nilai-nilai islam dalam komunikasi budaya di desa...
TRANSCRIPT
NILAI-NILAI ISLAM DALAM KOMUNIKASI BUDAYA
DI DESA LAMAKERA
Skripsi ini Disusun Untuk Melengkapi Persyaratan
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
SKRIPSI
OLEH :
NONA HARTINI KADER
NIM. 43010-15-0077
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2019
ii
iii
NOTA PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lampiran : 4 (Empat) Lembar Salatiga, 26 Agustus 2019
Hal : Naskah Skripsi
a.n Sdri. Nona Hartini Kader
Kepada
Yth. Bapak Dekan Fakultas Dakwah
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga
Di Salatiga
Assalamu`alaikum Wr. Wb.
Setelah mengadakan koreksi dan perbaikan seperlunya bersama ini saya kirimkan
skripsi saudari:
Nama : Nona Hartini Kader
NIM : 43010-15-0077
Jurusan : Komunikasi dan Penyiaran Islam
Judul : Nilai-nilai Islam Dalam Komunikasi Budaya di Desa Lamakera
Selanjutnya saya mohon kepada Bapak Dekan Fakultas Dakwah agar skripsi saudari
tersebut dapat dimunaqasyahkan dan atas perhatiannya Bapak kami ucapkan banyak terima
kasih.
Wassalamu`alaikum Wr. Wb.
Pembimbing
Dr. Mukti Ali, S.Ag, M.Hum
NIP. 197509052001121001
iv
v
vi
ABSTRAK
Kader, Nona Hartini. 2019. Nilai-nilai Islam Dalam Komunikasi Budaya di Desa Lamakera.
Skripsi, Salatiga: Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah Institut
Agama Islam Negeri Salatiga. Dosen Pembimbing: Dr. Mukti Ali, M.Hum.
Kata Kunci: Nilai-nilai Islam, Komunikasi, Budaya, Desa Lamakera.
Lamakera lazim dikenal sebagai sebuah perkampungan nelayan muslim. Tradisi
nelayan bagi orang Lamakera terbangun sejak generasi pertama mendarat dan menempati
Kampung Lamakera. Lamakera terbangun dari 7 (tujuh) suku yang diakui eksistensinya
dalam membentuk sosial kebudayaan di dalam masyarakatnya. Karakter orang Lamakera
yang religius, ramah dan terbuka, mudah berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia
dari suku bangsa manapun.
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
nilai-nilai Islam yang trerkandung dalam komunikasi budaya di Desa Lamakera, terlebih
dengan apa saja kebudayaan dan kehidupan social di Desa Lamakera itu sendiri.
Jenis penelitian ini adalah penelitan kualitatif dengan pendekatan komunikasi budaya
yang menggunakan pendekatan sosiokultural dan teori etnografi. Sumber data dalam
penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder, metodep engumpulan data dilakukan
dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi, hasil data dianalisis menggunakan reduksi
data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Lamakera adalah nama sebuah perkampungan yang terletak di ujung timur Pulau
Solor, Kabupaten Flores Timur. Mata pencaharian utama penduduknya adalah nelayan dan
terkenal tangguh di lautan. Lamakera terbangun dari tujuh suku yang diakui eksistensinya
dalam membentuk sosial kebudayaan di dalam masyarakatnya. Mayoritas penduduknya
adalah muslim. Selain itu orang Lamakera juga memiliki watak petarung yang berintegritas,
pekerja tangguh yang tidak pernah jera dan lelah walau seribu halangan merintangi. Sesuai
dengan karakternya, orang-orang Lamakera mengukuhkan identitas kehormatan ke-
Lamakera-annya dengan membangun masjid, madrasah dan rumah suku, atau rumah adat
sebagai simbol cultural bahwa orang Lamakera adalah makhluk berbudaya.
vii
MOTTO
Orang yang terkuat bkan mereka yang selalu menang, melainkan mereka yang tetap tegar
ketika jatuh
(Kahlil Ghibran)
Rindu adalah Kekuatan
(Nona Hartini K)
viii
PRSEMBAHAN
1. Kepada mereka pelipur lara, telaga biru dalam sukmaku, malaikat yang memeluk dalam
penderitaanku, sumber dari segala asa, inspirator dari segala kegamanganku, peneduh
batin dari segala kemelut hidup dan motivator atas segala kealpaanku, malaikat tanpa
sayap, yang kini uban dalam keuzuran, senyam menggelayut rindu, Abah Kadir Ghafar
Songge dan Mama Radiah Kadir. Dedikasih yang tak terakar oleh mizan apapun
kepadaku selama dalam buaian sampai akhirnya dapat memknai arti dari sebuah
kehidupan. Terimalah karya ini sebagai menifestasi darma bhakti anakmu yang nilainya
tak sebanding dengan pengorbana dan cinta kasih yang telah kalian berikan selama ini.
2. Kepada mereka tempat aku berbagi suka duka di tanah perantauan, Ibu Pursini dan
Bapak Sulaiman Ghafar Songge, terimakasih atas kasih sayang dan kepercayaannya.
3. Bapak Dr. Mukti Ali, M. Hum. selaku dosen pembimbing skripsi yang sudah
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Kepada kepada Abang Awalludin Ahsin Songge yang selalu membantu, pendengar setia
dan memotifasi di setiap aku membutuhkan, Abang Ahsan Arifin Songge yang tak henti-
henti mencurahkan kasih sayangnya dan selalu peracya bahwa aku bisa sampai ke titik
ini, Adikku Jaimmul Akil Baqil Songge yang menemani dan selalu memberikan
senyuman manisnya. Keistimewaan bagiku memiliki kalian.
5. Untuk mbak Mutmainnah Perakon dan Nona Haryati Muchtar
6. Kepada adik-adikku di Panti Putri Aisyiyah, Nona Masnawati, Sutrisni, Reni, Lusi,
Muftilatun, Anita, Dewi, Ana, Tiara, Anisa, Azizah, Tia, Sofi, Alda yang selalu memberi
semangat.
7. Kepada sahabat-sahabatku Rita, Indri, Viola, Mahbub, Uut, yang selalu memberi
semangat dan sabar dalam mengajariku.
8. Teman-teman Pengurus Kohati Cabang Salatiga, Restu, Bira, Aniya, Diana, Leyli.
9. Untuk teman-teman S1 Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam angkatan 2015.
10. Untuk teman-teman KPI 2015 konsentrasi Public Relations.
11. Teman magang di Pemkot Yogyakarta, Viola, Indri, bira, Nana.
12. Jajaran Pemerintahan Kota Yogyakarta bagian Humas dan Protokol yang telah
memberikan pengalaman dan pengetahuan selama kegiatan Pengembangan Profesi
lapangan (PPL).
13. Keluarga baru yang saya dapatkan ketika KKN 2019.
ix
KATA PENGANTAR
الرحىن حوي الر الله بسن
Al-Hamdu li Allāh rabbi al-ālamīn segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia Nya sehingga penulis dapat
melewati proses dalam penyusunan skripsi, dan berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul
“Pola Komunikasi Budaya di Desa Lamakera” guna memenuhi tugas akhir untuk
memperoleh gelar kesarjanaan dalam Fakultas Dakwah IAIN Salatiga.
Shalawat serta salam tak lupa penulis curahkan kepada Nabi Muhammad Saw yang
telah menghantarkan kita dari zaman Jahiliyah menuju zaman yang terang benderang seperti
sekarang ini, serta yang telah membimbing kita ke jalan yang lurus, yakni agama Islam.
Semoga kita semua termasuk orang-orang yang mendapatkan syafa‟atnya di hari kiamat
kelak. Āmīn.
Selesainya skripsi ini tentunya tidak lepas dari dukungan, motivasi dan bantuan dari
berbagai pihak, oleh karena itu perkenankanlah penulis untuk mengucapkan banyak
terimakasih yang tiada terhingga kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Zakiyyudin, M.Ag selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Dr. Mukti Ali, M. Hum selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN Salatiga,
sekaligus dosen pembimbing skripsi.
3. Ibu Dra. Maryatin, M. Pd. selaku Ketua Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam.
4. Bapak Dr. Sa‟adi, M. Ag. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang senantiasa
membimbing saya dengan sangat baik.
5. Bapak/Ibu Dosen dan seluruh staf IAIN Salatiga yang telah memberikan pendidikan,
bimbingan, pengarahan dan pengetahuan serta dukungan dan motivasi yang begitu
luar biasa.
6. Bapak/Ibu staf akademik Fakultas Dakwah IAIN Salatiga, yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Seluruh pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
x
Besar harapan penulis semoga semua perbuatan baik dapat diterima dan diridhoi Allah
Swt. Tak lupa selain itu, penulis selalu mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
banyak kekurangan dan kekeliruan.
xi
DAFTAR ISI
COVER………………………………………………………………………..i
LOGO……………………………………………………………….…………ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………….…………iii
PENGESAHAN………………………………………………….……………iv
PERNYATAAN KEASLIAN…………………………………….…………...v
ABSTRAK……………………………………………………………………vi
MOTO………………………………………………………………………..vii
PERSEMBAHAN……………………………………………………….…..viii
KATA PENGANTAR………………………………………….…………….ix
DAFTAR ISI……………………………………………………....…………xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ...................................................................4
E. Penegasan Istilah ..................................................................... 4
F. Kerangka Berfikir .....................................................................6
G. Sistematika Penulisan ..............................................................8
BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka ....................................................................10
B. Landasan Teori .......................................................................13
xii
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian........................................................ 30
C. Fokus Penelitian ...............................................................................31
D. Sumber dan Jenis Data ..................................................................... 32
E. Teknik Pengumpulan Data .................................................................33
F. Pengolahan dan Analisis Data ............................................................35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.Sejarah dan Kehidupan Sosial Masyarakat Lamakera…......................... 37
B. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Penelitian ......................................................42
2. Gambaran Umum Informan ........................................................43
3. Temuan Penelitian .....................................................................45
C. Pembahasan
1. Lamakera Sebelum dan Sesuda Mengenal Islam……........……...51
2. Mata Pencaharian Masyarakat Lamakera…………........…...…....56
3. Pendidikan di Desa Lamakera……………………….........……...60
4. Tradisi Pernikahan Masyarakat Lamakera……….….......…..…...62
5. Kesenian di Desa lamakera……………………......….….….…....67
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...…................................................................................89
B. Saran .................................................................................................91
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Kerangka Berfikir………………………………………………….7
Table 1.2 Data Informan…………………………………………………….32
Table 1.3 Gambar Umum Informan………………………………………...44
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1………………………………………………………………….37
Gambar 1.2………………………………………………………………….39
Gambar 1.3………………………………………………………………….41
Gambar 1.4………………………………………………………………….56
Gambar 1.5………………………………………………………………….59
Gambar 1.6…………………………………………………………………..69
Gambar 1.7……………………………………………………....…...……...70
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kontak komunikasi antarbudaya menjadi realitas social yang tidak terpisahkan
dari perjalanan peradaban manusia manapun. Manusia telah mengenal dan melakukan
komunikasi antarbudaya sejak manusia membangun peradabannya. Salah satu
contohnya adalah ajaran agama Islam, Allah menciptakan manusia dalam budaya
yang beragam untuk mengajarkan manusia agar saling mengenal, seprti yang tersurat
dalam kutipan QS. Al-Hujurat ayat 13 di bawah ini.
Artinya; Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurat:13).
Dunia tempat kita tinggal saat ini sebagai suatu tempat yang maha luas, suatu
tempat dimana manusia hidup dan tinggal beradaptasi sesama makhluk. Di suatu sisi
manusia hidup sebagai khalifah di muka bumi, disisi lain manusia membutuhkan
komunikasi sesama makhluk sebagai makhluk social. Hal ini menyebabkan
komunikasi merupakan hal yang sangat esensial tidak dapat terlepas dari kehidupan
manusia.
Komunikasi adalah kecenderungan gejala umum yang menggambarkan
bagaimana cara berkomunikasi yang terjadi dalam kelompok social trtentu. Setiap
kelompok social dapat menciptakan norma social dan juga norma komunikaksi.
2
Misalnya saja ada kelompok yang menerapkan norma bahwa, setiap anggota tidak
diperbolehkan menyalakan telepon seluler pada saat pertemuan kelompok. Bahakan
ada kelompok yang meneyepakati norma cukup ekstrim, melarang anggotanya
mengikuti suara televisi maupun mengakses internet, (Suranto,2010: 116)
Bentuk komunikasi yang dilakukan manusia sangat beragam, ada komunikasi
verbal yang menggunakan kata-kata atau ucapan yang disusun dalam suatu Bahasa
komunkasi maupun komunikasi nonverbal berupa komunikasi menggunakan mimic
atau ekspresi, gerak tubuh, maupun simbol-simbol tertentu yang diciptakan dan
disepakati dengan bersama oleh pelaku komunikasi dalam suatu kelompok.
Kesepakatan antar kelompok ini membuat terjadinya prbedaan presepsi dalam
perilaku komunikasi, termasuk perbedaan komunikasi antarbudaya satu dengan yang
lainnya.
Komunikasi social adalah komunikasi antar warga, institusi atau kelompok
dalam kehidupan sehari-hari. Apakah mereka melakukan komunikasi secara tatap
muka atau melalui perantara, individu, kelompok, instuisi atau media massa. Dalam
proses komunikasi social ini melibatkan orang-orang yang berasal dari latar belakang
social budaya yang saling berbeda. Misalnya norma social yang dianut oleh mereka
yang berkomunikaksi saling berbeda. Berbeda norma social itu disebabkan oleh
pengaruh kelompok social yang berbeda pula.
Budaya komunikasi adalah proses penyampain pesan yang dilahirkan dari
budaya berdasakan adat istiadat yang telah di sepakati bersama. Seseorang
melakukan komunikasi karena ingin mengadakan hubungan dengan lingkungannya
yang tentu memiliki budaya komunikasi tersendiri.
Patel et al. (2011: 26) menyatakan, budaya dan komunikasi memiliki hubungan
timbal balik. Budaya mempengaruhi komunikasi dan sebaliknya komunikasi
3
mempengaruhi budaya. Karena itulah menjelaskan keterkaitan kedua unsur ini
menjadi sedikit rumit. Melalui budaya dapat mempengaruhi proses dimana seseorang
mempersepsi suatu realitas. Semua komunitas dalam semua tempat selalu
memanifestasikan atau mewujudnyatakan apa yang menjadi pandangan mereka
terhadap realitas melalui budaya. Sebaliknya pula, komunikasi membantu kita dalam
mengkreasikan realitas budaya dari suatu komunitas.
Selanjutnya, kemiripan budaya dalam persepsi akan memungkinkan pemberian
makna yang cenderung mirip pula terhadap suatu realitas sosial atau peristiwa
tertentu. Sebagaimana kita memiliki latar belakang budaya yang berbeda-beda maka
dengan sendirinya akan mempengaruhi cara dan praktek berkomunikasi kita. Banyak
aspek/unsur dari budaya yang dapat mempengaruhi perilaku komunikasi seseorang.
Pengaruh tersebut muncul melalui suatu proses persepsi dan pemaknaan suatu
realitas.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja komunikasi budaya yang ada di Desa Lamakera?
2. Apa saja nilai-nilai Islam yang terkandung dalam komunikasi budaya di Desa
Lamakera?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsikan apa saja komunikasi budaya yang ada di Desa Lamakera.
2. Untuk mendeskripsikan apa saja nilai-nilai Islam yang terkandung dalam
komunikasi budaya di Desa Lamakera.
4
D. Manfaat Penelitin
1. Secara Teori
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah dan mengembangkan
keilmuan dalam bidang komunikasi, khususnya yang terkait dengan Komunikasi
antarbudaya.
2. Secara Praktis
Manfaat secara praktis antara lain :
a. Bagi Lembaga, penelitian ini dapat memberikan informasi bahwa komunikasi
dan budaya sangatlah penting, karena manusia hidup tidak lepas dari interaksi
dengan manusia lainnya.
b. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
aktivitas pola komunikasi dan budaya di Desa Lamakera.
c. Bagi peneliti, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai betapa
pentingnya komunikasi antarbudaya, karena dari pengalaman diri sendiri
selama kuliah di IAIN Salatiga.
E. Penegasan Istilah
Untuk memudahkan dalam memahami judul penelitian tentang komunikasi
budaya di desa Lamakera maka peneliti perlu memberikan penegasan dan penjelasan
sebagai berikut :
1. Nilai adalah alat yang menunjukkan alasan dasar bahwa "cara pelaksanaan atau
keadaan akhir tertentu lebih disukai secara sosial dibandingkan cara pelaksanaan
atau keadaan akhir yang berlawanan. Nilai memuat elemen pertimbangan yang
membawa ide-ide seorang individu mengenai hal-hal yang benar, baik, atau
diinginkan.
5
2. Pengertian Islam secara harfiyah artinya damai, selamat, tunduk, dan bersih. Kata
Islam terbentuk dari tiga huruf, yaitu S (sin), L (lam), M (mim) yang bermakna
dasar “selamat” (Salama). Dari pengertian Islam secara bahasa ini, dapat
disimpulkan Islam adalah agama yang membawa keselamatan hidup di dunia dan
di akhirat (alam kehidupan setelah kematian). Islam juga agama yang
mengajarkan umatnya atau pemeluknya (kaum Muslim/umat Islam) untuk
menebarkan keselamatan dan kedamaian, antara lain tercermin dalam bacaan
shalat --sebagai ibadah utama-- yakni ucapan doa keselamatan "Assalamu'alaikum
warohmatullah" semoga keselamatan dan kasih sayang Allah dilimpahkan
kepadamu sebagai penutup shalat.
3. Kata komunikasi berasal dari bahasa latin Communicare yang artinya
memberitahukan. Kata tersebut kemudian berkembang dalam Bahasa Inggris
communication yang artinya proses pertukaran informasi, konsep ide, gagasan,
perasaan dan lain-lain antara dua orang atau lebih. Secara sederhana dapat
dikemukakan pengertian komunikasi, ialah proses pengiriman pesan atau simbol-
simbol yang mengandung arti dari seorang sumber atau komunikator kepada
seorang penerima atau komunikasi dengan tujuan tertentu.
4. Secara harfiah, istilah budaya berasal dari Bahasa latin yaitu Colere yang memiliki
arti mengelolah tanah yaitu segala sesuatu yang dihasilkan oleh akal budi (pikiran)
manusia dengan tujuan untuk mengolah tanah atau tempat tinggalnya atau dapat
pula diartikan sebagai usaha manusia untuk dapat melangsungkan dan
mempertahankan hidupnya di dalam lingkungan (Soejanto Poespowardojo, 1993).
Dalam penelitian ini, budaya yang dimaksud adalah, kebudayaan yang berada di
desa Lamakera.
6
5. Lamakera adalah nama sebuah kampung, yang berada di provinsi Nusa Tenggara
Timur, kabupaten Flores Timur, yang memiliki kehidupan social dan banyak
keberagaman budaya yang perlu dipelajari.
F. Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir merupakan alur pikir penulis yang dijadikan sebagai skema
pemikiran yang melatarbeakangi penelitian ini, dalam kerangka berfikir ini peneliti
akan mencoba menjelaskan masalah pokok penelitian. Dalam peneitian ini penulis
akan mengemukakan beberapa krangka sebagai suatu pendapat yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya berdasarkan pendpaat para ahli.
Semavor dan Porter menyatakan budaya dan komunikasi tidak dapat dipisahkan
karena budaya tidak hanya menentukan siapa yang berbicara kepada siapa, tentang
apa, dan bagaimana kmunikasi berlangsung, tetap juga membantu menentukan
bagaimana orang menyandikan pesan, makna dari pesan dan kondisi dan keadaa di
mana pesan mungkin atau tidak memungkinkan di kirim, melihat, atau ditafsirkan
(Mindness, 2006: 20).
Pendapat senada dikemukakan Chu yang menyatakan budaya dan komunkasi
sebagai fenomena social yang tak terpisahkan. Menurut Chu, setiap pola budaya dan
tindakan social melibatkan komunikasi, sehingga di pahami bahwa budaya dan
komunikasi harus dipelajari secara bersamaan (Jandt, 2009:401).
Nilai budaya merupakan hasil komunikasi dan social melalui interaksi social,
kelompok social atau komunitas menciptakan teori yang mampu menjelaskan
pengalaman dai realitas. Teori ini menjadi pandian atau aturan secara social dan
diharapkan menjadi norma perilaku komunikasi. Kemudian aturan menjadi
terlembagakan dan menjadi tradisi menjadi bagian penting dari realitas social.
7
Individu dan kelompok berpartisispasi Bersama menciptakan persepsi terhadap
realitas, meskipun begiti orang dari budaya dan komunitas berbeda membentuk dan
menilai realitas secara berbeda karen mereka membawa konteks gender, ras, etnis,
agama dan lain-lain.
Adapun ahli antropologi yang memberikan definisi tentang kebudayaan secara
sistematis dan ilmiah adalah E.B Tylor yang menulis dalam bukunya yang tekenal
“Pritive Culture”, bahwa kebudayaan adalah keseluruhan kompleks yang di dalamnya
terkandung ilmu pengetahuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat manusia
sebagai anggota masyarakat.
Table 1.1 Kerangka Berfikir
L A M A K E R A
Ketika individu menilai dan memaknai realitas social dari sudut pandangan
budaya sendiri, masalah akan muncul dalam komunikasi antar budaya. Apa yang baik
KOMUNIKASI BUDAYA
Sejarah dan Kehidupan
Sosial di Desa Lamakera
Sistem Religi di Desa
Lamakera
Mata Pencaharian di
Desa Lamakera
Sistem Pendidikan
di Desa Lamakera
Sistem Pernikahan
di Desa Lamakera
Sistem Kesenian di
Desa Lamakera
NILAI-NILAI ISLAM
8
diterima dalam suatu budaya mungkin di nilai buruk dan tidak diterima dalam budaya
lainnya.
Lamakera, lazim dikenal sebagai sebuah perkampungan nelayan muslim. Tradisi
nelayan bagi orang Lamakera terbangun sejak generasi pertama mendarat dan
menempati Kampung Lamakera. . Lamakera terbangun dari 7 (tujuh) suku yang
diakui eksistensinya dalam membentuk sosial kebudayaan di dalam masyarakatnya.
Faktor kosmologis Lamakera yang demikian itu dan dipadukan oleh faktor
teologis yang monoteistik, menjadi bagian yang terpenting dalam merajut watak dan
karakter antropologis manusia Lamakera. Kitapun mengenal karakter orang Lamakera
yang religius, ramah dan terbuka, mudah berkomunikasi dan berinteraksi dengan
manusia dari suku bangsa manapun. Selain itu orang Lamakera juga memiliki watak
petarung yang berintegritas, pekerja tangguh yang tidak pernah jera dan lelah walau
seribu halangan merintangi.
Sesuai dengan karakternya, orang-orang Lamakera mengukuhkan identitas
kehormatan ke-Lamakera-annya dengan membangun masjid, madrasah dan rumah
suku, atau rumah adat sebagai simbol kultural bahwa orang Lamakera adalah makhluk
berbudaya.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam pembahasan, penulis mencoba menyusun penelitian
ini secara sistematis. Pembahasan penelitian terdiri dari 5 bab, masing-masing bab
terdiri dari sub bab dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan, bagian pendahuluan menjelaskan kepada pembaca
mengapa dan bagaimana penulisan skripsi itu dikerjakan, dan berfungsi sebagai
petunjuk kerja, yang isinya terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah,
9
tujuan dan manfaat penelitian, penegasan istilah, kerangka berpikir, dan sistematika
penulisan.
BAB II: Kajian Pustaka dan Landasan Teori, kajian pustaka menjelaskan
penelitian-penelitian terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang akan
dilakukan, sedangkan landasan teori memuat definisi tentang komunikasi budaya di
desa Lamakera.
BAB III: Metode Penelitian, bab ini menjelaskan mengenai jenis penelitian,
lokasi penelitian, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan data, teknik analisis
data, dan teknik validasi data.
BAB IV: Hasil Dan Pembahasan, bab ini berisi hasil temuan dan pembahasan
dari penelitian yang sudah dilakukan yakni tentang nilai-nilai Islam yang terkandung
dalam komunikasi budaya di desa Lamakera.
BAB V: Penutup, bab ini memuat kesimpulan uraian yang telah dipaparkan
sebelumnya terutama temuan hasil penelitian untuk kemudian diajukan saran-saran.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Skripsi ditulis oleh Husain Ebe (2010) “Fenomena pernikahan dini di tinjau
dari pendidikan islam di desa Lamakera dusun motonwutun kecamatan Solor timur
Kabupaten.Flores timur”. Dalam skripsi ini membahasa mengenai prnikahan dini
yang terjadi di kampung Lamakera. Tujuan kegitan ini adalah menemukan faktor-
faktor yang melatar-belakangi maraknya pernikahan dini, serta mengetahui dampak
dari pernikahan dini yang terjadi di Desa Motonwutun. Dari penelitian ini dihasilkan
bahwa pernikahan dini di di Desa Motonwutun, Kecamatan Solor Timur, Kabupaten
Flores Timur sebagian besar dipengaruhi oleh faktor sosial budaya pada masyarakat
setempat, selain itu juga ada faktor pendukung yang lain yaitu latar belakang
pendidikan, dan ekonomi. Sebagai dampak dari pernikahan dini tersebut antara lain:
(1) menurunnya kualitas pendidikan, (2) munculnya kelompok pengangguran baru.
Perbedaan dari skripsi ini dan penelitian penulis adalah membahas mengenai
maraknya pernikahan dini di desa Lamakera karena factor ekonomi dan pendidikan.
Persamaannya adalah membahas mengenai adat istiadat dalam prosesi pernikahan
yang ada di Desa Lamakera itu sendiri.
Nenda Kurnia Sari dan Eli Reswati (2011),” KEARIFAN LOKAL
MASYARAKAT LAMALERA; Sebuah Ekspresi Hubungan Manusia Dengan Laut”.
Jurnal ini bertujuan melihat kearifan lokal yang dibentuk oleh sebuah masyarakat
nelayan dilihat dari perspektif psikologi lingkungan. Makalah ini merupakan studi
literatur, dimana informasi diperoleh dengan cara mengkaji literatur yang terkait
dengan teori-teori adaptasi lingkungan, kearifan lokal serta kehidupan masyarakat
11
Lamalera. Kearifan lokal yang berkembang di masyarakat Lamalera mengenai norma
berburu paus telah berusia ratusan tahun. Kearifan itu merupakan perbauran yang
kental antara tradisi dan ajaran Katolik. Kearifan yang muncul tidak hanya menjaga
kelestarian dan kesimbangan ekosistem laut namun juga menjaga keseimbangan
dalam berhubungan dengan sesama warga masyarakat. Keseimbangan alam tersebut
terancam ketika Pemerintah Daerah mengeluarkan ijin untuk penambangan emas.
Perbedaan dari penelitian ini adalah Kearifan lokal yang muncul sabagai
reaksi dari adanya stimulus ini adalah penolakan terhadap penambangan emas di
Lamalera dengan alasan akan merusak keseimbangan ekosistem yang mengakibatkan
terputusnya ikatan mereka dengan para leluhur yang selama ini telah menjaganya.
Persamannya adalah bagaimana kehidupan masyarakat Lamalera dan
Lamakera memiliki mata pencaharian yang bergantung pada laut dan mempercayai
akan adanya kekuatan leluhur diluar kemampuan manusia.
Masyrudin Syarif (2017),”TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP
PROSES PEMBAYARAN MAHAR „POTONG BINENG WELING‟ DALAM
PERKAWINAN ADAT LAMAHOLOT (STUDI KASUS DI DESA LAMAKERA
KECAMATAN SOLOR TIMUR KABUPATEN FLORES TIMUR)”. Fenomena
potong bineng weling yang merupakan istilah pembayaran mahar calon mempelai dari
pihak laki-laki kepada calon mempelai dari pihak wanita dengan cara dihutang atau
dicicil, prmasalahn yang timbul ataupun keunikannya adalah cara membayar hutang
mahar ini di ambil dari mahar pernikahan adik atau saudara perempuan kandung dari
suami. Hutang adat ini akan terus di tagih oleh pihak keluarga wanita sampai ktika
pembayaran sudah mencapai kata lunas. Hal inilah kemudian menjadi menarik untuk
dikaji dalam perspektif hokum Islam. Setelah meneliti dan menelaah ia
12
menyimpulkan bahwa proses penetapan mahar „potong bineng weling‟ yang
dilakukan oleh masyarakat Lamakera sah atau diperbolehkan karena proses tersebut
tidak bertentangan dengan hokum Islam. Dalam kasus mahar ini, hukum Islam lebih
memposisikan dirinya sebagai term of refrence dari kerangka acuan yang bersifat
normative, yaitu hanya menentukan hokum mahar, akan teteap dalam pelaksanaa atau
tradisi itulah yang menjadi acuan bagi masyarakat, hal ini disebabkan hukum Islam
sendiri tidak mengatur secara detail mengenai bentuk jumlah dan mekanisme
pelaksanaa mahar.
Perbedaan dari penelitian ini adalah, skripsi di atas focus kepada “potong bine
weli” dimana pembayaran mahar calon mempelai dari pihak laki-laki kepada calon
mempelai dari pihak wanita dengan cara dihutang atau dicicil, prmasalahn yang
timbul ataupun keunikannya adalah cara membayar hutang mahar ini di ambil dari
mahar pernikahan adik atau saudara perempuan kandung dari suami. Sedangkan
dalam skripsi ini, peneliti membahas beberapa tradisi dalam pernikahan di desa
Lamakera
Persamaannya adalah mendeskripsikan Tradisi pernikahan di desa Lamakera.
Oktovianus Sila Wuri Subanpulo, tahun 2012 “Pengaruh Budaya Lamaholot
Dalam Ruang Kota Larantuka” Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki
keragaman etnismdengan latar belakang bahasa, adat, budaya yang berbeda. Tersebar
di seluruh wilayah NTT, masing-masing etnis tersebut masih terbagi dalam berbagai
suku/marga yang biasa disebut Klen. Larantuka, ibukota Kabupaten Flores Timur
merupakan bagian suku-bangsa Lamaholot. Di kota ini terdapat pengelompokan-
pengelompokan permukiman berbasis etnis yang terdiri dari Komunitas Lewo
Waibalun, Lewo Lere, Lewo Balela, Lewo Larantuka, dan Lewo Lebao. Komunitas
13
tradisional ini mencakup level masyarakat kecil, menengah dan atas, dan didasarkan
pada kesamaan suku, agama, dan ras. Larantuka Sebagai bekas kota kerajaan
Larantuka memiliki ciri identitas sebagai kampung tradisional Lamaholot yang pada
masa lalu merupakan kawasan yang dihuni oleh golongan kakang nuba (pendamping
raja). Seiring perubahan kehidupan masyarakat seiring waktu, terjadi pula perubahan
pada struktur dan pola hunian dan sarana prasarana yang merupakan elemen
pembentuk struktur masyarakat Lamaholot di Larantuka. Perubahan lain juga nampak
pada berbagai aktivitas kehidupan sehari-hari masyarakat. Sebagai akibat dari proses
perubahan tersebut secara cepat atau lambat dikuatirkan dapat mempengaruhi kualitas
lingkungan permukiman bahkan dapat menghilangkan identitas sebagai kampung
tradisional Lamaholot serta potensi historis Kota Larantuka.
Perbedaan dari skripsi ini adalah mendeskripsikan kehidupan social di
Larantuka, yang nota bene berbagai macam suku yang ada di Lamaholot yang
melingkupi bebrapa desa di Kabupaten Flores Timur. Sedangkan peneliti membahas
mengenai kehidupan social masyrakat Lamakera itu sendiri.
Persamaanya adalah meendeskripsikan kehidupan social, suku dan klen-klen
di Lamaholot khususnya di Lamakera.
B. Landasan Teori
1. Nilai-nilai Islam
Pengertian Islam secara harfiyah artinya damai, selamat, tunduk, dan bersih.
Kata Islam terbentuk dari tiga huruf, yaitu S (sin), L (lam), M (mim) yang bermakna
dasar “selamat” (Salama). Dari pengertian Islam secara bahasa ini, dapat disimpulkan
Islam adalah agama yang membawa keselamatan hidup di dunia dan di akhirat (alam
kehidupan setelah kematian). Islam juga agama yang mengajarkan umatnya atau
14
pemeluknya (kaum Muslim/umat Islam) untuk menebarkan keselamatan dan
kedamaian, antara lain tercermin dalam bacaan shalat sebagai ibadah utama yakni
ucapan doa keselamatan "Assalamu'alaikum warohmatullah" ( ن السلام (الله ورحوة عليك
semoga keselamatan dan kasih sayang Allah dilimpahkan kepadamu sebagai penutup
shalat.
Islam sudah berusia empat belas abad sejak masuknya yang dibawah oleh
individu-individu muslim pada bad ke 7/8 kemudian menjadi komunitas-komuunitas,
membentuk masyarakat , mendirikan kesultanan, menghadapi kolonialisme Eropa
hingga menjadi mayoritas yang telah berintegrasi menjadi identitas utama kebudayaan
Indonesia modern. Simbol apakah yang menunjukan bukti telah terjadinya integrase
ini? Tentu banyak representasi simbol yang bisa disebutkan dalam bidang politik,
hukum, sosial budaya dan terutama agama. Dalam pergumulan historis, Islam telah
menggantikan hegemoni Hindu Buddha yang sebelumnya telah berakar kuat selama
berabad-abad, maka sebuah hipotesis dapat dirumuskan bahwa Islam telah berfungsi
menjadi kekuatan transformasi social budaya di Nusantara.
Sebagai hasil dari transformasi sejarah yang Panjang dan melelahkan,
kebudayaan Islam Indonesia adalah sebuah entitas yang harus diidentifikasikan dan
dilihat sebagai utama dari bangunan keindonesian. Kebudayaan Islam Indonesia harus
ditunjukkan eksistensinya, dijelaskan posisi dan pengaruhnya dalam konfigurasi
budaya dan arsitektur keindonesiaan. Keputusan ini dinyatakan sebagai bentuk
pertanggungjawaban kultur dan moral intelektual kaum Muslim kepada enam pihak:
(1) pada ngenerasi pendahulu sebagai apresiasi, (2) pada generasi kini sebagai
konfirmasi, (3) pada generasi mendatang sebagai bukti, (4) pada bangsa Indonesia
sebagai konservasi, (5) pada dunia sebagai eksebisi, dan (6) kepada Tuhan sebagai
testimoni. Inilah segnifikasi kita menuliskan sejarah kebudayaan Islam Indonesia
15
karena “kebudayaan Islam” sering kali dipahami secara samar-samar bahakan
dinegasikan eksistensinya oleh kelompok yang menutup mata akan pengaruh Islam
termasuk oleh kaum modernis ang melihat Islam lebih sebagai autentisitas ajaran
bukan sebagai kultur yang hidup di masyarakat.
2. Komunikasi
a. pengertian Komunikasi
Kata komunikasi berasal dari bahasa latin Communicare yang artinya
memberitahukan. Kata tersebut kemudian berkembang dalam Bahasa Inggris
communication yang artinya proses pertukaran informasi, konsep ide, gagasan,
perasaan dan lain-lain antara dua orang atau lebih. Secara sederhana dapat
dikemukakan pengertian komunikasi, ialah proses pengiriman pesan atau simbol-
simbol yang mengandung arti dari seorang sumber atau komunikator kepada
seorang penerima atau komunikasi dengan tujuan tertentu.
Jadi, dengan demikian komunikasi itu adalah persamaan pendapat dan untuk
kepentingan maka orang harus mempengaruhi orang lain dahulu, sebelum orang
lain itu berpendapat, bersikap, dan bertingkah laku yang sama dengan kita
(Widjaja, 2000: 27). Singkatnya menurut Suprapto (2011:5), komuniksi merupakan
rangkaian proses pengalihan informasi dari satu orang kepada orang lain dengan
maksud tertentu.
Definisi komunikasi klasik oeh Horald Laswell pada tahun 1948, misalnya,
yang menyatakan komunikasi adalah who say what, in what channel, to whom,
with what effect (siapa mengatakan apa, pada saluran apa, kepada siapa, dengan
efek seperti apa). Dalam hal tersebut terdapat empat elemen komunikasi yaitu;
sumber, pesan, saluran, penerima, dan efek. Menurut Joseph Dominic (2002),
16
setiap peristiwa komunikasi akan melibatkan delapan elemen komunikasi, yang
meliputi: sumber, encoding, pesan, saluran, decoding, penerima, umpan balik dan
gangguan (Morissan, 2009: 17-18).
Menurut pendapat bebrapa ahli komunikasi tersebut, dapat disimpulakan
bahwa komunikasi ialah suatu bentuk interaksi antar satu dengan yang lain, dengan
proses dimana dua orang atau lebih yang melakukan pertukaran informasi baik itu
disengaja maupun tidak disengaja, baik itu verbal ataupun non verbal untuk
mencapai tujuan tertentu.
b. Bentuk-bentuk Komunikasi
1. Komunikasi Intrapersonal (intrapersonal Communication), ialah proses
komunikasi yang terjadi dalam diri sendiri. Misalnya proses berpikir untuk
memecahkan masalh pribadi. Dalam hal ini ada proses tanya jawab dala diri
sendiri sehingga dapat diperoleh keputusan tertentu.
2. Komunikasi Antarpersonal (interpersonal communication), yakni komunikasi
antara seseorng dengan orang lain, bisa berlangsung secara tatap muka
maupun dengan bantuan media.
3. Komunikasi kelompok (group communication) memfokuskan pembahasan
pada interaksi diantara orang-orang dalam suatu kelompok. Contoh: diskusi
kelompok, seminar, siding kelompok, dan sebagainya.
4. Komunikasi organisasi menunjukan pada pola dan bentuk komunikasi yang
terjadi dalam konteks jaringan organisasi.
5. Komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa yang ditunjukan
kepada sejumlah khalayak yang besar (Narudin, 2007:13).
17
c. Unsur-unsur Komunikasi
1. Sumber/Komunikator
Merupakan orang yang mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi,
yakni keinginan untuk membagi keadaan internal sendiri, baik yang bersifat
emosional maupun informasional dengan orang lain. Kebutuhan ini bisa brupa
keinginan untuk memperoleh pengakuan social sampai pada keinginan untuk
mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain. Dalam konteks konteks
komunikasi social budaya komunikastor menciptakan dan menyampaikan
pesan. Cara menciptkan dan menyampaikan dengan dipengaruhi oleh latar
belakang social budayanya.
2. Encoding
Karena keadaan internal tidak bisa dibagi Bersama secara langsung,
maka untuk mengungkapkannya diperlukan simbol-simbol yang mewakili.
Encoding adalah suatu aktivitas internal pada sumber dalam menciptakan
pesan melalui pemelihan simbol-simbol verbal dan non verbal, yang disusun
berdasarkan aturan-aturan tata bahasa, norma social dan budaya yang
berlaku.
3. Pesan
Merupakan hasil encoding. Pesan adalah seperangkat simbol-simbol
verbal atau non verbal yang mewakili keadaan khusus sumber untuk
disampaikan kepada pihak lain. Dalam aktivitas komunikasi, pesan
merupakan unsur yang sangat penting. Pesan itulah yang disampaikan oeh
komunikator untuk diterima dan diinterpretasi oleh komunikan. Komunikasi
akan efektif apabila komunikan menginterpretasi makna pesan sesuai yang
18
diinginkan oleh komunikator. Perbedaan latar belakang social budaya antara
seorang komunkator dan komunikan potensial menjadi awal terbentuknya
perbedaan pemaknaan pesan sehingga menyebabkan bias komunikasi.
4. Saluran
Merupa kan sarana fisik penyampaian pesan dari sumber ke penerima
atau yang menghubungkan orang ke orang lain. Dalam konteks komunikasi
social budaya, pemilihan saluran atau media perlu ditimbangkan secara
matang, agar media tersebut dapat meningkatkan evektivitas komunikasi.
Misalnya kita ingin menyampaikan esan untuk sosialisasi suatu aturan baru
kepada masyarakat pedesaan yang rata-rata tingkat pendidikannya rendah
perlu dipilih saluran yang relevan seperti pertemuan warga. Sebaliknya untuk
menjangkau khalayak yang tinggal di perkotaan dengan latar belakang
tingkat Pendidikan yang lebih tinggi dapat dipilih internet.
5. Penerima
Adalah orang-orang yang menerima pesan dan dengan demikian
terhubungkan dengan sumber pesan. Dalam proses komunikasi, penerima
bersifat aktif, selain menerima pesan melakukan pula proses interpretasi dan
memberikan umpan balik
6. Decoding
Decoding merupakan kegiatan internal dalam diri penerima. Melalui
indra penerima mendapatkan macam-macam data dalam bentuk “mentah”,
yang harus diubah pengalaman-pengalamn yang mengandung makna. Secra
bertahap dimulai dari proses sensasi, yaitu proses di mana indra menangkap
stimuli. Misalnya telinga mendengar suara atau bunyi, mata melihat benda,
19
dan sebagainya. Proses sensasi dilanjutkan dengan persepsi, yaitu proses
memberi makna atau decoding, (Suranto, 2010:46).
7. Respon
Yakni apa yang telah diputuskan oleh penerima untuk dilakukan
terhadap pesan. Respon dapat bersifat positif, netral, maupun negative.
Respon positif apabila sesuai dengan yang dikehendaki komunikator. Netral
berarti respon itu tidak menerima ayaupun menolak keinginan komuniktor.
Dan dikatakan respon negative apabila tanggapan yang diberikan
bertentangan denga yang diinginkan oleh komunikator. Pada hakikatnya
respon merupakan informasi bagi sumber sehingga ia dapat menilai
efektivitas komunikais untuk selanjutnya menyesuaikan diri dengan situasi
yang ada.
8. Gangguan (noise)
Gangguan beraneka ragam, untuk itu harus didefinisikan dan
dianalisis. Noise dapat masuk dalam system komunikasi maupun yang
mrupakan apa saja yang mengganggu atau membuat kacau penyampaian
pesan, termasuk yang bersifat fisik atau psikis.
9. Pengalaman
Komunikasi efektif dapat terjadi sejauh para pelaku memiliki
pengalaman-pengalaman yang sama dalam hal memberi makna atas pesan.
Perbedaan latar belakang social budaya dapat mengakibatkan komunikasi
menjadi sulit, karena terjadinya perbedaan memberi makna atas pesan pada
diri sumber dan penerima.
20
10. Konteks Komunikasi
Komunikasi selalu terjadi dalam suatu konteks tertentu, paling tidak
ada tiga dimensi yaitu ruang, waktu, dan nilai. Konteks ruang menunjuk pada
lingkungan konkrit dan nyata tempat terjadinya komunikasi, seperti ruangan,
halaman dan jalanan. Konteks waktu menunjuk pada waktu kapan
komunikasi tersebut dilaksanakan, misalnya pagi, siang, sore dan malam.
Konteks nilai, mekliputi nilai social dan budaya yang mempengaruhi suasana
komunikasi, seperti; adat istiadat, situasi rumah, norma social, norma
pergaulan, etika, tata kerama dan sebagainya, (Suranto, 2010:47-48).
d. Fungsi Komunikasi
Apabila komunikasi dipandang dari arti yang lebih luas, tidak hanya
diartikan sebagai pertukaran berita dan pesan, tetapi sebagai kegiatan individu dan
kelompok mengenai tukar menukar data, fakta, dan ide maka fungsinya dalam
setiap system social adalh sebagai berikut:
1. Informasi: pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan, penyebaran berita, data,
gambar, fakta dan pesan opini dan komentar yang dibutuhkan agar dapat
dimengerti dan beraksi secara jelas terhadap kondisi lingkungan dan orang lain
agar dapat mengambil keputusan yang tepat.
2. Sosialisasi (pemasyarakatan): penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang
memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang
efektif sehingga ia sadar akan fungsi sosialnya sehingga ia dapat aktif di dalam
masyarakat.
3. Motivasi: menjelaskan tujuan setiap masyarakat jangka pendek maupun jangka
Panjang, mendorong orang menentukan pilihannya dan keinginannya,
21
mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersamam
yang akan dikejar.
4. Perdebtan dan diskusi: menyediakan dan saling menukar fakta yang diperlukan
untuk memungkinkan persetujuan atau menyelsaikan perbedaan pendapat
mengenai masalah public, menyediakan bukti-bukti yang relevan yang
diperlukan untuk kepentingan umum agar masyarakat lebih melibatkan diri
dalam masalah yang menyangkut kepentingan Bersama di tingkat nasional dan
local.
5. Pendidikan: pengalihan ilmu pengetahuan sehingga mendorong perkembangan
intelektual, pembentuk watak, dan Pendidikan keterampilan dan kemahiran
yang diperlukan pada semua bidang kehidupan.
6. Memajukan kebudayaan: penyebaran hasil kebudayaan dan seni dengan
maksud melestarikan warisan masa lalu, prkembangan kebudayaan dengan
memperluas horison seseorang, membangunkan imajinasi dan mendorong
kreativitas dan kebutuhan estetikanya.
7. Hiburan: penyebarluasan sinyal, simbol, suara dan imege dari drama, tari,
kesenian., kesusasteraan, music, olah raga, permainan dan lain-lain untuk
rekreasi, kesenangan kelompok dan idividu.
8. Integrase: menyediakan bagi bangsa kelompok dan individu kesempatan untuk
memperoleh berbagai pesan yang mereka perlukan agar mereka dapat saling
kenal dan mengerti dan menghargai kondisi, pandangan dan keinginan orang
lain.
22
3. Budaya
1. Pengertian Budaya
Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir,
merasa, mempercayai dan mengusahaakan apa yang patut menurut budayanya.
Bahasa, persahabatan, kebiasaan makan, praktik komunikasi, tindakan-tindakan
sosial, kegiatan-kegiatan ekonomi dan politik, dan teknologi, semua iu
berdasarkan pola-pola budaya.
Secara harfiah, istilah budaya berasal dari Bahasa latin yaitu Colere yang
memiliki arti mengelolah tanah yaitu segala sesuatu yang dihasilkan oleh akal
budi (pikiran) manusia dengan tujuan untuk mengolah tanah atau tempat
tinggalnya atau dapat pula diartikan sebagai usaha manusia untuk dapat
melangsungkan dan mempertahankan hidupnya di dalam lingkungan (Soejanto
Poespowardojo, 1993). Budaya atau kebudayaan berasal dari Bahasa sansekerta
yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Menurut Ki Hajar Dewantara “kebudayaan adalah buah budi manusia
dalam hidup bermasyarakat” sedangkan menurut Koentjaraningrat, “kebudayaan
adalah keseluruhan system, gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia”.
Budaya dapat pula diartikan sebagai himpunan pengalaman yang dipelajari
mengacu pada pola-pola perilaku yang disebarkan secara social dan akhirnya
menjadi kekhususan kelompok sosia tertentu. Menurut The American Herritage
Dictionary kebudayaan adalah sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang
23
dikirimkan melalui kehidupan social, seni, agama, kelembagaan, dan semua
hasil kerja dan pemikiran manusia atau suatu kelompok manusia.
Jika menilik kajian terhadap budaya, maka kita tidak bisa melepaskan pada
pengaruh besar Antropologi Edward B. Taylo. Definisi budaya paling awal
dikemukakan Edward B. Taylor, yang dikenal juga pendiri kajian keilmuan
Antropologi Budaya. Taylor mendefinisikan budaya sebagai “suatu system
kompleks yang terdiri dari pengetahuan, kepercayaan , seni, moral, hukum, adat
istiadat dan kapabilitas dan perilaku lain yang didapatkan manusia sebagai
anggota dari masyarakat” (Mindness et al., 2006: 18.)
Menurut Mulyana dan Rakhmat (2003) dalam buku Ilmu Sosial dan
Budaya Dasar Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara
formal budaya didefenisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman,
kepercayaan, niai, sikap, makna, hiraki, agama, waktu, peranan, hubugan, ruang,
konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok
besar orang dari generasi kegenerasi melalui usaha indiidu dan kelompok.
Budaya menampakkan diri dalam pola-pola dan bahasa dalam bentuk-
bentuk kegiatan dan perilaku yang berfungsi sebagai model-model bagi
tindakan-tindakan penyesuaian diri dan gaya komunikasi yang memungkinkan
orang-orang tinggal dalam suatu masyaakat disuatu lingkungan geografis
tertentu pada suatu tungkat pengembangan teknis tertentu dan pada suatu saat
tertentu. Budaya juga berkenaan dengan sifat dari objek-objek materi yang
memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari hari.
Dari bebrapa definisi tersebut, dapat ddisimpulkan kebudayaan yaitu
system pengetahuan yang meliputi system ide atau gagasan yang terdapat dlama
24
pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat
abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang
diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbdaya berupa perilaku dan
benda-benda yang bersifat nyata misalnya pola-pola perilaku, Bahasa, peralatan
hidup, organisasi social, religi, seni dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan
untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
2. Unsur-unsur Budaya
a) Bahasa
Bahasa merupakan suatu pengucapan yang indah dalam elemen
kebudayaan dan sekaligus sebagai alat perantara yang paling utama bagi
manusia untuk meneruskan atau mengadaptasikan kebudayaan. Bentuk bahasa
ada dua, yaitu bahasa lisan dan bahasa tulisan.
b) Sistem Pengetahuan
Sistem pengetahuan berkisar pada pengetahuan tentang kondisi alam
sekelilingnya dan sifat-sifat peralatan yang digunakannya. Sistem pengetahuan
meliputi flora dan fauna, ruang pengetahuan tentang alam sekitar, waktu, ruang
dan bilangan, sifat-sifat dan tingkah laku sesama manusia serta tubuh manusia.
c) Sistem Kemasyarakatan atau Organisasi Sosial
Organisasi sosial merupakan sekelompok masyarakat yang anggotanya
merasa satu dengan sesamanya. Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial
meliputi kekerabatan, asosiasi, sistem kenegaraan, sistem kesatuan hidup, dan
perkumpulan.
25
d) Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
Yang dimaksud dengan teknologi adalah jumlah dari semua teknik yang
dimiliki oleh para anggota dalam suatu masyarakat yang meliputi cara
bertindak dan berbuat dalam mengelola dan mengumpulkan bahan-bahan
mentah.
Kemudian bahan tersebut dijadikan sebagai alat kerja, penyimpanan,
pakaian, perumahan, alat transportasi, dan kebutuhan hidup lainnya yang berupa
material. Unsur teknologi yang sangat menonjol adalah kebudayaan fisik yang
meliputi alat produksi, senjata, wadah, makanan dan minuman, pakaian,
perhiasan, tempat tinggal, perumahan, dan alat-alat transportasi.
e) Sistem Mata Pencaharian Hidup
Sistem mata pencaharian hidup adalah segala usaha atau upaya manusia
untuk medapatkan barang atau jasa yang dibutuhkan. Sistem mata pencaharian
hidup atau sistem ekonomi meliputi berburu, mengumpulkan makanan,
bercocok tanam, perikanan, peternakan, dan perdagangan.
f) Sistem Religi
Sistem religi bisa diartikan sebagai sebuah sistem yang terpadu antara
keyakinan dan praktek keagamaan yang berhubungan dengan hal-hal yang suci
dan tidak dapat dijangkau oleh akal dan pikiran. Sistem religi meliputi sistem
kepercayaan, sistem nilai, pandangan hidup, komunikasi keagamaan, dan upacara
keagamaan.
26
g) Kesenian
Secara sederhana kesenian dapat diartikan sebagai segala hasrat manusia
terhadap keindahan atau estetika. Bentuk keindahan yang beraneka ragam itu
muncul dari sebuah permainan imajinatif dan kreatif. Hal itu dapat memberikan
kepuasan batin bagi manusia. Secara garis besar, kita dapat memetakan bentuk
kesenian dalam tiga garis besar, yaitu seni rupa, seni suara dan seni tari.
3. Fungsi Budaya
Budaya bagi manusia memiliki sejumlah fungsi dasar. Ting-Tomey
mengidentifikasi beberapa dasar dari budaya. Pertama, budaya membantu manusia
dalam hal proses pemaknaan tentang identitas. Budaya menyediakan sebuah
kerangka rujukan untuk menjawab pertanyaan mendasar dari eksistensi manusia
yaitu siapa saya? Kepercayaan, nilai, dan norma budaya memeberikan basis utama
dimana manusia memberikan atribut tebntang makna dan pentingnya identitas
eksistensinya (Ting-Tomey, 1999: 12).
Kedua, budaya membantu fungsi proses penerimaan seorang idividu
kedalam suatu kelompok budaya tertentu. Budaya memberikan kepuasan bagi kita
terkait kebutuhan afiliasi dan rasa memiliki. Budaya menciptakan sebuah zona
nyaman dimana kita merasakan penerimaan kelompok dan perbedaan in-group/out-
group. Dalam kelompok kita, kita merasa aman, diterima dan menjadi bagian dati
kelompok tersebut (Ting-Tomey, 1999: 13).
Ketiga, budaya bagi manusia berfungsi sebagai sebuah aturan perilaku dan
membentuk sikap in-group/out-group ketika berhadapan dengan orang yang secara
budaya berbeda. Evaluasi sikap ini bisa bermakna emosi positif dan negative
(Ting-Tomey, 1999: 13). Masyarakat Indonesia mengenal pepatah “dimana bumi
27
dipijak, disitu langit dijunjung”. Pepatah tersebut menggambarkan bahwa perilaku
manusia sangat berjaitan erat dengan budaya di mana kita tinggal.
4. Teori Etnografi
Etnografi Komunikasi adalah metode aplikasi etnografi sederhana dalam
pola komunikasi sebuah kelompok. Di sini, penafsir berusaha agar bentuk
komunikasi yang dipakai oleh anggota dalam sebuah komunitas atau budaya dapat
diterima akal sehat. Etnografi komunikasi melihat pada (1) pola komunikasi yang
digunakan oleh sebuah keompok; (2) mengartikan semua kegiatan komunikasi ini
ada untuk kelompok; (3) kapan dan dimana anggota kelompok menggunakan
semua kegiatan ini; (4) bagaimana praktik komunikasi menciptakan sebuah
komunitas; dan (5) kerageman kode yang digunakan oleh sebuah kelompok.
Etnografi muncul dari Antropologi Budaya. “Etno” berarti orang atau folk,
sedangkan “grafi” mengacu pada penggambaran sesuatu. Oleh karena itu etnografi
berarti suatu budaya dan pemahaman cara hidup orang lain dari sisi the native’s
point of view. Selain itu ada juga yang menyebutkan bahwa etnografi adalah salah
satu jenis etnologi. Etnologi adalah cabang antropologi yang mempelajari dinamika
budaya, yaitu proses perkembangan dan perubahan budaya.
Etnografi adalah pendekatan empiris dan teoretis yang bertujuan
mendapatkan deskripsi dan analisis mendalam tentang kebudayaan berdasarkan
penelitian lapangan (fieldwork) yang intensif. Menurut Geertz (1973) etnograf
bertugas membuat thick descriptions (pelukisan mendalam) yang menggambarkan
„kejamakan struktur-struktur konseptual yang kompleks‟, termasuk asumsi-asumsi
yang tak terucap dan taken-for-granted (yang dianggap sebagai kewajaran)
mengenai kehidupan. Seorang etnografer memfokuskan perhatiannya pada detil-
28
detil kehidupan lokal dan menghubungkannya dengan proses-proses sosial yang
lebih luas.
Kajian budaya etnografis memusatkan diri pada penjelajahan kualitatif
tentang nilai dan makna dalam konteks „keseluruhan cara hidup‟, yaitu dengan
persoalan kebudayaan, dunia-kehidupan (life-worlds) dan identitas. Dalam kajian
budaya yang berorientasi media, etnografi menjadi kata yang mewakili beberapa
metode kualitatif, termasuk pengamatan pelibatan, wawancara mendalam dan
kelompok diskusi terarah.
Penemu tradisi penelitian ini adalah seorang antropolog Dell Hymes. Hymes
mengusulkan bahwa linguistic formal saja tidak cukup untuk membongkar suatu
pemahaman Bahasa secara lengkap karena hal ini mengabaikan fariabel yang
sangat berguna dimana bahasa digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Menurut
Hymes budaya berkomunikasi memiliki cara yang berbeda, tetapi semua bentuk
komuniksi membutuhkan kode bersama, pelaku komunikasi yang tau dan
menggunakan kode, sebuah alat, keadaan, bentuk pesan, topik, dan sebuah
peristiwa yang dicipakan dengan penyebaran pesan. Apapun mungkin untuk
memenuhi syarat sebagai komunikasi, selama hal itu diterangkannya oleh semua
yang menggunakan kode tersebut.
Pelaku dalam komunikasi local menciptakan makna Bersama dengan
menggunakan kode yang memiliki sejumlah pemahaman. Gery Philipsen, seorang
pemimpin dalam etnografi komunikasi menfefinisikannya sebagai speech kode
sebagai serangkaian pemahaman khusus dalam sebuah budaya 6entang apa yang
dinilai sebgai komunikasi, signifikansi bentuk komunikasi dlam budaya,
bagaimana semua bentuk tersebut dapat dipahamin, dan bagaimana mereka
29
ditunjukan. Speech kode adalah sebuah budaya tidak tertulis dan sering menjadi
“buku panduan” bawa sadar untuk bagaimana berkomunikasi dalam budaya.
Dalam menunjukan masalah-masalah etnografis ini, tiga jenis prtanyaanpun
diajukan. Pertanyaan tentang norma (questions of norms) yang mencari ara
komunikasi yang digunakan untuk mendirikan standar dan gagasan tentang baik
dan buruh yang mempengaruhi pola komunikasi. Pertanyaan tentang pola
(question of froms) melihat pada jenis komunikasi yang digunakan dalam
masyarakat. Perilaku seperti apa yang dinilai sebagai komunikasi dan bagaimana
mereka diatur? Pertanyaan tentang kode budaya (questions of cultural codes)
menarik perhatian tentang makna dari simbol dan perilaku yang digunakan seperti
budaya komunikasi dalam komunitas
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif ini dapat
digunakan untuk penelitian kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, fungsioanal
organisasi, peristiwa tertentu, pergerakan-pergerakan sosial, dan hubungan
kekeabatan dalam kekeluargaan. Pendekatan kualitatif diharapkan mampu
menghasilkan suatu uraian mendalam tentang ucapan, tulisan, dan tingkah laku yang
dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, organisasi tertentu dalam
suatu konteks setting tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif
dan holistic (Bogdan and Tailor, 1992:22).
Istilah penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller (1986:9) pada mulanya
bersumber pada pengamatan kualitatif yang dipertentangkan dengan pengamatan
kuantitatif. Pengamatan kuantitatif melibatkan pengukuran tingkatan suatu ciri
tertentu. Untuk menemukan sesuatu dalam pengamatan, pengamat harus mengetahui
apa yang menjadi ciri sesuatu itu.
Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller (1986:9) mendefinisikan
bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang
secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam
kawasannya maupun dalam peristilahannya.
David Williams (1995) menulis bahwa penelitian kualitatif adalah
pengumpula data pada suatu latar alamiah, dan dilakukan oleh orang atau peneliti
yang tertarik secara alamiah. Jelas definisi ini memberi gambaran bahwa penelitian
kualitatif mengutamakan latar alamiah, metode alamiah, dan dilakukan oleh orang
yang mempunyai perhatian alamiah.
31
Penulis buku penelitian kualitatif lainnya (Denzin dan Linclon 1987)
menyatakan penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah,
dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan
melibatkan berbagai metode yang ada.
Penelitian kualitatif dari sisi definisi lainnya dikemukakan bahwa hal itu
merupakan penelitian yang memanfaatkan wawwancara terbuka untuk menelaah dan
memahami sikap, pandangan, perasaan, dan perilaku individua tau sekelompok orang.
Terakhir, menurut Jane Richie, penelitian kualitatif adalah upaya untuk
menyajikan dunia sosial, perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep, perilaku,
persepsi, dan dan persoalan tentang manusia yang diteliti.
Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang sifatnya
umum terhadap kenyataan sosial dari perspektif partisipan. Pemahaman tersebut tidak
ditentukan terlebih dahulu, tetapi diperoleh setelah melakukan analisis terhadap
kenyataan sosial yang menjadi focus penelitian, dan kemudian ditarik suatu
kesimpulan berupa pemahaman umum tentang kenyataan-kenyataan tersebut.
Dari kajian tentang definisi-definisi tersebut dapatlah disintesiskan bahwa
penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku cara persepsi,
motivasi, tindakan, dll. Secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-
kata dan Bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan
berbagai metode alamiah.
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah tentang nilai-nilai Islam dalam komunikasi budaya
dan kehidupan social di desa Lamakera. Untuk memperoleh data penelitian ini akan
menggunakan metode kualitatif. Penelitian kualitatif dipilih karena fenomena yang
32
diamati perlu pengamatan terbuka, lebih mudahnya berhadapan dengan realitas,
kedekatan emosional antara peneliti dan informan sehingga didapatkan data yang
mendalam.
Konteks penelitian yang dikaji ini berfokus pada pendiskripsian mengenai
nilai-nilai Islam dalam komunikasi budaya dan kehidupan social di desa Lamakera.
C. Sumber dan Jenis Data
1. Data Primer
Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan subjek penelitian
dan beberapa orang terdekat dari subjek penelitian. Observasi peneliti lakukan dengan
cara mengamati secara langsung sebagaimana adanya data yang ada di lapangan,
peneliti memasuki lapangan, berhubungan langsung dengan situasi dan orang yang
diselidiki, kemudian mencari tahu bagaimana aktivitas komunikasi dan kehidupan
berbudaya orang-orang di desa lamakera.
Sesuai dengan judul yang meneliti tentang Komunikasi dan budaya di desa
Lamaker peneliti mengambil 4 (empat) informan yang merupakan asli orang
Lamakera. Berikut ini tabel nama-nama informan.
Table 1.2 Data Informan
No Nama Umur Pekerjaan
1. Hamka K. Songge 68 Ketua suku
2. Dr. Malik Ibrahim, M.Ag. 60 Dosen UIN Yogyakarta
3. M. Idzharul Hak Songge 27 Mahasiswa
4. Kadir Ghafar Songge 50 Nelayan
33
2. Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang dikumpulkan untuk melengkapi data
primer. Data ini dapat diperoleh melalui literatur yang sesuai dengan kajian
penelitian. Sumber data sekunder dapat berupa buku, dokumentasi lain yang dapat
menambah kebutuhan informasi yang terkait dengan penelitian. Dari beberapa elemen
di atas merupakan unsur yang dapat menunjang keberhasilan penelitian. Pada
penelitian ini, peneliti menggunakan buku, jurnal, dan penelitian terdahulu yang
terkait dengan penelitian sebagai sumber data sekunder.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data, yaitu: field
research, dengan cara turun langsung ke lokasi pusat penelitian dan mengamati objek
penelitian dengan teknik sebagai berikut:
D. Tekhnik Pengumpulan Data
1. Observasi
Observasi merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan peneliti
untuk mengamati atau mencatat suatu peristiwa dengan menyaksikan langsung, dan
biasanya peneliti dapat sebagai partisipan atau pengamat dalam menyaksikan atau
mengamati suatu objek peristiwa yang sedang ditelitinya. Dalam hal ini peneliti
secara langsung mengamati aktivitas komunikasi dan kehidupan social di desa
Lamakera.
Penelitian ini mencakup dua tempat yakni di desa Lamakera dan Yogyakarta.
Waktu penelitian di desa Lamakera adalah liburan Ramadhan pada bulan Mei sampai
bulan Juli. Alasan penulis meneliti di Yogyakarta beberapa informan yang berasal
dari Lamakera bertempat di Yogyakarta.
34
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atass
pertanyaan itu.
Wawancara merupakan salah satu Teknik pengumpulan data dalam metode
suvei melalui daftar pertanyaan yang diajukan secara lisan terhadap responden
(subjek). Biasanya data yang dikumpulkan bersifat kompleks, sensitif dan
kontroversial, apalagi kalau respon tidak dapat membaca dan menulis atau kurang
memahami daftar pertanyaan yang diajikan tersebut. Maka penelitian harus
menerjemahkan atau memberi penjelasan yang memakan waktu cukup lama untuk
meyelesaiakan penelitian tepat waktu. Teknik wawancara dapat dilakukan (1) dengan
tatap muka (face to face interviews) dan (2) melalui saluran telfon (telephon
interviews).
3. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data berupa catatan atau dokumentasi
yang tersedia serta pengambilan gambar di sekitar objek penelitian yang akan
dideskripsikan pembahasan yang akan membantu dalam penyusunan hasil akhir
penelitian atau bukti-bukti yang mendukung proses penelitian aktivitas
komunikasidan kehidupan social di desa Lamakera. Dokumentasi dalam penelitian ini
mengacu pada foto-foto dan hal-hal yang berkaitan dengan penelitian.
35
E. Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
a. Catatan Pengamatan
Catatan pengamatan merupakan salah satu dari yang terkait teknik
pengumpulan data kualitatif, pengamatan untuk memperoleh data dalam
penelitian memerlukan ketelitian untuk mendengarkan, memperhatikan dan
terperinci pada yang dilihat. Catatan pengamatan pada umumya berupa tulisan
tangan.
b. Rekaman Audio
Rekaman audio adalah salah satu dari teknik pengumpulan data
kualitatif. Dalam melakukan wawancara tidak jarang dibuat rekaman audio,
untuk menangkap inti pembicaraan diperlukan kejelian dan pengalaman
seseorang yang melakukan wawancara sehingga dapa digunakan untuk
menggali isi wawancara lebih lengkap pada saat pengolahan data dilakukan.
c. Data dari Buku
Mengambil data dari buku merupakan salah satu teknik pengumpulan
data kualitatif. Dalam penelitian sering digunakan data yang berasal dari
halaman tertentu dari suatu buku. Data dari halaman buku tersebut dapat
digunakan dalam pengolahan data bersama yang lainnya. Data-data yang dapat
diolah dari buku seperti data yang memberikan gambaran tentang suatu
keadaan atau persoalan yang menyangkut masalah yang berhubungan.
36
2. Analisis Data
Analisis data merupakan suatu cara untuk mengolah data setelah hasil
penelitian, sehingga dapat diambil sebagai kesimpulan berdasarkan data yang
faktual. Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang
dapat dikelola mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting
dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Data
kualitatif adalah data yang bersifat abstrak atau tidak terukur.
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah dan kehidupan sosila Masyarakat Lamkera
Gambar 1.1 Peta Pulau Solor
(sumber: Google)
1. Sejarah Lamakera
Lamakera adalah nama sebuah perkampungan yang terletak di ujung timur
Pulau Solor, Kabupaten Flores Timur. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan
kebijakan Pemerintah membentuk Desa Gaya Baru, Lamakera dimekarkan menjadi
dua wilayah yaitu Desa Watobuku & Desa Motonwutun, yang secara administratif
masuk dalam wilayah Kecamatan Solor Timur Kabupaten Flores Timur.
Mata pencaharian utama penduduknya adalah nelayan dan terkenal tangguh
dilautan. Lamakera terbangun dari 7 (tujuh) suku yang diakui eksistensinya dalam
38
membentuk sosial kebudayaan di dalam masyarakatnya. Mayoritas penduduknya
adalah muslim.
Istilah Lamakera bukan merupakan istilah baku yang mutlak digunakan oleh
penduduk kampung Tanahwerang, sebelum kedatangan orang Sika Songge di
Lamakera. Akan tetapi istilah Lamakera mengandung makna historis yang disepakati
bersama antara Manan Daton Ama dari klen Songge selaku tuan tanah dengan Kia
Lalimari dan Juang Meti dari Sika Songge setelah terjalin persahabatan yang kental
sebagai edo reun lidan redok, yakni sebagai tiga saudara.
Menurut sejarahnya, ketika kelompok Sika Songge pertama kali datang dan
bertemu dengan penduduk asli yang mendiami di daerah pedalaman atau
Tanahwerang, mereka mengadakan jamuan adat dan Naju Baja atau ikrar penyerahan
sebagian tanah kepada saudara baru yang hijrah dari Sika Songge Ende Nusa Palera
karena kampungnya tenggelam oleh musibah air pasang, dengan harga tiga ekor
kepala ikan Paus. Dalam jamuan tersebut, Manan Daton Ama mewakili tuan tanah
dan penduduk asli Tanahwerang menyiapkan berbagai makanan dari jagung, kacang
dan arak. Karena tidak ada wadah yang cukup sebagai tempat untuk mengisi makanan
dan minuman, maka digunakanlah timba yang terbuat dari daun lontar sebagai tempat
untuk mengisi makanan dan minuman tersebut.
Jadi istilah Lamakera berasal dari dua kata, yaitu; Lamak yang berarti piring
makan yang sudah berisi makanan atau makanan yang sudah siap dihidangkan
sedangkan Kera wadah atau piring makan yang terbuat dari daun lontar. Kemudian
untuk mengenang peristiwa yang sangat penting lagi sakral itu, maka tempat baru
yang akan ditempati oleh Kia Lalimari dan Juang Meti dari perahu Sowa dan Berebok
diberi nama Lamakdikera selanjutnya menjadi Lamakera yang berarti tempat makan
yang terbuat dari daun lontar.
39
Asal Usul Masyarakat Sebagaimana telah dijelaskan bahwa pada dasarnya
tidak ada penduduk asli di Lamakera, bahkan penamaan Lamakera, baru berlangsung
ketika ada penghuni yang juga sebagai pendatang dari Sika Songge setelah bersahabat
dan ber-Naju Baja dengan tuan tanah dari Tanahwerang. Saat itu, sesepuh tuan tanah
bermukim di Tanahwerang sedangkan lingkungan atau keadaan Lamakera ketika itu
belum berpenghuni dan masih berbentuk hutan belukar.
Gambar 1.2 Potret Lamakera tempo dulu
(sumber: Google)
Kelompok yang paling pertama tiba dan membuka perkampungan Lamakera,
adalah kelompok dari Sika Songge kemudian menjadi suku Lewokololodo atau
Lewoklodo. Secara berurutan suku-suku yang datang setelah Lewoklodo adalah :
suku Ema Onang, suku Kiko Onang, suku Kampung Lamakera, suku Hari Onan, suku
Lawerang dan terakhir suku Kukun Onang.
Kedatangan suku-suku tersebut ke Lamakera mempunyai motivasi dan sebab-
sebab yang bervariasi. Misalnya, Klen Napo dari suku Ema Onang, berasal dari
gunung Napo di daerah bagian Barat Solor Timur, yang terpaksa hijrah dan menetap
40
di Lamakera karena tidak dapat hidup secara damai dan rukun dengan saudara-
saudaranya. Klen Lawuung pada suku Kiko Onang yang harus meninggalkan Ternate
(Maluku) karena situasi politik dalam negerinya. Begitu juga Klen Maloko dari suku
Hari Onang yang harus menetap di Lamakera setelah dibawa arus ketika menangkap
ikan, sehingga untuk mengenang kampung halamannya, maka klennya dinamakan
Maloko. Sedangkan suku lainnya juga pendatang yang berasal dari daerah sekitar
pulau Solor, seperti suku Kampung Lamakera berasal dari pulau Adonara, yaitu dari
Lonek Burak (Desa Waiwerang II sekarang) yang dijemput oleh Patih Balauring dari
suku Kiko Onang dan kemudian diserahkan wewenang untuk memerintah kerajaan
Lamakera. Peristiwa bersejarah ini kemudian terlukis dalam syair lilin (tarian adat)
yang berbunyi : komodike pati balauring kiko toda raja, kiko toda raja monggo beto
limang sodi pangka (Hubungan baik dari keluarga terdekat Pati Balauring telah
membawaku datang, suku Kiko Pemandu Raja).
Sejak zaman Raja Sangaji Dasi hingga saat ini, di Lamakera telah hidup dan
berkembang 7 suku yang diakui eksistensinya dalam turut serta membentuk sosial
kebudayaan di Lamakera. Suku-suku tersebut adalah sebagai berikut :
Suku Lewoklodo, terdiri dari tiga klen yaitu Klen Suku, Lolong Klen Parak
Lolong dan Klen Bloweng Matang. Suke Ema Onang, terdiri dari empat klen yaitu
Klen Suku Lolong, Klen Lawang Onang, Klen Balaga dan Klen Wudi Pukang. Suku
Kiko Onang, terdiri dari tiga klen yaitu Klen Koko Belang, dan Kiko Kede Klen
Beliko Lolong, dan Beliko Rereng serta Klen Lawung. Suku Kampung Lamakera,
terdiri dari tiga klen yaitu Klen Kerbau Kotang, Klen Sinun Onang dan Klen Parak
Onang. Suku Hari Onang, terdiri dari empat klen yaitu : Klen Hering Guhi, Klen
Mahing, Klen Maloko dan Klen Tamukin. Suku Lawerang, terdiri dari tiga klen yaitu
Klen Kedang Onang, Klen Lamalewa dan Klen Labe Onang. Suku Kukun Onang,
41
terdiri dari tiga klen yaitu : Klen Niha Onang, Klen Siang Gantong dan Klen Lango
Petung
Pilihan tempat seperti halnya Lamakera saat ini seakan merupakan pilihan
yang ditakdirkan. Di mana Lamakera yang berada di pesisir pantai paling timur Pulau
Solor merupakan daerah pertemuan arus antara Selat Solor dan Laut Timor yang juga
berhadapan dengan Samudera Hindia. Efek pertemuan arus itu menimbulkan pesisir
pantai Lamakera sering diterpa ombak besar bila musim barat tiba.
Lamakera diapiti tiga bukit yang berkarang, yaitu Bukit Moton Wutun, Bukit
Nuba dan Bukit Kabir. Ketiga bukit pengapit Lamakera itu nampak berbatu, gersang
dan tandus, menambah sosok Kampung Lamakera semakin kharismatis tangguh dan
mempesona yang mengundang berjuta-juta pertanyaan tentangnya.
Gambar 1.3 Potret Lamakera dari bukit motonwutun
42
2. Kehidupan Sosial Masyarakat Lamakera
Masyarakat Lamakera hadir dan menyatakan kediriannya (eksistensi) pada
setiap ruang dan waktu dengan kerja. Kerja individual dan kolektif merupakan bukti
adanya keunggulan dan puncak dari kualitas kemanusiaan orang-orang Lamakera.
Sesuai dengan karakternya, masyarakat Lamakera mengukuhkan identitas
kehormatan ke-Lamakera-annya dengan membangun masjid, madrasah dan rumah
suku, atau rumah adat sebagai simbol kultural bahwa masyarakat Lamakera adalah
makhluk berbudaya. Masyarakat Lamakera juga mempertahankan wilayah kedaulatan
Lamakera dan membangun prasarana pendidikan. Ini adalah metode transformatif
bagi orang Lamakera dalam merawat identitas eksistensi kulturalnya.
Masyarakat Lamakera memiliki etos keterpelajaran dan tradisi untuk
menyekolahkan anak-anak di daerah atau pulau manapun yang menjadi sumber ilmu
pengetahuan. Kemiskinan dan ketidak-punyaan tidak menyurutkan setiap langkah
bagi orang Lamakera untuk menyekolahkan anak-anak mereka di manapun.
B. Hasil Pnelitian
1. Gambaran Umum Penelitian
Budaya selalu menawarkan ketegangan-ketegangan tertentu dalam kehidupan
manusia. Tanpa adanya ketegangan ini semua manusia tak akan mengalami kemajuan
bahkan budaya yang telah dimilikinya dapat mundur. Dalam menghadapi tantangan
alam manusia bersikap lain dngan hewan.
Di antara alam dan dirinya, manusia menyisipkan sesuatu dan dengan sarana
itulah ia mengambil jarak dari alam sehingga ia mampu menelaah dan mengertinya.
Sarana-saran tersebut antara lain; Bahasa, mitos dan agamayang Cassirer dinamakan
lambing. Bahasa bekerjanya begitu banyak dengan berbagai lambing yakni bunyi-
43
bunyian tertentu yang lebih dari kicauan burung atau auman harimau, memiliki makna
yakni menunjuk kepada sesuatu. Adapun budaya yang berarti menggarap sesuatu,
menanam, memeprlihara, menghuni, menghormati, menyucikan, jadi alam digarap
menjadi berbagai alat kerja manusia; ini budaya yang bertujuan manfaat. Tetapi alam
dapat juga ditelaah oleh budi manusia dan digalih dasar-dasarnya yang dalam disini
budaya yang tujuannya memperoleh pengetahuan.
Disamping dua factor itu (manfaat dan pengetahuan) budaya dapat diusahakan
demi keindahan dan untuk permainan, juga dimi nilai-nilai dari reitas yang dikandung
olehnya. Dengan demikian itu maka seni, permainan, sport, magi, dan agama masuk
ke dalam budaya. Disitulah Nampak kerja spiritual manusia di dalam ia memberi
bentuk kepada khidupannya. Itulah semua aspek etika dari daya menciptakan budaya.
2. Gambaran Umum Informan
Dalam penelitian ini ada beberapa kendala yang di alami yaitu awalnya kiarena
ada dua tempat yang harus peneliti kunjungi. Pertama, ketika pulang mudik lebaran
tetapi proses wawancaranya belum sempat di lakukan sehingga harus melalui saluran
telefon dan mengirim pertanyaan-pertanyaan melalui Whatsap. Kedua, setelah peneliti
kembali ke Jawa, peneliti harus ke Yogyakarta karena ada beberapa informan yang
menetap di Yogyakarta. Proses wawancara dilakukan berdasarkan guide line atau
panduan pertanyaan wawancara yang sudah disiapkan oleh peneliti. Akan tetapi yang
ditanyakan tidak berurutan sesuai dengan susunan pertanyaan peneliti sebelumnya,
karena saat wawancara berlangsung peneliti mengembangkannya sehingga proses
wawancara lebih santai dan bisa mendapatkan informasi sesuai yang peneliti
harapkan. Selama wawancara berlangsung peneliti merekam semua pembicaraan
antara informan dan peneliti yang dianggap penting dan mendukung hasil wawancara.
44
Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada empat informan yang memiliki
penegetahuan dan sudut pandang yang hampir sama. Secara umum identitas keempam
informan tersebut dapat ditunjukkan dalam tabel di bawah ini:
Tabel 1.3 Gambaran Umum Informan
No Nama Umur Asal Agama Pendidikan Profesi
1. Hamka K.
Songge
68 Lamakera Islam MTS Ketua
Suku
2. Dr. Malik
Ibrahim, M.Ag
60 Lamakera Islam S3 Dosen
3. Kadir Ghafar
Songge
50 Lamakera Islam MTS Nelayan
4. M. Idzharul Hak
Songge
27 Lamakera Islam S1 Mahasiswa
a. Informan satu adalah ketua suku dari suku lewoklodo yang merupakan
salah satu suku di Lamakera. Saat peneliti meminta untuk diwawancarai,
peneliti menggunakan telepon untuk mengajak berbicara pada tanggal 2
agustus 2019 dan mengirimkan pertanyaan -pertanyaan melalui media
wahatsap sehingga informan dapat merekam jawabannya dengan bantuan
kakak yang menetap di Lamakera dan mengirim kembali untuk menjadi
rujukan dan bahan dalam skripsi.
b. Innforman kedua merupakan dosen di salah satu universitas di Yogyakarta,
yaitu UIN Sunan Kalijaga. Saat peneliti meminta untuk menjadi informan
penelitian, bersedia dan wawancara dilakasanakan pada tanggal 10 agustus
2019 pukul 13.00 – 14.30 di rumah Informan dua yang terletak di Maguo,
Yogyakarta. Wawancara dimulai dengan peneliti menjelaskan tujuan dari
45
penelitian tersebut dan wawancara dilakukan sekitar satu jam lebih.
Informan kedua adalah salah satu tokoh masyarakat di desa Lamakera
c. Informan ketiga adalah orangtua dari peneliti sendiri. Beliau adalah
nelayan unggul dan sudah berpengalaman dalam hal menangkap ikan, dari
ikan kecil, ikan pari sampai menangkap ikan paus. Wawancara dimulai
pada tanggal 3 Agustus 2019 dan sampai sekarang. Sehingga sangat
membantu dalam penelitian ini.
d. Informan keempat adalah salah satu mahasiswa yang kuliah di
Yogyakarta, yang merupakan asli dari Lamakera. Informan ini juga cukup
menguasai budaya-budaya Lamakera, terlebih syair dalam tarian-tarian.
3. Temuan Penelitian
Faktor kosmologis Lamakera yang demikian itu dan dipadukan oleh faktor
teologis yang monoteistik, menjadi bagian yang terpenting dalam merajut watak dan
karakter antropologis orang Lamakera. Kitapun mengenal karakter orang Lamakera
yang religius, ramah dan terbuka, mudah berkomunikasi dan berinteraksi dengan
manusia dari suku bangsa manapun. Selain itu orang Lamakera juga memiliki watak
petarung yang berintegritas, pekerja tangguh yang tidak pernah jera dan lelah walau
seribu halangan merintangi.
1. Lamakera sebelum dan sesudah mengenal agama Islam
Kalau Lamakera dulu itu sangat percaya dengan nenek moyang, leluhur-leluhur
yang sudah meninggal ya. Dulu itu orangtua selalu buat acar-acara seperti
ritual-ritual penyembahan di bebatuan besar dan pake sesajian, tuhan yang di
percayai itu namany rera wulan tana ekan, dan setelah masuknya islam itu ada
guru dari jawa yang datang mau mengajar di sini, kebetulan kan di lamakera itu
pendidikannya sudah lumayan bagus pada jaman itu ya, jadi mereka mengajar
tentang islam dan banyak anak-anak jaman dulu itu berminat, apalagi orang kita
46
sendirikan sangat terbuka sama orang luar kan (Wawancara Bapak Hamka K
Songge, melalui telepon, 2 Agustus 2019).
Kalau cerita sejarah Lamakera sangat Panjang yaa, kan jauh hari masyarakat
Lamakera itukan menganut paham animisme, dimana kepercayaannya sebelum
adanya Islam itukan leluhur dan nenek moyan, dan bebatuan besar kaya gitukan.
Tuhan yang dipercayai itu kan biasa di sebut rera wulan tana ekan kan, itu juga
ada maknanya sebenarnya. Terus Islam msuk itu lewat orang-orang yang
berdatangan, kan dulu kampung kita itukan sala satu pusat perdagangan yaa, jadi
banyak saudagar-saudagar muslim yang bermukim dan raja kita itu, dia
orangnya sangat terbuka apalagi kan kebudayaan kita itu tidak jauh berbeda
dengan ajaran Islam, jadi mudah masyarakata Lamakera untuk menerima
Islamm(Wawncara Bapak Drs. Malik Ibrahim, M.Ag di Yogyakarta 10 Agustus
2019).
Itukan sejarah lama yaa, dulu itu kepercayaan atau Tuhan yang di sembah itu
namanya rera wulan tana ekan sebelum ada islam. Dan setau abah tu masuk
Islam itu karna ada orang dari luar, kaya dari pulai jawa dan pedagang-
pedagang muslim yang datang menyebar agama Islam di sini (Wawancra bapak
Kadir Ghafar Songge melalu telepon, 3 Agustus 2019).
Waduh dek kalau tanya kaya gitu tu abang tidak terlalu menguasai yaa, cuman
abang tu baca sejarah-sejarah dan dengar tentang Lamakera, dulu itu
kepercayaan nenek moyan kita itu Namanya rera wulan tana ekan, dan itu kalau
ngga salah ada artinya (wawancara Kakak M. Idzharul Hak Songge di
Yogyakarta 9 Agustus 2019).
Dari beberapa jawaban dari informan mengenai keagamaan sebelum dan
sesudah masuknya islam, Lamakera merupakan sebuah perkampungan dengan
mayoritas masyarakat yang percaya akan adanya kekuatan leluhur yang dinamakan
Rera Wulan Tana Ekan. Sebelum masuknya Islam masyarakat lamakera menganut
paham animism, mempercayai adanya kekuatan diluar kemampuan manusia. Dengan
melihat geografis letak Lamakera yang berada di pesisir pantai, bisa dibilang
bahwasanya Lamakera merupakan pusat perdagangan yang melalui jalur laut, dan
pastinya banyak sekali orang-porang dari berbagai macam daerah bahakan berbagai
macam negara datang untuk melakukan perdagangan. Dari sekian banyak pedagang
47
tentunya berbagai ada sebagian orang yang memiliki tujuan untuk menyebarkan
agama Islam. Mengapa waktu itu masyarakat menerima Islam? Karena mayoritas
Lamakera memiliki keterbukaan dan dapat menerima perubahan yang manakala
ajaran Islam sngat mendukung prinsip hidup masyarakat lamakera itu sendiri.
2. Mata pencaharian di desa Lamakera
Kitakan hidup di pesisir yaaa, jadi apa lagi kalau bukan nelayan. Berbagai jenis
ikan yang kita tangkap, mulai dari ikan kecil sampai sebesr pari. Kita hidup, bisa
menyekolahkan kamu sampai kuliahkan kan hasil dari nangkap ikan, yaa paling
mama-mama mereka yang bantu jual di pasar. Pasar juga harus nyebrang laut, di
pasar Waiwerang , alat-alatnya juga bukan hanya perahu saja, kita kan nangkap
ikan itu bukan yang kecil-kecil to, ikan pari, paus kan jadi banyak alat-alatnya
(Wawancara Bapak Kadir Ghafar Songge, melalui telepon, 3 Agustus 2019)
Semua pasti tau lah apa mata pencaharian di desa Lamakera kalau sudah melihat
letak kampungnya. Di pesisir pantai, tidak ada tumbuhan, jadi yaa ngga ada
penghasilan lain selain melaut, kita semuaa sekolah sampai merantau sejauh ini
kn karena dari hasil laut kan dek (wawancara Kakak M. Idzharul Hak Songge di
Yogyakarta 9 Agustus 2019)
Kita itu dari pertama nenek moyang masuk ke lamakera itu dari perairan yaa,
pastinya orang-orang yang memang berlayar ke satu tepat ke tempat ainnya, apa
lagi mereka membngun sebuah kampung, dan kampun itu kampung pesisir, jadi
mau tidak mau penghasilan kita dari laut (Wawancara Bapak Hamka K Songge,
melalui telepon, 2 Agustus 2019).
Orang Lamakera mata pencahariannya pastinya nelayan, apa lagi yang mau di
hasilkan. Memang yang tersedia di situkan hanya laut. San menariknya nenek
moyan kita belajar mengetahui kalau lagi ada musim pari, atau musim ikan tna,
itu mereka membaca melalui factor alam yang sama sekali tidak bisa dijelaskan
lewat teori (Wawncara Bapak Drs. Malik Ibrahim, M.Ag di Yogyakarta 10
Agustus 2019).
Mata pencaharian utama masyarakat disini adalah berburu ikan, mulai dari
ikan tuna, pari, lumba-lumba hingga paus. Mereka menggantungkan diri dari hasil
tangkapan alam yang telah dilakukan secara turun-temurun. Ikan-ikan ini nantinya
48
akan disisihkan sebagian untuk dikonsumsi dan sisanya dijual ke Pasar Weiwerang di
Pulau Adonara. Sama seperti Lamalera, desa ini juga mempunyai tradisi berburu paus
warisan adat nenek moyang. Masyarakat disini memiliki cara unik dalam menentukan
waktu yang baik untuk berburu, yaitu jika melihat awan yang menyerupai perut ikan
paus yang putih, maka itulah saatnya berburu.
3. Pendidikan di desa Lamakera
Pendidikan itu penting nak, kalau ngga ada Pendidikan kita tidak maju-maju.
Orang-orang Lamakera itu pintar-pintar, makannya ikan kok hehehee, tapi kalian
semua yang sekolah di luar-luar itu harus jaga akhlak juga, buat apa kalau
sekolah tinggi-tinggi kalau akhlak tenakk’e (tidak ada) (Wawancara Bapak
Hamka K Songge, melalui telepon, 2 Agustus 2019).
Kita di daera pesisir, daerah pessir itu masyarakatnya sangat terbuka dibanding
masyarakar agraris. Diliahat dari sejarah kampung kita itu kampung singga
keluar masuknya perdagangan dari berbagai daerah bahkan negara, maka
Pendidikan di daerah kita itu sangat cepat berkemajuan lantaran masyarakatnya
terbuka dan menerima perubahan. Lamakera itu salah satu kamung pertama yang
menyebarkan Islam ke seluruh NTT loh (Wawncara Bapak Drs. Malik Ibrahim,
M.Ag di Yogyakarta 10 Agustus 2019)
Orang Lamakera itu cedas-cerdas dek, kalau tanya tentang Pendidikan abang
jawabnya gimana ya dek. Terbukti kita semua sampai merantau di berbagai
daerah itu sudah terlihat bahwa Pendidikan itu sangat penting bagi kita dek,
kalau ngga penting kita ngga bakalan sampai sini, iya kan!? (wawancara Kakak
M. Idzharul Hak Songge di Yogyakarta 9 Agustus 2019).
Pendidikan itu penting dan pendidikan kita di sini berkembang, kalau tidak
berkembang aku tidak mungkin kuliahkan kamu sampai ke situ (Wawancara
Bapak Kadir Ghafar Songge, melalui telepon, 3 Agustus 2019).
Tradisi lainnya yang masih dipegang warga Lamakera hingga saat ini spirit
mencari ilmu. Para keluarga selalu berjuang habis-habisan menyekolahkan anak-
anaknya. Masyarakat Lamakera menjujung inggi Pendidikan. Dari sjarah Pendidikan,
Lamakera mrupakan pertama kali pusat Pendidikan island di NTT dan masyarakat
lamakera akan merasa malu jika anaknya tidak sekolah dan bangga jika anaknya
49
meraih gelar sarjana. Anak-anaknya bisa bertahan tidak pulang bertahun-tahun hidup
di perantauan sebelum kuliahnya selesai.
4. Proasesi pernikahan di desa Lamakera
Kalau pernikahan di desa Lamakera kan banyak yaa acaranya, dari tai getar
(meminang), membayar mahar sang gadis, kita diikat dengan adat lamaholot jadi
kalau sekarangkan uda banyak yang maharnya biasa-biasa saja tapi kalau dulu
harus bala (gading gajah) sebagai mahar, dan itu sesuatu yang dipandang
terhormat, sampai kita buat acara pernikahan sampai tai nawo (mengantar) si
gadis kerumah barunya kan melalui adat istiadat kita kan, jadi pernikahan kita itu
harus melalui system adat tapi tidak melanggar agama ( Wawancara Bapak
Hamka K Songge, melalui telepon, 2 Agustus 2019).
Soal nikah itu lumayan ngehabisin tenaga dan materi, kalau nikahan di
Lamakerakan harus besar, kan bisa di katakana satu orang yang nikah tapi yang
ikut serta itukan satu kampung, laa kita di kampung itukan terikat oleh 7 suku,
jadi nikahan sesuai adat budaya yang ada, perempuan di lamakera sangat
dihormati, dan anak gadis itu bukan milik orangtua mereka ya tapi sebagai
simbol yang mempunyai kedudukan di sukunya, jadi si gadis ini punyanya suku
sebenarnya (Wawncara Bapak Drs. Malik Ibrahim, M.Ag di Yogyakarta 10
Agustus 2019).
hehehehehehee, nikaah itu impian kakak, tapi kalau mau nikah yaa harus siap-
siap uang, perempuan timur maharnya kan yaa begitulah (wawancara Kakak M.
Idzharul Hak Songge di Yogyakarta 9 Agustus 2019)
Adat lamakera itu banyak kalau tentang nikah, dari pria datang minta gadis di
rumah sampai acara ijab Kabul dan sampai iringan tarian mengantar wanita itu
masuk ke rumah si pria itukan melalui tradisi yang lumayan Panjang, dan itu
kalau menurut abah wajib di lakukan karena itu uda tradisi turun temurun
(Wawancara Bapak Kadir Ghafar Songge, melalui telepon, 3 Agustus 2019)
Adat dan budaya Lamaholot salah satunya di Lamakera, wanita sangatlah
dihormati walaupun usianya masih kecil karena nilai dari belis atau mas kawin dapat
diukur dari gading gaja dengan besar ukuran yang berbeda. Karena wanita itu lemah
dan harus dijaga dan dihormati sebagai manusia yang setara dan martabat. Semua
50
orang memiliki hak dan kewajiban yang sama tanpa membedakan suku, agama
maupun budaya, dan kedudukan.
Ritus adat Perkawinan telah berubah sesesai perubahan jaman dengan
berbagai macam cara untuk boleh berkeluarga namun nilai dari adat perkawinan itu
tetap dijunjung tinggi hingga saat ini. Dalam proses pembicaraan adat perkawinan,
kedua belah pihak akan berdiskusi dengan perantara/ juru bicara adat dari kedua belah
pihak dengan menetukan nilai dari belis yang menjadi tanggungjawab pihak laki-laki.
5.Kesenian di desa lamakera
Kesenian kita itu terlalu banyak, dari, music, tari-tarian, syair-syair iringan tari,
itu semua punyai makna sendiri-sendiri ((wawancara Kakak M. Idzharul Hak
Songge di Yogyakarta 9 Agustus 2019).
Kesenian di Lamakera itu unik yaa, ada beberapa tarian dan dan music yang
sering kita mainkan.biasanya kalau acara itu kan nari oha lili sambal
melantunkan sayir-sayir pantun, saling balas membalas pantun dan tarian hedung
kalau ada acara penyambutan tamu tapikan tarian hedung itu kalau dilihat dari
sejarah sii sebenarnya tarian perang/penyanyambutan orang-orang keika puang
perang, gituu sihh (Wawancara Bapak Hamka K Songge, melalui telepon, 2
Agustus 2019).
Kalau kesenian itu macem-macem yaa, tapi saya tu lebih senang kalau bahas
tentang tarian hdung yaa,, Hedung itu adalah uangkapan dari Nedung yang
artinya menang, bagi Flores Timur kuasa colonial dengan plitik adu domba
sering mendatangkan pertikaian yang berujung pada perang tanding antar desa
(Lewo) atau antar suku, bagi yang menang perang akan kembali dengan
membawa kepala lawannya atau barang lain sambil menari. Ungkapan
kemenangan para pejuangnya akan dijemput oleh penduduk kampong dengan
bunyi-bunyian dengan taria-tarian penjemputan. Hedung merupakan tariian yang
tersebar hampir disetiap desa seluruh wilayah Flores Timur (Lamaholot)salah
satunya yaa di kampung kita Lamakera itu (Wawncara Bapak Drs. Malik
Ibrahim, M.Ag di Yogyakarta 10 Agustus 2019).
Sebagai makluk yang berbudaya, masyarakat Lamaholot salah satunya di
Lamakera mampu mempertahankan dan melestarikan kebudayaan mereka yakni
51
salah satunya kita temukan dalam kesenian budaya Lamakera yang terdiri dari
seni tari, seni musik, seni arsitektur dan ukir, seni suara dan sebagainya yang
masih dapat bertahan hingga saat ini. Setiap kesenian daerah selalu memiliki
makna tersendiri bagi mereka yang telah diamanatkan oleh para leluhur mereka.
Makna religiusitas dari suatu kesenian membuat masyarakat Lamakera semakin
menghargai serta menjaga kelestarian budaya mereka.
Harus juga diakui bahwa sisi religiusitas atau kesakralan dari suatu kesenian,
suatu waktu akan mengalami pergeseran makna sesuai dengan perkembangan
zaman yang semakin modern . Ini merupakan suatu tantangan yang harus
dihadapai oleh masyarakat Lamakera dalam mempertahan sifat religius
kebudayaan mereka.
C. Pembahasan
1. Lamakera sbelum dan sesudah mengenal Agama Islam
Lamakera adalah sebuah perkampungan Muslim yang terletak di pesisir
pantai dengan luas wilayah sekitar 162 ha. Secara administrasi pemerintahan,
perkampungan Lamakera terdiri dari dua desa yakni desa Motonwutun dan desa
Watobuku. Lamakera berada dalam wilayah Kecamatan Solor Timur, Kabupaten
Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Kepercayaan nenek moyang masyarakat Lamakera sebelum kedatangan
Islam adalah animisme. Sebagaimana masyarakat lainnya di wilayah Flores
Timur, masyarakat Lamakera meyakini akan adanya kekuatan di luar diri manusia
yang berkuasa, dan mempunyai wewenang untuk menentukan nasib baik dan
buruk manusia.
Keyakinan akan adanya kekuatan itu telah membentuk cara berfikir dan
perilaku masyarakat Lamakera dalam mensikapi kehidupannya sehari-hari.
Kekuatan yang sangat disakralkan itu adalah Rera Wulan Tana Ekang (Rera
Wulan= Yang di Sembah, Tana Ekan=Penyembah).
52
Upacara ritual keagamaan dilakukan di Kokar Bale yang berfungsi sebagai
rumah ibadah dan tempat para sesepuh adat bermusyawarah mengenai suatu
masalah atau persoalan-persoalan penting tentang urusan agama dan adat, yang
kemudian hasilnya disampaikan kepada seluruh masyarakat. Upacara peribadatan
dilakukan dengan penyembelihan hewan kurban seperti sapi, kerbau atau kambing
untuk diletakkan di atas altar berupa batu hitam yang diberi nama Nuba Nara.
Penyembelihan hewan kurban pada saat itu merupakan kewajiban para
pemeluknya yang dilaksanakan dalam rangka pengabdian si hamba kepada sang
penguasa atau zat yang diyakini dapat mendatangkan nasib baik dan akan
mengabulkan keinginan si hamba. Hal ini biasanya dilakukan ketika masyarakat
Lamakera hendak memulai bercocok tanam atau turun ke laut untuk menangkap
ikan.
Adapun penyembelihan hewan dilakukan pada acara pembangunan rumah
adat, pembuatan perahu atau dengan kata lain gotong royong. Dalam ritual
tersebut diharapkan dapat memberikan keselamatan, persatuan, bagi masyarakat
dengan mengadakan penyembelihan pembuka sebagai harapan atas di kabulnya
doa dan penutup sebagai ucapan terimakasih. Dalam penyembelihan hewan
memakai bahasa adat (lamaholot) sebagai syair doa.
Ritual tersebut menggunakan beberapa sesajian untuk para leluhur seperti,
beras merah, siri pinang, dan hati dari hewan yang telah disembelih, dengan
lantunan doa (syair) sebagai berikut; hode kniki kenaha moe, gong ma’a bohhu,
ma’a onam sebba (ambillah bekal ini, makanlah sepuas-puasmu, dan jagalah
kami), ini sebagai harapan dari ritual tersebut. kreja kre’ma, glekka plomo (ucapan
terimakasih).
53
Masuknya Agama Islam Seperti di kawasan Indonesia pada umumnya, awal
masuknya Islam di Nusa Tenggara Timur melalui jalur perdagangan yang
dilakukan oleh para pedagang dan ulama. Pada abad XV, banyak para pedagang
Islam dari berbagai wilayah di Nusantara, seperti para pedagang dari pulau Jawa,
Sumatera dan Bugis Makasar yang melakukan perdagangan dan atau menyinggahi
berbagai wilayah di Nusa Tenggara Timur sebagai tempat transit sebelum
meneruskan pelayaran ke Maluku, Makasar ataupun ke bandar-bandar di pulau
Jawa.
Karena faktor tersebut agama Islam paling awal masuk di wilayah Nusa
Tenggara Timur adalah di sekitar bandar-bandar strategis yang banyak dikunjungi
para pedagang Islam. Tempat-tempat tersebut antara lain; Pulau Solor, Pulau
Ende, Pulau Alor, Kota Kupang, dan pesisir utara Sumba Barat.
Dari bandar-bandar strategis di atas, Pulau Solor merupakan tempat yang
paling strategis bila ditinjau dari segi perdagangan karena berada pada posisi
silang pelayaran dari bandar di pulau Jawa, Sumatera, Makasar ke Maluku atau
sebaliknya, dari bandar-bandar di pulau Jawa, Sumatera, Makasar ke pulau Timor
dan dari bandar di Makasar ke pantai utara Australia.
Di samping itu di Lamakera terdapat pelabuhan alam yang bagus dan aman
sebagai tempat persinggahan kapal dalam rangka menunggu cuaca dan angin yang
tepat untuk berlayar. Itulah sebabnya Lamakera yang terletak di ujung timur pulau
Solor sebagai tempat yang paling banyak dikunjungi para pedagang dan pelaut
Islam dan merupakan salah satu tempat di NTT yang paling awal menerima
agama Islam.
Keberuntungan yang disebabkan oleh letak yang strategis dalam jalur
perdagangan serta tersedianya pelabuhan alam yang aman telah menjadikan
54
masyarakat Lamakera sebagai komunitas yang terbuka untuk menerima segala hal
baru yang dibawa para pedagang yang hilir mudik tersebut. Apalagi tradisi raja
Lamakera pada saat itu, adalah mengundang dan menjamu setiap saudagar dari
luar yang singgah untuk berdagang dan atau sekedar berteduh dari gangguan
musim angin yang kencang. Keramahan tuan rumah seperti yang dicontohkan
sang raja tersebut, merupakan kesempatan yang baik bagi para pedagang Islam,
untuk lebih mudah memperkenalkan Islam kepada penguasa dan masyarakat
Lamakera.
Sekitar abad ke XV, seorang pedagang dari Palembang bernama Syahbudin
bin Ali bin Salman Al Farisyi atau yang kemudian dikenal juga dengan Sultan
Menanga, merupakan salah seorang tokoh perintis penyebaran agama Islam.
Tokoh ini oleh Raja Sangaji Dasi diberi izin menetap di wilayah perbatasan antara
kerajaan Lamakera dan Lohayong.
Di sana ia mendirikan perkampungan Islam yang diberi nama Menanga.
Melalui pendekatan kekeluargaan, tokoh ini berhasil menjadi menantu kerajaan
dengan mengawini putri dari adik Raja Sangaji Dasi. Pada saat bersamaan, ia juga
berhasil meng-Islam-kan Raja Sangaji Dasi. Dengan keberhasilan meng-Islam-kan
tokoh kunci yakni raja dan keluarganya, maka semakin lancarlah upaya
penyebaran agama Islam bagi pengikut dan rakyat di kerajaan tersebut. Kemudian
pada tahun 1628, dibangunlah sebuah surau bagi pendukung pembinaan
penyebaran agama Islam di Lamakera. Tokoh lain yang juga menjadi perintis
penyebaran agama Islam di Pulau Solor adalah seorang ulama dari Ternate
(Maluku) bernama Sutan Sahar dan istrinya yang bernama Syarifah al Mansyur.
Kecerdasan para pedagang dan ulama dalam menjelaskan ajaran Islam
kepada penguasa dan masyarakat Lamakera, telah membuat Islam begitu mudah
55
diterima dan dalam waktu yang tidak begitu lama penguasa dan masyarakat
Lamakera yang sebelumnya merupakan penyembah Rera Wulan Tanah Ekang,
menjadi penganut Islam yang taat.
Penyebaran Agama Islam Doktrin agama yang mewajibkan kepada setiap
pemeluknya untuk menyampaikan suatu kebenaran walaupun hanya berupa satu
kata kepada orang yang belum mengetahuinya menjadi landasan etik bagi
penyebaran agama Islam. Karena penyebaran agama Islam di wilayah Nusa
Tenggara Timur melalui jalan perdagangan, maka Lamakera sebagai salah satu
pelabuhan yang paling sering disinggahi kapal dagang, menjadi tempat yang
mempunyai peluang besar untuk bertemu dengan ajaran Islam. Kesempatan ini
digunakan dengan baik oleh para saudagar untuk menyampaikan kebenaran Islam
dengan cara yang efektif yakni dakwah bil hal.
Penyebaran Islam di Lamakera dapat berjalan dengan baik dan cepat
diterima oleh masyarakat Lamakera karena Sultan Menanga berhasil meng-Islam-
kan Raja Sangaji Dasi. Sepeninggal Sultan Mananga, maka untuk menjalankan
kewajiban sebagai seorang muslim, penyebaran agama Islam selanjutnya
dilaksanakan oleh raja dan dibantu oleh Sultan Syarif Sahar.
Walaupun raja mempunyai kekuasaan dan wewenang yang kuat untuk
memerintahkan masyarakatnya, namun dalam hal penyebaran agama Islam tetap
dilakukan baik, arif dan bijaksana dengan seruan-seruan yang baik tanpa
kekerasan serta pemaksaan. Hal ini dapat dibuktikan bahwa Raja Sangaji Dasi
yang pada saat itu berkuasa, adalah tokoh yang disegani, ditaati dan mempunyai
kharisma serta pengaruh yang sangat luas hingga seluruh wilayah Solor Timur,
namun masih ada masyarakat di daerah-daerah kekuasaannya tetap menyembah
Rera Wulan Tanah Ekang dan baru memeluk ajaran Islam setelah Indonesia
56
merdeka, terutama setelah berkembangnya pendidikan agama Islam di Solor
Timur.
Tidak di pungkiri lagi, perkembangan dan kesadaran tentang agama Islam di
Lamakera sangat cepat kemajuannya, sehingga banyak melahirkan generasi-
generasi yang mampu menerapkan ajaran Islam dan melantunkan kalam Allah
dengan merdu dan mempunya ciri khas dalam bertilawah.
Gambar 1.4 Masjid Al-Ijtihad Lamakera
(umber: Google)
2. Mata Pencaharian Masyarakat Lamakera
Lamakera, lazim dikenal sebagai sebuah perkampungan nelayan. Tradisi
nelayan bagi orang Lamakera terbangun sejak generasi pertama mendarat dan
menempati Kampung Lamakera.
Kesadaran orang-orang Lamakera tentang negerinya yang tidak menjanjikan
itu, seakan-akan selalu memberikan perspektif dan semangat restorasi pada orang-
orang Lamakera. Bahwa orang Lamakera tidak pernah kehilangan orientasi, artinya
selalu saja ada nyali, denyut pergerakan dalam menggapai masa depan. Akal sebagai
instrumen rasionalisasi selalu hadir menjadi pisau analisis untuk membedah setiap
57
perkara, mengurai setiap krisis, membedah kekusutan, membuka jalan masa depan,
agar orang Lamakera sanggup meretaskan jalan lain mewujudkan agenda perubahan.
Artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya
malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang
berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit
berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati
(kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan
pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan
bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran
Allah) bagi kaum yang memikirkan (QS Al-Baqarah:164).
Ayat di atas menjelaskan bahwa alam semesta sebagai sumber kehidupan. Isi
kandungan dalam QS Al-Baqarah:164 menjelaskan bahwasannya Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dengan ketinggian dan luasnya ini dan bumi dengan gunung-
gunung, dataran dan laut-lautnya, dan di dalam pergantian malam dan siang dari lebih
lama menjadi lebih pendek, dan antara gelap dan cahaya dan pergantian keduanya
secara beriringan, dan Jalan kapal-kapal yang berlayar di laut-laut yang memuat
segala yang bermanfaat bagi manusia, dan air hujan yang diturunkan Allah dari langit,
Lalu Dia menghidupkan tanah dengan air itu, maka tumbuhlah pohon-pohon hijau
setelah sebelumnya kering tidak ada tanaman. dan apa-apa yang telah Allahu sebar di
dalamnya berupa setiap jenis binatang yang berjalan dimuka bumi, dan apa yang
Allah limpahkan berupa perputaran angin dan penentuan arahnya, dan awan yang
dibergerak antara langit dan bumi. Sesungguhnya pada semua bukti-bukti petunjuk
tersebut benar-benar terdapat tanda-tanda atas ketauhidan Allah dan besarnya nikmat
Nya bagi kaum yang mau memahami sumber-sumber hujjah, dan memahami dalil-
58
dalil dari Allah ta'ala yang menunjukkan sifat keesaan Nya dan keberhakkan Nya
untuk diibadahi.
Di tanah nun tandus dan gersang tak bisa ditumbuhi palawija dan tanaman
produktif, mengharuskan orang Lamakera menjadikan laut biru, dan samudera luas
sebagai lahan yang berpengharapan untuk meraih impian dan menggapai cita-cita
besar di masa depan. Maka lumrahlah bila kemudian orang-orang Lamakera bergumul
dan berpacu di laut lepas samudera nun luas, melaksanakan tugas kehidupan sebagai
nelayan di tengah hempasan badai dan terpaan gelombang laut.
Laut membiru tenang, sejuk menitip pesan keramahan dan ketawadhuan bagi
orang Lamakera. Orang Lamakera juga memiliki watak yang ramah, memiliki relasi
sosial dan komitmen sosial yang tinggi pada siapapun sepanjang itu benar dan
berfaedah untuk banyak orang.
Namun di sisi lain, laut juga memperlihatkan wataknya yang ganas, juga tak
bersahabat, berombak dan bergelombang yang tak jarang menelan jiwa manusia
nelayan Lamakera, pulang kembali hanya nama tanpa jasad. Kosmologi laut yang tak
kenal damai itu, menitip pesan pada setiap ora ng Lamakera untuk tetap tegar dan
tegas, tidak pernah mengalah apalagi menyerah dalam setiap pertarungan.
Selain ikan-ikan kecil, Lamakera tidaklah asing dengan penangkapan ikan pari
manta dan pari mobula. Keahlian menangkap manta sudah diwariskan secara turun
temurun ratusan tahun yang lalu oleh nenek moyang penduduk Kampung Lamakera.
Dalam penangkapan ikan pari dalam satu perahu dibutuhkan beberapa orang yang
bisa menaklukan ikan pari, sekitar 8-9 orang, dan waktu pemberangkatan sekitar
pukul 3 dini hari sampai sore menjelang maghrib.
59
Beberapa alat yang di gunakan untuk penangkapan ikan pari sebagai berikut;
1. Tena (Perahu).
Merupakan kendaraan yang digunakan untuk berlayar.
2. Kahawe (Tombak)
Bagian ujung yang digunakan untuk menangkap/mematikan ikan pari.
3. Leho (Tali)
Digunakan untuk mengikat dan menarik ikan pari ke atas perahu
4. Telaka (Bambu)
Digunakan untuk menyatukan tombak (kahawe) dan tali (leho), dan
mempermudah mematikan ikan pari, karena tombak akan di tancap di
ujung bambu.
5. Peda (Parang)
Digunakan untuk memotong dan memisahkan tubuh ikan pari.
Gambar 1.5 Penangkapan ikan paus
(sumber: Google)
60
Masyarakat Lamakera tidak luput dengan adat istiadatnya. Dalam
penangkapan ikan pari masyarakat percaya bahwa rezeki itu berasal dari dalam
rumah, sehingga ketika berlayar para nelayan berharap di depan rumah tidak boleh
dilewati atau beraktifitas dari terbit matahari sampai terbenamnya matahari. Jadi
kegiatan apapun harus melalui pintu belakang, karena pintu di depan rumah akan
dihalangi dengan kursi. Sekalipun di tengah lautan, masi ada sayir-syair yang
mengkomunikasikan dirinya dengan alam, leluhur, berharap dapat membawa pulang
hasil tangkapannya. Syair tersebut berbunyi; “rae lango gute kura, lo’ko tega lauko,
ole go amak wa, wa pelan gleuk ama” (di sana, di dalam rumhku memiliki
kekurangan, berharap adanya rezeki untuk ku bawa pulang).
3. Pendidikan di Desa Lamakera
Sesuai dengan kodrat kosmologisnya, maka setiap arena pertarungan
merupakan proses natural pembentuk karakter, etos dan integritas sebagai manusia
Lamakera yang genius secara geniun dan otentik. Olehnya orang Lamakera meski
bermigrasi ke daerah manapun, ia tetap selalu survive, tak menyerah apalagi bertekuk
lutut pada kondisi tantangan maupun ancaman yang menghalau. Sebagaimana sebuah
ungkapan syair yang biasa dikumandangkan oleh para luluhur kami, “Tale tale Rante
rante, kera murin dore hala”.
Syair itu menggambarkan betapa sosok manusia Lamakera manusia idealis,
bercita-cita tinggi dan berkarya besar merebut setiap peluang perubahan di masa
depan. Hal itu hanya bisa dilakukan oleh mereka yang berwatak petarung yang tidak
pernah berhenti dalam merebut peluang perubahan masa depan dan ingin selalu
menjadi bagian dari tonggak pengusung kebangkitan masa depan.
Untuk itu orang Lamakera turun ke laut menjadi nelayan, menyelam,
menangkap ikan, (hingga berburu ikan Pari, Paus), untuk mewujudkan impian mereka
61
agar kelak anak mereka bisa menyandang predikat sarjana. Sarjana atau orang
sekolahan kini menjadi identitas kultural dan keadaban orang Lamakera. Setiap bapak
dan ibu kami di Lamakera bertekad agar kelak anaknya menyandang predikat sarjana
dan menjadi orang terpelajar di masyarakat.
Masyarakat pesisir sangat jauh berbeda dengan masyarakat agraris yang
hidupnya sudah disediakan oleh alam. Berbeda dengan di daerah pesisir, masyarakat
pesisir adalah masyarakat terbuka, menerima perubahan, menerima modernisasi lebih
cepat dibandingkan dengan masyarakat agraris. Karakter masyarakat pesisir adalah
dinamis. Dan seperti yang kita ketahui, letak Lamakera berada di pesisir paling ujung
pulau solor. Dari sejarahnya Lamakera merupakan tempat berlabuhnya pedagang dari
berbagai daerah, sehingga mampu menerima sebuah perubahan.
Perkara kapan orang Lamakera mengenal ilmu pengetahuan dan merantau di
pulai Jawa adalah sesuai dengan sejarah yang tertera di atas. Beberapa tokoh yang
menjadi sejarah ilmu pengetahuan masuk ke Lamakera, merupakan orang-orang dari
luar Lamakera, Bapak Suhaimin lulusan dari Mualimin Muhammadiyah Yogyakarta
dan Nur Ali dari Malang yang latar belakangnya daru Nahdatul Ulama. Kedua tokoh
ini merupakan cikal bakal ilmu pengetahuan dan ajaran Agama Islam masuk ke
Lamakera, dan membuka mata masyarakat Lamakera mengenal lebih jauh tentang
pulai Jawa.
Sampai saat ini berbagai disiplin ilmu yang mampu dikuasai generasi-generasi
Lamakera mulai dari ilmu agama sampai ilmu pengetahuan umum. Lamakera juga
termasuk tempat dimana awal mulanya Pendidikan agama Islam masuk dan sampai
akhirnya menyebar ke seluruh wilayah Nusa Tenggara Timur.
الجنة إلى طريقا به له الله سهل علوا فيه يلتوس طريقا سلل وهي
62
Artinya: Dan barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan
mempermudah baginya jalan menuju surga (HR. Muslim)
Masyarakat Lamakera sangat percaya dengan ajaran Islam, bahwasannya
menuntut ilmu merupakan kewajiban, tidak mengukur berapa usia dan setiap tempat
yang mereka pijak, kapanpun dan dimanapun. Seperti hadits di atas, masyarakat
Lamakera percaya akan pentingnya menuntut ilmu pengetahuan. Yakin dan percaya
bahwasannya Allah akan mempermudah jalan bagi hambanya yang serius dalam
menuntut ilmu.
4. Tradisi Pernikahan Masyarakat Lamakera
Pengertian Pernikahan
Kata „nikah‟ atau „menikah‟ merupakan sebuah istilah yang sudah
tidak asing lagi di telinga masyarakat, khususnya di Indonesia. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata „nikah‟ diartikan sebagai “perjanjian
antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri (dengan resmi)” (Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 2008: 1003). Sedangkan menurut syari‟at Islam, kata
„nikah berasal dari Bahasa Arab annikah, bermakna akad perkawinan. Adapun
Al-Qadhi „Iyad rahimahullah mendefinisikan kata „nikah‟ dengan akan Nikah
dan persetubuhan sekaligus, (Buku Kiat-kiat Istimewa Menuju Keluarga
Sakinah, 2007:7).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa nikah adalah
sebuah poses di ucapkan akad secara mutlak oleh mempelai lak-laki dengan
disaksikan oleh wali dari pihak mempelai perempuan dengan adaanya dua
orang saksi yang dapat dipercaya. Ketika akad telah sah diucapkan, maka
mempelai laki-laki mendapatkan persetubuhan yang halal dari istrinya.
63
Pernikahan menurut pandangan Islam, dilaksanakan sebagai
pemenuhan terhadap hikmah Allah SWT. pada penciptaan manusia, dengan
statusnya sebagai khalifah di muka bumi, yakni untuk memakmurkan alam
dan menyimak kebaikan-kebaikan yang terpendam didalamnya.
Di bawah ini peneliti akan membahas tuntas mengenai tradisi
pernikahan di Lamakera
1. Acara lamaran
Pernikahan di Lamakera tidak lepas dari ajaran agama Islam, tapi tidak
meninggalkan aturan adat istiadat. Seorang laki-laki ingin menikah dengan
pasangan perempuannya harus mampu bertemu kedua orangtuanya dan
mengunjungi ke rumahnya untuk niat beribadah.
Proses lamaran menggunakan adat istiadat dan aturan yang berlaku,
bahasa adat “meminang” di Lamakera adalah puro getar. Calon mempelai
pria berkunjung ke rumah calon mempelai wanita bersama rombongan
orangtuanya, dan menyampaikan niat baik bahwasannya ingin meminang
anak perempuan di rumah tersebut. Bahasa yang digunakan adalah bahasa
adat daerah Lamakera (lamaholot) yakni; puro getar tobo pita pae nawe
(jika belum ada orang lain yang meminang, maka perkenankan kami untuk
meminang dan menjaga). Pastinya ada jawaban dari pihak perempuan
tentang niat baik keluarga laki-laki tersebut. Tapi sebelum memberika
jawaban mereka akan menanyakan anak perempuan yang ingin di lamar,
apakah bersedia menerima atau tidak? mo puro getar ana goe berkwae, muri
heku rara heku mai tao matan peta anam, ana goe wa uli kame ikhlas nei
mio, tapi koda moe pi lango ona kae, go belok woho lali kai go dahan anak
berkwae ki ge mo denga (dengan niat baik ini, kami sebagai orangtua
64
menerima dan ikhlas tetapi kami juga harus bertanya dengan anak gadis
kami agar bisa memutuskan dan sama-sama mendengarkan).
Dari lamaran tersebut pastinya ada jawaban dari perempuan itu sendiri
dan jawaban terakhirnya kenekar gere, puro gere koda kame hodiro
(pinangan dari pihak laki-laki telah di terima oleh anak gadis kami dan kami
bersdia dan siap )
Dari proses lamaran tersebut, bisa disimpulkan bahwasannya ajaran
Islam sangat di prioritaskan karena dari arti bahasa puro getar tobo pita pae
nawe, bahwasannya dalam Islam dilarang seorang laki-laki melamar seorang
perempuan di atas lamaran laki-laki lain. Seperti hadits Rasulullah SAW di
bawah ini;
ن يبيع أى وسلن عليه الله صلى النبي هى ك ل يخط ب ول بعض بيع على بعض ج على الر
ك حتى أخيه خطبة الخاطب له يأذى أو قبله الخاطب يتر
Artinya: Nabi Muhammad SAW telah melarang sebagian kalian untuk
berjual beli atas jual beli saudaranya. Dan janganlah seseorang meminang
atas pinangan yang lain hingga peminang sebelumnya meninggalkannya,
atau ia telah diijinkan peminang sebelumnya. ( HR Bukhari, no : 4746 ).
2. Prosesi pernikahan
Tradisi pernikahan di Lamakera seperti pada umumnya, pernikahan di
laksanakan di rumah mempelai perempuan, adanya ijab Kabul, saksi, wali,
dan tidak bisa dipungkiri lagi yakni walimah atau biasa disebut pesta dalam
pernikahan, mulai dari music, tarian, dan makanan.
Yang menarik dari pesta pernikahannya adalah appu ana bine/ana opu.
oppu ana bine/ana opu merupakan kewajiban yang harus dilakukan pada
65
tradisi pernikahan di Lamakera. Sebelum ke pembahasan yang lebih jauh
peneliti akan menjelaskan tentang appu ana bine/ana opu per kata. “Appu”
(berkumpul), “ana bine” (kakak perempuan dari mempelai pria) “ana opu”
(suami dari kakak perempuan/ipar mempelai pria). Acara “appu ana bine/ana
opu” merupakan salah satu kewajiban yang di lakukan, karena saudara
perempuan dari mempelai pria yang sudah menikah wajib ikut berkontribusi
Bersama suami dalam urusan acara pernikahan, mulai dari mempersiapkan
pesta pernikahan, menjamu tamu dan membantu untuk membayar mahar.
Dari berbagai proses perkawinan, mahar adalah salah satu hal yang
sangat diperhatikan karena ini adalah bagian yang akan menentukan jadi
atau tidaknya perkawinan.
Masyarakat adat Lamakera memahami bahwa mahar adalah suatu yang
wajib diserahkan sebagai syarat sah karena adanya akad dan sebagian
memahaminya sebagai pemberian yang wajib diberikan oleh calon suami
kepada calon isteri sebagai mahar itu sendiri dan sebagian juga ongkos
prkawinan serta pemenuhan perlengkapan rumah tangga.
Prosesi penetapan mahar dilaksanakan saat pelamaran, dimana wakil dari
calon pengantin laki-laki yaitu ana opu mendatangi pihak calon pengantin
perempuan. Dalam menentukan nilai mahar, wali daan keluarga terdekat dari
pihak perempuan dan wali dari pihak laki-laki yang berhak
memusyawarahkan. Calon mempelai perempuan tidak berhak daam
menetukan nilai mahar adat karena penetapan mahar di bawah kekuasaan
orangtua wali dan kerabat terdekat. Ini disebabkan perempuan dalam
konteks adat Lamakra adalah anak suku yang kemudian sepenuhnya menjadi
66
milik suku. Jumlah besar atau kecilnya nilai jumlah mahar sangat
dipengaruhi oleh status social, baik factor keturunan, factor ekonomi dan
factor Pendidikan (SMP, SMA, S1).
Perlu dipertimbangkan lagi bahwasannya Masyarakat Lamakera
terbentuk dari 7 (tujuh) suku pada sejara Lamakera di atas. Dalam
perkawinan adat Lamakera tidak sembarangan seorang menentukan siapa
yang akan di nikahi. Dari ketujuh suku tersebut ada autran yang harus di
jalankan. Ada beberapa suku yang dibagi dan wajib dipahami oleh
masyarakat Lamakera itu sendiri. Peneliti akan menggambarkan dalam
gambar segi tiga berikut ini.
Suku Kampung Lamakera
Suku Lewoklodo Suku Ema Ona
Dari gambar berbentuk segi tiga di atas merupkan ikatan persaudaraan
dan dapat membedakan suku mana yang boleh di nikahkan dan suku mana
yang di larang untuk di nikahkaan. Garis yang menghubungkan suku
lewoklodo dan ema ona mempunyai arti bahwa perempuan dari suku
lewoklodo tidak bisa menikah dengan dengan laki-laki dari suku ema ona,
sebaliknya sangat berbeda, perempuan ema ona bisa menikah dengan laki-
laki dari suku lewoklodo. Laki-laki dari Suku ema ona bisa menikah dengan
perempuan suku kampung Lamakera, perempuan dari suku ema ona tidak
bisa menikah dengan laki-laki suku kampung Lamakera. Laki-laki dari Suku
kampung Lamakera bisa menikah dengan perempuan dari suku lewoklodo,
67
sebaliknya laki-laki dari suku lewoklodo tidak bisa menikah dengan suku
kampung Lamakera.
5. Kesenian di Desa Lamakera
Kesenian merupakan salah satu bagian dari budaya serta sarana yang dapat
digunakan sebagai cara untuk menuangkan rasa keindahan dari dalam jiwa
manusia. Kesenian selain sebagai sarana untuk mengekspresikan rasa keindahan,
juga memiliki fungsi lain. Misalnya, mitos berguna dalam menentukan norma
untuk mengatur perilaku yang teratur dan meneruskan adat serta nilai-nilai
kebudayaan. Pada umumnya kesenian dapat berguna untuk mempererat iikatan
solidaritas suatu masyarakat.
Kesenian yang sangat dominan di kalangan masyarakat Lamakera adalah
tarian. Tarian memiliki makna tersendiri bagi masyarakat Lamakera, karena dari
tarian tersebut dapat mengekspresikan apa yang ingin di sampaikan. Pastinya juga
membutuhkan syair-syair untuk menyampaikan apa yang terkandung di dlam
tarian tersebut. Beberpa tarian Lamakera yang akan peneliti paparkan dalam
pembahasan ini.
1. Tarian Hedung
Tarian hedung merupakan tarian tradisional sebagian masyarakat Flores
Timur, salah satunya di lamakera. Tarian hedung adalah tarian perang. Jenis tarian
ini merupakan tari perang yang dulunya dibawakan untuk menyambut pahlawan
yang pulang dari medan perang. Tarian perang ini melambangkan nilai-nilai
kepahlawanan dan semangat berjuang yang tak kenal menyerah.
Menurut sejarahnya, pada jaman dahulu di Adonara sering terjadi perang
tanding, baik antar suku maupun antar kampung. Sebelum berangkat menuju
68
medan perang, mereka berkumpul untuk melakukan Tari Hedung dan ritual agar
diberikan keselamatan untuk mereka yang pergi ke medan perang. Hal ini juga
dilakukan saat mereka pulang dari medan perang, para penari menyambut para
pahlawan dengan Tari Hedung. Nama hedung sendiri diambil dari kata “hedung”,
yang berarti menang. Sehingga dapat diartikan bahwa Tari Hedung merupakan
tarian kemenangan.
Kini Tari Hedung dimaknai oleh masyarakat Flores Timur sebagai
penghormatan kepada para leluhur. Selain itu tarian ini juga untuk mengenalkan
dan mengingatkan kepada generasi muda akan tradisi, budaya dan jiwa
kepahlawanan leluhur mereka dulu.
Dewasa ini, tarian hedung yang merupakan salah satu tarian kebanggaan
masyarakat Lamakera juga dibawakan dalam acara penyambutan tamu, pada pesta
adat seperti; pembuatan rumah adat, pernikahan, serta acara keagamaan yaitu
Lebaran Idul Fitri.
Dalam tarian ini, para penri baik tua, muda, anak-anak yang terdiri dari
kaum laki-laki dan juga beberapa kaum perempuan. Jumlah penari tidak tentu,
sesuai dengan kebutuhan.
Alat-alat yang digunakan dalam tarian hedung antara lain:
a) Parang (kenube/peda).
b) Tombak (gala).
c) Perisai (dopi).
Jika kita membaca kembali sejarah tarian hedung yang merupakan
salah satu Jenis tarian ini merupakan tari perang yang dulunya dibawakan
untuk menyambut pahlawan yang pulang dari medan perang. Maka alat itu
69
merupakan salah satu senjata yang digunakan dalam peperangan atau
melambangkan semangat berjuang yang tak kenal kata menyerah.
d) knobo
perhiasan di kepala dari daun kelapa atau daun lontar
e) Gemerincing atau gasing (alat yang dipasang pada pergelangan
kaki, yang berbunyi jika kaki dihentakan).
f) Kain sarung tradisional (kewatek/tenun untuk perempuan. Dan
Nowing untuk laki-laki serta selendang).
Tarian hedung ini diringi dengan music tradisional seperti:
1. Bawa (bedug/kentongan)
2. Gong inang (gong induk)
3. Gong an’ang (gong kecil)
4. Gong gendang
Gambar 1.6 Tarian Hedung
(sumber: Google)
70
2. Tarian Oha/Lili
Di dalam setiap pesta adat dan pentas budaya, tari ini biasa dimainkan sebagai
lambang persaudaraan, kebersamaan dan saling menghargai satu sama lain, dalam
satu rumpun komunitas adat maupun Lewo atau kampung. Tarian ini juga
dikategorikan sebagai tarian massal yang dapat diikuti oleh seluruh masyarakat dari
semua kalangan. Pada zaman dahulu, tarian dolo-dolo sangat menonjol bagi kaum
muda mudi sebagai arena perjumpaan untuk membangun persahabatan dan
menemukan jodohnya.
Gambar 1.7 Tarian Oha/Lili
(sumber: Google)
Tarian oha/lili merupakan tarian yang di mainkan oleh banyak orang,
berbentuk lingkaran, dan berpegangan tangan. Fiosofo dari bentuk dan
gerakannya adalah masyarakat Lamakera sangat menjunjung tinggi tali
persaudaraan, berpegangan tangan berarrti selalu bersama-sama dalam
menyelsaikan masalah. Berikut syair-syair yang sering di lantunkan ;
71
ama Tuha rera wulan, kaka dato tana ekan, tuklu tuen dike nai, luga balik
ma’an sare nai, anam bele kaka raya, mot tobo rokorosi sina, mo pae
tekedera jawa, matan mete moi lewo hikun susah-susah, susah noi gohuk
hala, assa nai hunga klen, klen nai hunga suku, suku nai hunga lewo, lewo
nai hunga masingki (untukmu yang sudah mendapatkan kursi kekuasaan,
engkau sendiri melihat dan merasakan betapa susahnya kampung halaman
ini, susah yang tidak ada habisnya, kami sangat berharap kepada engkau
yang mampu membangun peradaban di kampung ini).
Syair ini tertuju pada generasi yang telah mencapai kesuksesan, mampu
mendududuki kursi kekuasaan seperti Bupati, DPR, Gubernur dan sebagainya.
Syair itu mempunyai arti bahwa ketika engkau sudah mencapai puncak
kesuksesan jangan pernah lupa dngan kampung halaman karena engkau berasal
dari sana. Yang mampu memajukan dan mensejahtrakan adalah orang-orang yang
memiliki kekuasaan dan merupakan generasi-generasi Lamakera.
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Komuniksi mengekspresikan dan menjaga keberlangsungan suatu budaya.
Komunikasi secara berkelanjutan menggambarkan dan mnjaga keberadaan nilai
bufayaBudaya juga berkenaan dengan sifat dari objek-objek materi yang
memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari hari. Berdasarkan
pembahasan penelitian skripsi ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Mata pencaharian hidup nelayan adalah orang yang hidup dari mata
pencaharian hasil laut. Di Indonesia para nelayan biasanya bermukin di
daerah pinggir pantai atau pesisir laut. Komunitas nelayan adalah
kelompok orang yang bermata pencaharian hasil laut dan tinggal di desa-
desa atau pesisir (Sastrawidjaya. 2002). Dari segi cara hidup. Komunitas
nelayan adalah komunitas gotong royong. Kebutuhan gotong royong dan
tolong menolong terasa sangat penting pada saat untuk mengatasi
keadaan yang menuntut pengeluaran biaya besar dan pengerahan tenaga
yang banyak.Seperti saat berlayar. Membangun ruma atau tanggul
penahan gelombang di sekitar desa.
2. Sistem pendidikdn masyarakat Lamakera yang telah digambarkan di atas
merupakan ikhtiyar dan ijtihad leluhur Lamakera untuk membangun
peradabannya. Kini semuanya sudah ditafsir sesuai dengan
perkembangan zaman. Yang masih terpelihara saat ini adalah struktur
adat karena masih dianggap penting sebagai wadah pemelihara sikap
73
gotong royong, persatuan dan kebersamaan masyarakat dalam menjaga
dan membangun Lamakera yang lebih baik pada hari ini dan di masa
yang akan datang.
3. Pernikahan merupakan hal yang sangat diimpi-impikan. Maka ketika
telah memiliki tambatan hati, seseorang akan segera merencanakan
pernikahan. Dalam hal ini, persiapan yang lebih harus dilakukan oleh
calon mempelai pria. Karena dalam beberapa tradisi budaya yang ada di
Indonesia, pihak laki-laki harus menyerahkan harta benda sebagai syarat
untuk mempersunting calon istrinya. Sebagai makluk yang berbudaya,
masyarakat Lamaholot salah satunya di Lamakera mampu
mempertahankan dan melestarikan kebudayaan mereka yakni salah
satunya adalah pembayaran mahar atau belis, appu ana opu/ana bine dan
berbagai macam budaya yang masiih di pegang teguh sampai sekarang.
4. Harus juga diakui bahwa sisi religiusitas atau kesakralan dari suatu
kesenian, suatu waktu akan mengalami pergeseran makna sesuai dengan
perkembangan zaman yang semakin modern . Ini merupakan suatu
tantangan yang harus dihadapai oleh masyarakat Lamakera dalam
mempertahan sifat religius kebudayaan mereka.
B. Saran
1. Pemerintah Kabupaten Flores Timur melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
hendaknya lebih memperhatikan keberadaan berbagai macam budaya di Flores
Timur khususnya di desa Lamakera yang merupakan salah satu kekayaan budaya
daerah. Upayah tersebut dapat dilakukan dengan seringnya menampilkan
kesenian pada acara-acara yang berkaitan dengan tradisi yang ada di Lamakera.
74
2. Agar masyarakat, khususnya di Desa Lamakera, dimana kesenian dan
keberagaman budaya mulai dikenal, tetap menjaga dan melestarikan nilai-nilai
yang terkandung dalam kesenian tersebut.
75
DAFTAR PUSTAKA
Priandono, Tito. 2016. Komuniksi Keberagaman. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Aw Suranto. 2010. Komunikasi Sosial Budaya. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Moleong Lexy. 2008. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Ruslan Rosady. 2010. Metode Penelitian: Public Relation dan Komunikasi. Jakarta:Pt
Rajagrafinda Persada.
Hidayat Yusuf. 2019. Panduan Pernikahn Islam. Ciamis: Guepedia.com
Mulyana Deddy. 2013. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Widagdho Djoko. 1988. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta. PT Bina Aksara.
Ali Mukti. 2017. Komunikasi Antar Budaya dalam Tradisi Agama Jawa. Kalangan
Yogyakarta. Pustaka Ilmu.
Littlejohn. 2011. Teori Komunikasi. Jakarta. Saolemba Humanika.
Astuti, Hanum Jazimah Puji. 2017. Islam Nusantara: Sebuah Argumentasi Beragama Dalam
Iingkai Kultural, (Online) Vol. 2, No 1
(http://inject.iainsalatiga.ac.id/index.php/INJECT/article/view/1320/830 diakses
tanggal 19 Agustus 2019)
Fajri, Mahfudlah. 2017.Gaya Komunikasi Masyarakat Pesisir Wedug Jawa Tengah, (Online)
Vol. 2, No. 1
(http://inject.iainsalatiga.ac.id/index.php/INJECT/article/viewFile/648/489 diakses
tanggal 19 Agustus 2019)
Subqi, Imam. 2016. Pola Komunikasi Keagamaan Dalam Membentuk Kepribadian Anak,
(Onlina) Vol. 1, No. 2
(http://inject.iainsalatiga.ac.id/index.php/INJECT/article/view/1208/768 diakses
pada tanggal 19 Agsutus 2019)
Skripsi ditulis oleh Husain Ebe (2010) “Fenomena pernikahan dini di tinjau dari pendidikan
islam di desa Lamakera dusun motonwutun kecamatan Solor timur
Kabupaten.Flores timur”.
Nenda Kurnia Sari dan Eli Reswati (2011),” Kearifan Lokal Masyarakat Lamalera; Sebuah
Ekspresi Hubungan Manusia Dengan Laut”.
76
Masyrudin Syarif (2017),”Tinjauan Hukum Islam Terhadap Proses Pembayaran Mahar
„Potong Bineng Weling‟ Dalam Perkawinan Adat Lamaholot (Studi Kasus Di Desa
Lamakera Kecamatan Solor Timur Kabupaten Flores Timur)”.
Oktovianus Sila Wuri Subanpulo, tahun 2012 “Pengaruh Budaya LamaholotDalam Ruang
Kota Larantuka”
Hadits Riwayah Muslim tentang Menuntut Ilmu.
Hadits Riwayah Bukhari, no : 4746
https://www.bacaanmadani.com/2018/01/kandungan-al-quran-surat-ar-rahman-ayat.html
Al-Qur‟an Surah Al-Hujurat Ayat 13. Referensi: https://tafsirweb.com/9783-surat-al-hujurat-
ayat-13.html
Referensi: https://tafsirweb.com/642-surat-al-baqarah-ayat-164.html
https://sahabatnesia.com/unsur-kebudayaan-universal/#7_Kesenian
http://emperial07.blogspot.com/2017/03/pengertian-budaya-adat-istiadat-tradisi.html
https://asya84.wordpress.com/category/syair-syair-pilihan/
http://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/228/hukum-melamar-perempuan- yang-sudah-
dilamar/
77
78
79
80
81
PEDOMAN WAWANCARA
A. Pedoman Wawancara pada Masyaraka Lamakera.
Antara budaya dan komunikasi penting untuk dipahami bila ingin mempelajari
budaya komunikasi secara mendalam. Hal ini terjadi karena melalui budayalah orang-
orang dapat belajar berkomunikasi. Oleh karena itu penulis akan menjelaskan
bagaimana nilai-nilai Islam yang terkandung di dalam komunikasi budaya di Desa
Lamakera?
1. Apa saja komunikasi budaya di desa Lamakera?
2. Apa saja nilai-nilai Islam yang terkandung di dalam komunikasi budaya di desa
Lamakera?
3. Bagaimana Lamakera sebelum dan sesudah mengenal agama Islam?
4. Apa Mata pencaharian di Masyarakat Lamakera?
5. Bagaimana Pendidikan di desa Lamakera ?
6. Bagaimana acara pernikahan di desa Lamakera ?
7. Bagaimana dan apa saja Kesenian di desa lamakera?
82
REDUKSI DATAZ
NO Rumusan Masalah Daftar Pertanyaan Jawaban
1. Apa saja nilai-nilai
Islam Yang
terkandung di dalam
komiunikasi budaya
di desa Lamakera?
Bagaimana
Lamakera sebelum
dan sesudah
mengenal agama
Islam?
- Kalau Lamakra
dulu itu sangat percaya
dengan nenek moyang,
leluhur-leluhur yang sudah
meninggal ya. Dulu itu
orangtua selalu buat acar-
acara seperti ritual-ritual
penyembahan di bebatuan
besar dan pake sesajian,
tuhan yang di percayai itu
namany rera wulan tana
ekan, dan setelah
masuknya islam itu ada
guru dari jawa yang datang
mau mengajar di sini,
kebetulan kan di lamakera
itu pendidikannya sudah
lumayan bagus pada jaman
itu ya, jadi mereka
mengajar tentang islam
dan banyak anak-anak
jaman dulu itu berminat,
apalagi orang kita
sendirikan sangat terbuka
sama orang luar kan
(HKS).
- Kalua cerita
sejarah Lamakera sangat
Panjang yaa, kan jauh hari
masyarakat Lamakera
itukan menganut paham
animisme, dimana
kepercayaannya sebelum
adanya Islam itukan
leluhur dan nenek moyan,
dan bebatuan besar kaya
gitukan. Tuhan yang
dipercayai itu kan biasa di
sebut rera wulan tana ekan
kan, itu juga ada
83
maknanya sebenarnya.
Terus Islam msuk itu lewat
orang-orang yang
berdatangan, kan dulu
kampung kita itukan sala
satu pusat perdagangan
yaa, jadi banyak saudagar-
saudagar muslim yang
bermukim dan raja kita itu,
dia orangnya sangat
terbuka apalagi kan
kebudayaan kita itu tidak
jauh berbeda dengan
ajaran Islam, jadi mudah
masyarakata Lamakera
untuk menerima Islam
(MI).
- itukan sejarah lama
yaa, dulu itu kepercayaan
atau Tuhan yang di
sembah itu namanya rera
wulan tana ekan sebelum
ada islam. Dan setau abah
tu masuk Islam itu karna
ada orang dari luar, kaya
dari pulai jawa dan
pedagang-pedagang
muslim yang datang
menyebar agama Islam di
sini (KG)
- waduh dek kalau
tanya kaya gitu tu abang
tidak terlalu menguasai
yaa, cuman abang tu baca
sejarah-sejarah dan dengar
tentang Lamakera, dulu itu
kepercayaan nenek moyan
kita itu Namanya rera
wulan tana ekan, dan itu
kalau ngga salah ada
artinya (IHS)
- kitakan hidup di
84
pesisir yaaa, jadi apa lagi
kalau bukan nelayan.
Berbagai jenis ikan yang
kita tangkap, mulai dari
ikan kecil sampai sebesr
pari. Kita hidup, bisa
menyekolahkan kamu
sampai kuliahkan kan hasil
dari nangkap ikan, yaa
paling mama-mama
mereka yang bantu jual di
pasar. Pasar juga harus
nyebrang laut, di pasar
Waiwerang , alat-alatnya
juga bukan hanya perahu
saja, kita kan nangkap ikan
itu bukan yang kecil-kecil
to, ikan pari, paus kan jadi
banyak alat-alatnya (KG).
- semusa pasti tau
lah apa mata pencaharian
di desa Lamakera kalau
sudah melihat letak
kampungnya. Di pesisir
pantai, tidak ada
tumbuhan, jadi yaa ngga
ada penghasilan lain selain
melaut, kita semuaa
sekolah sampai merantau
sejauh ini kn karena dari
hasil laut kan dek (IHS)
- kita itu dari
pertama nenek moyang
masuk ke lamakera itu dari
perairan yaa, pastinya
orang-orang yang memang
berlayar ke satu tepat ke
tempat ainnya, apa lagi
mereka membngun sebuah
kampung, dan kampun itu
kampung pesisir, jadi mau
tidak mau penghasilan kita
85
dari laut (HKS)
- Orang Lamakera
mata pencahariannya
pastinya nelayan, apa lagi
yang mau di hasilkan.
Memang yang tersedia di
situkan hanya laut. San
menariknya nenek moyan
kita belajar mengetahui
kalau lagi ada musim pari,
atau musim ikan tna, itu
mereka membaca melalui
factor alam yang sama
sekali tidak bisa dijelaskan
lewat teori (MI)
Apa mata
pencaharian
masyarakat
Lamakera?
- pintar, Pendidikan itu
penting nak, kalau ngga
ada Pendidikan kita tidak
maju-maju. Orang-orang
Lamakera itu pintar
makannya ikan kok
hehehee, tapi kalian semua
yang sekolah di luar-luar
itu harus jaga akhlak juga,
buat apa kalau sekolah
tinggi-tinggi kalau akhlak
tenakk‟e (tidak ada)
(HKS)
- kita di daera pesisir,
daerah pessir itu
masyarakatnya sangat
terbuka dibanding
masyarakar agraris.
Diliahat dari sejarah
kampung kita itu kampung
singga keluar masuknya
perdagangan dari berbagai
daerah bahkan negara,
maka Pendidikan di daerah
kita itu sangat cepat
berkemajuan lantaran
masyarakatnya terbuka
86
dan menerima perubahan.
Lamakera itu salah satu
kamung pertama yang
menyebarkan Islam ke
seluruh NTT loh (MI).
- orang Lamakera itu
cedas-cerdas dek, kalau
tanya tentang Pendidikan
abang jawabnya gimana ya
dek. Terbukti kita semua
sampai merantau di
berbagai daerah itu sudah
terlihat bahwa Pendidikan
itu sangat penting bagi kita
dek, kalau ngga penting
kita ngga bakalan sampai
sini, iya kan!? (IHS)
- Pendidikan itu penting
dan pendidikan kita di sini
berkembang, kalau tidak
berkembang aku tidak
mungkin kuliahkan kamu
sampai ke situ (KG)
Bagaimana
pendidikan di desa
Lamakera?
- Kalau pernikahan di desa
Lamakera kan banyak yaa
acaranya, dari tai getar
atau puro getar
(meminang), membayar
mahar sang gadis, kita
diikat dengan adat
lamaholot jadi kalau
sekarangkan uda banyak
yang maharnya biasa-biasa
saja tapi kalau dulu harus
bala (gading gajah)
sebagai mahar, dan itu
sesuatu yang dipandang
terhormat, sampai kita
buat acara pernikahan
sampai tai nawo
(mengantar) si gadis
kerumah barunya kan
87
melalui adat istiadat kita
kan, jadi pernikahan kita
itu harus melalui system
adat tapi tidak melanggar
agama (HKS)
- soal nikah itu lumayan
ngehabisin tenaga dan
materi, kalau nikahan di
Lamakerakan harus besar,
kan bisa di katakana satu
orang yang nikah tapi yang
ikut serta itukan satu
kampung, laa kita di
kampung itukan terikat
oleh 7 suku, jadi nikahan
sesuai adat budaya yang
ada, perempuan di
lamakera sangat dihormati,
dan anak gadis itu bukan
milik orangtua mereka ya
tapi sebagai simbol yang
mempunyai kedudukan di
sukunya, jadi si gadis ini
punyanya suku sebenarnya
(MI)
- hehehehehehee, nikaah
itu impian kakak, tapi
kalau mau nikah yaa harus
siap-siap uang, perempuan
timur maharnya kan yaa
begitulah (IH)
- adat lamakera itu banyak
kalau tentang nikah, dari
pria datang minta gadis di
rumah sampai acara ijab
Kabul dan sampai iringan
tarian mengantar wanita
itu masuk ke rumah si pria
itukan melalui tradisi yang
lumayan Panjang, dan itu
kalau menurut abah wajib
di lakukan karena itu uda
88
tradisi turun temurun
(KG).
Bagaimana acara
pernikahan di Desa
Lamakera?
- Kalau pernikahan
di desa Lamakera kan
banyak yaa acaranya, dari
tai getar atau puro getar
(meminang), membayar
mahar sang gadis, kita
diikat dengan adat
lamaholot jadi kalau
sekarangkan uda banyak
yang maharnya biasa-biasa
saja tapi kalau dulu harus
bala (gading gajah)
sebagai mahar, dan itu
sesuatu yang dipandang
terhormat, sampai kita
buat acara pernikahan
sampai tai nawo
(mengantar) si gadis
kerumah barunya kan
melalui adat istiadat kita
kan, jadi pernikahan kita
itu harus melalui system
adat tapi tidak melanggar
agama (HKS)
- soal nikah itu
lumayan ngehabisin tenaga
dan materi, kalau nikahan
di Lamakerakan harus
besar, kan bisa di katakana
satu orang yang nikah tapi
yang ikut serta itukan satu
kampung, laa kita di
kampung itukan terikat
oleh 7 suku, jadi nikahan
sesuai adat budaya yang
ada, perempuan di
lamakera sangat dihormati,
dan anak gadis itu bukan
milik orangtua mereka ya
tapi sebagai simbol yang
mempunyai kedudukan di
89
sukunya, jadi si gadis ini
punyanya suku sebenarnya
(MI)
- hehehehehehee,
nikaah itu impian kakak,
tapi kalau mau nikah yaa
harus siap-siap uang,
perempuan timur
maharnya kan yaa
begitulah (IH)
- adat lamakera itu
banyak kalau tentang
nikah, dari pria datang
minta gadis di rumah
sampai acara ijab Kabul
dan sampai iringan tarian
mengantar wanita itu
masuk ke rumah si pria
itukan melalui tradisi yang
lumayan Panjang, dan itu
kalau menurut abah wajib
di lakukan karena itu uda
tradisi turun temurun
(KG).
90
TRIANGULASI DATA
NO Rumusan
Masalah
Daftar
Pertanyaan
Jawaban Kesimpulan
1. Apa saja
nilai-nilai
Islam Yang
terkandung
di dalam
komiunikasi
budaya di
desa
Lamakera?
Bagaimana
Lamakera
sebelum dan
sesudah
mengenal
agama
Islam?
-. Kalau Lamakra dulu
itu sangat percaya
dengan nenek moyang,
leluhur-leluhur yang
sudah meninggal ya.
Dulu itu orangtua selalu
buat acar-acara seperti
ritual-ritual
penyembahan di
bebatuan besar dan pake
sesajian, tuhan yang di
percayai itu namany
rera wulan tana ekan,
dan setelah masuknya
islam itu ada guru dari
jawa yang datang mau
mengajar di sini,
kebetulan kan di
lamakera itu
pendidikannya sudah
lumayan bagus pada
jaman itu ya, jadi
mereka mengajar
tentang islam dan
banyak anak-anak
jaman dulu itu berminat,
apalagi orang kita
sendirikan sangat
terbuka sama orang luar
Dari beberapa
jawaban dari
informan
mengenai
keagamaan
sebelum dan
sesudah
masuknya islam,
Lamakera
merupakan
sebuah
perkampungan
dengan
mayoritas
masyarakat yang
percaya akan
adanya kekuatan
leluhur yang
dinamakan Rera
Wulan Tana
Ekan. Sebelum
masuknya Islam
masyarakat
lamakera
menganut paham
animism,
mempercayai
adanya kekuatan
diluar
kemampuan
91
kan (HKS).
- Kalua cerita sejarah
Lamakera sangat
Panjang yaa, kan jauh
hari masyarakat
Lamakera itukan
menganut paham
animisme, dimana
kepercayaannya
sebelum adanya Islam
itukan leluhur dan
nenek moyan, dan
bebatuan besar kaya
gitukan. Tuhan yang
dipercayai itu kan biasa
di sebut rera wulan tana
ekan kan, itu juga ada
maknanya sebenarnya.
Terus Islam msuk itu
lewat orang-orang yang
berdatangan, kan dulu
kampung kita itukan
sala satu pusat
perdagangan yaa, jadi
banyak saudagar-
saudagar muslim yang
bermukim dan raja kita
itu, dia orangnya sangat
terbuka apalagi kan
kebudayaan kita itu
tidak jauh berbeda
dengan ajaran Islam,
jadi mudah masyarakata
manusia.
Dengan melihat
geografis letak
Lamakera yang
berada di pesisir
pantai, bisa
dibilang
bahwasanya
Lamakera
merupakan pusat
perdagangan
yang melalui
jalur laut, dan
pastinya banyak
sekali orang-
porang dari
berbagai macam
daerah bahakan
berbagai macam
negara datang
untuk
melakukan
perdagangan.
Dari sekian
banyak
pedagang
tentunya
berbagai ada
sebagian orang
yang memiliki
tujuan untuk
menyebarkan
agama Islam.
92
Lamakera untuk
menerima Islam (MI).
- Itukan sejarah lama
yaa, dulu itu
kepercayaan atau Tuhan
yang di sembah itu
namanya rera wulan
tana ekan sebelum ada
islam. Dan setau abah tu
masuk Islam itu karna
ada orang dari luar,
kaya dari pulai jawa dan
pedagang-pedagang
muslim yang datang
menyebar agama Islam
di sini (KG)
- Waduh dek kalau
tanya kaya gitu tu abang
tidak terlalu menguasai
yaa, cuman abang tu
baca sejarah-sejarah dan
dengar tentang
Lamakera, dulu itu
kepercayaan nenek
moyan kita itu
Namanya rera wulan
tana ekan, dan itu kalau
ngga salah ada artinya
(IHS)
Mengapa waktu
itu masyarakat
menerima
Islam? Karena
mayoritas
Lamakera
memiliki
keterbukaan dan
dapat menerima
perubahan yang
manakala ajaran
Islam sngat
mendukung
prinsip hidup
masyarakat
lamakera itu
sendiri.
Apa Mata
pencaharian
di
- kitakan hidup di
pesisir yaaa, jadi apa
lagi kalau bukan
Mata
pencaharian
utama
93
Masyarakat
Lamakera?
nelayan. Berbagai jenis
ikan yang kita tangkap,
mulai dari ikan kecil
sampai sebesr pari. Kita
hidup, bisa
menyekolahkan kamu
sampai kuliahkan kan
hasil dari nangkap ikan,
yaa paling mama-mama
mereka yang bantu jual
di pasar. Pasar juga
harus nyebrang laut, di
pasar Waiwerang , alat-
alatnya juga bukan
hanya perahu saja, kita
kan nangkap ikan itu
bukan yang kecil-kecil
to, ikan pari, paus kan
jadi banyak alat-alatnya
(KG).
- semusa pasti tau lah
apa mata pencaharian di
desa Lamakera kalau
sudah melihat letak
kampungnya. Di pesisir
pantai, tidak ada
tumbuhan, jadi yaa ngga
ada penghasilan lain
selain melaut, kita
semuaa sekolah sampai
merantau sejauh ini kn
karena dari hasil laut
kan dek (IHS)
masyarakat
disini adalah
berburu ikan,
mulai dari ikan
tuna, pari,
lumba-lumba
hingga paus.
Mereka
menggantungkan
diri dari hasil
tangkapan alam
yang telah
dilakukan secara
turun-temurun.
Ikan-ikan ini
nantinya akan
disisihkan
sebagian untuk
dikonsumsi dan
sisanya dijual ke
Pasar
Weiwerang di
Pulau Adonara.
Sama seperti
Lamalera, desa
ini juga
mempunyai
tradisi berburu
paus warisan
adat nenek
moyang.
Masyarakat
disini memiliki
94
- kita itu dari pertama
nenek moyang masuk
ke lamakera itu dari
perairan yaa, pastinya
orang-orang yang
memang berlayar ke
satu tepat ke tempat
ainnya, apa lagi mereka
membngun sebuah
kampung, dan kampun
itu kampung pesisir,
jadi mau tidak mau
penghasilan kita dari
laut (HKS)
- Orang Lamakera mata
pencahariannya
pastinya nelayan, apa
lagi yang mau di
hasilkan. Memang yang
tersedia di situkan
hanya laut. San
menariknya nenek
moyan kita belajar
mengetahui kalau lagi
ada musim pari, atau
musim ikan tna, itu
mereka membaca
melalui factor alam
yang sama sekali tidak
bisa dijelaskan lewat
teori (MI)
cara unik dalam
menentukan
waktu yang baik
untuk berburu,
yaitu jika
melihat awan
yang
menyerupai
perut ikan paus
yang putih,
maka itulah
saatnya berburu.
Bagaimana
Pendidikan
- Pendidikan itu penting
nak, kalau ngga ada
Adat dan budaya
Lamaholot salah
95
di desa
Lamakera ?
Pendidikan kita tidak
maju-maju. Orang-
orang Lamakera itu
pintar-pintar, makannya
ikan kok hehehee, tapi
kalian semua yang
sekolah di luar-luar itu
harus jaga akhlak juga,
buat apa kalau sekolah
tinggi-tinggi kalau
akhlak tenakk‟e (tidak
ada) (HKS)
- kita di daera pesisir,
daerah pessir itu
masyarakatnya sangat
terbuka dibanding
masyarakar agraris.
Diliahat dari sejarah
kampung kita itu
kampung singga keluar
masuknya perdagangan
dari berbagai daerah
bahkan negara, maka
Pendidikan di daerah
kita itu sangat cepat
berkemajuan lantaran
masyarakatnya terbuka
dan menerima
perubahan. Lamakera
itu salah satu kamung
pertama yang
menyebarkan Islam ke
seluruh NTT loh (MI).
satunya di
Lamakera,
wanita sangatlah
dihormati
walaupun
usianya masih
kecil karena nilai
dari belis atau
mas kawin dapat
diukur dari
gading gaja
dengan besar
ukuran yang
berbeda. Karena
wanita itu lemah
dan harus dijaga
dan dihormati
sebagai manusia
yang setara dan
martabat.
Semua orang
memiliki hak
dan kewajiban
yang sama tanpa
membedakan
suku, agama
maupun budaya,
dan kedudukan.
96
- orang Lamakera itu
cedas-cerdas dek, kalau
tanya tentang
Pendidikan abang
jawabnya gimana ya
dek. Terbukti kita
semua sampai merantau
di berbagai daerah itu
sudah terlihat bahwa
Pendidikan itu sangat
penting bagi kita dek,
kalau ngga penting kita
ngga bakalan sampai
sini, iya kan!? (IHS)
- Pendidikan itu penting
dan pendidikan kita di
sini berkembang, kalau
tidak berkembang aku
tidak mungkin
kuliahkan kamu sampai
ke situ (KG)
Bagaimana
Kesenian di
desa
lamakera?
- kesenian kita itu
terlalu banyak, dari,
music dengan alat-alat
tradisional, tari-tarian,
syair-syair iringan tari,
itu semua punyai makna
sendiri-sendiri (IH).
- kesenian di Lamakera
itu unik yaa, ada
beberapa tarian dan dan
music yang sering kita
Sebagai makluk
yang berbudaya,
masyarakat
Lamaholot salah
satunya di
Lamakera
mampu
mempertahankan
dan melestarikan
kebudayaan
mereka yakni
salah satunya
97
mainkan.biasanya kalau
acara itu kan nari oha
lili sambil melantunkan
sayir-sayir pantun,
saling balas membalas
pantun dan tarian
hedung kalau ada acara
penyambutan tamu
tapikan tarian hedung
itu kalau dilihat dari
sejarah sii sebenarnya
tarian
perang/penyanyambutan
orang-orang keika
puang perang, gituu
sihh (HKS)
- kalau kesenian itu
macem-macem yaa, tapi
saya tu lebih senang
kalau bahas tentang
tarian hdung yaa,,
Hedung itu adalah
uangkapan dari Nedung
yang artinya menang,
bagi Flores Timur kuasa
colonial dengan plitik
adu domba sering
mendatangkan
pertikaian yang
berujung pada perang
tanding antar desa
(Lewo) atau antar suku,
bagi yang menang
kita temukan
dalam kesenian
budaya
Lamakera yang
terdiri dari seni
tari, seni musik,
seni arsitektur
dan ukir, seni
suara dan
sebagainya yang
masih dapat
bertahan hingga
saat ini. Setiap
kesenian daerah
selalu memiliki
makna tersendiri
bagi mereka
yang telah
diamanatkan
oleh para leluhur
mereka. Makna
religiusitas dari
suatu kesenian
membuat
masyarakat
Lamakera
semakin
menghargai serta
menjaga
kelestarian
budaya mereka.
Harus juga
diakui bahwa
98
perang akan kembali
dengan membawa
kepala lawannya atau
barang lain sambil
menari. Ungkapan
kemenangan para
pejuangnya akan
dijempput oleh
penduduk kampong
dengan bunyi-bunyian
dengan taria-tarian
penjemputan. Hedung
merupakan tariian yang
tersebar hampir disetiap
desa seluruh wilayah
Flores Timur
(Lamaholot)salah
satunya yaa di kampung
kita Lamakera itu (MI)
- maksudnya sepeti
tarian-tarian itu kan
terus di iring gong bawa
(alat-alat musik), itu
semua juga ada
maknanya,
menyampaikan rasa
lewat syair-syair
lamaholot (KG)
- maksudnya sepeti
tarian-tarian itu kan
terus di iring gong bawa
(alat-alat musik), itu
semua juga ada
sisi religiusitas
atau kesakralan
dari suatu
kesenian, suatu
waktu akan
mengalami
pergeseran
makna sesuai
dengan
perkembangan
zaman yang
semakin modern
. Ini merupakan
suatu tantangan
yang harus
dihadapai oleh
masyarakat
Lamakera dalam
mempertahan
sifat religius
kebudayaan
mereka.
99
maknanya,
menyampaikan rasa
lewat syair-syair
lamaholot (KG
100
LAMPIRAN-LAMPIRAN
(Potret Lamakera dari atas bukit Kabi‟i)
(Bapak Hamka K Songge; ketua suku Lewoklodo)
101
(Wawancara bapak Drs. Malik Ibrahim, M.Ag
(Wawancara Kakak M. Idzharul Hak Songge)
Abah Kadir Ghafar Songge
102
CURRICULUM VITAE
Nama : Nona Hartini Kader
Tempat, Tanggal Lahir : Lamakera, 28 April 1996
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Watobuku, Desa Lamakera, Kecamatan Solor
Timur, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa
Tenggara Timur
Agama : Islam
E-mail : [email protected]
No. Hp : 082327560865
RIWAYAT HIDUP
Pendidikan Formal
2003 s/d 2008 SD Negri 1 Lamakera
2008 s/d 2011 MTs Negri 2 Lamakera
2011 s/d 2014 MAN 2 Flores Timur
2015 s/d 2019 Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga
Pengalaman Organisasi
Student Sport Club
Himpunan Mahasiswa Islam