anak kecil dan juga Hiroshi takut. Naru dengan santai masuk ke

Page 74: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

59

dalam ruangan dengan berlari. Perasaan tenang kemudian ditimbulkan setelahnya.

Naru yang pada dasarnya memiliki tingkah yang hiperaktif, dalam sejenak

berbicara kepada Hiroshi dengan nada yang lembut. Naru menyampaikan kepada

Hiroshi bahwa Handa merasa belum bisa menemukan tulisan yang bagus walau

sudah menulis banyak, karena merasa tidak mempunyai bakat. Sementara Hiroshi

yang pada awal episode diceritakan tengah mengalami masalah karena nilai hasil

belajar di SMA mendapat nilai yang rendah, setelah melihat Shodo karya Handa,

dapat menyadari kesalahan yang dilakukan sehingga mendapat nilai yang rendah.

Dari tulisan Shodo tersebut Hiroshi melihat bagaimana Handa bekerja keras,

dengan sepenuh tenaga untuk berlatih Shodo, hingga menyebabkan Handa

pingsan karena kelelahan. Hiroshi menyadari bahwa selama ini hanya berusaha

setengah-setengah dalam belajar. Hiroshi juga menganggap bahwa Handa

sejatinya mempunyai bakat. Hal ini seperti percakapan Hiroshi dengan Naru:

浩志さん :なる やっぱり先生は才能あるぞ。

なるちゃん :何 浩志には分かっとか。

浩志さん :いや よく分からんけど。

なるちゃん :何かっち やらせじゃん。

浩志さん :努力できるのが一番の才能だなあ。

Hiroshi san : Naru, yappari sensei ha saino aruzo.

Naru chan : Nani, Hiroshi ni ha wakattoka?

Hiroshi san : Iya, yoku wakarankedo.

Naru chan : Nankachi, yarasejan.

Hiroshi san : Doryoku dekiru no ga, ichiban no sainou danaa.

Hiroshi san : Naru, sensei itu punya bakat

Page 75: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

60

Naru chan : Apa? Kok Hiroshi tahu?

Hiroshi san : Tidak, sebenarnya aku tidak tahu.

Naru chan : Apa? Kau bohong ya?

Hiroshi san : Bekerja keras adalah bakat terbaik.

Percakapan di atas menunjukkan bahwa secarat tidak langsung Shodo

yang ditulis Handa dapat mengubah pandangan Hiroshi. Hiroshi dapat memaknai

arti bekerja keras dengan baik. Air mata Hiroshi juga sempat keluar karena begitu

mendalami makna dari tulisan Shodo Handa. Air mata dapat keluar ketika

seseorang mengalami kondisi emosional tertentu. Kebanyakan air mata muncul

karena seseorang merasa sedih. Namun tidak selalu karena sedih, kadang air mata

dapat muncul karena seseorang merasa senang, ataupun terharu, seperti yang

dialami oleh Hiroshi.

Shodo Kyoku kali ini ditulis dengan mengunakan gaya Kaisho. Terlihat

dari bentuk Shodo yang masih menyerupai Kanji Kyoku itu sendiri. Goresan kuas

yang dihasilkan pun terkesan tegas, layaknya gaya Kaisho. Tulisan yang tegas

tersebut menandakan bahwa terdapat makna yang dalam di balik karya Shodo

yang ditulis, seolah Shodo ini menggambarkan sebuah kekuatan yang tidak

berujung.

Data 2

(BK/09/00:20:07) (BK/11/00:01:21)

Page 76: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

61

(BK/11/00:08:25)

Gambar 4.3.10 Handa melihat bintang dan Shodo Hoshi

Shodo Hoshi di atas juga memiliki unsur Yuugen di dalamnya. Awalnya

Handa terperosok ke dalam jurang di belakang rumah Handa saat perjalanan

pulang setelah bermain dengan Naru dan kawan-kawan. Latar tempat yang di

tampilkan pada scene tersebut menunjukkan waktu pada malam hari dan tempat

yang gelap tanpa adanya penerangan. Dalam keadaan tersebut Handa berusaha

menenangkan diri. Seketika Handa yang tanpa sengaja melihat ke atas, merasa

takjub dengan penampakan bintang yang begitu indah. Dan hal itu dapat membuat

Handa sedikit tenang. Rasa takut yang awalnya menghinggapi Handa perlahan

mulai hilang. Beberapa saat kemudian ada bintang jatuh, seketika Handa membuat

permohonan, berharap agar anak-anak desa sadar jika Handa belum pulang dan

mencari Handa. Tidak lama datang Miwa, Tama dan Naru menolong Handa

pertanda permintaan Handa terkabul. Sesampai di rumah, Handa langsung

menulis Shodo yang terinspirasi dari penampakan bintang di bukit belakang

rumah Handa.

Kegelapan pada tulisan Shodo Hoshi tercermin dari warna hitam yang

Handa gunakan sebagai background sekaligus melambangkan malam hari.

Kemudian warna putih pada huruf Kanji melambangkan bintang yang bersinar

terang. Warna putih juga dilambangkan sebagai sebuah Harapan yang tinggi.

Seperti yang dikatakan oleh presiden pengelola pameran berikut:

Page 77: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

62

課長 :君は見違えるほど面白い字を書けるようになった

な。小学校の課題のような一文字に。夜空の星が見

える。暗闇の取り残されたような心細さと闇の中で

しか見えない光。

Kachou : Kimi ha michigaeru hodo omoshiroi aji wo kakeru youni

nattana. Shogakkou no kadai no youna ichimonjini.

Yozorano hoshi ga mieru. Kurayami ni torikosareta

youna kokoro hososa to, yami no uchi de shika mienai

hikari.

Kachou : Kau menulis sesuatu yang menarik, aku hampir tidak

yakin ini milikmu. Karakternya seperti salah satu dari

tugas SD. Ini menunjukkan harapan yang tertinggal

dalam kegelapan. Bersama cahaya yang terlihat di dalam

kegelapan.

Shodo Hoshi kali ini ditulis dengan mengunakan gaya Kaisho. Terlihat

dari bentuk Shodo yang masih menyerupai Kanji Hoshi serta goresan kuas yang

dihasilkan tegas, layaknya gaya Kaisho. Tulisan yang tegas tersebut menandakan

bahwa terdapat makna yang dalam di balik karya Shodo yang ditulis

4.3.6 Datsuzoku

Datsuzoku memiliki arti kebebasan. Kebebasan dalam berekspresi tanpa

terpaku pada kaidah, peraturan, teori, atau kebiasan-kebiasaan yang ada. Menurut

Imanuel Kant seorang seniman sejati menciptakan kaidahnya sendiri yang

diperlukan untuk mencapai suatu tujuan. Sehingga terkadang jika seorang

seniman ditanya konsep apa yang mendasari sebuah karya yang diciptakan, tidak

dapat memberi tahu (Hauskeller, 2010:38). Karena memang kaidah itu mengalir

Page 78: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

63

begitu saja sesuai dengan kreativitas yang dimiliki. Nilai Datsuzoku pada karya

Shodo Handa dapat dilihat pada Shodo berikut ini:

Data 1

(BK/08/00:01:01)

Gambar 4.3.11 Shodo Kuchi, Renge dan Hane

Shodo yang ditunjukan pada Gambar 4.3.11 tidak ditulis dengan

menggunakan kuas atau fude. Namun ditulis dengan menggunakan bulu ayam,

sendok dan juga mangkok. Pada dasarnya Shodo ditulis menggunakan fude. Hal

ini menandakan sebuah kebebasan yang tidak berpaku pada kebiasaan yang ada.

Handa ingin menemukan sebuah tulisan yang berbeda dengan mencari sebuah

terobosan baru dengan menggunakan kreativitas yang dimiliki. Handa termotivasi

oleh perkataan Kawafuji yang mengatakan bahwa peran kaum muda adalah

merintis jalan baru tanpa takut gagal.

Gaya tulisan pada Shodo di atas adalah Reisho. Karena tidak menggunakan

fude atau kuas, melainkan alat lain untuk menulis, bentuk dari Shodo tersebut

sedikit kaku layaknya gaya Reisho. Sehingga dapat disimpulkan dari eksperimen

yang dilakukan Handa, yang tidak berpaku pada kebiasaan yang dilakukan dapat

tercipta gaya tulisan Reisho

Page 79: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

64

Data 2

(BK/04/00:17:24) (BK/04/00:19:51)

Gambar 4.3.12 Tulisan Shodo di atas lambung kapal

Gambar 4.3.12 menceritakan Handa yang diminta untuk menulis Shodo di

atas lambung kapal milik ayah Miwa. Unsur Datsuzoku pada Gambar 4.3.12

terletak pada alat dan media yang digunakan. Handa menulis tidak menggunakan

kuas Shodo yang biasa digunakan Handa untuk menulis, namun menggunakan

kuas tembok. Kemudian media untuk menulis menggunakan lambung kapal.

Karena dirasa terlalu sulit setelah melakukan analisa sesaat, Handa kemudian

memutuskan untuk membuat cetakan huruf yang diiminta, kemudian menulis

dengan kuas yang tersedia. Namun hal itu di tolak oleh ayah Miwa. Seperti yang

terangkum dari percakapan berikut:

半田さん :下書きが必要なんでいったん家に戻って書いてき

ます。まずは紙に書いた文字を切り抜いて。その上

からペンキを塗り。

美和父 :待て待て 先生。そっじゃ船の板金屋と変わらん。

おいは自分オリジナルの船がほしいか。

半田さん :そう言われても いつも使わない道具だし。紙以外

のものに書くなんて。

Handa san : Shitagaki ga hitsuyonande, ittan ie ni modotte kaite-

kimasu. Mazu ha kami ni kaita moji wo kirinuite. So-

Page 80: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

65

no ue kara penki wo nuri.

Miwa Chichi : Matte, matte sensei. Sojja fune no bankinya to kawaran.

Oiwa jibun orijinaru no fune ga hoshiika.

Handa san : Sou iwaretemo, itsumo tsukawanai dougu dashi. Kami

igai no mono ni kakunante.

Handa san : Aku perlu membuat rancangan, jadi harus kembali me-

nulis di rumah. Pertama aku memotong huruf yang di-

tulis, lalu memberi cat di atasnya.

Ayah Miwa : Tunggu, tunggu sensei. Kau pikir aku mau tulisan seperti

itu? Aku mau tulisan kapal yang berbeda!

Handa san : Ya, tapi ini bukan alat tulis yang biasa aku gunakan, dan

juga aku tidak menulis di atas kertas.

Handa pada akhirnya menyanggupi untuk menulis Shodo walaupun belum

pernah melakukan proses penulisan seperti itu. Karena menggunakan alat tulis

yang tidak biasa digunakan dan bukan menulis di atas kertas melainkan pada

lambung kapal membuat Handa harus mengeluarkan kreativitas lebih. Hal ini

merupakan salah satu cerminan dari nilai Datsuzoku.

Data 3

(BK/07/00:13:48)

Gambar 4.3.13 Shodo Tai atau ikan kakap merah

Shodo pada gambar 4.3.13 juga mempunya unsur Datsuzoku atau

kebebasan. Penggunaan ikan sebagai pengganti fude untuk menulis Shodo

Page 81: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

66

menunjukkan sebuah kreativitas yang tidak terpaku pada sebuah kebiasaan dalam

menulis Shodo.

4.3.7 Seijaku

Seijaku memiliki makna ketenangan yang diartikan tidak terganggu.

Ketenangan tersebut dapat diperoleh walaupun dalam kondisi yang berisik

sekalipun. Nilai Seijaku pada Shodo karya Handa ditunjukkan pada Shodo berikut:

Data 1

(BK/06/00:16:45) (BK/06/00:16:49)

(BK/06/00:16:50) (BK/06/00:16:52)

Gambar 4.3.14 Kyousuke sedang melihat Shodo Handa.

Gambar 4.3.14 pada menit ke enam belas detik ke empat puluh lima

menunjukkan Kyousuke yang tengah melihat Shodo karya Handa dengan latar

orang-orang yang sangat ramai. Namun kemudian pada menit ke enam belas detik

ke lima puluh terlihat suasana seolah menjadi sepi. Ini menunjukkan bahwa Shodo

karya Handa memiliki nilai keindahan Seijaku di dalamnya. Karena ketika melihat

Shodo karya Handa, Kyousuke digambarkan sedang sendirian. Sendiri pada

Page 82: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

67

gambar 4.3.14 mencerminkan sebuah ketenangan yang diperoleh Kyousuke

karena terpukau oleh keindahan dari kaligrafi Handa. Sedangkan pada

kenyataannya Kyousuke melihat bersama orang banyak. Pada menit ke enam

belas detik ke enam puluh lima digambarkan dari ketenangan yang diperoleh,

Kyousuke seolah mendapat pencerahan setelahnya, yaitu di mana Kyousuke

kembali termotivasi untuk menulis Shodo lagi, yang sebelumnya memutuskan

untuk berhenti.

Shodou yang dilihat oleh Kyousuke di atas ditulis dengan menggunakan

gaya Gyosho. Bentuk dari kanji yang ditulis pada Shodo di atas sedikit lebih

fleksibel, serta banyak urutan goresan yang digabung menjadi satu yang

menandakan jika ketika menulis Shodo tersebut Handa sedikit tidak

memperhatikan urutan penulisan huruf. Ujung goresan satu dengan yang lainnya

juga banyak yang menyatu, sehingga semakin menambah keindahan dari Shodo

yang ditulis.

Data 2

(BK/02/00:10:06) (BK/02/00:10:27)

Page 83: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

68

(BK/02/00:10:27)

Gambar 4.3.15 Shodo hasil latihan Handa.

Nilai Seijaku dapat dilihat dari penampakan pada latar yang tercermin

dalam adegan di atas, yaitu sebuah kamar yang berantakan, dipenuhi dengan

banyak sekali tulisan Shodo hasil latihan Handa. Orang awam mungkin akan

menganggap sebagai sesuatu yang jorok, tidak rapih, dan risih untuk masuk ke

dalam kamar tersebut. Namun pada adegan di atas Hiroshi mampu mendapatkan

sebuah ketenangan. Dari ketenangan yang diperoleh, perasaan Hiroshi menjadi

lebih baik, yang ditunjukkan oleh air mata yang menetes, dan mampu berfikir. Hal

ini menandakan Hiroshi tidak terganggu untuk dapat memaknai tulisan Shodo

Handa kendati berada dalam kamar yang berantakan.

Page 84: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

69

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Nilai estetika Zen Buddhisme dari 12 kaligrafi Jepang atau Shodo yang

dianalisis dalam anime Barakamon karya Masaki Tachibana mengandung

ketujuh nila estetika Zen Buddhisme menurut Hisamatsu Shin’ichi, yaitu

Fukinsei, Kanso, Kokou, Shizen, Yuugen, Datsuzoku, dan Seijaku.

Karakteristik dari Shodo dalam anime Barakamon yang mencerminkan

karakteristik nilai estetika Zen ditunjukkan oleh bentuk, ukuran, perbedaan

warna, teknik menulis, pencahayaan, kondisi lingkungan yang kemudian

di dukung oleh dialog seorang tokoh, maupun dialog antar tokoh.

2. Nilai estetika Zen Buddhisme Hisamatsu Shin’ichi ditunjukkan oleh

keseluruhan Shodo yang terdapat dalam anime Barakamon yaitu sebagai

berikut:

a. Nilai Fukinsei dicerminkan oleh tiga Shodo yaitu Shodo kanji

“Tanoshii” yang ditulis Handa pada saat malam hari setiba di pulau

Goto, Shodo kanji “nama warga desa” yang ditulis Handa untuk

pameran dan perlombaan Naruka, dan Shodo kanji “ Tai” yang

ditulis Handa setelah memancing

b. Nilai Kanso ditunjukkan oleh satu buah Shodo yaitu Shodo dengan

kata-kata “Esunikku Ryouriten Emapumuza” pada banner untuk

rumah makan Jepang.

Page 85: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

70

c. Nilai Kokou ditunjukkan oleh satu Shodo yaitu Shodo kanji “nama

warga desa” yang membangun kuil dan terdapat di dalam kuil yang

ada di pulau Goto

d. Nilai Shizen ditunjukkan oleh tiga buah Shodo yaitu Shodo kanji

“Raku” yang ditulis Handa pada saat malam hari setiba di pulau

Goto, Shodo kanji “Yuigadokuson-maru” pada perahu ayah Miwa,

dan Shodo kaniji “Hoshi” yang ditulis Handa setelah terjebak di

jurang bukit belakang rumah pada malam hari.

e. Nilai Yuugen ditunjukkan oleh dua Shodo yaitu Shodo kanji

“Kyoku” yang terdapat di dalam kamar Handa dan juga Shodo

kanji “Hoshi” yang ditulis Handa setelah terjebak di jurang bukit

belakang rumah pada malam hari.

f. Nilai Datsuzoku ditunjukkan oleh tiga Shodo yaitu Shodo kanji

“Hane”, “Renge” dan “Kuchi” yang Handa tulis dengan bulu,

sendok porselen dan mangkok, Shodo kanji “Yuigadokuson-maru”

pada perahu ayah Miwa, Shodo kanji “Tai” yang ditulis Handa

setelah memancing.

g. Nilai Seijaku ditunjukkan oleh dua Shodo yaitu Shodo yang Handa

buat pada pameran yang dilihat oleh Kyousuke dan Shodo kanji

“Kyoku” beserta hasil latihan Handa yang terdapat di dalam kamar.

5.2 Saran

1. Penelitian berikutnya dapat mengembangkan penelitian ini dengan

menggunakan teori resepsi sastra.

Page 86: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

71

2. Penelitian berikutnya dapat mengambil objek Shodo yang kemudian

dikaitkan dengan tema pendidikan, yaitu meneliti tentang metode

pembelajara Shodo terhadap kecepatan pembelajar untuk memahami Kanji.

3. Penelitian berikutnya dapat mengambil objek lain dalam anime

Barakamon, seperti psikologi tokoh pada anime Barakamon atau unsur

sosial dalam anime Barakamon.

Page 87: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

72

DAFTAR PUSTAKA

Film:

Masaki, Tachibana. 2014. Barakamon. Tokyo. Kinema Cytrus.

Buku:

Arikunto, S. 1983. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. Bina

Aksara.

Berger, A. Asa. 2010. Pengantar Semiotika: Tanda-tanda dalam Kebudayan

Kontemprer. Yogyakarta. Tiara Wacana.

Bitteraty, U. 2016. Chandramawa. Yogyakarta. Garudawacana.

Bruce, Mamer. 2013. Film Production Technique: Creating the Accomplished

Image Sixth Edition. Stamford. Cengage Learning.

Dharmawan. 1987. Pendidikan Seni Rupa. Bandung. CV Amirco.

Hauskeller, Michael. 2015. Seni-Apa itu?: Posisi Estetika dari Platon sampai

Danto. Yogyakarya. PT Kanisius.

Kartika, D.S., Perwira, N.G. 2004. Pengantar Estetika. Bandung. Rekayasa Sains.

Maulana, I. M. 2007. Majalah Akses Edisi ke-6: Jurus Jitu Bisnis di Jepang

(Kebudayaan Jepang: Paradoks Wafuku Versus Yofuku). Jakarta.

Direktorat Jenderal Asia Pasifik Kementerian Luar Negeri.

Pratista, H. 2008. Memahami Film. Yogyakarta. Homerian Pustaka.

Ratna, N. K. 2011. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta.

Pustaka Pelajar.

Rido, dkk. 2015. Japanese Station Book. Jakarta. Bukune.

Rokhmansyah, A. 2014. Studi dan Pengkajian Sastra; Perkenalan Awal Terhadap

Ilmu Sastra. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Page 88: NILAIESTETIKA ZENBUDDHISME KALIGRAFIJEPANG ...repository.ub.ac.id/1012/1/Ahrozu Junda Mudafi’ul Islam...Menurut buku “The Japanese Mind, Understanding Contemporary Japanese Culture,

73

Sato, S. 2013. Shodo: The Quet Art of Japanese Art of Calligraphy. Tokyo. Tuttle

Publishing.

Schumann, O. H. 2003. Agama dalam Dialog: Pencerahan, Pendamaian, dan

Masa Depan : Punjung Tulis 60 Tahun Prof. Dr. Olaf Herbert

Schumann. Jakarta. Gunung mulia.

Simutorang dan Hamazon. 2009. Ilmu Kejepangan 1 (edisi revisi). Medan. USU

Press.

Siswanto, A.V. 2012. Startegi dan Langkah-Langkah Penelitian Sastra.

Yogyakarta. Graha Ilmu.

Subarna, A. D., dkk. 2006. Sistem Tulisan dan Kaligrafi:Buku Pelajaran

Kesenian Nusantara untuk Siswa Kelas XI. Jakarta. Lembaga

Pendidikan Seni Nusantara.

Sutrisno, S. J., Muji dan Christ Verhaak, S.J. 1993. Estetika Filsafat Keindahan.

Yogyakarta. Kansius.

Yudhistira dan Adjie, B. 2007. Buku Latihan 3D Studio MAX 9.0. Jakarta. PT

Elex Media Komputindo.

Skripsi dan Jurnal:

Azhar, E. F. 2008. Nilai-nilai estetika pada Taman Jepang Khususnya pada

Taman Karesansui: Dianalisis Berdasarkan Teori Estetika Wabi dan

Sabi Menurut Terao Ichimu dan Teori Estetika Zen Menurut

Hisamatsu Shin’ichi.Jakarta. Universitas Indonesia.

Djatiprambudi, J. 2012. Spiritualitas Zen Dalam Seni Rupa Kontemporer Jepang.

Semarang. Universitas Negri Semarang.

Wemangko, M. 2012. Nilai Zen Buddhisme dalam Seni Bela Diri Karate. Jakarta.

Universitas Indonesia

Nurintan, E. 2009. Nilai-nilai Zen Budhhisme dalam Estetika Keramik

Tradisional Jepang. Medan. Universitas Sumatra Utara.