newbab i2
DESCRIPTION
frewtgeliTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Bronkiolitis adalah penyakit saluran pernapasan bayi yang lazim, akibat dari
obstruksi radang saluran pernapasan kecil. Penyakit ini terjadi selama umur 2
tahun pertama, dengan insiden puncak pada sekitar umur 6 bulan dan kebanyakan
kasus gambaran klinisnya menghilang dalam 1 minggu. 1,2
Bronkiolitis dan Pneumonia yang merupakan bagian dari ISPA-bawah banyak
menimbulkan kematian, sehingga berperan besar dalam tingginya angka kematian
bayi. Setiap tahun diperkirakan 4 juta anak balita meninggal akibat ISPA
(terutama akibat pneumonia dan bronkiolitis) di negara berkembang. Bronkiolitis
sendiri merupakan suatu penyakit infeksi akut tersering pada usia kurang dari 2
tahun yang menimbulkan obstruksi inflamasi pada saluran napas kecil
(bronkiolus).
Bronkiolitis virus dapat menyebabkan infeksi pernafasan berat pada masa
kanak-kanak. Walaupun demikian pada kondisi yang terbatas seringkali tidak
memerlukan pengobatan. Pada jumlah yang sedikit anak yang mendapatkan
pengobatan penanganan utama termasuk pemberian oksigen dan cairan yang
adekuat dan pengawasan hati-hati untuk mendeteksi sebagian anak yang mungkin
memerlukan intervensi lebih.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah melaporkan kasus Bronkiolitis.
1
BAB II
STATUS PENDERITA
2.1. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. A
Umur : 5 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Karanglo, Blitar
Suku : Jawa
Tanggal periksa : 14 April 2014
2.2. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Batuk
2. Riwayat Penyakit Sekarang : (Heteroanamnesa)
Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Mardi Waluyo Blitar diantar
keluarganya dengan keluhan batuk sejak 5 hari sebelum SMRS.
Awalnya batuk kering kemudian menjadi berdahak yang terus menerus
hingga mengganggu istirahatnya dengan dahak sulit dikeluarkan.
Apabila dahak keluar, terkadang berbarengan dengan muntah berisi
dahak kental berwarna bening disertai dengan cairan. Dahak keluar ±
3x, warna putih, tidak disertai adanya darah.
Selain itu pasien mengeluh pilek dan bersin-bersin dengan sekret
bening sejak 1 hari SMRS sehingga hidungnya tersumbat dan tampak
2
3
agak sulit bernapas sehingga pasien dibawa ke puskesmas untuk
berobat, beberapa jam setelah pulang berobat dari puskesmas pasien
mengalami demam yang timbul mendadak, tiba-tiba tinggi diukur
dengan punggung tangan ibunya, demam naik-turun, turun setelah
minum obat penurun panas, malam harinya pasien kembali demam dan
sempat muntah 2x setelah batuk, muntah berisi cairan dan terdapat
lendir kental yang berwarna bening, tanpa darah. Setelah timbul
demam, pasien tampak semakin sesak, tidak mau makan dan hanya mau
minum sedikit, hanya asi saja. Sesak baru pertama kali dialami pasien,
timbul perlahan, terjadi terus menerus, dan semakin lama semakin
berat. Sesak tidak disertai bunyi “ngik” dan tidak dipegaruhi ataupun
diperberat dengan aktifitas ataupun posisi tubuh. Sesak timbul tanpa
adanya paparan dari debu, perubahan cuaca, suhu, maupun bulu
binatang. Karena sesak yang semakin berat maka kedua orang tua
pasien memutuskan untuk membawa pasien ke rumah sakit keesokan
harinya.
Kejang, keringat malam, riwayat batuk lama yang berulang,
riwayat keluarga yang alami keluhan sama, riwayat keluarga dengan
riwayat batuk lama ataupun sedang menjalani pengobatan paru
disangkal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya.
4
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
a. Riwayat kejang : tidak ada
b. Sesak nafas : tidak ada
c. Darah tinggi : tidak ada
d. Kencing manis : tidak ada
e. Sakit jantung : tidak ada
f. Batuk lama : tidak ada
g. Sakit serupa : tidak ada
h. Alergi : tidak ada
5. Riwayat Pengobatan :
Sebelumnya pernah berobat di dokter
6. Riwayat Alergi :
Riwayat alergi dingin (-), alergi debu (-), alergi makanan (-), alergi
obat-obatan (-).
7. Riwayat Kehamilan :
Ibu pasien mengatakan saat hamil tidak pernah sakit. Ibu pernah
imunisasi saat hamil. Riwayat Ante Natal Care (ANC) rutin tiap bulan
di bidan dan rutin minum vitamin yang dberikan oleh bidan. Selama
hamil ibu pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan terlarang
maupun alkohol.
5
8. Riwayat Kelahiran :
Persalinan secara spontan. Kelahiran cukup bulan 39-40 minggu. Berat
badan anak waktu lahir 3000 gram, panjang badan 50 cm, ketuban
jernih. Pada saat lahir An. A langsung menangis. Tidak ada perawatan
khusus setelah lahir, riwayat bayi kuning (-), bayi biru (-), kejang (-).
9. Riwayat Imunisasi :
- BCG : sudah
- Hepatitis B : sudah
- Polio : sudah
- DPT : sudah
10. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :
Pasien mengangkat kepala usia 3 bulan, tengkurap pada usia 4 bulan,
11. Riwayat Gizi dan nutrisi :
Pasien sejak lahir langsung minum ASI (+) sampai sekarang, mulai
dicoba minum susu formula sejak usia 4 bulan sampai sekarang,
12. Riwayat Sosial :
Pasien anak pertama. Pasien tinggal bersama ayah, ibu dan neneknya.
6
2.3. ANAMNESA SISTEM
1. Kulit :
Tidak gatal, tidak kering, tidak pecah-pecah, tidak ada bintik-bintik,
tidak ada keluhan.
2. Kepala :
Panas (+), Tidak sakit kepala, tidak pusing, rambut kepala tidak
rontok, tidak ada luka aupun benjolan.
3. Mata :
Penglihatan normal, pandangan mata normal.
4. Hidung :
Tidak ada kelainan bentuk, tidak mimisan, ada sekret +/+.
5. Telinga :
Pendengaran baik, tidak berdengung dan tidak ada cairan yang keluar.
6. Mulut :
Tidak ada sariawan, bibir tidak kering dan pecah-pecah.
7. Tenggorokan :
Tidak ada nyeri menelan maupun suara serak.
8. Pernafasan :
Sesak nafas terutama saat batuk terus-menerus (+), batuk (+).
9. Kardiovaskuler :
Tidak nyeri dada, tidak berdebar-debar.
10. Gastrointestinal :
Nafsu makan menurun, muntah (+),
7
11. Genitourinaria :
BAK (+) lancar, tidak sakit saat kencing, tidak ada keluhan.
12. Neurologik :
Tidak lumpuh, tidak ada rasa sakit, tidak ada kesemutan, tidak ada
keluhan.
13. Psikiatrik :
Emosi stabil, tidak mudah marah.
14. Muskuloskeletal :
tidak ada nyeri otot.
15. Estremitas :
- Atas kanan : tidak ada keluhan
- Atas kiri : tidak ada keluhan
- Bawah kanan : tidak ada keluhan
- Bawah kiri : tidak ada keluhan
2.4. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum :
Tampak rewel.
2. Kesadaran :
Compos mentis, GCS 456
3. Tanda Vital :
Tensi : tidak dilakukan
Nadi : 150 x / menit
Pernafasan : 64 x /menit
Suhu : 38,2oC
8
4. Status Gizi (berdasarkan WHO) :
Pemeriksaan Antropometri :
- Berat Badan : 5,9 kg
- Tinggi Badan : cm
- Lingkar Kepala : 63cm (-2 SD> z-score < 0 SD)
Status Gizi :
- BB/U = -2 SD> z-score < 0 SD
- TB/U = -2 SD> z-score < 0 SD
- Berat badan ideal anak usia 5 bulan = kg
- BB/TB = 0 SD> Z score <1 SD
Kesimpulan : Gizi cukup
5. Kulit :
Putih, turgor baik, pucat (-), teraba hangat (+)
6. Kepala :
Bentuk normocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (-),
makula (-), papula (-), nodula (-), benjolan (-).
7. Mata :
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (+/+), cowong
(-/-), reflek kornea (+/+), radang (-/-).
8. Hidung
Nafas cuping hidung (+/+), sekret (+/+), epistaksis (-/-). Deformitas
hidung (-/-).
9. Mulut
Bibir kering (-), sianosis (+), gusi berdarah (-), lidah kotor (-).
9
10. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-/-), sekret (-/-), pendengaran berkurang (-/-).
11. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).
12. Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)
13. Thoraks
Normochest, simetris, retraksi (+), spider nevi (-), pulsasi
infrasternalis (-), sela iga melebar (-).
Cor:
Inspeksi: ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis kuat angkat
Perkusi : batas kiri atas : SIC II Para Sternalis Line Sinistra
batas kanan atas : SIC II Para Sternalis Line Dextra
batas kiri bawah : SIC V Para Sternalis Line Sinistra
batas kanan bawah : SIC IV Media Clavicularis Dextra
Auskultasi: Bunyi jantung I-II intensitas normal, regular
Pulmo:
Inspeksi : bentuk thoraks normochest, simetris, retraksi
intercosta (+).
Palpasi : nyeri tekan (-).
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
10
Auskultasi : bronkovesikuler Ronchi basah halus Wheezing
+ + + + + +
+ + +
+ + + + + +
14. Abdomen
Inspeksi : Soefl, flat, meteorismus (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : undulansi (-), nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien
tidak teraba.
Perkusi : timpani (+)
15. Ektremitas
Palmar eritema (-/-)
akral dingin Oedem
+ +
+ +
- -
- -
16. Sistem genetalia: dbn
17. Pemeriksaan Neurologis
Kesadaran : GCS 456
Fungsi Sensorik : Dalam batas normal
N NN N
11
Fungsi Motorik : Dalam batas normal
Kekuatan otot Tonus otot
5 5 N N5 5 N N
Reflek Fisiologis Reflek patologis
+2 +2 - -+2 +2 - -
18. Pemeriksaan Meningeal Sign
- Kaku kuduk : negative
- Kernig : negative
- Brudzinski I : negative
- Brudzinski II : negative
2.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tabel 1. Laboratorium tanggal 14 April 2014
Jenis Tes Hasil Tes Nilai Normal1. Hemoglobin 11,6 L: 13-17 g%, P: 11,5-16 g%2. Leukosit 19.900 4.000-11.000/CMM3. LED/BBS 20-40 L: 0-15/jam, P: 0-20/jam4. Hitung jenis -/1/-/41/47/11 1-2/0-1/3-5/54-62/25-33/3-75. Hitung erytrosite 4.580.000 L:4.5-6.5 jt/cmm,P:3.0-6,0
jt6. Hitung trombocyte 479.000 150.000-450.0007. Hematokrit 36,8 L : 40-54 %, P; 35-47 %8. MCV/MCH/MCHC 80,4/25,3/31,4 80-97 fl/27-31pg/ 32-36%9. Widal
- Tiphy O- Tiphy H- Para Tiphy A - Para Tiphy B
----
NegatifNegatifNegatifNegatif
12
2.6. RESUME
Seorang anak perempuan usia 5 bulan, datang ke IGD dibawa
keluarganya dengan keluhan Batuk (+) sejak 5 hari smrs awalnya kering
kemudian menjadi berdahak, sesak sejak 3 hari smrs. Sesak timbul perlahan
dan semakin lama semakin berat. pilek(+) sejak 1 hari, demam (+) timbul
mendadak, tiba-tiba tinggi, turun setelah minum obat penurun panas,
muntah 2x setelah batuk, berisi makanan dan lendir being agak kental,
tanpa darah. Setelah demam, sesak makin berat, hanya mau minum sedikit,
hanya asi saja. Dari riwayat dahulu pasien belum pernah menderita sakit
seperti sekarang ini, sedangkan dari riwayat keluarga tidak ada keluarga
yang kejang, tidak ada keluarga yang batuk lama.Riwayat pengobatan satu
hari yang lalu pasien diantar berobat ke dokter tetapi belum membaik.Dari
riwayat kehamilan ibu rutin periksa ANC ke bidan, dan tidak pernah sakit
saat hamil, sedangkan riwayat peralinan secara spontan BBL 3000 gram
dan PB 50cm, ketuban jernih. Pada saat lahir An.A langsung menangis.
Riwayat imunisasi lengkap. Riwayat tumbh kembang sesuai dengan
usianya.
Dari hasil pemeriksan fisik didapatkan keadaan umum cukup,
kesadaran compos mentis, Nadi 150x/menit, regular (+), RR 64x/menit, dan
suhu axial 38,2ᵒC. Pemeriksaan antropometri didapatkan BB 5,9 kg, TB
cm, lingkar kepala (-2 SD> z-score < 0 SD), status gizi pada pasien
menurut WHO BB/U = -2 SD> Z score < 0 SD, TB/U = -2 SD> Z score < 0
SD, Berat badan ideal anak usia 6 bulan adalah kg sehingga BB/TB= 0
SD> Z score <1 SD(Gizi cukup). Hasil pemeriksaan sistem didapatkan
13
nafas cuping hidung (+), sianosis pada bibir (+), retraksi intercosta,
ronchi dan wheezing di seluruh lapang paru.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil hemoglobin 11,5
g/dl, leukosit 19.100/cmm, hitung jenis -/1/-/41/47/11, eritrosit
4.580.000/cmm, trombosit 479.000/cmm, hematokrit 36,8%,
MCV/MCH/MCHC 80,4/25,3/31,4%, widal negative.
2.7. PROBLEM LIST
a. Batuk
b. Pilek
c. Berdahak
d. Demam (Suhu axila 38,2ᵒC)
e. Sesak
f. Sekret
g. Nafas cuping hidung
h. Sianosis
i. Retraksi intercosta
j. Ronchi
k. Wheezing
2.8. WORKING DIAGNOSA
Bronkiolitis
2.9. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
- Asma Bronkial
14
- Aspirasi benda asing
- Bronkopneumonia
- Gagal jantung
- Miokarditis
- Fibrosis Kistik
2.10. PLANNING DIAGNOSA
- Rontgen Thorak
- DL
2.11. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
- O2 nasal 2 lpm
- IVFD D5 ¼ NS 600cc /24jam
- Injeksi Ceftriaxon 2 x 250 mg (iv)
- Injeksi Cloramphenicol 3 x 100 mg (iv)
- Injeksi Metamizole natrium 3 x 50 mg (iv)
- Injeksi Dexametasone 3 mg dilanjutkan dengan dosis 3x1mg
- Nebulizer combivent : PZ = 0,6:2,4 → 3 x 1
Non Medikamentosa
Tatalaksana Nutrisi
Pemeriksaan Antropometri :
- Berat Badan : 5,9 kg
- Tinggi Badan : cm
- Lingkar Kepala : (-2 SD> z-score < 0 SD)
15
Status Gizi :
- BB/U = -2 SD> z-score < 0 SD
- TB/U = -2 SD> z-score < 0 SD
- BB/TB = 0 SD> Z score <1 SD
- Berat badan ideal anak usia 5 bulan = 7kg
Kesimpulan : Gizi cukup
Kebutuhan zat gizi
Kebutuhan kalori:
BB ideal x kebutuhan kalori menurut RDA
7x 150 = 1050 Kcal/hari
Kebutuhan protein :
BB ideal x kebutuhan protein menurut RDA
7x 3 = 21 g/hari
16
2.12 FOLLOW UP
Tanggal S O A P14 April 2014 Batuk (+) pilek
(+) sesak(+)panas(+) muntah(+) BAB(+) BAK(+) minum (+)
KU : Cukup VS → N :150x/menit RR : 64x/menit tºax: 38,2ºC K/L : A/I/C/D = -/-/-/-
Hidung: secret +/+, nafas cuping hidung +/+ minimal
Thorak : simetris, retraksi intercosta +/+Cor : S1 S2 tunggal, regular
Pulmo : Bronkovesikuler +/+, Rh +/+, Wh +/+ Abdomen: soefl, flat, Bu (+) N Ekstremitas: AH Edem
+ + - -+ + - -
Hasil Lab :Hemoglobin : 11,6 g/dlLeukosit : 19.100/cmmLED/BBS : #Hitung Jenis : -/1/-/41/47/11Eritrosit : 4.580.000/cmmTrombosit : 479.000/cmm
Bronkiolitis - O2 nasal 2 lpm- IVFD D5 ¼ NS 600cc /24jam- Injeksi Ceftriaxon 2 x 250 mg (iv)- Injeksi Cloramphenicol 3 x 100 mg
(iv)- Injeksi Metamizole natrium 3 x 50
mg (iv)- Injeksi Dexametasone 3 mg
dilanjutkan dengan dosis 3x1mg- Nebulizer combivent : PZ = 0,6:2,4
→ 3 x 1
17
Hematokrit : 36,8 %MCV/MCH/MCHC: 80,4/25,3/31,4Widal: Tiphy O : - Typhi H : - Paratyphi A : - Paratyphi B : -
16 April 2014 Batuk (+) pilek (+) sesak(+) panas(+) muntah(+) BAB(-) BAK(+) minum (+)
KU : Cukup VS → N :119x/menit RR : 54x/menit tºax: 39,5ºC K/L : A/I/C/D = -/-/-/-
Hidung: secret +/+, Thorak : simetris, retraksi intercosta
+/+Cor : S1 S2 tunggal, regular
Pulmo : Bronkovesikuler +/+, Rh +/+, Wh +/+ Abdomen: soefl, flat, Bu (+) N Ekstremitas: AH Edem
+ + - -+ + - -
Hasil Ro Thorax
Bronkiolitis - O2 nasal 2 lpm- IVFD D5 ¼ NS 600cc /24jam- Injeksi Ceftriaxon 2 x 250 mg (iv)- Injeksi Cloramphenicol 3 x 100 mg
(iv)- Injeksi Metamizole natrium 3 x 50
mg (iv)- Injeksi Dexametasone 3 mg
dilanjutkan dengan dosis 3x1mg- Nebulizer combivent : PZ = 0,6:2,4cc
6x selang seling dengan Nebulizer pulmicort:PZ 0,6 cc: 2,4 cc
- Aminofilin drip 6 mg/ hari
18
Kesimpulan : Pneumonia17 April 2014 Pasien kejang
berulang KU : Cukup VS → N :119x/menit RR : 54x/menit tºax: 38,7ºC K/L : A/I/C/D = -/-/-/-
Hidung: secret +/+, Thorak : simetris, retraksi intercosta
+/+Cor : S1 S2 tunggal, regular
Pulmo : Bronkovesikuler +/+, Rh +/+, Wh +/+ Abdomen: soefl, flat, Bu (+) N Ekstremitas: AH Edem
+ + - -+ + - -
FH
Bronkiolitis + Kejang Demam Kompleks
Kejang pertama (09.00):Injeksi Diazepam 3 mg i.v. pelan
Kejang kedua (18.00)Injeksi Diazepam 2mg i.v. pelanO2 Masker
Kejang ketiga (18.45)Injeksi pheniton 100 mg diencerkan pz 20 cc selama 20 menit
Kejang keempat(19.05)Masuk ICU
19
PPT 11,5 INR 1,01, HPTT 24,8SENa 145,01 K- 30,9 Ca 9,17GDA: 145
19 April 2014 Pasien kembali dari ICU, kejang (-), sadar(+), Batuk (+) pilek (+) sesak(+) panas(+) muntah(+) BAB(+) cair 2x ,BAK(+)
KU : Cukup, kesadaran: CM VS → N :124x/menit RR : 60x/menit tºax: 37,8ºC K/L : A/I/C/D = -/-/-/-
Hidung: secret +/+, Thorak : simetris, retraksi intercosta
+/+Cor : S1 S2 tunggal, regular
Pulmo : Bronkovesikuler +/+, Rh +/+, Wh +/+ Abdomen: soefl, flat, Bu (+) N Ekstremitas: AH Edem
+ + - -+ + - -
Bronkiolitis + Kejang Demam Kompleks
- O2 sungkup 6 lpm- Inf D5 ¼ NS 600 cc/24 jam- Inj. Ceftriaxon 2x 300mg- Inj. Phenitoin 2x 10 mg (jika
kejang)- Inj. Chlorampenicol 3x 100 mg- Inj. Metamizole natrium 6 x 75 mg
(iv) - Inj. Dexametasone 3x 1mg- Inf Metronidazole 1 x 25 cc- Aminofilin drip 6 mg/hari
21-4-2014 Batuk () pilek (-) sesak() panas(-) muntah(+) BAB(+) 3 x cair BAK(+) minum (+), pasien tampak pucat
KU : Cukup, kesadaran: CM VS → N :124x/menit RR : 60x/menit tºax: 37,8ºC K/L : A/I/C/D = +/-/-/-
Hidung: secret +/+, Thorak : simetris, retraksi intercosta
+/+Cor : S1 S2 tunggal, regular
Bronkiolitis + Kejang Demam Kompleks+ Diare Akut Tanpa dehidrasi+ Anemia
- Inf D5 ¼ NS 600 cc/24 jam- Inj. Ceftriaxon 2x 300mg- Inj. Phenitoin 2x 10 mg (jika
kejang)- Inj. Chlorampenicol 3x 100 mg- Inj. Metamizole natrium 6 x 75 mg
(iv) - Inj. Dexametasone 3x 1mg- Cotrimoxazol 2x cth ½
20
Pulmo : Bronkovesikuler +/+, Rh +/+, Wh +/+ Abdomen: soefl, flat, Bu (+) N Ekstremitas: AH Edem
+ + - -+ + - -
DLHb; 8,8 leu: 11.800 trombo: 292000PCV 28,2FLEri 0-10, leu: 0-2, bakteri (+)UL: reduksi urin +1, eri: 0-1, eri: 0-1, bakteri +
- Neokaolana 3x1/2 cth- Zinc 1x 10 mg- Dialac 1x1 sach- Pro Tranfusi PRC 60 cc
P. DX: Kultur Urin
27-4-2014 Batuk (), Pilek (-) sesak(-) minum (+) , muntah (-), BAB (+) ampas
KU : Cukup, kesadaran: CM VS → N :100x/menit RR : 40x/menit tºax: 37,4ºC K/L : A/I/C/D = -/-/-/- Thorak : simetris, Cor : S1 S2 tunggal,
regular Pulmo : Bronkovesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/- Abdomen: soefl, flat, Bu (+) N Ekstremitas: AH Edem
+ + - -
Bronkiolitis + Kejang Demam Kompleks+ Diare Akut+ Anemia
BLPL
21
+ + - -
DLHb; 15,5 leu: 20.000 trombo: 653000PCV 47,2
22
BAB III
DISKUSI
Bronkiolitis adalah penyakit infeksi respiratorik akut-bawah yang ditandai
dengan adanya inflamasi pada bronkiolus. Bronkiolitis adalah sebuah kelainan
saluran penafasan bagian bawah yang biasanya menyerang anak-anak kecil dan
disebabkan oleh infeksi virus-virus musiman seperti RSV. Walaupun kata
bronkiolitis berarti inflamasi bronkioles, hal ini jarang ditemukan secara langsung,
tapi diduga pada anak kecil dengan distres pernafasan yang memiliki tanda-tanda
infeksi virus.4
Bronkiolitis terutama disebabkan oleh Respiratory Syncitial Virus (RSV), 60–
90% dari kasus, dan sisanya disebabkan oleh virus Parainfluenzae tipe 1,2, dan 3,
Influenzae B, Adenovirus tipe 1,2, dan 5, atau Mycoplasma.1 RSV adalah single
stranded RNA virus yang berukuran sedang (80-350 nm), termasuk
paramyxovirus. Terdapat dua glikoprotein permukaan yang merupakan bagian
penting dari RSV untuk menginfeksi sel, yaitu protein G (attachment protein )
yang mengikat sel dan protein F (fusion protein) yang menghubungkan partikel
virus dengan sel target dan sel tetangganya. Kedua protein ini merangsang
antibodi neutralisasi protektif pada host. Terdapat dua macam strain antigen RSV
yaitu A dan B. RSV strain A menyebabkan gejala yang pernapasan yang lebih
berat dan menimbulkan sekuele. Masa inkubasi RSV 2 - 5 hari.1
Sejumlah virus dikenal sebagai penyebab bronkiolitis telah secara nyata
diperluas dengan keberadaan tes diagnosis yang sensitif dengan menggunakan
teknik molekular tambahan.RSV tetap menjadi penyebab 50 % – 80 % kasus.
23
Penyebab lain termasuk virus parainfluenza, terutama parainfluenza tipe 3,
influenza, dan human metapneumovirus (HMPV). HMPV ditaksir menyebabkan 3
% – 19 % kasus bronkiolitis. Kebanyakan anak-anak terinfeksi selama epidemik
luas musim dingin tahunan.5
Bronkiolitis sering mengenai anak usia dibawah 2 tahun dengan insiden
tertinggi pada bayi usia 6 bulan.1,3 Pada daerah yang penduduknya padat insiden
bronkiolitis oleh karena RSV terbanyak pada usia 2 bulan. Makin muda umur bayi
menderita bronkiolitis biasanya akan makin berat penyakitnya. Bayi yang
menderita bronkiolitis berat mungkin oleh karena kadar antibodi maternal
(maternal neutralizing antibody) yang rendah. Selain usia, bayi dan anak dengan
penyakit jantung bawaan, bronchopulmonary dysplasia, prematuritas, kelainan
neurologis dan immunocompromized mempunyai resiko yang lebih besar untuk
terjadinya penyakit yang lebih berat. Insiden infeksi RSV sama pada laki-Iaki dan
wanita, namun bronkiolitis berat lebih sering terjadi pada laki-Iaki.5 Pada pasien
ini berdasarkan etiologi, pasien ini termasuk dalam faktor resiko dimana usia
pasien < 2 tahun yaitu 5 bulan.
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pertama sekali dapat dicatat
bahwa bayi dengan bronkiolitis menderita suatu infeksi ringan yang mengenai
saluran pernapasan bagian atas berupa pilek yang encer dan bersin. Gejala ini
berlangsung beberapa hari, kadang-kadang disertai demam dan nafsu makan
berkurang. Kemudian timbul distres nafas yang ditandai oleh batuk paroksismal,
wheezing, sesak napas. Bayi-bayi akan menjadi rewel, muntah serta sulit makan
dan minum. Gejala-gejala ini biasanya akan berlangsung selama beberapa hari dan
24
disertai demam dari 38,50C hingga 390C, akan tetapi bisa juga tidak disertai
demam, bahkan pasien bisa mengalami hipotermi. Pasien mengalami penurunan
nafsu makan, kemudian ditemukan kesukaran pernafasan yang akan berkembang
perlahan-lahan dan ditandai dengan timbulnya batuk-batuk, bersin paroksimal,
dispneu, dan iritabilitas. Pada kasus ringan gejala akan menghilang dalam waktu
1-3 hari. Kadang-kadang, pada penderita yang terserang lebih berat, gejala-gejala
dapat berkembang hanya dalam beberapa jam serta perjalaan penyakitnya akan
berlangsung berkepanjangan. Keluhan muntah-muntah dan diare biasanya tidak
didapatkan pada pasien ini.1 Dari anamnesa pasien datang dengan keluhan batuk
dan pilek semenjak 5 hari SMRS, disertai dengan badan panas 2 hari SMRS,
selain itu pasien juga rewel, muntah dan sesak.
Kebanyakan bayi-bayi dengan penyakit tersebut, mempunyai riwayat
keberadaan mereka diasuh oleh orang dewasa yang menderita penyakit saluran
pernafasan ringan pada minggu sebelum awitan tersebut terjadi pada mereka.
Disamping itu, kita juga harus menyingkirkan pneumonia atau riwayat atopi yang
dapat menyebabkan wheezing.8
Pemeriksaan fisik memperlihatkan seorang bayi mengalami distres nafas
dengan frekuensi nafas lebih dari 60 kali per menit (takipneu), kadang-kadang
disertai sianosis, dan nadi juga biasanya meningkat. Terdapat nafas cuping
hidung, penggunaan otot pembantu pernafasan yang mengakibatkan terjadinya
retraksi pada daerah interkostal dan daerah sub kostal. Retraksi biasanya tidak
dalam karena adanya hiperinflasi paru (terperangkapnya udara dalam paru).
Terdapat ekspirasi yang memanjang , wheezing yang dapat terdengar dengan
ataupun tanpa stetoskop, serta terdapat crackles.1
25
Hepar dan lien akan teraba beberapa cm dibawah tepi batas bawah tulang iga.
Keadaan ini terjadi akibatt pendorongan diafragma kebawah karena tertekan oleh
paru yang hiperinflasi. Suara riak-riak halus yang tersebar luas juga dapat
terdengar pada bagian akhir inspirasi. Fase ekspirasi pernafasan akan memanjang
dan suara-suara pernapasan juga bisa hampir tidak terdengar jika sudah berada
dalam kasus yang berat.1
Untuk menilai kegawatan penderita dapat dipakai skor Respiratory Distress
Assessment Instrument (RDAI), yang menilai distres napas berdasarkan 2 variabel
respirasi yaitu wheezing dan retraksi. Bila skor lebih dari 15 dimasukkan kategori
berat, bila skor kurang 3 dimasukkan dalam kategori ringan.Pulse oximetry
merupakan alat yang tidak invasif dan berguna untuk menilai derajat keparahan
penderita. Saturasi oksigen < 95% merupakan tanda terjadinya hipoksia dan
merupakan indikasi untuk rawat inap.6 Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan
umum pasien tampak rewel, suhu tubuh 38,2ºC, dispneu, nafas cuping hidung
(+/+), sekret di hidung (+/+), bibir sianosis (+), terdapat retraksi intercosta (+),
pada auskultasi paru didapatkan wheezing dan ronkhi basah halus di seluruh
lapangan paru.
Tes laboratorium rutin tidak spesifik. Jumlah dan hitung jenis lekosit biasanya
normal ataupun berkisar antara 5000-24000 sel/μl.. Limfopenia yang biasanya
berhubungan dengan penyakit-penyakit virus, tidak ditemukan pada penyakit ini.
Biakan-biakan bahan yang berasal dari nasofaring akan menunjukkan flora
normal. Virus dapat dapat diperlihatkan di dalam sekresi nasofaring melalui
fluresensi imunologis dalam suatu peningkatan titer-titer darah atau dalam
26
biakan.1 Pada pasien didapatkan Leukosit=19.900, LED=19.900, Hitung jenis
-/1/-/41/47/11 (shift to the left).
Gambaran radiologik mungkin masih normal bila bronkiolitis ringan.
Umumnya terlihat paru-paru mengembang ( hyperaerated ). Bisa juga didapatkan
bercak-bercak yang tersebar, mungkin atelektasis ( patchy atelectasis ) atau
pneumonia ( patchy infiltrates ). Pada rontgen -foto lateral, didapatkan diameter
AP yang bertambah dan diafragma tertekan ke bawah. Pada pemeriksaan rontgen
foto dada, dikatakan hyperaerated apabila kita mendapatkan: siluet jantung yang
menyempit, jantung terangkat,diafragma lebih rendah dan mendatar, diameter
anteroposterior dada bertambah, ruang retrosternal lebih lusen, iga horizontal,
pembuluh darah paru tampak tersebar.1 Kemudian dilakukan pemeriksaan
penunjang foto thorax yang ditemukan gambaran adanya gambaran infiltrat, hasil
kesimpulannya adalah Pneumonia.
Untuk menentukan penyebab bronkiolitis, dibutuhkan pemeriksaan aspirasi
atau bilasan nasofaring. Pada bahan ini dapat dilakukan kultur virus tetapi
memerlukan waktu yang lama, dan hanya memberikan hasil positif pada 50%
kasus. Ada cara lain yaitu dengan melakukan pemeriksaan antigen RSV dengan
menggunakan cara imunofluoresen atau ELISA. Sensitifitas pemeriksaan ini
adalah 80-90%.8
27
Tabel 1. Skor Respiratory Distress Assessment Instrument (RDAI) SKOR Skor
maksimal0 1 2 3 4Wheezing :-Ekspirasi-Inspirasi-Lokasi
(-)(-)(-)
AkhirSebagian 2 dr 4 lap paru
Semua 3 dr 4 lap paru
Semua
422
Retraksi :-Supraklavikular-Interkostal-Subkostal
(-)(-)(-)
RinganRinganRingan
SedangSedangSedang
BeratBeratBerat
333
TOTAL 17
Infeksi virus pada epitel bersilia bronkiolus menyebabkan respons inflamasi
akut, ditandai dengan obstruksi bronkiolus akibat edema, sekresi mukus, timbunan
debris selular/ sel-sel mati yang terkelupas, kemudian diikuti dengan infiltrasi
limfosit peribronkial dan edema submukosa. Karena tahanan aliran udara
berbanding terbalik dengan diameter penampang saluran respiratori, maka sedikit
saja penebalan mukosa akan memberikan hambatan aliran udara yang besar,
terutama pada bayi yang memilki penampang saluran respiratori yang kecil.
Resistensi pada bronkiolus meningkat selama fase inspirasi dan ekspirasi, akan
tetapi karena radius saluran respiratori lebih kecil selama ekspirasi, maka akan
menyebabkan air tapping dan hiperinflasi. Ateletaksis dapat terjadi pada saat
terjadi obstruksi total dan udara yang terjebak diabsorbsi.
Proses patologis ini akan mengganggu pertukaran gas normal di paru.
Penurunan kerja ventilasi paru akan menyebabkan ketidakseimbangan ventilasi
perfusi yang berikutnya akan menyebabkan terjadinya hipoksemia dan kemudian
terjadi hipoksia jaringan. Retensi karbondioksida (hiperkapnea) tidak selalu
terjadi. Semakin tinggi laju respiratori, maka semakin rendah tekanan oksigen
28
arteri. Kerja pernapasan akan meningkat selama end expiratory lung volume
meningkat dan compliance paru menurun. Hiperkapnea biasanya baru terjadi bila
respirasi 60x/menit.
Pemulihan sel epitel paru tampak setelah 3-4 hari, tetapi silia akan diganti
setelah dua minggu. Jaringan mati (debris) akan dibersihkan oleh
makrofag.Berbeda dengan bayi, anak besar dan orang dewasa dapat mentolerir
edema saluran napas lebih baik, oleh karena itu pada anak besar dan dewasa
jarang terjadi bronkiolitis bila terserang infeksi virus saluran napas.
Sebagian besar tatalaksana bronkiolitis pada bayi bersifat suportif yaitu
pemberian oksigen, minimal handling pada bayi, cairan intravena, dan kecukupan
cairan, penyesuaian suhu lingkungan agar konsumsi oksigen minimal, tunjangan
respirasi bila perlu, dan nutrisi. Setelah itu barulah digunakan bronkodilator, anti
inflamasi seperti kortikosteroid, antiviral seperti ribavirin, dan pencegahan dengan
vaksin RSV, RSV immunoglobulin ( polyclonal ) atau Humanis RSV monoclonal
antibody ( palivizumab ).7
29
Gambar 3. Tatalaksana Bronkioloitis
Pada pasien ini perlu rawat inap dikarenakan pasien diklasifikasikan dalam
bronkiolitis sedang. Terapi yang diberikan yaitu pemberian oksigenisasi, diberikan
kepada semua penderita kecuali untuk kasus-kasus yang sangat ringan. Pemberian
Oksigenasi sangat penting untuk menjaga jangan sampai terjadi hipoksia,
sehingga memperberat penyakitnya. Diberikan juga terapi infus D5 ¼ NS 600 cc/
24 jam guna memenuhi kebutuhan cairan dan kalori. Jumlah cairan disesuaikan
dengan berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi. Selain itu ada beberapa
terapi yang diberikan secara intravena, yaitu antibiotik Ceftriaxon 2x 250 dan
Cloramphenicol 3x 100mg, dimana pemberian antibiotik pada pasien bronkiolitis
diberikan pada keadaan umum yang kurang baik,curiga infeksi sekunder
30
(pneumonia) atau pada penyakit yang berat. Pilihan pertama untuk pneumonia
dalah ampicilin- kloramfenicol, sedangkan pemilihan ceftriaxon untuk
menggantikan ampicilin dikarenakan penggunaan ampicilin banyak menimbulkan
alergi, dan resiko terjadinya nafilaktik lebih besar. kortikosteroid yaitu
deksametason dengan dosis awal 3x 3mg kemudian dilanjutkan dengan dosis 2x
1mg. Untuk terapi simtomatik diberikan metamizole natrium 3x 75mg secara
intravena. Metamizple natrium ini merupakan antiiflamasi non steroid (NSAID)
sebagai antipiretik dan analgetik yang bekerja pada susunan saraf pusat dan
perifer. Karena banyak sekret pada jalan nafas dan pada pemeriksaan fisik
didapatkan adanya wheezing yang memandakan adanya obstruksi pada saluran
napas maka dilakukan nebulizer combivent yang mengandung ipatropium
bromida 0dan salbutamol sulfat yang bekerja sebagai bronkodiltor.
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38ºC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam dibagi menjadi kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks. Kejang demam sederhana merupakan kejang demam yang berlangsung
singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang
berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak
berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di
antara kejang demam. Kejang demam kompleks merupakan kejang demam
dengan salah satu ciri berikut ini: kejang demam lebih dari 15 menit, kejang fokal
atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial, berulang atau
lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
31
Dalam masa perawatan, pasien mengalami kejang. Hal ini disebabkan karena
adanya bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di
atas 38ºC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Sebelum kejang,
suhu axilar dari pasien 38,7C, hal itulah yang menjadi pemicu terjadinya kejang.
Untuk mengatasi kejang, terapi awal yang diberikan adalah Diazepam 0,3-
0,5mg/kgBB secara intravena. Namun kejang berulang beberapa jam kemudian,
maka dilakukan pengulangan terapi dengan dosis yang sama, yaitu Diazepam 3
mg secara intravena. Dalam beberapa menit kemudian kejang berulang lagi, oleh
karena itu diberikan terapi Phenitoin 100 mg diencerkan pz 20 cc selama 20 menit
serta dilakukan Planing Terapi Namun setelah itu kejang masih berulang kembali,
oleh karena itu pasien dirawat di ICU.
Diare akut merupakan adanya BAB lebih dari 3 kali perhari, disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair, dengan atau tanpa lendir dan darah,
berlangsung kurang dari 7 hari, secara mendadak. Perubahan konsistensi
disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan absorbsi dan sekresi intestinal yang
mengakibatkan peningkatan volume air di dalam tinja. Diare paling lama
berlangsung kurang dari 14 hari.
Klasifikasi tingkat dehidrasi anak dengan Diare
Klasifikasi Tanda-tanda atau Gejala PengobatanDehidrasi Berat
Terdapat dua atau lebihtanda-tanda berikut: Letargis atau tidak sadar Mata cekung. Tidak bisa minum atau
malas minum. Cubitan kulit perut
kembali sangat lambat. (>2detik)
Beri cairan untuk dehidrasi berat (Rencana Terapi C)
32
Dehidrasi Ringan/ sedang
Terdapat dua atau lebih untuk kolera.tanda-tanda berikut: Gelisah, rewel /mudah
marah. Mata cekung. Haus, minum dengan
lahap. Cubitan kulit perut
kembali lambat.
Beri cairan & makanan sesuai Rencana Terapi B.
Setelah rehidrasi, nasihati ibu untuk penanganan di rumah dan kapan kembali segera
Kunjungan ulang 5 hari jika tidak ada perbaikan.
Tanpa dehidrasi
Tidak cukup tanda-tandauntuk diklasifikasikan sebagai diare dehidrasiberat atau ringan/sedang.
Beri cairan & makanan sesuai Rencana Terapi A· Nasihati kapan kembali segera.· Kunjungan ulang 5 hari jika tidak ada perbaikan.
Pada pasien ini juga mengeluhkan BAB cair 3 kali pada pagi hari. Namun pada
pasien tidak ditemukan adanya tanda-tanda dehidrasi berat maupun dehidrasi
sedang. Ringan. Oleh karena itu pasien ini diklasifikasikan dalam diare tanpa
dehidrasi. Untuk terapi yang diberikan selain terapi untuk bronkiolitis dan kejang
demam, pada pasien ini ditambahkan terapi zinc 1x 10mg, neokalana sirup 3x ½
cth ( Kaolin dan pectin), dan Dialac 1x 1sachet. Pemberian zinc dihubungkan
dengan efek reduksi sebesar 20% terhadap lamanya diare dan frekuensi dari feses.
Sedangkan pemberian Neo kaolana ini bertujuan sebagai absorben. Sedangkan
pemberian dialac ditujukan sebagai Probiotik (tyndallized lyophilisate
lactobacillus acidophilus), dimana probiotik ini merupakan mikroorganisme yang
mempunyai efek menguntungkan terhadap kesehatan manusia saat berkoloni di
usus, dianjurkan sebagai terapi tambahan dalam pengobatan diare.
Anemia secara umum didefinisikan sebagai berkurangnya volume eritrosit atau
konsentrasi hemoglobin. Anemia bukan suatu keadaan spesifik, melainkan dapat
disebabkan oleh bermacam-macam reaksi patologis dan fi siologis. Anemia ringan
hingga sedang mungkin tidak menimbulkan gejala objektif, namun dapat berlanjut
ke keadaan anemia berat dengan gejala-gejala keletihan, takipnea, napas pendek
saat beraktivitas, takikardia, dilatasi jantung, dan gagal jantung. Derajat anemia
33
untuk menentukan seorang anak mengalami anemia atau tidak dapat ditentukan
oleh jumlah kadar Hb yang terdapat dalam tubuh. Klasifikasi derajat anemia yang
umum dipakai dalah sebagai berikut :
a. Ringan sekali Hb 10 gr/dl – 13 gr / dl
b. Ringan Hb 8 gr / dl – 9,9 gr / dl
c. Sedang Hb 6 gr / dl – 7,9 gr / dl
d. Berat Hb < 6 gr / dl
Setelah beberapa hari perawatan, Setelah dilakukan pemeriksaan darah lengkap
didapatkan nilai Hb: 8,8 gr/ dl. Oleh karena itu pasien dapat diaktakan anemia
ringan. Oleh karena itu sebelum berlanjut ke keadaan anemia berat, maka pasien
memrlukan tranfusi. Pada pasien ini dibutuhkan tranfusi PRC dikarenakan
penurunan kadar Hb tidak disertai dengan penurunan volume darah.
Prognosis tergantung berat ringannya penyakit, cepatnya penanganan, dan
penyakit latar belakang (penyakit jantung, defisiensi imun, prematuritas). Anak
biasanya dapat mengatasi serangan tersebut sesudah 48 – 72 jam. Mortalitas
kurang dari 1 %. Anak biasanya meninggal karena jatuh ke dalam apneu yang
lama, asidosis respiratorik yang tidak terkoreksi atau karena dehidrasi yang
disebabkan oleh takipneu dan kurang makan-minum.
Pada pasien ini termasuk dalam bronkiolitis derajat sedang, yang seharusnya
bisa mengatasi serangan 48-72 jam. Namun dalam masa perawatan, pasien
mengalami kejang. Hal ini disebabkan karena adanya bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38ºC) yang disebabkan oleh
suatu proses ekstrakranium. Sebelum kejang, suhu axilar dari pasien 38,7C, hal
itulah yang menjadi pemicu terjadinya kejang. Kejang Demam sendiri tidak
34
pernah dilaporkan dapat mengakibatkan kematian, namun karena pada pasien
mengalami kejang demam kompleks sehingga memiliki faktor risiko terjadinya
epilepsi.
35
BAB IV
RINGKASAN
Kasus seorang anak perempuan usia 5 bulan dengan diagnosis
bronkiolitis atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Bronkiolitis adalah penyakit infeksi respiratorik akut-bawah
yang ditandai dengan adanya inflamasi pada bronkiolus
Diagnosis dapat ditegakkan berdaarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
ditunjang dengan pemeriksan laboratorium dan radiologi untuk mengetahui
adanya kelainan pada organ paru dan menegakkan diagnosis serta
mencegah terjadinya komplikasi.
Penatalaksanaan pada kasus ini dengan bronkiolitis harus secara
komprehensif, meliputi penatalaksanaan medikamentosa dan non
medikamentosa. Pada kasus ini memiliki progonosis yang baik karena
pemberian terapi yang tepat dan adekuar serta sangat kecil kemungkinan
mengalami kecacatan atau kelainan neurologis maupun kematian. Namun
terjadinya Kejang demam Kompleks dapat menjadi salah satu faktor resiko
terjadinya epilepsi pada anak.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Orenstein DM, Bronchiolitic. Dalam Nelson WE, Editor Nelson, Textbook
of Pediatric, 15th edition, Philadelphia, 1996, hal : 1484-85.
2. A. P. Uyan, H. Ozyurek, M. Keskin, Y. Afsar & E. Yilmaz : Comparison
Of Two Different Bronchodilators In The Treatment Of Acute
Bronchiolitis . The Internet Journal of Pediatrics and Neonatology. 2003
Volume 3 Number 1
3. Setiawati Landia, MS Makmuri. Tatalaksana Bronkiolitis (Treatment
Bronchiolitis). Dalam Continuing Education, Ilmu Kesehatan Anak
XXXV, Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak IV, Hot Topics in Pediatrics;
FK UNAIR, Surabaya : 2005. Diunduh dari www.pediatrik.com
4. Zorc JJ, Hall CB, Bronchiolitis: recent evidence on diagnosis and
management. Paediatrics 2010; 125; 342-49.
5. Carroll KN, et.all. increasing burden and risk factor for bronchiolitis.
Related medical visits in infants enrolled in a state health care insurance
plan. Pediatrics 2008; 122; 58-64.
6. Louden Mark. Pediatrik, bronchiolitis. Diunduh dari
www.emedicine.medscape.com
7. Zain, Magdalena sidhartani.Bronkiolitis. Buku Ajar Respirologi Anak.
Edisi pertama. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. Hal. 334-343
8. DeNicola CL. Bronchiolitis. 2010 (cited 5 Mei 2010). Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/961963-overview